• Tidak ada hasil yang ditemukan

yang dihasilkan oleh sel ini adalah untuk menyediakan nutrisi pendukung bagi sel telur ketika melakukan pergerakan pada tuba uterina.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "yang dihasilkan oleh sel ini adalah untuk menyediakan nutrisi pendukung bagi sel telur ketika melakukan pergerakan pada tuba uterina."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN

Organ reproduksi betina terdiri dari sepasang gonad, yaitu ovarium, organ reproduksi internal yang terdiri dari tuba uterina, uterus, dan vagina, serta organ reproduksi eksternal yang terdiri dari vulva dan klitoris (Pineda dan Dooley 2003; Samuelson 2007). Perkembangan ovarium pada masa embrio diawali dengan penebalan epitelium coloemic yang lokasinya berada di ventral mesonephros. Saluran reproduksi yang terdiri dari tuba uterina, uterus, dan vagina berasal dari saluran mesonephros yaitu duktus Mullerian (Capello dan Lennox 2006; Kobayashi dan Behringer 2003), sedangkan organ reproduksi eksternal berasal dari perkembangan regio kloaka primitif (Capello dan Lennox 2006).

Tuba uterina trenggiling Jawa terdiri dari infundibulum, ampulla dan isthmus. Isthmus merupakan bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian tuba uterina yang lain (Gambar 12) sehingga pada perbatasan kedua daerah tersebut terdapat daerah penghubung yang disebut ampullary-isthmic junction. Kondisi ini sama seperti tuba uterina pada sapi (Ball dan Peters 2004) dan kuda (Morel dan Mina 2008). Bagian ampulla dan isthmus memiliki bentuk menggulung sama seperti tuba uterina pada mamalia ternak (Hafez dan Hafez 2000), dan diikat oleh jaringan pengikat yang dinamakan mesosalphynx.

Gambaran histologi tuba uterina trenggiling Jawa tidak berbeda dengan mamalia lain pada umumnya. Mukosa tuba uterina tersusun dari lipatan primer, sekunder, dan tersier yang memiliki percabangan yang semakin sederhana pada bagian yang mendekati uterus (Hafez dan Hafez 2000). Mukosa tersebut ditutupi oleh epitel silindris sebaris pada bagian fimbrae dan epitel silindris banyak lapis semu dengan silia yang bergerak (kinosilia) di bagian lainnya. Silia ini berfungsi dalam proses transportasi sel telur ke tempat terjadinya fertilisasi dan transportasi embrio yang akan berimplantasi di uterus. Persentase sel bersilia berkurang pada daerah ampulla mendekati isthmus, dan mencapai jumlah maksimum di daerah fimbrae dan infundibulum (Hafez dan Hafez 2000).

Pada permukaan epitel tuba uterina, dapat ditemukan secretory bulb.

Secretory bulb merupakan hasil sekresi sel-sel tidak bersilia pada epitel tuba

uterina. Sel tidak bersilia pada tuba uterina ditutupi oleh mikrovilli dalam jumlah yang banyak pada permukaannya (Hafez dan Hafez 2000). Fungsi utama sekreta

(2)

yang dihasilkan oleh sel ini adalah untuk menyediakan nutrisi pendukung bagi sel telur ketika melakukan pergerakan pada tuba uterina. Sekreta tersebut juga membantu proses pematangan spermatozoa dalam tuba uterina yang dikenal dengan istilah kapasitasi (Samuelson 2007). Sekresi sel epitel tidak bersilia pada tuba uterina, diatur oleh hormon steroid (Hafez dan Hafez 2000).

Tunika muskularis tuba uterina disusun oleh otot polos sirkular yang dikelilingi oleh otot polos longitudinal di bagian superfisial. Daerah isthmus memiliki lapisan muskularis yang paling tebal dibandingkan dengan ampulla dan infundibulum. Semakin mendekati ovarium, lapisan muskularis ini akan semakin tipis, sehingga bagian infundibulum merupakan bagian yang memiliki lapisan muskularis yang paling tipis. Kondisi tunika muskularis memiliki korelasi dengan keberadaan sel-sel epitel bersilia pada tuba uterina. Tunika muskularis memiliki fungsi untuk kontraksi tuba uterina sehingga membantu pergerakan sel telur (Hafez dan Hafez 2000). Infundibulum memiliki tunika muskularis yang lebih tipis sehingga pergerakan ovarium lebih banyak dilakukan dengan bantuan sel-sel epitel bersilia. Semakin mendekati uterus, pergerakan sel telur lebih banyak didukung oleh tunika muskularis.

Trenggiling Jawa memiliki uterus dengan tipe bikornua, sama seperti babi (Hafez dan Hafez 2000) kancil (Hamny 2006), dan rusa (Rifqiyati 2006). Hasil ini mengkonfimasi hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Kimura et al. (2006). Bagian kaudal kornua uteri yang dekat dengan korpus uteri memiliki septum. Uterus diikat oleh jaringan ikat yang dinamakan mesometrium. Jaringan ikat ini bersama dengan mesovarium dan mesosalphinx bergabung menjadi jaringan ikat yang lebih luas (Hafez dan Hafez 2000).

Endometrium pada trenggiling Jawa terdapat pada kornua dan korpus uteri dan dilapisi oleh epitel silindris sebaris yang membentuk lipatan mukosa longitudinal (Gambar 13). Lapisan ini memiliki peran penting dalam proses pelekatan dan perkembangan embrio (Morel dan Mina 2008). Bagian lamina propria endometrium merupakan lapisan fungsional memiliki kelenjar dalam jumlah yang banyak. Kelenjar ini merupakan kelenjar uterin yang menghasilkan cairan berupa serum protein dan sejumlah kecil protein spesifik uterus (Hafez dan Hafez 2000). Kerja dari kelenjar uterin dipengaruhi oleh hormon progesteron dalam siklus estrus (Pineda dan Dooley 2003; Samuelson 2007) dan estrogen (Pineda dan Dooley 2003).

(3)

Selain kelenjar uterin, lapisan endometrium juga terdiri atas vaskularisasi dan jaringan ikat. Vaskularisasi yang ditemukan pada lapisan ini adalah arteri dan vena yang berasal dari jaringan ikat penggantung dan menyusup memalui stratum

vasculare pada miometrium menuju endometrium (Bloom dan Fawcett 1968).

Pembuluh darah ini menyuplai darah untuk kelenjar uterin (Samuelson 2007) dan menyuplai darah untuk embrio pada masa kebuntingan (Hafez dan Hafez 2000).

Miometrium pada trenggiling Jawa terdiri atas otot polos yang melingkar di bagian profundal dan otot polos longitudinal di bagian superfisial. Lapisan tebal yang berisi jaringan ikat dan pembuluh darah dapat ditemukan di bagian superfisial kedua lapisan otot tersebut. Lapisan ini disebut stratum vasculare. jaringan ikat diantara lapisan otot dan pembuluh darah merupakan jaringan ikat kolagen, fibroblas, dan sel-sel embrionik jaringan ikat. Jaringan ikat elastik tidak ditemukan pada miometrium, kecuali pada arteri (Bloom dan Fawcett 1968). Selama masa kebuntingan, miometrium mengalami perkembangan. Sel-sel otot polosnya dapat mengalami hipertropi hingga 10 kali lipat dari ukuran normal. Peningkatan ukuran ini dipengaruhi oleh peningkatan level estrogen (Samuelson 2007).

Perimetrium merupakan lapisan paling superfisial dari kornua dan korpus uteri. Lapisan ini tersusun dari jaringan ikat yang bembentuk tunika serosa (Samuelson 2007). Peritoneum hanya ditemukan pada sebagian permukaan uterus karena bagian ini bertaut pada vesika urinaria di bagian anterior dan rektum dibagian posterior (Bloom dan Fawcett 1968).

Serviks uteri pada trenggiling Jawa memiliki mukosa yang berlipat. Lipatan ini terbagi menjadi lipatan primer, sekunder dan tersier. Lipatan pada mukosa serviks lebih pendek dibandingkan dengan lipatan mukosa pada daerah infundibulum dan ampulla pada tuba uterina, yang hampir menutupi bagian lumennya. Tipe lipatan mukosa sama seperti kuda dan anjing (Bacha dan Bacha 2000). Epitel yang menutupi mukosa serviks uteri adalah epitel silindris sebaris bersilia yang memiliki sel goblet. Sel goblet berfungsi untuk menyediakan mukus karena pada daerah lamina propria serviks sangat sedikit ditemukan kelenjar (Samuelson 2007). Sekresi mukus bervariasi dalam jumlah dan kekentalannya. Hal ini dipengaruhi oleh keseimbangan hormonal gonad (Pineda dan Dooley 2003). Karakterisasi serviks menurut Hafez dan Hafez (2000) yaitu

(4)

memiliki dinding yang tebal dan lumen yang berkontraksi, terdapat pada serviks trenggiling Jawa. Lumen serviks menutup dengan rapat kecuali pada saat estrus dan melahirkan.

Ovarium trenggiling Jawa memiliki bentuk oval menyerupai telur hingga lonjong. Ovarium kiri trenggiling dengan kode MJ-1 memiliki bentuk hampir mendekati segitiga dengan hilus yang berada pada salah satu sudutnya. Ukuran ovarium kanan dan kiri baik pada satu sampel maupun sampel organ reproduksi yang berbeda memiliki perbedaan ukuran panjang, lebar dan diameter serta bobot. Bentuk ovarium trenggiling Jawa yang bulat hingga lonjong sesuai dengan ovarium pada hewan monokotosa atau hewan yang menghasilkan satu anak dalam satu periode kebuntingan seperti sapi dan kambing (Pineda dan Dooley 2003). Perbedaan bentuk dan ukuran ovarium, dapat disebabkan oleh perkembangan dari siklus reproduksi (Hafez dan Hafez 2000; Pineda dan Dooley 2003; Samuelson 2007).

Terdapat keunikan pada ovarium trenggiling Jawa. Jaringan ikat pada bagian hilus tidak menyusup ke bagian dalam ovarium, melainkan berubah menjadi tunika albuginea yang menutupi permukaan luar ovarium. Bagian medula ovarium, diisi oleh sel-sel sekretori interstisial yang memiliki bentuk menyerupai sel luteal dengan ukuran yang lebih kecil. Sel sekretori interstisial tidak dapat ditemukan pada beberapa spesies hewan, namun dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak pada beberapa hewan Insektivora, Lagomorpha, Chiroptera, Rodentia, dan Carnivora (Harrison dan Weir 1977). Beberapa kajian telah dilakukan untuk mengetahui asal sel sekretori interstisial. Greenwald dan Peppler (1963) diacu dalam Duke (1978) menyimpulkan bahwa jaringan interstisial pada hamster yang belum dewasa berasal dari perkembangan sel-sel stroma. Pernyataan yang sama diungkapkan oleh Deanesly (1970) diacu dalam Duke (1978) dengan hewan coba pada cerpelai. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sel interstisial berkembang dari stroma medula pada 2 minggu pertama pasca kelahiran. Mori dan Matsumoto (1970) mengemukakan bahwa pada kelinci yang belum dewasa sel intertisial berasal dari penonjolan ekstrafolikuler sel granulosa dan dari medulary cord.

(5)

Guraya dan Greenwald (1964) diacu dalam Harrison dan Weir (1977) menyebutkan bahwa sel interstisial diisi oleh droplet-droplet yang mengandung fosfolipid, trigliserida, dan kolesterol. Proporsi kandungan tersebut berbeda antar spesies, antar sel, dan antar droplet. Sel interstisial memiliki fungsi sebagai tempat sintesis progestin pada kelinci (Hilliard et al. 1963; Guraya dan Greenwald 1964 diacu dalam Duke 1978). Davis dan Broadus (1968) diacu dalam Duke (1978) menyebutkan bahwa sel interstisial pada kelinci merupakan tipe sel penghasil steroid.

Vaskularisasi berupa pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan di antara sel-sel sekretori interstisial pada ovarium trenggiling Jawa. Selain itu vaskularisasi dapat ditemukan pula pada korpus luteum. Folikel primordial tidak mendapatkan vaskularisasi khusus dari pembuluh darah. Namun ketika antrum folikuli mulai terbentuk pada perkembangan folikel, pembuluh darah kapiler terbentuk pada lapisan teka interna dan dapat berhubungan dengan pembuluh darah kapiler pada lapisan teka eksterna (Harrison dan Weir 1977).

Ovarium difiksir oleh jaringan ikat yang bernama mesovarium. Mesovarium bertaut pada ovarium di bagian hilus, dan merupakan lokasi masuknya vaskularisasi dan inervasi untuk ovarium (Hafez dan Hafez 2000). Hilus kemudian menyusup ke dalam medula, sehingga bagian medula merupakan bagian yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan syaraf yang dikelilingi oleh jaringan ikat elastik dan retikular (Samuelson 2007).

Perkembangan folikel dapat ditemukan di lapisan korteks pada bagian superfisial ovarium. Folikel dalam ovarium dikelompokkan ke dalam 10 tipe berdasarkan perkembangannya. Tipe tersebut menurut Cushman et al. (2000) diacu dalam Hamny (2006), dapat dikelompokkan menjadi folikel primordial (tipe 1 dan 2), folikel primer (tipe 3 dan 4), folikel sekunder (tipe 5, 6, 7, dan 8), serta folikel tersier (tipe 9 dan 10). Menurut Erickson (2003) diacu dalam Hamny (2006), folikel tipe 8 dimasukkan ke dalam folikel tersier berdasarkan keberadaan antrum folikuli.

(6)

Folikel primordial trenggiling Jawa berada korteks ovarium, di profundal tunika albuginea. Folikel ini berasal dari perkembangan germinal epithelium (Bloom dan Fawcett 1968). Folikel primordial berkembang menjadi folikel primer yang kemudian berubah menjadi folikel sekunder setelah terbentuknya suatu ruangan berisi cairan yang disebut antrum folikuli. Cairan tersebut memproduksi hormon estrogen yang berfungsi untuk menstimulasi proliferasi endometrium, menginduksi gelombang Luitenizing Hormone (LH) dan Prolactine (PRL), memberikan feedback negatif terhadap organ pituitari, dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin (Norris 2007).

Folikel tersier pada trenggiling Jawa memiliki karakteristik yang sama dengan mamalia lain pada umumnya. Letak folikel tersier berada di daerah superfisial ovarium dan memberikan tekanan kepada tunika albuginea. Letak ini mendukung proses ovulasi melalui permukaan ovarium (Samuelson 2007).

Korpus luteum ditemukan di lapisan korteks sebagai massa padat yang berisi sel-sel luteal, yaitu sel granulosa lutein dan sel teka lutein. Sel granulosa lutein merupakan sel yang memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan sel teka lutein sehingga biasa disebut dengan sel luteal besar dan sel teka lutein disebut dengan sel lutein kecil (Samuelson 2007). Kedua jenis sel tersebut merupakan perkembangan lanjutan dari sel granulosa dan sel teka interna yang mengalami multiplikasi, hipertrofi dan diferensiasi setelah proses ovulasi (Bacha dan Bacha 2000).

Sel luteal besar merupakan sel yang mengisi sebagian besar korpus luteum dan menjadi penghasil utama hormon progesteron, sedangkan sel luteal kecil memproduksi hormon progesteron, androgen dan estrogen (Samuelson 2007). Fungsi utama hormon progesteron adalah menghambat sekresi hormon gonadotropin pada kelenjar adenohipofise dan memelihara kebuntingan, sedangkan fungsi hormon androgen adalah sebagai prekursor untuk proses sintesis estrogen (Norris 2007).

Berdasarkan perhitungan jumlah folikel pada setiap tahapan perkembangan, folikel tipe 1 merupakan tipe folikel yang jumlahnya paling mendominasi dalam ovarium dan lebih banyak ditemukan pada trenggiling MJ-2. Selain itu, dapat

(7)

dilihat pula bahwa ovarium kiri trenggiling Jawa pada umumnya memiliki persentase perkembangan folikel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ovarium kanan (Tabel 3) sehingga diduga ovarium kiri tersebut memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ovarium kanan. Perbedaan ini dapat ditemukan pula pada hewan kancil (Hamny 2006).

Folikel tipe 1 merupakan folikel primordial yang pembentukkannya sudah mulai terjadi pada masa embrionik. Perkembangan folikel ini berasal dari sel benih primordial yang berdiferensiasi menjadi oogonia. Oosit primer pada folikel primordial yang berasal dari oogonia akan menggandakan DNA-nya dan memasuki tahap profase dari meiosis pertama. Folikel primordial akan mengalami masa istirahat dalam tahap ini. Oosit tidak akan menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya dan akan tetap berada pada tahap profase sebelum mencapai masa pubertas (Djuwita et al. 2000).

Pada setiap siklus estrus, sekelompok folikel mulai berkembang. Pada hewan unipara atau hewan monokotosa, hanya satu folikel yang mencapai kematangan penuh, yaitu folikel dominan. Folikel lain yang berkembang pada satu siklus estrus tersebut berdegenerasi menjadi atretik (Djuwita et al. 2000). Semakin tua usia hewan maka siklus estrus yang telah terjadi akan semakin banyak, sehingga jumlah folikel primordial pada ovarium akan berkurang dan akhirnya tidak ada lagi folikel yang dapat berkembang. Kondisi ini disebut dengan menopouse. Hal ini menguatkan dugaan bahwa trenggiling MJ-2 merupakan trenggiling dara dilihat dari jumlah folikel primordial yang jumlahnya relatif banyak pada kedua ovarium.

Folikel tipe 8 yang termasuk ke dalam folikel antral dapat ditemukan pada sampel ovarium yang berada dalam fase folikular maupun luteal. Folikel antral merupakan folikel yang dapat dimanfaatkan untuk koleksi oosit pada teknologi reproduksi in vitro fertilization (IVF). Koleksi oosit pada folikel antral dapat dilakukan dengan metode aspirasi, yaitu dengan mengaspirasi folikel antral pada ovarium setelah dilakukan laparotomi, atau dengan bantuan laparoskop. Metode aspirasi juga dapat dilakukan dengan bantuan tranduser ultrasound transvaginal.

(8)

Selain dengan metode aspirasi, koleksi oosit dapat dilakukan dengan memotong ovarium kemudian mencacahnya (Hasler 2007).

Hasil pengamatan distribusi karbohidrat asam dan netral pada setiap perkembangan ovarium menunjukkan adanya perbedaan distribusi pada setiap tahap perkembangan folikel. Karbohidrat asam yang dilihat dari hasil pewarnaan AB pH 2.5 menunjukkan hasil positif mulai dari folikel tipe 5. Intensitas warna sangat lemah yang ditunjukkan pada folikel tipe 5 ini dapat berarti bahwa konsentrasi karbohidrat asam yang dikandung oleh folikel masih sangat rendah (Hamny 2006). Adanya perubahan intensitas reaksi positif pada setiap folikel dapat mengindikasikan bahwa terjadi perubahan struktur distribusi karbohidrat asam pada setiap perkembangan folikel.

Kandungan karbohidrat asam pada cairan folikuli dan zona pelusida makin meningkat sesuai dengan perkembangan folikel, dan mencapai intensitas tertinggi pada cairan folikuli folikel tipe 10. Mukopolisakarida meningkat jumlahnya sesuai dengan perkembangan folikel (Ax dan Ryan 1979). Pada cairan folikuli terdapat asam hialuronat dan mukopolisakarida asam lain yang menghasilkan reaksi positif terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Bjersing 1977). Asam hialuronat banyak ditemukan pada cairan interselular di sekitar sel granulosa, sedangkan pada antrum folikuli, dapat ditemukan mukopolisakarida asam berupa asam sulfur kondroitin (McNatty 1978).

Reaksi positif pewarnaan PAS mulai terlihat pada folikel tipe 4, yaitu pada matriks ekstraseluler dengan intensitas reaksi positif yang sangat lemah (±). Reaksi positif pada oosit mulai terlihat pada folikel tipe 5 dengan intensitas reaksi positif lemah (+), kemudian pada folikel tipe 6-10 intensitas reaksi positif pada oosit menurun menjadi sangat lemah (±). Zona pelusida menunjukkan reaksi positif pada folikel tipe 6-10 dengan intensitas reaksi positif sedang. Cairan folikuli menunjukkan intensitas reaksi positif lemah (+) pada folikel tipe 8, kemudian menjadi sangat lemah (±) pada folikel tipe 9, dan kembali meningkat menjadi lemah (+) pada folikel tipe 10. Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral seperti glukosa, galaktosa, manosa, dan fruktosa.

(9)

Karbohidrat dalam proses perkembangan folikel dalam ovarium memiliki peranan yang cukup penting. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi dan sebagai signal komunikasi antar sel granulosa pada folikel tipe 1-7 (Hamny 2006), sedangkan pada tipe 8-10 karbohidrat digunakan untuk mensintesa reseptor terhadap spermatozoa, yaitu pada zona pelusida. Keberadaan karbohidrat dalam zona pelusida menjadi kunci penting dalam proses fertilisasi, yaitu ketika terjadi interaksi spermatozoa dengan oosit (sperm-egg interaction). Karbohidrat yang terdapat pada zona pelusida membantu perlekatan (binding) spermatozoa karena karbohidrat tersebut berikatan dengan protein reseptor yang terdapat pada spermatozoa (Shalgi et al. 1986).

Referensi

Dokumen terkait

Lingkaran Mohr's adalah metode grafik untuk menentukan pengaruh koordinat rotasi pada kuantitas tensor.. Dalam rekayasa menemukan aplikasi dalam pengaruh koordinat rotasi pada

• Untuk hutang bank, jika dengan agunan, resiko terburuk adalah sita agunan properti Anda. Itupun masih ada opsi untuk nego

Pada saat pengujian menu data laporan stock opname yang merupakan laporan data barang yang telah di input dalam menu laporan data stock opname petugas inventory control

Berdasarkan hasil kuesioner sebanyak 100% responden, menunjukkan bahwa fasilitas penunjang (tempat sampah, bangku taman, lampu taman, jalur pejalan kaki, tempat

Sistem yang dibuat dapat melakukan query pada basisdata XML dengan menggunakan kalimat bahasa Indonesia sederhana. Pemanfaatan Google Talk sebagai antarmuka memberi

Bila kemungkinan terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tuilisan orang lain seolah-olah basil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan Ijazah yang

Kerja sama CGGVeritas dengan Elnusa sebagai market leader jasa seismik di Indonesia adalah untuk menjawab tantangan pasar offshore Indonesia yang

Bagi pasien, adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan, dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay)