• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN GEROKGAK - BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN GEROKGAK - BULELENG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DANA DIPA

DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN

GEROKGAK - BULELENG

TIM PELAKSANA

Dr. I Wayan Mudana, M.Si. (NIDN: 0031016002) Prof. Dr. Ketut Suma ,M.S. (0001015913)

Drs. Gd Nurjaya,M.Pd. (0020036501)

Nyoman Dini Andini, S.St.Par. M.Par. (NIDN: 0006067005)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH-FIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA 2014

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami aturkan kehadapan Ida Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang

Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (P2M) yang berjudul “Desa Binaan Berbasis Kearifan Lokal Tri Hita Karana Di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak- Buleleng. Kegiatan ini dilakukan untuk

meningkatkan wawasan dan keterampilan anggota masyarakat tentang

pengembangan berbagai jenis kuliner berbasis potensi lokal. Di samping itu juga

dimaksudkan untuk peningkatan wawasan kolaborasi, kepariwisataan dan

pelestarian lingkungan.

Terselenggaranya kegiatan ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak untuk itu kami mengaturkan terima kasih terutama, kepada Lembaga

Pengabdian Kepada Masyarakat Undiksha yang telah member kepercayaan

kepada kami dan membantu pendanaan dan adiministrasi; kepada aparat dan

anggota masyarakat Desa Pemuteran yang telah mempasilitasi sehingga kegiatan

ini dapat terlaksana, kepada nara sumber yang telah bersedia memberikan

pelatihan sehingga kegiatan ini terlaksana, dan kepada pihak lain yang tak dapat

kami sebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga hasil kegiatan ini bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangan yang berarti dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Kegiatan ... 3

1.4 Manfaat Kegiatan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Berbasis Kerakyatan ... 5

2.2 Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik dan Sipil dalam Pengembangan Pariwisata Yang Sustainability Lingkungan Alam dan Sosiokultural ... 8

2.3 Pengembangan Pengolahan Potensi Lokal (Ikan dan Ubi Ketela Pohon) ... 15

BAB III METODA PELAKSANAAN 3.1 Khalayak Sasaran Strategis ... 18

3.2 Metode Pelaksanaan ... 18

3.3 Keterkaitan ... 19

3.4 Rencana Evaluasi ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Singkat Desa Pemuteran ... 21

(5)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(6)

DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN GEROKGAK – BULELENG

Oleh:

I Wayan Mudana,dkk.

ABSTRAK

Pengabdian Kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan aparat desa dalam berkolaborasi dengan kelompok masyarakat ekonomi, politik dan sipil, meningkatkan pengetahaun dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah ikan hasil tangkapan, meningkatkan pengetahaun dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah ubi ketela pohon dalam membuat beraneka kue kukus, meningkatkan wawasan aparat desa, ibu-ibu PKK dan anggota masyarakat tentang pariwisata dan pelestarian lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi dan pelatihan. Melalui hal itu dihasilkan peningkatan pengetahuan aparat desa dalam mengembangkan kolaborasi dengan kelompok masyarakat lainnya seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil, peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat desa dan Ibu-Ibu PKK dalam pengembangan pariwisata dan kelestarian lingkungan, peningkatan wawasan dan keterampilan ibu-ibu PKK pembuatan bakso, nugget dan bolu kukus pelangi. Kegiatan ini mendapat respon positif dari aparat desa dan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng, Bali.

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1. Analisis Situasi

Desa Pemuteran merupakan salah satu Desa tua di Kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Desa Pemuteran terletak pada posisi melintang dari Barat ke Timur. Jarak Desa Pemuteran dari ibu kota Kecamatan sekitar 18 Km, jarak dari ibu kota Kabupaten sekitar 57 Km, dan jarak dari ibu kota Propinsi sekitar 160 Km. Menuju desa ini sangat mudah karena sarana dan prasarana transfortasi sangat baik. Secara administrative, desa ini berbatasan dengan di sebelah Utara Laut Bali, di sebelah Selatan Hutan Tanah Negara, di sebelah Timur Desa Banyupoh, di sebelah Barat Desa Sumberkima. Luas Desa ini sekitar 800 ha. Lahan seluas itu digunakan untuk perkebunan seluas 312 ha, pertanian tegalan seluas 399,75 ha, pemukiman seluas 82,50 ha, kuburan seluas 1,25 ha, fasilitas umum seluas 4,50 ha Desa ini terdiri atas 9 Banjar Dinas, yaitu: Banjar Dinas Kembang Sari, Palasari, Loka Segara, Yeh Panes, Sendang Lapang, Sedang Pasir, Pengumbahan, Sari Mekar, Sumber Wangi. (Profil Desa Pemuteran, 2012).

Penduduk di Desa Pemuteran berjumlah 9.697 orang, yang terdiri atas 4.753 laki-laki dan 4.944 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2.603 KK. Mata pencaharian penduduk terdiri atas petani (52,41%), buruh tani (3,26%), PNS (0,83%), nelayan (4,78%), TNI (0, 14%), polri (1,2%), pegawai swasta (13,26), pedagang (4,02 %), pertukangan ( 2,57%), belum bekerja (18,67 %). Penduduk di Desa Pemuteran sebagian besar beragama Hindu (74,65%), yang lainnya beragama Islam (25,16 %), beragama Kristen (0,13 %), dan beragama Budha (0,05%).

Tingkat pendidikan penduduk di desa Pemuteran sudah tergolong baik. Penduduk yang telah menamatkan pendidikan pada jenjang Diploma sebanyak 46 orang (0,55%), Sarjana sebanyak 28 orang (0,34%), SMA sebanyak 593 orang ( 7,11%), SMP sebanyak 2.151 orang (20,80 %), SD sbanyak 5.676 orang (68,06%), Pesantren sebanyak 511 orang (6,13%), belum sekolah 202 orang (2%). Di Desa Pemuteran terdapat lembaga pendidikan formal, yaitu: 2 TK dengan jumlah pengajar 4 orang, 5 SD dengan jumlah pengajar 35 orang, 1 SMA

(8)

dengan jumlah pengajar 40 orang, dan 6 Ponpes dengan jumlah pengajar 30 orang (Profil Desa Pemuteran, 2012).

Dalam kaitannya dengan sector pendidikan keberadaan guru-guru/tenaga pengajars perlu mendapatkan perhatian. Berdasarakan observasi dan wawancara dengan beberapa guru-guru khususnya guru-guru SD di Desa Pemuteran dapat dikemukakan masih belum memahami dengan baik keberadaan kurikulum 2013, padahal pemahaman kurikulum merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemblajaran. Permasalahan lainnya yang terkait dengan pendidikan adalah pembinaan generasi muda. Di Desa Pemuteran generasi mudanya tergabung dalam organisasi karang taruna. Keberadaan dari organisasi akan bermakna bila mekanisme dan dinamika organisasi dipahami dengan baik, sehubungan dengan hal itu pembinaan organisasi pada generasi muda pemuteran penting diupayakan. Berdasarkan uraian di atas, maka pada kegiatan pengabdian masyarakat pada tahun ini difokuskan pada penanganan permasalahan kuliner berbasis potensi local khususnya berbahan umbi ketela pohon, dan ikan. Pengembangan program ini dimaksudkan tidak saja dalam memenuhi kebutuhan substansi dari anggota masyarakat setempat, tetapi juga dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar pariwisata. Hal ini terkait dengan semakin berkembangnya pariwisata di Desa Pemuteran. Di Desa Pemuteran dalam sepuluh tahun terakhir terus berkembang menjadi desa wisata, hal ini dilihat dari semakin berkembangnya pasilitas kepariwisataan. Pengembangan kepariwisataan dan aktivitas kenelayanan, di Desa ini tentu akan berdampak terhadap kehidupan social dan kelestarian lingkungan. Sehubungan dengan hal itu perlu diupayakan usaha-usaha kecil masyarakat khususnya kuliner yang menunjang aktivitas keperiwisataan Sehubungan dengan hal itu perlu kiranya diupayakan kegiatan pelatihan pengolahan ikan dan umbi ketela pohon dalam mengembangkan kuliner bagi anggota PKK Desa Pemuteran.

2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang disajikan pada analisis situasi di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

(9)

a. Pengolahan ikan oleh masyarakat (khususnya ibu-ibu PKK) di Desa Pemuteran masih sangat terbatas pada menu-menu tradisional. Perlu diupayakan berbagai alternative pengolahan ikan yang dapat meningkatkan kehidupan ekonomi dan gisi keluarga.

b. Pemanfaatan ketela pohon selama ini masih sangat terbatas, sehubungan dengan hal itu perlu diupayakan pelatihan pengolahan ubi ketela pohon untuk membuatn kue kukus.

c. Masyarakat/ generasi muda di Desa Pemuteran perlu diberikan wawasan kepariwisataan dan masyarakat/ generasi muda di Desa Pemuteran perlu diberikan pelestarian lingkungan.

d. Keterbatasan wawasan guru SD tentang PTK, Kurikulum 2013 dan berbagai model pembelajaran sehingga perlu diupayakan peningkatan wawasan tentang hal tersebut.

Dari ke lima permasalahan di atas, pada tahun ini hanya empat permasalahan yang akan diupayakan penyelesaiannya melalui kegiatan P2M ini, yaitu permasalahan pada poin a, b,c dan d. Untuk itu, rumusan masalah yang akan dicarikan solusinya melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dibatasi pada aspek-aspek berikut.

a. Bagaimana meningkatkan wawasan dan keterampilan Ibu-ibu PKK dalam pengolahan kuliner berbahan sesuai potensi local masyarakat setempat

b. Bagaimana meningkatkan wawasan generasi muda yang tergabung dalam karang taruna mengenai organisasi karang taruna?

c. Bagaimana meningkatkan wawasan guru –guru SD di Desa Pemuteran tentang keberadaan kurikulum 2013

3. Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan pengetahaun dan keterampilan kuliner ibu-ibu PKK di Desa

Pemuteran dalam mengolah potensi lokal

b. Meningkatkan wawasan generasi muda yang tergabung dalam karang taruna mengenai organisasi karang tarun

(10)

c. Meningkatkan wawasan guru –guru SD di Desa Pemuteran tentang keberadaan kurikulum 2013

4. Manfaat Kegiatan

Manfaat yang diperoleh oleh peserta setelah mengikuti kegiatan P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran mendapatkan informasi dan keterampilan kuliner berbasis bahan sesuai dgn potensi local.

b. Generasi muda memiliki wawasan manajemen organisasi karang taruna c. Guru- guru SD memiliki wawasan dan ketermpilan dalam menerapkan

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1 Pariwisata Berbasis Kerakyatan.

Beberapa kajian yang bersifat klasik tentang Bali telah dilakukan oleh Covarrubias (2013), Vickers (2012), Geertz (2000), Geertz dan Geertz (1975), Danadjaja (1980), dan lain-lain sebagainya, menggambarkan Bali sebagai pulau yang mempesona karena kelayaan alam dan budayanya, yang menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan karya seni, spiritual, dan akademik. Kenyaatan ini mendorong pemerintah Belanda menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata pada tahun 1920-an. Kebijakan pengembangan Bali sebagai daerah tujuan wisata terus dikembangkan baik oleh pemerintah Belanda maupun oleh pemerintah Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan pariwisata Bali pada mulanya bertumpu pada pariwisata budaya. Namun sejak tahun 1970-an, Bali mengembangkan wisata alam antara lain dengan menggunakan pantai sebagai objek daya tarik pariwisata. Hal ini tentu saja mengakibatkan terjadinya perubahan tataguna tanah dan kehidupan masyarakat pesisir. Fenomena semacam itu dalam tataran Sanderson (1993) mengakibatkan perubahan tidak hanya dalam tataran infrastruktur material tetapi juga dalam tataran struktur sosial dan supra struktur ideologi.

Dilihat dari perspektif ideologi rwa binenda fenomena tersebut tentu dapat berdampak positif dan negatif. Dalam tataran ekonomi makro hal itu memang harus diakui bahwa pengembangan pariwisata berkontribusi positif terhadap kehidupan ekonomi di Bali, tetapi dalam tataran ekonomi mikro hal itu hal itu telah menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan ekonomi masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tergusurnya aktivitas kenelayanan, terhimpit dan terpinggirkannya masyarakat pesisir dari ruang hidupnya. Karena pengembangan pariwisata membutuhkan ketersediaan pasilitas pendukung, baik dalam bentuk jalan, parkir, penginapan, bar dan restoran, toko sopenir, dan lain sebagainya sehingga memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Terjadinya hal itu merupakan konskuwensi dari pembngunan pariwisata yang berpijak pada paradigma modernis yang kapitalistik dan kurang mengakomudir sosiokultural

(12)

masyarakat tradisional dan lebih berpihak terhadap kaum pemilik modal/kapitalis dibandingkan dengan masyarakat tradisiona/ masyarakat pesisir yang pada umumnya memiliki keterbatasan modal ekonomi.

Hal itu tentu saja terkait dengan pemaknaan pariwisata sebagai suatu unit usaha idustri jasa. Karena pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan-hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, pemasok bisnis, pemerintah, dan masyarakat penerima dalam proses penciptaan daya tarik dan upaya menjamu para wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh and Goelner, 1986: 4). Konsepsi itu dimaknai lebih memposisikan kepentingan pengusaha dan wisatawan dibandingkan sebagai aktivitas pelayanan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Padahal seharusnya ada sinergis yang berkeadilan antara tiga pilah kehidupan masyarakat, yaitu antara masyarakat setempat (dimensi budaya), pengusaha/industri pariwisata (dimensi ekonomi), dan pemerintah (dimensi politik). Pemahaman semacam itu tentu merupakan bias dari pemaknaan pembangunan di sektor pariwisata yang ideologinya juga memposiskan keterpenuhan kepentingan masyarakat. Karena pada peristiwa pariwisata selayaknya terjadi pertukaran yang seimbang dan berkeadilan dalam artian masyarakat lokal Bali memberikan wisatawan layanan estetik, pada saat yang sama si wisatawan memberikan kepuasan ekonomi kepada masyarakat Bali selaku tuan rumah (Surbakti, 2006: 83). Fenomena tersebut seharus tidak terjadi bila pengembangan pariwisata dikemas berdasarkan paradigma ekopopulis yang emansipatoris (Fakih, 2003:34). Paradigma pembangunan pariwisata semacam ini sejalan dengan perspektif baru dalam pembangunan (Gardner dan Lewis,2005). Sehingga masyarakat merasakan nikmatnya pengembangan pariwisata. Hal semacam itu sangat dimungkinkan untuk melibatkan masyarakat setempat dalam peristiwa pariwisata, sebagaimana diungkapkan oleh Ardika dalam kajinnya tentang Gastronomi dalam Pariwisata Budaya (Ardika, 2011: 17). Dalam kajiannya diungkapkan tentang makanan lokal sebagai daya tarik wisatawan. Dalam pengembangan makanan lokal sebagai daya tari wisata dapat melibatkan masyarakat sekitar, sehingga tidak saja menampilkan keunikan tetapi juga melibatkan, dan mensejahterakan masyarakat setempat. Fenomenan semacam ini juga tampak dari hasil penelitian Mudana (2012) di Desa

(13)

Pemuteran, Gerokgak, Bali. Pengembangan pariwisata di desa ini sangat berkontribusi terhadap masyarakat setempat baik melalui sumbangan finansial yang diberikan pengusaha pariwisata kepada masyarakat setempat maupun melalui pelibatan masyarakat setempat dalam berbagai aktivitas kepariwisataan. Sehingga mungkin tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pengembangan pariwisata di Desa Pemuteran dapat dikatakan merupakan pengembangan pariwisata yang mensejahterkan dan melestarikan (Mudana, 2012). Pengembangan pariwisata semacam ini sejalan dengan tiga prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan yang dikembangkan oleh WTO yaitu: 1. Kelangsungan ekologis; 2. Kelangsungan sosial budaya; dan 3. Kelangsungan ekonomi, baik untuk generasi sekarang maupun generasi akan datang (Anom, 2010: 5). Dalam rangka pengembangan pariwisata semacam itu perlu diupayakan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut: ekologis, yaitu pembangunan pariwisata yang melindungi sumber daya alam; sosial dapat diterima oleh masyarakat setempat dan memperhatikan kemampuan penduduk setempat; budaya, melestarikan potensi budaya setempat dan masyarakat mampu beradaptasi dengan budaya masyarakat wisatawan; dan ekonomi memberikan keuntungan dan mensejahterakan berbagai komponen masyarakat, khususnya masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata semacam ini sejalan dengan pandangan Suwena (2010). Hal itu menyiratkan adanya kesejalanan antara pariwisata berkelanjutan dengan pariwisata kerakyatan. Sebagaimana diungkapkan Parining, et al (2001) Studi tentang Implementasi Konsep Pariwisata Kerakyatan di Bali antara lain mengungkapkan bahwa pengembangan pariwisata kerakyatan perlu memberdayakan masyarakat lokal, pengutamaan potensi ecotourism yang dimiliki masyarakat setempat, ramah lingkungan. Pariwisata kerakyatan semacam itu sejalan dengan ideologi yang diemban oleh paradigma postmodernisme yang membela komunitas dan narasi kehidupan yang tersingkirkan melalui penelanjangan terhadap dominasi kapitalisme, dan penguasa. Untuk itu masyarakat diberdayakan sehingga masyarakat tidak hanya sebagai penonton pembangunan pariwisata, melainkan diberikan ruang untuk menggali potensi dan kreativitas yang mensejahterakan.

(14)

Pengembangan pariwisata kerakyatan yang mensejahterkan tentu mendekatkan harapan ideologi tri hita karana, yang mengedepankan keharmonisan dan kesejahtteraan berbagai komponen masyarakat. Pengembangan pariwisata kerakyatan yang mensejahterakan juga sejalan dengan kode etik pariwisata dunia, diantaranya menyatakan bahwa kepariwisataan untuk membangun saling pengertian dan menghormati antar penduduk dan masyarakat; kepariwisataan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kualitas hidup; kepariwisataan sebagai faktor pembangunan berkelanjutan; kepariwisataan sebagai pemakai dan penyumbang pelestarian budaya; kepariwisataan adalah kegiatan yang menguntungkan bagi negara, dan masyarakat (Ardika, dalam harian Bali Nusa, Minggu 14 Februari 2009). Untuk itulah dalam pengembangan keparisataan diperlukan adanya sinergi dalam masyarakat ekonomi, politik dan sipil.

2. Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik dan Sipil dalam Pengembangan Pariwisata Yang Sustainability Lingkungan Alam dan Sosiokultural

Menurut kamus Inggris Indonesia collaboration merupakan kata benda, yang artinya kerja sama (Echols dan Shadily, 2000: 124), sedangka menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata kolaborasi artinya kerjasama dengan musuh, perbuatan kerjasama dengan musuh (1995:512). Dengan demikian, kolaborasi dalam penelitian ini dimaksudkan kerjasama atara kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil yang ada pada desa-desa pesisir di Bali yang berpotensi mengembangkan pariwisata bahari. Hal itu sejalan dengan pandangan Gramsci yang dengan tegas mengidentifikasi tiga kelompok masyarakat yaitu masyarakat ekonomi, politik dan sipil. Ketiga kelompok masyarakat tersebut memiliki orientasi yang berbeda (Bocock, 2007: 27). Keberadaan ketiga pilar masyarakat itu juga diakui oleh Robert Wunthow yang antra lain mengemukakan bahwa seluruh masyarakat itu dibagi menjadi tiga pilar, yaitu swasta atau pasar (masyarakat ekonomi/ business), negara atau masyarakat politik (masyarakat

(15)

politik, goverment) dan voluntir yang disebut juga pilar/sektor ketiga (masyarakat sipil, civil society) (Sujatmiko, 2003: 45).

Gramsci, dalam kajiannya tentang hegemoni, dengan tegas mengidentifikasi tiga bidang yang berbeda dalam suatu masyarakat, yaitu perekonomian (masyarakat ekonomi), negara (masyarakat politik), dan masyarakat sipil (Bocock, 2007: 27; Korten, 1993: 156). Ketiga kelompok masyarakat tersebut memiliki orientasi yang berbeda dan sangat esensial bagi berfungsinya masyarakat. Dengan demikian, keberadaan masyarakat ekonomi sangat penting adanya dalam dinamika suatu masyarakat. Masyarkat ekonomi” adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dominan dalam suatu wilayah pada suatu waktu yang di dalamnya terdiri dari sarana teknis produksi dan hubungan-hubungan sosial produksi yang dibangun berdasarkan suatu pembedaan yang di dalamnya kelas-kelas dikaitkan dengan kepentingan kepemilikan sarana produksi, baik sebagai pemilik substansial atau sebagai bukan pemilik yang dipekerjakan dalam organisasi yang dikaitkan dengan produksi. Pilar utama sektor ini (masyarakat ekonomi) adalah perusahan-perusahan, termasuk bank-bank. Nilai utama sektor swasta adalah mekanisme pasar untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat ekonomi adalah suatu sistem sosial yang di dalamnya tercakup berbagai subsistem yang berfungsi memproduksi dan memasarkan barang atau jasa melalui mekanisme pasar untuk mendapatkan keuntungan. Dalam penelitian ini, masyarakat ekonomi mencakup masyarakat pengusaha pariwisata/perhotelan, pengusaha atraksi wisata bahari dan masyarakat pengusaha perikanan/kelautan yang beraktivitas dalam pengembangan pariwisata bahari di Bali. Dalam dinamika usahanya masyarakat ekonomi selalu berusaha bekerja sama atau berselingkuh utamanya dengan masyarakat politik, namun tidak tertutup kemungkinan dengan masyarakat sipil sebagaimana terjadi di Desa Pemuteran (Mudana, 2012).

Keberadaan suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari proses perkembangan masyarakat itu sendiri. Sir Thomas Hobbes membagi tahapan perkembangan masyarakat menjadi tiga, yaitu natural society, political society, dan civil society (Budiman, 1990: 3). Natural Society adalah tatanan masyarakat

(16)

yang berbasis pada supremasi naturalistik. Masyarakat alami adalah masyarakat yang belum mengenal sistem maupun hukum sehingga merupakan masyarakat anarki (Setiawan, 1996: 50). Dalam masyarakat semacam ini, yang lebih banyak berperan bukanlah tatanan sosial (social order) yang didasarkan kepada konsensus sosial, tetapi wibawa naturalistik orang-orang tertentu dalam satu masyarakat. Pola hubungan sosial yang dijalankan tidak tergantung kepada mekanisme yang disepakati bersama, melainkan berdasarkan kehendak penguasa suku. Keteraturan sosial yang diinginkan dalam masyarakat natural ini sulit dicapai, kalaupun tercapai cendrung bersifat semu. Ketika tujuan mencapai tatanan sosial tidak tercapai, muncullah tatanan sosial masyarakat yang disebut

political society ( Effendy, 2002: 3-6).

Political society adalah masyarakat yang mulai mengenal arti politik

sebagai otoritas sehingga tercipta aturan dan hukum, serta cenderung menjadi satu tatanan sosial yang berbasis pada adanya supremasi kekerasan. Jika dalam masyarakat natural kekuasaan tidak pernah diorganisir dan dilembagakan, maka dalam masyarakat politik, kekuasaan itu mulai dilembagakan dalam suatu organisasi yang kemudian disebut dengan negara. Negara atau masyarakat politik terdiri atas sarana kekerasan (polisi dan militer) dan suatu wilayah tertentu, bersama dengan pelbagai birokrasi yang didanai oleh negara (pamong praja/lembaga pemerintah, pelbagai lermbaga hukum, kesejahtraan dan pendidikan) (Bocock,2007: 34-3). Pilar-pilar utama sektor negara (masyarakat politik) adalah lembaga–lembaga kenegaraan seperti parlemen, pemerintah, dan lembaga pengadilan. Di sektor negara berlaku prinsip kekuasaan yang memaksa. Bahkan oleh Louis Althusser (2006: 14), negara dipandang sebagai suatu kekuatan eksekusi dan intervensi represif, untuk kepentingan kelas penguasa. Karena kemampuannya yang khas untuk menerapkan ancaman yang sah atau paksaan, masyarakat politik memiliki keunggulan yang wajar di atara ketiga sektor dalam menjaga ketertiban umum, keamanan, dan kesejahtraan masyarakatnya (Korten, 1993: 159). Namun, bagi Gramsci, negara dalam memperjuangkan legitimasi kekuasaannya dari massa tidak harus selalu melalui paksaan. Untuk itu, kelompok berkuasa harus mampu membuat kelompok atau massa lain menerima dan menginternalisasi prinsip-prinsip, ide-ide dan norma/

(17)

nilai sebagai milik mereka juga. Pendek kata, hegemoni itu harus diraih melalui upaya politis, kultural, dan intelektual (Sugiono, 1999: 40-41; Fashri, 2007: 4-5). Dengan demikian, masyarakat politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memposisikan politik sebagai otoritas pengambil kebijakan sehingga tercipta aturan dan hukum, serta sebagai suatu tatanan sosial yang berbasis pada adanya supremasi hukum yang terdiri atas sarana pelbagai birokrasi yang didanai oleh negara (pamong praja/lembaga pemerintah, pelbagai lermbaga penegak hukum, militer, kesejahtraan dan pendidikan). Dalam konteks penelitian ini, masyarakat politik meliputi Pemerintah Kabupaten dengan berbagai jajarannya yang terkait dengan pengembangan pariwisata bahari pada desa-desa pesisir di Bali.

Masyarakat sipil merupakan pilar ketiga yang di dalamnya mencakup LSM, atau lembaga gerakan masyarakat baru. Pada masyarakat sipil, berlaku nilai-nilai kesukarelaan, dengan modal sosial sebagai elemen dasarnya. Civil

society adalah bentuk masyarakat yang merupakan gugatan terhadap superioritas

dari negara, dalam rangka menghormati dan melindungi hak-hak dasar/hak asasi manusia (Effendy, 2002: 3-7). Sehubungan dengan hal itulah, dinyatakan bahwa masyarakat sipil merupakan jaringan yang kuat di antara lembaga-lembaga, seperti agama, keluarga, klab, bengkel kerja, asosiasi, dan komunitas yang berada di antara negara dan individu, dan pada saat yang bersamaan menghubungkan individu dengan otoritas, serta menjaga individu dari kontrol politik yang bersifat total (Tunner, 2006: 62).

Rajesh Tandon menyatakan masyarakat sipil terdiri dari tiga unsur.

Pertama, ada basis material sumber daya untuk pemanfaatan produktif. Kedua,

ada basis institusional dari kelompok-kelompok atau asosiasi, serta inisiatif untuk mengelola masyarakat sipil. Ketiga, ada basis idiologis dari nilai, norma dan ideal yang menyediakan legitimasi dari govermant (Setiawan, 1996: 51). Dalam konteks interaksi antara ketiga unsur itulah pembahasan masyarakat sipil menjadi sangat penting, karena, pada saat yang sama, masyarakat sipil harus berhadapan dengan dua entitas lainnya, yakni realitas masyarakat ekonomi/pasar, pengusaha, dan masyarakat politik/negara ( Giddens, 2002:90-92).

(18)

Ketiga pilar tersebut secara ideal mesti tumbuh dalam sebuah kekuatan yang saling mengimbangi, saling mengontrol, saling memberi, saling menopang, dan pada akhirnya memberikan sinergi untuk memajukan keadaban. Kondisi ideal semacam itu sering dalam kenyataannya tidak seindah dalam guratan teks. Bahkan tidak jarang dalam kondisi masyarakat sipil yang lemah, negara yang otoritarian berkomplot dengan mekanisme pasar. Hal ini tentu akan mengakibatkan relasi tiga pilar menjadi timpang (Wiratmoko, 2005: xxv). Dalam kondisi semacam itu, kekerasan fisik, simbolik, dominasi dan hegemoni dipermainkan oleh negara untuk menekan masyarakat sipil. Oleh karena itulah, menurut Paine, perlu dibatasi campur tangan kekuasaan negara ke dalam wilayah masyarakat sipil, agar setiap individu di dalam masyarakat saling berinteraksi secara kompetitif dan membangun solidaritas berdasarkan kepentingan timbal-balik serta tujuan bersama. Legitimasi kekuasaan negara didasarkan pada keinginan masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama (Keane, 1988). Dalam konteks inilah, pembedaan dengan menggunakan teori semiotika, dekontruksi, etnografi dan geneologis sangat penting artinya karena kolaborasi di antara tiga pilar yang memiliki karakter dan kepentingan yang berbeda cenderung melakukan proses produksi, manipulasi teks untuk menyelubungi berbagai hawa nafsu dan kepentingannya.

Perkembangan masyarakat sipil tergantung pada beberapa faktor dinamik. Yang pertama adalah berkembangnya kelas menengah. Perkembangan kelas menengah ini mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi konsentrasi dan sentralisasi kekayaan di kalangan elit. Di samping itu, berkembangnya kelas menengah ini akan menimbulkan sikap yang independen dari otoritas kekuasaan sehingga memperkuat sektor sosial atau keswadayaan masyarakat. Yang kedua adalah berkembangnya tanggung-jawab sosial perusahaan dengan penerapan etika bisnis dan etika manajemen. Yang ketiga adalah tumbuhnya modal sosial, modal intelektual, modal kultural dan modal spiritual yang terpadu dalam modal manusia atau sumberdaya manusia. Modal sosial tersebut akan melandasi proses demokratisasi maupun marketisasi. Masyarakat sipil bekerja berdasarkan mutu populasi dan SDM yang memiliki nilai-nilai budaya dan norma-norma yang diyakini bersama. Yang keempat

(19)

masyarakat sipil akan mengalami pemberdayaan melalui penegakan hak-hak asasi manusia. Yang kelima penyediaan barang-barang/ fasilitas umum yang memadai, terutama yang terkait dengan keselamatan dan keamanan, akan mendorong tumbuhnya modal sosial (Rahardjo, 2007: 1-5).

Dengan demikian, dalam konteks penelitian ini, masyarakat sipil yang dimaksud adalah suatu sistem sosial yang wilayah kehidupan sosialnya terletak di antara negara dan komunitas lokal untuk memepertahankan kebebasan, keanekaragaman, serta kemandirian masyarakat terhadap kekuasaan negara dan pemerintah melalui pengembangan modal kultural, modal sosial dan modal intelektual yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, masyarakat sipil meliputi kelembagaan swadaya masyarakat lokal, dan LSM yang ada pada desa-desa pesisir yang mengembangan pariwisata bahari di Bali.

Dalam setiap komunitas, selalu akan dijumpai keberadaan masyarakat ekonomi, politik dan sipil. Ketiga kelompok masyarakat tersebut mempermainkan berbagai modal yang ada dalam suatu komunitas untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingnannya. Modal yang dipermainkan pada berbagai arena sosial mencakup modal ekonomi, modal sumber daya manusia, modal natural, modal politik, bahkan tidak tertutup kemungkinan modal tubuh yang dimilikinya. Dalam setiap permainan, penguasaan modal akan menentukan posisi atau keberadaan dari masing-masing kelompok masyarakat. Di samping itu, menurut Bourdieu, posisi sesesorang atau sekelompok orang juga akan ditentukan oleh “kemelek-hurufan budaya” (cultural literacy), yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan kemampuaannya untuk menegoisasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks budaya (Aryani, 2003). Sehubungan dengan hal itulah dalam setiap permainan, akan terjadi dominasi dan kolaborasi. Dominasi akan terjadi bila mana penguasaan modal terkonsentrasi pada kelompok masyarakat tertentu. Karena setiap masyarakat pada dasarnya tidak mengendaki terdominasi, setiap kelompok akan berusaha mempertahankan modal yang dimilikinya. Hal inilah yang tidak jarang menjadi peluang bagi terjadinya konflik dalam masyarakat. Untuk menghindari terjadinya konflik antarkelompok masyatrakat, maka setiap masyarakat mengupayakan penginvestasian modal social pengembangan model kontrol sosial sebagai suatu

(20)

alternatif dalam meredam konflik (Atmadja, 2007; Mudana, 2010) karena modal sosial pada dasarnya merupakan segala hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, dan ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya (Fukuyama, 2005: 239 ; Hasbullah, 2006: 37 ; Coleman, 2008: 415 ; Field, 2010: 100 ). Sehubungan dengan hal itu penguatan modal sosial budaya suatu masyarakat menjadi sangat penting. Sikap optimistis dan keniscayaan ini penting karena setiap masyarakat, termasuk dalam hal ini masyarakat pesisir di Bali memiliki nilai-nilai positif yang perlu terus diperkuat kapasitasnya, seperti kerjasama, saling mempercayai, resiprositas, tolong-menolong, solidaritas sosial, dan kesadaran religious yang cukup tinggi. Demikian pula berbagai bentuk kontrol sosial yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir perlu terus dikembangkan untuk mengendalikan penyimpangan dan konflik sosial yang terjadi dalam pengembangan pariwisata bahari di kawasan pesisir.

Kolaborasi antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam pengembangan pariwisata bahari untuk pengentasan kemiskinan atau yang mensejahterakan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkontribusi bagi terwujudnya kepentingan bersama maupun kepentingan bagi kelompok masyarakat tertentu. Hal yang harus terus disadari bahwa masing-masing kelompok masyarakat tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dalam melaksanakan pembangunan termasuk dalam mengembangkan pariwisata bahari yang mensejahterakan, melaikan harus saling berinteraksi, berdialog, dan bekerjasama. Idealnya ketiga pilar tersebut tumbuh dalam sebuah kekuatan yang saling mengimbangi, saling mengontrol, saling menopang, dan pada akhirnya bersinergi untuk memajukan keadaban.

Kondisi ideal semacam itu sering sulit diwujudkan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan tidak jarang dalam kondisi masyarakat sipil yang lemah, negara yang otoritarian berkomplot dengan masyarakat ekonomi dalam pengembangan pariwisata bahari melalui mekanisme pasar. Hal mana tentu akan mengakibatkan relasi tiga pilar menjadi timpang ( Wiratmoko, 2005: xxv). Persengkongkolan antara masyarakat politik dan ekonomi dalam pengembangan pariwisata bahari semacam itu tidak saja dapat menimbulkan pengesampingan

(21)

dan kekerasan terhadap masyarakat pesisir tetapi juga dapat menimbulkan kekerasan dan kerusakan terhadap lingkungan. Model kolaborasi antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam pengembangan pariwisata yang mensejahterakan dapat digambarkan pada bagan 1 berikut:

(Dimodifikasi dari Kusnadi, 2001, Mudana, 2009, Mudana, 2012)

3. Pengembangan Pengolahan Potensi Lokal (Ikan dan Ubi Ketela Pohon) Dari segi geografis Desa Pemuteran memiliki wilayah nyegara gunung. Keberadaan wilayah seperti itu mewarnai karakteristik potensi kewilayahan yang dimiliki yaitu berupa hasil dari laut dan pegunungan, diantaranya ikan dan ketela pohon. Sehubungan dengan hal itu dalam rangka ketahanan pangan dan penganeka ragaman produk pangan diupayakan pengembangan pengolahan ikan dan ubi ketela pohon. Pengolahan ikan dan ubi ketela pohon dimaksudkan untuk

MASYARAKAT POLITIK (MODAL POLITIK MASYARAKAT EKONOMI (MODAL EKO) MASYARAKAT SIPIL (MODAL SSOSIAL) DESA PAKRAMAN/ DINAS DI PESISIR PARIWISATA YANG SUSTAINABILITY JARINGAN KEMITRAAAN Akses sd kapital, tek,

informasi, pasar, kebijakan, dan SDM DIVERSIFIKASI USAHA

TIGA KEBIJAKAN STRATEGIS k. pemb eko., sdm, sda. dan

lingkungan PERGURUAN TINGGI MEMBERDAYAKAN KEPENTINGAN EKO,SOS,POL DAN LINGK KESEJAHTERAAN/PEN GENTASAN KEMISKINAN

(22)

dapat meningkatkan ketahanan pangan keluarga, mengurangi ketergantungan keluarga pada pasar, meningkatkan gizi anggota keluarga dan meningkatkan kesejahteraan dari masing-masing keluarga. Melalui kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai alternative pengembangan divesrsifikasi usaha produktif yang dapat dikembangkan oleh masyarakat setempat. Adapun bentuk pengolahan ikan yang dikembangkan adalah pembuatan bakso, dan nugget.

Proses Pembuatan Bakso

Bahan pembuatan bakso meliputi 250 gr ikan tenggiri, 100 gr tepung kanji, 1 butir telur, 10 siung bawang putih, 100 ml air es, garam secukupnya. Cara membuatnya, ikan tenggiri digiling hingga halus, masukkan tepung kanji, bawang putih, garam dan telur. Masukkan air es sedikit demi sedikit hingga adonan tercampur rata. Setelah adonan tercampur rata, adonan dibentuk dan direbus hingga matang.

Proses Pembuatan Nugget

Bahan pembuatan nugget, ikan 250 gr, lada putih 5 gr, garam dapur secukupnya, bawang Bombay 100gr, roti tawar 5 lembar, susu cair 150 ml, telur 2 buah, tepung roti secukupnya. Cara pembuatannya, ikan digiling ditambahkan dengan lada putih, garam, bawang Bombay yang sudah dicintang dan ditumis halus, roti tawar, susu cair, dan telur. Campur adonan jadi satu, lalu dikukus menggunakan Loyang persegi panjang selama 30 menit, setelah matang anggkat dan dinginkan. Setelah dingin potong seukuran jari, lalu dicelupkan pada kocokan telur, kemudian dibaluri dengan tepung roti, dan digoreng hingga matang.

Sedangkan pembuatan bolu kukus pelangi bahannya menggunakan, 200 gr tepung terigu, 5 butir telur ayam, 200 gr gula pasir, setengah sendok the garam, 1 sdm emulsifier (Ovalet/SP/TMB/Spontan 88), 80 ml santan, 50 ml minyak sayur, pewarna makanan merah kuning hijau. Cara pembuatannya, mixer telur, masukkan emulsifier, garam, gula, sampai benar-benar menyatu dan adonan berubah warna pucat dan kental. Masukkan tepung terigu, aduk perlahan sampai merata menggunakan spatula atau sutil. Masukkan santan serta minyak sayur, aduk sampai merata. Panaskan panic untuk mengukus, tutup panci untuk

(23)

mengukus, tutup panci dialasi dengan kain dan lap bersih. Bagi adonan menjadi tiga bagian, campurkan adonan dengan masing-masing pewarna sampai tercampur rata, siapkan Loyang yang sudah diolesi mentega dan kertas roti, tuang adonan merah, kukus selama 10 menit, tuang adonan kuning, kukus selama 10 menit, tuang adonan hijau kukus selama 30 menit, kukus hingga benar-benar matang.

(24)

BAB III

METODA PELAKSANAAN

1. Khalayak Sasaran Strategis

Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah aparat desa, masyarakat desa/generasi muda dan Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran .

2. Metode Pelaksanaan

a.Kerangka Pemecahan Masalah

Masalah pokok yang akan dipecahkan dalam P2M ini berkaitan dengan kekurangpahaman dan keterbatasan keterampilan kuliner ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran, Keterbatasan guru-guru SD di Desa Pemuteran dalam mengembangkan kurikulum 2013. Keterbatasan wawasan generasi muda tentang organbisasi Karang taruna . Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Alternatif Pemecahan Masalah

No. Permasalahan Akar Masalah Aternatif Pemecahan Masalah 1. 2. Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran kurang memahami pembuatan kuliner Kurangnya informasi dan keterampilan tentang pembuatan kuliner 1. Penyebaran informasi 2. Pemberian ceramah dan

diskusi 3. Pemberian pelatihan 3. Guru-guru SD kurang memahami kurikulum 2013 Keterbatasan informasi tentang kurikulum 2013 1. Penyebaran informasi 2. Pemberian ceramah dan

diskusi 3. Pemberian pelatihan 4. Masyarakat desa/ Generasi Muda kurang memahami keorganisasian karang Taruna Kurangnya informasi tentang keberadaan organisasi karang taruna Penyebaran informasi Pemberian ceramah dan diskusi

Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam tabel di atas, solusi yang dipilih untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: pemberian ceramah, diskusi, dan pelatihan.

(25)

b.Metode Pelaksanaan Kegiatan

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan. Gabungan metode tersebut diharapkan mampu: 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam membuat berbagai jenis kuliner.2) meningkatkan wawasan ornagisasi karang taruna generasi muda, 3) perluasan wawasan dan keterampilan guru-guru SD tentang Kurikulum 2013

3. Keterkaitan

Keterkaitan antara tujuan dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan P2M ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan

No. Tujuan Metode Bentuk

Kegiatan 1. Meningkatkan pemhaman guru-guru SD tentang

kurikulum 2013

Ceramah dan Diskusi

Dialog

2. Meningkatkan pemahaman ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam membuat kuliner lauk pauk

Ceramah dan diskusi

Dialog

2. Meningkatkan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam membuat kuliner jajan

Diskusi dan Pelatihan

Dialog dan pelatihan 3. Meningkatkan wawasan keorganisasian

karangtaruna generasi muda

Ceramah, dandiskusi

Dialog

4. Rencana Evaluasi

Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan produk kegiatan. Pada ceramah dan diskusi penguatan wawasan guru-guru SDl, eveluasi prosesnya adalah wawasan guru-guru SD tentang kurikulum 2013 , dalam mengikuti diskusi. Pada ceramah dan pelatihan pengembangan wawasan keorganisasian karangtaruna, eveluasi prosesnya adalah aktivitas peserta/keterlibatannya dalam mengikuti ceramah dan diskusi, sedangkan evaluasi produknya berupa peningkatan wawasan dan sikap. Sementara itu, pada ceramah , diskusi, dan pelatihan pembuatan kuliner, evaluasi prosesnya berkaitan

(26)

dengan partisipasi ibu-ibu PKK dalam diskusi (mengajukan pertanyaan) dan semangat ibu-ibu PKK mengikuti kegiatan, sedangkan evaluasi produknya dilakukan terhadap kualitas produk kulinernya dari ibu-ibu PKK.

(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Singkat Desa Pemuteran

Desa Pemuteran merupakan sebuah salah satu desa kuno desa yang

berada di Bali Utara, termasuk wilayah administratif Kecamatan Gerokgak,

Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa Pemuteran berada di jalur utara jalan

Provinsi Bali yaitu jalur Singaraja-Gilimanuk. Untuk mencapai Desa Pemuteran,

kita bisa melalui jalur darat melalui Denpasar-Gilimanuk-Singaraja, atau

Denpasar-Singaraja-Gilimanuk. Jarak dari ibukota povinsi sekitar 168 Km dan

dari ibu kota kabupaten sekitar 57 Km. Jalan menuju daerah ini cukup bagus

dan lebar sehingga pengguna jalan dapat dengan leluasa menggunakannya.

Sehubungan dengan hal itu mencapai Desa Pemuteran dari Singaraja, Denpasar,

atau Gilimanuk dapat dilakukan dengan mudah karena sarana transfortasi ke

daerah ini sangat lancar dan tidak membosankan. Karena disekitar jalan menuju

Desa Pemuteran melewati beberapa objek wisata baik objek wisata alam maupun

wisata spiritrual.

Secara administratif, Desa Pemuteran mempunyai batas-batas wilayah,

yaitu di sebelah utara adalah Laut Bali; di sebelah selatan adalah pegunungan; di

sebelah barat adalah Desa Sumberkima; dan di sebelah timur adalah Desa

Banyupoh. Keberadaan Desa Pemuteran berada di jalur utama

Gilimanuk-Singaraja.

Desa Pemuteran memiliki luas sekitar 3.033 ha, dengan panjang pesisir

(28)

menjadi tanah negara/perkebunan negara seluas 237,75 ha, tanah wakaf seluas

0,25 ha, tanah pelaba pura 5 ha, sisanya tanah hak milik 2.790 ha. Tanah

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Bagi

masyarakat Desa Pemuteran tanah tidak saja memiliki nilai ekonomi, tetapi juga

nilai sosial dan religius. Karena tanah merupakan hal yang sangat penting bagi

masyarakat, ada berbagai pranata yang terlibat dalam penguasaan tanah. Adapun

pranata yang terlibat dalam penguasaan tanah adalah pranata politik, pranata

relegi, pranata ekonomi, dan pranata kekerabatan (Agung, dkk. 1989: 48-125;

Scheltema, 1985: 97-112).

Pada masyarakat Desa Pemuteran, pranata-pranata yang terlibat dalam

penguasaan tanah adalah pranata negara. Hal ini tampak dari adanya tanah

negara baik dalam bentuk tanah perkebunan maupun hutan negara. Pranata Desa

Pakraman Pemuteran juga terlibat. Hal ini tampak dari adanya tanah desa baik

dalam bentuk karang desa, maupun pelaba pura. Begitu juga pranata relegi. Hal

ini dapat dilihat dari adanya tanah pelaba pura, baik dalam kaitannya dengan

Pura Kahyangan Desa maupun Pura Kerabat, Paibon/Kawitan,Dadia. Di

samping itu pranata kekerabatan juga terlibat. Hal ini tampak dari adanya tanah

warisan. Ada juga pranata ekonomi yang berbadan hukum dengan adanya

penguasaan tanah oleh pengusaha pariwisata (Monografi Desa Pemuteran,

2010).

Lahan yang ada di Desa Pemuteran di samping digunakan untuk aktivitas

produktif juga digunakan untuk pemukiman anggota masyarakat. Pemukiman

masyarakat dulunya berada di pinggir jalan, akan tetapi dengan berkembangnya

(29)

cendrung masuk beberapa puluh meter dari pinggir jalan raya. Di samping untuk

pemukiman warga masyarakat, lahan yang ada di desa pemuteran juga

digunakan untuk mengembangkan fasilitas pariwisata. Perkembangan pariwisata

di Desa Pemuteran diawali pada tahun 1982 dengan adanya ketertarikan I Gusti

Agung Prana untuk memperkenalkan potensi nuansa spiritual yang ada di

kawasan Pemuteran melalui biro perjalanan yang dikelolanya. Kemudian, pada

tahun 1990, I Gusti Agung Prana membangun sebuah bungalow yang diberi

nama Pondok Sari. Tahun 1994 bungalow Pondok Sari dijual, kemudian, I Gst

Agung Prana membangun Hotel Taman Sari, yang disusul dengan pendirian

Hotel Matahari. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,

sampai tahun 1995, di Desa Pemuteran hanya ada tiga hotel, yaitu Hotel

Matahari, Hotel Taman Sari, dan Hotel Pondok Sari.

Di jalan utama Singaraja-Gilimanuk, terbentang beberapa papan nama

hotel seperti tampak pada gambar berikut:

Gambar 4.1

(30)

Pemerintahan Desa Pemuteran terdiri dari dua kelembagaan

pemerintahan, yaitu kelembagaan Pemerintahan Desa Pakraman dan

Pemerintahan Desa Dinas. Pemerintahan Desa pakraman dipimpin oleh Kelian

Desa pakraman. Sedangkan pemerintahan Desa Dinas dipimpin oleh Perbekel.

Untuk jelasnya mengenai lokasi atau tempat pelaksanaan pemerintahan Desa

Pemuteran dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.2 Kantor Perbekel Desa Pemuteran

4.2 Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat

Kegiatan P2M ini diawali dengan melaksanakan sosialisasi pada

kelompok sasaran dalam hal ini masyarakat Desa Pemuteran dan Kelembagaan

Pendidikan/ UUP Kecamatan Gerokgak. Sosialisasi kepada masyarakat desa

dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2014 di Kantor Kepala Desa Pemuteran

dengan mesasar aparat Desa Pemuteran, dalam hal ini Kepala Desa Pemuteran

bersama jajarannya. Sedangkan sosialisasi pada lembaga pendidikan

dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2014 di Kantor UPP Kecamatan Gerogkak

yang ditujukan kepada Kepala UPP Kecamatan Gerokgak. Hasil sosialisasi

dengan Kepala UPP dilanjutkan dengan pensosialisasian kepada kepala Sekolah

(31)

mempermaklumkan program yang akan dilaksanakan dan merancang

kesepakatan mengenai pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan ini

dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: 1) dialog dan pelatihan pengembangan

wawasan dan keterampilan ibu-ibu PKK desa Pemuteran dalam membuat

bakwan goreng, rollade ikan singkong, kue lapis beras, dan donat ubi ungu. 2)

dialog pengembangan wawasan keorganisasian pada pengurus karang taruna. 3).

Dialog pengembangan wawasan guru-guru SD tentang kurikulum 2013

A. Ceramah dan Pelatihan Pembuatan bakwan goring, rollade ikan singkong, kue lapis beras, dan onat ubi ungu

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Agustus 2014 di Balai

Desa Pemuteran. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini sebanyak 28 orang dari

30 orang yang diundang. Ibu-ibu PKK yang hadir dalam kegiatan ini

sebagaimana terlihat dalam lapiran. Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran merasa

sangat senang mendapatkan ceramah dan pelatihan tentang pariwisata,

pelestarian lingkungan dan pembuatan bakwan goring, rollade ikan singkong,

kue lapis beras, dan onat ubi ungu. Karena kegiatan ini tidak saja memeperluas

luas wawasannya kuliner, tetapi juga telah mengembangkan keterampilannya

dalam memanfaatkan berbagai potensi lokal untuk pemertahanan pangan dalam

bentuk olahan yang sangat bervariasi. Di samping itu kegiatan ini juga

memberikan kontribusi bagi peningkatan kehidupan ekonomi keluarga, paling

tidak mengurangi beban ekonomi keluarga. Karena produk dari kegiatan ini

seperti bakwan goring, rollade ikan singkong, kue lapis beras, dan onat ubi ungu

merupakan makanan-makanan yang sangat disukai oleh anggota keluarga

(32)

diperoleh juga akan dapat dikontribusikan secara tidak langsung untuk

meningkatkan gizi dan kesehatan keluarga. Karena produk yang dihasilakan

terbuat dari bahan-bahan dan alat-alat yang memenuhi standar gizi dan

kesehatan. Keunggulan lainnya dari produk ini adalah bahan yang digunakan

sesuai dengan potensi lokal baik yang berasal dari lingkungan pesisir ( ikan)

maupun yang berasal dari hasil perkebunan setempat ( ketela pohon).

B. Ceramah Keorgtanisasian Pemuda/Karang Taruna

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu 7 September 2014 di

Balai Desa Pemuteran yang diikuti oleh generasi muda desa pemuteran,

terutama sekali yang duduk dalam kepengurus Karang Taruna Desa

Pemuteran. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh pengurus Karang Taruna. Dalam

kesempatan ini Skretaris LPM Undiksha dalam arahannya menyampaikan

akan arti penting keberadaan Organisasi Karang Taruna bagi generasi muda,

lebih-lebih dalam masyarakat Desa pemuteran yang multi etnik. Organisasi

ini berperan besar bukan saja dalam mewadahi berbagai kegiatan minat bakat

dari generasi muda, tetapi juga dapat menjadi wadah bagi penguatan rasa

toleransi, kebersamaan dan integrasi antar etnik dalam masyarakat Desa

Pemutyeran. Sehubungan dengan hal itu program pembinaan keorganisasian

karang taruna merupakan program yang penting dilaksanakan. Dalam

kesempatan ini nara sumber kegiatan bapak I Made Astika,S.Pd, M.Hum dan

Dewa Gede Budi Utama S.Pd. menyampaikan materi keberadaan Organisasi

Karang Taruna bagi generasi muda. Dalam paparannya disampaikan

(33)

Parapeserta kegiatan ini sangat antusias mengikuti. Hal ini dapat dilihat dari

perhatian dan pertanyaan - pertanyaan yang disampaikan oleh peserta. Dalam

kesmpatan itu juga diserahkan Kitab Suci Bhagawad Gita, sebagai

sumbangan dari KMHD Yohana Brahma Widya Undiksha.

C. Ceramah Kurikulum 2013 bagi Guru-guru SD di Desa Pemuteran Kegiatan ini dilaksamnakan Senin 8 September 2014 di SD 1 Desa Pemuteran

yang diikuti oleh guru-guru SD di Desa Pemuteran yang berasal dari 5 SD

Negeri dan 1 SD Swasta. Dalam kesempatan itu sekretaris LPM menyatakan

akan arti penting guru dalam pengembangan generasi. Dalam kaitan hal itu guru

penting terus meningkatkan komptensi profesionalnya melalui

pelatihan-pelatihan terstruktur, dan pengembangan diri secara otodidak dan terstruktur

dengan memanfaatkan berbagai peluang dan media yang ada. Nara sumber

kegiatan ini adalah Bapak Made Sunajaya, salah seorang guru-guru yang sudah

memperoleh pembinaan baik di tingkat kabupaten maupun propensi. Materi yang

disampikan mengenai substansi dari kurikulum 2013. Kegiatan ini berlangsung

(34)

BAB V PENUTUP

5.1.Simpulan

Berdasarkan atas hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan aparat desa dan Ibu-Ibu PKK dalam pengembangan

kuliner berbasis potensi lokal.

2. Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan wawasan Generasi

muda tentang karang taruna.

3. Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan wawasan guru-guru

SD di DEsa Pemuteran tentang kurikulum 2013 .

5.2 Saran

1. Generasi Muda perlu terus meningkatkan wawasannya melalui

keterlibatan dalam berbagai acara pembinaan yang terkait dengan

keorganisasian ..

2. Ibu-ibu PKK desa Pemuteran diharapkan terus meningkatkan

wawasannya dalam pengembangan kuliner berbasis potensi local

3. Guru-guru perlu terus meningkatkan wawasannya melalui

keterlibatan dalam berbagai acara pembinaan yang terkait dengan

(35)

4. Perguruan tinggi diharapkan agar terus secara berkelanjutan

melaksanakan pembinaan

5. Pemerintah perlu memperhatikan potensi lokal, baik sumber alamnya

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan, Laut dan Orientasi Dalam Kebudayaan Bali, Makalah, Denpasar: Universitas Udayana.

Atmadja, Nengah Bawa, 2006, Bali Pada Era Globalisasi, Singaraja: IKIP N Singaraja

Badaruddin, 2005, Modal Sosial (Sosial Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan, dalam Isu-isu Kelautan Dari Kemiskinan Hingga

Bajak Laut, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiman, Arief,l996, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia. Budiman, Hikmat, l997, Pembunuhan Yang Selalu Gagal Modernisme dan

Krisis Rasionalitas Menurut Daniel Bell, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Danandjaja, James l980, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, Jakarta: Pustaka Jaya.

Fakih,Mansour,2003,Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,Yogyakarta: Imssit Press

Foucault, Michel, l997, Disiplin Tubuh, Bengkel Individu Moder, Yogyakarta: LKiS.

______________,1997, Seks dan Kekuasaan, Jakarta: Gramedia.

Fukuyama, 2005, Guncangan Besar Kodrat Manusia dan tata Sosial Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Geertz, C, l976, Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Jakarta: Bhratara.

Geertz, H,l98l, Aneka Budaya Dan Komunitas Di Indonesia, Jakarta: YIIS-FIS UI.

Gellner, Ernest, l995, Membangun Masyarakat Sipil Prasyarat Menuju

Kebebasan, Bandung: MIZAN.

Gidden, Anthony, l985, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta: Universitas Indonesia.

______________, 2003, Masyarakat Post-Tradisional (Penterjemah: Ali Noer Zaman), Yogyakarta: IRCiSod.

Hasbullah, Jousairi,2006, Sosial Capital, Menuju Keunggulan Budaya Manusia

Indonesia, Jakarta: MR-United Press.

Korten, David C., l993, Menuju Abad Ke 21: Tindakan Sukarela dan Agenda

Global, Jakarta: Sinar Harapan.

Lury, Celia, l998, Budaya Konsumen, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman, l992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia.

Mudana, I Wayan,.1998, Terhimpit Dibalik Lipatan Dolar ( Kajian Antropologi

Terhadap Kehidupan Nelayan Pada Kawasan Pemukiman Wisata di Pantai Bali Utara), Singaraja: STKIP.

Pitana, l998, Transformasi Desa Adat, Makalah , Singaraja: STIE.

Rahardjo, Dawam, 2003, Pemahaman dan Pemberdayaan Masyarakat Madani, http://www.kongresbud.budpar.go.id/dawam-rahardjo.htm. _______________,2002, Puasa Sumber Reproduksi Modal Sosial, dalam design

(37)

Ritzer, George, 2003, Teori Sosial Postmodern,YogyakartaKreasi Wacana. Sanderson, Stephen K., l993, Sosiologi Makro, Jakarta: Rajawali.

Sutriawan,Komang Ria, 2010. Refleksi Pemikiran Postrukturalisme dan Posmodernisme dalam Diskursus Kajian Budaya, dalam

Jurnal Kajian Budaya. No.13, 2010. Denpasar: UNUD.

Suwena, Inyoman, l993, Pengaruh Modernisasi Perikanan terhadap

Perkembangan Kehidupan Nelayan Tradisional Desa Kuta (l969-l990), Skrepsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas

(38)

Lokasi Daerah Sasaran

Kegiatan P2M ini dilaksanakan bagi guru-guru SD, Generasi Muda dan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 4.1

Peta Desa Pemuteran

(39)

Gambar : Acara Pembukaan Pelatihan Kuliner

Gambar : Kepala Desa Pemuteran Memberikan Sambutan

(40)

Gambar : Ibu-ibu sedang mencoba beberapa resep masakan yang disaksikan oleh aparat Desa

(41)

Gambar: sebagian dari hasil pelatihan

(42)

Gambar : Ceramah tentang organisasi karang taruna

Gambar

Tabel 1. Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan
Gambar 4.2 Kantor Perbekel Desa Pemuteran
Gambar : Acara Pembukaan Pelatihan Kuliner
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Kuasa Hukum Menteri Dalam Negeri Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Kuasa Hukum Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Kuasa Khusus

Oespophagografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X untuk melihat gambaran secara radiologi oesophagus, teknik pemeriksaannya dengan cara pasien harus menelan media

1 POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BANTUL PADA BULAN FEBRUARI 2014.. DESA PKB DU SUN PPKBD RT SUB PPKBD KKB DPS BPS RS KKB

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala batuk dan sesak serta mampu

Closed Circuit Television masuk dalam pengertian informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 dan 4 UU ITE dan merupakan alat

dapat dilihat bahwa jika titik yang terbaca nilainya lebih dari 7 (Titik > 7) maka sudut beloknya adalah 105° dimana artinya mobil berbelok ke kiri, sedangkan jika titik yang

Melihat pentingnya status gizi dalam menentukan derajad kesehatan pada anak maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan indeks antropometri TB/U

Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial ketika