• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG KANDUNGAN NITROGEN (N), KARBON (C) ORGANIK DAN C/N DARI KOMPOS Eucalyptus Citriodora SKRIPSI ASTRI REQUITA BR TARIGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI TENTANG KANDUNGAN NITROGEN (N), KARBON (C) ORGANIK DAN C/N DARI KOMPOS Eucalyptus Citriodora SKRIPSI ASTRI REQUITA BR TARIGAN"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG KANDUNGAN NITROGEN (N), KARBON (C) ORGANIK DAN C/N DARI KOMPOS

Eucalyptus Citriodora

SKRIPSI

ASTRI REQUITA BR TARIGAN 170822056

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

STUDI TENTANG KANDUNGAN NITROGEN (N), KARBON (C) ORGANIK DAN C/N DARI KOMPOS

Eucalyptus Citriodora

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ASTRI REQUITA BR TARIGAN 170822056

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)

`

PERNYATAAN ORISINALITAS

STUDI TENTANG KANDUNGAN NITROGEN (N), KARBON (C) ORGANIK DAN C/N DARI KOMPOS

Eucalyptus Citriodora

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2019

Astri Requita Br Tarigan 170822056

(4)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Studi Tentang Kandungan Nitrogen (N), Karbon (C) Organik Dan C/N Dari Kompos Eucallyptus

Citriodora

Kategori : Skripsi

Nama : Astri Requita Br Tarigan

Nomor Induk Mahasiswa : 170822056

Program studi : Sarjana (S1) Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di:

Medan, Desember 2019

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cut Fatimah Zuhra,M.Si Drs. Chairuddin, M.Sc NIP. 197404051999032001 NIP. 195912311987011001

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap kandungan nitrogen (N), karbon (C) organik dan C/N dari kompos Eucallyptus Citriodora dengan perbandingan sampel daun segar dan daun limbah sisa penyulingan minyak atsiri dengan waktu pengamatan 5 minggu dan menggunakan bantuan EM4 (Effective Microba 4). Hasil penelitian ini menunjukkan kadar Nitrogen (N) dari daun segar yaitu 0,66% dan daun limbah minyak atsiri 0,56%, kadar karbon (C) organik dari daun segar 2,20% dan daun limbah minyak atsiri 2,79%, nilai C/N dari daun segar yaitu 3,3 dan daun limbah minyak atsiri 4,98. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan hasil analisa sampel dan kandungan nitrogen (N), karbon (C) organik yang rendah sehingga tidak memenuhi nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman. Hal ini disebabkan karena perbedaan kandungan pada sampel daun segar dan daun limbah minyak atsiri, estimasi waktu pengomposan, dan nutrisi tambahan yang dibutuhkan pada saat pembuatan kompos.

Kata kunci: Kandungan Nitrogen, Kandungan Karbon, C/N,Kompos, Eucallyptus Citriodora, EM4

(6)

STUDY ABOUT NITROGEN (N), ORGANIC CARBON (C) AND C / N FROM Eucallyptus Citriodora COMPOSES

ABSTRACT

Research on the organic nitrogen (N), carbon (C) and C / N content of the Eucallyptus Citriodora compost by comparing fresh leaf samples and leaves from the residual distillation of essential oils with 5 weeks of observation and using the help of EM4 (Effective Microba 4). The results of this study show the levels of Nitrogen (N) from fresh leaves is 0.66% and leaves of essential oil waste 0.56%, organic carbon (C) content of fresh leaves 2.20% and leaves of essential oil waste 2.79%, C / N value of fresh leaves was 3,3 and leaves of essential oil waste were 4.98. Based on the results of the study, the results of sample analysis and organic nitrogen (N), carbon (C) content are low so they do not meet the nutrients needed for plants. This is due to differences in the content of fresh leaves and leaves of essential oil waste, estimated composting time, and additional nutrients needed when composting.

Keywords: Nitrogen content, Carbon content, C / N, Compost, Eucallyptus Citriodora, EM4

(7)

Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik, adapun judul Skripsi adalah “Studi Tentang Kandungan Nitrogen (N), Karbon (C) Organik dan C/N Dari Kompos Eucallyptus Citriodora”.

Penulis menyampaikan Terima kasih kepada Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc selaku Dosen pembimbing atas segala bimbingan yang telah diberikan kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku ketua jurusan Departemen Kimia, dan Koordinator Kimia Ekstensi Bapak Dr. Firman Sebayang,MS yang telah memberikan kemudahan terhadap apa yang Penulis perlukan selama ini, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia FMIPA USU dan yang telah membantu segala keperluan Penulis selama ini.

Penulis mengucapkan Terimakasih kepada seluruh pegawai departemen kimia, kepada sahabat sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan sampai menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya dan penulis mengucapkan terima kasih.Ucapan terima kasih yang setulusnya Penulis berikan kepada orangtua Penulis ayahanda tersayang, Asistro Tarigan dan ibunda terhebat Rita Frida Br Sitepu, yang memberikan dukungan berupa Materil, Motivasi dan Doa. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kakakku Sesilia Alloyna br Tarigan, Silvya Aqunia br Tarigan, Adikku Audrey Agita br Tarigan, Abangku Adyanta Kacaribu, dan Anakku Agatha Qiniyulinna br Kacaribu yang memberikan dukungan baik motivasi, perhatian dan kasih sayang.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat tersayangku : Monika br Karo, Dea br Ginting , Eidy Sinuraya, Feber Sembiring, Martina, Ida, Esra, Marsela, Fatma, Elvy, Kasuni, dan semua sahabat-sahabat penulis yang membantu dan yang terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada diriku sendiri yang sudah bertahan sejauh ini untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada pembaca agar dapat menjadi pelajaran perbaikan penulis kedepannya.

Medan, Desember 2019

Astri Requita Br Tarigan

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii ABSTARCT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat Penelitian 3 1.5 Lokasi Penelitian 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Eucalyptus 5

2.2 Eucalyptus Citriodora 6 2.2.1 Taksonomi dan Ciri Umum tanaman Eucalyptus 6 2.2.2 Aplikasi Produk Eucalyptus Citriodora 7 2.3 Nitrogen 8 2.3.1 Metode untuk Uji Kadar Nitrogen 10 2.3.2 Penentuan Nitrogen secara Kjedahl 13 2.4 Bahan Organik 14 2.5 Nisbah C/N 15 2.6 Kompos 16 2.6.1 Pengomposan 17 2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan 19

(9)

2.7.2 Pengomposan secara anaerobik 23

2.7.3 Fermentasi (Respirasi anaerob) 24

2.8 Teknik Pengomposan Anaerobik dengan EM4 25

2.8.1 Pembuatan starter EM4 27

2.8.2 Kadar air 27

2.9 Penentuan kadar C-Organik 27

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 28

3.2 Alat dan Bahan 28

3.2.1 Alat 28

3.2.2 Bahan 29

3.3 Penyediaan Sampel Eucalyptus Citriodora 29

3.3.1 Pengambilan 29

3.3.2 Perajangan 30

3.3.3 Destilasi daun Eucalyptus Citriodora dengan alat Stahl 30

3.4 Identifikasi Sampel 30

3.5 Pembuatan Kompos 30

3.6 Pembuatan Pereaksi 31

3.6.1 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar Nitrogen 31 3.6.2 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar C-Organik 31

3.7 Penentuan Kadar Nitrogen 32 3.8 Penentuan Kadar C-Organik 32

3.9 Bagan Penelitian 33

3.9.1 Pengukuran Nitrogen 33

3.9.2 Penentuan Kadar C-Organik 34

(10)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pengolahan Data 35

4.1.1 Data Percobaan 35

4.1.2 Penentuan % C-Organik 36

4.1.3 Penentuan % Nitrogen 37

4.1.4 Penentuan C/N 39

4.2 Pembahasan 39

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

(11)

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Komponen unsur hara dalam kompos domestik

17 2.2 Persyaratan karakteristik bahan baku

kompos

19 4.1 Data volume FeSO4 0,9416 N yang terpakai

pada penentuan C-Organik dengan metode Walkey Black

35

4.2 Data volume HCL 0,1N yang terpakai pada penentuan Nitrogen dengan metode

Kjehldahl

35

4.3 Data volume kadar air dengan pemanasan pada suhu 105°C

36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Tanaman Eucalyptus di kawasan Toba Pulp Lestari, Tbk

4

2.2 Metode estimasi kadar Nitrogen 11

2.3 Metode Kjeldahl 12

2.4 Reaksi kimia selama pegomposan 18

(13)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Lampiran

Judul Halaman

Lampiran 1 Tahap pembuatan kompos 45

Lampiran 2 Pengamatan kompos 46

Lampiran 3 Tahap pengujian kadar air 48

Lampiran 4 Tahap pengujian kadar nitrogen 49

Lampiran 5 Tahap pengujian kadar karbon 50

Lampiran 6 Perhitungan kadar C-Organik 52

Lampiran 7 Perhitungan kadar Nitrogen 54

Lampiran 8 Perhitungan kadar Air 56

Lampiran 9 Penentuan C/N 57

(14)

DAFTAR SINGKATAN

SNI = Standar Nasional Indonesia C/N = Carbon/Nitrogen

EM4 = Effective Microorganism NO3 = Nitrat

NH4+ = Amonium N2O = Nitrogen Oksida NO = Nitrogen Monoksida

NIR = Near Infrared Spectroscopy (Gelombang inframerah dekat) SPAD = Soil Plant Analysis Development

pH = Power of Hydrogen (derajat keasaman)

AP = Gelar sampel daun Eucalyptus Citriodora limbah minyak atsiri P = Gelar sampel daun Eucalyptus Citriodora segar

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Hutan Tanaman Industri di Sumatera Utara sebagian besar difokuskan pada jenis Eucalyptus sp, yang termasuk famili Myrtaceae. Beberapa spesies yang dikembangkan terutama adalah E. grandis, E. urophylla, E. Saligna, E. Pellita dan E. Hybrid (Latifah, 2001). Selain kelima jenis tersebut E. Cittriodora merupakan jenis eukaliptus yang diolah sebagai bahan baku aromaterapi.

Menurut Suhartati (2007) jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk hutan tanaman industri adalah jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah Eucalyptus Citriodora. Daun Eucalyptus mengandung senyawa tanin, saponin, dan fenol (Ayepola dan Adeniyi, 2008).

Tanaman Eucalyptus banyak dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan kertas dari kayu dan rantingnya, sedangkan daunnya tidak dimanfaatkan atau hanya dibiarkan saja. Beberapa penelitian sebelumnya juga telah menganalisa kandungan minyak atsiri pada daun Eucalyptus. Namun, untuk limbah daun Eucalyptus Citriodoraselain sebagai minyak atsiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos.

Manfaat ekologisnya adalah bahwa tumpukan limbah daun ekaliptus yang banyak terdapat pada industri pulp dan kertas bisa diminimumkan atau bahkan tidak ada lagi. Pemanfaatannya menjadi bahan baku kompos dapat mengurangi pencemaran lingkungan, karena bisa membantu proses percepatan sirkulasi bahan daun ekaliptus ke alam menjadi unsur hara bagi tanaman. Manfaat ekonominya adalah dapat mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk kimia sehingga akan menekan atau mengurangi biaya produksi. Sedangkan manfaat sosialnya adalah dapat menyerap tenaga kerja, sebagai informasi kepada masyarakat khususnya pemasok kayu ekaliptus tentang pemanfaatan limbah kulit kayu menjadi kompos.

Metode pengomposan dengan cara yang sederhana ini dapat dijadikan sebagai alternatif oleh masyarakat untuk memberdayakan limbah kulit kayu ekaliptus (Latifah,2011).

(16)

2

Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai C/N rasio bahan kompos menjadi sama dengan nilai C/N rasio tanah (10-12). Bahan organik yang mempunyai C/N rasio sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Isroi, 2003 ).

Kandungan nitrogen pada daun merupakan salah satu hal yang sangat menarik untuk menjadi indikator dalam proses pemantauan dan manajemen pada tanaman. Hal ini karena nitrogen pada daun memiliki peran yang sangat penting dalam proses fotosintesis, produktivitas tanaman dan mempengaruhi siklus karbon dan oksigen (Martin dan Aber 1997). Nitrogen dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak yang berfungsi sebagai penyusun protein, termasuk enzim dan molekul klorofil (Hakim et al., 1986, dalam Ayepola dan Adeniyi, 2008).).

Peneliti terdahulu (Siti Latifah, 2011) Universitas Sumatera Utara melakukan penelitian mengenai pembuatan kompos dari kulit kayu Eucalyptus sp dengan menggunakan campuran serbuk gergaji kayu damar laut, bio activator dan kotoran ayam. Hasil yang didapatkan C/N dari kompos kulit kayu sebesar 16,59.

Menurut Indriani (2001), bahan organik dapat diserap oleh tanaman bila nilai C/N

< 20 (sama dengan C/N tanah).

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menentukan kadar Nitrogen, C- Organik dan C/N dari tanaman Eucalyptus Citriodora dari limbah daun segar dan limbah penyulingan minyak atsiri dan membandingkannya setelah dikomposkan dengan bantuan Effective Microorganism (EM4).

Ini akan mendorong kita untuk memanfaatkan kembali hasil alam yang sebelumnya terbuang sia-sia, untuk dikembalikan lagi kedalam bentuk yang lebih bermanfaat (Agromedia, 2008).

1.2 Permasalahan

1. Apakah kandungan nitrogen, C-organik dan C/N dalam limbah daun Eucalyptus Citriodora segar daun Eucallyptus Citriodora limbah sisa pengolahan minyak atsiri sesudah dikomposkan mempunyai perbedaan yang cukup nyata ?

2. Apakah pemanfaatan daun Eucalyptus Citriodora sebagai pupuk dapat dimaksimalkan dengan pengomposan ?

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar Nitrogen, C-Organik dan C/N pada limbah daun Eucalyptus Citriodora segar daun Eucallyptus Citriodora limbah sisa pengolahan minyak atsiri sesudah dikomposkan sehingga dapat diketahui apakah limbah daun Eucalyptus Citriodora dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna untuk pembuatan pupuk organik yang mengandung nitrogen.

2. Diharapkan masyarakat yang bermukim disekitar PT. Toba Pulp Lestari dapat memanfaatkan daun Eucalyptus Citriodora sebagai bahan baku pupuk organik.

1.5 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasai pada penentuan Nitrogen, C-Organik dan C/N pada limbah daun Eucalyptus Citriodora sebelum pengomposan dan setelah pengomposan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Eucalyptus

Tanaman eukaliptus, nama genusnya adalah Eucalyptus oleh L’Heritier pada tahun 1788 (Sert. Angl., 18, T.20), kata ini berasal dari bahasa Yunani eu “well”

atau benar – benar dan kalypto “ I cover ” atau saya meliputi dalam pengertian pada operculum atau tutup yang meliputi benang sari sampai berkembang dengan penuh. (Operculum = calyx, paling tidak pada beberapa spesies.) Genusnya bersifat khas Australia, walaupun beberapa spesies ternyata berasal dari New Guinea, Timor, dan kepulauan Filipina.

Minyak Eukaliptus yang ditemukan dalam perdagangan dewasa ini, digolongkan menjadi tiga golongan utama – yaitu golongan minyak medisinal, industri, dan golongan minyak parfum. Kegunaannya sampai kira-kira 1910 minyak eukaliptus digunakan umumnya untuk tujuan pengobatan. Banyak minyak eukaliptus yang kaya akan sineol dan bebas dari fellandren, dijual dalam pertokoan untuk tujuan penggunaan dalam negeri. Minyak ini digunakan untuk minyak gosok, untuk diisap (inhalasi) (khususnya dengan penambahan sedikit kristal mentol), sebagai vermifusi, pembersih pakaian, penghapus noda dan lain sebagainya. (Guenther, 1990).

Gambar 2.1 Tanaman Eukaliptus di Kawasan Toba Pulp Lestari Tbk.

(19)

2.2 Eucalyptus Citriodora

2.2.1 Taksonomi dan Ciri Umum Tanaman Eukaliptus

Eucalyptus Citriodora alami terdapat dari permukaan laut sampai 100 mdpl, terutama pada tanah basah dan rawa air tawar. Bisa mempertahankan diri di dasar lembah dan rawa. Namun, pohon tersebut tidak menyukai kondisi ini dan, jika secara artifisial terletak di tanah yang lebih baik di lereng di luar rawa, tumbuh lebih cepat. Hebatnya, Eucalyptus Citriodora menyesuaikan diri dengan kondisi bervariasi, mulai dari daerah khatulistiwadengan suhu maksimum sekitar 35 0C, untuk iklim yang lebih beriklim dimana ia bisa tahan embun beku, asalkan embun beku tidak parah. Tumbuh dengan baik di perkebunan di lokasi yang bagus, namun karena kemampuannya tumbuh di lokasi yang buruk dan kotor, biasanya ditanam di situs yang merugikan Ini meregenerasi di daerah yang dibanjiri air tawar, dan akarnya nampaknya bisa menembus Tanah liat berat ditemukan dalam kondisi ini untuk mencapai tanah yang diangin-anginkan di bawah ini.

Kebiasaan pertumbuhan juga membantu membangunnya tanah yang sulit tapi belum tentu banjir di daerahnya sangat berbeda dengan habitat normalnya. Ini bisa mengirim akar udara dari batangnya. Ini lebih menyukai musim kering ringan Klasifikasi ilmiah (Scientific Classification) dari Tanaman Eucalyptus Citriodora adalah sebagai berikut :

Divisio : Plantae Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Eudicots Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus :Eucalyptus

Spesies :Eucalyptus Citriodora Hook . Jhonson

(20)

6

Tanaman eukaliptus terdiri dari kurang lebih 700 jenis dan yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp sekitar 40% dari keseluruhan tanaman ini (Departemen Kehutanan, 1994).

2.2.2Penggunaan dan Aplikasi Eucalyptus Citriodora

Untuk bidang apikultur dibanyak daerah, bunga Eucalyptus Citriodora dijadikan pakan hama yang signifikan untuk produksi lebah dan madu. Sebagai bahan bakar, Eucalyptus Citriodora banyak digunakan sebagai kayu bakar dan arang.

Serat kayu digunakan untuk kayu Pulp, tapi bubur kertas berwarna coklat kemerahan dan tidak baik untuk tujuan ini karena beberapa spesies lain dari Eucalyptus. Kulit kayu harus dikeluarkan dari batang sebelum Pulping.

Perbandingan dari karakteristik Pulp Eucalyptus Citriodora dan pulp kraft dengan Eucalyptus Saligna menunjukkan bahwa Eucalyptus Citriodora dapat digunakan sebagai bahan baku komplementer dalam produksi pulp skala komersial. Kayu berwarna merah muda sampai coklat kemerahan, bertekstur kasar, agak keras, kuat dan tahan lama, dengan kerapatan 770 kg / m³. Sulit untuk musim ini digunakan untuk konstruksi umum dan untuk tiang, pagar, dermaga dan jembatan.

Kegunaan lainnya termasuk palet, dinding rumah, lantai, trim interior, dan panel. Karena kekuatan dan daya tahannya, Eucalyptus Citriodora juga biasa digunakan untuk tiang pagar dan gerbang. Tanin atau dyestuff pada permen mengandung sekitar 30% tanin.

Daun segar Eucalyptus Citriodora dikenal mengandung dan menghasilkan aromatik beraroma lemon kuning atau kekuningan minyak esensial dengan rasa jeruk segar. Pengetahuan tentang penggunaan dan aplikasi minyak atsiri Eucalyptus Citriodora tampaknya berbeda dari satubudaya ke yang lain. Secara

umum, penggunaan ini dapat dikategorikan sebagai obat, parfum, dan industri. Kategori pertama harus dilakukan dengan penggunaan tanaman atau produk minyak yang mudah menguap dalam pengobatan penyakit atau dalam pengentasan kondisi penyakit,beberapa di antaranya telah dilaporkan dalam literatur ilmiah. Dalam pengobatan tradisional Nigeria, khususnya di Ondo, poros Edo-Delta Delta Niger, Eucalyptus globules, yang terkait erat dengan Eucalyptus Citriodora, digunakan untuk mengobati berbagai infeksi internal dan

(21)

eksternal. Ini digunakan sebagai dekongestan hidung dan untuk meredakan asma (Gill, 1992).

Sebagai minyak atsiri, hasil minyak esensial adalah 1,7%, dengan unsur penyusunnya adalah piperitone, rho-cymene, linalool, 1,8-cineole, terpinen-4-ol, sitronelat asetat dan alfa-terpinol.

Sebagai obat, Eucalyptus Citriodora dilaporkan memiliki aktivitas seperti dapat digunakan sebagai parfum, antimalaria, minyak essensial dan digunakan sebagai antiserangga. Arbonnie (2004) mencatat bahwa minyak daun Eucalyptus Citriodora (seperti yang dari E.Camaldulensis ) digunakan sebagai ekspektoran

untuk mengobati batuk, pilek, dan rinitis. Ini juga berguna untuk pasien asma, dan minyaknya dapat digunakan sebagai antiseptik.

Sebagai kontrol erosi di Afrika, pohon ini kadang-kadang digunakan untuk menstabilkan bukit pasir, peneduh atau tempat berlindung, Eucalyptus Citriodora memiliki mahkota yang padat dan dapat dijadikan pohon pinggir jalan yang bagus. Daun yang besar sangat berorientasi lebih dalam bidang horizontal daripada kebanyakan spesies Eucalyptus lainnya, dan ini meningkatkan bayangan di atas kepala. Spesies ini cocok ditanam di daerah pesisir sebagai shelter belts.

Ini tidak toleran terhadap semprotan garam tapi cukup kencang. Hal ini sering digunakan sebagai sebuah penahan angin, meskipun pepohonan sering menjadi cacat oleh paparan angin yang terus-menerus.

Sebagai tanaman hias, pertumbuhan cepat, daun besar dan bunga yang mencolok membuat Eucalyptus Citriodora menjadi kandidat yang sesuai untuk digunakan sebagai tanaman hias. Sebagai layanan lain, karena pertumbuhannya yang cepat, spesies Eucalyptus menggunakan jumlah air yang relatif besar dan bisa digunakan sebagai pompa untuk menurunkan permukaan air dan membantu mengeringkan lokasi basah. Di Uganda, Eucalyptus Citriodora telah berhasil mengeringkan lahan berawa, sehingga memungkinkan untuk menanam spesies yang kurang tahan banjir seperti Eucalyptus Saligna di tempat yang sama.

(Boland, 1991).

Minyak atsiri Eucalyptus Citriodora telah dilaporkan berhasil menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram-negatif dan bakteri gram positif

(22)

8

seperti Salmonella typhi, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, serta Candida albicans (Akin-Osanaiye et al.,2007;Elaissi et al.,2012 ;Mohammed et al., 2012). Aktivitas dilaporkan lebih tinggi dari E. Camaldulensis . Dengan ini luar biasamelaporkan potensi antimikroba dari minyak atsiri terhadap beberapa organisme patogen kulit dan enterik, minyakdapat menemukan aplikasi dalam persiapan agen antimikroba topikal dan oral dengan adjuvan yang tepat untuk mengurangiatau sepenuhnya menghilangkan kemungkinan efek samping pada kulit dan mukosa lambung.

Di bidang efek analgesik dan anti-inflamasi, minyak atsiri Eucalyptus Citriodora dilaporkan menghasilkan lebih tinggi dan signifikan tidak bisa

analgesik dan efek anti-inflamasi pada tikus dan tikus, masing-masing, lebih dari minyak E. globules , Eucalyptus tereticornis , dan Cympopogon citratus (Silva et al.,2003; Gbenou et al.,2013). Minyak atsiri dapat bertindak melalui penghambatan sintesis lipoksigenase L-1, salah satu enzim yang terlibat dalam produksi mediator peradangan dengan IC 50 72 μg / mL (Sahouo et al., 2003).

2.3 Nitrogen

Diantara tiga unsur yang biasanya diberikan, nitrogen mempunyai efek paling cepat dan menonjol. Mula-mula cenderung meningkatkan pertumbuhan diatas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Pada semua tanaman, nitrogen merupakan pengatur yang sangat menguasai penggunaan kalium, fosfor dan unsur yang lain.

Selama proses dekomposisi sisa-sisa tanaman dan hewan oleh mikroba, terutama yang rendah kadar nitrogennya, banyak nitrogen anorganik diubah menjadi bentuk organik. Mula-mula nitrogen diikat oleh jaringan mikroba. Kalau sisa-sisa itu tidak cukup banyak kandungan nitrogen anorganiknya, ion-ion NO3 dan NH4 tanah akan diasimilasikan (Soegiman, 1982).

Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa makhluk hidup (bahan organik). Nitrogen yang berasal dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan

(23)

oleh tanaman setelah melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah.

Tahap reaksi tersebut sebagai berikut:

a. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino. Tahap ini disebut reaksi aminisasi.

b. Perubahan asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia (NO3) dan amonium (NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi.

c. Perubahan senyawa ammonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococus. Tahap ini disebut reaksi nitrifiaksi (Ir.

Novizan, 2005).

Penguapan nitrogen tanah sangat ditingkatkan oleh drainase buruk dan aerasi kurang lancar. Penguapan tersebut antara lain:

a. Penguraian oleh organisme

Mikroorganisme yang bersangkutan berbentuk heterofilik meningkatkan aminisasi dan amonifikasi. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2HNO3 2HNO2 NO2 N2 2NO

-2[O] -2[O] - O

- H2O

Nitrat Nitrit oksida

nitrogen

unsur N

Nitrogen monoksida -2[O]

Dalam keadaan umum tanah, dinitrogen oksida (N2O) ialah gas yang paling banyak hilang, nilai pH diatas 7 mendorong hilangnya N dalam bentuk unsur dan nilai pH dibawah 6 meningkatkan hilangnya N dalam bentuk nitrogen monoksida (NO).

b. Pengurangan Kimia

Ada cara lain yang memungkinkan nitrogen hilang dalam bentuk gas. Misalnya nitrit dalam larutan asam lemah, lambat laun akan menjadi gas nitrogen kalau bersentuhan dengan garam ammonium tertentu, dengan amina-amina sederhana seperti urea bahkan dengan senyawa sulfur yang tidak mengandung nitrogen dan karbohidrat.

(24)

10

Reaksi berikut tentang apa yang dapat terjadi pada urea masih merupakan suatu saran:

2HNO2 + CO(NH2)2 CO2 + 3H2O + 2N2

Tanaman yang kurang mendapat nitrogen akan kerdil dan memiliki sistem perakaran terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung mudah jatuh.

Karena pemberian senyawa nitrogen berefek sangat cepat pada tumbuhan, orang cenderung menganjurkan pemberian yang lebih tinggi daripada yang diperlukan. Anjuran ini sangat merugikan, akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman tertentu. Daun berwarna hijau tua, lunak, banyak berair (Soegiman, 1982).

2.3.1 Metode untuk Uji Kadar Nitrogen

Nitrogen merupakan elemen yang sangat penting pada tumbuhan. Hal ini karena nitrogen merupakan kunci dalam memproduksi klorofil yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Disamping itu, nitrogen merupakan bagian dari berbagai macam protein yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman (Sinfield et al. 2010). Beberapa metode dikembangkan untuk estimasi kadar nitrogen. Adapun beberapa metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Munoz-Huerta et al., 2013).

Secara garis besar terdapat 3 metode untuk estimasi kadar nitrogen yaitu tissue analysis, optical meter, dan electrical meter. Tissue analysis merupakan metode analisis yang dilakukan secara kimia. Optical meter merupakan metode estimasi kadar nitrogen dengan memanfaatkan gelombang elektromagnetik seperti gelombang cahaya tampak dan NIR. Electrical meter merupakan metode analisis dengan yang didasarkan pada ion suatu zat (Munoz-Huerta et al. 2013).

(25)

Gambar 2.2 Metode estimasi kadar Nitrogen (Munoz-Huerta et al. 2013)

Metode yang paling umum digunakan pada tissue analysis adalah dengan menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini dapat menentukan kadar nitrogen pada berbagai objek seperti makanan, minuman, daging, tanah, air, pupuk dan tanaman. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Johan Kjeldahl, seorang ketua

(26)

12

departemen kimia dari Carlberg laboratorium di Copenhagen pada tahun 1983 (Labconco 1998). Terdapat 3 tahapan dalam metode ini yaitu (Labconco 1998):

1. Wet digestion: Sampel dicampur dengan larutan asam pekat dalam labu Kjeldahl dan dipanaskan sehingga dihasilkan larutan Amonium Sulfat ((NH4)2SO4).

2. Distillation: Pada tahap ini, labu Kjeldahl terpasang ke kondensor air. amonium sulfat ((NH4)2SO4) dipecah menjadi amonia dengan menambah NaOH dan dipanaskan. Gas amonia akan dihasilkan dan diteruskan pada kondensor air 3. Ammonium estimation: Karena konsentrasi amonia sebanding dengan kandungan nitrogen dalam sampel, penentuan amonia yang baik adalah penting.

Metode yang paling umum digunakan adalah titrasi.

Ilustrasi metode Kjeldahl dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Munoz-Huerta et al. 2013). Metode Kjeldahl memiliki beberapa kelemahan diantaranya metode ini hanya dapat mengukur kadar nitrogen dalam komponen organik (protein, asam amino, asam nukleat dan lain-lain) sehingga tidak dapat mengukur nitrogen dalam bentuk nitrat atau nitrit (Munoz-Huerta et al. 2013).

Gambar 2.3 Metode Kjeldahl (Munoz-Huerta et al. 2013).

(27)

Metode tissue analysis memiliki beberapa kelemahan diantaranya biaya dan waktu yang cukup besar (Zebart 2009). Oleh karena itu dapat dilakukan metode-metode lain yang lebih efisien diantaranya klorofil meter yang didasarkan pada hubungan nitrogen dengan nilai klorofil contohnya Soil Plant Analysis Development (SPAD) dan bagan daun, Penerapan citra satelit untuk estimasi kadar nitrogen, hingga estimasi kadar nitrogen berdasarkan kandungan ion yang ada pada zat tersebut seperti kadar ion yang ada pada getah tanaman.

2.3.2 Penentuan Nitrogen secara Kjedahl

Cara ini terutama penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan dasarnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap digestion atau pencernaan. Disini nitrogen diubah menjadi ion ammonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah bsa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3 tersebut dan setelah selesai, destilat dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam.

Selisih HCl yang ditambahkan dengan yang dititrasi merupakan jumlah yang diikat NH3 sehingga dapat dihitung berupa NH3 yang terdetilasi dan dengan demikian N didalam bahan dianalisa.

Reaksi-reaksi :

Protein + moksidator NH+ + CO2 + H2O + lain-lain (digestion) NH+ + OH- NH3 + H2O (destilasi)

NH3 + HClberlebih NH4Cl (penampungan) HClsisa + NaOH NaCl + H2O (titrasi) atau :

NH3 + HBO2 NH4BO2 (penampungan) NH4BO2 + HCl HBO2 + NH4Cl (titrasi) (W.Harjadi, 1993)

(28)

14

2.4 Bahan Organik

Bahan organik tanah mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah, sedangkan pengaruh relatif sangat besar dibanding dengan jumlahnya yang sedikit dalam tanah. Biasanya paling sedikit separuh dari kemampuan menukar kation dipengaruhinya dan bertanggung jawab pada kemantapan agregat tanah lebih besar dibandingkan dengan tiap faktor yang lain. Lagi pula bahan organik menyediakan senyawa energi dan senyawa pembentuk tubuh jasad mikro.

Sumber asli bahan organik tanah ialah jaringan tumbuhan. Kira-kira 75%

atau lebih, jaringan hijau tanaman tingkat tinggi adalah air. Bahan kering dibuat dari karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen dan unsur-unsur mineral.

Meskipun lebih dari 90% berat kering ialah karbon, oksigen dan hidrogen, tetapi unsur yang lain memegang peranan penting dalam kelangsungan tumbuhan.

Nitrogen, sulfur, kalium, fosfor, kalium dan kalsium dari sumber organik sangatlah penting. Sebagian besar nitrogen tanah asli menjadi bagian solum sebagai penyusun jaringan tumbuhan dan hewan.

Susunan umum yang mewakili jaringan tumbuhan sangat banyak dan bervariasi. Susunan umum yang mewakili jaringan tumbuhan yang masak dan kering diberikan sebagai berikut:

Sederhana 1 - 5 % Karbohidrat-karbohidrat Larut dalam air 10 - 28 %

Yang kasar 20 - 50 % Lemak-lemak, lilin-lilin, tanin, dan lain-lain 1 - 8 % Lignin 10 - 30 %

Gula dan pati

Protein-protein Hemiselulosa 1 - 15 % Selulosa

Senyawa dalam jaringan tumbuhan dapat digolongkan menurut mudahnya dekomposisi sebagai berikut :

(29)

1. Gula, pati dan protein sederhana ( cepat terurai ) 2. Protein kasar

3. Hemiselulosa

4. Selulosa sangat lambat 5.Lignin, lemak, lilin dan sebagainya terurai

Karbon merupakan penyusun umum dari semua bahan organik, karena senyawa dalam sisa tumbuhan dihancurkan, karbondioksida dilepaskan.

Disamping karbondioksida, karbonat dan bikarbonat, penyederhanaan bahan organik menghasilkan karbon yang lain (Soegiman, 1982).

2.5 Nisbah C/N

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik sehingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah.

Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70; daun-daunan > 50 (tergantung jenisnya); kayu yang telah tua dapat mencapai 400 (Yovita Hety Indriani, 2006).

Nisbah karbon dan nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung.

Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk membentuk protein. Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon. Bila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3 dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebih

(30)

16

(C/N>40) jumlah nitrogennya sangat terbatas sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme.

Proses dekomposisi menjadi terhambat karena kelebihan karbon pertamakali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2. Nisbah C/N yang cukup besar juga menunjukkan sebagai bahan bakar yang sukar terdekomposisi, sedangkan nisbah C/N rendah relatif menunjukkan persentase yang lebih besar daripada bahan yang mudah terdekomposisi (Sutanto, 2002).

Nisbah C/N bahan organik merupakan indikator ketersediaan hara yang dikandungnya, N-mineral hanya tersedia apabila nisbah ini sekitar 20:1 atau lebih kecil lagi, nisbah yang lebih besar menunjukkan bahwa N-mineral hanya cukup atau lebih rendah dibanding yang dimobilisasi oleh mikroorganisme dekomposer untuk perkembangan dan aktivitasnya. Fenomena inilah yang menyebabkan sering terjadinya defesiensi atau tidak efesiennya pemupukan N di lapangan apabila kita memberikan bahan organik bernisbah C/N tinggi. Nisbah C/N bahan organik yang ideal adalah yang mendekati nisbah C/N tanah subur yaitu 10:1 (Hanafiah, 2005).

2.6 Kompos

Kompos merupakan bahan yang terdiri dari material organik yang telah terdekomposisi menjadi unsur-unsur pembentuknya. Penggunaan kompos lebih menguntungkan daripada penggunakan pupuk kimia. Hal ini disebabkan pupuk kimia mempunyai efek samping yang merugikan, yaitu semakin menurunnya tingkat kesuburan tanah dan bahaya residu bahan kimia terhadap kesehatan manusia (Indrasti et al. 2005).

Kompos merupakan zat-zat hara yang dapat memulihkan kesuburan tanah.

Salah satu manfaat kompos dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang semula padatdapat menjadi gembur sehingga pengolahan lahan menjadi lebih mudah. Penyebab tanah yang menjadi gembur yaitu adanya senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium dan hifa yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah (Chaniago, 1987). Selain meningkatkan unsur hara, kompos juga membantu mencegah

(31)

kehilangan unsur hara yang cepat hilang ( N, P, K), yang mudah hilang oleh penguapan atau oleh perkolasi. Bahan organik dalam kompos dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang dan menyediakannya bagi tanaman (Marsono, 2001).

Tabel 2.1. Komponen unsur hara dalam kompos domestik

NO Komponen

Hara

Satuan Minimum Maksimum

1 Air % - 50

2 Temperatur ° Temperatur

air tanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Bau tanah

5 pH Unit 6.8 7.47

6 Bahan

Organik

% 27 58

7 Nitrogen % 0.04 -

8 Karbon % 9.8 32

9 P2O5 % 0.10 -

10 C/N 10 20

11 K2O % 0.20 -

Sumber : SNI 19-7030-2004 2.6.1 Pengomposan

Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek (Haug 1980). Proses pengomposan yang sempurna akan menghasilkan produk yang tidak

(32)

18

mengganggu baik selama penyimpanan maupun aplikasinya, seperti bau busuk, bakteri patogen.

Temperatur dan pH pada timbunan kompos akan meningkat dengan cepat pada minggu pertama. Tahap awal pengomposan temperatur akan meningkat hingga di atas 40 - 70°C. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang tahan pada temperatur tinggi. Mikroba-mikroba menggunakan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi CO2, uap air, humus, dan energi (panas). Sebagian dari energi yang dihasilkan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerak, sisanya dibebaskan menjadi energi.

Setelah sebagian besar bahan telah terurai, temperatur akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Selama proses pengomposan akanterjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan (Isroi 2008).

Terdapat tiga kelompok yang berperan selama pengomposan, yaitu bakteri, actinomycetes, dan kapang. Fungsi bakteri akan mengurai senyawa golongan protein, lipid, dan lemak pada kondisi termofilik serta menghasilkan energi panas. Actinomycetes dan kapang selama pengomposan berada pada kondisi mesofilik dan termofilik berfungsi untuk mengurai senyawa-senyawa organik yang kompleks dan selulosa dari bahan organik (Metcalf dan Eddy 1991).

Menurut Gaur (1983), reaksi kimia yang terjadi selama pengomposan seperti pada Gambar 2.4

Gula [CH2O)x] x CO2 + H2O + energi Protein [N-organik] NH4+ NH2- NO3- + energi Sulfur organik [S] + x O2 SO3- + energi

Fosfor organik H3PO4 Ca(H3PO4)2 Kaseluruhan reaksi :

Aktivitas mikroorganisme

Bahan organik CO2 + H2O + nutrisi + humus + energi Gambar 2.4 Reaksi kimia selama pengomposan

(33)

Persyaratan karakteristik bahan baku yang sesuai untuk proses pengomposan seperti pada Tabel 2

Tabel 2.2 Persyaratan karakteristik bahan baku kompos

Karakteristik Bahan Baik Ideal

C/N ratio 20/1 – 40/1 25/1 – 30/1

Kandungan air 40 – 65 % 50 -60 %

Konsentrasi oksigen > 5 % 5 %

Ukuran partikel (inci) 1/8 -1/2 Bervariasi

pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.5

Temperatur (°C) 43 – 65.5 54 – 60

Sumber : Rynk (1992)

2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain:

1. Nilai C/N

Kandungan karbon dan nitrogen dalam bahan baku akan mempengaruhi proses pengomposan. Hal ini disebabkan mikroba menggunakan C untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan N, P, dan K penting untuk protein, reproduksi, dan katalisator. Organisme membutuhkan kandungan C sebanyak 25 kali lebih dari pada N (Djaja, 2008).

Pada pengomposan dibutukan keseimbangan substrat antara karbon dan nitrogen. Selama pengomposan sebagian karbon akan berubah menjaadi CO2, oleh sebab itu di dalam sel kandungan karbon harus jauh lebih besar dari nitrogen.

Bahan yang mengandung nitrogen terlalu sedikit tidak akan mampu menghasilkan panas untuk membusukkan bahan dengan cepat.

Selama proses pengomposan sejumlah amonium terbentuk dari perombakan protein dan asam amino. Amonium yang terbentuk dapat mengalami tiga hal, yaitu digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembangbiak, sebagian hilang melalui penguapan dan sebagaian lagidiubah menjadi nitrat (Haug, 1980).

(34)

20

Pada pengomposan dengan nilai C/N yang tinggi akan memakan waktu yang lama, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar selulosa yang tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dan lainnya).

Menurunkan nilai C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan yang mengandung banyak senyawa nitrogen. Bila nilai C/N terlalu rendah maka perlu dinaikan dengan menambahkan bahan yang kaya karbon, seperti jerami, sekam, atau serbuk serbukkayu (Dalzell, 1987).

2. Ukuran Partikel dan Porositas

Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume pori-pori bahan.

Proses pengomposan akan semakin cepat bila bahan memiliki ukuran yang semakin kecil karena dapat memperluas permukaan bahan yang kontak langsung dengan mikroorganisme. Namun kelemahannya, ukuran partikel bahan yang sangat kecil dapat memperlambat proses pengomposan karena timbunan tidak terkena udara akibat pemampatan bahan.

Secara langsung ukuran partikel dapat mempengaruhi porositas dari timbunan kompos. Porositas merupakan ruang diantara partikel yang terbentuk di dalam timbunan kompos. Ruang antar partikel ini merupakan areal untuk sirkulasi air dan udara (Isroi, 2008).

3. Temperatur Pengomposan

Aktivitas mikroba akan meningkatkan temperatur timbunan kompos.

Terdapat hubungan antara peningkatan temperatur dengan konsumsi oksigen.

Temperatur yang tinggi akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga mempercepat proses pengomposan. Temperatur pengomposan yang optimum berkisar antara 30 - 60°C. Temperatur di atas 60°C dapat membunuh sebagian mikroba, patogen tanaman, dan benih gulma. Temperatur yang terlalu rendah mengakibatkan kondisi mikroorganisme dalam keadaan dorman yang menghambat proses pengomposan (Indriani, 1999).

Selama proses pengomposan ada tiga tahapan berbeda dalam kaitannya dengan suhu yang diamati, yaitu mesofilik, termofilik, dan tahap pendinginan.

(35)

Pada tahap awal mesofilik suhu proses akan naik dari suhu lingkungan ke 40°C dengan adanya kapang dan bakteri pembetuk asam. Suhu proses akan terus meningkat ke tahap termofilik antara 40-70°C, pada suhu ini proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. Tahap pendinginan ditandai dengan penurunan aktivitas mikroorganisme dan penggantian dari mikroorganisme termofilik dengan bakteri dan kapang mesoflik (Metcalf dan Eddy, 1991).

4. Aerasi

Kondisi lingkungan yang cukup oksigen dapat mempercepat proses aerasi pengomposan. Aerasi terjadi bila temperatur mengalami peningkatan yang menyebabkan udara hangat keluar dan masuknya udara dingin ke dalam timbunan pengomposan. Proses anaerob akan terjadi bila aerasi terhambat yang dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap dari hidrogen sulfida sehingga perlu dilakukan pembalikan untuk mencegah hal tersebut terjadi (Isroi, 2008).

Persyaratan konsentrasi optimum dari oksigen di dalam massa kompos antara 5- 15 persen volume. Peningkatan kandungan oksigen melewati 15 persen, misalnya akibat pengaliran udara yang terlalu cepat atau terlalu sering dibalik akan menurunkan temperatur dari sistem. Setidaknya diperlukan kandungan oksigen lebih dari 5 persen untuk menjaga kestabilan kondisi aerobik (Metcalf dan Eddy, 1991).

5. Kelembaban

Kelembaban optimum berkisar antara 40-60% memegang peranan yang sangat penting dalam suplai oksigen yang dapat mempengaruhi proses metabolisme mikroba. Kondisi lingkungan yang lembab kurang dari 40% dapat menyebabkan kehilangan panas sehingga aktivitas mikroba akan berkurang.

Sedangkan apabila kelembaban di atas 60% volume udara menjadi berkurang, akibatnya aktivitas mikroba menurun dan terjadi proses anaerobik yang menghasilkan bau (Isroi, 2008).

6. Kadar Air

Kadar air berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik. Kandungan air di bawah 30%, reaksi biologis

(36)

22

dalam pengomposan akan berjalan dengan lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi, ruang antara partikel menjadi penuh, sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan. Kandungan air optimum dari bahan kompos adalah 50-60%

(Dalzell et al. 1987). Selama proses pengomposan sebagian air akan teruapkan sehingga perlu dilakukan pengaturan dengan penyemprotan, misalnya bersamaan proses pembalikan kompos, untuk menjaga kondisi air yang optimum selama proses pengomposan (Ricahard, 1996).

7. Nilai pH Pengomposan

Nilai pH pengomposan optimum berkisar antara 6.5 sampai 7.5. Proses pelepasan asam selama pengomposan akan menurunkan pH, sedangkan proses pembentukan amonia dari bahan yang mengandung nitrogen akan meningkatkan nilai pH. Kompos yang sudah matang memiliki nilai pH yang mendekati netral (Isroi, 2008).

Pengontrolan pH agar tetap pada kondisi optimal perlu dilakukan karena keasaman yang terlalu rendah menyebabkan kenaikan konsumsi oksigen yang mengakibatkan hasil yang buruk terhadap lingkungan (Murbandono, 1983).

Pengontrolan pH dapat dilakukan dengan penambahan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen untuk menurunkan pH dan pemberian kapur dan abu dapur untuk menaikkan pH (Hadiwiyoto, 1983).

2.7 Mekanisme Pengomposan

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus atau kompos. Proses pengomposan dibedakan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas. Ada dua mekanisme proses pengomposan, yakni :

2.7.1 Pengomposan secara aerobik

Pengomposan secara aerobik adalah proses dekomposisi secara biologis pada bahan organik dengan kehadiran oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang berperan dengan ditandai terjadinya perubahan suhu. Pada suhu 35°C bakteri yang berperan adalah phsycrophilic, antara 35 – 55°C yang berperan adalah

(37)

bakteri mesofilik dan pada suhu diatas 85°C yang banyak berperan adalah bakteri termofilik (Setawan, 2005). Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik CO2 , H2O, humus, hara dan energi (panas) (Isroi, 2003)

Pada proses pengomposan ini, oksigen mutlak dibutuhkan. Proses perombakan bahan organik secara aerobik akan menghasilkan humus, karbondioksida, air dan energi. Secara keseluruhan, reaksinya akan berlangsung sebagai berikut :

Bahan organik Mikroba Aerob

CO2 + H2O + unsur hara + humus + energi

2.7.2 Pengomposan secara anaerobik

Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup. Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat (Simamora et al., 2006).

Reaksi yang terjadi pada proses pengomposan : 1. Reduksi Sulfat :

CH3CHOHCOOH + SO4-2 2 CH3COOH + H2S + 2OH- 4H2 + SO4-2 2 H2O + H2S + 2OH- Reduksi karbon organik secara anaerobik :

CH3COOH CH4 + CO2

4CH3OH 3CH4 + CO2 + 2H2O C6H12O6 bakteri 3CH3COOH

C6H12O6 kapang 2CH3CH2OH + 2CO2 Reduksi karbondioksida :

2CH3CH2OH + CO2 2CH3COOH + CH4 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O

H2 + 2CO2 2CH3COOH + 2H2O Reaksi oksidasi sempurna :

CH3COOH + 2O2 CO2 + 2H2O 2H2 + O2 CO2 + 2H2O CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O (M.Judoamidjojo et al, 1992)

(38)

24

Reaksi aminasi :

Protein proses enzimatik senyawa asam amino kompleks + O2 + amina R- NH2 + HO hidrolisa enzim R - OH + NH3 + energi

Reaksi amonifikasi :

2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ + CO3-2 Reksi Nitrifikasi :

NH4+ + O2 NO2- + H2O + H+ + Energi NO2- + O2 NO3- + Energi

(Mul Nulyani Sutedjo, 2002).

Gambar 2.5 Reaksi yang terjadi pada proses pengomposan secara anaerobik

2.7.3 Fermentasi (Respirasi Anaerob)

Untuk melangsungkan hidup, semua organisme memerlukan energi. Proses dimana energi dilepaskan dari bahan makanan seperti gula disebut dengan respirasi dan mungkin terdapat ada tidaknya oksigen. Yang paling umum menggunakan substrat adalah gula glukosa.

Respirasi aerobik dan anaerobik merupakan rantai dalam sel setiap individu yang mana tahap demi tahap dikendalikan oleh enzim. Enzim diproduksi dalam sel dan tiap-tiap enzim memiliki aturan dari reaksi-reaksi biasanya, sering juga meningkatkan kecepatan reaksi. Setelah reaksi berakhir enzim tidak berubah dan mampu untuk beraktivitas kembali.

Makanan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tersedia diluar sel dan sebelum digunakan harus melewati membran sel. Banyak senyawa yang dapat lewat dari membran tersebut; misalnya pati/tepung, sedangkan lemak dan selulosa tidak dapat lewat karena strukturnya masih kompleks. Dengam itu sel menggunakan senyawa kompleks tersebut dalam metabolismenya, enzim akan dikeluarkan dari membran sel dan memecahkan molekul yang besar menjadi molekul yang lebih kecil sehingga dapat lewat melewati membran sel.

Respirasi melibatkan pemecahan glukosa yang memiliki enam atom karbon oleh sebuah enzim yang mengontrol tahap ini menjadi dua molekul asam piruvat, sebuah semyawa dengan tiga atom karbon.

(39)

Perbedaan respirasi aerobik dan anaerobik antara lain, dalam repirasi aerobik asam piruvat dipecah menjadi karbondioksida dan air yang menghasilkan energi kimia yang besar untuk digunakan dalam sel. Dalam respirasi anaerobik jauh lebih sedikit langkah yang dilibatkan dan asam piruvat dipecah tidak sempurna, hasil akhirnya karbondioksida, alkohol, asam laktat atau asam-asam organik dengan energi yang lebih kecil.

Dibawah ini merupakan gambaran umum ringkasan respirasi.

Glukosa (6 C)

Penambahan phospat

Phospogliseradehida

Melepaskan phospat bentuk ATP

Asam piruvat (3 C)

Respirasi aerobik + Respirasi anaerobik oksigen (fermentasi)

Menghasilkan Menghasilkan energi besar energi kecil

CO2 + air asetaldehida + CO2

etil alkohol

asam laktat dan produk lain (Thelma J.Parry et al, 1983)

Gambar 2.6 Skema proses reaksi respirasi

(40)

26

2.8 Teknik Pengomposan anaerobik dengan EM4

Untuk mempercepat proses pengomposan umumnya dilakukan dengan kondisi aerobik karena tidak menimbulkan bau. Namun, proses mempercepat proses pengomposan dengan bantuan effective microorganism (EM4) berlangsung secara anaerobik (sebenarnya semi anaerobik karena masih sedikit udara). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses berlangsung dengan baik (Indriani, 2006).

EM4 (effective microorganism 4) berupa larutan cair berwarna kuning kecoklatan, ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus Jepang. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (pH) kurang dari 3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0 maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi.

Mikroorganisme efektif atau EM adalah suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintesis, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta kualitas tanah. Pada gilirannya juga akan memperbaiki pertumbuhan serta jumlah mutu hasil tanaman (Yuwono, 2005).

Effective microorganism (EM4) turunan bisa digunakan seperti penggunaan EM4 murni. Namun, EM4 generasi baru hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tiga hari. Lebih dari tiga hari, aktivitas mikroorganisme di dalamnya akan menurun (Djuarnani et al, 2005).

Kompos yang dibuat menggunakan EM disebut juga bokashi. Kata bokashi berasal dari bahasa jepang yang artinya kira-kira bahan-bahan organik yang sudah diuraikan (difermentasikan). Pembuatan bokashi harus dilakukan ditempat yang terlindung dari sinar matahari dan terpaan air hujan (Agromedia, 2008).

Keunggulan dengan bantuan EM4, bokashi yang diperoleh sudah dapat digunakan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu setelah proses 4-7 hari. Selain itu, bokashi hasil pengomposan tidak panas, tidak berbau busuk, tidak

(41)

mengundang hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan atau produksi tanaman (Indriani, 2006).

Beberapa ciri bokashi yang baik adalah memiliki bau yang sedap dan berwarna keputihan karena dilapisi jamur. Jika sebelum dipakai akan disimpan, bokashi sebaiknya disebarkan diatas lantai semen yang berada dalam ruangan yang teduh dan diangin-anginkan hingga kering (Djuarnani et al, 2006).

2.8.1 Pembuatan Starter EM4

Mikroorganisme di dalam larutan EM4 asli berada dalam keadaan tidur (dorman) sehingga perlu dibangunkan (diaktifkan) terlebih dahulu dengan cara memberikan air dan makanan.

Campurkan 1 cc EM4 dengan 1 Liter air (1.000 cc) dan 1 gram gula (larutan 0,1% starter EM4). Aduklah campuran ini lalu didiamkan selama 2-24 jam untuk memperoleh starter EM4 (Yuwono, 2006).

Jika tidak ada molasses dapat diganti dengan gula merah yang telah diencerkan. Larutan molasses dan EM4 dimasukkan kedalam campuran bahan, kemudian diaduk hingga merata.

2.8.2 Kadar Air

Kadar air campuran bahan sebaiknya 30-40%. Menentukan kadar air bias dilakukan dengan cara mengambil segenggam campuran bahan, kemudian meremasnya. Campuran bahan dikatakan memiliki kadar air 30-40% jika bahan tetap menggumpal setelah dilepaskan dari genggaman, tetapi akan retak atau pecah jika disentuh dengan jari (Djuarnani et al, 2006).

2.9 Penentuan Kadar C-Organik

Material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah, baik yang telah maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat kolodial. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Terjadi reaksi ini karena adanya energi yang

(42)

28

dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr5+

direduksi oleh C-Organik menjadi warna hijau dari Cr3+ (Suin, 2002).

(43)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan September 2019. Proses Pengambilan sampel yang berupa daun segar yaitu Eucalyptus Citriodora yang diambil langsung dari Kawasan PT. Toba Pulp Lestari yang berlokasi di Jl.

Indorayon Kecamatan Dolok Nauli, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Indentifikasi Daun Eucalyptus Citriodora di Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA) FMIPA – USU. Analisa penentuan kadar karbon organik dan destilasi minyak dari daun Eucalyptus Citriodora dilakukan dengan alat destilasi Stahll di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA - USU. Analisa penentuan kadar nitrogen dilakukan di Laboratorium Biokimia dan penentuan karbon organikdilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA – USU.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Nama Alat Merk

Batang pengaduk

Termometer 100°C

Kawat kasa 2 mm

Kardus

Plastik Sampah Hitam Gunting

Lakban Coklat

Spidol Permanen Snowman

Labu kjedahl 500 ml Pyrex

Beakerglass Pyrex

Labu alas 1000 ml Pyrex

Erlenmeyer 250 ml Pyrex

(44)

29

Spatula

Gelas ukur 20 ml Pyrex

Neraca Analitik Radwang

Pipet tetes Alat destilasi

Buret 25 ml Pyrex

Statif dan klem Batu didih Plastik Karet

Botol aquadest 50 ml

Elektromantel

Beaker glass 200 ml Pyrex

Cawan Porselin Oven

Alu dan lumpang

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Nama Bahan

Daun segar Eucalyptus Cittriodora

Daun limbah destilasi minyak atsiri Eucalyptus Cittriodora EM4

Tanah hitam Air bersih H2SO4(p) H3PO4(p) NaOH(aq) 30%

H3BO3 (aq) 3%

Selenium (s)

Indikator tashiro (aq) Indikator Phenolftalein (aq)

(45)

HCl (Aq) 0,1 N Akuadest (l)

K2Cr2O7(l) 1 N Difenilamin(l) FeSO4(l) 1 N

3.3 Penyediaan Sampel Eucalyptus Citriodora 3.3.1 Pengambilan

Daun Eucalyptus Citriodora diperoleh dari Pekerja di Kawasan PT. Toba Pulp Lestari yang berada tepatnya di Jl. Indorayon Kecamatan Dolok Nauli, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Daun Eucalyptus Citriodora yang dipilih adalah bagian daun segar berserta batang rantingya sepanjang 5-10 cm dari pucuk tanaman. Pengambilan daun Eucalyptus Citriodora dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 7-9 pagi.

3.3.2 Perajangan

Daun Eucalyptus Citriodora segar yang diperoleh, langsung dipisahkan dari batang nya. Kemudian daun Eucalyptus Citriodora dirajang dengan menggunakan cutter dan gunting sehingga menghasilkan bahan cacahan dengan panjang ±0.5- 1.0 cm.

3.3.3 Destilasi daun Eucalyptus Citriodora dengan alat Stahl

Sebanyak 150 gram daun Eucalyptus Citriodora yang telah dirajang kecil-kecil dan dimasukkan kedalam labu alas 2000 mL ditambahkan aquadest secukupnya, dihubungkan dengan alat penyuling Stahl, dan dididihkan selama ± 5-6 jam pada suhu ±100°C hingga menghasilkan minyak dan destilasi diakhiri pada saat destilat yang keluar jernih. Minyak atsiri dari hasil destilasi daun Eucalyptus Citriodora yang diperoleh ditampung pada gelas erlenmeyer, dan daun Eucalyptus Citriodora diambil sebagai limbah daun sisa pengolahan minyak atsiri.

3.4 Identifikasi sampel

(46)

31

Identifikasi tumbuhan Eucalyptus Citriodora telah dilakukan di Laboratorium HERBARIUM MEDANENSE (MEDA) di Departemen Biologi, Universitas Sumatera Utara. Sampel berupa: daun Eucalyptus Citriodora segar dalam satu ranting pajang antara 10 – 15 cm dari pucuk.

3.5 Pembuatan Kompos

Kawat kasa yang berukuran 2 mm diletakkan melingar disekeliling kardus yang berukuran 40 cm x 60 cm x 40 cm, lalu disusun secara rapat dan padat bantalan sabut kelapa sebagai lapisan pertama. Diatas bantalan sabut kelapa ditambahkan tanah hitam sebagai lapisan kedua secara merata sehingga menutupi bantalan sabut kelapa. Pada lapisan ketiga, ditambahkan daun Eucalyptus Citriodora yang sudah dicacah dengan ukuran cacahan ± 0,5-1,0 cm diatas lapisan tanah hitam secara merata hingga menutupi lapisan tanah hitam. Lapisan kompos yang telah selesai disusun, kemudian diaduk dengan gerakan pengadukan dimulai dari lapisan bawah ke lapisan atas hingga merata dan ditambahkan EM4 200 ml dan air bersih 200 ml atau dengan perbandingan EM4 dan air bersih 1:1 pada saat pengadukan dilakukan. Pengadukan dilakukan hingga kadar air campuran 30- 40%, yang dilakukan dengan cara mengambil segenggam campuran bahan kemudian meremasnya. Campuran bahan dikatakan memiliki kadar air 30-40%

jika bahan tetap menggumpal setelah dilepaskan dari genggaman, lalu ditutup rapat kardus yang berukuran 40 cm x 60 cm x 40 cm dengan lakban coklat.

Kardus yang sudah dilakban kemudian dibungkus dengan karung plastik hitam.

Kardus yang sudah dibungkus dan berisi adonan kompos, diletakkan ditempat yang tidak terkena hujan dan terik matahari. Dilakukan pengamatan setiap 1 kali seminggu selama kurun waktu 5 minggu dengan cara dibuka kardus yang sudah dibungkus dan dilakukan pengadukan yang sama hingga seluruh daun Eucalyptus Citriodora berubah warna menjadi hitam dan hancur hingga terbentuk kompos.

3.6 Pengujian Kadar Air

Cawan porselin kosong ditimbang dengan menggunakan neraca analitik untuk mendapatkan massa cawan mula-mula. Cawan porselin yang telah diketahui massa awalnya, diisi dengan 5 gram kompos daun Eucalyptus Citriodora.

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Eukaliptus di Kawasan Toba Pulp Lestari Tbk.
Gambar 2.2 Metode estimasi kadar Nitrogen (Munoz-Huerta et al. 2013)
Ilustrasi metode Kjeldahl dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Munoz-Huerta et  al. 2013). Metode Kjeldahl memiliki beberapa kelemahan diantaranya metode ini  hanya  dapat  mengukur  kadar  nitrogen  dalam  komponen  organik  (protein,  asam  amino, asam nukleat
Gambar 2.6 Skema proses reaksi respirasi

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang telah diakomodir ketentuan MoU Helsinki seperti Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk

KEPALA KANTOR PENGHUBUNG..

Judul penelitian : PENERAPAN METODE PERSUASI DALAM KOMUNIKASI PENYULUHAN PERTANIAN (KASUS PENGGUNAAN BIBIT PADI UNGGUL DI DESA WEDOROKLURAK KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJ

Sesuai dengan perumusan masalah dan hipotesis maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada

Kami panitia pembangunan mengucapkan terima kasih kepada seluruh jemaat yang sudah turut berperan dan berpartisipasi dalam mendukung terlaksananya pembangunan

dan solusi penerapan metode STAD dalam peningkatan keterampilan menyelesaikan soal cerita tentang pecahan pada kelas IV SDN 3 Jatirejo yaitu (a) Guru masih

Adapun langkah-langkah strategis yang menjadi perhatian dalam kerangka mendukung operasionalisasi dan mekanisme kegiatan penanganan ancaman yang

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota