• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9

Kajian pustaka merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari penelitian ini. Kajian pustaka memberikan gambaran tentang kaitan antara teori dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan para peneliti terdahulu untuk mendekati permasalahan. Pembahasan kajian pustaka akan menjelaskan berbagai acuan komprehensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah. Berikut ini akan dibahas kajian pustaka yang berkaitan dengan kualitas layanan, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional.

2.1 Kualitas Layanan. 2.1.1 Pengertian Kualitas.

Tjiptono, (2012:164) menyatakan aspek kualitas dapat dilihat juga dari perspektif TQM (Total Quality Management), yaitu kualitas dipandang secara lebih komprehensif atau holistik dimana bukan hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan sumber daya manusia. Berdasarkan sifatnya produk dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) yaitu: 1) Barang yang tahan lama (durable goods) yakni barang-barang yang berwujud

(2)

2) Barang yang tidak tahan lama (non- durable goods) yakni barang yang umumnya dikonsumsi untuk satu atau beberapa kali saja dan tidak bertahan lama.

3) Jasa (Service) atau pelayanan yakni segala sesuatu yang menyangkut kepuasan, ataupun manfaat yang ditawarkan.

Selanjutnya, Tjiptono (2012:46) menyatakan bahwa produk jasa/layanan memiliki beberapa karakteristik yang unik yang membedakannya dengan produk barang, antara lain:(1) intangible (tidak dapat dilihat), (2) heterogeneity / variabelity / inconsistency (sifatnya bervariasi/heterogen/ nonstandarized), (3)

inseparability (dijual, diproduksi dan dikonsumsi pada tempat dan waktu yang

sama), (4) perishability (tidak tahan lama/tidak dapat disimpan untuk pemakaian yang akan datang). Dengan mengetahui sifat daripada jasa yaitu untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan.

Menurut Kotler (2008:85), pelayanan adalah : “A service any Act or perfomance that one party can offer to another that is essentially intangible and

doesnot result in the ownership of anything, its production may or may no be to a physical product” (pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, hasilnya bisa berupa produk fisik bisa juga tidak).

Zeithaml et al., (2008:88), menyatakan kualitas layanan sebagai: the extent of discrepancy between customers expectatios or desire and perceptions,

(3)

kualitas pelayanan yang diterima konsumen atau pelanggan dinyatakan sebagai besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen terhadap suatu pelayanan dibandingkan dengan realitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan itu sendiri.

Selanjutnya Lovelock dan Mussry (2010:88), menyatakan kualitas didefinisikan sebagai: Quality is degree of excellent intented, and the control of variability in achieving that excellent, in metting the customers requirement

(kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan dan pengendalian atas keragaman mutu tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen). Sedangkan menurut Majid (2009:49), mutu pelayanan adalah tindakan seseorang terhadap orang lain atau konsumen melalui penyajian produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang berlaku/jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan orang yang dilayani.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu sikap dan perilaku seseorang dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan orang lain (konsumen/pelanggan) yang dilayani.

2.1.2. Dimensi Kualitas Layanan.

Dimensi kualitas layanan merupakan elemen-elemen yang dapat menjelaskan tentang kriteria-kriteria layanan yang berkualitas. Tjiptono, (2012:69), menyatakan bahwa terdapat sepuluh dimensi kualitas layanan, diantaranya meliputi: (1) reliability, yang mencakup konsistensi kerja (perfomance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), (2)

(4)

responsiveness yang merupakan kemauan dan kesiapan karyawan untuk

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan, (3) competence adalah ketrampilan dan pengetahuan dalam memberikan jasa, (4) acces merupakan kemudahan untuk dihubungi, (5) courtesy yang merupakan sikap sopan santun, perhatian dan keramahan, (6) communication adalah dalam bentuk pemberian informasi kepada pelanggan dengan bahasa yang dapat dan mudah dipahami, (7) credibility merupakan sifat jujur dan mudah dipercaya, (8) security memberikan rasa aman dari keadaan bahaya yang meliputi physical safety, financial security, confidentiality, (9) understanding/knowing the customer merupakan cara

bagaimana memahami pelanggan, (10) tangible merupakan bukti fisik yang dapat dirasakan oleh pelanggan.

Selanjutnya Gaspersz, (2012: 165), mengembangkan komponen dimensi kualitas layanan yang dikelompokkan menjadi lima bagian, antara lain: (1) Reliability, memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan, keteguhan dalam

menangani masalah pelayanan terhadap pelanggan, menyerahkan pelayanan dengan benar, memberikan pelayanan pada saat yang tepat, menjaga agar pelanggan tetap mendapatkan informasi, (2) Assurance, menanamkan kepercayaan kepada pelanggan, membuat pelanggan merasa aman, bersikap sopan, memiliki pengetahuan luas, (3) Tangibles, memiliki peralatan moden, berpenampilan menarik, bahan-bahan yang dipergunakan bagus, serta kenyamanan, (4) Empathy, pemberian perhatian kepada pelanggan, menunjukkan kepedulian, membuat kesan yang positif, serta memahami kebutuhan pelanggan,

(5)

(5) Responsiveness, memberi pelayanan secara tepat, bersedia membantu pelanggan, dan kesiapan menanggapi keluhan pelanggan.

Sumarwan, et al., (2013:308), juga mengatakan hal sama bahwa ada lima dimensi kualitas layanan (service quality) terdiri dari : (1) Reliability yaitu dapat diandalkan untuk memberikan service yang dijanjikan secara akurat, (2) Responsiveness adalah kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan

layanan yang cepat, (3) Asurance adalah pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, (4) Empathy adalah memberikan kepedulian dan perhatian kepada pelanggan, (5)

Tangibles adalah penampilan secara fiisik fasilitas, peralatan, karyawan dan

peralatan komunikasi.

Munhurun et al. (2010) melakukan penelitian menggunakan servqual dengan judul mengukur kualitas layanan dipandang dari persepsi karyawan. Penelitiannya fokus pada karyawan sebagai konsumen internal dan peran penting karyawan dalam menyampaikan jasa layanan kepada para pelanggan. Indikator yang digunakan mengacu pada Parasurahman dan Zeithaml (2003) yang membagi dimensi kualitas layanan menjadi: reliability, responsiveness, assurance, tangible, dan emphaty. Untuk melakukan pengukuran terhadap kualitas layanan,

Munhurun et al. (2010) menggunakan dimensi kualitas layanan dengan kuesioner yang telah dimodifikasi.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang dimensi kualitas layanan (service quality) diatas, maka dalam penelitian ini dipergunakan dimensi kualitas layanan mengacu pada pendapat Parasuraman et.al (2003), yang terdiri dari

(6)

lima dimensi yaitu: Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy, dan Responsiveness.

2.2. Komitmen Organisasional

2.2.1. Pengertian Komitmen Organisasional

Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak terhadap tujuan-tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge, 2008). Komitmen organisasi menggambarkan sejauh mana karyawan percaya serta menerima tujuan organisasi, dan keinginan untuk tetap bersama organisasi (Mathis dan Jackson, 2011). Durkin (1999) mengungkapkan bahwa komitmen organisasional merupakan perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut.

Perhatian umum dan tujuan kunci unit organisasi adalah mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat komitmen para pekerjanya dan mengembangkan program-program serta kegiatan-kegiatan yang meningkatkan komitmen pada organisasi (Zurnali, 2010). Komitmen organisasional merupakan suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi dimana mereka berada (Sopiah . 2008), hal ini ditandai dengan adanya:

1) Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai–nilai organisasi,

(7)

3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

Menurut Spector, (1997), dalam konsepnya rerdapat dua perbedaan konsepsi komitmen organisasional, diantaranya :

1) Pendekatan pertukaran. Komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang disadari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi.

2) Pendekatan psikologis. Pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi.

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat dinyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah bentuk sikap yang dimiliki karyawan demi tercapainya tujuan organisasi tersbut, bersedia untuk tetap bekerja dengan sebaik mungkin dan tetap loyal terhadap perusahaan.

2.2.2 Dimensi Komitmen Organisasional

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan komitmen sebagai kekuatan identifikasi individu yang berada dalam sebuah organisasi. Konsep ini dapat dipecah menjadi tiga komponen, yaitu keinginan memelihara keanggotaan dalam organisasi, keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan bekerja keras sebagai bagian dari organisasi. Lebih lanjut Newstrom

(8)

and Davis dalam Zurnali (2010) mengungkapkan bahwa komitmen organisasional merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui beberapa karakteristik, yaitu adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai serta tujuan organisasi, kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, serta adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

Penelitian empiris yang dilakukan oleh Aydogdu dan Asikgil (2011), mengungkapkan empat dimensi yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional, yaitu faktor personal, faktor yang berkaitan dengan peran, pengalaman kerja, dan faktor budaya. Menurut Meyer dan Allen (1991), para karyawan memiliki komitmen organisasi yang dapat dilihat dengan tiga dimensi komitmen organisasional, diantaranya :

1) Komitmen afektif (affective commitment) berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan tersebut.

2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut.

(9)

3) Komitmen normatif (normative commitment), menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam

organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Dari uraian tentang dimensi komitmen organisasi, komitmen efektif merupakan hubungan emosional yang dimiliki oleh para karyawan yang terdiri dari komitmen berkelanjutan (kesadaran ) dan normatif (keterikatan), identifikasi para karyawan dengan organisasi dan keterlibatan para karyawan dengan seluruh kegiatan yang ada dalam organisasinya. Para karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan tetap tinggal bersama organisasi dikarenakan mereka ingin tinggal (because they want to). Para karyawan yang memiliki komitmen kontinyu yang kuat dikarenakan mereka harus tinggal bersama organisasi (because they have to). Dan para karyawan yang memiliki komitmen normatif yang kuat

dikarenakan mereka merasa bahwa mereka harus tinggal bersama (because they feel that they have to).

2.3 Kepuasan Kerja

2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menggambarkan suatu perasaan positif mengenai pekerjaan yang merupakan hasil dari evaluasi terhadap karakteristiknya. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum seorang individu terhadap aspek-aspek pekerjaannya (Robbins dan Judge, 2008). Yuli (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sekumpulan perasaan menyenangkan dan tidak meyenangkan yang dialami oleh karyawan dalam bekerja. Kepuasan kerja

(10)

dipandang sebagai perasaan senang atau tidak senang yang relatif berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku.

Kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan pekerjaannya yang dihasilkan dari sikap pegawai tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung dalam pekerjaan (Suwatno dan Priansa.2011). Kepuasan kerja memperlihatkan perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya suatu pekerjaan (Umar (2010). Faktor–faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain balas jasa yang adil dan layak, komunikasi yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, dan sikap pekerjaan (Hasibuan, 2009).

Menurut Mangkunegara (2005: 117), kepuasan kerja sebagai suatu perasaan mendukung atau tidak mendukung dari diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya dan kondisi pekerjaannya.Kepuasan kerja sulit didefinisikan karena rasa puas itu bukan keadaan yang tetap melainkan dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan–kekuatan baik dari dalam maupun dari luar lingkungan kerja (Suwatno dan Priansa, 2011). Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dianggap penting (Luthans, 2006). Menurut Rivai (2004), kepuasan kerja erat kaitannya dengan teori keadilan. Karyawan yang merasa puas atau tidak puas, tergantung ada atau tidak keadilan dalam sebuah situasi, khususnya situasi kerja, seseorang akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain.

(11)

Apabila perbandingan itu dipandang cukup adil, maka rasa puas akan dirasakan oleh karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan puas dari seorang individu ketika harapan individu tersebut sesuai dengan kenyataan yang didapatkan baik dalam hal lingkungan atau kondisi kerja, beban kerja, kompensasi, dan hubungan dengan rekan kerja atau atasan di tempatnya bekerja.

2.3.2. Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) menjelaskan teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu :

1) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory). Kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya didapat dengan kenyataan yang dirasakan. Locke dalam Yuli (2005) juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan (discrepancy) antara nilai, kebutuhan, dan ekspektasi yang seharusnya didapat dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah dicapai melalui pekerjaannya. Seseorang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan. 2) Teori Keadilan (Equity Theory). Prinsip teori ini adalah bahwa seseorang

akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan adanya keadilan atas suatu situasi. Keadilan tersebut diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain di lingkungan yang sama

(12)

atau berbeda. Elemen-elemen dalam teori ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

a) Input, yaitu segala sesuatu yang sangat berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan, dan lain-lain.

b) Outcomes, yaitu semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan tambahan, status, simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau ekspresi diri. c) Equity in equity, yaitu rasio input-outcomes dirinya sendiri dengan

orang lain. Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka karyawan tersebut akan merasa puas.

3) Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Dalam teori ini terdapat dua rangkaian kondisi, yaitu kondisi yang membuat karyawan merasa puas (satisfiers) dan tidak puas (dissatisfiers). Terdapat serangkaian kondisi yang menyebabkan karyawan merasa tidak puas. Jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka karyawan itu tidak akan termotivasi, faktor-faktor tersebut meliputi kondisi kerja, status, keamanan kerja, mutu dari penyelia, upah, prosedur perusahaan, dan hubungan antar personal.

Kondisi kedua yang digambarkan adalah serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan

(13)

menggerakan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Serangkaian kondisi itu biasa disebut sebagai satisfiers atau motivator. Agar terdapat sifat kerja yang positif, para manajer harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap faktor-faktor motivator kepada para bawahan, yang meliputi keberhasilan pelaksanaan (achievement), tanggung jawab (responsibility), pengakuan (recognition), pengembangan (advancement), dan pekerjaan itu sendiri (work itself).

2.3.3 Dimensi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja karyawan merupakan keadaan emosional para karyawan yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang (Mathis dan Jackson. 2011; 263). Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya (Robbins dan Judge, 2008; 108). Menurut Robbins dan Judge (2008: 110) ada empat dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Hal tersebut dijelaskan sebabagi berikut; 1). Kerja yang secara mental menantang. 2). Sistem balas jasa yang memadai rneliputi upah dan kebijakan promosi yang adil. 3). Kondisi kerja yang mendukung, kenyamanan atau faktor-faktor lingkungan. 4). Rekan sekerja yang mendukung

Selanjutnya Martoyo, (2007) menjelaskan ada beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan kepuasan kerja, yaitu :

(14)

1) Perputaran karyawan (turnover) dan absensi

Dalam hubungan ini terdapat korelasi antara kepuasan kerja dengan perputaran (turnover) karyawan dengan absensinya. Semakin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi, semakin kecil perputaran dan makin jarang adanya absensi karyawan.

2) Umur dan jenjang pekerjaan

Kepuasan kerja juga berhubungan dengan umur dan jenjang pekerjaannya. Semakin tua umur karyawan, biasanya mereka makin terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan, karena harapan-harapannya yang tinggi tidak cepat terwujud, kurang penyesuaian, dan lain sebagainya. Juga mereka yang memiliki jenjang pekerjaan yang lebih tinggi akan memperoleh kepuasan kerja yang lebih besar dibanding yang lain.

Penelitian yang telah dilakukan Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor atau dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu sifat dan muatan pekerjaan itu sendiri, gaji, pengawasan atau supervisi, kesempatan promosi, dan hubungan dengan karyawan lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat tiga dimensi pada kepuasan kerja (Su-Chao dan Ming-Shing, 2006), yaitu kepuasan intrinsik (pencapaian atau prestasi, harga diri, umpan balik, dan otonomi), kepuasan ekstrinsik (penghargaan dari atasan, hubungan kerja yang kondusif, lingkungan kerja yang baik, kesejahteraan, kompensasi, dan promosi), serta kepuasan global (kepuasan secara menyeluruh mengenai persepsi karyawan mengenai pekerjaannya).

(15)

Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan, terdapat enam dimensi utama kepuasan kerja karyawan (Yuli, 2005), yaitu:

1) Tingkat upah atau gaji. Gaji merupakan imbalan keuangan yang diterima karyawan seperti upah, premi bonus, atau tunjangan-tunjangan keuangan lainnya. Dalam menetapkan tingkat upah atau gaji, perusahaan dapat membuat keputusan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu tingkat upah umum dalam masyarakat, kebutuhan pokok karyawan dan tingkat biaya hidup fisik minimum, kualitas karyawan, persaingan antar organisasi, serta kemampuan perusahaan untuk membayar upah dan gaji yang cukup untuk dapat menarik serta mempertahankan karyawan yang dibutuhkan.

2) Pekerjaan itu sendiri. Terdapat dua aspek penting yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berasal dari pekerjaan itu sendiri (Yuli, 2005), yaitu variasi pekerjaan dan kontrol atas metode serta langkah-langkah kerja. Secara umum, pekerjaan dengan jumlah variasi yang moderat akan menghasilkan kepuasan kerja yang relatif besar. Pekerjaan yang sangat kecil variasinya akan menyebabkan pekerja merasa jenuh dan keletihan, sebaliknya pekerjaan yang terlalu banyak variasinya dan terlalu cepat menyebabkan karyawan merasa tertekan secara psikologis. Pekerjaan yang menyediakan kepada para karyawan sejumlah otonomi akan memberikan kepuasan kerja yang tinggi. Sebaliknya, kontrol manajemen atas metode dan langkah-langkah kerja yang berlebihan akan mengarah pada ketidakpuasan.

(16)

3) Pengawasan. Tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan tugas kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk tujuan tertentu. Supervisor secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja melalui kecermatannya dalam mendisiplinkan dan menerapkan peraturan-peraturan. Beberapa pedoman yang harus diikuti dalam melakukan pengawasan adalah menekankan pada usaha-usaha yang bersifat preventif, melakukan tindakan korektif yang edukatif jika terjadi penyimpangan, dan melakukan pengawasan secara obyektif namun tegas.

4) Kesempatan Promosi Karir. Dalam era manajemen modern, promosi telah dianggap sebagai imbalan yang cukup efektif untuk meningkatkan moral pekerja dan mempertinggi loyalitas terhadap organisasi. Selain itu, promosi dapat mengurangi turnover karyawan, karena karyawan mempunyai harapan positif di tempat kerja lain. Karyawan yang memiliki kualitas dan profesionalisme kerja yang tinggi, bila tidak dipromosikan akan menjadikan karyawan tersebut tidak puas, dan hal ini akan mendorong karyawan tersebut untuk berhenti dan berpindah kerja dari satu organisasi ke organisasi lain yang memberikan jaminan karier lebih baik. 5) Kelompok Kerja. Keeratan hubungan dengan teman kerja sangat besar

artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai dampak terhadap mutu dan intensitas interasi yang terjadi dalam satu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para

(17)

karyawan puas berada dalam kelompok tersebut. Kepuasan itu timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kecemasan dalam kelompok, dan karena mereka lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pengaruh dari pekerjaan.

6) Kondisi Kerja. Kondisi kerja merupakan segala sesuatu yang ada di lingkungan kerja karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas, seperti temperatur, kelembaban, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan tempat kerja, kondisi alat kerja, dan ketidakjelasan tugas serta tanggung jawab. Kondisi kerja yang tidak kondusif akan menyebabkan ketidakpuasan yang akhirnya akan berimplikasi terhadap rendahnya keterlibatan dalam pekerjaan, tingginya ketidakhadiran, banyaknya karyawan yang minta berhenti munculnya penyakit dan gejala stress, serta menurunnya prestasi kerja.

Referensi

Dokumen terkait

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka secara umum bahwa sebaran spasial konsentrasi MPT tinggi di wilayah Teluk Sekumbu dekat kawasan tambak, Teluk

Berdasarkan )amar 8& maka dapat dikatakan ah0a sistem penyediaanair ersih di Pulau Batam sangat ideal dimana kapasitas 0aduk dan kapasitas +TP telah mampu

Pautan genetik (genetic linkage dalam bahasa Inggris) dalam genetika adalah kecenderungan alel-alel pada dua atau lebih lokus pada satu berkas kromosom yang sama (kromatid)

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Sebagian besar jalur yang tidak beroperasi berada pada daerah operasional IV. Penelitian ini bertujuan untuk membuat skala

Adanya pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kognitif siswa dengan menggunakan bahan ajar muatan lokal bencana alam di Bengkulu terlihat pada kelas

Model pembelajaran yang dimaksud adalah penerapan model means ends analysis (MEA) sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari

Sebaiknya ditambahkan grafik perubahan kecepatan pelepasan nitrogen tiap satuan waktu agar dapat diketahui seberapa besar efek zeolit sintetis dari fly ash dalam