• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TRAUMA TULANG BELAKANG Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Emergency Nursing Yang dibimbing oleh Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH TRAUMA TULANG BELAKANG Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Emergency Nursing Yang dibimbing oleh Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

TRAUMA TULANG BELAKANG

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Emergency Nursing Yang dibimbing oleh

Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS.

Disusun oleh :

Kelompok 2

Dewi Yulia Rahmayati

125070218113064

Dwi Anjelina

125070218113040

KeyfinAliffah R.K

125070218113044

Nyoman Annisa Abdullah 125070218113016

Yessie Rohan

125070218113036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

(2)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Trauma Tulang Belakang ” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :

1. Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS dosen pembimbing kami pada mata kuliah Emergency Nursing

1. Orang tua dan teman-teman anggota kelompok.

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya.

Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Kediri, 5 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...1

(3)

KATA PENGANTAR...2 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN...5 1.1 Latar Belakang...5 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Konsep Penyakit...7

2.1.1 Definisi Trauma Tulang Belakang...7

2.1.2. Etiologi Trauma Tulang Belakang...7

2.1.3 Klasifikasi Trauma Tulang Belakang...8

2.1.4 Patofisiologi Trauma Tulang Belakang...9

2.1.5. Manifestasi Klinis Trauma Tulang Belakang...10

2.1.6. Prognosis Trauma Tulang Belakang...11

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tulang Belakang ...11

2.1.8. Komplikasi Trauma Tulang Belakang...12

2.1.9. Penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang...12

2.2.Konsep Asuhan ...14 2.2.1. Pengkajian...14 2.2.2. Prioritas Diagnosa...17 2.2.3. Diagnosa Pertama...18 2.2.4. Diagnosa Kedua...19 2.2.5.Diagnosa Ketiga...21

(4)

BAB IV PENUTUP...28 3.1 Kesimpulan...28 DAFTAR PUSTAKA...29 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 4

(5)

Trauma pada tulang belakang adalah cidera mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis, akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang, seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen, dan diskus tulang belakang sendiri dan sumsum tulang belakang. (Suzanne C. Smeltzer :2008).

Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan atau dibawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet dan tidak komplet. Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera. Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). (Medical Surgical Nursing, Charle :2008).

Klien yang mengalami cidera medula spinalis membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi pada L2-membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas : pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk. (Medical Surgical Nursing, Charle : 2008).

1.2 Rumusan Masalah

 Apa definisi Trauma Tulang Belakang?  Apa etiologi Trauma Tulang Belakang?

(6)

 Apa klasifikasi Trauma Tulang Belakang?

 Apa manifestasi Klinis Trauma Tulang Belakang?  Bagamana prognosis Trauma Tulang Belakang?  Bagamana patofisiologi Trauma Tulang Belakang?  Apa komplikasi Trauma Tulang Belakang?

 Apa saja penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang

 Bagaimana asuhan keperawatan pada Trauma Tulang Belakang? 1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui definisi Trauma Tulang Belakang  Untuk mengetahui etiologi Trauma Tulang Belakang  Untuk mengetahui klasifikasi Trauma Tulang Belakang

 Untuk mengetahui manifestasi Klinis Trauma Tulang Belakang  Untuk mengetahui prognosis Trauma Tulang Belakang

 Untuk mengetahui patofisiologi Trauma Tulang Belakang  Untuk mengetahui komplikasi Trauma Tulang Belakang  Untuk mengetahui penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang

 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Trauma Tulang Belakang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 . KONSEP PENYAKIT

2.1.1. DEFINISI

Medula spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam kanalis vetralis dan menjulur dari fenomena magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medula spinalis dapat bervariasi dari trauma ektensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransiska, 2008)

(7)

Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis akubat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Chairudin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (Arif, 2008).

2.1.2. ETIOLOGI

1. Kecelakaan di jalan raya 2. Olahraga

3. Menyelam pada air yang dangkal. 4. Luka tembak atau luka tikam 5. Jatuh dari pohon atau bangunan 6. Kecelakaan industri

7. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.

2.1.3. KLASIFIKASI 1. stabil

a. Fleksi

Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik.

b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.

(8)

Syok spinalEdema pembengkakanReaksi anestetik Kerusakan jalur sipatetik desending

Trauma mengenai tulang belakang

Cedera kolumna vetebralis, Cedera medulla spinalis

Perdarahan mikroskopik Blok saraf parasimpatis

Kehilangan kontrol tonus vasomotor persyarafan simpatis ke jantungTerputus jaringan saraf medula spinalisReaksi peradangan Kelumpuhan otot pernapasan

Reflek spinal

Paralisis dan paraplegi

Aktivasi sistem saraf simpatis

Kontriksi pembuluh darah

Risiko infark pada miokard

Penekanan jaringan setempatKemampuan batuk menurun, kurang mobilitas fisikDefisit perawatan diri

dekubitus

Risiko terhadap kerusakan integritas kulit

Risiko ketidakbersihan bersihan jalan nafas

Asupan nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi Hambatan mobilitas fisik

Kelemahan fisik umum

Respons nyeri hebat dan akutPenekanan saraf dan pembuluh darahIleus paralitik, gangguan fungsi rektum, dan kandung kemih

nyeriPenurunan perfusi jaringanGangguan eliminasi urin

Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensoriPenurunan tingkat kesadaran

Iskemia dan hipoksemia

Gangguan pola napas

Perubahan persepsi sensorik -gangguan psikologis

-perubahan proses keluarga Kecemasan klien dan keluarga

-risiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual -koping individu tidak efektif

-risiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke

dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterl ibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis.

2. Tidak stabil

Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk menggeser lebih jauh. Hal ini disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dilokasi sendi apofiseal.

2.1.4. PATOFISIOLOGi

(9)

2.1.5. MANIFESTASI KLINIS - Neuron Motor Atas

o Spastisitas otot, kemungkinan kontraktur o Atrofi otot kecil atau tidak terjadi atrofi o Hiperefleksia

o Kerusakan di atas tingkat otak akan mengenai bagian tubuh yang berlawanan - Neuron Motor Bawah

o Flaksiditas otot o Atrofi otot

o Kehilangan tonus otot o Hiporefleksia atau arefleksia o Fasikulasi

o Perubahan otot akan terjadi pada otot yang mendapat persarafan oleh saraf tersebut – biasanya otot pada bagian yang sama dengan lesi

- Nyeri konstan dan tumpul serta bertambah berat yang menjalar ke arah lateral dan bergerak ( fleksi ) atau bila ada kompresi dada ( bersin, memeluk erat-erat ). Bila disertai nyeri pada perkusi tulang belakang yang terkena

- Kelemahan : khusunya pada otot yang letaknya proksimal dari tungkai dalam pola upper motor neuron ( neuron motorik atas ), walaupun distribusi pasti hilangnya kekuatan otot tergantung pada lokasi kompresi. Reflek tendon profunda meningkat dan respons plantar adalah ekstensor .

- Sensori menurun / parestesia : asenden sampai atau tepat dibawah dermatom setinggi persarafan yang mengalami kompresi

- Ataksia : hilangnya propiosepsi ( kolumna posterior ) - Parestesi distal ekstremitas dan arefleksia

- Neuropati inflamatorik progresif yang menyerupai polineuropati, dimielinisasi inflamatori kronis

- Motorik :

o Kerusakan UMN yang mengenai kedua kaki ( parestesia spastik ) atau jika parah terkena keempat anggota gerak ( tetraparesis spastik ). Lesi pada medula spinalis servikalis juga dapat menyebabkan paraparesis spastik yang bersamaan dengan campuran gambaran LMN dan UMN pada anggora gerak atas, karena kerusakan simultan pada medula spinalis dan radiks saraf pada leher.

(10)

o Sensasi kutaneus di bawah lesi terganggu - Otonom

o Gangguan kandung kemih :

 Urgensi dan frekuensi berkemih

 Retensi Urin, inkontinensia dan kontipasi: gejala dari disfungsi otonom.

o Mengeluh kontipasi

o Disfungsi seksual terutama impotensi dan ereksi 2.1.6. PROGNOSIS

Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mampunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri (George, 2007).

2.1.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaan secara lengkap , meliputi :

1. Anamnesa

 Anamnesa yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, atau olahraga

 Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan abrasi kepala bagian depan yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi

2. Pemeriksaan Tulang Belakang

 Dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari vertebra servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen, serta jaringan lunak lainnya

3. Pemeriksaan Neurologis

 Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada kepala, toraks, rongga perut serta panggul

4. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax  Mengetahui keadaan paru

5. Pemeriksaan CT Scan Vertebra

 Untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur dalam kanal spinal  Untuk menentukan tempat luka

 Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial

6. Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi 7. Foto Polos Vertebra

(11)

 Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. 8. MRI Vertebra

 MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla spinallis dalam sekali pemeriksaan

 Untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal 9. Sinar X Spinal

 Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang ( Fraktur atau dislokasi ) 10. Analisa Gas Darah

 Menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi 2.1.8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin timbul akibat trauma tulang belakang yaitu :

- Retensi urine, retensi urine atau perubahan kontrol kandung kemih terjadi akibat otak tidak dapat mengontrol kandung kemih akibat cedera susmsum tulang belakang. - Sensasi Kulit, cedera yangkehilangan sebagian atau semua kulit menyebabkan

berkurangnya sensasi kulit tertentu yang mengirimkan pesan ke otak untuk rangsang panas atau dingin.

- Komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, pada sistem pernapasan akibat dari cedera tulang belakang kemungkinan komplikasi yang ditumbulkan seperti resiko pnemoni atau masalah paru lainnya

- Depresi, akibat dari cedera tulang belakang hidup dengan rasa sakit yang berkepanjangan dan beberapa orang mengalami depresi.

2.1.9. PENATALAKSANAAN

1. Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu : 1. Mempertahankan usaha bernafas, 2. Mencegah syok dan 3. Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board). Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi ( retensi urin atau alvi, komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, dan trombosis vena-vena profunda).

Terapi Utama :

- Farmakologi : Metilprednisolon 30 mg / kg bolus selama 15 menit, lalu 45 menit setelah pemberian bolus pertama, lanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg/jam selama 23 jam.

- Imobilisasi :

o Pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien

o Traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gardner – Wellsbrace pada tengkorak

o Tirah baring total dan pakaian brace halo untuk pasien dengan fraktur servikal ringan.

(12)

- Bedah : Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus atau fraktur vertebrata yang mungkin menekan medula spinalis; juga diperlukan untuk menstabilisasi vertebrata untuk mencegah nyeri kronis.

2. Kortikosteroid dosis tinggi bisa mengurangi gejala

3. Radioterapi untuk mengurangi ukuran tumor adalah terapi pilihan dan bisa mengurangi nyeri. Tenaga bisa membaik, namun perbaikan paraplegia hanya terjadi pada 10-15%. Lapang radiasi mencangkup dua ruas tulang belakang di tiap tepi lokasi kompresi ( lokasi rekurensi tersering )

4. Pembedahan memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan, namun berperan pada kasus dengan instabilitas spinalis, adanya perkembangan defisit neurologis selama radioterapi, kompresi pada area yang pernah diradiasi ( medula spinalis pernah menerima dosis radiasi maksimal yang bisa ditolerir ) atau penyakit yang radioresisten

5. Kemoterapi : kemoterapi sitoktoksik adalah terapi pilihan pada anak-anak dengan tumor yang kemosensitif, dan sebagai terapi tambahan selain radioterapi pada orang dewasa dengan penyakit kemosensitif. Terapi endokrin bisa membantu pada kanker prostat dan kanker payudara

6. Fisioterapi sangat penting dalam memaksimalkan pulihnya fungsi neurologis

7. Tindakan –tindakan untuk mengurangi pembengkakan pada medulla spinalis dengan menggunakan glukokortikoid steroid intravena.

2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1. PENGKAJIAN

1. Anamnesa

a. Data Demografi

 Nama, Umur, Alamat b. Keluhan Utama

 Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas  Nyeri Tekan otot

 Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma  Mengalami deformitas pada daerah trauma c. Riwayat Penyakit Sekarang

 Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, atau luka tembak

 Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas, paralisis ( dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensiblitas yang total dan melemah/menghilangnya reflex profunda

 Ileus paralitik

(13)

 Retensi urin

 Hilangnya reflex-reflex d. Riwayat Penyakit Terdahulu

 Adanya riwayat hipertensi

 Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya  DM

 Penyakit Jantung  Anemia

 Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan

e. Riwayat Keluarga

 Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM

f. Pengkajian Psikososiospiritual

 Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta rspon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat  Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul seperti ketakutan

atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan body image )

 Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera tulang belakang

 Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga  Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan

dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. 2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

 Pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran

 Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi brakikardi dan hipotensi b. B1 ( Breathing )

 Inspeksi Umum o Klien batuk

o Peningkatan produksi sputum o Sesak nafas

o Penggunaan otot bantu nafas o Peningkatan frekuensi pernafasan o Terdapat retraksi interkostalis o Pengembangan paru tidak simetris

(14)

o Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga dan pneumotoraks. Pada observasi ekspansi dada juga dinilai : retraksi dari otot-otot interkostal, subsernal, pernafasan abdomen, dan respirasi paradoks. Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis

 Palpasi

o Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thorax

 Perkusi

o Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada torax/hemotoraks

 Auskultasi

o Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronki, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma

c. B2 ( Blood )

 Syok hipovolemik  TD menurun  Nadi brakikardi  Berdebar-debar

 Pusing saat melakukan perubahan posisi  Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat d. B3 ( Brain )

 Pengkajian Tingkat Kesadaran o Letargi

o Stupor

o Semikomatosa o Koma

 Pengkajian Fungsi Serebral

o Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien yang telah lama menderita cedera tulang belakang biasanya status mental klien mengalami perubahan

e. B5 ( Bowel )

 Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan defekasi tidak ada )  Pemeriksaan reflek bulbokavernosa didapatkan positif

(15)

 Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang

 Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi f. B6 ( Bone )

 Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah )

 Kaji warna kulit : warna kebiruan

 Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensori dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat Sedangkan menurut sember lain dari (Carpenito (2000), Doenges at al (2000)) pengkajiannya adalah sebagai berikut:

a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi,

brakikardi, ekstremitas dingin atau pucat

c. Eliminasi : inkontensia defekasi dan berkemih, retensi urin, distensi perut, peristaltik hilang

d. Intgritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri

e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki paralisis flasid, hilangnya sensasin dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil

h. Kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma dan mengalami deformitas pada daerah trauma

i. Pernafasan : nafas pendek, ada ronki, pucat, sianosis j. Keamanan : suhu yang naik turun

2.2.2 PRIORITAS DIAGNOSA 1. Pola Napas Tidak Efektif

2. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer 3. Hambatan Mobilitas Fisik

2.2.3. DIAGNOSA PERTAMA

(16)

DS:

- klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan bernapas, sesak napas.

DO :

- penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi - penurunan menit ventilasi - pemakaian otot pernapasan - pernapasan cuping hidung - dispnea/napas pendek dan cepat - orthopnea

- pernapasan lewat mulut - frekuensi dan kedalaman

pernapasan abnormal - penurunan kapasitas vital

paru

Kecelakaan Dislokasi C4 Disfungsi C4 Disfungsi neuromuscular

Gangguan pada otot diagragma Pola napas tidak efektif

Pola Napas Tidak Efektif ( 00032 )

Domain 4 : Aktivitas / Istirahat

Kelas 4 : Cardiovascular / Pulmonary Respons

Kriteria Hasil : setelah dilakukan perawatan 3x24jam diharapkan klien mampu NOC : respiratory status: ventilation ( 0403 )

No . Indikator 1 2 3 4 5 1. 2. 3. 4. Respiratory rate Depth of inspiration Accessory muscle use orthopnea

√ √ √ √ Intervensi ( NIC ) : respiratory monitoring ( 3350 )

1. monitor ritme, kedalaman, kecepatan dan usaha bernapas.

2. Catat pergerakan dada, penggunaan otot pernapasan dan supraclavicular. 3. Monitor pola napas

4. Auskultasi suara napas.

5. Catat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal. 16

(17)

6. Kolaborasi dengan tenaga medis terkait terapi pengobatan seperti nebulizer. 7. Auskultasi suara paru setelah dilakukan pengobatan, kemudian catat hasilnya.

Evaluasi

S: setelah dilakukan perawatan klien/keluarga mengatakan mampu bernapas dengan normal.

O: setelah dilakukan perawatan klien sudah tidak menggunakan otot pernapasan dan respiratory rate normal.

A: masalah teratasi sepenuhnya

P :

-2.2.4. DIAGNOSA KEDUA

ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH

KEPERAWATAN DO : - TD : <90/60 mmHg - N : < 60 kali/menit - CRT : 4 second (lambat) - Adanya edema - Kulit dingin dan

tampak pucat

DS :

-Adanya trauma cedera spinalis Cedera cedera Kolumna medulla vetebralis spinalis perdarahan mikroskopik reaksi peradangan edema/pembekakan

penekanan saraf dan pembuluh darah

DX: ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)

Domain 4 : Aktivitas / Istirahat

Kelas 4 : cardiovascular/ pulmonary responses

(18)

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu menunjukkan:

NOC : circulation status- 0401

INDICATOR 1 2 3 4 5

1. Mean blood pressure √

2. Pulse pressure √

3. Capillary refill √

4. Peripheral edema √

5. Pallor √

6. decreased skin temperature √

Intervensi ( NIC ): management sensasi perifer ( 2660 ) - monitor tanda-tanda vital

- berikan posisi yang nyaman pada pasien

- pantau perbedaan ketajaman atau panas dan dingin - menghindari suhu yang ekstrem pada ekstremitas

- ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan pada kulit

- kolaborasi dengan tim medis lainnya

EVALUASI: S:

-O: setelah di observasi selama perawatan TTV pasien mulai stabil A: masalah teratasi

P: intervensi dilanjutkan

2.2.5. DIAGNOSA KETIGA

Analisa Data Etiologi Diagnosa Keperawatan Ds : Trauma mengenai Tulang Hambatan Mobilitas Fisik

(19)

- Pasien mengeluh kelemahan dan kelumpuhan pada ekstremitas - Pasien mengeluh Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan - Pasien mengeluh Pusing saat melakukan perubahan posisi Do :

- Disfungsi sensori dan mudah lelah - Mengalami deformitas pada daerah trauma - Hipotensi - Brakikardi

- Hilangnya tonus otot - Disfungsi motorik - Paralilis

belakang

Cedera Columna Vertebralis, cedera medula spinalis

Kerusakan jalur simpatetik desending

Terputus jaringan syaraf medulla spinalis

Kelumpuhan ekstremitas,pusing saat

melakukan perubahan posisi, deformitas, hilangnya

tonus otot, Paraplegi ( disfungsi sensori dan

motorik ),

paralisis,hipotensi,brakikardi

Hambatan Mobilitas Fisik

( 00085 ) Domain 4 : Aktifitas/Istirahat Kelas 2 :

Aktifitas/Latihan

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam diharapkan pasien mampu NOC : Immobility Consequences : Physiological ( 0204 )

No . Indikator 1 2 3 4 5 1. 2. 3. 4. Bone Fracture Orthostatic Hypotension Muscle strenght Muscle Tone √ √ √ √

(20)

Intervensi (NIC) : Exercise Therapy : Ambulation and Exercise Promotion : strenght training

1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan 2. Kaji secara teratur fungsi motorik dan sensorik

3. Ubah posisi klien tiap 2 jam

4. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit 5. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi

6. Pantau TTV tiap 4 jam sekali

7. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin

8. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga. 9. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker

10. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

11. Ajarkan pada klien & keluargatentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.

12. Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh 13. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

14. Ajarkan pada klien & keluargauntuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.

15. Ajarkan pada klien/ keluargauntuk memperhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.

16. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

Evaluasi :

S: Pasien mengatakan fungsi mobilitasnya meningkat O: Pasien sudah mulai bisa berpindah tempat

A: Masalah teratasi sebagaian P: Melanjutkan latihan

(21)

BAB III PEMBAHASAN

Merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di dalam vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region lumbalis yaitu medula spinalis atau spinal cord. Kejadian trauma pada spinal cord merupakan keadaan gawat darurat yang berbahaya dan mengancam nyawa jika tidak segera dilakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada korban. Pengertian dari trauma pada tulang belakang adalah cedera yangmengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera spinalis bisa disebabkan karena beberapa hal seperti, kecelakaan di jalan raya yang merupakan penyebab paling banyak, olah raga, menyelam pada air yang dangkal, luka tikam atau tembak, dan gangguan lain yang dapat mengakibatkan cedera spinalis; osteoporosis yanng disebabkan oleh fraktur kompresi pada vetebrata; siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi dan penyakit vaskular.

Cedera pada medula spinalis dapat menyebakan hilangnya fungsi pada susunan sarf pusat yaitu motorik, fungsi sensorik dan fungsi otonom, menurut American Spinal Injury Assosiaciation, membagi klasifikasi menjadi lima Grade A - E. Yaitu : grade A ( hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik dibawah tingkat lesi). Grade B ( hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebgaian fungsi sensorik dibawah tingkat lesi). Grade C (fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3). Grade D ( fungsi motorik intak sengan kekuatan motorik di atas atau sama dengan 3). Grade E ( fungsi motorik dan sensorik normal). Kalsifikasi berdasarkan bentuk cidera medula spinal yaitu cedera spinal terbuka dan cedera spinal tertutup. Klasifikasi berdasarkan letak cedera yaitu dibagi dua yaitu, 1. cedera tulang; stabil, bila kemampuan fragmen tulang tidak mempengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera ; Tidak stabil, fraktur dipengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. 2. Cedera Neurologis ; tanpa defisit neurologis ; disertai dengan

(22)

defisit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spinal terdapat di daerah ini.

Cedera medula spinalis biasanya berhubungan dengan akselerasi, deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang mngenai tulang belakang. Lokasi cedera umunya menganai C1 dan C2, C4, C6 dan T11 atau L2. Berdasarkan mekanisme cedera dapat dikelompokan menjadi ; fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terajdi pada T12-L1. Fraktur Lumabl Adalah Fraktur Yang Terjadi Pada Daerah Tulang Belakang Bagian Bawah. Bentuk cidera ini mengenai ligamen, fraktur vetebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medula spinalis. ; Hiperekstensi, jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degeneratif vetebra, usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat menyelam. Jenis cedera ini menyebabkan medula spinalis bertentangan dengan ligamen flava dan mengakibatkankontusio kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari medula spinalis dapat mengikuti cedera hiperektensi. Lesi lengkap dari medula spinalis mengakibatkan kahilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi refleks pada isolasi bagian medula spinalis.; kompresi, cidera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian, dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medula spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medula spinalis. Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medula spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.

Beberapa tanda klinis yang diakibatkan oelh cedera medula seperti , nyeri menjalar, kelumpuhan/ hilannya pergerakan, hilangnya sensasi rasa, hilangnya kemampuan peristaltik usus, spasme otot atau bangkitan refleks yang meningkat, perubahan dungsi seksual. Manifestasi lainnya yng umum timbul pada kasus cidera medula spinalis yaitu ; perdarahn yang menebabkan reaksi peradangan, blok pada saraf parasimpatis yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan yang selanjutnya akan mempengaruhi pola napas pasien. Kerusakan pada jalur sipatetik desending yang menyebabkan kehilangannya kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke jantung dan terputusnya jaringan saraf mesula spinalis.

Pemeriksaan awal dan penting yang dilakuka pada kasus cidera medula spinalis yaitu pemeriksan fisik dimulai dengan penilaian kondisi jalan napas (airway), pernapasan (breathing), dan peredaran darah (circulation). Selain itu riwayat penyakit kardiopulmonal harus diketahui melalui anamnesis karena mempengaruhi fungsi paru. Sedangkan

(23)

pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan yaitu ; foto polos vertebrata, merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mengakibatkan medula spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan foto AP , Lateral dan odontoid. Pda cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP dan lateral. ; Ct-scan vertebra, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. Ct-scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. ; MRI Vertebra, MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis dalam sekali pemeriksaan.

Penatalaksanaan cedera medula spinalis yaitu, fokus utama penanganan awal apsien cedera medula spinalis (mempertahankan usaha napas, mencegah syok, dan imobilisasi leher dengan neck collar dan long spine board). Selanjutnya fokus penatalaksaan yaitu mempertahankan tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi (retensi urin atau alvi, kompliksi kardiovaskuler atau respiiratorik, dan trombosis vena-vena profunda). Terapi utama yang digunakan ; farmakoterapi, metilprednisolon ; imobilisasi, traksi untuk menstabilkan medula spinalis ; bedah, untuk mengelluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus atau ufraktur vertebra yang mungkin menekan medula spinalis (juga diperlukan untuk menstabilisasi vertebra untuk mencegah nyeri kronis). Penatalaksaan cedera ; pengelolaan hemodinamik, bila terjadi hipotensi, cari sumber perdarahan dan atasi syok neurologik akibat hilangnya aliran adrenergik dari sistem saraf simpatis pada jantung dan vaskular perifer sete;lah cedera diatas tingkat T6. Terjadi hipotensi, bradikardia dan hipotermi. Syok neurogenik lebih mengganggu distribusi volume intravaskular daripada menyebabkan hipovalensi sejati sehingga perlu perimbangan pemberian terapi atropin, dopamin, datau fenilefrin jika penggantian volume intravaskular tidak bereaksi. ; pengelolaan sistem pernapasan, ganti posisi tubuh berulang, perangsangan batuk, pernapasan dalam, sporometri intensif, pernapasan bertekanan positif, pasien dengan gangguan ventilasi dialakukan trakeostomi. ; pengelolaan nutrisional dna sistem pencernaan, melakukan pemeriksaan CT-scan berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal bila didiga ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal, terapi nutrisional awal yang harus dimetabolisme (50-100% diatas normal) ; dll.

Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada kasus cidera tualng belakang yaitu ; keadaan umum pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi. ; aktivitas dan istirahat, kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada bawah lesi, kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf). ; sirkulasi (hipotensi, hipotensi postural, bradikardia, ekstermitas dingin dan pucat), hilangnya keringat pada daerah yang terkena. ; eliminasi, inkontinansia defekasi dan berkemih, retensi urine,

(24)

distensi berhubungan dengan omen, peristaltik usu hilang, menelan, emesis berwarna seperti kopi, tanah (hematemesis). ; integritas ego, takut, cemas, gelisah, menarik diri. ; makanan atau cairan, mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum, peristaltik usus hilang (ileus paralitik). ; higiene, sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi). ; nurosensorik , kelumpuhan, kesemutan, kehilangan tonus otot atau vasomotor, kehilangan atau asimetris termasik tendon dalam, perubahan reaksi pupil, ptosis, hilanya keringat dari berbagai tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.; nyeri/ kenyamanan, mengalami deformitas, postur dan nyeri tekan vertebral. ; pernapasan , pernapadan dangkal datau labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronkhi, pucat, sianosis. ; keamanan , suhu yang berfluktuasi. ; seksualitas, ereksi tidak terkendali (pripisme), mentruasi tidak teratur. Dari pengkajian dan menifestasi yangs udah diuraikan berdasarkan mekanisme terjadinya cedera medula spinal, diagnosa ynag dapat di ambil untuk mengatasi msalah keperawatan yaitu ; ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dnegan kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovaskular, kerusakan sistem muskuloskletal. ; gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular ; ketidakefektifan perfuai jaringan berhubungan dengan trauma pada tulang belakang yang menyebabkan perdaran dsb ; resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kerusakan jaringan otak ; gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dnegan ketidakmampuan menelan akibat sekunder dari paralisis. Dan masalah keperawatan lainnya yang bisa muncul sesuai dengan msalah pada kasus cidera medula spinal.

(25)

BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Penyebabnya antara lain trauma dan kelainan pada vertebra (seperti atrofo spinal, fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan congenital, dan gangguan vascular). Instabilitas pada vertebra mengakibatkan penekanan saraf di medulla spinalis sehingga terjadi gangguan. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi organ-organ yang hipersarafi yaitu usus, genetalia, urinaria, rectum, dan ekstremitas bawah. Penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah akibat lanjut dari cedera tersebut.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

- Batticaca, Fansisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

- Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

- Mayo Clinic Staff (2014). Spinal Cord Injury (online).

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal-cordinjury/basics/complications/con-20023837. (5 mei 2015).

- Dewantoro, George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana penyakit saraf. Jakarta : EGC

- Standar perawatan pasien; proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi / Susan Martin Tucker... ( et al ) ; alih bahasa, Yasmin Asih ... ( et al ) ; editor, Monica Ester.-Ed. 5 – Jakarta : EGC, 1998

- Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit saraf / penulis, George Dewanto ... ( et al. ). Jakarta : EGC, 2009.

- Ginsberg, Lionel. 2008. Neurologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

- Susan , Martin Tucker ( 1998 ). Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

- Muttaqin Arif ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks ini, mauquf ‘alaih tidak terbatas pada sasaran yang langsung dimanfaatkan sebagaimana pada wakaf konsumtif, tetapi seiring dengan perkembangan aset wakaf yang

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis mencoba membuat sistematika pembahasan yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Bab

Analisis total asam dilakukan dengan menitrasi (iltrat dari buah yang telah ditambahkan indikator phenolphthalein +** dan dititrasi dengan a/! sampai

Kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, menjadi acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang sistem kesehatan dalam kaitannya dengan sistem penyembuhan atau

Rencana Kerja (Renja) Disnakertrans Kabupaten Musi Rawas tahun 2015 disusun melalui tahapan sebagai berikut: 1) Pengolahan data dan informasi, 2). menganalisis

Selain itu Pemekaran daerah juga dapat diartikan sebagai pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya, pembentukan

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari &#34;arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Ketan Hitam (Oryza sativa Linn. var glutinosa) Terhadap Perubahan Sel-Sel Hati Tikus yang Diberi Minyak Goreng Bekas Pakai; Rizki Ayu