• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Dan Pengendalian Persediaan Spare Part Mesin Di Unit Produksi 1 PT. Petrokimia Gresik Menggunakan Kebijakan Can-Order

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perencanaan Dan Pengendalian Persediaan Spare Part Mesin Di Unit Produksi 1 PT. Petrokimia Gresik Menggunakan Kebijakan Can-Order"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

*Correspondance: wakhidjauhari@uns.ac.id

Perencanaan Dan Pengendalian Persediaan Spare Part Mesin Di Unit Produksi 1 PT. Petrokimia Gresik

Menggunakan Kebijakan Can-Order

Alfan Zaldiansyah, Wakhid Ahmad Jauhari*, Azizah Aisyati Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Jl. Ir Sutami No. 36 A Surakarta, 57126 Tel: 0271-632110, Fax: 0271-632110

Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRACT

This research was carried out on one of the fertilizer industry. This industry have numerous item of machine spare part. The problem concerned with machine spare parts controlling which is the ordering of them are done separately, that makes inventory cost and order frequency become quite high.

Therefore, inventory control of machine spare part will be done by using a coordinated ordering system with model of can-order policy. Parameters determination (S,c,s) was held on 7 items of machine spare part that was ordered from 1 supplier with using algorithm can order policy. Then, the total cost of inventory was calculated based on parameter of can order and will be compared with existing company system using monte carlo simulation. This comparing result shows the model of can order policy is more efficient to control machine spare part inventory which saving 52 % than the total inventory cost using existing company system.

Keywords : can-order policy, joint replenishment, machine spare part, total inventory cost

1. Pendahuluan

Pengelolaan persediaan (inventory management) merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Persediaan tersebut menjadi sangat penting untuk dikelola agar tujuan efektifitas dan efisiensi perusahaan dapat tercapai. Dalam pengelolaan persediaan, jika pengendaliannya kurang baik maka akan menimbulkan kondisi yang menyebabkan peningkatan biaya dalam suatu perusahaan (Bahagia, 2006). Jika persediaan terlalu banyak maka perusahaan akan mengalami kerugian karena harus menanggung biaya kerusakan dan penyimpanan, biaya dari bunga yang tertanam dalam persediaan, biaya gudang, biaya perawatan, administrasi, asuransi, dan lain-lain. Jika persediaan terlalu sedikit juga akan menimbulkan kerugian dikarenakan jumlah persediaan yang tidak bisa memenuhi kapasitas sehingga proses produksi dapat berhenti dan mengakibatkan terjadinya backorder.

PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang produksi pupuk, bahan kimia, dan jasa lainnya. Jenis pupuk yang di produksi oleh PT. Petrokimia Gresik antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phospate (SP), Phonska dan Urea.

Untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, PT.

Petrokimia Gresik senantiasa berupaya untuk menjaga kelancaran jalannya proses produksi dengan memperhatikan keandalan mesin produksi. Dalam mempertahankan keandalan mesin, penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung terciptanya produktivitas perusahaan. Dalam melakukan kegiatan perawatan diperlukan adanya spare part mesin yang merupakan komponen pendukung dari mesin utama.

Setiap kali mesin tersebut mengalami kerusakan, maka ketersediaan spare part mesin menjadi hal yang penting.

(2)

Spare part mesin yang ada di PT. Petrokimia Gresik terbagi dalam 5 jenis, yaitu item kelas Re- order level (RO) yang merupakan spare part mesin yang mempunyai pemakaian rutin dan harus tersedia di gudang untuk menjamin kelancaran proses produksi, item kelas surplus (E) yang merupakan spare part mesin yang tidak dapat digunakan lagi dan disimpan di gudang, item kelas non stock item (H) yang merupakan jenis spare part mesin yang tidak disimpan di gudang, item kelas intransit (I) yang merupakan jenis spare part mesin yang akan dipesan sesuai permintaan user, dan item kelas insurance (Z) yang merupakan spare part mesin yang mempunyai peranan penting dan harus tersedia di gudang walaupun belum tentu pengambilannya karena jika tidak tersedia akan mematikan pabrik cukup lama. Permasalahan yang terjadi di PT. Petrokimia Gresik berkaitan dengan pengendalian spare part mesin yaitu pemesanan akan dilakukan apabila persediaan spare part mesin untuk masing-masing item sudah mencapai atau melewati batas reorder level (single item), sehingga frekuensi pemesanan spare part mesin menjadi cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan biaya pemesanan dan biaya pengendalian persediaan yang cukup besar karena biaya pesan yang relatif tinggi.

Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan penelitian mengenai sistem pengendalian persediaan baik menggunakan model single item maupun kebijakan can-order. Balintfy (1964) adalah orang pertama yang menggunakan kebijakan can-order untuk joint replenishment.

Perbandingan biaya dan keputusan yang sederhana ditunjukkan untuk joint replenishment dengan pemesanan individu. Silver (1974) menyusun algoritma untuk menentukan parameter can-order policy dengan mengasumsikan demand berdistribusi poisson dan lead time konstan.

Penelitian tersebut membandingkan antara individual replenishment dengan joint replenishment.

Tsai, et al. (2009) meneliti tentang model kebijakan can-order dimana model tersebut akan diujikan kepada sekelompok item yang sebelumnya telah diklusterkan ke dalam kelompok- kelompok tertentu. Model yang dipakai oleh Tsai, et al. tersebut mengacu pada model yang dibuat oleh Silver (1974).

2. KEBIJAKAN CAN-ORDER

Kebijakan can-order merupakan salah satu kebijakan yang terdapat dalam sistem koordinasi pemesanan (joint replenishment problem). Kebijakan can-order adalah kebijakan untuk bisa melakukan pemesanan apabila suatu item i sudah berada atau dibawah tingkat c (tingkat untuk bisa melakukan pemesanan). Kebijakan can-order pertama kali diperkenalkan oleh Balintfy (1964), kebijakan tersebut bisa ditinjau dengan peninjauan persediaan kontinu atau dengan peninjauan persediaan periodik. Kebijakan can-order yang akan ditinjau disini adalah kebijakan can-order dengan peninjauan persediaan periodik dimana proses melakukan order ketika item i sudah mencapai atau dibawah titik s, dan item lain yang berada pada tingkat can-order (c) juga diikutsertakan dalam pemesanan dilakukan setiap periode peninjauan setiap periode peninjauan persediaan hingga persediaan mencapai titik S. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 1. Kebijakan can-order.

Silver (1974) memperkenalkan model kebijakan can-order dengan asumsi bahwa permintaan berdistribusi poisson serta lead time pemesanan konstan. Notasi dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ak : Biaya major (fixed cost) untuk setiap pemesanan pada supplier k (rupiah)

(3)

ai : Biaya minor (line cost) per komponen yang diikutkan dalam pemesanan (rupiah) L : Lead time pengiriman komponen (tahun)

r : Fraksi biaya penyimpanan

ECi : Expected relevant cost per unit waktu untuk item i (rupiah/tahun) Si : Titik kuantitas maksimal (order up to level) item i

ci : Titik pengikutsertaan pemesanan (can order) item i si : Titik kuantitas minimum (must order) item i vi : Harga per unit item i (rupiah)

λi : Rata-rata permintaan (demand) item i (unit/tahun) NTi : Jumlah pemesanan yang dipicu oleh item i

Pi : Probabilitas tidak ada shortage per siklus pemesanan untuk item i

Langkah langkah yang dilakukan untuk mencari nilai parameter can-order adalah sebagai berikut :

1. Inisiasi S(i), c(i) dan NTi

S(i) dan c(i) merupakan hasi perhitungan dari Si dan ci pada item i. Nilai c(i) awal adalah:

…….………....

(1)

Dan inisiasi nilai Si adalah nilai EOQi (Economic Order Quantity) pada item i, dengan rumus perhitungan:

………...…..…..…

(2)

Dimana λi merupakan rata-rata permintaan terhadap item i. Selanjutnya, jumlah pemesanan yang dipicu oleh item i pertahun, NTi dapat dihitung menggunakan persamaan:

………...

(3)

Dimana nilai ρi dapat dihitung menggunakan persamaan (6). Karema nilai awal c(i)

adalah 0, maka nilai NTi awal adalah:

……….……….………

(4)

(4)

2. Menghitung nilai μi dan ρi

Expected number pada item I dihitung melalui persamaan :

………....……

(5)

Sehingga dapat ditentukan nilai μ pada item I dengan contoh perhitungan:

Setelah ditemukan nilai μi, selanjutnya dapat dihitung nilai ρi menggunakan persamaan:

…….………...…………(6)

3. Menghitung nilai c(i)

Variabel c merupakan nilai antara 0 sampai EOQ(1). Expected relevant cost per unit waktu untuk item I dihitung menggunakan persamaan:

………..…(7) dimana

……….…....(8)

………...…....(9)

Sehingga didapatkan nilai c(i) yang merupakan nilai minimum c dengan perhitungan:

………...

(10)

(5)

4. Perhitungan nilai S(i)

Setelah nilai c(i) ditemukan berdasarkan perhitungan sebelumnya, maka nilai S(i) akan sama dengan c(i) apabila nilai hasil perhitungan S pada persamaan (9) bernilai 61egative. Akan tetapi jiha hasil perhitungan S positif, maka nilai S(i) = ŜI.

Pada tahap 1 sampai 4 diatas merupakan perhitungan dengan mengasumsikan lead time sama dengan 0 dengan hasil parameter nilai S(i) dan c(i), setelah mendapatkan nilai tersebut selanjutnya diiterasi hingga nilai S dan c tidak berubah dari iterasi sebelumnya.

5. Perhitungan nilai s(i)

n ……….

……….(11)

Setelah dilakukan langkah perhitungan parameter kebijakan can-order (S,c,s), didapatkan nilai s(i) (titik must order) untuk item i yang mempunyai lead time > 0 yaitu nilai s(i), nilai titik can order yaitu s(i) + c(i) dan nilai order up to level yaitu s(i) + S(i) dimana nilai c(i) dan S(i) diketahui dari output perhitungan algoritma untuk lead time = 0.

Gambar 2. Algoritma kebijakan can-order

INISIALISASI

S(i) = EOQ(i)………. i = 1, 2, …, n c(i) = 0 ……….. i = 1, 2, …, n i = 0

i = i + 1

Melakukan perhitungan NTi (jumlah pemesanan yang dipicu oleh item i) sehingga didapatkan nilai µi (rate of

opportunities)

Melakukan perhitungan agar didapatkan nilai optimal Si dan ci.

Nilai tersebut merupakan hasil input dari nilai Nti dan Eci.

i = n

Apakah nilai Si pada iterasi k sama dengan nilai Si pada iterasi k-1 dan nilai ci pada iterasi k sama dengan nilai ci pada iterasi

k-1 ?

Hitung nilai s(i), c(i), dan S(i) Apakah nilai Eci lebih

rendah dari (x%) pada iterasi sebelumnya ?

i = 0

YES YES

YES NO

NO

NO

(6)

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1 Hasil Penentuan Tingkat Persediaan Optimal

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data yang dipakai sebagai input parameter perhitungan kebijakan can-order. Tabel 3.1 merupakan data awal yang dijadikan sebagai input parameter yang dibutuhkan untuk menghasilkan parameter kebijakan can-order.

Tabel 1. Input parameter

No No.

Spare Part

Nama Spare Part Mesin

Deman d (λi) (unit)

Biaya Pesan Major (Ai)

(Rupiah)

Biaya Pesan Minor (ai)

(Rupiah)

Harga Spare Part Mesin (vi)

(Rupiah/unit)

Probabilita s Tidak

Ada Shortage (Pi) (%)

Lead Time (L) (Tahu

n)

Fraksi Biaya Simpan

(r) (%)

1 50524

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-6310-

2RS/C3 -- FAG 27 Rp250.000,00 Rp 3.856,00 Rp 192.800,00 0,98 0,0639 0,1

2 49428

CYLINDRICAL,RO LLER,BEARING -- BEARING-

NU317ECJ -- SKF 3 Rp250.000,00 Rp38.251,30 Rp1.912.565,00 0,98 0,0556 0,1

3 49424

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-6308-

2RS/C3 -- SKF 40 Rp250.000,00 Rp 4.065,08 Rp 203.254,00 0,98 0,0389 0,1

4 49422

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-6306-

2RS/C3 -- SKF 23 Rp250.000,00 Rp 1.964,02 Rp 98.201,00 0,98 0,0694 0,1

5 49416

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-6212-

2RS/C3 -- SKF 9 Rp250.000,00 Rp 5.313,52 Rp 265.676,00 0,98 0,0694 0,1

6 45209

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-4305-

ATN9 -- SKF 5 Rp250.000,00 Rp 7.296,58 Rp 364.829,00 0,98 0,0278 0,1

7 10371

BEARING,BALL,A NNULAR -- BEARING-

6218ZZ/C3 -- SKF 6 Rp250.000,00 Rp13.250,00 Rp 662.500,00 0,98 0,0139 0,1

Input parameter perhitungan kebijakan can-order diambil dari data 7 item spare part mesin kelas RO di Unit Produksi 1 yang dipesan dari satu supplier. Input parameter tersebut selanjutnya dihitung sehingga menghasilkan joint parameter (S,c,s) pada masing-masing item spare part mesin. Langkah-langkah dalam perhitungan parameter kebijakan can-order dilakukan menggunakan algoritma perhitungan kebijakan can-order. Nilai parameter kebijakan can-order (S,c,s) yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan nilai parameter yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mengetahui apakah kebijakan usulan lebih baik daripada

(7)

kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Perbandingan parameter dilakukan dengan membandingkan titik si (must order) pada kebijakan can-order dan titik ROL (re-order level) pada kebijakan perusahaan serta titik Si (order up to level) pada kebijakan can-order dan titik Q max pada kebijakan perusahaan.

Tabel 2. Perbandingan parameter kebijakan can-order dan kebijakan perusahaan

si Si

(must

order) (Orde up to level)

1 50523,7 2 16 10 20

2 49427,6 1 3 1 2

3 49423,9 2 20 10 20

4 49421,5 1 15 10 20

5 49416,1 1 8 8 16

6 45208,7 1 6 4 8

7 10370,6 1 5 5 10

Parameter Kebijakan Can-Oder Parameter Kebijakan Perusahaan No. No. Spare Part

ROL Q Max

Parameter kebijakan can-order memperlihatkan adanya perbedaan dengan parameter kebijakan yang telah ditentukan oleh perusahaan. Nilai si memiliki perbedaan jumlah unit yang cukup signifikan dengan nilai ROL. Nilai ROL item spare part mesin pada kebijakan perusahaan lebih banyak dari nilai si pada kebijakan usulan. Nilai ROL tersebut ditentukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi shortage dan spare part mesin selalu tersedia di gudang supaya kelancaran produksi dapat tetap terjaga. Akan tetapi, nilai ROL yang cukup tinggi tersebut menyebabkan biaya simpan di gudang menjadi cukup besar. Pada perhitungan kebijakan can-order, nilai si yang didapatkan memiliki jumlah yang lebih sedikit sehingga persediaan spare part mesin dapat ditekan seminimal mungkin.

Selain itu, terdapat perbedaan pada nilai kuantitas maksimum item spare part mesin antara kebijakan can-order dan kebijakan perusahaan. Kuantitas maksimum berdasarkan kebijakan can-order (Si) memiliki jumlah yang lebih sedikit dari kuantitas maksimum yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebut memperlihatkan adanya efisiensi kuantitas maksimum dalam gudang sehingga biaya total persediaan juga dapat diperkecil.

(8)

Hasil parameter kebijakan can-order yang didapatkan digunakan sebagai input perhitungan total biaya persediaan spare part mesin. Total biaya persediaan dihitung melalui persamaan (7). Total biaya persediaan masing-masing item spare part mesin menggunakan kebijakan can-order dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3. Penghematan total biaya persediaan kebijakan usulan dan perusahaan

No Nomor S.Part Biaya Total Persediaan Kebijakan Perusahaan

Biaya Total Persediaan Kebijakan Can-order

Saving Cost Penghematan

1 50523,7 Rp 865.527,67 Rp 288.846,49 Rp 576.681,18 67%

2 49427,6 Rp 848.977,61 Rp 802.664,94 Rp 46.312,68 5%

3 49423,9 Rp 903.055,47 Rp 382.782,91 Rp 520.272,56 58%

4 49421,5 Rp 396.655,79 Rp 138.697,34 Rp 257.958,45 65%

5 49416,1 Rp 584.023,88 Rp 205.715,25 Rp 378.308,63 65%

6 45208,7 Rp 476.493,84 Rp 238.811,98 Rp 237.681,86 50%

7 10370,6 Rp 998.171,23 Rp 393.251,91 Rp 604.919,32 61%

TOTAL BIAYA PERSEDIAAN Rp 5.072.905,50 Rp 2.450.770,82 Rp 2.622.134,68 52%

Total biaya persediaan menggunakan kebijakan can-order selanjutnya dibandingkan dengan total biaya persediaan sesuai kebijakan perusahaan. Total biaya persediaan pada kebijakan perusahaan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan perhitungan total biaya persediaan berdasarkan kebijakan can-order. Dari tabel 3.3 dapat diketahui bahwa total biaya persediaan usulan pada keseluruhan item spare part mesin memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan total biaya persediaan perusahaan. Total nilai penghematan pada metode usulan adalah sebesar Rp 2.622.134.68 atau memiliki prosentase sebesar 52 %. Adanya perbedaan total biaya persediaan yang cukup besar tersebut dikarenakan perusahaan masih menggunakan sistem pemesanan secara terpisah, dimana apabila item spare part mesin berada pada titik ROL, maka perusahaan akan melakukan pemesanan terhadap supplier.

(9)

Pemesanan secara terpisah tersebut menyebabkan biaya pemesanan yang cukup besar untuk keseluruhan item spare part mesin. Pada kebijakan can-order, pemesanan dilakukan secara bersamaan pada seluruh item pada single supplier. Pemesanan secara bersamaan tersebut dapat menghasilkan biaya pemesanan yang dapat ditekan seminimal mungkin.

3.2 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas akan difokuskan pada perubahan jumlah permintaan spare part mesin dan perubahan biaya pemesanan spare part mesin. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan jumlah permintaan dan biaya pemesanan terhadap perubahan parameter tingkat persediaan kebijakan can-order.

Jumlah permintaan sangat mungkin berubah setiap tahunnya, tergantung pada kebutuhan unit produksi terkait terhadap spare part mesin. Perubahan jumlah permintaan pertahun terbagi menjadi dua macam, yaitu peningkatan jumlah permintaan dan penurunan jumlah permintaan.

Peningkatan dan penurunan jumlah permintaan pada analisis ini dilakukan sebesar 10%, 20%, 30%, dan 40%. Jika terjadi peningkatan dan penurunan jumlah permintaan sebesar prosentase tersebut, akan mengakibatkan perubahan parameter dan total biaya persediaan spare part mesin.

Gambar 3. Grafik perubahan total biaya persediaan akibat perubahan rata-rata permintaan.

Rp- Rp500.000,00 Rp1.000.000,00 Rp1.500.000,00 Rp2.000.000,00 Rp2.500.000,00 Rp3.000.000,00

40% 30% 20% 10% 0 -10% -20% -30% -40%

Total biaya persediaan

Prosentase naik dan turunnya permintaan Nilai Eci setelah perubahan rata- rata permintaan

(10)

Perubahan peningkatan dan penurunan jumlah permintaan memberikan perubahan pada total biaya persediaan seperti yang ada pada Gambar 3.1. Pada peningkatan jumlah permintaan, semakin tinggi jumlah permintaan maka semakin besar pula total biaya persediaan. Sebaliknya, pada penurunan jumlah permintaan, semakin kecil jumlah permintaan maka semakin kecil pula total biaya persediaan. Berdasarkan Gambar 3.1, grafik peningkatan dan penurunan jumlah permintaan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan total biaya persediaan. Besarnya nilai total biaya persediaan pada setiap level prosentase peningkatan dan penurunan jumlah permintaan dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 4. Total biaya persediaan berdasarkan peningkatan dan penurunan jumlah permintaan spare part mesin.

No Prosentase Total Biaya Persediaan Besar Peningkatan dan Penurunan Biaya

1 40% Rp 2.779.552,80 Rp 328.781,98 2 30% Rp 2.735.559,21 Rp 284.788,39 3 20% Rp 2.597.449,56 Rp 146.678,74 4 10% Rp 2.564.860,56 Rp 114.089,74

5 0% Rp 2.450.770,82 0

6 -10% Rp 2.353.396,86 Rp (97.373,96) 7 -20% Rp 2.321.422,01 Rp (129.348,81) 8 -30% Rp 2.158.883,10 Rp (291.887,72) 9 -40% Rp 2.104.425,71 Rp (346.345,11)

Perubahan total biaya persediaan yang terjadi pada spare part mesin juga mempengaruhi perubahan terhadap parameter kebijakan can-order. Perubahan parameter terjadi pada titik must order (s), titik can-order (c), dan titik order up to level (S).

(11)

Grafik terhadap perubahan parameter kebijakan can-order terhadap peningkatan dan penurunan jumlah permintaan pada item spare part mesin 50523.7 dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 4. Grafik perubahan parameter kebijakan.

Dari Gambar 3.2 dapat diketahui bahwa terjadi perubahan parameter kebijakan can-order apabila terjadi peningkatan dan penurunan jumlah permintaan spare part mesin. Parameter S dan c cenderung sensitif terhadap perubahan jumlah permintaan (mengalami peningkatan dan penurunan nilai S dan c), sedangkan parameter s tidak sensitif terhadap perubahan jumlah permintaan (tidak mengalami peningkatan dan penurunan nilai s). Perubahan parameter tersebut menjadikan total biaya persediaan juga berubah sesuai dengan peningkatan maupun penurunan nilai parameter kebijakan.

Selain perubahan terhadap jumlah permintaan, perubahan terhadap biaya pesan juga sangat mungkin terjadi. Pada analisis ini, peningkatan dan penurunan biaya adalah sebesar 10% dan 20% dari biaya pesan yang ditetapkan perusahaan. Perubahan peningkatan dan penurunan biaya simpan menyebabkan terjadinya perubahan pada total biaya persediaan spare part mesin. Pada peningkatan biaya pesan, semakin tinggi peningkatan biayanya, maka semakin besar pula total biaya persediaan. Sebaliknya, pada penurunan biaya pesan, semakin kecil penurunan biayanya, maka semakin kecil pula total biaya persediaan. Tabel 3.5 dan Gambar 3.3 memperlihatkan perubahan total biaya persediaan yang terjadi akibat peningkatan dan penurunan biaya pesan.

Tabel 5. Total biaya persediaan berdasarkan peningkatan dan penurunan biaya pesan spare part mesin.

No Prosentase Total Biaya Persediaan Besar Peningkatan dan Penurunan Biaya 1 20% Rp 2.582.917,34 Rp 132.146,52 2 10% Rp 2.524.121,48 Rp 73.350,66

3 0% Rp 2.450.770,82 0

4 -10% Rp 2.364.918,98 Rp (85.851,84) 5 -20% Rp 2.327.737,32 Rp (123.033,50)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si si ci Si

-40% -30% -20% -10% 0 10% 20% 30% 40%

Jumlah (unit)

Penurunan dan Peningkatan Jumlah Permintaan

Grafik Jumlah Penurunan dan Peningkatan Unit Spare Part Mesin 50523.7

(12)

Gambar 5. Grafik perubahan total biaya persediaan akibat perubahan biaya pemesanan.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan dari hasil penelitian ini adalah model kebijakan can-order dapat menghasilkan parameter tingkat persediaan (S,c,s) optimal pada 7 item spare part mesin kelas RO melalui perhitungan algoritma kebijakan can-order dengan nilai total biaya persediaan sebesar Rp 2.450.770,82. Hasil perbandingan total biaya persediaan pada model usulan menunjukkan adanya penghematan total biaya persediaan sebesar 52 % dari total biaya persediaan perusahaan.

Daftar Pustaka

Bahagia, N.S. (2006). Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB.

Balintfy, JL. (1964). On a basic class of multi item inventory problem. Jounal Of Management Science.

Vol 10, no 2, pp 287-297.

Fransiska, Linda dan Pujawan, I Nyoman. (2011). Pengendalian persediaan komponen circuit breaker dengan kebijakan can-order (Studi kasus: PT. E-T-A Indonesia). Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Herjanto, E. (1999). Manajemen Operasi dan Produksi. Edisi kedua. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nilsson, Andreas. (2006). Essays on Joint Replenishment and Multi-Echelon Inventory Systems.

Licentiate Thesis. Division of Industrial Logistics. Luleå University of Technology.

Silver, E.A, Pyke David F, dan Rein Peterson. 1998. Inventory Management and Production Planning and Scheduling. New York, John Wiley & Sons.

Silver, E. A. (1974). A Control System for Coordinated Inventory Replenishment. International Journal Production vol 12. Canada.

Yulianie, Ranidya Tri. (2011). Pengendalian Persediaan Suku Cadang Pesawat Terbang dengan Pendekatan Model Continuous Review. Penelitian Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tsai, Chieh-Yuan, Chi-Yang, dan Po-Wen Huang. (2009). An Association Clustering Algorithm for Can- order Policies in Joint Replenishment Problem. International Journal of Production Economics, vol. 117.

Rp2.200.000,00 Rp2.250.000,00 Rp2.300.000,00 Rp2.350.000,00 Rp2.400.000,00 Rp2.450.000,00 Rp2.500.000,00 Rp2.550.000,00 Rp2.600.000,00 Rp2.650.000,00

20% 10% 0 -10% -20%

Total biaya persediaan

Prosentase peningkatan dan penurunan biaya pesan Nilai Eci setelah perubahan rata-rata permintaan

Gambar

Gambar 1. Kebijakan can-order.
Gambar 2. Algoritma kebijakan can-order
Gambar 3. Grafik perubahan total biaya persediaan akibat perubahan rata-rata permintaan
Grafik terhadap perubahan parameter kebijakan can-order terhadap peningkatan dan penurunan  jumlah permintaan pada item spare part mesin 50523.7 dapat dilihat pada gambar 3.2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Barlow (1981), dalam memilih antara kebijakan repair maintenance dan preventive maintenance,dapat dilakukan dengen perhitungan menggunakan metode-metode yang telah ada

Berdasarkan pada perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data,dan analisis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian persediaan bahan kimia menggunakan model

menggeser parameter persediaan ke atas dan ke bawah dari nilai base line , maka didapatkan kombinasi dari S dan s yang mempengaruhi SL aktual, diketahui untuk nilai base

Metode Economic Order Quantity (EOQ) yang didasarkan pada formula model persediaan menghasilkan kuantitas pesanan yang ekonomis, 670, yang menghasilkan pengurangan biaya

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan persediaan barang jadi yang dilakukan oleh distributor CV.Yan Utama Corporation selama ini belum optimal karena dari beberapa produk

Berdasarkan hasil perbandingan masing-masing metode, untuk mengendalikan persediaan pakan 511 yang termasuk fast moving item sebaiknya menggunakan metode s,S dengan target service

Penentuan Kebijakan Persediaan dalam Cost Reduction Mrenggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ) Backorder dengan Shortage.. Sari, Indah

i PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGUNAKAN METODE FIXED ORDER QUANTITY DAN FIXED ORDER INTERVAL Studi Kasus di PDAM Tirta Musi Palembang Sebagai Salah