• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (CARBOXYMETHYL CELLULOSE) DARI SELULOSA BATANG PISANG RAJA (Musa paradisiaca) DENGAN VARIASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (CARBOXYMETHYL CELLULOSE) DARI SELULOSA BATANG PISANG RAJA (Musa paradisiaca) DENGAN VARIASI NATRIUM MONOKLOROASETAT"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (CARBOXYMETHYL CELLULOSE) DARI SELULOSA BATANG PISANG RAJA

(Musa paradisiaca) DENGAN VARIASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

SKRIPSI

OLEH:

MELDA PERMANA BR PURBA NIM 141501136

PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (CARBOXYMETHYL CELLULOSE) DARI SELULOSA BATANG PISANG RAJA

(Musa paradisiaca) DENGAN VARIASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MELDA PERMANA BR PURBA NIM 141501136

PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi CMC (carboxymethyl cellulose) dari Selulosa Batang Pisang Raja (Musa paradisiaca) dengan Variasi Natrium Monokloroasetat. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Yuliasmi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku ketua penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan kepada Ibu Prof. Dr. Poppy Anjelisa Zaitun, M.Si.,Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga, Bapak saya Indra Permana Purba, Ibu saya Johana Kristina Sembiring dan adik tercinta Lelita Permana Purba atas limpahan kasih sayang, doa dan

(5)
(6)
(7)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC(CARBOXYMETHYL CELLULOSE) DARI SELULOSA BATANG PISANG RAJA

(Musa paradisiaca) DENGAN VARIASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

ABSTRAK

Batang pohon pisang raja memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 34%-40% terhadap berat kering. Selulosa batang pohon pisang raja berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku sintesis carboxymethyl cellulose (CMC). Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi terkait proses sintesis CMC dari batang pisang raja variasi natrium monokloroasetat untuk alternatif lain sintesis CMC sehingga dihasilkan penggunaan natrium monokloroasetat yang optimal untuk reaksi karboksimetilasi.

CMC disintesis dengan menambahkan pelarut isopropanol dan NaOH 15

% dengan pengadukan selama 1 jam pada suhu 30°C. Selanjutnya ditambahkan natrium monokloroasetat dengan variasi 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram dan dipanaskan pada suhu 50°C selama 3 jam. Kemudian disaring dan residunya direndam dengan metanol selama 24 jam dan dinetralkan dengan asam asetat glasial. Selanjutnya disaring kembali dan residunya dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C. CMC yang diperoleh ditentukan karakteristiknya melalui uji organoleptik, sifat fisikokimia, uji identifikasi, viskositas, uji gugus fungsi dengan menggunakan analisis FT-IR dan derajat substitusi. Kemudian hasil karakteristik dibandingkan dengan CMC komersial.

Hasil rendemen CMC terbanyak pada natrium monokloroasetat 3 gram sebesar 192%. Hasil perbandingan karakterisasi CMC batang pisang raja variasi natrium monokloroasetat dengan CMC komersial berturut-turut: pada uji organoleptik diperoleh hasil berwarna putih sampai kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa; sifat fiskokimia meliputi pH dan kelarutan dalam air memenuhi persyaratan; uji identifikasi memenuhi persyaratan, viskositas yang memenuhi persyaratan, analisis FT-IR pada CMC batang pisang raja menunjukkan kemiripan spektrum dengan CMC komersial, dan derajat substitusi terbesar pada penggunaan natrium monokloroasetat 3 gram yaitu 1,1684.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan seluruh CMC batang pisang raja dengan variasi natrium monokloroasetat dan CMC komersial sebagai pembanding memiliki karakteristik yang hampir sama dan dapat digunakan sebagai alternatif sintesis CMC.

Kata kunci: batang pisang raja, selulosa, natrium monokloroasetat, CMC

(8)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION CMC (CARBOXYMETHYL CELLULOSE) FROM CELLULOSE RAJA BANANA STEM

(Musa paradisiaca) WITH VARIATION SODIUM MONOCLOROACETATE

ABSTRACT

Raja Banana stem has a high content of cellulose about 34-40%.

Cellulose of banana stem has the potential to be used as raw material for synthesis carboxymethyl cellulose (CMC). This study is purposed for giving information related to CMC synthesis process from stem banana variation of sodium monocloroacetate to other alternative of synthesis CMC to produce optimal sodium monocloroacetate for carboxymethylation reaction.

CMC was synthesized by adding isopropanol and 15% NaOH solvents with stirring for 1 hour at 30°C. Furthermore, sodium monocloroacetate was added with variation 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram and 5 gram and heated at 50°C for 3 hours. Then filtered and the residue soaked with methanol for 24 hours and neutralized with glacial acetate acid. It was filtered again and the residue is dried with oven at 60°C. The obtained CMC was determined by organoleptic test, physicochemical properties, identification test, functional group test using FT-IR and viscosity analysis. Then characteristic results are compared with commercial CMC.

The highest yield of CMC on 3 gram sodium monocloroacetate was 192%. The result of comparison of characterization of CMC banana stem of variation of sodium monokloroasetate with commercial CMC respectively: on organoleptic test obtained results of white to yellowish, odorless and tasteless;

Physochemical properties include pH and water solubility fulfilling the requirements; the identification test meets the requirements, the FT-IR analysis on CMC banana stems shows a spectrum similarity with commercial CMCs and optimum degree of substitution on 3 gram sodium monocloroacetate was 1,1684.

Based on the results it can be taken the conclusion that all CMC from banana stem with variation of sodium monocloroacetate and commercial CMC as comparison results had similar characteristics, and can be used as an alternative of synthesis CMC.

Keywords: banana’s stem, cellulose, sodium monokloroacetate, CMC

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pisang ... 6

2.1.1 Sistematika Pisang Raja ... 7

2.1.2 Morfologi Pisang Raja ... 7

(10)

2.1.2 Kandungan Kimia Pisang Raja ... 8

2.2 Lignoselulosa ... 8

2.3 Selulosa ... 9

2.4 Carboxymethyl Cellulose (CMC) ... 11

2.5 Derajat Substitusi ... 16

2.6 Viskositas ... 17

2.7 Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat ... 19

3.1.1 Alat ... 19

3.1.2 Bahan ... 19

3.2 Pengambilan, Identifikasi dan Pengolahan Sampel ... 20

3.2.1 Pengambilan Sampel ... 20

3.2.2 Identifikasi Sampel ... 20

3.2.3 PengolahanSampel... 20

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.3.1 Larutan natrium hidroksida 4% ... 20

3.3.2 Larutan natrium hidroksida 15% ... 20

3.3.3 Larutan natrium hidroksida 17,5% ... 21

3.3.5 Pereaksi natrium hipoklorit 3,5% ... 21

3.4 Isolasi selulosa dari batang pisang raja ... 21

3.5 Sintesis Karboksimetil Selulosa ... 21

3.6. Karakterisasi Karboksimetil Selulosa ... 22

3.6.1 Pemeriksaan Organoleptis ... 22

(11)

3.6.2 Kelarutan CMC ... 22

3.6.3 Pembentukan Busa ... 22

3.6.4 Pembentukan Endapan ... 22

3.6.5 Uji Identifikasi ... 22

3.7.6 Penentuan pH Larutan CMC 1% ... 23

3.6.7 Susut PengeringanCMC ... 23

3.6.8 Kelarutan dalam Air ... 24

3.6.9 Penentuan Viskositas ... 24

3.6.10 Penentuan Derajat Substitusi ... 24

3.6.11 Analisis FT-IR ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Iddentifikasi Tumbuhan ... 26

4.2 Hasil Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) ... 26

4.3 Hasil Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose ... 27

4.3.1 Hasil Karakterisasi Sifat Fisikokimia CMCR ... 27

4.3.2 Hasil Derajat Substitusi ... 31

4.3.3 Hasil Analisa FTIR ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 41

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) ... 26

4.2 Hasil Karakterisasi CMCR dan CMCK ... 28

4.3 Hasil Perhitungan Derajat Substitusi CMCR dan CMCK ... 32

4.4 Hasil Bilangan Gelombang CMCR dan CMCK ... 34

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Selulosa ... 10

2.2 Struktur Natrium Karboksimetil Selulosa ... 12

2.3 Reaksi Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) ... 15

2..4 Sifat Homogenitas Larutan CMC ... 16

(14)

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

Gambar Halaman

1 Potongan Batang Pisang Raja ... 42

2 Serbuk Batang Pisang Raja ... 42

3 Selulosa Batang Pisang Raja ... 43

4 CMCR 1 gram Natrium Monokloroasetat ... 43

5 CMCR 2 gram Natrium Monokloroasetat ... 44

6 CMCR 3 gram Natrium Monokloroasetat ... 44

7 CMCR 4 gram Nartrium Monokloroasetat ... 44

8 CMCR 5 gram Natrium Monokloroasetat ... 45

9 Hasil Uji Pengendapan ... 46

10 Hasil Uji Identifikasi ... 46

11 Spektrofotometer FT-IR ... 49

12 pH meter ... 49

13. Viskometer Brookfield ... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 41

2 Gambar Potongan dan Serbuk Batang Pisang Raja ... 42

3 Gambar Selulosa Batang Pisang Raja dan CMCR ... 43

4 Gambar Hasil Uji Pengendapan dan Uji Identifikasi ... 46

5 Bagan Isolasi Selulosa dari Batang Pisang Raja ... 47

6 Bagan Sintesis Karboksimetil Selulosa Batang Pisang Raja . 48 7 Gambar Alat-alat Uji Karakterisasi CMCR ... 49

8 Perhitungan Rendemen CMCR ... 50

9 Perhitungan Hasil Susut Pengeringan CMCR ... 51

10 Perhitungan Hasil Kelarutan CMCR ... 56

11 Perhitungan Hasil Viskositas CMCR ... 58

12 Perhitungan Derajat Substitusi ... 59

13 Hasil Spektroskopi Infra Merah Selulosa Batang Pisang Raja 61 14 Hasil Spektroskopi Infra Merah Selulosa Komersil... 62

15 Hasil spektroskopi infra merah CMCR A dan CMCK ... 63

16 Hasil spektroskopi infra merah CMCR B dan CMCK... 64

17 Hasil spektroskopi infra merah CMCR C dan CMCK... 65

18 Hasil spektroskopi infra merah CMCR D dan CMCK ... 66

19 Hasil spektroskopi infra merah CMCR E dan CMCK ... 67

20 Hasil spektroskopi infra merah CMC Komersial ... 68

21 Hasil spektroskopi infra merah CMCR A ... 69

22 Hasil spektroskopi infra merah CMCR B ... 70

23 Hasil spektroskopi infra merah CMCR C ... 71

24 Hasil spektroskopi infra merah CMCR D ... 72

(16)

25 Hasil spektroskopi infra merah CMCR E ... 73

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi pisang berdasarkan data statistik Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai 137.886 ton. Terdapat varietas yang masih kurang proses pengolahannya namun persediannya melimpah, yaitu pisang raja (Ermawati, dkk, 2016). Selama ini pisang banyak dimanfaatkan pada buah dan daunnya, sedangkan batang pisang kurang banyak dimanfaatkan sehingga menjadi limbah pada lingkungan. Batang pohon pisang memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 34%-40%, hemiselulosa 12%- 14% dan lignin 12% terhadap berat kering. Selulosa batang pohon pisang berpotensi digunakan sebagai bahan baku sintesis carboxymethyl cellulose (CMC) (Mohapatra, dkk, 2010).

CMC merupakan molekul anionik yang mampu mencegah terjadinya pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein. Menurut BPS (2016), penggunaan CMC setiap tahunnya mengalami peningkatan dan tercatat hingga 2016 data impor CMC mencapai 552.532 kg perbulannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat bahwa kebutuhan masyarakat terhadap CMC sangat tinggi (Ayuningtiyas, dkk., 2017).

Saat ini karboksimetil selulosa telah banyak digunakan dan memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi. Karboksimetil selulosa secara luas

(18)

digunakan dalam bidang pangan, industri dan formulasi. Khusus bidang pangan, karboksimetil selulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickner, adhesive, dan emulsifier. CMC pada berbagai industri dimanfaatkan pada detergen, cat, keramik, tekstil, kertas dan makanan. Fungsi CMC pada bidang formulasi adalah sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat (Hasibuan, 2016).

Dalam sintesis CMC terdapat faktor utama yang mempengaruhi karakteristik CMC yaitu proses alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan menggunakan NaOH, yang tujuannya mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa dan berfungsi untuk memudahkan difusi reagen pada tahap karboksimetilasi. Pada proses karboksimetilasi digunakan reagen natrium monokloroasetat. Pada tahap karboksimetilasi ini adalah proses esterifikasi. Pada tahap ini merupakan proses pelekatan gugus karboksilat pada struktur selulosa.

Gugus karboksilat yang dimaksud terdapat pada natrium monokloroasetat (Ayuningtiyas, dkk., 2017).

Jumlah natrium monokloroasetat yang digunakan akan berpengaruh terhadap substitusi dari unit anhidroglukosa pada selulosa (Wijayani, dkk., 2015).

Dari kegunaan monokloroaseat tersebut maka perlu dilakukan variasi natrium monokloroasetat untuk mengetahui pengaruh natrium monokloroasetat terhadap CMC yang dihasilkan.

Menurut Melisa, dkk., (2016), sintesis CMC dari tongkol jagung manis dengan kandungan selulosa 41% menghasilkan CMC optimal pada penggunaan rasio natrium monokloroasetat : selulosa yakni 7:5 dengan nilai derajat substitusi 1,403 dan rendemen sebesar 55,79%. Nur’ain, dkk., (2017), telah melakukan penelitian tentang sintesis CMC dari batang jagung dengan kandungan selulosa

(19)

30-50% menghasilkan CMC optimal pada rasio natrium monokloroasetat : selulosa 6:5 dengan nilai derajat substitusi 0,839 dan rendemen 96,36%.

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul sintesis CMC dari selulosa batang pisang raja (Musa paradisiaca) variasi natrium monokloroasetat. Alasan penulis melakukan penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi terkait dengan proses sintesis CMC dari batang pisang raja dengan variasi natrium monokloroasetat untuk alternatif lain pembuatan CMC dengan hasil yang optimal dari penggunaan natrium monokloroasetat .

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah karboksimetil selulosa dapat disintesis dari selulosa batang pisang raja?

b. Apakah karboksimetil selulosa dari batang pisang raja mempunyai karakeristik yang sama bila dibandingkan dengan karboksimetil selulosa komersial ?

c. Apakah terdapat pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap sintesis karboksimetil selulosa?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis analisis sebagai berikut:

a. Karboksimetil selulosa dapat disintesis dari selulosa batang pisang raja.

b. Karboksimetil selulosa dari batang pisang raja mempunyai karakeristik yang sama bila dibandingkan dengan karboksimetil selulosa komersial.

c. Terdapat pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap sintesis karboksimetil selulosa.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui bahwa karboksimetil selulosa dapat disintesis dari selulosa batang pisang raja.

(21)

b. Membandingkan karboksimetil selulosa dari batang pisang raja dengan karboksimetil selulosa komersial.

c. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap sintesis karboksimetil selulosa.

1.5 Manfaat

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan proses sintesis CMC dari batang pisang raja dengan variasi natrium monokloroasetat untuk alternatif lain pembuatan CMC dengan hasil yang optimal dari penggunaan natrium monokloroasetat.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam familia Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia pisang merupakan buah yang paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan buah-buah yang lain.

Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar di Asia, karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan sebagai salah satu komoditas buah unggulan nasional.

Sebagai komoditas unggulan pisang merupakan buah yang mudah didapat, memiliki nilai ekonomi, budaya, serta nilai gizi yang tinggi (Ermawati, dkk., 2016). Sudah lama pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah (Sunarjono, 2002).

Tanaman pisang memiliki habitus herba dan hanya berbuah sekali (monokarpik) kemudian mati. Buah pisang mudah didapat karena daerah distribusinya luas serta masa berbuahnya tidak mengenal musim (Khasanah dan Marsusi, 2014). Produksi pisang di Sumatera Utara berdasarkan data statistik Dinas Tanaman Pangan Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai 137.886 ton. Terdapat berbagai jenis varietas pisang. Dari sekian banyak jenis pisang, terdapat satu varietas yang masih kurang proses pengolahannya namun persediannya melimpah, yaitu pisang raja. Biasanya pisang raja ini dikonsumsi secara langsung atau hanya diolah menjadi pisang goreng, kripik pisang atau pisang ijo (Ermawati, dkk., 2016).

(23)

2.1.1 Sitematika Pisang Raja

Menurut Herbarium Medananse (2018) klasifikasi tanaman pisang raja yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca 2.1.2 Morfologi Pisang Raja

Tanaman pisang merupakan tumbuhan berbatang basah yang besar, biasanya mempunyai batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun.

Tangkai daun jelas beralur pada sisi atasnya, helaian daun lebar, bangu jorong (oval memanjang), dengan ibu tulang yang nyata dan tulang-tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil. Bunga mempunyai tenda bunga yang mempunyai kelopak dan mahkota yang biasanya berlekatan. Bakal buah tenggelam, tangkai putik berbelah 3-6 (Wibowo dan Prasetyaningrum, 2015).

Batang pisang ini tingginya 1,8-2,3 meter dengan warna hijau kemerahan.

Daunnya berwarna hijau tua. Panjang tandan buah 50-60 cm dengan berat 7-15 kg. Setiap tandan terdiri dari 6-8 sisiran dan setiap sisiran ada 13-18 buah. Daging buah kuning, berasa sangat manis, dan kenyal berpati. Kulit buah tebal berwarna merah tua dan agak melekat pada daging buah bila terlalu matang. Umur panen 3- 4 bulan sejak keluar jantung (Sunarjono, 2002).

(24)

2.1.3 Kandungan Kimia Pisang Raja

Berdasarkan penelitian Mohapatra, dkk., (2010) batang pisang raja mengandung lignin 12%, selulosa 34-40%, xilosa 13,1 %, galaktosa 2,5%, arabinosa 9,1%, dan manosa 1,3% terhadap berat kering.

2.2 Lignoselulosa

Komponen lignoselulosa merupakan bagian terbesar yang menyusun tubuh tumbuhan. Komponen ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa,dan lignin.

Lignoselulosa yang tedapat dalam limbah pertanian terdiri dari 40-60% selulosa, 20-30% hemiselulosa, dan 15-30% lignin. Susunan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam sel tanaman sangat kompleks. Hemiselulosa bersama lignin mengakibatkan struktur sel bersifat pasif dan kaku. Susunan yang kompleks tersebut mengakibatkan proses pemisahan komponen-komponen ini cukup rumit (Bahri, 2015).

Lignin merupakan senyawa kompleks yang tersusun dari unit fenilpropana yang terikat di dalam struktur tiga dimensi dan merupakan material paling kuat di dalam massa. Lignin mengandung karbon yang relatif tinggi sehingga resisten terhadap degradasi, oleh karena itu lignin harus dipecah agar hemiselulosa dan selulosa dapat dihidrolisis (Baharuddin, dkk., 2016). Sifat- sifat lignin yaitu tidak larut dalam air dan asam mineral kuat, larut dalam pelarut organik, dan larutan alkali encer (Surest dan Satriawan, 2010).

Lignin yang terikat dengan selulosa harus dihilangkan terlebih dahulu dengan proses delignifikasi. Penghilangan lignin dapat dilakukan dengan menambahkan asam atau basa agar senyawa lignin tersebut menjadi larut (Melisa,

(25)

dkk., 2014). Struktur lignin mengalami perubahan dibawah kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Pada suasana asam, lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada proses pendidihan. Dimana peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah dan lignin terkondensasi akan mengendap (Taherzadeh dan Karimi, 2007).

Hemiselulosa tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang.

Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping. Secara biokimawi, hemiselulosa adalah semua polisakarida yang dapat diekstraksi adalah larutan basa. Monomer penyusun hemiselulosa biasanya adalah rantai D-glukosa, ditambah dengan berbagai bentuk monosakarida yang terikat pada rantai. Hemiselulosa mudah terdegradasi dan larut dibandingkan dengan selulosa sehingga persentasenya dalam pulp selalu lebih kecil (Saleh, dkk., 2009).

2.3 Selulosa

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak melimpah di alam, karena struktur bahan seluruh dunia tumbuhan terdiri atas sebagian besar selulosa. Suatu jaringan yang terdiri atas beberapa lapis serat selulosa adalah unsur penguat utama dinding sel tumbuhan. Didalam selulosa terdapat dalam bentuk serat-serat. Serat-serat selulosa mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi.

Selulosa merupakan suatu polimer yang berantai lurus yang terdiri dari unit-unit glukosa. Bobot molekul selulosa alamiah sukar diukur, dikarenakan degradasi

(26)

terjadi selama isolasi.Panjang rantainya berbeda-beda dari jenis tumbuhan yang berbeda (Bahri, 2015).

Selulosa merupakan serat berwarna putih, tidak larut dalam air panas dan dingin, alkali dan pelarut organik netral seperti alkohol dan benzen (Muzakkar, dkk., 2017). Selulosa adalah polimer dengan rumus kimia (C6H10O5)n. Dalam hal ini n adalah jumlah pengulangan unit gula atau derajat polimerisasi yang harganya bervariasi berdasarkan sumber selulosa dan perlakuan yang diterimanya. Kebanyakan serat untuk pembuat pulp mempunyai harga derajat polimerisasi 600-1500 (Surest dan Satriawan, 2010). Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecendrungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam satu polimer selulosa maupun antar rantai polimer yang berdampingan.Ikatan hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa terdapat dalam ukuran besar, dan memiliki sifat kekuatan tarik yang tinggi (Dewi, dkk., 2009).

Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Baharuddin, dkk., 2016)

Menurut Sumada, dkk., (2011), berdasarkanderajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibagi tiga jenis, yaitu :

(27)

1. Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan natrium hidroksida 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600-15000. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa dengan derajat kemurnian α >

92% memenuhi syarat untuk bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa ikatan di bawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri kain (serat rayon). Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya.

2. Selulosa β (Beta cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan natrium hidroksida 17,5% atau basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 15- 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa

(Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan natrium hidroksida 17,5% atau basa kuat dan tidak mengendap jika dinetralkan memiliki DP (Derajat Polmerisasi) nya kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa.

2.4 Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Karboksimetil selulosa merupakan turunan selulosa yang memiliki peran penting dan berguna sebagai agen pengemulsi, agen pensuspensidan sebagai pengikat dalam pembuatan tablet. Pada awalnya, CMC banyak dibuat dari selulosa kayu. Hal ini disebabkan kandungan selulosa pada kayu biasanya cukup tinggi, yaitu sekitar 42-47%. Limbah-limbah yang mengandung selulosa dalam jumlah besar sangat potensial dimanfaatkan untuk dijadikan karboksimetil selulosa (CMC). Namun, tidak hanya dari kayu, sekarang ini telah banyak

(28)

dikembangkan sintesis CMC berbahan dasar bukan kayu, melainkan limbah- limbah agrikultural seperti kulit buah pisang, nanas, kelapa sawit, jeruk bali, tanaman enceng gondok, dan lain-lain. Hal ini disebabkan limbah-limbah pertanian sangat melimpah jumlahnya dan terbuang percuma (Agustriono dan Hasanah, 2016).

Carboxymethyl Cellulose (CMC) adalah derivat selulosa yang berantai lurus, panjang, larut dalam air, dan anionik polisakarida (Tasaso, 2015). Struktur CMC merupakan rantai polimer yang terdiri dari molekul selulosa. Setiap unitanhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan beberapa atom hidrogen dari gugus hidroksil tersebut disubstitusi oleh carboxymethyl (Kamal, 2010).

Gambar 2.2 Struktur Natrium Karboksimetil Selulosa (Kamal, 2010) Gugus hidroksil yang tergantikan dikenal dengan derajat penggantian (degree of substitution) disingkat DS. Jumlah gugus hidroksil yang tergantikan atau nilai DS mempengaruhi sifat kekentalan dan sifat kelarutan CMC dalam air (Kamal, 2010).

Karboksimetil selulosa telah banyak digunakan dan bahkan memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi. Karboksimetil selulosa secara luas digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas, tekstil, serta bangunan.Khusus bidang pangan, karboksimetil selulosa dimanfaatkan

(29)

sebagai stabilizer, thickner, adhesive, dan emulsifier. CMC pada berbagai industri seperti: detergen, cat, keramik, tekstil, kertas dan makanan. Fungsi CMC pada bidang formulasi adalah sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat (Hasibuan, 2016).

Sifat-sifat CMC yaitu mudah larut dalam air dingin maupun dalam air panas, bersifat stabil dalam lemak dan tidak larut dalam pelarut organik serta zat inert (Kamal, 2010). Larutan CMC 1% mempunyai pH 7,0-8,5 dan pada rentang 5-9 tidak terlalu berpengaruh terhadap viskositas. Jika pH di bawah 1, larutan menjadi tidak homogen karena terbentuk endapan, khususnya industri makanan, disarankan sifat CMC tidak terlalu asam. Pada pH kurang dari 3 viskositas CMC bertambah karena terbentuknya gel yang sedikit larut, sedang pada pH di atas 10 viskositas CMC sedikit berkurang. Kadar air dalam CMC mempengaruhi daya tahan CMC karena adanya reaksi pembusukan secara kimia maupun mikrobiologi. Kadar NaCl berkaitan dengan kemurnian atau kadar CMC, dengan mengetahui kadar NaCl maka kemurnian diketahui dan apabila semakin kecil kadar NaCl kemurnian makin besar. Terbentuknya NaCl ini karena adanya reaksi antara natrium monokloroasetat dengan alkali selulosa (Wijayani, dkk., 2005).

Sintesis CMC dilakukan dengan proses alkalisasi, karboksimetilasi, netralisasi, dan pengeringan. Proses alkalisasi merupakan proses saat terjadi reaksi substitusi antara gugus hidroksil dengan NaOH menghasilkan natrium selulosa.

Sedangkan karboksimetilasi merupakan proses dimana terjadi reaksi substitusi terjadi antara gugus Na pada natrium monokloroasetat menghasilkan CMC. CMC tersebut kemudian dinetralkan dengan ditambahkan asam asetat dikarenakan pada saat proses sintesis suasana CMC dalam alkali (Mahendra dan Mitarlis, 2017).

(30)

Pembuatan CMC dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya alkalisasi dan karboksimetilasi. Pada tahap alkalisasi serat selulosa akan mengembang, yang menyebabkan struktur kristalin selulosa akan berubah dan meningkatkan kemampuan kimia masuk ke dalam serat. Selain itu, fase cair (campuran alkohol- air) sebagai agen solvasi, melarutkan NaOH dan mendistribusikannya ke gugus hidroksil selulosa membentuk alkil selulosa. Larutan NaOH akan menembus ke struktur kristal selulosa, kemudian mensolvasi gugus hidroksil yang membuatnya siap untuk reaksi eterifikasi dengan cara memutus ikatan hidrogen. Alkalisasi dilakukan menggunakan NaOH, yang tujuannya mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa dan berfungsi untuk memudahkan difusi reagen pada tahap karboksimetilasi Pada proses karboksimetilasi digunakan reagen natrium monokloroasetat (Ayuningtiyas, dkk., 2017

Karboksimetilasi menggunakan senyawa monokloroasetat baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya, seperti natrium monokloroasetat.

Kadar natrium monokloroasetat akan berpengaruh terhadap substitusi yang terjadi pada struktur selulosa (Wijayani, dkk., 2005). Reagen monokloroasetat yang digunakan dalam sintesis karboksimetil selulosa sangat mempengaruhi derajat substitusi produk karboksimetil selulosa (Melisa, dkk., 2014). Jumlah alkali yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap jumlah garam natrium monokloroasetat untuk bereaksi dengan gugus hidroksil pada selulosa.

Komposisi reagen alkalisasi dan karboksimetilasi dalam pembuatan CMC sangat menentukan kualitas atau mutu dari CMC yang dihasilkan (Wijayani, dkk., 2005).

(31)

Reaksi sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Reaksi Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) (Eliza, dkk., 2015)

(32)

2.5 Derajat Substitusi

Menurut Eriningsih, dkk., (2011), derajat substitusi (DS) dan berat molekul merupakan parameter daya guna CMC dan sangat bergantung pada pada pemilihan media reaksi sintesa dan tahapan proses. Semakin tinggi DS akan menunjukkan kompatibilitasnya dengan komponen lain seperti garam atau pelarut lainnya dan berpengaruh pada viskositas. Beberapa faktor yang mempengaruhi DS antara lain adalah density, thixotropy dan higroskopis.

Thixotropy adalah sifat dari gel atau cairan yang berbentuk kental (viscous), namun tidak homogen. Hal ini bila dituangkan akan mengalir dengan tidak lancar pada kondisi normal, tetapi berkurang kekentalannya bila dikocok, diaduk atau dimampatkan. Adapun sifat higroskopis adalah kemampuan gel atau cairan untuk menarik molekul dari lingkungannya, yang dicapai melalui absorpsi atau adsorpsi, sehingga sifat fisiknya akan berubah seperti peningkatan volume, sifat kaku, atau karakter fisik lainnya.

Semakin meningkat densitas dan higroskopis CMC, maka DS nya akan semakin meningkat pula, namun DS akan berkurang dengan semakin meningkatnya sifat thixotropy (Eriningsih, dkk., 2011). Sifat tersebut dapat digambarkan melalui keseragaman substitusi gugus karboksimetil sebagai berikut:

(33)

2.6 Viskositas

Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh gesekan antara molekul-molekul cairan, yang mampu menahan aliran fluida sehingga dapat dinyatakan sebagai indikator tingkat kekentalannya. Kekentatalan adalah sifat suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan antara molekul- molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair (Soebyakto, dkk., 2016).

CMC dapat membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas sehingga partikel-partikel yang tersuspensi yang tersuspensi akan tertangkap dalam sisitem tersebut dan tidak mengendap oleh pengaruh gravitasi.

CMC dapat mencegah pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Anggraini, dkk., 2016).

Nilai viskositas yang baik untuk bahan pangan adalah ≥25. Derajat substitusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya viskositas CMC (Nur, dkk., 2016).

2.7 SpektrofotometerFourier Transform Infra Red (FT-IR)

Spektrum inframerah adalah suatu teknik yang didasarkan pada getaran dari atom-atom molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh dengan melewatkan radiasi inframerah melalui sampel dan menentukan sebagian kecil dari energi radiasi tertentu yang diserap (Masfria, dkk., 2015). Frekuensi inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wave number), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter

(34)

(Hart, dkk., 2003). Daerah antara 1400-4000 cm-1, bagian kiri spektrum inframerah, merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus- gugus fungsional. Daerah dikanan 1400 cm-1 seringkali sangat rumit. Dalam daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita dan gugus fungsional spesifik tidak dapat ditarik dengan cermat, namun tiap senyawa organik mempunyai resapan yang unik di sini. Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun bagian kiri suatu spektum nampaknya sama untuk senyawa-senyawa yang mirip, daerah sidik jari harus cocok antara dua spekra, agar dapat disimpulkan bahwa kedua senyawa itu sama. Salah satu pita dalam spektrum inframerah yang paling terbedakan adalah pita yang disebabkan oleh modus uluran karbonil. Pita ini merupakan peak yang kuat yang dijumpai dalam daerah 1640-1820 cm-1 (Fessenden dan Fessenden, 1989).

Menurut Muzakkar, dkk., (2017), selulosa jerami padi terdapat puncak dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 3421,83 cm–1 menunjukkan gugus hidroksil (–OH). Sementara bilangan gelombang 896,93 cm-1 menunjukkan adanya ikatan 1,4–β dari selulosa. Bilangan gelombang pada 2902,96 cm−1 menunjukkan adanya –CH2 yang merupakan kerangka pembangun struktur selulosa. Hasil analisis FTIR CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang dihasilkan dari selulosa jerami padi menunjukkan bahwa munculnya beberapa bilangan gelombang. CMC dicirikan dengan adanya gugus karbonil (C=O) dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 1586,05 cm−1, gugus hidroksil (–OH) pada bilangan gelombang 3351,27 cm−1 dan gugus –CH2 pada bilangan gelombang 2917,27 cm−1.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, isolasi selulosa, sintesis karboksimetil selulosa dan karakterisasi karboksimetil selulosa.

3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca analitik (InoLab), Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (Shidmadzu), oven listrik (Memmert), desikator, hotplate stirrer, stopwatch, termometer, pH indikator (Merck), pH meter (Hanna), ayakan, blender (Philips), lemari pengering, cawan, alumunium foil, kertas saring, cawan porselin dan viskometer Brookefield.

3.1.2 Bahan penelitian

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimia yang berkualitas pro analisis produksi PT. Smart Lab yaitu asam asetat glasial, asam sulfat pekat, etanol, isopropanol dan metanol. Yang tidak berkualitas pro analisis adalah akuades, eter, natrium hipoklorit dan barium klorida. CMC komersial, 1-naftol LP, NaOH pellet, natrium monokloroasetat dan selulosa produksi PT. Merck.

(36)

3.2 Pengambilan, Identifikasi dan Pengolahan sampel 3.2.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya tanpa membandingkan sampel yang diambil dengan sampel yang sama dari daerah lain.

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pisang yang diperoleh dari daerah Desa Delitua Dusun I, Kecamatan Namorambe, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Universitas Sumatera Utara.

3.2.3 Pengolahan sampel

Batang pisang dibersihkan dari pengotor, dicuci, ditiriskan dan diangin- anginkan. Dipotong kecil-kecil dengan ukuran kurang lebih 2 x 2 cm. Kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu ±40ºC hingga rapuh.Lalu dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Diayak melalui ayakan mesh 20. Disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.3 Pembuatan Pereaksi.

3.3.1 Larutan natrium hidroksida 4%

Natrium hidroksida sebanyak 4 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.3.2 Larutan natrium hidroksida 15%

Natrium hidroksida sebanyak 15 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

(37)

3.3.3 Larutan natrium hidroksida 17,5%

Natrium hidroksida sebanyak 17,5 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.3.4 Larutan hipoklorit 3,5%

Larutan hipoklorit 10% sebanyak 35 ml dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.4 Isolasi Selulosa dari Batang Pisang Raja

Sebanyak 100 gram serbuk batang pisang raja ditambahkan dengan 2 L larutan natrium hidroksida 4%, dipanaskan pada suhu 50°C selama 3 jam.

Kemudian dicuci dengan akuades, disaring dan diputihkan dengan 1 L natrium hipoklorit 3,5% dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian disaring dan dicuci dengan akuades hingga pH netral.

Selulosa yang diperoleh dari batang pisang raja ditambah dengan 1,5 L natrium hidroksida 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80°C selama 30 menit.

Hasilnya kemudian dicuci dengan bersih dengan akuades. Lalu ditambahkan natrium hipoklorit 3,5% dan dipanaskan pada suhu 100°C selama 5 menit.

Kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral, lalu disaring dan dikeringkan pada suhu 60°C dalam oven. Maka diperoleh selulosa (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).

3.5 Sintesis Karboksimetil Selulosa dengan Variasi Natrium Monokloroasetat 3 gram berat kering selulosa batang pisang raja dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml ditambahkan 90 ml isopropanol. Selanjutnya dilakukan proses

(38)

alkalisasi dengan menambahkan 10 ml larutan NaOH 15% dan dilakukan pengadukan menggunakan magnetic strirer selama 1 jam pada suhu 30°C. Setelah selesai dilanjutkan proses karboksimetilasi dengan menambahkan ClCH2COONa sebanyak 1 gram. Campuran kemudian dipanaskan dengan suhu 50ºC selama 3 jam. Setelah itu campuran disaring dan residunya direndam menggunakan 100 ml metanol selama 24 jam. Kemudian campuran dinetralkan menggunakan larutan asam asetat glasial. Campuran kemudian disaring kembali dan residunya dicuci dengan etanol kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60ºC hingga beratnya konstan. Perlakuan yang sama untuk variasi natrium monokloroasetat (2 g, 3 g, 4 g, dan 5 g) mengikuti prosedur diatas (Tasaso, 2015).

3.6 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa 3.6.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau dan rasa sesuai dengan Farmakope Indonesia ke-IV.

3.6.2 Kelarutan CMC

Diamati kelarutannya terhadap air, etanol dan eter (Anonim, 2011).

3.6.3 Foam Test (Pembentukan Busa)

Sampel dibuat bentuk larutan dengan konsentrasi 0,1% kemudian dikocok kuat-kuat. Pada Na-CMC tidak terbentuk lapisan busa pada permukaan larutan (Anonim, 2011).

3.6.4 Pembentukan Endapan

Ditambahkan lebih kurang 1 gram CMC pada 50 ml air sambil diaduk hingga terdispersi homogen. Dilanjutkan pengadukan hingga diperoleh larutan

(39)

jernih. Pada 5 ml larutan tambahkan barium klorida, terbentuk endapan halus putih (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.6.5 Uji Identifikasi

Ditambahkan lebih kurang 1 gram CMC pada 50 mL air sambil diaduk hingga terdispersi homogen. Dianjutkan pengadukan hingga diperoleh larutan jernih. Diencerkan1 ml larutan dengan 1 ml air dalam tabung reaksi kecil, ditambahkan 5 tetes 1-naftol LP. Dimiringkan tabung dan dituangkan melalui dinding tabung 2 ml asam sulfat P, terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.6.6 Penentuan pH larutan CMC 1%

CMC ditimbang 1 gram dan dilarutkan dalam akuades 100 mldengan memanaskan pada suhu 60ºC dan diaduk sampai larut. Setelah larut merata, didinginkan pada suhu ruang. Penetapan pH dilakukan dengan pH meter (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).

3.6.7 Susut Pengeringan Sampel

Botol timbang dikeringkan di oven selama 30 menit pada suhu 100–105ºC, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Satu gram karboksimetil selulosa ditimbang seksama dalam botol timbang. Dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam. Pada waktu pemanasan di oven, tutup botol timbang dibuka, dan saat pengambilan botol timbang segera ditutup dan dibiarkan dalam desikator sampai suhu mencapai suhu kamar lalu ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

(40)

3.6.8 Kelarutan dalam Air

Sampel sebanyak 2 g diaduk dengan 80 mL air suling selama 10 menit, disaring dengan vakum melalui kertas saring. Pindahkan filtrat ke dalam gelas beker yang telah ditara ( ), lalu diuapkan hingga kering pada suhu 105C selama 1 jam, didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang ( ). Selisih berat antara residu dan gelas beker kosong tidak boleh lebih dari 0,25%. Kelarut dalam air (Za) dihitung berdasarkan persamaan berikut (USP 27 dan NF 22, 2004) :

Za = x 100%

3.6.9 Penentuan Viskositas

Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield dengan cara ditimbang 2 gram berat kering CMC dimasukkan dalam lumpang kemudian ditambah dengan air panas secukupnya hingga mencapai volume 100 ml. Setelah air panas dimasukkan, campuran digerus sampai homogen dan dituangkan kedalam gelas kimia. Lalu spindle diturunkan hingga spindle tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya akan dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindle diatur, kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (η) dalam sentipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan spindle. Menurut Dalimunthe (2016), nilai viskositas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

Viskositas (cps) = skala (dial reading) x faktor

(41)
(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah tumbuhan pisang raja (Musa paradisiaca L) dari suku Musaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41.

4.2 Hasil Sintesis CMC Batang Pisang Raja

Isolasi selulosa batang pisang raja dilakukan dengan metode delignifikasi.

Selulosa yang diperoleh dari pengolahan batang pisang 100 gram adalah 33,67 gram atau 33,67%. Hasil sintesis natrium karboksimetil selulosa dengan variasi natrium monokloroasetat terdapat di Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) Konsentrasi

NaOH (%)

Berat Selulosa (g)

Berat Natrium Monokloroasetat

(g)

Berat CMC (g) % Berat*

15 3 1 2,3 76,67

15 3 2 3,74 124,67

15 3 3 5,76 192

15 3 4 4,64 154,67

15 3 5 3,86 128,67

Keterangan: *= % berat terhadap selulosa

Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam sintesis CMC adalah alkalisasi dan karboksimetilasi karena menentukan karakteristik CMC yang dihasilkan. Proses alkalisasi pada penelitian ini menggunakan larutan NaOH 15%

dengan pengadukan menggunakan magnetic stirer selama 1 jam. Hal ini

(43)

dilakukan agar campuran reaksi merata maka selulosa harus terbasahi seluruhnya oleh larutan NaOH. Fungsi NaOH yaitu mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa dan sebagai pengembang. Proses pengembangan selulosa ini akan mempengaruhi proses selanjutnya yaitu proses karboksimetilasi yaitu proses karboksimetilasi dimana kondisi karboksimetilasi akan optimum jika pengembangannya optimum (Safitri, dkk., 2017). Pada proses karboksimetilasi digunakan reagen natrium monokloroasetat, jumlah natrium monklroroasetat yang digunakan akan berpengaruh terhadap substitusi dari unit anhidroglukosa pada selulosa (Wijayani, dkk., 2005).

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan natrium monokloroasetat 1 sampai 3 gram menghasilkan rendemen yang makin besar. Hasil terbesar pada penggunaan natrium monokloroasetat 3 gram dengan rendemen 192%. Hasil yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan Nur’ain, dkk., (2017) yang menggunakan metode yang berbeda dan sampel batang jagung dengan rendemen terbesar yaitu 96,36%.

4.3 Hasil Karakterisasi CMC Batang Pisang Raja (CMCR) 4.3.1 Hasil Karakterisasi Sifat Fisikokimia CMCR

Karakterisasi CMC Batang Pisang Raja (CMCR) dilakukan dengan membandingkannya dengan CMC Komersil (CMCK) sesuai dengan syarat yang terdapat dalam USP 27 dan NF 22 (2004), Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), dan Anonim (2011). Hasil karakterisasi CMCR dan CMCK dapat dilihat pada Tabel 4.2 pada halaman 28.

(44)

Tabel 4.2 Data Karakterisasi CMCR dan CMCK

No Parameter

CMCR CMCK Persyaratan

A B C D E

1 Organoleptik Serbuk putih kekuningan, tidak berbau,

tidak berasa

Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa

Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa

Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa

Serbuk putih kekuningan, tidak berbau,

tidak berasa

Serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa

Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning

gadingtidak berbau, tidak berasa (Ditjen POM Depkes RI,

1995)

2.

Kelarutan

Air Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi (Ditjen POM Depkes RI, 1995) Alkohol Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut

(Ditjen POM Depkes RI, 1995) Eter

Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut ((Ditjen POM Depkes RI, 1995) 3.

pH 6,58 6,77 7,77 7,82 7,89 7,24 6,5-8,5 (USP 27

dan NF 22, 2004)

(45)

Tabel 4.2 (Lanjutan) 4. Susut

pengeringan (%)

5,367 4,0397 5,0804 3,99 3,0071 4,75 ≤10% (USP 27

dan NF 22, 2004) 5. Kelarutan

dalam Air (%)

0,24 0,12 0,19 0,19 0,17 0,08 ≤ 0,25

(USP 27 dan NF 22, 2004) 6. Pembentukan

endapan dengan BaCl2

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih (Ditjen POM Depkes RI,

1995) 7. Pembentukan

busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa

Tidak terbentuk lapisan busa pada

permukaan larutan (Anonim,

2011)

8. Uji

identifikasi dengan 1- naftol dan H2SO4 (p)

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan

terjadi warna merah ungu pada

bidang batas antara dua lapisan

((Ditjen POM Depkes RI, 1995)

9. Viskositas 300 400 475 200 150 500 ≥25 (Anonim,

2011) Ket.: A: variasi 1 gram natrium monokloroasetat C: variasi 3 gram natrium monokloroasetat E: variasi 5 gram natrium monokloroasetat B: variasi 2 gram natrium monokloroasetat D: variasi 4 gram natrium monokloroasetat

(46)

Hasil uji organoleptik CMCR dan CMCK dari bentuk, warna dan rasa berupa serbuk kasar, berwarna putih sampai putih kekuningan dan tidak berbau.

Keduanya telah memenuhi persyaratan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

Sifat fisikokimia CMCR meliputi kelarutan (air, alkohol dan eter), pH, susut pengeringan, kelarutan dalam air, pembentukan endapan dan pembentukan busa. Berdasarkan hasil pengujian, kelarutan pada air, alkohol dan eter pada CMCR dan CMCK semuanyamemenuhi persyaratan yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995), yaitu terdispersi dalam air, tidak larut dalam alkohol dan tidak larut dalam eter. Hasil pengujian pH, susut pengeringan dan kelarutan zat dalam air pada CMCR dan CMCK semuanya memenuhi persyaratan yang terdapat dalam USP 27 dan NF 22 (2004) berturut-turut yaitu, 6,5-8,5, ≤10% dan ≤0,25%.

Pada uji pembentukan endapan CMCR terbentuk endapan putih halus setelah ditambahkan reagen BaCl2. Hasil ini sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV (1995). Hasil uji pembentukan busa yaitu tidak terbentuk busa pada larutan dengan CMCR konsentrasi 0,1% setelah dikocok kuat-kuat. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011) yaitu pada CMC tidak terbentuk lapisan busa pada permukaan larutan.

Pada pengujian identifikasi terbentuk warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan setelah penambahan 1-naftol dan asam sulfat pekat. Hal ini sesuai dengan Farmakope Edisi IV (1995).

Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh gesekan antara molekul-molekul cairan, yang mampu menahan aliran fluida sehingga dapat dinyatakan sebagai indikator tingkat kekentalannya. Kekentatalan

(47)

adalah sifat suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan antara molekul- molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair (Soebyakto, dkk., 2016).

Hasil pengukuran yang diperoleh hasil pengukuran viskositas dari CMC Batang Pisang Raja (CMCR) dengan variasi natrium monokloroasetat dari 1 sampai 5 gram natrium monokloroasetat berturut-turut yaitu 300 cps, 400 cps, 475 cps, 200 cps dan 150 cps dan CMC Komersial (CMCK) memiliki viskositas sebesar 500cps. Hasil viskositas yang diperoleh menurun pada penambahan 4 dan 5 gram natrium monokloroasetat yang digunakan. Hasil viskositas terbaik pada penggunaan natrium monokloroasetat 3 gram. Menurut Nur, dkk., (2016) derajat substitusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya viskositas CMC. Pada penambahan 4 dan 5 gram natrium monokloroasetat terjadi penurunan derajat substitusi.

CMC dapat mencegah pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Anggraini, dkk., 2016).

Nilai viskositas yang baik untuk bahan pangan adalah ≥25. Derajat substitusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya viskositas CMC (Nur, dkk., 2016).

4.3.2 Hasil Derajat Substitusi (DS)

Derajat substitusi dilakukan untuk mengetahui jumlah gugus hidroksil yaitu (-OH) yang tergantikan oleh natrium monokloroasetat (NaMCA) sebagai penanda terbentuknya natrium karboksimetil selulosa (Dalimunthe, 2016). Hasil dari perhitungan derajat substitusi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

(48)

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Derajat Substitusi CMC Batang Pisang Raja (CMCR) dan CMC Komersial (CMCK)

No. Nama Absorban (-OH) Absorban

Ester

DS

1. CMCK 0,1506 0,1952 0,7715

2. CMCR A 0,61322 0,59364 0,9377

3. CMCR B 0,36043 0,40629 1,1332

4. CMCR C 0,33598 0,39318 1,1684

5. CMCR D O,29022 0,32243 1,1015

6. CMCR E 0,27255 0,30576 1,0971

Data Anonim (2011) menyebutkan bahwa standar derajat substitusi CMC untuk pangan berkisar 0,2- 1,5. Pada industri pangan, CMC diproduksi dengan kisaran 0,7-0,9 (Ferdiansyah, dkk., 2017). Kondisi optimum dari reaksi sintesis karboksimetil selulosa dengan variasi jumlah natrium monokloroasetat 3 gram dengan derajat substitusi sebesar 1,1684. Hasil ini lebih baik dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nur’ain, dkk., (2017) dengan sampel batang jagung yang memperoleh derajat substitusi terbaik sebesar 0,839 pada variasi rasio natrium monokloroasetat:selulosa 6:5 gram. Pushpamalar, dkk (2005) menggunakan selulosa dari limbah sagu menghasilkan kondisi optimum karboksimetil selulosa pada penambahan 6 gram natrium monokloroasetat dengan derajat substitusi sebesar 0,821.

Derajat substitusi merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas dari suatu karboksimetil selulosa. Semakin besar nilai derajat substitusi maka kualitas dari karboksimetil selulosa semakin baik sebab kelarutannya dalam air semakin besar (Wijayani, dkk., 2005). Hasil dari pengaruh jumlah natrium monokloroasetat (NaMCA) terhadap derajat substitusi karboksimetil selulosa yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(49)

Gambar 4.1 Pengaruh jumlah NaMCA terhadap CMC batang pisang raja Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa meningkatnya penggunaan natrium monokloroasetat menghasilkan derajat substitusi yang semakin besar. Derajat substitusi paling besar diperoleh pada penggunaan natium monokloroasetat 3 gram. Menurut Safitri, dkk., (2017), nilai derajat substitusi yang semakin tinggi dikarenakan semakin banyak natrium monokloroasetat maka semakin banyak gugus anhidroglukosa yang tersubstitusi. Namun penggunaan natrium monokloroasetat 4 dan 5 gram mengalami penurunan derajat substitusi. Menurut Wijayani, dkk., (2005), kemurnian dari CMC akan mengalami penurunan jika jumlah natrium monokloroasetat semakin naik. Hal ini diakibatkan oleh semakin banyaknya banyaknya natrium klorida dan natrium glikolat yang terbentuk yang mengakibatkan turunnya derajat substitusi.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

A B C D E

(50)

4.3.3 Analisa FT-IR

Tabel 4.4 Hasil Bilangan Gelombang CMC Batang Pisang Raja (CMCR) dan CMC Komersial (CMCK)

No Nama Vibrasi -OH (cm-1)

Vibrasi -CH (cm-1)

Vibrasi -CCO (cm-1)

Vibrasi -CH2

(cm-1)

Vibrasi C-O-C

(cm-1)

1. CMCK 3394 2920 1597 1415 1056

2. CMCR A 3421 2924 1600 1415 1068

3. CMCR B 3406 2927 1581 1415 1060

4. CMCR C 3421 2927 1600 1419 1064

5. CMCR D 3483 2931 1624 1423 1064

6. CMCR E 3398 2931 1608 1423 1064

Pada hasil FTIR karboksimetil selulosa batang pisang variasi 1 gram hingga 5 gram memiliki vibrasi (bilangan gelombang) yang mendekati vibrasi karboksimetil selulosa komersial. Terdapat bilangan gelombang berturut-turut dari variasi 1 gram natrium monokloroasetat 1 gram hingga 5 gram yaitu 3421 cm-1, 3406 cm-1, 3421 cm-1, 3483 cm-1 dan 3398 cm-1 adalah gugus OH yang merupakan ciri khas dari karboksimetil selulosa. Menurut Eriningsih, dkk., (2011), gugus fungsi OH sangat kuat pada bilangan gelombang 3417 cm-1. Pada bilangan gelombang 3700-3100 cm-1 merupakan gugus OH yang menunjukkan terbentuknya kelompok ikatan hidrogen antara atom hidrogen dalam satu kelompok gugus hidroksil lain monomer glukosa pada rantai polimer selulosa (Saputra, dkk., 2014).

Munculnya vibrasi pada bilangan gelombang gelombang 2924 cm-1, 2927 cm-1 dan 2931 cm-1 merupakan gugus C-H (hidrokarbon). Menurut Eriningsih (2011) gugus hidrokarbon pada bilangan gelombang sekitar 2950 cm-1. Pada bilangan gelombang 1415 cm-1, 1419 cm-1 dan 1423 cm-1 menunjukkan adanya gugus -CH dan pada bilangan gelombang 1600 cm-1, 1581 cm-1, 1624 cm-1 dan

(51)

1608 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksil. CMC teridentifikasi mempunyai gugus karboksil pada panjang gelombang 1604 cm-1 dan ikatan -CH2 pada panjang gelombang 1419 cm-1 (Lestari, dkk., 2014).

Pada bilangan gelombang 1060 cm-1, 1068 cm-1 dan 1064 cm-1 menunjukkan adanya ester yang terbentuk yaitu gugus C-O-C. Menurut Safitri, dkk., (2014), gugus ester (-O-) pada bilangan gelombang 1060 cm-1. Dari hasil gugus fungsional yang terukur dari spektrum FTIR dengan masing-masing serapan pada daerah bilangan gelombang tertentu menunjukkan kesesuaian dengan struktur karboksimetil selulosa.Hal ini ditandai dengan terdapatnya vibrasi OH, ikatan –CH, gugus karboksil (CCO-), ikatan –CH2, dan gugus ester (-O-).

Perbedaan bilangan gelombang pada setiap variasi natrium monokloroasetat dipengaruhi oleh sifat selulosa yang digunakan. Selulosa adalah polimer dengan rumus kimia (C6H10O5)n. Dalam hal ini n adalah jumlah pengulangan unit gula atau derajat polimerisasi yang harganya bervariasi berdasarkan sumber selulosa dan perlakuan yang diterimanya (Surest dan Satriawan, 2010).

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selulosa batang pisang raja dapat disintesis menjadi karboksimetil selulosa.

2. Karboksimetil selulosa yang dihasilkan dari selulosa batang pisang raja mempunyai kemiripan hasil karakteristik yang meliputi sifat fisikokimia, derajat substitusi dan FTIR dengan karboksimetil selulosa komersial.

3. Variasi natrium monokloroasetat mempengaruhi karakteristik CMC yang dihasilkan, pada variasi 3 gram natrium monokloroasetat rendemen terbesar yaitu 192% terhadap berat selulosa dan derajat substitusi sebesar 1,1684.

5.2 Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan sintesis karboksimetil selulosa dari batang pisang raja dengan variasi suhu dan lama pemanasan.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. N., Radiati, L. E., dan Purwadi. (2016). Penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC) pada Minuman Madu Sari Apel Ditinjau Dari Rasa, Aroma, Warna, pH, Viskositas, dan Kekeruhan.

Jurnal Kimia dan Teknologi Hasil Ternak. 11(1): 60.

Anonim. (2011). Sodium Carboxymethyl Cellulose. Compendium Food Additive Specification. Roma: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Halaman 115-118.

Agustriono, F. R., dan Hasanah, A. N. (2016). Pemanfaatan Limbah sebagai Bahan Baku Sintesis Karboksimetil Selulosa: Review. Farmaka. 4(3): 2- 3.

Ayuningtiyas, S., Desiyana, F. D., dan Siswarni, MZ. (2017). Pembuatan Karboksimetil Selulosa dari Kulit Pisang Kepok dengan Variasi Konsentrasi Natrium Hidroksida, Natrium Monokloroasetat, Temperatur dan Waktu Reaksi. Jurnal Teknik Kimia USU. 6(3): 47.

Baharuddin, M, Sappewali, Karisma, dan Fitriyani, J. (2016). Produksi Bioetanol dari Jerami Padi (Oryza sativa L) dan Kulit Pohon Dao (Dracontamelon) Melalui Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS). Chemica et Natura Acta. 4(1): 2.

Bahri, S. (2015). Pembuatan Pulp dari Batang Pisang. Jurnal teknologi kimia unima. 4(2): 3 dan 38.

Dalimunthe, A. I. (2016). Pembuatan Natrium Karboksimetil Selulosa dari Sekam Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Halaman 32.

Dewi, T. K., Wulandari, A., dan Romy. (2009). Pengaruh Temperatur, Lama Pemasakan dan Konsentrasi Etanol pada Pembuatan Pulp Berbahan Baku Jerami Padi dengan Larutan Pemasak Naoh-Etanol. Jurnal Teknik Kimia.

3(16): 12.

Ditjen POM Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI. Halaman 175.

Eliza, M. Y., Shahruddin, M., Noormajiah, J., dan WanRosli, W., D. (2015).

Carboxymethyl Cellulose (CMC) from Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) in the New Solvent Dimethyl Sulfoxide (DMSO)/Tetrabutylammonium Flouride (TBAF). Journal of Physics:

Conference Series 622: 3.

(54)

Eriningsih, R.., Yulina, R.., dan Mutia, T. (2011). Pembuatan Karboksimetil Selulosa dari Limbah Tongkol Jagung untuk Pengental pada Proses Pencapan Tekstil. Arena Teakstil. 26(2): 105-113.

Ermawati, W. O., Wahyuni, S., dan Rejeki, S. (2016). Kajian Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var Raja) dalam Pembuatan Es Krim. J. Sains dan Teknologi Pangan. 1(1): 68.

Ferdiansyah, M. K., Marseno, D. W., dan Pranoto, Y. (2017). Optimasi Sintesis Karboksimetil Selulosa (CMC) dari Pelepah Kelapa Sawit Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). AGRITECH. 37(2): 159.

Fessenden, R. J., dan Fessenden, J.S. (1989). Organic Chemistry, Third Edition.

Alih bahasa: Pudjaatmaka, A. H. (1982). Kimia Organik. Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Halaman 317 dan 324.

Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, D. J. (2002). Organic Chemistry A Short Course Eleven Edition. Alih bahasa: Achmadi, S. S. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas. (2003). Jakarta: Erlangga. Halaman 392.

Hasibuan, I. F. (2016). Pemanfaatan Jerami Padi (Oryza sativa L) sebagai Bahan Baku Pembuatan Karboksimetil Selulosa. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Halaman 2.

Kamal, N. (2010). Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxymethyl Cellulose) Terhadap Beberapa Parameter pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi.

1(17): 78-79.

Khasanah, A. N., dan Marsusi. (2014). Karakterisasi 20 Kultivar Pisang Buah Domestik (Musa paradisiaca) dari Banyuwangi Jawa Timur. EL-VIVO.

2(1): 20.

Lestari, P., Hidayati, T. N., Lestari, S. H. I., dan Marseno, D. W. (2018).

Pengembangan Teknologi Pembuatan Biopolimer Bernilai Ekonomi Tinggi dari Limbah Tanaman Jagung (Zea mays) untuk Industri Makanan: CMC (Carboxymethyl cellulose). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Halaman 1-3.

Mahendra, A dan Mitarlis. (2017). Sintesis dan Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose (CMC) dari Selulosa Enceng Gondok (Eichhornia crassipes).

UNESA Journal of Chemistry. 6(1): 7-9.

Masfria., Muchlisyam, Nurmadjuzita, Nurbaya, S., Pardede, T. R., Azhar, C. dan Permata, Y. M. (2015). Buku Ajar Kimia Analisis I. Medan: USU Press.

Halaman 75-76, 78.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur  Selulosa (Baharuddin, dkk., 2016)
Gambar 2.2 Struktur Natrium Karboksimetil Selulosa (Kamal, 2010)  Gugus  hidroksil  yang  tergantikan  dikenal  dengan  derajat  penggantian  (degree  of  substitution)  disingkat  DS
Gambar 2.3 Reaksi Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) (Eliza, dkk., 2015)
Tabel 4.1 Hasil Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC)  Konsentrasi  NaOH (%)  Berat  Selulosa (g)  Berat Natrium  Monokloroasetat  (g)  Berat CMC (g)  % Berat*  15  3  1  2,3  76,67  15  3  2  3,74  124,67  15  3  3  5,76  192  15  3  4  4,64  154,67  15
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil karakterisasi Na-CMC menunjukkan bahwa produk memenuhi persyaratan sebagai eksipien sediaan farmasi, yang meliputi parameter organoleptis, kelarutan, foam test ,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima kue donat dengan penambahan tepung kulit pisang raja berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa,

Hasil penelitian menemukan 15 jenis pisang, yaitu pisang Sirandah (batang tinggi), pisang Sirandah (batang rendah), pisang Talua, pisang Lidi, pisang Rajo

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kandungan kalium merupakan bagian paling besar dalam pisang raja (Musa paradisiaca L. raja) dibandingkan kandungan logam natrium,

Telah dilakukan penelitian tentang optimasi berat natrium monokloroasetat dan waktu sintesis karboksimetil selulosa (CMC) dari tandan kosong kelapa sawit ( Elaeis guineensis

Identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia dilakukan sebelum pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja

Karakteristik CMC batang pimping terbaik dihasilkan pada penambahan NMA 8 gram perlakuan D yang memiliki kadar air sebesar 7,44%, nilai DS sebesar 0,70; kemurnian CMC sebesar 95,96%,

Sintesis dan Karakterisasi Sodium Carboxymethyl Cellulose CMC-Na dari Ampas Tebu Sebagai Alternatif Bahan Baku Cangkang Kapsul.. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim,