• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul asli: 5 Ministry Killers and How to Defeat Them

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Judul asli: 5 Ministry Killers and How to Defeat Them"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Stone, Charles

5 Penghancur Pelayanan dan Bagaimana Mengatasinya / Charles Stone; alih bahasa, Timotius Fu – Cet. 2. – Malang: Literatur SAAT, 2019.

276 hlm. ; 21 cm

Judul asli: 5 Ministry Killers and How to Defeat Them

ISBN 978-979-3080-89-5

Diterbitkan oleh LITERATUR SAAT

Jalan Anggrek Merpati 12, Malang Telp. (0341) 490750

website: www.literatursaat.com Copyright © 2010 by Charles Stone. Originally published in English under title

Five Ministry Killers and How to Defeat Them

by Bethany House,

a division of Baker publishing Group, Grand Rapids, Michigan, 49516, U.S.A. All rights reserved.

Penulis : Charles Stone Alih Bahasa : Timotius Fu Penyunting : Chilianha Jusuf Penata Letak : Yusak P. Palulungan Gambar Sampul : Lie Ivan Abimanyu

Edisi terjemahan telah mendapat izin dari penerbit buku asli Cetakan Pertama : 2011

Cetakan Kedua : 2019

Dilarang mereproduksi sebagian atau seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

5 MINISTRY KILLERS DAN BAGAIMANA MENGATASINYA Oleh: Charles Stone

(3)

PENDAHULUAN 9

BAGIAN I: Ini Bukan Kansas Lagi

Pasal 1: “Mama Selalu Berkata bahwa Hidup ini Ibarat Sekotak Cokelat. Anda Tidak Pernah Tahu Apa yang Akan Anda Dapatkan Darinya.” 17

Pasal 2: “Houston, Kita Punya Masalah.” 33

Pasal 3: “Jujur, Sayangku, Aku Tidak Memberikan Sebuah . . .” (Mengapa Kita Seharusnya Memberi Lebih dari

Sekadar . . .) 51

BAGIAN II: “Apa yang Kita Peroleh di Sini . . . Adalah sebuah Kegagalan untuk Berkomunikasi” (Diungkapkan oleh 2.000 Gembala dan Le

bih dari 600 Anggota Gereja)

Pasal 4: Preman-preman Sekolah yang Menghabiskan Makan

Siang Kami (Apa yang Sungguh Mengganggu Kita) 75 Pasal 5: Lawan Mereka, Beritahu Guru, atau Tidak Makan

Siang? (Bagaimana Kita Memberi Respons) 96 Pasal 6: Menikmati Makan Siang di Tengah-tengah Para

Pengganggu (Apa yang Kita Inginkan dari Mereka yang Kita Layani) 110

(4)

BAGIAN III: Apa yang Akan Dilakukan Ketika Orang Jahat Mendatangi Anda?

Pasal 7: Membuka Diri Dalam Kerapuhan (Apakah Anda Memiliki Teman yang Aman Untuk Membuka Diri?) 135 Pasal 8: Mengakui dengan Kerendahan Hati (Apakah Frustrasi

Anda Sesuai dengan Alkitab?) 162

Pasal 9: Menunjukkan Diri dengan Integritas (Sehatkan Respons-respons yang Saya Berikan terhadap Rasa Frustasi Pelayanan) 183

Pasal 10: Menyuarakan dengan Keberanian (Apakah yang Saya

Inginkan Sungguh Merupakan Apa yang Saya Butuhkan, dan Siapa yang Perlu Mengetahuinya?) 201

BAGIAN IV: “Carpe Diem. Manfaatkan Hari Ini. Jadikan Hidupmu Luar Biasa.”

Pasal 11: Penghancur Pasangan Hidup 225

Pasal 12: Setelah Anda Menjual Buku Tersebut di EBay,

Apa Selanjutnya? 248

APENDIKS 259

(5)

"MAMA SELALU BERKATA BAHWA HIDUP INI IBARAT

SEKOTAK COKELAT. ANDA TIDAK PERNAH TAHU

APA YANG AKAN ANDA DAPATKAN."

Akhirnya saya berlaku jujur kepada diri sendiri: saya benci dengan pela- yanan ini. Saya telah capek dengan semua kebohongan, kepura-puraan, rasa bersalah, tuntutan yang ada. Saya mau mengundurkan diri. Mohon maaf, Tuhan, saya berdoa. Saya sudah berusaha memberikan yang terbaik. Saya telah melakukannya dalam kuasa-Mu. Semuanya gagal.1

––Pete Scazzero

Bau menyengat itu sungguh kuat tercium. Mata saya terbakar dan berair seolah-olah sedang berada di dalam sebuah rumah yang penuh dengan asap pekat. Rasa gatal di tenggorokan membuat saya ter- batuk dan berhenti bernapas sekejap. Setiap lima menit saya menyem- protkan gel antibakteri ke tangan sambil berusaha sedapat mungkin tidak menyentuh apa pun. Saya berharap tidak menghirup bakteri yang dapat mengalahkan sistem kekebalan tubuhku. Saya mengalih- kan mata dari seekor anjing yang sekujur tubuhnya dipenuhi borok dan terbaring lemah di dalam kubangan, bernapas dengan berat sambil menunggu ajalnya tiba. Perutku terasa mual.

(6)

18

5 MINISTRY KILLERS AND HOW TO DEFEAT THEM

Sambil menahan air mata, saya melihat seorang anak laki-laki, mungkin berusia tiga tahun, telanjang dan berlari melewatiku dengan tidak memedulikan injakan kakinya atas beling pecah dan sisa kaleng bekas penuh karat yang berserakan di tanah. Itulah taman bermainnya, rumahnya, sekolahnya, dan mungkin juga satu-satunya tempat yang dikenalnya. Ketika berjalan melewati deretan gubuk-gubuk, saya harus melakukan banyak lompatan untuk menghindari hamparan kotoran yang berserakan. Yang ada di dalam pikiran saat itu hanyalah sebuah percakapan yang harus segera saya lakukan––saya butuh jawaban- jawaban. Pengalaman ini terjadi pada tahun 2008, saat duniaku tergoncang––bukan karena krisis dalam keluarga, gereja, finansial, atau moral. Juga bukan karena krisis pribadi––goncangan itu datang ketika saya bertemu dengan seseorang. Saat itu saya merasa seperti nabi Yesaya yang berseru, “Celakalah aku!”

Hidup dan pelayananku memang tidak celaka dalam pengertian umum. Namun, hidupku dan perspektif pelayananku secara permanen sungguh diubah lewat pertemuanku dengan seorang ibu––bertubuh mungil, berambut hitam, dan berbahasa Spanyol––yang sudah diting- gal suaminya dan melayani Kristus di sebuah tempat yang paling parah dan tidak menyenangkan yang pernah saya lihat. Tantangan-tantangan yang bagi orang Amerika Serikat akan menghancurkan pelayanan mereka, justru mendorong perempuan ini ke dalam komitmen yang semakin dalam.

Dalam pelayanan selama hampir tiga puluh tahun, saya sudah berusaha menguatkan para pelayan Tuhan untuk melewati berbagai macam pergumulan, kekecewaan, dan frustrasi. Namun, jujur saya tidak siap untuk kasus yang satu ini. Beberapa jam setelah pengalaman di atas, di Nikaragua, saya duduk di Managua Burger King sambil mencicipi segelas Coca-Cola. Maria duduk di seberang meja. Saya merasa seolah-olah sedang bersama seseorang yang baru saja keluar dari Palestina abad I. Pada waktu bersamaan, saya merasa dikuatkan dan diyakinkan lewat jawaban yang diberikan kepada pertanyaan- pertanyaan yang saya ajukan lewat penerjemah.

(7)

19

Sepuluh tahun sebelumnya, ia sebenarnya sudah menyaksikan sebuah laporan berita TV tentang begitu banyak orang yang tinggal di tempat-tempat pembuangan sampah. Ia merasa Allah menyuruhnya pergi dan melayani mereka. Ia bahkan tidak tahu lokasi dari tempat yang begitu menjijikkan tersebut (yang biasa dikenal dengan La

Chureca), namun ia menaatinya. Ia ditentang habis-habisan, bukan

hanya dari para penduduk di sana, juga dari para gembala lainnya. Ia akhirnya juga menyadari bahwa ia tidak dapat menjalankan bisnis makanannya dan dalam waktu bersamaan menjadi pelayan sepenuh waktu, maka ia menyewakan kiosnya di pasar dengan harga $100 per bulan (hanya $3 per hari).

Saya bertanya kepada Maria apa yang menjadi kebutuhan dan frutrasi terbesarnya. Jawaban-jawabannya sungguh jauh di luar per- kiraanku: buku-buku bagi para gembala yang sudah ia latih, makanan untuk anak-anak yang kelaparan, dan transportasi untuk dirinya sen- diri. Ia kemudian menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun––tujuh hari seminggu, 365 hari setahun––ia telah menempuh perjalanan selama satu jam dari rumahnya yang berupa sebuah rumah kotak dengan satu kamar menuju gerejanya di daerah kumuh. Ia tidak memiliki alat transportasi selain kedua kakinya. Gerejanya, sekarang melayani beberapa ratus keluarga.

Kunjungan tersebut meninggalkan kesan emosional yang men- dalam di dalam jiwaku: setiap gembala menghadapi banyak frustrasi, kekecewaan . . . penghancur-penghancur pelayanan yang potensial. Meskipun sebagian besar dari kita tidak mengalami tantangan se- ekstrem perjuangan Maria melawan kelaparan yang dialami anak- anak asuhannya atau usahanya untuk mencapai gereja, namun di depan kita juga terdapat tantangan yang berbeda namun sama nyata dan menguras tenaga kita. Panggilan dan semangat pelayanannya semakin tahun semakin bersinar terang di tengah-tengah pelayanan yang

(8)

20

5 MINISTRY KILLERS AND HOW TO DEFEAT THEM

kelihatan mustahil berhasil. Sayangnya, banyak orang yang sudah jelas mendengar panggilan Allah untuk bekerja bagi kerajaan-Nya telah membiarkan semangat pelayanan mereka menjadi redup. Sudah tak terhitung jumlah gembala yang menyerah kepada penghancur pela- yanan, dengan mimpi-mimpi yang sudah terkubur dengan tenang di dalam jiwa masing-masing.

Mimpi-mimpi tersebut dapat dibangkitkan kembali dan dihidup- kan dengan semangat yang baru; untuk itulah saya menulis buku ini. Maria bersinar sebagai satu teladan, bagaimana kita tetap mengalami sukacita dan kepuasan yang terus diperbarui meskipun di tengah- tengah pelayanan terdapat banyak serangan dan tantangan yang mungkin menghancurkan atau melumpuhkan kita.

Saya sudah bertempur melawan banyak penghancur pelayanan. Saya pernah melayani di berbagai gereja mulai dari Looney Left Coast (California) ke Windy City (Chicago), kemudian ke tempat lebih besar yang lebih baik (Texas) sampai ke tempat di mana terdapat gandum terbaik di seluruh negeri dan kacang okra goreng (Atlanta). Gereja- gereja yang saya layani berukuran mulai dari empat setengah anggota jemaat (gereja yang kami mulai dengan anggota jemaat yang terdiri dari saya sendiri, istri yang sedang hamil, dan dua anak balita kami) sampai kepada yang beranggotakan 1.100 orang, tempat saya sedang melayani sekarang. Adakah semua itu pengalaman yang menyenang- kan? Ya dan tidak. Saya ungkapkan dengan meminjam kalimat dari Charles Dickens dalam bukunya A Tale of Two Cities, “Ada masa- masa yang terbaik; ada juga masa-masa yang terburuk.” Kebanyakan gembala setuju dengan pernyataan Dickens. Banyak anggota jemaat juga setuju dengannya.

Menjalankan kehidupan Kristen dan melayani Allah, baik sebagai seorang gembala atau seorang anggota jemaat akan mendatangkan hal-hal yang baik dan buruk––semoga lebih banyak yang baik daripada buruknya. Sayangnya, riset akhir-akhir ini mengindikasi bahwa banyak anggota jemaat dan gembala semakin tidak terpuaskan.

(9)

21

Berikut adalah deskripsi George Barna terhadap sekelompok orang Kristen yang tak terpuaskan, berjumlah sekitar 20 juta orang, yang ia juluki dengan istilah kaum revolusioner: “Pengalaman yang mereka dapatkan lewat gereja mereka, meskipun lebih baik daripada umumnya, tetap terasa hambar.”

Ia menegaskan bahwa kelompok yang jumlahnya terus bertambah ini meninggalkan gereja-gereja yang mapan untuk mencari cara-cara lain dalam mengembangkan iman mereka. Sebuah majalah Kristen mencatat: “Mereka belum tentu adalah kaum pascamodern yang ber- usia dua puluhan dan menentang segala sesuatu yang berasal dari generasi orang tua mereka, mereka juga bukan pasukan sakit hati yang meninggalkan gereja asalnya dengan penuh dendam dan kepa- hitan.”

Pada awal tahun 2007, lembaga Ellison Research merilis hasil

polling atas kesetiaan para pengunjung gereja. Ron Sellers, presiden

dari lembaga tersebut menemukan bahwa “dalam gereja Protestan, 1/3 dari pengunjung gereja tidakmemiliki kepastian untuk terus hadir dalam kebaktian di gereja.”

Sebuah studi yang dilakukan oleh LifeWay pada tahun 2005 mene- mukan bahwa “Kaum dewasa muda meninggalkan gereja dan banyak di antara mereka menemukan bahwa gereja tidak relevan dengan kehi- dupan mereka.”

Pada tahun 2006, riset lanjutan yang dilakukan LifeWay menun- jukkan bahwa alasan paling umum kedua yang menyebabkan orang- orang meninggalkan gereja, setelah perubahan-perubahan dalam situasi kehidupan, adalah “kekecewaan dengan gembala/gereja.” Sebuah riset yang dilakukan oleh Pew Research Center akhir-akhir ini mengon- firmasi pola-pola pergeseran tersebut.

Saya tidak percaya bahwa gereja institusional yang mapan akan mati. Mantra dari Bill Hybels yang sering dikutip, “Gereja adalah harapan bagi dunia,” bergema kuat di dalam batin saya. Saya yakin bahwa para gembala dapat menjadi jauh lebih efektif dan mendapatkan kembali sukacita untuk melayani kalau mereka mampu menemukan

(10)

22

5 MINISTRY KILLERS AND HOW TO DEFEAT THEM

penghancur-penghancur pelayanan yang tersembunyi dalam diri mereka, menghadapi dengan cara yang benar dan tepat, dan mulai meresponi semua itu dengan cara yang berbeda.

Ngomong-ngomong, Maria sekarang tidak perlu lagi berjalan kaki dua jam setiap hari. Gereja kami membelikan alat transportasi untuknya dan mencukupkan banyak kebutuhannya yang lain. Semakin saya menyelami bagaimana ia dengan penuh sukacita menghadapi tantangan dan halangan, saya memiliki harapan baru bahwa setiap gembala dapat menghadapi frustrasi-frustasi dalam hidup mereka dengan semangat dan antusiasme yang sama dengannya.

Ambisi dan Aspirasi

Terkadang slogan dan bahasa iklan TV melekat dalam pikiran saya. Seandainya Anda termasuk generasi Boomer yang suka makan sosis, Anda mungkin ingat sebuah iklan TV dalam bentuk kartun yang menampilkan sekelompok anak kecil berderap dan serempak menya- nyikan lagu dengan syair tentang keinginan mereka untuk menjadi sosis merek Oscar Mayer. Hasilnya, orang terpengaruh oleh syair lagunya dan mencintai apa yang dicintai anak-anak tersebut.

Pecinta anjing juga mungkin masih ingat lagu yang dipakai oleh produk Ken-L Ration dalam iklannya di tahun 60-an yang di dalamnya seorang anak kecil membanggakan penampilan anjingnya . . . lebih cepat, lebih besar, lebih cerdik, lebih indah dari anjingmu, karena anjingku makan Ken-L Ration.

Seandainya kita melakukan sedikit modifikasi atas syair-syair iklan di atas, mungkin bunyinya akan merefleksikan apa yang sering kita, para pendeta dan gembala impikan. Lagunya Oscar Mayer mungkin akan berbunyi:

Oh, saya berharap menjadi seorang pendeta yang sukses. Itulah impianku yang sesungguhnya.

Sebab jika saya telah menjadi seorang pendeta yang sukses, setiap orang akan menyukai saya.

(11)

23

Atau, dengan mengadaptasi lagu singkatnya Ken-L Ration:

Gerejaku sedang bertumbuh lebih cepat dari gerejamu. Gerejaku lebih besar dari gerejamu.

Gerejaku lebih baik sebab saya (sedang menanjak, memiliki misi dalam hidup ini, dituntun oleh tujuan hidup, sensitif kepada orang yang dilayani, eksposisional . . . )

Gerejaku lebih baik dari gerejamu.

Tentu saja, kita tidak pernah akan secara terbuka mengaku memiliki pikiran-pikiran di atas.

Mungkin Adrian Monk, tokoh TV yang obsesif-kompulsif yang menjadi salah satu idola saya, telah menggambarkan kehidupan para gembala dengan slogan acara TV-nya, yang menyatakan bahwa kehidupan adalah sebuah rimba yang penuh dengan kebingungan dan kekacauan.

Saya sebenarnya percaya dengan gambaran di atas, namun, Bill Hybels mungkin dengan sangat akurat menggambarkan bagaimana perasaan para gembala ketika ia mengutip dari album platinum grup dari Kanada, Prozzäk (dari Simon dan Milo): “Sucks to Be You!” (Kamu Memang Memuakkan!)

Pernahkah Anda merasakan hal yang sama?

Saya tidak bermaksud vulgar. Saya sendiri tidak suka istilah ter- sebut, juga tidak pernah menggunakannya, dan tidak pernah meng- izinkan anak-anak saya menggunakannya. Istilah tersebut sama arti- nya dengan sebuah umpatan/kutukan. Namun, coba temukan ekspresi yang lebih tepat untuk menggambarkan bagaimana rasanya terlibat dalam pelayanan . . . sulit, keras, frustrasi, kecewa . . . semuanya dapat disimpulkan dengan istilah memuakkan. Saya yakin hampir semua gembala yang jujur akan setuju dengan saya.

Ketika mengungkapkan ini, saya tidak bermaksud menjadi sinis, juga bukan karena kepahitan. Sekali lagi, saya tidak pernah melarikan diri dan berhenti dari pelayanan di gereja. Saya juga tidak sedang

(12)

24

5 MINISTRY KILLERS AND HOW TO DEFEAT THEM

menghadapi masalah dengan kehidupan masa lalu atau krisis usia paruh baya (saya alami itu sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu). Namun, setelah melayani sebagai pelayan vokasional (pegawai yang resmi) selama tiga dekade dan pelayan awam selama sepuluh tahun, saya telah menjadi orang yang realistis. Pelayanan di gereja, dan kehidupan secara umum, biasanya mengecewakan.

Saya sungguh mengharapkan setiap orang di gereja saya menyukai saya. Namun, mereka tidak pernah dan tidak mungkin melakukannya. Demikian juga dengan gereja Anda, tidak semua orang di dalamnya menyukai Anda. Namun demikian, saya yakin bahwa di tengah ber- bagai macam pencobaan dan kekecewaan dan penghancur-penghancur pelayanan yang potensial, Allah akan memberikan kita sukacita yang diperbarui. Seandainya Anda sulit mendapatkan sukacita dalam situ- asi saat ini, sekali lagi saya berdoa kiranya Allah memakai buku ini untuk menghidupkan kembali sukacita di dalam hatimu.

Tantangan-tantangan telah membuat kehidupan dan pelayananku morat-marit. Kami telah menikah selama hampir tiga puluh tahun; keluarga kami bertambah besar dengan kehadiran tiga anak kami. Salah satu putri kami, sejak berusia satu tahun sudah harus berjuang melawan efek samping dari tumor otak, dan sampai sekarang ia masih terus berjuang dengan pengobatannya. Putri yang lain memberikan kami banyak kepedihan selama lima tahun masa pubertasnya (ber- syukur, sekarang ia sudah kembali ke jalan yang benar dan kami bekerja sama menulis sebuah buku tentang pengalaman tersebut: Daughters

Gone Wild––Dads Gone Crazy [Putri Tak Terkendali––Ayah Menjadi

Linglung]). Putra kami masuk ke seminari dan melewati masa rema- janya dengan berbagai macam benturan.

Saya merintis sebuah gereja di bagian Selatan dengan mega-mimpi di kepala. Saat itu, saya berharap menjadi Rick Warren versi Atlanta. Saat kebaktian pertama diadakan, terdapat lima puluh satu orang yang

(13)

25

hadir. Selama enam bulan, perintisan gerejaku yang sukses “bertum- buh” menjadi tujuh belas orang (jika dikurangi dengan anggota kelu- argaku, sebenarnya hanya tujuh orang). Persembahan yang kami terima hari itu berjumlah $22,17. Beberapa tahun kemudian majelis memecat kami, bukan karena kesalahan moral atau penyalahgunaan jabatan, namun seorang yang tidak senang dengan saya ingin saya meninggalkan gereja tersebut.

Kemudian saya melayani sebagai seorang pendeta pendamping sebanyak dua kali, satu di daerah Tenggara dan satu lagi di daerah Barat. Pada salah satu tempat, saya mengalami “Midas touch” (sen- tuhan emas) sedangkan yang satunya lagi tidak sama sekali.

Saya sama sekali tidak pernah berpikir akan menggambarkan pelayanan saya sebagai sebuah kesuksesan, khususnya kalau terpikir bagaimana saya memulai pelayanan saya.

Tuhan berbicara kepada saya.

Ia sungguh berbicara kepada saya. Maksudnya saya tidak men- dengar suara-Nya seperti suara putri saya yang menyuruh saya melihat acara Good Morning America yang sedang melaporkan kegiatan mem- berikan akupuntur kepada anjing-anjing. Namun, suatu pagi di hari Sabtu yang telah lama berlalu, Ia berbicara di dalam hatiku dengan cara yang tidak pernah saya alami lagi.

Suatu akhir minggu, di tahun terakhir studi saya di Georgia Tech, saya baru pulang dari sebuah retreat para diaken. Saya masuk ke kamar saya yang terletak bagian pojok lantai dua dari asrama putra dan memulai tugas untuk kuliah “Boring Industrial Engineering 401.” Saya mengikuti jejak ayah saya untuk mengambil bidang teknik, dan meskipun saya sama sekali tidak tertarik dengan bidang ini, saya cukup berprestasi dan berencana untuk mengambil kuliah ilmu hukum setelah lulus. Saya sudah mengikuti ujian saringan masuk, dan dengan tawaran beasiswa dari University of Gergia di tangan, jalan untuk memulai karier di dunia politik terbuka lebar . . . hingga di pagi itu ketika Tuhan berbicara.

(14)

26

5 MINISTRY KILLERS AND HOW TO DEFEAT THEM

Kata-kata saja tidak memadai untuk menggambarkan peristiwa tersebut. Akan tetapi, saya tahu persis saat itu sekitar pukul 10.30 pagi, Allah mengalihkan jalan hidupku ke arah pelayanan sepenuh waktu. Setelah itu saya berpikir, apalagi yang bisa lebih menyenang-

kan? Saya bisa terus belajar Alkitab sepanjang hari . . . dan dibayar untuk itu. Saya dapat memenangkan banyak orang bagi Yesus. Saya dapat membantu mereka lebih mencintai Yesus. Mereka akan menyu- kai saya. Saya akan menyukai mereka. Dan saya akan hidup dengan penuh kebahagiaan sampai selama-lamanya. Berapa banyak gembala

telah memulai pelayanan dengan pengharapan yang sama?

Saya tidak pernah meragukan panggilan Allah yang terjadi di ruang Theta Zi-ku yang pengap. Namun, terkadang di hari-hari Senin (dan Selasa hingga Minggu), pikiran-pikiran yang tidak menyenang- kan terus menghantuiku: Apakah yang telah kulakukan sungguh mem-

bawa perubahan? Apakah pelayananku sungguh menyentuh hati orang-orang? Apakah khotbah-khotbahku, yang dipersiapkan selama dua puluh jam setiap minggu akan masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan jemaat? Ketika saya memikirkannya, saya tidak betah di gereja, apakah sungguh demikian? Berapa lama lagi seseorang akan mening- galkan gereja karena merasa tidak “diberi makan yang cukup?” Mung- kin saya seharusnya menjadi seorang pengacara.

Setelah menyampaikan khotbah yang terbaik, mengikuti rapat pimpinan, sesi konseling, atau retreat para staf, mengapa kadang kala saya masih bergumul dengan perasaan-perasaan negatif ini? Mengapa saya menjadi frustrasi? Mengapa sering kali kepuasan pelayanan men- jadi sesuatu yang sulit didapatkan?

Apakah saya seorang gembala yang duniawi dan berpusat pada diri sendiri yang melakukan pelayanan untuk memuaskan ego sendiri? Apakah saya merasakan ini karena jumlah kehadiran Minggu menu- run? Atau apakah karena makanan pedas di Sabtu malam membuat saya terjaga dan kurang tidur sehingga tidak segar untuk memenuhi tuntutan pelayanan di hari Minggu?

(15)

27

Apakah karena Jeff? (seorang pemimpin yang selama khotbah saya

terus menerus bolak-balik membuka Alkitabnya tanpa sekali pun memandang saya) Mungkin saya tidak mendapatkan cukup banyak

konfirmasi “Khotbah yang hebat, Pendeta?” Apakah karena komentar Sherryl di hari Minggu bahwa lebih baik daripada “semua gembala dari mega-church yang ada?” Seandainya saya sebaik itu, tentu kehadiran di gerejaku juga akan mencapai 10 ribu orang (tentu saja ia berusaha berbaik hati, karena ia adalah istriku). Mungkin karena sebuah e-mail kritis dari William (salah seorang tokoh jemaat) yang membuat saya merasa disalahpahami.

Jadi Jalan Apa yang Terbentang di Depan?

Terkadang saya sendiri tidak yakin mengapa memiliki perasaan seperti ini. Jika hasil riset Barna Group benar, bahwa terdapat 20 juta orang setiap minggu hadir dalam kebaktian pulang dengan pertanyaan apakah mereka sudah memakai waktu dengan bijaksana, maka banyak di antara mereka yang hadir dalam kebaktian di gereja saya juga mengalami hal yang sama.

Jumlah kehadiran yang rendah dan kurangnya anggota jemaat memengaruhi setiap orang, baik gembala maupun anggota jemaat. Tentu saja perbedaan pandangan teologi, sebuah kejatuhan moral dari pelayan, atau kelakuan yang tidak sopan dapat menciptakan ketidak- puasan. Sekelompok pengritik yang tidak memiliki hati untuk gereja juga bisa memicu hal yang sama. Namun secara umum gereja mungkin tidak akan menghadapi isu-isu tersebut sesering kita menghadapi isu- isu yang secara umum kita hadapi––penghancur-penghancur pelayanan. Kebanyakan gembala adalah orang yang baik dan sopan, dan saya percaya kebanyakan orang menginginkan yang terbaik bagi gereja dan gembala mereka. Kalau begitu, apa yang menyebabkan frustrasi- frustasi yang tidak meyenangkan tersebut? Apakah mereka memiliki kuasa laten yang ujung-ujungnya akan menyerang dan menghancur- kan pelayanan kita? Jika demikian, apa yang dapat dilakukan untuk menghadapinya?

(16)

9 7 8 9 7 9 3 0 8 0 8 9 5 I S B N 9 7 9 3 0 8 0 8 9 - 2

Referensi

Dokumen terkait

Donggala untuk memperhatikan masalah Implementasi Kebijakan Program JKN/BPJS terutama pada dimensi karakteristik agen pelaksana, komunikasi antar organisasi dan

Menindaklanjuti Berita Acara Hasil Evaluasi Penawaran pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Masterplan Pengembangan Pariwisata Danau Kembar (Lelang Ulang)

Setelah dilakukan tindakan maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui metode pemberian tugas dapat meningkatkan kemandirian anak, terbukti ada

2016 memutuskan bahwa Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi secara elektronik ( E- Procurement) pada LPSE Kota Makassar untuk paket pekerjaan tersebut

Bagi Bank Mayapada, penyaluran kredit pada sektor perdagangan yang produktif di UMKM ini akan menjadi perhatian, sekaligus harapan untuk dapat membantu peningkatan

Dengan mempunyai data yang mudah diakses akan membuat perencanaan sumber daya manusia dan pembuatan keputusan manajerial didasarkan lebih banyak pada informasi dari

This research discussed about the use of swear words uttered by PewDiePie' s in his You Tube Videos which aimed to show the types of swear word and the dominant types of

Dalam konteks kedatangan para pendatang, etnis J awa dan etnis lainnya di daerah Solok Selatan, baik melalui pengiriman tenaga perkebunan (buruh kontrak),