• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROSES PEMISAHAN BUAH DARI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DENGAN CARA FERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI PROSES PEMISAHAN BUAH DARI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DENGAN CARA FERMENTASI"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

PRETTY PERONIKA SINAGA

140305049/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)
(3)

PRETTY PERONIKA SINAGA. Evaluasi Proses Pemisahan Buah Dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Dengan Cara Fermentasi, dibimbing oleh SENTOSA GINTING dan Elisa Julianti

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis mikroorganisme dan lama waktu fermentasi tandan buah segar yang optimum untuk memudahkan lepasnya brondolan buah dari tandan dan menghasilkan minyak dengan mutu yang baik.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu jenis mikroorganisme (M): (Bacillus subtilis, Aspergillus niger, Trichoderma harzianum, Kombinasi Bacillus subtilis dan Aspergillus niger, serta Kombinasi Bacillus subtilis dan Trichoderma harzianum) dan lama waktu fermentasi (L): (20 jam, 40 jam, dan 60 jam).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mikroba yang digunakan pada perlakuan fermentasi tanpa sterilisasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap parameter kadar asam lemak bebas, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), kadar betakaroten, bilangan peroksida sedangkan pada perlakuan fermentasi dan sterilisasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap parameter kadar air, kadar asam lemak bebas, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), kadar betakaroten, bilangan peroksida, dan rendemen minyak.

Lama waktu fermentasi yang digunakan pada perlakuan fermentasi tanpa sterilisasi maupun perlakuan fermentasi dan sterilisasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap parameter kadar air, kadar asam lemak bebas, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), kadar betakaroten, bilangan peroksida, dan rendemen minyak.

Interaksi antara jenis mikroba yang digunakan dan lama waktu fermentasi pada perlakuan fermentasi tanpa sterilisasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap parameter kadar asam lemak bebas, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), kadar betakaroten, bilangan peroksida sedangkan pada perlakuan fermentasi dan sterilisasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap parameter kadar air, kadar asam lemak bebas, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), kadar betakaroten, bilangan peroksida, dan rendemen minyak.

Kata kunci: Fermentasi, Tandan Buah Segar, Kelapa Sawit, Pemisahan Buah

(4)

PRETTY PERONIKA SINAGA. Evaluation of Fruit Separation Process from Palm Oil Fresh Fruit Bunches by Fermentation, supervised by SENTOSA GINTING dan ELISA JULIANTI

The purpose of this research was to determine the type of microorganism and the optimum time of fermentation of fresh fruit bunches to facilitate the release of fruit from bunches and to produce good quality of crude palm oil. The research was using completely randomized design with two factors, i.e type of microorganism (M): (Bacillus subtilis; Aspergillus niger; Trichoderma harzianum; Combination of Bacillus subtilis and Aspergillus niger; and Combinations of Bacillus subtilis and Trichoderma harzianum) and length of fermentation (L ): (20 hours; 40 hours; and 60 hours).

The results showed that the types of microbes used in the sterilization treatment without sterilization had very significant effects on the parameters of free fatty acid levels, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), beta-carotene levels, peroxide numbers while the fermentation and sterilization treatments had very significant effects on parameters of water content, free fatty acid levels, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), beta-carotene level, peroxide number, and oil yield. The length of fermentation time used in the treatment of fermentation without sterilization or fermentation and sterilization treatment had very significant effects on the parameters of water content, free fatty acid levels, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), beta-carotene content, peroxide number, and oil yield. The interaction between the type of microbes used and the length of fermentation time on the treatment of sterilization without sterilization had very significant effects on the parameters of free fatty acid levels, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), beta-carotene levels, peroxide numbers while the fermentation and sterilization treatment had very significant effects. The parameters of water content, free fatty acid levels, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), beta-carotene level, peroxide number, and oil yield.

Keywords : Fermentation, Fresh Fruit Bunches, Crude Palm, Fruit Separation

(5)

Pretty Peronika Sinaga dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 20 Juli 1996 dari ayah Daulat Sinaga dan ibu Rospita Sitorus. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan beragama Kristen Protestan.

Penulis memasuki TK Cinta Rakyat Pematangsiantar pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis memasuki SD Budi Mulia 2 Pematangsiantar, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis memasuki SMP Bintang Timur Pematangsiantar, lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis memasuki SMA Budi Mulia Pematangsiantar, lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014, penulis memasuki Universits Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Keluarga Kristen Ilmu dan Teknologi Pangan (KK ITP) dan sebagai asisten praktikum di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapang di PT Tirta Investama Danone AQUA Langkat.

Penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Proses Pemisahan Buah dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Dengan Cara Fermentasi”.

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Proses Pemisahan Buah Dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Dengan Cara Fermentasi” sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana teknologi pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Orangtua tercinta, Daulat Sinaga dan Rospita Sitorus, S.Pd, oppung tersayang, kakak tercinta Anita Sitorus, adik tercinta Frans Sinaga dan Grace Gultom, dan keluarga sitorus lainnya yang telah mendoakan, memberikan motivasi, semangat dan kasih sayang dengan tulus.

2. Ir. Sentosa Ginting, MP, selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir Elisa Julianti, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan masukan yang sangat berharga kepada penulis.

3. Staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman-teman seperjuangan ITP 2014, teman-teman asisten AKBP 2014, abang dan kakak ITP 2013 dan adik-adik ITP 2015 hingga 2017, yang telah membantu penulis saat penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.

(7)

semangat dan membantu penulis saat penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat sejati Ferty Siregar, Bertha Aritonang, Novrida Gultom, Ika, Wilson Pasaribu dan John Nababan yang telah mendoakan, memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

7. Adik-adik seperjambian Ade, Elda, dan Lisa yang telah mendoakan dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2019

Penulis

(8)

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Buah Kelapa Sawit... 5

Bagian-Bagian Buah Kelapa Sawit ... 6

Jenis-Jenis Kelapa Sawit ... 7

Pengolahan Buah Sawit... 8

Minyak Kelapa Sawit ... 11

Mutu Minyak Kelapa Sawit... 11

Karakteristik Minyak Kelapa Sawit ... 13

Fermentasi ... 17

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase ... 18

Bacillus subtilis... 21

Aspergillus niger... 23

Trichoderma harzianum ... 27

Penelitian Sebelumnya... 29

BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian... 30

Bahan Penelitian ... 30

Reagensia Penelitian ... 31

Alat Penelitian ... 31

Metode Penelitian ... 31

Model Rancangan Penelitian ... 32

Tahapan Penelitian... 32

(9)

Starter Kapang Aspergillus niger dan Trichoderma harzianum ... 34

Persiapan Sampel ... 35

Pengeringan Buah ... 36

Ekstraksi Minyak ... 37

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 37

Efisiensi Perontokan Buah ... 37

Kadar air... 38

Kadar Asam Lemak Bebas... 38

Deterioration of Bleachability Index (DOBI)... 39

Kadar Betakaroten ... 40

Bilangan Peroksida ... 40

Skema Penelitian... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Minyak Kelapa Sawit Hasil Ekstraksi dari TBS ... 44

Pengaruh Proses Fermentasi TBS Terhadap Efisiensi Perontokan Buah... 45

Pengaruh Jenis Mikroorganisme dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Minyak Sawit ... 47

Kadar Asam Lemak Bebas ... 49

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 49

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 53

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 54

Rendemen Minyak ... 59

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Rendemen Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 59

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Rendemen Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 62

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Rendemen Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 63

Kadar Air ... 66

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Air Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 66

(10)

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Air Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa

Sterilisasi ... 70

Nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI)... 72

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Nilai DOBI Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 72

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Nilai DOBI Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 75

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Nilai DOBI Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 76

Kadar Betakaroten ... 80

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Betakaroten Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 80

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Betakaroten Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 83

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Betakaroten Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 84

Bilangan Peroksida ... 88

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 88

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 90

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 92

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 97

Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

LAMPIRAN... 105

(11)

No. Hal

1. Standar Nasional Indonesia 01-2901-2006 ... 12

2. Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002 ... 12

3. Nilai Sifat Fisiko Kimia CPO ... 14

4. Asam Lemak dan Titik Leleh Pada CPO ... 15

5. Karakteristik Morfologi dan Biokimia Bacillus subtilis ... 21

6. Karakteristik Minyak yang Dihasilkan dari TBS Tanpa Fermentasi dan Tanpa Sterilisasi ... 44

7. Analisis Perlakuan Kontrol Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Terhadap Efisiensi Perontokan Buah ... 45

8. Pengaruh Jenis Mikroorganisme dan Lama Fermentasi Terhadap Rendemen dan Kadar Air Minyak Sawit ... 48

9. Pengaruh Jenis Mikroorganisme dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Betakaroten dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit ... 48

10. Pengaruh Jenis Mikroorganisme dan Lama Fermentasi Terhadap Bilangan DOBI dan Bilangan Peroksida Minyak Sawit... 49

(12)

No. Hal 1. Buah Kelapa Sawit ... 5 2. Peremajaan isolat Bacillus subtilis, Aspergillus niger, dan Trichoderma

harzianum ... 42 3. Skema Pelaksanaan Penelitian... 43 4. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas

Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 50 5. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Asam Lemak

Bebas Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan

Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 53 6. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Dengan TBS

yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi.... 55 7. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Rendemen Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 60 8. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Rendemen Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan

dan Tanpa Sterilisasi... 63 9. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Rendemen Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan

Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 64 10. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Air Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 67 11. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Air Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan

dan Tanpa Sterilisasi... 69 12. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Kadar Air Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan

Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 71

(13)

14. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar DOBI Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan

dan Tanpa Sterilisasi... 74 15. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Kadar DOBI Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan

Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 77 16. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Betakaroten Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 81 17. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Betakaroten Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan

dan Tanpa Sterilisasi... 84 18. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Kadar Betakaroten Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 85 19. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Bilangan Peroksida Minyak

Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 89 20. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Bilangan Peroksida

Minyak Sawit Dengan TBS yang Diberikan Perlakuan Fermentasi

Dengan dan Tanpa Sterilisasi ... 91 21. Pengaruh Interaksi Jenis Mikroorganisme dan Lama Waktu Fermentasi

Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Sawit Dengan TBS yang

Diberikan Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi... 93 22. Hasil perbandingan subjektif Mac Farland dengan Bacillus subtilis,

Aspergillus niger, dan Trichoderma harzianum... 107

(14)

No. Hal 1. Peremajaan Isolat Bacillus subtilis, Aspergillus niger, dan Trichoderma

Harzianum... 105 2. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Asam Lemak Bebas (%) ... 109 3. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Tanpa Sterilisasi Terhadap Asam Lemak Bebas (%)... 110 4. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Asam Lemak Bebas (%) ... 111 5. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi T Terhadap Asam Lemak Bebas (%) ... 112 6. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Rendemen Minyak (%) ... 113 7. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi Terhadap Rendemen Minyak (%) ... 114 8. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Sterilisasi

Terhadap Rendemen Minyak (%) ... 115 9. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap Rendemen Minyak (%) ... 116 10. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Kadar Air (%) CPO... 117 11. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi Terhadap Kadar Air (%) CPO ... 118 12. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap

Kadar Air (%) CPO... 119 13. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap Kadar Air (%) CPO... 120

(15)

15. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Tanpa Sterilisasi Terhadap Nilai DOBI CPO ... 122 16. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap

Nilai DOBI CPO ... 123 17. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap Nilai DOBI CPO... 124 18. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Kadar Betakaroten (ppm)... 125 19. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi Terhadap Kadar Betakaroten (ppm) .... 126 20. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap

Kadar Betakaroten (ppm)... 127 21. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap Kadar Betakaroten (ppm) ... 128 22. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi

Terhadap Bilangan Peroksida (meq/kg)... 129 23. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Tanpa Sterilisasi Terhadap Bilangan Peroksida... 130 24. Data Pengamatan dan Daftar Sidik Ragam Pengaruh Jenis Mikroba

dan Lama Waktu Pembrondolan Pada Perlakuan Sterilisasi

Terhadap Bilangan Peroksida ... 131 25. Uji LSR Pengaruh Jenis Mikroba dan Lama Waktu Pembrondolan

Pada Perlakuan Sterilisasi Terhadap Bilangan Peroksida... 132 26. Tahapan Proses Pengolahan Buah Kelapa Sawit Menjadi CPO... 133

(16)

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan dari Famili Palmae penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Indonesia dan Malaysia menempati posisi pengekspor utama kelapa sawit dunia. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) dunia.

Perkebunan dan indutri pengolahan kelapa sawit menjadi salah satu sumber pendapatan devisa terbesar bagi negara maupun masyarakat Indonesia (Lubis, 2008).

Pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama ialah minyak sawit, inti sawit, serat, cangkang, dan tandan kosong. PKS dalam konteks industri kelapa sawit Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi CPO dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS). PKS merupakan unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit dan merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya (Sitompul, 2008).

Proses produksi di PKS dimulai dengan mengolah bahan baku (TBS) sampai menjadi produk. TBS diolah menjadi CPO dengan menggunakan suhu yang relatif tinggi hampir di setiap tahapan proses, sehingga tahap-tahap proses pengolahan tersebut mempengaruhi kualitas CPO yang dihasilkan. Proses

(17)

pengolahan kelapa sawit di setiap pabrik umumnya bertujuan untuk memperoleh minyak dengan tujuan yang baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan. Proses pengolahan kelapa sawit tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat (Harisandi, 2008).

Proses pengolahan kelapa sawit yang cukup panjang tersebut, dapat dimodifikasi dengan mempersempit proses dengan tujuan untuk mengembangkan proses pengolahan minyak kelapa sawit dengan tetap mempertahankan kualitas dari minyak kelapa sawit untuk menghasilkan Semi Virgin Crude Palm Oil (SVCPO). SVCPO adalah produk minyak kelapa sawit yang diolah dari bahan baku kelapa sawit dengan memodifikasi proses yaitu dengan meminimalkan perlakuan panas dan tekanan terhadap buah sawit. Dengan demikian kualitas CPO yang dihasilkan akan lebih baik daripada CPO hasil kelapa sawit konvensional.

Perlakuan panas dan tekanan terhadap TBS di PKS pertama kali terjadi di stasiun sterilisasi. Sterilisasi TBS adalah perlakuan pemberian uap basah bertekanan 3 kg/cm2 dan temperature berkisar 135oC kepada TBS dengan tujuan menonaktifkan enzim lipase penghidrolisa minyak dan melunakkan daging buah sehingga brondolan buah sawit akan lebih mudah dipisahkan dari tandannya.

Tujuan yang kedua ini adalah yang menjadi dasar pijakan bagi dilakukannya modifikasi proses yaitu memisahkan brondolan sawit dari tandannya tanpa melalui perlakuan panas dan tekanan. Proses sterilisasi yang menggunakan panas menyebabkan berkurangnya kandungan bioaktif terutama beta karoten yang ada di dalamnya.

Penggunaan enzim yang mendegradasi serat ternyata dapat memisahkan buah sawit dari tandan dan memudahkan keluarnya minyak pada saat proses

(18)

ekstraksi. Akan tetapi penggunaan enzim dalam pengolahan sawit merupakan proses yang sulit dan mahal. Penggunaan enzim dapat digantikan dengan menggunakan mikroorganisme secara langsung, karena prosesnya yang lebih mudah dan biaya yang yang lebih murah. Mikroorganisme selulolitik adalah mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi substrat yang mengandung selulosa. Mikroorganisme selulolitik mampu mengubah selulosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk digunakan sebagai sumber karbon dan energi bagi metabolisme dan pertumbuhannya. Kemampuan ini yang menyebakan mikroorganisme dapat memproduksi enzim selulase.

Indonesia hingga saat ini masih menghadapi permasalahan gizi diantaranya adalah kurang vitamin A. Di sisi lain Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia, sehingga seharusnya mampu mengatasi permasalahan kurang vitamin A. Oleh karena itu, minyak sawit kasar (CPO) memiliki prospek yang sangat besar untuk dikembangkan guna mengatasi masalah kurang vitamin A tersebut, terlebih mengingat kapsul vitamin A yang tersedia saat ini umumnya diolah dari minyak ikan dan masih merupakan produk impor.

Minyak sawit mentah (CPO) berwarna merah kekuningan menandakan kandungan karotenoid yang tinggi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang modifikasi proses pengolahan kelapa sawit untuk memisahkan buah sawit dengan tandan kosong menggunakan mikroorganisme. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan panas dan menentukan jenis mikroorganisme yang paling efektif serta penentuan kondisi fermentasi yang optimum pada pengolahan buah kelapa sawit untuk menghasilkan minyak sawit dengan kuantitas dan

(19)

kualitas yang baik. Hal inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian tentang “Evaluasi Proses Pemisahan Buah dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit dengan Cara Fermentasi ”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan panas, menentukan jenis mikroorganisme dan lama fermentasi tandan buah segar yang optimum untuk memudahkan lepasnya brondolan buah dari tandan dan menghasilkan minyak dengan mutu yang baik pada perlakuan tanpa sterilisasi maupun dengan sterilisasi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi para pemerhati masalah keamanan pangan dan gizi serta praktisi industri perkebunan bahwa telah ditemukan modifikasi proses pengolahan kelapa sawit dengan penggunaan panas yang minimal sehingga dihasilkan minyak kelapa sawit yang lebih berkualitas terutama dari segi kandungan beta karoten dan mencegah ketengikan minyak.

Penelitian ini berguna untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknologi pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Jenis mikroorganisme dan lama fermentasi tandan buah segar berpengaruh terhadap kemudahan lepasnya brondolan buah dari tandan serta mutu minyak kelapa sawit yang dihasilkan.

(20)

Buah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Walaupun demikian kelapa sawit cocok dikembangkan di daerah luar asalnya termasuk Indonesia.

Adapun buah kelapa sawit dapat dilihat pada pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah Kelapa Sawit( www.wikipedia.com)

Sistematika tumbuhan kelapa sawit berdasarkan (Hadi, 2004) adalah : Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Ptrerosida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotiledonae

Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guinensis

Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu (monokotil) yang memiliki akar serabut. Saat awal perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula). Setelah itu, radikula akan mati dan membentuk akar utama atau primer. Selanjutnya akar primer akan membentuk

(21)

akar sekunder, tertier, dan kuartener. Perakaran kelapa sawit yang telah terbentuk sempurna umumnya memiliki akar primer dengan diameter 5-10 mm, akar sekunder 2-4 mm, akar tersier 1-2 mm, dan akar kuartener 0,1-0,3 mm. Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tersier dan kuartener yang berada di kedalaman 0-60 cm dengan jarak 2-3 meter dari pangkal pohon bertambah (Lubis dan Widanarko, 2011).

Pohon kelapa sawit tumbuh tegak lurus tidak bercabang. Diameter batang kelapa sawit adalah 35-60 cm. Setiap tahun, batang kelapa sawit bertambah panjang 35-45 cm. semakin lambat pertambahan panjang kelapa sawit, semakin baik. Hal ini akan mempermudah perawatan, terutama untuk memanen buah dan memperpanjang masa produktifnya. Sebagaimana daun kelapa, daun kelapa sawit bersirip genap dengan tulang-tulang daun sejajar. Panjang pelepah daun kelapa sawit adalah 5-7 m, dalam satu pelepah terdapat 200-400 helai anak daun (lidi).

Dalam satu pohon kelapa sawit bisa terdapat lebih dari 60 pelepah, tetapi jumlah maksimal pelepah yang harus tetap dipertahankan pada pohon produktif telah diatur sesuai umur tanaman (Hadi, 2004).

Bagian-Bagian Buah Kelapa Sawit

Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama, yaitu perikarpium yang terdiri dari epikarpium yaitu kulit buah yang keras dan licin.

Ketika buah masih muda, warnanya hitam atau ungu tua atau hijau. Semakin tua, warnanya berubah menjadi oranye merah atau kuning oranye. Mesokarpium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, tinggi rendahnya kandungan minyak sawit ini tergantung dari umur dan varietas tanaman kelapa sawit (Fauzi, dkk., 2014).

(22)

Biji, mempunyai bagian 3 bagian yaitu endokarpium, endosperm, dan lembaga. Endokarpium yaitu tempurung berwarna hitam dan keras. Ketika masih muda, endokarp memiliki tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada varietasnya. Endosperm (kernel/daging biji) berwarna putih dan dari bagian ini akan didapat minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi. Lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman (Fauzi dkk., 2014).

Jenis-Jenis Kelapa Sawit

Berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endokarp) dikenal ada 3 varietas tanaman kelapa sawit yaitu dura, pisifera, dan tenera. Varietas dura memiliki daging buah (mesokarp) tipis, cangkang (endokarp) setebal 2-8 mm. Persentase daging buah 35-60% dengan rendemen minyak 17-18%. Varietas pisifera memiliki ciri-ciri daging buahnya tebal, tidak mempunyai cangkang, dan perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi, dan kandungan minyaknya tinggi.

Varietas tenera merupakan hasil persilangan antara varietas dura dan pisifera. Sifat varietas tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Varietas ini mempunyai tebal cangkang sekitar 0,5-4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun tidak sebanyak pada Pisifera, sedangkan intinya kecil.

Perbandingan daging buah terhadap buah 60-96%, rendemen minyaknya 22-24%.

Jumlah daun yang terbentuk tiap tahun pada varietas ini lebih banyak daripada varietas Dura, tetapi ukurannya lebih kecil (Sastrosayono, 2003).

Berdasarkan warna kulit buahnya kelapa sawit dibedakan atas tiga varietas kelapa sawit yaitu nigrescens, virescens, dan albescens. Nigrescens yaitu buah

(23)

muda bewarna ungu kehitam-hitaman dan buah masak berwarna jingga kehitam- hitaman. Virescens yaitu buah berwarna hijau waktu muda dan matang menjadi orange. Albescens yaitu buah muda warna keputih-putihan dan buah masak kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman (Fauzi, dkk, 2005).

Pengolahan Buah Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang sekarang ini banyak diusahakan baik oleh petani pekebun maupun perusahan. Hasil panen utama dari tanaman kelapa sawit adalah buah kelapa sawit yang disebut tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah pada umur 2-3 tahun. Memanen kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman kelapa sawit, keberhasilan panen akan menunjang pencapaian produktivitas optimal, sebaliknya kegagalan panen akan menghambatnya. Panen memerlukan teknik tertentu agar mendapatkan hasil panen yang berkualitas (Madya, 2014).

Perlakuan fraksi kematangan juga berpengaruh nyata terhadap persentasi berat berondolan dan berat tandan setelah panen, jika semakin tinggi fraksi kematangan tandan sawit maka semakin banyak jumlah buah memberondol sehingga semakin tinggi pula persentase berat berondolan dengan berat tandan setelah panen. Karena pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal dan menyebabkan buah mudah lepas dari tandannya. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkainya. Buah yang jatuh disebut berondolan (Sastrosayono, 2003).

Penentuan waktu panen kelapa sawit biasanya didasarkan pada tingkat kematangan buah yang sering disebut fraksi. Penetapan fraksi panen yang selama

(24)

ini ditetapkan sering diabaikan oleh pemanen. Pemanen masih cenderung memanen TBS tidak sesuai fraksi sehingga berdampak tidak tercapainya produksi yang optimal dan berkualitas. Panen kelapa sawit harus dilakukan tepat waktu untuk memperoleh kadar minyak yang tinggi dan kadar asam lemak bebas yang rendah. Kadar minyak yang tinggi dihasilkan dari kematangan buah yang tinggi, namun jika kadar asam lemak bebas yang dihasilkan tinggi maka akan menyebabkan kualitas minyak menurun. Kadar asam lemak bebas meningkat setelah panen dan peningkatan akan dipengaruhi oleh terjadinya pelukaan dan jatuh saat pemanenan. Buah yang dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan khusus, akan memiliki kandungan asam lemak bebas mencapai 67% dalam waktu 24 jam (Setyamidjaja, 2006). Enzim lipase mampu menghidrolisis lemak atau minyak menghasilkan asam lemak bebas. Lemak dalam biji atau buah akan dihidrolisis secara enzimatis dengan bantuan enzim lipase untuk memecahkannya menjadi asam lemak (Sana dkk., 2004).

Secara garis besar tahapan proses pengolahan kelapa sawit menurut DITJEN PPHP, Departemen Pertanian (2006), adalah perebusan, perontokan buah dari tandan, pengolahan minyak dari daging buah dan pemurnian minyak. Pada proses perebusan tandan buah segar setelah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang lubang dan langsung dimasukkan ke dalam sterilizer yaitu bejana perbusan yang menggunakan uap air yang bertekanan antara 2,2-3 kg/cm2. Perebusan ini bertujuan agar buah mudah lepas dari tandannya dan memudahkan pemisahan cangkang dan inti dengan keluarnya air dari biji.

(25)

Pada sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu dengan cara penguapan baik pada saat perebusan. Penurunan kandungan air buah menyebabkan penyusutan buah sehingga terbentuk rongga- rongga kosong pada perikarp yang mempermudah proses pengempaan. Kadar air dan zat mudah menguap dapat didefenisikan sebagai massa zat yang hilang dari zat yang dianalisa pada pemanasan 105oC di bawah kondisi operasi tertentu.

Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai mutu minyak sawit (Sudarmaji,1989).

Tandan buah segar yang telah disortasi kemudian diangkut menggunakan lori (penggerak buah) menuju ke tempat perebusan. Tujuan dari perebusan yaitu untuk merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan asam lemak bebas (ALB), mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti cangkang, memperlunak daging buah sehingga mempermudah proses pemerasan serta untuk mengendapkan protein sehingga memudahkan pemisahan minyak (Pardamean, 2012).

Pada tahap perontokan, buah yang masih melekat pada tandannya akan dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan sehingga buah tersebut terlepas kemudian ditampung dan dibawa oleh fit konveyor ke digester yang bertujuan untuk memisahkan brondolan dari tangkai tandan dan menghasilkan limbah tandan kosong.

Proses pengolahan minyak dilakukan dengan cara memasukkan buah ke dalam digester menggunakan uap air yang temperaturnya dijaga 80-90oC dan kemudian dimasukkan ke dalam alat pengepresan (screw press) agar minyak keluar. Pada proses ini didapat minyak kasar yang disimpan didalam crude oil

(26)

tank yang selanjutnya akan dimurnikan. Produk samping dari proses ini didapatkan cangkang/ tempurung sawit, wet decanter solid. Minyak dari crude oil tank kemudian dialirkan ke dalam oil purifer untuk memisahkan kotoran/ solid yang mengandung banyak air. Selanjutnya dialirkan ke vacuum drier untuk memisahkan air sampai pada batas standar. Kemudian minyak kelapa sawit dipompakan ke dalam tanki timbun (Departemen Pertanian, 2006).

Mutu CPO dapat ditentukan dari beberapa parameter atau karakteristik, diantaranya adalah banyak atau sedikitnya kadar air, dan kadar asam lemak bebas (ALB) yang terkandung di dalam CPO. Pada setiap aktivitas produksi, suatu pabrik harus menjaga mutu dari produk yang dihasilkan dan memenuhi standar- standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu, rendemen produksi juga harus diperhatikan agar sesuai standar nasional (20-24%) (Naibaho, 1996).

Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan (ekstraksi) daging buah tanaman Elaeis guinensis (SNI 01- 2901-2006). Minyak kelapa sawit juga merupakan lemak semi padat. Seperti minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (Pasaribu, 2004).

Mutu Minyak Kelapa Sawit

Kadar air dalam CPO mempunyai pengaruh penting terhadap kualitas CPO yang dihasilkan. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada CPO,

(27)

hal ini terkait dengan reaksi hidrolisis yang terjadi yang dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit dan reaksi tersebut dipercepat oleh basa, asam, dan enzim. Naiknya kadar asam lemak bebas ini akan menghasilkan flavour dan bau tengik pada minyak (Ketaren, 2005).

Berdasarkan SNI 01-2901-2006, minyak kelapa sawit mentah memiliki beberapa syarat mutu. Syarat mutu tersebut meliputi warna, kadar air, kotoran dan kadar asam lemak bebas, dan bilangan yodium. Standar Nasional Indonesia untuk minyak sawit mentah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Nasional Indonesia 01-2901-2006

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu

1. Warna - Jingga kemerahan

2. Kadar air dan kotoran % fraksi massa 0,5 maks 3. Asam lemak bebas (sebagai

asam palmitat)

% fraksi massa 0,5 maks

4. Bilangan yodium g yodium/100 g 50-55

Sumber: Badan Standar Nasional, (2006).

Adapun Standar Nasional Indonesia untuk minyak sawit yang sudah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002

No. Kriteria Uji Satuan Mutu

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Keadaan - Bau - Rasa - Warna Kadar air

Kadar asam lemak bebas - Asam laurat

- Asam linolenat - Asam palmitat - Asam oleat Bilangan asam Bilangan peroksida

- - -

% b/b

% b/b

% b/b

% b/b mg KOH/g mg O2/100 g

Normal Normal Normal 0,01-0,3 Maks 0,3 Maks 2 Maks 0,3 Maks 0,3 Maks 0,6 Maks 1,0

Sumber: Badan Standar Nasional, (2002).

Kadar air pada minyak sawit tergantung pada efektifitas pengolahan minyak tersebut dan juga tingkat kematangan buah yang dipanen. Buah yang

(28)

terlalu matang mengandung jumlah air yang tinggi. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan asam lemak bebas semakin tinggi karena akan membantu terjadinya proses hidrolisa. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak (Frank dkk, 2011).

Kandungan air dan asam lemak bebas sangat tergantung dari cara pengolahan minyak, umur buah saat panen serta penanganan lepas panen secara langsung yang menunjukkan kualitas minyak. Semakin lama proses pengolahan buah menyebabkan kadar air dan kadar asam lemak bebas meningkat. Hal ini terjadi karena aktivitas enzim lipase yang muncul, menguraikan lemak menjadi asam lemak (Arumughan, 1989).

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu, minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu diatas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air berkurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak berkembang. Jika lebih tinggi sebaliknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50-60oC (Mangoensoekarjo, 2003).

Karakteristik Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit disusun lebih dari 95% campuran trigliserida dan sisanya adalah komponen minor seperti karotenoid, tokoperol, alkohol alifatik, sterol dan lain-lain. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak. Asam lemak

(29)

dominan yang terdapat pada minyak sawit adalah asam lemak palmitat (Hart, 2003). Sifat fisiko-kimia tersebut sangat penting untuk menentukan kualitas CPO selain dapat juga digunakan untuk informasi dalam pengolahan lebih lanjut.

Nilai sifat fisiko kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Sifat Fisiko Kimia CPO

Sifat Fisiko Kimia Nilai

Trigliserida 95%

Asam lemak bebas 5-10%

Warna (5¼ lovibond cell) Merah orange

Kelembaban dan impurities 0.15%-3.0%

Bilangan peroksida 1-5.0 (meq/kg)

Bilangan anisidin 2-6 (meq/kg)

Kadar β-karoten 500-700 ppm

Kadar fosfor 10-20 ppm

Kadar besi 4-10 ppm

Kadar tokoferol 600-1000 ppm

Digliserida 2-6%

Bilangan asam 6.9 mg KOH/ g minyak

Bilangan penyabunan 224-249 mg KOH/ g minyak

Bilangan iod (wijs) 44-54

Titik leleh 21-24 °C

Indeks refraksi 36.0-37.5

Sumber : Ketaren, (1986).

CPO Indonesia memiliki kadar air dan kotoran yang memenuhi SNI 01 2901-1998. Namun masih sebagian produsen CPO Indonesia konsisten menghasilkan asam lemak bebas < 5 %. Kadar karoten dan nilai Deterioration of Bleaching Index (DOBI) pada sebagian CPO Indonesia belum memenuhi standar Codex (kadar karoten minimum 500 ppm) dan PORAM (DOBI minimum 2,3) (Hasibuan, 2012).

Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat pada kelapa sawit sebesar 39-45%, sedangkan asam oleat sebesar 37- 44% (Ketaren, 2008). Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi

(30)

dibanding jenis minyak nabati lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap.

Titik leleh asam oleat lebih rendah dibandingkan asam palmitat yaitu 14°C.

Kandungan asam lemak minyak kelapa sawit dan titik lelehnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Asam Lemak dan Titik Leleh Pada CPO

Jenis Asam lemak Komposisi (%) Titik leleh (°C)

Asam kaprat (C10:0) 1-3 31,5

Asam laurat (C12:0) 0-1 44

Asam miristat (C14:0) 0,9-1,5 58

Asam palmitat (C16:0) 39,2-45,8 64

Asam stearat (C18:0) 3,7-5,1 70

Asam oleat (C18:1) 37,4-44,1 14

Asam linoleat (C18:2) 8,7- 12,5 -11

Asam linoleanat (C18:3) 0-0,6 -9

Sumber : Ketaren, (2008).

Nilai DOBI merupakan indeks daya pemucatan CPO yang berguna pada proses rafinasi untuk menentukan jumlah bleaching earth yang digunakan dan waktu proses pengolahannya. Selain itu, DOBI juga dapat menjadi salah satu parameter untuk mengukur tingkat kerusakan minyak yang disebabkan oleh oksidasi. Rendahnya nilai DOBI mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi sekunder (Jusoh, dkk., 2013).

Rendahnya nilai DOBI pada CPO juga dapat disebabkan oleh tertundanya pengolahan buah sawit. Penundaan ini dapat terjadi karena buah tidak segera diangkut ke PKS (buah menginap/restan) yang disebabkan oleh infrastruktur yang buruk dan musim hujan, proses di PKS terhenti karena adanya kerusakan peralatan dan buah yang diterima berlebih dari kapasitas olah (Hasibuan, 2015).

Nilai DOBI memiliki hubungan dengan parameter mutu lain dari CPO.

Kadar air tinggi dapat menyebabkan terjadinya reaksi deterioration sehingga

(31)

kualitas CPO menjadi rendah dengan bilangan peroksida tinggi dan berbau tengik.

(Frank, dkk., 2013).

Kadar karoten tinggi maka nilai DOBI cenderung tinggi. Hubungan antara keduanya sebanding atau searah. Tingginya nilai korelasi antara keduanya disebabkan oleh nilai DOBI, merupakan perbandingan antara kadar karoten dengan produk teroksidasinya. Apabila produk teroksidasi dari karoten rendah maka nilai DOBI tinggi (Hasibuan, dkk., 2015).

Perbedaan kandungan karoten dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain varietas kelapa sawit, tingkat kematangan buah kelapa sawit, dan pemanasan di unit proses pengolahan kelapa sawit. Selain itu, infrastruktur kebun kelapa sawit yang tidak baik dan cuaca buruk menyebabkan buah kelapa sawit tidak langsung diolah menjadi CPO dapat menurunkan kandungan karoten CPO (Hasibuan & Harijanto 2008).

Proses oksidasi menyebabkan peningkatan bilangan oksidasi (peroksida) sehingga menurunkan kualitas minyak, oksidasi pada bahan pangan berlemak akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak (ketengikan), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak. Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipase yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom beta, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton (Cowan, 2012).

(32)

Hidrogen peroksida dengan nama rumus kimia H2O2ditemukan oleh Louis Jacquea Thenard pada tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia organik yang memiliki sifat oksidator kuat dan bersifat racun di dalam tubuh. Senyawa peroksida harus segera diuraikan menjadi air (H2O) dan oksigen (O2) yang tidak berbahaya. Enzim katalase mempercepat reaksi penguraian peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2). Penguraian peroksida (H2O2) ditandai dengan timbulnya gelembung (Wiradikusuma, 1992).

Rendemen minyak sawit yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu varietas tanaman, umur tanaman, pemeliharaan tanaman, mutu tandan buah segar (TBS), derajat kematangan buah, pengangkutan dan proses pengolahan.

TBS hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut.

Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan asam lemak bebas semakin meningkat dan dapat memperkecil rendemen (Tim Penulis PS, 1997).

Fermentasi

Fermentasi merupakan perombakan karbohidrat, protein atau lemak oleh aktivitas mikroorganisme. Fermentasi dapat dikatakan sebagai suatu proses terjadinya perubahan kimia pada substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme memerlukan sumber energi dalam pertumbuhannya. Sumber energi yang paling banyak oleh mikroorganisme adalah glukosa. Perombakan glukosa oleh mikroorganisme dapat dilakukan secara aerobik maupun anaerobik (Suprihatin, 2010).

Water activity adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Kelembaban dan kadar air biasanya berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dan jamur

(33)

memerlukan kelembaban di atas 85% untuk pertumbuhannya. Kadar air yang meningkat dipengaruhi oleh jumlah air bebas yang terbentuk sebagai hasil samping dari aktivitas bakteri (Kasmadiharja, 2008).

Berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme), maka fermentasi dibedakan atas fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.

Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami tanpa penambahan starter, mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasi dapat tumbuh dengan baik. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan penambahan starter atau ragi sperti ragi roti, ragi tempe dan lain-lain (Dwiari, 2008).

Mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi setelah terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa. Pemecahan glukosa selanjutnya dilakukan melalui jalur glikolisis sampai akhirnya dihasilkan energi. Pada proses tersebut selain energi juga dihasilkan molekul air dan karbondioksida (Fardiaz, 1988).

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase

Proses fermentasi melibatkan beberapa enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Enzim selulase adalah biokatalisator yang berperan mengkatalisis proses hidrolisis selulosa menjadi rantai selulosa yang lebih pendek atau oligosakarida yang selanjutnya akan diubah lagi menjadi glukosa. Selulase merupakan nama kelompok enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, selodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya. Selulase terdiri dari

(34)

enzim-enzim yang bekerja bersama-sama secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa (Kodri, dkk., 2013).

Enzim selulase dapat dihasilkan dari mikroorganisme jamur, bakteri dan actinomycetes. Jamur digunakan secara komersial untuk produksi enzim dan diantara jamur tersebut yang banyak digunakan adalah Trichoderma dan Aspergillus. Mikroorganisme penghasil selulase umumnya merupakan pengurai karbohidrat dan tidak dapat memanfaatkan protein atau lipid sebagai sumber energi. Mikroba penghasil selulase terutama bakteri Cellulomonas dan Cytophaga serta kebanyakan fungi dapat menggunakan berbagai jenis karbohidrat lainnya selain selulosa, sedangkan spesies mikroba selulolitik anaerobik terbatas pada selulosa dan produk hidrolisisnya. Tidak semua mikroorganisme yang dapat menggunakan selulosa sebagai sumber energi menghasilkan kompleks enzim selulase yang lengkap. Hanya beberapa strain yang dapat menghasilkan kompleks enzim selulase yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu endo-β-glukanase, ekso-β-glukanase, dan β-glukosidase. Mikroba yang digunakan secara komersial untuk produksi enzim selulase umumnya terbatas pada Trichoderma reesei, Humicola insolens, Aspergillus niger, Thermomonospora fusca, dan Bacillus sp (Binod, dkk., 2011).

Bakteri selulolitik adalah jenis bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi substrat yang mengandung selulosa. Bakteri selulolitik mampu mengubah selulosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk digunakan sebagai sumber karbon dan energi bagi metabolisme dan pertumbuhannya. Kemampuan ini disebabkan bakteri dapat memproduksi enzim selulase (Zhang dan Zhang, 2013).

(35)

Selulase merupakan komponen yang terdiri dari campuran kompleks enzim yang bertanggung jawab untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme tertentu menghasilkan partikel yang dinamakan selulosom. Partikel inilah yang akan terdisintegrasi menjadi enzim yang secara sinergis mendegradasi selulosa.

Selulase dapat dibagi menjadi tiga kelas aktivitas enzim utama, yaitu endo-1,4-β- D-glucanase yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang

bervariasi sedangkan exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa, dan β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan

glukosa. Selulase terdiri dari enzim kompleks yang terlibat dalam degradasi alami dari selulosa, polisakarida utama sel tumbuhan. Enzimatik kompleks dapat mengkonversi selulosa untuk oligosakarida dan glukosa. Mikroorganisme seperti jamur dan bakteri adalah produsen penting dari selulase. (Binod, dkk., 2011).

Enzim selulase yang akan mengubah serat kasar (selulosa) menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga tidak lagi sebagai polisakarida. Enzim selulase termasuk sistem multienzim yang terdiri dari tiga komponen yaitu endoglukanase, yang mengurai polimer selulosa secara random untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi, eksoglukanase yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non-pereduksi untuk menghasilkan selulosa ikatan pendek atau selobiosa, dan β-glukosidase yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram, dkk., 2005).

(36)

Bacillus subtilis

Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Hasil uji pewarnaan gram menunjukkan bahwa Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif karena menghasilkan warna ungu saat ditetesi dengan larutan KOH. Warna ungu yang muncul pada pewarnaan gram tersebut dikarenakan dinding sel Bacillus subtilis mampu mempertahankan zat warna kristal violet (Aini, dkk., 2013).

Sel Bacillus subtilis berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm dan mempunyai flagel peritrikus, memproduksi spora bentuk silinder yang tidak membengkak, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta heterotrof, katalase positif, sel gerak yang membentuk endospora elips lebih tahan daripada sel vegetatif terhadap panas, kering dan faktor lingkungan lain yang merusak.

Permukaan sel bakteri ditumbuhi merata flagel peritrikus (Soesanto, 2008).

Klasifikasi Bacillus subtilis berdasarkan Madigan (2005), yaitu : Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Bakteri antagonis Bacillus subtilis dapat bertahan pada kondisi lingkungan tertentu, yaitu pada suhu -5oC sampai 75oC, dengan tingkat keasaman (pH) antara 2-8. Pada kondisi yang sesuai dan mendukung, populasinya akan menjadi dua kali banyaknya selama waktu tertentu. Waktu ini dikenal dengan waktu generasi atau

(37)

waktu penggandaan, yang untuk Bacillus subtilis adalah 28,5 menit pada suhu 40oC (Aini, dkk., 2013).

Berdasarkan sifat pertumbuhannya, Bacillus subtilis bersifat mesofilik.

Bakteri Bacillus subtilis menghasilkan enzim protease, amilase, lipase, serta kitinase sebagai enzim pengurai dinding sel patogen. Bakteri ini dan anggota genus lain digunakan didalam fermentasi untuk kegunaan pangan manusia, sumber enzim luar sel untuk kegunaan industri dan pengobatan, dan produksi antibiotika peptida (Hatmanti, 2000).

Bacillus pertama kali dideskripsikan oleh Cohn pada tahun 1872 pada Bacillus subtilis yang semula disebut Vibrio subtilis oleh Ehrenberg pada 1835 (Hatmanti, 2000). Cohn menunjukkan bahwa spora tersebut mempunyai resistensi yang lebih dibandingkan sel vegetatifnya. Karakteristik morfologi dan biokimia Bacillus subtilis dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Morfologi dan Biokimia Bacillus subtilis

Pengujian Reaksi

Sifat gram +

Flagela +

Katalase +

Endospora (sentral) +

Pembengkakan sel berspora -

Tumbuh pada suhu 45oC +

Tumbuh pada pH 5,70 +

Tumbuh pada kandungan NaCl 1% +

Penggunaan sitrat +

Hidup dalam medium glukosa pada kondisi tanpa oksigen - Produksi asam dari karbon: arabinosa, manitol dan xylosa +

Produksi indol -

VP test +

Sumber: Supriadi, (2006).

Enzim lipolitik seperti lipase dan esterase merupakan salah satu enzim yang penting karena berperan dalam metabolisme terutama dalam degradasi lemak. Menurut sistem IUB (International Union of Biochemistry) lipase

(38)

diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase dengan nama sismatik gliserol ester hidrolase yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas (FFA), gliserida parsial (monogliserida atau digliserida) dan gliserol (Winarno, 1992).

Reaksi enzimatis lipase akan meningkat sebanding dengan peningkatan suhu. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan energi kinetik molekul sehingga akan meningkatkan kemungkinan tumbukan antara substrat enzim yang menyebabkan laju reaksi meningkat. Akan tetapi terdapat batasan suhu tertentu dan nilai optimal biasanya berkisar seperti suhu tubuh manusia. Apabila suhu sistem terus meningkat melebihi optimum, maka aktivitas enzim akan terhambat dan kehilangan sifat katalitiknya. Hal ini disebabkan enzim merupakan protein yang mempunyai sifat termolabil sehingga temperatur tinggi menyebabkan kerusakan ikatan intra dan intermolekul (Pelezar dan Chan, 1981).

Menurut Buchler dan Wandrey (1987) lipase stabil pada suhu 30-50oC.

lipase rusak diatas suhu 50oC. Keaktifan enzim dapat ditentukan baik dengan reaksi kimia maupun secara kualitatif dengan mengukur laju reaksinya. Oleh sebab itu kekatifan enzim dinyatakan dalam bentuk satuan unit enzim.

Aspergillus niger

Secara luas Aspergillus niger didefinisikan sebagai suatu kelompok nukosis penyebab dari fotogenosa yang bermacam-macam. Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Di dalam industri Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat. Aspergillus niger spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan crude enzim secara komersial serta penanganannya mudah dan murah. Fungi-fungi tersebut sangat efisien dalam memproduksi selulase (Mrudula dan Murugammal, 2011).

(39)

Berikut adalah klasifikasi Aspergilus niger berdasarkan Avivi, dkk., (2010) adalah :

Genus : Aspergillus Family : Eurotiaceae Ordo : Eutiales

Subkelas : Plectomycetetidae Kelas : Ascomycetes Subdivisi : Ascomycotina Divisi : Amastigmycota Spesies : Aspergillus niger

Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase (Hardjo, dkk., 1989).

Ciri-ciri umum dari Aspergillus niger antara lain warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembaban nisbi 80, dapat menguraikan benzoat dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoat-4 hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat, memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa 4-hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoat, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asam sitrat (Gandjar, 2006).

(40)

Aspergillus Niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Jamur ini mempunyai miselium yang bersekat-sekat, pembiakan secara vegetatif dilakukan dengan konidia, sedangkan pembiakan secara generatif dilakukan dengan spora-spora yang dibentuk di dalam askus. Jamur Aspergillus terdapat di berbagai tempat sebagai saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan, kehijau-hijauan atau kehitam-hitaman, miselium yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi (Dwidjoseputro, 1989).

Aspergillus niger merupakan salah satu jenis kapang yang mampu menghasilkan enzim selulase dengan baik. Pemilihan kapang tersebut pada penelitian ini juga dikarenakan sifatnya yang relatif mudah tumbuh pada berbagai jenis media. Kinerja Aspergillus niger semakin maksimal apabila ditumbuhkan dalam waktu dan kondisi yang optimal pula. Karena semakin baik kualitas sel maka jumlah enzim yang akan dihasilkan dalam metabolisme sel semakin banyak.

Selama pertumbuhan, sel-sel Aspergillus niger yang digunakan harus dalam keadaan baru sehingga perlu dilakukan beberapa tahap untuk meremajakannya.

Pertama dimulai dengan meremajakan isolat Aspergillus niger dalam media padat.

Pertumbuhan Aspergillus niger ini diamati dengan munculnya spora berwarna hitam yang mulai terlihat pada hari ketiga (Hans, 1994).

Beberapa enzim lipase mikrobial dipelajari oleh Tanaka (1992) dan Linfield (1984) dalam hidrolisis lemak dari minyak kelapa dan minyak ikan seperti Candida rugosa, Aspergillus niger, Rhizopus arrhizus. Hidrolisis enzimatis dari minyak kelapa menghasilkan derajat hidrolisis maksimum (kandungan asam lemak) setelah 72 jam proses pada temperatur kamar sedangkan

(41)

dengan substrat minyak ikan yang diperlakukan dengan lipase C. cylindraceae dengan konsentrasi 200 U/g minyak, didapat 70% derajat hidrolisis dalam 38 jam pada suhu 370C.

Aspergillus niger mempunyai banyak manfaat, seperti memiliki kemampuan untuk memproduksi asam sitrat. Selain itu juga memiliki kemampuan memproduksi enzim amilase, protease, selulase dan lipase. A.niger dan penicilium digiatum dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi verbenol. Verbenol adalah senyawa makanan yang banyak digunakan pada minuman ringan, sup, daging, sosis, dan es krim. Pada industri, A. Niger dimanfaatkan untuk memproduksi asam oksalat dan asam glukonat (Suganthi et al., 2011).

Jamur adalah produsen enzim lipase terbaik di antara semua mikroorganisme, terutama untuk industri makanan. Lipase menghasilkan strain melalui fermentasi keadaan padat adalah Penicillium camembertti, Penicillium restrictum, Penicillium simplicissimum, Rhizopus sp., Rhizomucor meihei, Rhizomucor pusillus, Rhizopus rhizododiformis, Mucor meihei, Mucor racemosus dan Yarrowia lipolytica, dan Aspergillus niger. Aspergillus niger ditemukan di antara produsen enzim lipase dan enzim yang terkenal yang diperoleh dari jamur ini lebih disukai dalam banyak proses industri (Mukhtar, dkk., 2015).

Kadar protein Aspergillus niger meningkat selama berlangsung proses fermentasi. Hal tersebut berarti bahwa selama proses fermentasi berlangsung, Aspergillus niger melakukan biosintesis protein. Untuk melakukan proses biosintesis protein, Aspergillus niger memerlukan sumber karbon sebagai komponen utama pembentuk protein. Unsur karbon diperoleh Aspergillus niger dari substrat fermentasi. Selama proses fermentasi berlangsung, Aspergillus niger

(42)

memproduksi enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Aspergillus niger memproduksi enzim amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis pati yang terdapat dalam substrat fermentasi. Semakin tinggi populasi Aspergillus niger akan menghasilkan besaran enzim selulase yang semakin tinggi pula sehingga kuantitas serat kasar yang dirombak oleh enzim selulase semakin tinggi (Laskin dan Hubert, 1973).

Trichoderma harzianum

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa.

Trichoderma sp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).

Trichoderma merupakan 53% genus fungi yang dimanfaatkan aktivitasnya biokontrolnya terhadap fungi patogen termasuk Fusarium. Trichoderma efektif mengendalikan patogen mengingat kemampuannya memproduksi enzim-enzim hidrolitik (Vinale, dkk., 2008) di samping menghasilkan senyawa yang berperan sebagai zat pengatur tumbuh tanaman memproduksi enzim peroksidase dan polifenoloksidase (Srivastava, dkk., 2010) serta mendekomposisi bahan organak yang menghasilkan nutrisi yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.

(43)

Klasifikasi Trichoderma sp. berdasarkan Semangun (2000) adalah : Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota Kelas : Ascomycetes Subkelas : Hypocreomycetidae Ordo : Hypocreales

Famili : Hypcreaceae Genus : Trichoderma

Spesies : T. Harzianum, T. Pseudokoningii, dan T. Viridae

Lipase yang diisolasi dari Trichoderma harzianum menunjukkan stabilitas tinggi pada 40°C, diketahui tahan terhadap inaktivasi panas, stabil pada pH netral, atau dekat dengan rentang pH netral 6.0 dan 7.5, dan memiliki stabilitas yang cukup pada pH asam hingga 4.0 dan pH basa hingga 8,0. Lipase yang dihasilkan oleh Trichoderma harzianum berbeda dengan lipase berasal dari tumbuhan dan hewan. Hal ini dikarenakan lipase yang berasal dari hewan dan tumbuhan akan mengalami kerusakan pada suhu di atas 40°C sedangkan lipase yang dihasilkan Trichoderma harzianum tahan terhadap panas (Ulker, dkk., 2010).

Pertumbuhan jamur sangat cepat dan mampu menghasilkan hormon tumbuh sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis.

Keberadaan aktinomisetes selulolitik di tanah memiliki peran penting dalam membantu proses dekomposisi bahan-bahan organik kompleks seperti lignin, lignoselulosa dan bahan yang mengandung pati (Trianto dan Gunawan, 2003).

(44)

Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah dengan penggunaan ethepon dan kalsium karbida sebagai bahan perangsang kematangan buah sawit untuk memudahkan lepasnya buah dari tandannya. Hasil penelitian menunjukkan jenis bahan kimia dan metode yang digunakan berpengaruh nyata (signifikan) terhadap rasio brondolan terhadap TBS, rasio tandan kosong terhadap TBS dan rasio USB (Unstreap bunch) (Habibi, 2016). Bahan etephon dan kalsium karbida memberikan pengaruh nyata terhadap total karoten dan vitamin E jika dilihat dari metode, dan memberi pengaruh tidak nyata jika dilihat dari konsentrasi bahan kimia (Anggraini, 2016). Namun demikian ada tidaknya residu bahan kimia tersebut dalam minyak belum diteliti. Penggunaan kalsium karbida pada bahan pangan terutama sebagai bahan perangsang pematangan buah, saat ini dilarang untuk perdangangan Internasional dikarenakan terdapatnya logam-logam berat pada karbid yang dijual di pasar.

Penelitian sebelumnya juga menunjukkan penggunaan enzim-enzim pendegradasi serat ternyata dapat membantu memisahkan buah sawit dari tandan dan memudahkan keluarnya minyak pada saat proses ekstraksi (Eshtiaghi, dkk., 2015). Akan tetapi penggunaan enzim dalam pengolahan sawit merupakan proses yang sulit dan mahal. Penggunaan enzim dapat digantikan dengan mikroorganisme secara langsung sehingga prosesnya lebih mudah dan biayanya lebih murah.

(45)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai bulan Oktober 2018 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari jenis Tenera yang diperoleh dari perkebunan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) Medan. TBS yang digunakan adalah TBS dengan tingkat kematangan optimum yaitu buah pada fraksi kematangan 1, yang dapat dilihat dari persentase buah luar yang membrondol sebanyak 12,5-25% dan buah berwarna kemerahan (Lubis, 2011). Mikroorganisme yang digunakan untuk proses fermentasi adalah Bakteri selulolitik (Bacillus subtilis) dan kapang Aspergillus niger diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU serta khamir Trichoderma harzianum yang diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol, indikator fenolphtalein, NaOH, heksan, asam asetat, chloroform, KI, akuades, sodium thiosulfat, indikator amilum, dan N-hexane.

Gambar

Gambar 2. Peremajaan  isolat Bacillus  subtilis,  Aspergillus  niger, dan Trichoderma harzianum
Gambar 3. Skema Pelaksanaan Penelitian Jenis Mikroba (M)M1 = Bakteri BacillussubtilisM2 = Kapang AspergillusnigerM3 = Kapang TrichodermaharzianumM4= Kombinasi Bacillussubtilis danAspergillus niger(1 : 1)M5= Kombinasi Bacillussubtilis danTrichodermaharzianu
Gambar 4. Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit  dengan  TBS  yang  Diberikan  Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi
Gambar 5. Pengaruh Lama  Waktu  Fermentasi Terhadap Kadar  Asam  Lemak Bebas Minyak Sawit  Dengan  TBS  yang  Diberikan  Perlakuan Fermentasi Dengan dan Tanpa Sterilisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengertiannya Estimasi biaya konstruksi adalah perhitungan besarnya biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan bangunan konstruksi atau proyek. Didalamnya memuat

kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan

tambahan. Latar waktu dalam cerita berlangsung selama delapan tahun, yakni mulai tahun 2008 sampai 2015 yang menjadi tahun terbitnya novel AAC 2. Latar tempat dalam novel ini,

Dalam perkembangan berikutnya jalannya pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu yang dilaksanakan oleh Komite Nasional Daerah sampai dengan awal Tahun 1946 kurang dapat berfungsi

1. Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan

Gangguan pertumbuhan pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air untuk bahan fotosintesis, namun dengan adanya cekaman

Desa Babual Baboti pun sebagian yang tidak menyadari mulai mengikuti untuk tidak membakar lahan kembali (walau sempat terpantau satu kali, tertangkap patroli, melakukan

 per$ohonan /antuan /antuan dana dana untuk untuk pengadaan pengadaan peralatan peralatan dan dan perlengkapan perlengkapan  penun1ang pertun1ukan seni tradisi /ela