• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Deskripsi Kelurahan Bah Kapul Kecamatan Sitalasari Kota Pematangsiantar

2.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar

Pematangsiantar yang merupakan wilayah kota yang mempunyai penduduk yang bervariasi suku bangsa, meliputi Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Jawa, Minangkabau, Melayu, Cina, Tamil, dan asing lainnya. Kota Pematangsiantar terletak pada titik singgung 99ᵒBT dan 2,5ᵒLU dalam wilayah Kabupaten Simalungun yang luasnya 1.278ha, dengan ketinggian sekitar 400m dpl dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa.

Sifat dasar penduduk dari masing-masing suku bangsa itu mempengaruhi pergaulan yang lebih erat. Misalnya, orang Minangkabau lebih erat hubungannya dengan orang Melayu dan Jawa, karena ikatan kesamaan agama. Orang Simalungun sendiri lebih dekat dengan orang Mandailing, karena persamaan ras kehalusan budi bahasa, maupun gaya tariannya. Dengan orang Batak Toba maupun Karo, agak renggang. Ada dugaan penduduk, hal ini disebabkan lebih mengertinya orang Mandailing akan perasaan orang Simalungun, karena sifat halus yang sama, yang berbeda dengan orang Batak Toba yang keras, demikian juga dengan Karo. Di samping itu, agama Islam telah lebih mendekatkan mereka ketimbang dengan Batak Toba yang Kristen.

(2)

Sifat orang Batak Toba dan Karo adalah keras, cepat dalam bertindak, serta giat dalam usaha. Tidak heran kalau perniagaan dipegang orang Batak Toba, bersaing dengan orang Cina dan Simalungun, demikian juga industri dan pendidikan. Bahkan sering terdengar bahwa kota Pematangsiantar sebenarnya adalah kota yang dikuasai orang Toba. Hal ini disebabkan lebih dominatifnya orang Batak Toba dalam berbagai hal, terutama dalam pergaulan.

Asal mula kota Pematangsiantar adalah Kerajaan Siantar yang diperkirakan berdiri tahun 1500, terletak di sebuah delta Sungai Bah Bolon, bernama Pulau Holing, yang sekarang bernama kampung Pematang. Saat itu, terdapat lokasi persawahan di sekeliling Pulau Holing, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan Suhi Huluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar, dan Tomuan. Perkampungan inilah yang sekarang menjadi Kotamadya Pematangsiantar, dengan nama baru Kampung Pematang (Pulau Holing), Pusat Kota (Siantar Bayu), Kampung Parluasan (Suhi Kahean), Sipinggol-pinggol-Timbang Galung-Kampung Bantan-Kampung Parluasan Kota (Suhi Huluan), Kampung Kristen-Kampung Karo-Tomuan-Pantoan (Bah Bosar).

Kerajaan Siantar ini muncul saat kejadian wabah dan invasi kerajaan lain benar-benar mencerai-beraikan Kerajaan Nagur. Beberapa wilayah ada yang memilih berdiri sendiri, karena pusat kerajaan tidak mampu lagi untuk mengendalikan pemerintahan.

Saat itu terbentuk 4 wilayah yang berdiri sendiri. Masing-masing wilayah membentuk kerajaan-kerajaan baru. Satu diantaranya adalah Kerajaan Siantar yang merupakan kelanjutan dari pusat Nagur. Istananya dipindah dari

(3)

Perdagangan ke tepi sungai Bah Bolon di Pematangsiantar. Hingga daerah ini disebut Kampung Pamatang (Saragih 2008 : 31).

Penduduk asli ialah Batak Simalungun. Pada tahun 1900 mulai berdatangan penduduk pendatang, yaitu orang Cina dan Tamil. Pada tahun 1903, orang Batak dari Selatan juga mulai datang, terutama orang Batak Mandailing, yang kemudian menetap di bagian utara Pulau Holing, yang sekarang bernama Kampung Timbang Galung dan Kampung Melayu. Kemudian, orang Batak Toba masuk sekitar tahun 1907 (sebagai akibat garis kebijaksanaan pemerintahan kolonial Belanda yang membutuhkan tenaga petani Batak Toba yang dianggap sangat terampil dalam bertani di persawahan), dengan maksud untuk mencari tanah persawahan baru. Karena maksudnya bersawah, maka mereka menetap dipinggiran Kerajaan Siantar, yaitu dikawasan arah ke Pematang Tanah Jawa dan arah ke Tapanuli Utara, yang sekarang bernama Kampung Kristen (bagian Bah Bosar).

Perkembangan kota Pematangsiantar, berkaitan erat dengan perkembangan perkebunan Belanda yang dimulai di Kabupaten Simalungun sejak tahun 1800. Kemudian dengan dibukanya jalan raya Pematangsiantar-Perdagangan tahun 1885, dan Pematangsiantarr-Tebing Tinggi, tahun1907, maka perkembangan kota semakin pesat, demikian juga pertambahan penduduknya (Simanjuntak 2010 : 159- 161).

Sekitar tahun 1904 Pematang Siantar (asal kata : Pamatang dan Siattar) masih berupa kampung kecil dan penduduknya sedikit. Selain rumah raja Siantar (dinamakan Lopou atau Rumah Bolon) ada lagi 8 rumah penduduk biasa (Simon

(4)

1904, dalam Purba 1998 : 27). Pada tahun itu agama Kristen sudah mulai tersebar seiring dengan kehadiran missioner Jerman dan kemudian semakin besar jumlahnya dengan masuknya orang Batak dari Tapanuli. Tahun 1905 atas perintah Gubernemen, raja-raja di Simalungun membuka jalan-jalan di daerah mereka (Damanik 1974 dalam Purba 1998 : 27). Inilah permulaan yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial untuk membangun Pematang Siantar khususnya dan Simalungun umumnya. Sementara itu, Raja Siantar, Sang Naualuh, yang tidak bersedia bekerjasama dengan Belanda akhirnya ditawan pemerintahan kolonial tahun 1906 dan kemudian orang-orang Kristen Batak menggunakan Rumah Bolon yang ada di Pematang sebagai tempat kebaktian selama beberapa waktu (Damanik 1981, dalam Purba 1998 : 27).

Pembukaan jalan raya dari Balige ke Pematangsiantar tahun 1915 memberi arti tersendiri bagi orang-orang yang memasuki Simalungun atau daerah lainya di Sumatera Timur, sekaligus memberi kemudahan bagi mereka yang akan bermigrasi. Pembukaan hubungan lalu lintas sampai ke Medan tahun-tahun berikutnya telah menyebabkan daerah Pematang Siantar sebagai kota transit bagi orang-orang dari Tapanuli yang menuju Tebing tinggi, Medan, Belawan, Binjai, Pangkalan Brandan dan kota-kota kecil lainnya untuk mencari pekerjaan. Pematang Siantar menjadi tempat berbagai suku bangsa diantaranya kelompok suku Batak: Toba, Karo, Mandailing dan lain-lainnya, kelompok Jawa, Cina dan sebagainya. Keanekaragaman itu telah melahirkan beberapa nama kampung tempat tinggal mereka dan nama-nama jalan dikota ini. Satu diantara daerah tempat tinggal orang Batak Toba dikenal dengan Kampung Kristen, orang Jawa

(5)

dengan Kampung Jawa dan bagi orang Melayu (diartikan sebagai orang-orang yang beragama Islam) disebut Kampung Melayu. Tahun 1920 sudah terdapat 9.460 orang penduduk Pematang Siantar, terdiri dari 6.096 pribumi, 203 Eropah dan 3.161 Cina, India dan Asia lainya (Tideman 1992 dalam Purba 1998: 29).

Tabel I

Penduduk Pematang Siantar 1930

Jumlah % Suku Batak : Toba Mandailing Angkola Simalungun Karo Lainnya Jumlah 2.968 1.279 953 495 267 92 6.054 19.17 8.26 6.16 3.20 1.72 0.59 39.10 Indonesia lainya Cina Eropah Asia Lainnya 3.657 4.964 317 490 23.62 32.06 2.05 3.17 Jumlah 15.482 100.00

Sumber : Volkstelling 1930 dalam Purba 1997

Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 Kecamatan yaitu : Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Marimbum, Siantar Sitalasari.Kecamatan Siantar Sitalasari ini yang merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan Siantar Martoba. Siantar Sitalasari memiliki beberapa Kelurahan satu diantarnya adalah Kelurahan Bah Kapul. Kelurahan Bah

(6)

Kapul ini merupakan suatu daerah lintasan bagi truk-truk besar yang menuju Kabupaten Simalungun yang bertujuan mengambil hasil panen yang mana terletak di jalan Sibatu-batu.

Kelurahan ini berbatasan dengan beberapa Kelurahan antara lain :  disebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bah Sorma,  disebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Setia Negara,  disebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bukit Sofa da  disebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Gurilla.

Penetapan Batas dan Peta wilayah diatur dalam Peraturan Daerah kota Pematangsiantar No. 03 tahun 2007.

2.1.2. Keadaan Alam

Penggunaan lahan di Kelurahan ini berbagai kegunaan, seperti sebagai pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran, dll. Luas Kelurahan ini sekitar 356,5 ha. Kelurahan ini memiliki suhu rata-rata harian sekitar 24-30ᵒ C. Kelurahan Bah Kapul ini terletak diketinggian 400Mdl. Untuk dapat menunjukkan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan tanah ini, maka dapat dilihat table sebagai berikut di bawah ini.

(7)

Tabel II

TATA GUNA TANAH KELURAHAN BAH KAPUL

No. Jenis Penggunaan Luas Lahan (ha)

1. Pemukiman 229 ha 2. Persawahan 10 ha 3.  Perkebunan 75 ha 4. Kuburan 1 ha 5. Pekarangan 85 ha 6. Taman 1 ha 7. Perkantoran 4 ha

8. Prasarana umum lainnya 21,5 ha

JUMLAH 356,5 ha

Sumber: Kantor Kelurahan Bah Kapul 2013

Curah hujan di Kelurahan Bah Kapul setiap tahunnya sekitar 3156 mililiter per tahunnya. Jenis tanah yang ada di Kelurahan Bah Kapul sebagian besar adalah tanah kering, sedangkan sebagian lagi adalah tanah sawah dan tanah perkebunan. Keadaan tanah yang demikian dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat permukiman, sebagai tempat membangun usaha berjualan, tempat bertani.

Jenis-jenis tanaman yang ditanam adalah jagung, ubi kayu, kangkung, dan tumpang sari, kelapa sawit, dll. Tabel dibawah ini akan menampilkan produksi pertanian dan perkebunan dalam hektar per tahun.

(8)

Tabel III

PRODUKSI PERTANIAN TAHUN 2012-2013 No. Jenis Tanaman Luas/ ha Jumlah/ton

1. Jagung 4 ha 8 Ton/ha

2. Ubi Kayu 50 ha 50 Ton/ha

3. Kangkung 1 ha ½ Ton/ha

4. Tumpang sari 3 ha 11/2 Ton/ha

5. Jahe ½ ha ½ Ton/ha

6. Kunyit ½ ha ½ Ton/ha

7. Lengkuas ¼ ha ¼ Ton/ha

8. Kelapa sawit 18 ha 36 Kw/ ha

Sumber : Kantor Kelurahan Bah Kapul 2013

Selain tumbuh-tumbuhan, ternak juga dipelihara oleh penduduk. Ternak yang dipelihara oleh penduduk bermacam-macam seperti : ayam kampung, babi, ayam bloiler.

2.1.3. Sarana Fisik

2.1.3.1. Sarana Ibadah

Di kelurahan Bah Kapul sarana ibadah yang ada adalah langgar sebanyak 2 buah, mesjid 9 buah, 8 buah gereja seperti gereja Katholik, HKBP, GKPS dan lainnya, 1 buah pura. Kelengkapan sarana ibadah ini membuat penduduk melakukan ibadahnya cukup hanya berjalan kaki, karena yang jaraknya dari rumah ketempat ibadah tidak berjauhan.

(9)

2.1.3.2. Sarana Media Massa

Meskipun kelurahan Bah Kapul ini termasuk jauh dari pusat kota Pematangsiantar tetapi sarana media tidak ketinggalan zaman dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi tentang pembangunan dan perkembanganya. Radio, Televisi dan juga surat kabar adalah media yang tidak asing lagi bagi penduduk kelurahan Bah Kapul, bahkan dapat dikatakan bahwa hampir semua penduduk Kelurahan Bah Kapul telah memiliki radia dan televise. Di beberapa rumah, antena parabola sudah ada dan alat komunikasi telepon,

handphone dan juga jaringan internet juga melengkapi kebutuhan informasi para

penduduk.

Koran ataupun majalah dan tabloid juga melengkapi sarana media massa di tempat ini. Koran seperti Pos Metro Siantar, Siantar 24 jam, Sinar Indonesia Baru, Waspada, Kompas, BOLA, Batak POS dan lainya. Umumnya mereka berlangganan, maka setiap dengan cara membayar perbulan, yang diperoleh dari agen-agen surat kabar yang setiap paginya bersepeda motor, melempar koran kedepan pintu maupun gerbang setiap rumah penduduk dengan berteriak “KORAN, KORAN-KORAN”. Tetapi apa bila penduduk tidak berlangganan, maka mereka cukup nongkrong di warung kopi, kios-kios. Seperti Warung Kopi, CAFÉ DAYAK KOPI, TOKO SANGAP, SAMOSIR KOPI, SARAGIH KOPI, AISEDOISE POMBENSI. Tempat-tempat ini menyediakan Koran untuk dibaca dan juga televisi dengan siaran-siaran langsung yang berbayar perbulannya, seperti Indovision dan juga Orange tv.

(10)

WIFI juga tersedia dibeberapa warung kopi tersebut dan juga dibukanya warung-warung internet.Sehingga mereka tetap mampu mengakses kebutuhan mereka akan informasi-informasi yang berkembang.

2.1.3.3. Sarana Kesehatan

Dengan melihat keadaan penduduk di kelurahan Bah Kapul yang telah cukup modern, juga didukung dengan sarana kesehatan yang baik. Kelurahan ini memiliki 1 Puskesmas dan 4 Posyandu juga membantu para bidan yang ada didaerah tersebut membuka praktek-praktek bidannya maupun praktek, dengan jumlah bidan yang ada 20 orang dan dokter umum 5 orang.

Melihat kebutuhan air penduduk kelurahan Bah Kapul tidaklah ada kesulitan. Dimana PDAM Tirtauli memenuhi kebutuhan air masyarakat. Juga adanya mata air dibeberapa rumah penduduk dan juga di sawah penduduk. Bendungan-bendungan mata air kecil yang digunakan untuk mandi dan juga di gunakan sebagai objek wisata yang bernama Pulo Batu.

Mengenai pembungan tinja, kebanyakan para penduduk membuang tinja langsung kesungai, sangat jarang menggunakan septic tank. Karena kelurahan ini dilintasi oleh sebuah aliran sungai yang masih deras. Dalam sarana kesehatan ini, penduduk umumnya sudah lebih menyadari arti kesehatan itu sendiri. Hal ini tercermin dari adanya kesadaran mereka untuk membuang limbah-limbah air dari kamar mandi ke parit-parit dan juga langsung kesungai.

Tetapi mengenai pembuangan sampah, para penduduk sering juga membuang sampah kesungai dan tidak jarang saat terjadi hujan deras dapat

(11)

menimbulkan banjir kiriman dari aliran-aliran sungai sebelumnya. Karena tempat-tempat pembungan sampah tidak tersedia lagi. Semua tempat-tempat sampah yang ada dahulu telah rusak. Dan juga Dinas Kebersihan Pematangsiantar jarang mengambil sampah ke Kelurahan tersebut. Dengan demikian para masyarakat memilih untuk membuang sampah kesungai, dengan ide terakhir dari sistem pembungan sampah yang ada dipemikiran masyarakat. Yang menimbulkan penumpukan sampah di kelurahan tetangga.

2.1.3.4. Sarana Jalan dan Sarana Transportasi

Kelurahan Bah Kapul ini merupakan jalan pintas menuju kabupaten Simalungun melalui jalan Sibatu-batu. Angkutan-angkutan umum pun sering melintasi kelurahan ini. Seperti GMSS, CV.GOK, JAPARIS. Dari pusat kota menuju ke daerah ini cukup menumpang satu angkutan kota yang bernama Sinar Siantar. Infra struktur jalan didaerah ini lumayan bagus dan memiliki beberapa jembatan yang masih pembuatan pada zaman Belanda yang masih berdiri kokoh yang hanya direhap beberapa kali. Dapat digolongkan pada jenis jalan beraspal, jalan berbatu dan jalan tanah.

Ojek juga melengkapi sarana transportasi di daerah ini dengan membayar antara Rp.5000- Rp.10.000 dapat sampai di tujuan yang dikehendaki. Penduduk setempat juga memiliki kendaraan pribadi seperti mobil, kendaraan roda dua, truck, mini bus, dan juga becak khas Pematangsiantar. BSA yang merupakan nama asli becak di Pematangsiantar yang memakai mesin yang sudah lama. Sehingga perkembangan BSA ini hampir punah, dengan perkembangan teknologi

(12)

yang ada saat ini. Penggantian mesin BSA yang telah menggunakan mesin kendaraan roda dua yang ada saat ini, seperti Megapro dan lainnya.

2.1.4. Gambaran Penduduk

Penduduk di kelurahan Bah Kapul cukup heterogen, ada suku Batak, Nias, Melayu, Minang, Jawa, dan China. Penduduk sebagian besar beragama Kristen. Dari data yang diperoleh dari kantor kelurahan Bah Kapul , penduduknya dulunya kebanyakan suku Batak, dengan perkembangan daerah dan munculnya pembangunan-pembangunan perumahan, suku-suku lainnya mulai memukimin tempat ini. Penduduk daerah ini ada berjumlah sekitar laki-laki 3444 jiwa dan perempuan sekitar 2695 jiwa. Dan 2791 kepala keluarga, 3168 jiwa per kilometernya.

Pekerjaan penduduk didaerah ini beragam-ragam ada yang PNS, dan Wiraswasta seperti berdagang, bertani, dosen swasta, bidan, peternak, pengrajin rumah tangga, buruh bangunan dan buruh pabrik. Dan kebanyakan di perusahaan pemerintah. Tidak adanya perbedaan mencolok dalam hal ekonomi pada penduduk didaerah ini. Mengenai agama, para penduduk memiliki prinsip kebebasan beragama. Hal ini untuk para penduduk yang berlainan agama dapat tercipta kerukunan. Dengan adanya perbedaan agama tersebut, setiap penduduk berusaha saling menghargai dan menghormati antar agama, dan bertenggang rasa satu sama lainnya. Sehingga menciptakan hubungan yang harmonis dengan agama lainnya.

(13)

Mengenai pendidikan, para generasi muda di kelurahan ini mayoritas tamatan SMA, jarang terlihat melanjutkan keperguruan tinggi. Kebanyakan memilih untuk langsung bekerja di usaha milik penduduk setempat seperti bengkel, dan kebanyakan menjadi buruh doorsmeer. Konflik antar pemuda sering terjadi di kelurahan ini karena minimnya pendidikan akan saling menghargai para generasi muda. Dan juga adanya warung-warung minuman tradisional yang salah digunakan para pemuda setempat. Yang dijadikan untuk bermabuk-mabukan, buka untuk bertemu ramah satu sama lain. Berujung konflik antar pemuda yang ada.

2.2 Deskripsi Desa Sitorang Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir 2.1.1. Sejarah singkat desa Sitorang

Raja Situngo Panjaitan adalah satu diantara cucu Tuan Dibagarna, yang merantau ke sebelah timur Balige yaitu kampung Sibahulu di bukit Sitombom sebagai tanda perkampungan Raja Situngo menanam pohon beringin. Di kampung inilah Raja Situngo Panjaitan bertempat tinggal. Kampung ini disuatu perbukitan dimana dapat memandang luasnya kaki gunung bukit barisan sampai ke pesisir danau Toba. Raja Situngo menyuruh anaknya yang bernama Martibi raja, Raja Dogor, Raja Siponot, dan Raja Sijanggut untuk membuka lahan pertanian dengan terbukanya lahan pertanian tersebut maka mulailah berdatangan marga-marga lain kedaerah itu. Ada yang menetap dan juga ada yang berpidah silih berganti. Maka disebutlah nama kampung tersebut Sitorang. Karena daerah ini yang dahulunya hutan belantara dan gelap menjadi lahan pertanian dan tidak gelap lagi. Raja

(14)

Siponot mempunyai seorang anak yang bernama Raja Sijorat. Raja Sijorat Panjaitan memiliki kesaktian dan pada masanya hanya Raja Sijorat lah yang memiliki anak 12 orang di daerah Sitorang. Karena Raja Sijorat memiliki banyak anak dan marga-marga lain sangat mengaguminya karena kesaktiannya, maka dibentuklah suatu kerajaan disana yang bernama Kerajaan “Sijorat” dan istananya di Sitorang kampung Lumbantor. Dan diangkatlah para panglimanya dari marga-marga lain yang sudah bertempat tinggal disekitar sitorang. Berhubung karena sudah semakin banyak orang melintas dan berdagang ke Sitorang maka Raja Sijorat membangun pasar tradisional dengan sebutan Onan Raja Sitorang, lokasinya pada saat ini telah menjadi Kantor Kepala Desa Sitorang.

2.2.2.Keadaan Alam

Secara geografi kabupaten Toba Samosir terletak antara 1 ½ ۫◌ – 3 ½ ۫◌ LU dan 97 ۫◌ - 100 ۫◌ BT. Kabupaten Toba Samosir merupakan bagian dari daerah sumatrera utara yang beribu kotakan Balige sedangkan kecamatan Silaen adalah bagian dari kabupaten Toba Samosir. Jarak kecamatan Silaen ke Balige ± 10 km.

Kecamatan Silaen ini dibentuk berdasarkan UU No.12 Tahun 1998 Pasal 3 tentang pembentukan wilayah kabupaten tingkat II Toba Samosir. Berada antara 2 ۫◌ 18’ - 2 ۫◌ 27’ LU dan antara 99 ۫◌ 11’ - 99 ۫◌ 15’ BT. Letak wilayah ini berada antara 900 – 1500 meter diatas permukaan laut. Yang memiliki luas wilayah 172,58 km2 yaitu 8,54% dari total luas Kabupaten Toba Samosir. Saat awal dibentuk kecamatan ini memiliki 21 desadan pernah dimekarkan menjadi kecamatan Silaen sebagai induk dan kecamatan Sigumpar. Dan saat ini memiliki

(15)

23 desa antara lain : Pintu Batu, Pardomuan, Ombur, Parsambilan, Sigodang Tua, Sinta Dame, Natolutali, Dalihan Natolu, Huta Gur-gur II, Huta Gur-gur I, Sitorang I, Hutanamora, Silaen, Lumban Dolok, Napitupulu, Hutagaol Sihujur, Sibide, Sibide Barat, Meranti Barat, Panindii, Simanombak, Siringkiron, Marbulang.

Desa Sitorang merupakan bagian dari daerah kecamatan Silaen. Berdasarkan letak geografisnya desa ini termasuk golongan daerah lereng gunung/punggung bukit. Terletak di ketinggian 910 diatas permukaan laut dan juga diluar kawasan hutan. Berbicara tentang penduduknya, desa Sitorang memiliki 268 kepala keluarga yang mana 531 orang laki-laki dan 528 orang perempuan. Sawah menghiasi pemandangan bibir jalan aspal daerah ini. Para penduduk didesa ini sumber penghasilan utamanya sebagian besar berasal dari pertanian. Ketersediaan listrik sudah mencukupi daerah ini, dimana ditemukannya di pinggir jalan tiang-tiang dan kabel listrik yang menuju ketiap rumah para penduduk.

Udara sejuk dan angin sepoi-sepoi menemani menikmati daerah ini, dengan sungai mengalir dari puncak gunung menuju danau Toba. Air sungai ini di gunakan penduduk sebagai sumber air irigasi kepersawahan mereka. Penduduk menggunakan mata air sebagai pemenuhan air dalam kehidupan sehari-hari, seperti menyuci, memasak, dan sebagai air minum.

(16)

2.2.3. Sarana Fisik

2.2.3.1. Sarana Ibadah

Didesa Sitorang sarana ibadah ada yang mesjid sebanyak 1 buah dan gereja 2 buah. Seperti gereja Katholik, gereja Mission Batak, gereja HKBP, gereja Rasulli Karena masyarakat di desa ini mayoritas Kristen maka sarana ibadah tersebut membuat masyarakat dapat memenuhi kebutuhan rohaninya. Dan juga jarak tempat ibadah kerumah para masyarakat dekat dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Apabila ada para perantau datang beribadah maka masyarakat setempat akan diberi tumpangan untuk sampai ketempat peribadahan.

2.2.3.2 Sarana Media Massa

Jarak desa Sitorang ini jauh dari letak kecamatan tidak menghambat para masyarakat mendapatkan informasi dari media massa, dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi tentang pembangunan, perkembangan, masalah-masalah alam, sosial, budaya dan ekonomi. Radio, televisi dan juga surat kabar adalah media yang tidak asing lagi bagi penduduk di desa Sitorang, bahkan dapat dikatakan hampir semua penduduk desa sitorang telah memilikii radio dan televisi. Dibeberapa rumah, antenna parabola sudah ada dan alat komunikasi seperti handphone (telepon gengam) melengkapi kebutuhan informasi para penduduk.

Surat kabar juga melengkapi sarana media massa di desa ini. Koran seperti Kompas, Analisa, Sinar Indonesia Baru, Batak Pos, Metro Tapanuli, Harian Perjuangan. Para masyarakat desa pada umumnya membaca Koran di

(17)

warung-warung sarapan pagi dan juga di onan( Pekan mingguan) yang berlangsung tiap hari seninnya.

2.2.3.3. Sarana Kesehatan

Pada masa penjajahan Belanda rumah sakit telah ada di desa Sitorang, yang bernama rumah sakit HKBP Sitorang. Pada saat ini rumah sakit tersebut telah pindah ke Balige dengan nama rumah sakit HKBP Balige. Sekarang di desa Sitorang hanya tinggal beberapa puskesmas, dan di dukung juga dengan keberadaan apotik-apotik yang telah bermunculan. Para bidan desa juga sangat berpartisipasi dalam hal kesehatan para masyarakat desa Sitorang.

Kebutuhan air para masyarakat Sitorang masih kesulitan karena PDAM belum ada di desa tersebut. Para penduduk mengandalkan sumur-sumur yang telah ada sejak masa penjajahan Belanda, sumur-sumur yang di buat oleh para nenek moyang saat berperang melawan Belanda dengan ilmu-ilmunya seperti mata air homban yang dahulunya dimanfaatkan para raja untuk menyampaikan persembahan ke Tuhannya, mata air siangir yang dulunya dipakai raja untuk mandi dengan menggunakan jeruk purut, mata air sijorat dipakai oleh rakyat kerajaan. Masih ada para penduduk menggunakan mata air itu sebagai tempat berobat menghilangkan penyakit pada saat ini. Dan seiring perkembangan teknologi para masyarakat Sitorang menggunakan sumur bor, khususnya para masyarakat yang tinggal di perbukitan.

(18)

2.2.3.4. Sarana Jalan dan Sarana Transportasi

Desa Sitorang memiliki jalan yang beraspal. Angkutan-angkutan umum disini tidak berlogo, mereka menggunakan mobil carry sebagai angkutan umum disini. Jalan-jalan disini meliputi jalan beraspal, jalan berbatu dan jalan tanah.

Para perantau juga berperan dalam pembangunan jalan di desa ini. Jika para perantau orang yang memiliki jabatan tinggi di Negara Republik Indonesia ini maka pasti jalan menuju desanya akan beraspal dengan bagus. Dengan biaya pembuatan sendiri. Jalan-jalan yang menuju ketiap desa-desanya disini akan diperbaikin jika ada pesta besar di daerah ini.

2.2.4 Gambaran Penduduk

Penduduk di desa ini sebagian besar beragama Kristen. Pekerjaan penduduk didaerah ini beragam-ragam mulai dari bertani, berdagang, PNS, dan juga kuli bangunan. Tidak ada perbedaan mencolok dalam hal ekonomi jika dilihat dari segi penampilan, tetapi para penduduk di desa ini memiliki tanah warisan yang sangat luas untuk diolah. Konflik agraria sering terjadi di desa ini. Dalam perebutan tanah bona pasogit oleh para perantau.

Gambar

Tabel II
Tabel III

Referensi

Dokumen terkait

penerapan HRSG pada PLTGU tujuan utamanya adalah memanfaatkan panas gas buang dari PLTG yang masih tinggi temperaturnya untuk menghasilkan uap yang akan memutar turbin

Untuk melaksanakan tujuan tersebut di atas, Penerima Kuasa dengan ini diberi hak untuk dan berwenang untuk hadir di hadapan, jika diperlukan, meminta dan

Hasil penelitian ini tidak memperoleh dukungan yang signifikan terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi dalam penyusunan

Dalam penelitian ini akan menerapkan metode Analisis Risiko pada Portofolio Saham Syari’ah Menggunakan Value at Risk (VaR) dengan Pendekatan Generalized Pareto Distribution

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih dan juga bentuk pembagian ide atau pikiran dengan menggunakan

§ Kemampuan meniliti dan membagi informasi budaya dengan cara yang tepat § Pengetahuan umum tentang kebudayaan suku bangsa Indonesia yang sesuai.

Di bottom line, perseroan hanya mengalami kenaikan laba bersih tipis 1,3% mencapai Rp.3,25 triliun dari periode yang sama 2010 sebesar Rp.3,21 triliun.. Pertumbuhan laba yang tipis

Hasil analisis dan evaluasi hukum terkait perlindungan terhadap investor minoritas pada dimensi penilaian terhadap materi muatan peraturan perundang-undangan terhadap