• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah OLEH: MAHYUDIN NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah OLEH: MAHYUDIN NIM."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi kasus di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah

OLEH:

MAHYUDIN NIM. 14 201 030

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI‟AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Mahyudin. NIM 14 201 030. Judul Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata Cara Kekah dengan Seekor Ayam (Studi Kasus di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok)”. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Pokok permasalahan dalam SKRIPSI ini adalah tinjauan hukum Islam terhadap tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana tata cara kekah dengan seekor ayam, dan untuk menganalisis tinjauan hukum Islam terhadap tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian lapangan (field research), untuk mendapatkan data-data dari permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui observasi dan wawancara. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif kualitatif, kemudian diuraikan serta melakukan klasifikasi terhadap aspek masalah tertentu dan memaparkan melalui kalimat yang efektif.

Dari penelitian yang penulis lakukan di lapangan dapat disimpulkan bahwa Tata cara kekah dengan seekor ayam dilaksanakan pada waktu anak masih kecil dan ketika telah dewasa yang disesuaikan dengan kemampuan dan kesepakatan keluarga saja. Hewan yang digunakan adalah seekor ayam bagi masing-masing anak, ayam yang dimaksud adalah ayam kampung yang jantan, besar dan bertaji yang biasa disebut dengan ayam gadang. Adapun Tujuan dari kekah adalah untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW dan untuk menebus hutang orang tua terhadap anak. Kemudin proses dari kekah dimulai dari penentuan Jenis hewan yang digunakan yaitu seekor ayam, Selanjutnya membasuh kepala dan kaki ayam, kemudian disembelih oleh urang siak, dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk memasaknya, ditambahkan juga dengan sambal yang lain dan disiapkan untuk menunggu undangan yang akan datang. Setelah undangan datang masakan tersebut dihidangkan untuk makan bersama. Setelah itu do‟a kekah jika anak yang kekah itu telah dewasa, sebaliknya apabila anak masih kecil dilanjutkan dengan upacara turun mandi, pemotongan rambut, pemberian nama dan terakhir do‟a kekah. Selanjutnya, pihak keluarga mengantarkan sepotong paha ayam yang telah dimasak kerumah urang siak, dilengkapi juga dengan nasi sacambuang (secawan), makanan ringan lainnya, dan uang untuk sedekah sebagai tanda kekah.

Kemudian tinjauan hukum Islam terhadap tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Nagari Kampung Batu Dalam termasuk kepada Kebiasaan yang dianggap sah (al-„urf al-sahih ) dengan ketentuan penyembelihan ayam tersebut tidak lagi dinamakan dengan acara kekah melainkan acara syukuran atas kelahiran anak yang tidak bertentangan dengan nash (Ayat atau Hadits) dengan tujuan semata beribadah karena Allah SWT dan menjalankan sunnah Rasulullah SAW.

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL...vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 10

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 11

F. Defenisi Operasional ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Ruang Lingkup Akikah ... 13

1. Pengertian Akikah ... 13

2. Dasar Hukum Akikah ... 14

3. Hukum Akikah ... 18

4. Syarat-syarat dan Tata Cara Akikah ... 20

5. Waktu Akikah ... 22

6. Jenis dan Jumlah Hewan Akikah ... 24

7. Tujuan dan Hikmah Akikah ... 25

B. „Urf ... 28

1. Pngertian „Urf ... 28

2. Macam-macam „Urf ... 29

3. Kaidah-kaidah yang berlaku bagi „Urf ... 31

4. Syarat-syarat „Urf untuk dapat dijadikan landasan hukum ... 37

(7)

5. Penelitian Relevan ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitan ... 40

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 40

C. Instrumen Penelitian ... 41

D. Sumber Data... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 43

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

A. Gambaran umum Nagari Kampung Batu Dalam ... 45

B. Tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam C. Barat Nagari Kampung Batu Dalam ... 50

D. Tinjauan hukum Islam terhadap tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Nagari Kampung Batu Dalam ... 67

BAB IVPENUTUP ... A. Kesimpulan………... ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah data anak yang kekah dengan seekor Ayam

tahun 2016 sampai tahun 2019 ... 7 Tabel 1.2. Waktu Penelitian... 40 Tabel 2.1. Jumlah dan luas Daerah Nagari Kampung Batu Dalam Menurut Jorong Tahun 2019 ... 46 Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Per Jorong Nagari Kampung Batu

Dalam Tahun 2019 ... 47 Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Nagari

Nagari Kampung Batu Dalam Tahun 2019 ... 48

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama universal yang mengatur senua sistem kehidupan manusia secara total, baik hubungan manusia dengan Allah (hablu min Allah) maupun hubungan manusia dengan sesamanya (hablu min al-nas). Di antara aturan-aturan yang diturunkan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dengan Allah adalah berupa perintah melaksanakan ibadah, seperti perintah melaksanakan shalat, zakat, haji, kurban dan akikah. Sedangkan aturan-aturan yang diturunkan Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan sesamanya seperti aturan- aturan bermuamalah, munakahat, jinayah dan sebagainya.

Sesungguhnya Allah SWT memberikan hukum atau aturan untuk manusia, dari sejak mereka lahir berada di dunia yang fana‟ ini sampai pada masa mereka berada di tempat yang kekal nantinya di akhirat kelak.

Seorang muslim ketika keluar dari kandungan ibunya, terkena hukum- hukum Allah SWT yang dibebankan kepada orang tuanya, sehingga mereka sampai masa taklif yaitu masa dimana seseorang menerima dan terkenai hukum-hukum yang berlaku didalam Islam

Dalam konteks ini, ibadah ada dua macam yaitu:

1. Ibadah Khashash adalah ibadah yang ketentuan dan cara pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh nash, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, kurban, akikah dan lain sebagainya. Adapun kaidah yang berhubungan dengan ibadah khashash yaitu:

عاَبْ تِلإاَو فْي ِقْوَ تلا ِةَداَبِعلا ِفِ ُلْص َلأا

Hukum asal dari ibadah adalah mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan syari‟ah (A. Djazuli, 2006: 114)

2. ibadah „Ammah yaitu semua perbuatan yang baik dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata ikhlas karena Allah SWT, seperti: makan,

(10)

minum, bekerja, amar ma‟ruf nahi munkar, berlaku adil, berbuat baik kepada orang lain dan sebagainya (Zainudin & Ritonga, 1997: 3)

Berdasarkan pembagian ibadah di atas, kekah termasuk kedalam ibadah Khashash. Dalam hal ini, akikah adalah hewan yang disembelih karena adanya bayi yang baru lahir atau nama bagi rambut yang tumbuh pada kepala anak yang dibawa sejak keluar dari perut ibunya (Muhamamad abu bakar,1995:101).

Berakikah ini adalah salah satu pendidikan untuk anak yaitu suatu pendidikan untuk mengajarkan anak bersodaqah dan berakikah itu salah satu dari sunnah Nabi SAW. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:

“Sesungguhnya Nabi SAW beraqiqah karena hasan dan husain”(H.R. An nasai)

Dalam literatur fikih Hanafiy tidak dibahas tentang hukum dan ketentuan akikah, yang dibahas adalah hukum dan ketentuan-ketentuan mengenai kurban. Dalam berbagai mazhab seperti mazhab Hanafiah, Syafi‟iyyah dan Hanabilah ketentuan-ketentuan tentang akikah sebagian besar sama dengan yang berlaku dalam pelaksanaan ibadah kurban, termasuk hewan-hewan yang dapat digunakan sebagai ibadah akikah sama dengan hewan-hewan yang digunakan dalam ibadah kurban.

Adapun waktu pelaksanaan akikah sebagaimana dalam kitab al- Masail, Imam Abu Daud berkata bahwa ia mendengar Abu Abdillah berkata “akikah disembelih pada hari ketujuh”

Shalih Bin Ahmad berkata, kata ayahku, “akikah itu disembelih pada hari ketujuh. Jika tidak dilakukan pada saat itu maka dilakukan pada hari ke empat belas. Jika tidak dilakukan pada saat itu juga maka dilakukan pada hari ke dua puluh satu”.

Imam Al-Maimuni berkata bahwa ia pernah bertannya kepada Abu Abdillah, “kapankah seorang anak diakikahi? Beliau menjawab, “adapun Aisyah mengatakan, pada tujuh hari, empat belas hari, dua puluh satu hari”.

(11)

Begitu pula, Abdullah bin Wahab berkata, Muhammad bin „Amar telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari Yahya bin Sa‟id, dari

„Amrah binti Abdur-Rahman, dari „Aisyah radhiyallahu „anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW mengakikahi Hasan dan Husain pada hari ketujuh, (pada hari itu) beliau memberi nama keduanya, dan menyuruh agar dihilangkan kotoran dari kepala mereka. (Qayyim, 2007:85-86).

Adapun hewan yang akan disembelih dan dianjurkan diwaktu akikah adalah kambing, tidak boleh diganti dengan unta atau sapi. sedangkan syarat akikah adalah ada anak yang akan diakikahkan dan ada hewan yang akan disembelih diwaktu akikah. Anak yang akan diakikahkan adalah anak laki-laki dan anak perempuan yang masih kecil, yaitu anak yang berumur tujuh hari, empat belas hari dan dua puluh satu hari dari kelahirannya. (Al- Izazi & Yusuf Adil, 1428:173).

Sedangkan menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafiah, Syafi‟iyyah dan Hanabilah, unta lebih baik dari pada sapi, dan sapi lebih baik dari pada kambing. Mereka menqiyaskan bahwa akikah itu adalah ibadah, maka yang baik adalah yang tertinggi nilainya, sama dengan halnya dengan kurban (Rusyd, 1989:353)

Oleh karena itu hewan akikah dari segi jenis dan syaratnya adalah sama dengan jenis dan syarat untuk hewan kurban, maka para ulama dalam berbagai mazhab mengatakan hewan yang dapat dijadikan akikah adalah unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing (termasuk biri-biri).

Apabila yang dilahirkan itu anak laki-laki maka dianjurkan menyembelih dua ekor kambing sedangkan anak perempuan di anjurkan satu ekor kambing.

Syarat-syarat hewan untuk aqiqah itu sama dengan syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:

a. Tidak cacat b. Tidak berpenyakit

c. Cukup umur, yaitu berumur satu tahun keatas

d. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.

(12)

Akikah adalah sarana seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karenanya, hewan akikah harus sehat, tidak cacat, gemuk dan baik. Sebab, Allah itu baik dan tidak menerima selain yang baik. Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:172)































“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik- baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”

Dari penjabaran diatas dapat di ambil kesimpulan yaitu hewan akikah harus sehat dan tidak cacat. Cacat disini adalah cacat fisik yang menyebabkan hewan tersebut tidak layak untuk dijadikan hewan akikah

Jumlah hewan untuk akikah didasarkan pada riwayat yang disampaikan oleh kakek Syu‟bah r.a.

ٍفَلَخ ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّد َح ِنْب َناَمْثُع ُنْب ِوَّللا ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ ِلَّضَفُمْلا ُنْب ُرْشِب اَنَ ثَّدَح ُّيِرْصَبْلا

ْنَع اَىوُلَأَسَف ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ِتْنِب َةَصْفَح ىَلَع اوُلَخَد ْمُهَّ نَأ َكَىاَم ِنْب َفُسوُي ْنَع ٍمْيَ ثُخ َةَشِئاَع َّنَأ ْمُهْ تَرَ بْخَأَف ِةَقيِقَعْلا ِم َلَُغْلا ْنَع ْمُىَرَمَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ اَهْ تَرَ بْخَأ

َأَو َةَرَُسََو َةَدْيَرُ بَو ٍزْرُك ِّمُأَو ٍّيِلَع ْنَع باَبْلا ِفَِو َلاَق ٌةاَش ِةَيِراَْلْا ْنَعَو ِناَتَئِفاَكُم ِناَتاَش َةَرْ يَرُى ِبِي

ْب ِوَّللا ِدْبَعَو َةَشِئاَع ُثيِدَح ىَسيِع وُبَأ َلاَق ٍساَّبَع ِنْباَو ٍرِماَع ِنْب َناَمْلَسَو ٍسَنَأَو وٍرْمَع ِن

ِقيِّدِّصلا ٍرْكَب ِبِيَأ ِنْب ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ُتْنِب َيِى ُةَصْفَحَو ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Khalaf Al Bashri berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ibnul Mufadhdhal berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Utsman bin Khutsaim dari Yusuf bin Mahak Bahwasanya mereka pernah masuk menemui Hafshah binti 'Abdurrahman, mereka bertanya kepadanya tentang hukum akikah. Lalu Hafshah mengabarkan bahwa 'Aisyah pernah memberitahunya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan." Ia berkata, "Dalam bab ini ada hadits serupa dari Ali dan ummu Kurz, Buraidah, Samurah, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru, Anas, Salman bin Amir dan Ibnu Abbas."

Abu Isa berkata, "Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih, sementara

(13)

maksud Hafshah dalam hadits tersebut adalah (Hafshah) binti 'Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq."(H.R. Tirmidzi)

Hadits diatas menjelaskan bahwa Rasulullah saw memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.

Ulama mazhab juga sepakat bahwa akikah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing, mereka pun sepakat pula bahwa jika dalam keadaan ketiadaan biaya untuk membeli dua ekor kambing untuk akikah anak laki-laki maka cukup dengan satu ekor kambing saja.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa apabila ada bayi yang lahir maka dilaksanakan akikah untuknya, yang mana jenis hewan yang dapat di jadikan akikah adalah unta, sapi (termasuk kerbau) dan kambing (termasuk biri-biri). Apabila yang lahir itu anak laki-laki maka dianjurkan menyembelih dua ekor kambing sedangkan anak perempuan di anjurkan satu ekor kambing. Apabila ketiadaan biaya dibolehkan satu (1) ekor kambing saja masing-masingnya.

Adapun penyaluran daging akikah adalah dengan dimasak terlebih dahulu dan dibagikan atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga, dan saudara. (Ash-Shidiqy Hasby,2014:38)

Menurut Imam Khallal berkata, ”Abdullah bin Ahmad, telah mengabarkan kepada kami bahwa ayahnya berkata, “daging akikah itu boleh dimakan dan sebagian lainnya di hadiahkan”. Ini juga sama apa yang disampaikan Ismah bin Isham, dia telah memberitahukan kepada kami seperti yang disampaikan Imam Hambal, dia berkata, “saya mendengar Abu Abdillah ditanya tentang akikah: apa yang harus dilakukan dengannya? “beliau menjawab, “terserah apapun yang kamu mau,” dia mengatakan pula bahwa Ibnu Sirin pun berkata, “lakukanlah yang kamu kehendaki” seseorang bertanya kepadanya, “apakah pemiliknya boleh memakannya? “dia menjawab, “ya, tetapi jangan

(14)

semuanya dimakan. Dia boleh makan dan memberi makan”. (Qayyim, 2007:118-119).

Berdasarkan survei awal di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok, penulis menemukan bahwa ibadah Akikah dilaksanakan oleh orang tua terhadap anaknya yang lahir diwaktu yang sesuai dengan kemauan dan kemampuan serta kesepakatan keluarga saja seperti dilaksanakan pada hari ke 15 dari kelahiran anak, hari ke 21 hari ke 30 dan ada juga yang sudah dewasa yaitu pada usia ke 19 tahun dan ke 24 tahun. Bagi anak yang akikahnya ketika kecil yang berusia 15 hari 21 hari dan 30 hari tersebut, Pada hari itu dibawa turun mandi oleh orang tua dan keluarganya dari pihak orangtua yang laki-laki atau dalam istilahnya Induak Bako dan juga masyarakat yang hadir dalam acara tersebut. Dan pada hari itu pula anak diberi nama, dipotong rambutnya, dan ditindik telinganya bagi yang perempuan.

Sedangkan hewan yang dijadikan akikah untuk anak laki-laki dan anak perempuan oleh sebagian masyarakat di Jorong Kampung Dalam Barat adalah seekor ayam saja bagi masing-masingnya. Ayam yang dimaksud disini adalah seekor ayam kampung yang jantan, besar, bertaji, dan lincah, yang diistilahkan di dalam masyarakat Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam dengan sebutan ayam gadang.

kekah dengan ayam gadang tersebut dihadiri oleh pihak kelurga dari pihak ayah yaitu induak bako dari anak yang akan di kekah dan juga dihadiri oleh tetangga atau masyarakat sekitar dengan cara mengundang dan memberitahukan kepada mereka kapan acara akikah itu akan dilaksanakan, biasanya 2 hari dan selambat-lambatnya 1 hari sebelum acara kekah sudah diberitahukan kepada orang-orang tersebut dengan harapan agar hadir dalam acara itu.

(15)

Berikut ini penulis uraikan dalam bentuk tabel jumlah data anak yang kekah dengan seekor ayam

Tabel 1.1. Jumlah data anak yang kekah dengan seekor Ayam tahun 2016 sampai tahun 2019

No Nama orang tua

Nama anak

L/P Hewan Akikah

Jumlah Waktu akikah

1 MN HD L Ayam 1 ekor 25 hari 2016

2 LU AB P Ayam 1 ekor 30 hari 2016

3 MR AN P Ayam 1 ekor 30 hari 2016

4 LS AD L Ayam 1 ekor 40 hari 2016

5 EV PN L Ayam 1 ekor 40 hari 2016

6 NR BE L Ayam 1 ekor 60 hari 2016

7 DS AL L Ayam 1 ekor 21 hari 2017

8 SY PN L Ayam 1 ekor 19 tahun 2017

MD L Ayam 1 ekor 24 tahun 2018

9 RY YN P Ayam 1 ekor 15 hari 2019

Sumber : Wawancara dengan para orang tua yang mengakikahkan anak

Data di atas terlihat bahwa ibadah kekah dilakukan dengan seekor ayam bagi masing-masing anak baik anak itu laki-laki maupun perempuan pada waktu yang beragam, diantaranya: ada yang hitungan hari, hitungan bulan dan bahkan ada juga yang hitungan tahun.

Kecenderungan masyarakat melaksanakan kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Nagari Kampung Batu Dalam karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah turun temurun dari orang tua terdahulu, sehingga tetap berlaku sampai sekarang. Kekah tersebut dilakukan pada waktu usia anak masih kecil dan ada juga ketika telah dewasa, sesuai dengan kesanggupan dan kesepakatan pihak keluarga saja kapan anak tersebut akan dikekahkan.

(16)

Berdasarkan keterangan Dari bapak malin ambo yang merupakan seorang tokoh agama (urang siak) di Jorong Kampung Dalam Barat, beliau megatakan bahwa ada masyarakat yang melaksanakan kekah dengan seekor ayam bagi masing-masing anaknya yang laki-laki maupun anak perempuan, pada usia masih kecil dan juga ada yang ketika telah dewasa.

Hewan yang digunkan dalam kekah tersebut adalah seeekor ayam bagi masing-masing anak. Tujuannya adalah untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW, untuk menebus hutang kedua orang tua terhadap anak, dan untuk menjalankan kebiasaan yang telah terjadi sejak orang-orang terdahulu. (wawancara denga bapak Malin Ambo, Rabu 10 Juli 2019 jam 08:00 WIB )

Kemudian keterangan dari bapak SY yang merupakan salah satu orang tua yang mengekahkan 2 (dua) orang anak yang laki-laki ketika anaknya telah dewasa, yang berumur 19 tahun dari kelahiran tepat ditahun 2017 dan umur 24 tahun sejak kelahiran ditahun 2018. Kedua anak tersebut beliau kekahkan dengan seekor ayam bagi masing-masingnya.

Ayam yang beliau maksud adalah seekor ayam kampung yang jantan, besar dan telah bertaji.

Tujuan kekah menurut beliau adalah bahwa kekah merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan, merupakan hutang orang tua kepada anak yang harus dibayar, merupakan suatu kebaikan dan menghindari perkataan atau pandangan buruk dari orang lain terhadap anak tersebut.

Proses dari kekah yang beliau lakukan adalah mempersiapkan seekor ayam gadang untuk kekah, kemudian menentukan hari untuk pelaksanaan.

Setelah hari ditentukan, 1 hari sebelum itu beliau memberitahukan orang- orang untuk hadir dalam pelaksanaan kekah, orang-orang yang beliau beritahukan adalah niniak mamak 3 suku, induak bako anak, dan tetangga- tetangga sekitar. Setelah itu beliau juga memberitahukan kepada 1 orang yang akan menyembelih ayam sekaligus untuk memimpin do‟a akikah nantinya ketika hari kekah itu dilaksanakan.

(17)

Ketika hari kekah telah tiba, pagi harinya orang yang akan menyembelih ayam itu akan datang dan melangsungkan penyembelihan ayam tersbut, namun sebelum disembelih ayam tersebut di wudhu‟kan terlebih dahulu yaitu dengan membasahi kepala ayam dengan air, membasuh sayapnya dan membasahi kakinya, setelah itu ayam tersebut disembelih dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk dipotong-potong menjadi beberapa bagian, bagian paha keduanya dipotong utuh menjadi satu potongan masing-masingnya, sedangkan bagian tubuh yang lain dipotong layaknya potongan memasak sambal biasa yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Kemudian ayam tersebut dimasak, dilengkapi juga dengan sambal-sambal yang lain, Kemudian disiapkan untuk menunggu undangan yang akan datang, dan disediakan sepotong bagian paha ayam untuk orang yang akan memimpin do‟a yang nanti akan diantarkan kerumahnya. Setelah undangan datang masakan tersebut dihidangkan untuk dimakan bersama dan selanjutnya ditutup dengan do,a kekah.

Adapun yang diantarkan kerumah orang yang memimpin do‟a kekah tersebut adalah Nasi dilengkapi dengan sepotong paha ayam dan sambal yang lainnya, uang dalam amplop Rp 100.000,0 sebagai sedekah atas akikah anak. (bapak SY, wawancara kamis 11 Juli 2019).

Kemudian keterangan Bapak DS, beliau mengatakan bahwa beliau telah mengakikahkan anak beliau yang laki-laki dengan seekor ayam pada sa,at anak beliau berusia 21 hari. (wawancara dengan bapak DS pada hari Sabtu tanggal 13 juli 2019 jam 09:00 Wib ).

Begitu juga dengan keterangan ibuk MR, beliau mengatakan bahwa beliau mengakikahkan anak dengan seekor ayam (wawancara dengan ibuk MR pada hari Sabtu tanggal 13 juli 2019 jam 11:00 Wib )

Dengan adanya fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk proposal skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata Cara Kekah dengan Seekor Ayam (Studi Kasus

(18)

di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok).

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, penulis menfokuskan penelitian ini kepada Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tatacara Kekah dengan Seekor Ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tata cara Kekah dengan Seekor Ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata cara Kekah dengan Seekor Ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan proposal ini ada beberapa hal yang hendak dicapai penulis, adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana tata cara kekah dengan Seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

(19)

E. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ada dua bentuk yaitu : a. Secara Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, memperluas wawasan, dan menjadi wacana intelektual bagi masyarakat, akademis, dan penulis sendiri khususnya dalam pembahasan mengenai kekah dengan seekor Ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan terhadap permasalahan akikah yang terjadi di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok

2. Luaran Penelitian

Agar hasil dari penelitian ini dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah, diseminarkan pada forum seminar dan diproyeksikan untuk memperoleh hak atas kekayaan intelektual (HAKI).

F. Defenisi Operasional

Agar mempermudah dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan maksud dari istilah pada judul yang penulis angkat sebagai sebuah penelitian antara lain:

Tinjauan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb). Yang penulis maksud disini adalah pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan akikah dengan seekor ayam

Hukum Islam merupakan seperangkat aturan yang didasarkan pada wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua orang yang beragama

(20)

Islam (Syarifuddin, 2009 : 6). Yang penulis maksud disini adalah hukum- hukum yang terdapat dalam fiqih yang berkaitan dengan akikah.

Tata cara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdiri dari 2 kata yaitu: Tata biasanya dipakai dalam kata majemuk yang berarti aturan dan susunan, cara menyusun ,langkah-langkah. Selanjutnya kata Cara yaitu jalan (aturan sistem), melakukan , berbuat, dan sebagainya.

Yang penulis maksud disini adalah aturan dan langkah-langkah yang dilakukan atau proses kegiatan dalam pelaksanaan akikah

Akikah berasal dari bahasa Arab yakni ةقيقع yang akar katanya قع yang berarti mengakikahkan anak, menyembelih kambing akikah.

Sedangkan menurut istilah adalah suatu kegiatan penyembelihan atau menyembelih hewan ternak sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT, karena mendapatkan anak laki-laki maupun perempuan. Yang penulis maksud disini adalah Tata cara kekah dengan seekor ayam di Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

Judul penulis setelah dioperasionalkan adalah Penyembelihan Hewan Berupa Seekor Ayam Sebagai Ungkapan Rasa Syukur Atas Kelahiran Anak Yang Dilakukan Masyarakat Jorong Kampung Dalam Barat Kenagarian Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Ruang Lingkup Akikah

1. Pengertian Akikah

Akikah berasal dari bahasa Arab بقع- ّقعی – قع yang berarti membelah, memotong. bentuk kata lainnya adalah (al-„Aqiq), (al-

„Aqiqah), (Al-„Iqqah) dan (Al-„aqqi) yang berarti belah dan potong.

Akikah itu ialah hewan yang disembelih untuk anak, hewan yang disembelih itu dinamai akikah karena hewan itu dibelah dan dipitong kerongkongannya. Dan akikah itu juga diartikan sebagai nama bagi rambut yang tumbuh di kepala anak yang dibawa sejak keluar dari perut ibunya (Muhammad, 1995:101)

Akikah menurut syara` adalah hewan yang disembelih untuk bayi yang baru lahir, pada hari ketujuh atas kelahirannya. Asal dari makna bahasa akikah itu adalah rambut pada bayi, maka orang-orang Arab memahami dan menamai hewan yang disembelih ketika mencukur rambut pada bayi baru lahir itu dengan nama akikah, menurut kebiasaan penamaan sesuatu dilihat dari penyebabnya, atau sesuatu yang menyamainya (Zuhaili, 2008:233)

Sedangkan menurut istilah akikah berarti memotong kambing dalam rangka mensyukuri kelahiran sang bayi yang dilakukan pada hari ketujuh dari kelahirannya (Mahmud al-Dib ibn Ahmad, 2008:42)

Sedangkan akikah di Indonesia biasanya diucapkan “akikah”, atau adakalanya disingkat menjadi “kikah” maksudnya adalah hewan yang disembelih berkaitan dengan kelahiran seorang anak, untuk menunjukkan kegembiraan keluarganya, dan juga sebagai pernyataan syukur kepada Allah SWT atas karunianya (Al-Habsyi, Muhammad Begir, 1999:453)

Menurut Sayyid Sabiq, Akikah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru lahir, Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Akikah adalah nama sesuatu

13

(22)

yang disembelihkan pada hari ketujuh, yakni hari mencukur rambut kepalanya yang disebut akikah dengan menyebut sesuatu yang ada hubunganya dengan nama tersebut. Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa akikah yaitu menyembelih hewan pada hari ketujuh dari hari lahirnya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan.

Dari beberapa pendapat yang telah terpapar di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan tentang pengertian akikah adalah hewan sembelihan yang disembelih atas nama bayi yang baru dilahirkan pada hari ke 7 kelahirannya sebagai ungkapan rasa syukur ke hadhirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala atas anugerah dan nikmatnya berupa anak, baik Laki-laki maupun perempuan.

2. Dasar Hukum Akikah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Tarmizi nomor 1433

ِنْب َناَمْثُع ُنْب ِوَّللا ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ ِلَّضَفُمْلا ُنْب ُرْشِب اَنَ ثَّدَح ُّيِرْصَبْلا ٍفَلَخ ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّدَح َةَصْفَح ىَلَع اوُلَخَد ْمُهَّ نَأ َكَىاَم ِنْب َفُسوُي ْنَع ٍمْيَ ثُخ ْنَع اَىوُلَأَسَف ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ِتْنِب

ْمُىَرَمَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ اَهْ تَرَ بْخَأ َةَشِئاَع َّنَأ ْمُهْ تَرَ بْخَأَف ِةَقيِقَعْلا ْنَع

باَبْلا ِفَِو َلاَق ٌةاَش ِةَيِراَْلْا ْنَعَو ِناَتَئِفاَكُم ِناَتاَش ِم َلَُغْلا َةَدْيَرُ بَو ٍزْرُك ِّمُأَو ٍّيِلَع ْنَع

وُبَأ َلاَق ٍساَّبَع ِنْباَو ٍرِماَع ِنْب َناَمْلَسَو ٍسَنَأَو وٍرْمَع ِنْب ِوَّللا ِدْبَعَو َةَرْ يَرُى ِبِيَأَو َةَرَُسََو ْب ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ُتْنِب َيِى ُةَصْفَحَو ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح َةَشِئاَع ُثيِدَح ىَسيِع ِبِيَأ ِن

ِقيِّدِّصلا ٍرْكَب

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Khalaf Al Bashri berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ibnul Mufadhdhal berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Utsman bin Khutsaim dari Yusuf bin Mahak Bahwasanya mereka pernah masuk menemui Hafshah binti 'Abdurrahman, mereka bertanya kepadanya tentang hukum akikah. Lalu Hafshah mengabarkan bahwa 'Aisyah pernah memberitahunya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi

(23)

wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan." Ia berkata, "Dalam bab ini ada hadits serupa dari Ali dan ummu Kurz, Buraidah, Samurah, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru, Anas, Salman bin Amir dan Ibnu Abbas." Abu Isa berkata,

"Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih, sementara maksud Hafshah dalam hadits tersebut adalah (Hafshah) binti 'Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq."(H.R.tarmidzi)

Hadist diatas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada anak laki- laki ada hak untuk akikah sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Tarmizi nomor 1434

ٍّيِلَع ُنْب ُنَسَْلْا اَنَ ثَّدَح َةَصْفَح ْنَع َناَّسَح ُنْب ُماَشِى اَنَرَ بْخَأ ِقاَّزَّرلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ُل َّلََْلْا

ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِِّّبَِّّضلا ٍرِماَع ِنْب َناَمْلَس ْنَع ِباَبَّرلا ْنَع َنيِيرِس ِتْنِب ْىَأَف ٌةَقيِقَع ِم َلَُغْلا َعَم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُنْب ُنَسَْلْا اَنَ ثَّدَح ىَذَْلأا ُوْنَع اوُطيِمَأَو اًمَد ُوْنَع اوُقيِر

َةَصْفَح ْنَع ِلَوْحَْلأا َناَمْيَلُس ِنْب ِمِصاَع ْنَع َةَنْ يَ يُع ُنْبا اَنَرَ بْخَأ ِقاَّزَّرلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ََيَْعَأ ِماَع ِنْب َناَمْلَس ْنَع ِباَبَّرلا ْنَع َنيِيرِس ِتْنِب َلاَق ُوَلْ ثِم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّّنلا ْنَع ٍر

ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح اَذَى ىَسيِع وُبَأ

“Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Hassan dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari Salman bin Amir Adh Dhabbi ia berkata,

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada anak laki- laki ada hak untuk akikah, maka tumpahkanlah darah (sembelihlah kambing untuknya) dan hilangkanlah kejelekan darinya." Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin A'yan berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Uyainah dari Ashim bin Sulaiman Al Ahwal dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari Salman bin Amir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti dalam hadits tersebut. Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih." (H.R.Tirmidzi)

Hadist di atas menjelaskan bahwa Pada anak laki-laki itu ada hak untuk akikah, maka dilaksanakan akikah untuk nya dengan

(24)

munumpahkan darah melalui penyembelihan kambing dan menghilangkan kejelekan darinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang waktu pelaksanaan akikah sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Tarmizi nomor 1442

ْنَع ِنَسَْلْا ْنَع ٍمِلْسُم ِنْب َليِعَْسَِإ ْنَع ٍرِهْسُم ُنْب ُّيِلَع اَنَرَ بْخَأ ٍرْجُح ُنْب ُّيِلَع اَنَ ثَّدَح َ ي ُوْنَع ُحَبْذُي ِوِتَقيِقَعِب ٌنَهَ تْرُم ُم َلَُغْلا َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرَُسَ

َمْو

َنوُراَى ُنْب ُديِزَي اَنَ ثَّدَح ُل َّلََْلْا ٍّيِلَع ُنْب ُنَسَْلْا اَنَ ثَّدَح ُوُسْأَر ُقَلُْيََو ىَّمَسُيَو ِعِباَّسلا ىَّلَص ِِّبَِّّنلا ْنَع ٍبَدْنُج ِنْب َةَرَُسَ ْنَع ِنَسَْلْا ْنَع َةَداَتَ ق ْنَع َةَبوُرَع ِبِيَأ ُنْب ُديِعَس اَنَرَ بْخَأ َلَع ُوَّللا َدْنِع اَذَى ىَلَع ُلَمَعْلاَو ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح اَذَى ىَسيِع وُبَأ َلاَق ُهَوَْنَ َمَّلَسَو ِوْي

ا َمْوَ ي ْأَّيَهَ تَ ي َْلَ ْنِإَف ِعِباَّسلا َمْوَ ي ُةَقيِقَعْلا ِم َلَُغْلا ْنَع َحَبْذُي ْنَأ َنوُّبِحَتْسَي ِمْلِعْلا ِلْىَأ ِعِباَّسل

ِباَّرلا َمْوَ يَ ف ِةَقيِقَعْلا ِفِ ُئِزُْيُ َلَ اوُلاَقَو َنيِرْشِعَو ٍداَح َمْوَ ي ُوْنَع َّقُع ْأَّيَهَ تَ ي َْلَ ْنِإَف َرَشَع َع

ةَّيِحْضُْلأا ِفِ ُئِزُْيُ اَم َّلَِإ ِةاَّشلا ْنِم

“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah mengabarkan kepada kami Ali bin Mushir dari Isma'il bin Muslim dari Al Hasan dari Samurah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang anak laki-laki itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh, pada hari itu ia diberi nama dan dicukur rambutnya." Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Abu Arubah dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bin Jundub dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti dalam hadits tersebut."

Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dan menjadi pedoman amal menurut para ulama`, mereka menyukai jika akikah untuk anak itu disembelih pada hari ke tujuh, jika belum tersedia pada hari ke tujuh maka pada hari ke empat belas, dan jika belum tersedia maka pada hari ke dua puluh satu. Mereka mengatakan; "kambing yang sah untuk disembelih dalam akikah adalah kambing yang memenuhi kreteria (syarat) kurban".(H.R. Tirmidzi)

Hadist di atas menjelaskan bahwa waktu untuk anak diakikahkan adalah pada hari ke tujuh sejak kelahirannya, jika belum tersedia pada hari ke tujuh maka pada hari ke empat belas, dan jika belum tersedia

(25)

maka pada hari ke dua puluh satu dari hari kelahirannya.

Bahwasanya Nabi SAW pernah mengakikahkan Al Hasan bin Ali dengan satu kambing sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Tarmizi nomor 1436

ِنْب ِمِصاَع ْنَع ُناَيْفُس اَنَرَ بْخَأ َلَاَق ٍّيِدْهَم ُنْب ِنَْحَّْرلا ُدْبَعَو ٍديِعَس ُنْب َيََْيَ اَنَ ثَّدَح ٍراَّشَب ِدْيَ بُع ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر ُتْيَأَر َلاَق ِويِبَأ ْنَع ٍعِفاَر ِبِيَأ ِنْب ِوَّللا ِدْيَ بُع ْنَع ِوَّللا اَذَى ىَسيِع وُبَأ َلاَق ِة َلََّصلاِب ُةَمِطاَف ُوْتَدَلَو َيَِح ٍّيِلَع ِنْب ِنَسَْلْا ِنُذُأ ِفِ َنَّذَأ َمَّلَسَو

ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّّنلا ْنَع َيِوُر اَم ىَلَع ِةَقيِقَعْلا ِفِ ُلَمَعْلاَو

ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّّنلا ْنَع َيِوُرَو ٌةاَش ِةَيِراَْلْا ْنَعَو ِناَتَئِفاَكُم ِناَتاَش ِم َلَُغْلا ْنَع ٍوْجَو ِْيرَغ ْنِم ُوَّنَأ اًضْيَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َلَِإ ِمْلِعْلا ِلْىَأ ُضْعَ ب َبَىَذ ْدَقَو ٍةاَشِب ٍّيِلَع ِنْب ِنَسَْلْا ْنَع َّقَع

ثيِدَْلْا اَذَى

"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dan 'Abdurrahman bin Mahdi keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ashim bin Ubaidullah dari Ubaidullah bin Abu Rafi' dari Bapaknya ia berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumandangkan adzan -shalat- pada telinga Hasan bin Ali saat ia dilahirkan oleh Fatimah." Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dan pelaksanaan dalam akikah adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari jalur yang banyak, yaitu dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.

Diriwayatkan pula dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Bahwasanya beliau pernah mengakikahi Al Hasan bin Ali dengan satu kambing. Dan sebagian ulama berpegangan dengan hadits ini."(H.R.

Tirmidzi)

Hadist di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan akikah dengan dua ekor kambing yang telah cukup umur untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Dan Nabi SAW, juga meriwayatkan Bahwasanya beliau pernah mengakikahi Al Hasan bin Ali dengan satu ekor kambing.

(26)

3. Hukum Akikah

Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat tentang hukum akikah. Sebagian mazhab Az-Zahiri berpendapat bahwa hukum melaksanakan akikah adalah wajib bagi orang yang menanggung nafkah anak (Dahlan abdul aziz :53)

sebaliknya menurut jumhur ulama akikah hukumnya sunnah.

Sementara itu imam abu hanifah berpendapat bahwa akikah bukan wajib dan bukan pula sunnah melainkan boleh atau (ibahah) saja.

Timbulnya perbedaan pendapat tersebut menurut Ibnu Rusyd adalah karena perbedaan dalam memahami hadis yang menerangkan tentang akikah yaitu yang berbunyi:

اَنَ ثَّدَح ُنْبا َّنَّ ثُمْلا اَنَ ثَّدَح ُنْبا ِبَأ ٍّيِدَع ْنَع ٍديِعَس ْنَع َةَداَتَ ق ْنَع ِنَسَْلْا ْنَع َةَرَُسَ

ِنْب

ٍبُدْنُج َّنَأ َلوُسَر ِوَّللا َّلَص ُوَّللا ْوَيلَع َّملَسَو َلَاق ُّلك ٍمَلُغ َةنيِىَر ِوِتَقيِقَعِب َحبُذت ْونَع َمَوي

ِوِعِباَس ُقَلُْيََو ىَّمَسُيَو َلاَق

دُواَد وَبأ ىَّمَسُيَو ُّحَصأ

اَذَك َلاَق ُمَّلَس ُنْب َبأ عيِطُم ْنَع

َةَدَاَتق ُسَاِيإَو ْنبا ٍلْفغَد ُثَعَشأَو ْنَع

ِنَسْلْا َلَاق ىَّمَسُيَو ُهاَوَرَو ُثَعْشَأ ْنَع ِنَسَْلْا ْنَع

ِِّبَِّّنلا َّلَص ُوَّللا ِوْيَلَع َمَّلَسَو َّمَسُيَو

“Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi, dari Sa‟id dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam berkata: “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur rambutnya dan diberi nama.” Abu Daud berkata; dan kata yusamma (diberi nama) adalah lebih benar. Demikianlah yang dikatakan Sallam bin Abu Muthi‟ dari Qatadah serta Iyas bin Daghfal, dan Asy‟ats, dari Al Hasan, ia berkata; dan diberi nama.

Dan hadis tersebut diriwayatkan oleh Asy‟ats dari Al Hasan dari Nabi shallallahu „alaihi wasallam dan ia diberi nama. (H.R. Abu Daud).

Secara zahir hadis diatas menunjukkan bahwa akikah itu hukumnya wajib.

Sementara itu Sayid Sabiq berpendapat bahwa akikah itu hukumnya sunnah mu‟akkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, sekalipun kepada orang tua anak yang dalam

(27)

keadaan susah, dan karenanya akikah ini dilakukan oleh para sahabatnya (Dahlan aziz, 1996: 81).

Menurut pendapat madzhab Syafi‟i akikah itu sunnah hukumnya, tetapi sangat dituntut oleh Nabi SAW bagi kedua orang tuanya, yang didasarkan kepada sabda Nabi yang sesuai dengan H.R.

Abu Daud diatas, akan tetapi karena hukumnya sunnah maka berpahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.

Hadist lain yang menerangkan sunnah akikah adalah hadist Sedangkan menurut hukum Islam bahwa hukum melaksanakn akikah itu adalah sunnah sesuai dengan sebuah hadist yang berbunyi:

ِالله ُلوُسَر َلِئُس : َلبَق ِهِّدَج ْهَع ُهَرُا ِھْیِبَا ْهَع ٍبْیَعُش ِهبو ِرْمَع ْهَع َو ِھْیَلَع ُالله ىَّلَص

ََمَّلَس دَلَو لَدِلُو ْهَمَوَقوُقُعْلا ُّبِحُأ َلا َلبَقَف ُةقْیِقَعْلا هَع

َكِسْنُی ْنَأ َّبَحَأَف ُھَل

لَعْفَیْلَف

“Dari Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya aku kira dari kakeknya dia berkata: Rasulullah SAW telah ditanya tentang aqiqah, lalu beliau bersabda: “Aku tidak menyukai uquq (kedurhakaan), seolah beliau tidak suka menyebut nama aqiqah, dan barang siapa baginya di karuniakan anak, lalu ia suka untuk disembelihkan hewan akikah, maka lakukanlah.”H.R.Abu daud

Dalam hadits ini jelas bahwa akikah itu tidaklah wajib, tetapi hanya disunnahkan saja, karena dalam hadist ini ada kalimat :

لَعْفَیْلَف ُھَل َكِسْنُی ْنَأ َّبَحَأَف

“kalau ia suka untuk menyembelih hewan, maka lakukanlah” kalimat ini menunjukan kesunnahan beraqiqah bagi yang mampu. Jadi bagi yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan akikah, maka tidak mengapa dia meninggalkan perbuatan itu. Tetapi sebaiknya, bagi orang yang mampu atau mempunyai kelebihan dari hartanya hendaklah ia melakukannya,

(28)

karena akikah itu adalah salah satu dari amalan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang pastinya baik untuk umatnya

Menurut madzhab Hanafi, akikah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan). Hal itu karena pensyariatan kurban telah menghapus semua syariat sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah, dan „atirah (binatang yang disembelih pada bulan rajab yang biasa dilakukan zaman jahiliyah).

Dengan demikian siapa yang mengerjakan ketiga hal ini tetap dipersilahkan, sebagaimana dibolehkan juga tidak melakukannya.

Penghapusan seluruh hal ini berdasarkan pada ucapan Aisyah, “syariat kurban telah menghapus seluruh syariat yang berkenaan dengan penyembelihan hewan yang dilakukan sebelumnya (Zuhaili, Wahbah, 2011:300)

4. Syarat-syarat dan Tata cara Akikah

Adapun yang menjadi syarat-syarat Akikah adalah, sebagai berikut:

a. Hewan yang akan disembelih sebagai aqiqah haruslah baik, dari segi jenis, usia dan sifat-sifatnya harus bebas dari cacat, tidak berbeda dari hewan qurban. Dari sudud umur kambing yang telah berusia 2 (dua) tahun, namun diperbolehkan juga apabila telah berumur cukup setahun.

b. Sembelihan akikah dipotong mengikuti sendinya dengan tidak memecahkan tulang sesuai dengan tujuan akikah itu sebagai “fida”

(mempertalikan ikatan dari anak dengan Allah)

c. Sunat dimasak dan dibagi atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga, tetangga dan saudara. Berbeda dengan daging kurban, sunat dibagikan daging yang belum masak

d. Anak laki-laki disunatkan akikah dengan dua ekor kambing dan seekor untuk anak perempuan (Ash-Shiddieqy Hasbi, 2014:38)

(29)

Sedangkan tata cara akikah dengan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki, dan seekor kambing untuk anak perempuan, telah dikenal dan biasa dilakukan orang sejak zaman jahiliyah, namun dengan cara yang berbeda dengan yang dituntunkan oleh Nabi SAW bagi umat Islam. Sebagaimana yang disebutkan Dalam Kitab Sunan Abi Daud, bahwa Buraidah berkata: “Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami mempunyai anak, maka kami menyembelih kambing dan melumuri kepala bayi dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. Dari 'Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka ber‟aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah „aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”.

Maka Nabi SAW. bersabda, “Gantilah darah itu dengan minyak wangi, kasturi (parfum)”.(jurnal al-hikmah, 2015: Vol 12, No. 2)

Dengan demikian sesuai dengan sejarah tersebut bahwa Kebiasaan melumurkan darah diganti oleh syari‟at Islam dengan melumurkan minyak wangi, kasturi (parfum). Kemudian beberapa hal yang dianjurkan berkaitan dengan hewan akikah, yaitu:

a. Adab terhadap binatang yang akan disembelih yaitu jangan menyakiti hewan tersebut

b. Bagian yang harus dipotong adalah bagian leher binatang

c. Menyembelih urat leher hewan sembelihan dengan memotongnya dan tidak boleh mencekik dan mematahkan kepala hewan tersebut.

d. Alat yang digunakan untuk menyembelih hewan tidak boleh menggunakan kuku, atau gigi melainkan benda tajam yang terbuat dari besi seperti pisau agar hewan tersebut tidak merasa kesakitan

(30)

5. Waktu Akikah

Hewan akikah hendaknya disembelih pada hari ketujuh kelahiran bayi, dihitung mulai saat kelahiran. Jika si bayi lahir pada malam hari, maka tujuh hari tadi dihitung mulai dari keesokan harinya. Sementara itu, menurut mazhab Maliki, jika si bayi lahir sebelum fajar atau bersamaan dengan terbitnya fajar, ma ka hari tersebut dihitung sebagai hari pertama. Adapun jika dia lahir setelah terbitnya fajar, maka hari tersebut tidak dihitung sebagai hari pertama. Akan tetapi menurut versi lain dalam mazhab Maliki, baru dihitung sebagai hari pertama jika si bayi lahir sebelum matahari tergelincir, sementara jika setelah tergelincirnya matahari, maka tidak dihitung. Adapun waktu penyembelihan hewan akikah disunnahkan di antara waktu dhuha hingga tergelincirnya matahari, dan tidak disunnahkan dilakukan pada malam hari.

Sementara itu, mazhab Syafi‟i dan mazhab Hambali menegaskan bahwa jika akikah dilakukan sebelum atau sesudah hari ketujuh, maka tetap dibolehkan (Az-Zuhaili, 2011:301).

Menurut pendapat para ulama dari kalangan mazhab Syafi‟i urutan waktu akikah setelah hari ketujuh adalah sebagai berikut:

a. Akikah boleh dilaksanakan ketika masa nifas ibu berakhir jika pada hari ketujuh masih belum mampu.

b. Akikah boleh dilakukan hingga berakhirnya masa menyususi jika sampai masa nifas si ibu bayi berakhir dan belum mampu melakukan aktifitas.

c. Akikah dianjurkan agar dilaksanakan hingga anak berusia tujuh tahun dan apabila masa menyusui telah berakhir dan belum mampu mengaqiqahkan juga.

d. Boleh mengaqiqahkan anak sebelum dewasa apabila usia tujuh tahunnya telah terlewatkan dan belum mampu mengakikahkannya.

(31)

e. Dipersilahkan anak untuk mengakikahkan dirinya sendiri jika anak telah berusia dewasa maka gugurlah kesunnahan akikah bagi orang tuanya.

Akikah pada dasarnya adalah sebuah kesunnahan yang diberlakukan bagi orang tua atau wali yang menanggung nafkah anak yang bersangkutan. (dikutip, http/ skripsi munadiyah: 2019:19)

Selanjutnya, dalam madzhab Hambali dan Maliki disebutkan bahwa tidak dibolehkan melakukan akikah selain ayah si bayi, sebagaimana tidak dibolehkan seseorang mengakikahkan dirinya sendiri ketika sudah besar. Alasannya, aqiqah disyariatkan bagi sang ayah, sehingga tidak boleh bagi orang lain melakukannya. Akan tetapi segolongan ulama mazhab Hambali mengemukakan pendapat yang membolehkan, seseorang mengakikahkan dirinya sendiri. Selain itu akikah juga tidak khusus pada waktu si anak masih kecil saja, tetapi sang ayah boleh saja mengakikahkan anaknya sekalipun telah baligh.

Sebab, tidak ada batas waktu untuk melakukan aqiqah. (Az-Zuhaili, 2011:297)

Dalam kitab al-Masail, Imam Abu Daud berkata bahwa ia mendengar Abu Abdillah berkata “akikah disembelih pada hari ketujuh”. Shalih Bin Ahmad berkata, kata ayahku, “akikah itu disembelih pada hari ketujuh. Jika tidak dilakukan pada saat itu maka dilakukan pada hari ke empat belas. Jika tidak dilakukan pada saat itu juga maka dilakukan pada hari ke dua puluh satu”.

Imam Al-Maimuni berkata bahwa ia pernah bertannya kepada Abu Abdillah, “kapankah seorang anak diakikahi? Beliau menjawab,

“adapun Aisyah mengatakan, pada tujuh hari, empat belas hari, dua puluh satu hari”. Sedangkan Abu Thalib mengatakan bahwa Imam Ahmad berkata akikah itu di sembelih pada hari kedua puluh satu demikian menurut Imam Abu Daud

Begitu pula, Abdullah bin Wahab berkata, Muhammad bin „Amar telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari Yahya bin Sa‟id,

(32)

dari „Amrah binti Abdur-Rahman, dari „Aisyah radhiyallahu „anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW mengakikahi Hasan dan Husain pada hari ketujuh, (pada hari itu) beliau memberi nama keduanya, dan menyuruh agar dihilangkan kotoran dari kepala mereka. (Qayyim, 2007:85-86)

Abu bakar Ubnu Munzil berkata bahwa Muhammad bin Ismail Ash-Sha‟igh telah menceritakan kepada kami. Dia berkata bahwa Abu Jagfar Ar-Razi telah menceritakan kepadaku. Dia berkata, Abu Zuhair Abdur-Rahman bin Maqhra telah mencerikatan kepadaku. Dia berkata, Muhammad bin Ishaq telah mencerikan kepada kami dari „Amar bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, dan dia berkata, “Rasulullah SAW telah menyuruh kami pada hari ketujuh sejak dilahirkannya seorang bayi agar diberi nama, diakikahi dan dihilangkan kotoran dari kepalanya (Qayyim, 2007:85-86).

6. Jenis dan jumlah hewan Akikah

Menurut mazhab Maliki, jumlah hewan akikah untuk anak laki- laki maupun perempuan itu adalah satu ekor kambing. (Aminah 2018.

Vol.12, No.2). Hal itu didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas r.a.

“Bahwa Rasulullah SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain masing- masiang satu ekor domba.”(H.R.An-Nasai). Menyembelih satu ekor domba jantan ketika Hasan dan Husain lahir. jumlah hewan yang seperti ini adalah yang paling logis dan memudahkan. Sementara itu, menurut madzhab Syafi‟i, Tsauri, Abu Daud dan Hambali, jika yang lahir anak laki-laki, maka sembelihan dua ekor domba, sementara jika anak perempuan satu ekor. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Aisyah, “Untuk anak laki laki disembelih dua ekor domba yang sama kualitasnya sementara untuk anak perempuan satu ekor. (H.R Ibnu Majah)

Adapun hadits dari Ibnu Abbas di atas dimaknai sebagai kebolehan. Dihitung sama dengan satu ekor domba jika orang tua si

(33)

bayi menyembelih sepertujuh sapi. Demikian juga, jika seorang menyembelih seekor unta atau sapi untuk mengaqiqah tujuh orang anaknya, maka tindakan itu diperbolehkan, sebagaimana sah juga menurut pandangan madzhab Syafi‟i aqiqah yang dilakukan dalam bentuk unta atau sapi, sementara untuk orangorang yang ikut serta di dalamnya ada yang hanya berniat sekedar untuk mendapatkan daging.

Sedangkan jenis hewan yang dapat dijadikan akikah adalah hewan yang sama dengan jenis hewan untuk kurban, maka para ulama dalam berbagai mazhab mengatakan hewan yang dapat dijadikan akikah adalah unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing (termasuk biri-biri), kebanyakan hewan yang dijadikan akikah adalah kambing, yaitu 2 ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan (Jurnal Pemikiran Hukum Islam,2017:179,Vol. XVI, No.2)

Akikah hendaklah dilakukan setiap memperoleh anak. Sunnah akikah juga telah terpenuhi dengan menyembelih seekor domba untuk kelahiran anak laki-laki, dan seekor domba juga untuk anak perempuan. Hal itu didasarkan pada perbuatan Rasulullah SAW, ketika kelahiran Hasan dan Husain. Selanjutnya jika seorang dikaruniakan anak yang kembar, maka hendaklah melakukan dua kali akikah dan tidak cukup satu kali saja. (Az-Zuhaili, 2011:296)

7. Tujuan dan Hikmah Akikah

Akikah adalah bentuk rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada hambanya dalam bentuk rezeki seorang anak.

Dengan mendapatkan nikmat tersebut seorang yang melaksanakan ibadah akikah diharapkan dapat berbagi kesenangan kepada para kerabat, tetangga dan teman dekat sehingga menumbuhkan ikatan rasa cinta kasih di hati mereka.

Sejak seorang suami memancarkan spermannya kapada istrinya, lalu sperma itu berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui sinyal kimiawi yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa

(34)

banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak disaat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw telah mengajarkan kepada ummatnnya cara menangkal serangan yang sangat membahayakan itu sebagaimana sabda beliau:

Yang artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata:

Rasulullah saw penah ber-sabda: “apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan istrinya hendaklah ia membaca: dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, wahai Tuhanku jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan antara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak, anak itu tidak akan diganggu oleh setan untuk selamannya.”

Dengan demikian sejak saat itu juga calon anak manusia itu akan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Janin yang sangat lemah itu dimasukkan dalam benteng perlindungan-Nya yang kokoh sehingga setan jin tidak mampu lagi mengganggu untuk selama-lamannya.

Jika diambil arti secara filosofis, tujuan akikah juga seperti tujuan ibadah qurban, yakni melakukan tebusan atau yang disebut istilah fida‟. Seperti Nabi Ismail as mati karena Nabi Ibrahim mendapatkan perintah Allah untuk menyembelihnya namun kematian itu ditebusi oleh Allah dengan kematian seekor binatang kurban. Seperti itulah tujuan aqiqah yang dilakukan orang tua terhadap anaknnya. Yakni melakukan penebusan, sekiranya disaat kedua orang tua tersebut melaksanakan kewajiban nafkah badan ada kehilafan. Maksudnya bagi kehidupan anak yang sudah terlanjur tergadaikan kepada seta atas

(35)

kesalahan yang diperbuat, orang tua itu dianjurkan melaksanakan tebusan dengan melaksanakan akikah.

Jadi salah satu hikmah akikah adalah selain untuk melaksanakan sunnah Rasul, juga dapat dijadikan media atau sarana bagi usaha penyembuhan orang yang telah terlanjur jiwanya tergadaikan kapada setan jin sehingga badannya dihinggapi berbagai penyakit. Akikah yang dilaksanakan itu bukan dalam arti kambing yang disembelih lalu dipersembahkan kepada jin yang sedang memperdaya orang sakit sehingga hukumnnya menjadi syirik. Namun semata-mata melaksanakan syariat Agama dengan asumsi bahwa ibadah yang dilakukan bukan nuntuk kepentingan Allah, tetapi pasti ada manfaat bagi orang yang melakukuannya (Nurnaningsi, 2013:120-121)

Hal itu bisa terjadi karena secara Sunnatullah Allah sudah menetapkan bahwa setiap amal kebajikan pasti dapat menghilangkan keburukan, yang penting dengan niat menjalankan perintah Allah swt.

Dan secara singkat hikmah-hikmah disyariatkannya Akikah diantaranya ialah:

1. Akikah merupakan kurban yang mendekatkan anak kepada Allah SWT sejak masa awal menghirup udara kehidupan

2. Akikah merupakan tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat pada hari akhir kepada kedua orang tuanya

3. Mengokohkan tali persaudaraan dan kecintaan diantara warga masyarakat dengan berkumpul di suatu tempat dalam menyambut kehadiran anak yang baru lahir

4. Dan akikah merupakan sarana yang dapat merealisasikan prinsip- prinsip keadilan sosial dan menghapuskan gejala kemiskinan di dalam masyarakat, misalnya dengan adanya daging yang dikirim kepada fakir miskin (Azra Azyumardi, 1997:104)

(36)

B. „Urf

1. Pengertian Urf‟

Secara etimologi, „urf (فرعلا) berarti “yang baik”. Para ulama ushul fiqh membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkn hukum syara‟.

Adat di definisikan dengan :

ٍةَّيِلقَع ٍةَق َلََع ِريَغ نِمُرِّرَكَتُملاُرْمَلاا

“Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional”.

Definisi ini menunjukkan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan secara berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan adat. Definisi ini juga menunjukkan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat luas, yang menyangkut permasalahan pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur, makan, dan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahan yang menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran yang baik dan yang buruk (Haroen, 1997:137-138).

Kata urf‟ dan adat di antara ahli bahasa Arab menyamakan kedua kata itu sebagai suatu sinonim karena pengertian yang sama , yaitu:

suatu perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan menjadi dikenal dan diakui orang banyak (Syarifuddin, 2009:387).

Perbedaan dari kedua kata tersebut juga dapat dilihat dari segi kandungan artinya. Adat hanya memandang dari segi barulang kalinya suatu perbuatan dilakukan dan tidak meliputi penilaiyan mengenai segi baik buruknya perbuatan tersebut. Sedangkan urf‟ memandang pada kualitas perbuatan yang dilakukan, yaitu diakui, diketahui, dan diterima orang banyak (Syarifuddin, 2009:388).

Menurut Al-Hanafi „Urf adaalah sesuatu yang dipandang baik, yang dapat diterima akal sehat. Sedangkan menurut Ash Shidhieqi,

(37)

„Urf adalah adat (kebiasaan)adalah sesuatu yang terkenal di seluruh masayarak atau sama dikenal oleh manusia dan telah menjadi sesuatu kebiasaan yang digemari oleh mereka lagi berlaku dalam kehidupan mereka.

Dalam bahasa Arab, kalimat al-‟Urf memiliki makna yang banyak, namun secara garis besar kalimat tersebut memiliki makna yang bersifat hakiki dan majazi. Makna „Urf secara hakiki menunjukkan tentang kejelasan, ketinggian dan segala sesuatu yang menurut manusia adalah kebaikan dan membawa ketenangan juga disebut al-urf. Ibnu Faris di dalam kamusnya mengatakan bahwa kata

„Urf berasal dari Arafa atau Arfun yang keduanya menunjukkan sesuatu yang berkesinambungan berhubungan satu dengan lainnya atau membawa ketenangan dan ketentraman. Dalam penggunaannya, kata

„Urf lebih mencerminkan kepada kedua makna tersebut yaitu bersifat berkelanjutan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. „Urf yang berasal dari kata „arafa, ya‟rifu sering diartikan dengan Al-ma‟ruf yaitu sesuatu yang dikenal (Syarifuddin, 2008 : 396)

2. Macam-macam „Urf

Para ulama‟ ushul membagi „urf menjadi tiga macam:

a. Dari segi objeknya „urf dibagi kepada :

1) Kebiasaan yang menyangkut ungkapan (al-„Urf al-lafdzi)

Kebisaan masyarakat dalam mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintasdalam pikiran masyarakat.

Apabila dalam memahami ungkapan itu diperlukan indikator lain, maka tidak dinamakan „urf, misalnya ada seseorang datang dalam keadaan marah dan ditanganya ada tongkat kecil, saya berucap “ jika saya bertemu dia maka saya akan bunuh dia dengan tongkat ini.” Dari ucapanya ini dipahami bahwa yang dia maksdu membunuh tersebut adalah memukul

(38)

dengan tongkat. Ungkapan seperti ini merupakan majaz bukan

„urf (Haroen, 1997:139).

2) Kebiasaan yang berbentuk perbuatan (al-„urf al-amali)

Kebiasaan yang berbentuk perbuatan ini adalah kebiasaan biasa atau kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan muamalah keperdataaan. Seperti kebiasaan masyarakat yang melakukan jual beli yaitu seorang pembeli mengambil barang kemudian membayar dikasir tanpa adanya suatu akad ucapan yang dilakukan keduanya (Abdullah, 1995:77-78).

b. Dari segi cakupanya

1) Kebiasaan yang bersifat umum (al-„urf al-„am)

Kebiasaan yang umum adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas diseluruh masyarakat dan diseluruh daerah dan seluruh negara. Seperti dalam jual beli mobil, seluruh alat yang diperlukan untuk memperbaiki mobil seperti kunci, tang, dongkrak, dan ban serep termasuk dalam harga jual, tanpa akad sendiri dan biaya tambahan (Effendi, 2005:154).

2) Kebiasaan yang bersifat khusus (al-urf al-khash)

Kebiasaan yang bersifat khusus adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan di masyarakat tertentu. Misalnya dikalangan para pedagang apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang dibeli dapat dikembalikan dan untuk cacat lainya dalam barang itu, konsumen tidak dapat mengembalikan barang tersebut. Atau juga kebiasaan mengenai penentuan masa garansi terhadap barang-barang tertentu (Haroen, 1997:140).

c. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟

1) Kebiasaan yang dianggap sah (al-„urf al-sahih )

Kebiasaan yang dianggap sah adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadits) tidak meghilangkan

Gambar

Tabel  1.1.  Jumlah  data  anak  yang  kekah  dengan  seekor  Ayam  tahun 2016 sampai tahun 2019
Tabel 1.2. Waktu Penelitian
Tabel 2.1. Jumlah dan luas Daerah Nagari Kampung Batu Dalam  Menurut Jorong Tahun 2019
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Per Jorong Nagari Kampung Batu Dalam   Tahun 2019
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, bentuk pelaksanaan kewajiban nafkah oleh suami yang berstatus narapidana terhadap isteri pada kategori ini dapat dikatakan terlaksana namun kurang,

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman orang tua berada pada kategori paham dengan jumlah 48 orang tua (98.0%), yang terlihat dari hasil masing-masing

Adapun Indikator dan komponen kecerdasan verbal-linguistik menurut Midyawati (2017:133) menguraikan bahwa anak 1) senang berkomunikasi dengan orang lain baik dengan

Prosedur perencanaan penggunaan Dana Nagari menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(Hasil wawancara peneliti dengan beberapa pemilik lahan dengan penggarap, pada Tanggal 18 September 2020). Perjanjian yang dilakukan antara Buk Samsinar sebagai pemilik lahan

Pelaksanaan Pembagian Tunjangan Hari Raya THR dari dana zakat, infak, sedekah, wakaf ZISWAF kepada Panitia Ramadhann Kasus yang penulis temukan di masjid Al-Falah Jorong

Pengembangan dapat dilakukan dengan melihat potensi dalam diri pegawai karena setiap pegawai tentu memiliki potensi masing-masing yang perlu digali oleh perusahaan untuk