• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Mandiri dalam penyediaan bahan baku sediaan farmasi merupakan suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Mandiri dalam penyediaan bahan baku sediaan farmasi merupakan suatu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mandiri dalam penyediaan bahan baku sediaan farmasi merupakan suatu peluang bagi negara Indonesia karena Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang besar (Jenie, 2016). Kemandirian dalam penyediaan bahan baku farmasi merupakan isu strategis utama percepatan pengembangan industri farmasi dan industri bahan baku sediaan farmasi di Indonesia (Permenkes, 2013; Inpres, 2016). Pemenuhan kebutuhan bahan baku sediaan farmasi selama ini dipenuhi dengan cara impor. Nilai impor industri farmasi di Indonesia kurang lebih Rp 21 trilliun yang didominasi oleh impor bahan baku obat (Sitanggang, 2016). Sebanyak 90% bahan baku sediaan farmasi di Indonesia diperoleh melalui impor dari Cina (60%) dan India (30%) dengan nilai ekonomi kurang lebih 1.3 milyar USD.

Sebagaimana kita ketahui, Cina dan India bukan negara yang memprioritaskan sertifikasi halal pada produknya termasuk untuk produk bahan baku sediaan farmasi. Hal ini berdampak pada terbatasnya penyediaan obat dan bahan baku yang tersertifikasi halal sesuai amanat UU jaminan produk halal nomor 33 tahun 2014. Produk halal yang dimaksud dalam undang-undang meliputi makanan, minuman, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, hasil rekayasa genetika, bahan baku sediaan farmasi dan obat-obatan.

(2)

Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), beberapa bahan dalam sediaan farmasi yang masuk dalam kategori bahan titik kritis halal adalah bahan yang berfungsi sebagai pelarut alkohol, pengisi tablet, pengikat, bahan kapsul, emulsifier, stabilizer, pengental, sediaan gel dan sediaan lain yang bersumber atau berasal dari gelatin yang 80% diekstrak dari babi (GMIA, 2012). Bahan alternatif yang berpotensi dikembangkan dengan fungsi tersebut di atas antara lain rumput laut, karaginan, selulosa dan turunan selulosa, seperti metil selulosa, etil selulosa, ester selulosa, selulosa asetat, karboksi metil selulosa, mikroselulosa dan nanoselulosa.

Selulosa dan nanoselulosa digunakan dalam industri farmasi baik industri obat, kosmetik, makanan minuman, bahan baku dan lain sebagainya (Shokri and Adibkia, 2013). Selulosa dimanfaatkan sebagai bahan pengisi kapsul, disintegran dan binder pada tablet (Rowe et al., 2009). Nanoselulosa digunakan sebagai filler atau pengisi, stabilisator dan eksipien dalam pencetakan tablet serta binder atau pengikat dalam pembuatan tablet dan agen texturizing (Habibi et al., 2010).

Selulosa dan nanoselulosa merupakan biopolimer yang melimpah di alam dan merupakan biomaterial terbarukan yang dapat diproses menjadi berbagai produk polimer yang ramah lingkungan (Klemm et al., 2005). Selulosa dalam skala nano unggul dalam hal kekuatan struktur yang dipadu dengan sifat ringan dan dapat terbiodegradasi dan terbarukan (Maddahy et al., 2012). Nanoselulosa memiliki paduan sifat fisik, mekanik dan biologis yang sangat baik, khususnya pada biokompatibilitasnya, biodegradabilitas yang tinggi dan sitotoksisitas yang rendah, sehingga nanoselulosa diperlukan untuk merancang biomaterial baru (Klemm et al., 2011).

(3)

Selulosa dan nanoselulosa tersedia di alam dalam bentuk lignoselulosa yaitu suatu biomassa gabungan lignin, selulosa dan hemiselulosa (Mulyadi, 2019). Bahan utama sumber selulosa dan nanoselulosa adalah bahan alam yang mengandung selulosa seperti dinding sel tanaman, bakteri asam asetat, beberapa hewan (tunicate), beberapa alga dan juga oomycete. Selulosa dapat diisolasi dari jus limbah kulit nanas menghasilkan bacterial cellulose (Anwar dkk., 2016), serat mesocarp kelapa sawit (Chieng et al., 2017), limbah kulit kentang (Chen et al., 2011), serat gula aren (Ilyas et al.,2017), tanaman sagu (Naduparambath et al., 2017), residu pisang (Zulvaga et al., 2007), Jerami gandum (Alemdar dan Sain, 2008), ampas singkong (Teixeira et al., 2009; Widiarto et al., 2016; Travalini et al., 2017), tandan kelapa sawit (Aulia dkk., 2013), siwalan (Solo dkk., 2018) dan ampas tebu (Wulandari et al., 2016; Sofla et al., 2016).

Ampas tebu dipertimbangkan sebagai kandidat sumber selulosa karena jumlahnya melimpah setiap tahun dan merupakan limbah yang pemanfaatannya belum optimal (Cardona et al., 2010). Ampas tebu merupakan residu dari industri gula dan penyedap rasa. Sebanyak 35 – 40% ampas tebu dapat diperoleh dari total berat tebu yang digiling (Ismayana dkk., 2012). Ampas tebu adalah biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Cardona et al., 2010; Peng et al., 2011) serta sejumlah kecil abu dan beberapa bahan lain (Sanjuan et al., 2001). Ampas tebu mengandung 40-50% selulosa (Sun et al., 2004; Jufrinaldi, 2018) dan 25-35% hemiselulosa, lignin, beberapa mineral, lilin dan senyawa lain (Jufrinaldi, 2018). Ampas tebu sangat potensial menjadi bahan sumber produksi selulosa dan nanoselulosa.

(4)

Selulosa dan nanoselulosa dapat diproduksi dari lignoselulosa bahan alam dengan beberapa metode isolasi seperti teknik ekstrusi, ledakan uap, hidrolisis enzimatis, hidrolisis asam dan hidrolisis basa (Mulyadi, 2019). Teknik ekstrusi dan ledakan uap melibatkan asam dan atau basa, sehingga dalam beberapa literatur kedua teknik tersebut dikenal sebagai hasil pengembangan hidrolisis asam dan basa. Terkait penjaminan kehalalan produk yang diisolasi dari bahan alam seperti selulosa dan derivatnya, titik kritis halal yang perlu diperhatikan pada saat isolasi terletak pada lokasi dan sumber bahan serta bahan tambahan yang digunakan selama proses isolasi. Dalam proses persetujuannya sebagai bahan baku halal, dokumen auditnya berupa diagram alir proses isolasi dan sintesis atau spesifikasi teknis yang dibutuhkan (LPPOM MUI, 2012).

Hidrolisis enzimatis merupakan teknik isolasi selulosa dari bahan alam yang melibatkan penambahan enzim (Saelee et al., 2014; Mulyadi, 2019). Kelemahan metode hidrolisis enzimatis adalah waktu hidrolisis yang lama yaitu bisa mencapai 72 jam, biaya lebih besar, karakteristik hasil sulit dikondisikan melalui optimasi sederhana dan berpotensi mengandung titik kritis halal yang tinggi. Titik kritis halal hidrolisis enzimatis terletak pada bahan tambahan berupa media pertumbuhan bakteri. Beberapa media pertumbuhan bakteri yang masuk dalam kategori titik kritis halal adalah protein hidrolisat, enzim yang diisolasi dari darah, lambung dan usus halus yang dapat diperoleh dari babi atau hewan yang tidak disembelih sesuai syar’i, (LPPOM MUI, 2010).

Hidrolisis asam dan basa merupakan metode yang dapat dikembangkan untuk isolasi selulosa dengan penambahan pelarut asam dan basa (Supranto et al., 2015; Mulyadi, 2019). Hidrolisis asam membutuhkan waktu reaksi yang pendek

(5)

dibanding metode lain. Perlakuan asam mudah dikombinasikan dengan perlakuan basa atau alkali. Karakteristik hasil yang diharapkan mudah dikondisikan melalui optimasi sederhana. Titik kritis halal untuk isolasi dan sintesis selulosa dan derivatnya dengan metode hidrolisis asam dan/atau basa pada bahan tambahan berupa sumber bahan, bahan utama dan jenis asam dan/atau basa yang digunakan sebagai pelarut (LPPOM MUI, 2012).

Hidrolisis asam selulosa dapat menghasilkan nanoselulosa, yaitu selulosa berukuran nano (Klemm et al., 2011; Maddahy et al; 2012; Wulandari et al., 2016). Modifikasi ukuran selulosa menjadi nano dimaksudkan untuk meningkatkan sifat fisika kimia dari selulosa terutama kelarutan. Asam yang dapat digunakan dalam sintesis nanoselulosa antara lain asam sulfat (Maddahy et al., 2012; Wulandari et al., 2016; Anwar dkk., 2016; Sofla et al., 2016; Travalini et al., 2017) dan asam bromida (Sadhegifar et al., 2011). Asam klorida dan asam bromida tidak memiliki banyak muatan pada permukaan dibandingkan dengan asam sulfat sehingga proses terbentuknya nanoselulosa menjadi lebih sulit (Borjesson and Westman, 2015).

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan ampas tebu memenuhi persyaratan halal sebagai sumber bahan baku selulosa dan nanoselulosa sesuai parameter standar LPPOM MUI. Analisis titik kritis halal dilakukan pada sumber bahan, bahan ampas tebu serta bahan tambahan yang digunakan selama proses isolasi dan sintesis.

Pengaruh variasi dan konsentrasi pelarut asam pada proses isolasi selulosa dan nanoselulosa terhadap karakteristik fisiko-kimia selulosa dan nanoselulosa yang diperoleh serta menentukan kondisi optimum isolasi selulosa dan sintesis

(6)

nanoselulosa diteliti dalam penelitian ini. Tujuannya adalah untuk membuktikan selulosa ampas tebu hasil isolasi optimum memenuhi pharmacopeial spesifications sesuai Japan Pharmacopeia XV dan memperoleh spesifikasi nanoselulosa ampas tebu sebagai bahan baku farmasi dengan pendekatan parameter pada Japan Pharmacopeia XV. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptis, powder properties dan pharmacopeial spesifications selulosa dan nanoselulosa ampas tebu sebagai bahan baku farmasi. Karakterisasi fisiko-kimia dibaca dengan instrumentasi spektrometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscope (SEM), Thermal Gravimetric Analyzer (TGA) dan X-Ray Difractometer (XRD).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ampas tebu memenuhi persyaratan halal sebagai sumber bahan baku selulosa dan nanoselulosa sesuai parameter standar LPPOM MUI?

2. Apakah jenis dan konsentrasi asam pada proses isolasi selulosa berpengaruh dalam menghasilkan selulosa dengan karakteristik fisiko-kimia sesuai Farmakope?

3. Berapa konsentrasi minimum asam peroksida pada proses bleaching yang diperlukan untuk memperoleh selulosa ampas tebu sesuai selulosa standar Sigma?

4. Apakah selulosa ampas tebu hasil isolasi optimum memenuhi pharmacopeial spesifications sesuai Japan Pharmacopeia XV?

5. Berapa kondisi optimum (konsentrasi asam sulfat, waktu hidrolisis dan kecepatan sentrifugasi) sintesis nanoselulosa ampas tebu?

(7)

6. Bagaimana spesifikasi nanoselulosa ampas tebu sebagai bahan baku farmasi dengan pendekatan parameter pada Japan Pharmacopeia XV?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Memperoleh bahan baku sediaan farmasi selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu yang memenuhi standar pharmacopeial specification dan terkontrol titik kritis halalnya selama sampling, proses isolasi dan sintesis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Membuktikan ampas tebu memenuhi persyaratan halal sebagai sumber bahan baku selulosa dan nanoselulosa sesuai parameter standar LPPOM MUI.

2. Membuktikan jenis dan konsentrasi asam proses isolasi selulosa berpengaruh dalam menghasilkan selulosa dengan karakteristik fisiko-kimia sesuai Farmakope.

3. Memperoleh konsentrasi minimum asam peroksida yang diperlukan pada proses bleaching untuk memperoleh selulosa ampas tebu sesuai selulosa standar Sigma.

4. Membuktikan selulosa ampas tebu hasil isolasi optimum memenuhi pharmacopeial spesifications sesuai Japan Pharmacopeia XV.

5. Memperoleh kondisi optimum (konsentrasi asam sulfat, waktu hidrolisis dan kecepatan sentrifugasi) sintesis nanoselulosa ampas tebu.

6. Memperoleh spesifikasi nanoselulosa ampas tebu sebagai bahan baku farmasi dengan pendekatan parameter pada Japan Pharmacopeia XV.

(8)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini memperkaya informasi mengenai metode isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa dari ampas tebu serta analisis titik kritis halal pada metode isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa dari bahan alam. Penelitian ini berkontribusi dalam pengembangan dan penemuan bahan baku sediaan farmasi halal yaitu selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu.

1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi Akademisi

Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai landasan pengembangan bahan baku sediaan selulosa dan nanoselulosa yang optimal untuk produksi skala industri.

2. Bagi Industri Farmasi

Hasil penelitian dapat ditawarkan kepada industri sebagai bahan baku alternatif untuk memproduksi selulosa dan nanoselulosa yang halal dari limbah ampas tebu.

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian memberikan kontribusi kepada pemerintah untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah ampas tebu sebagai sumber bahan baku sediaan farmasi yang bermanfaat.

1.5. Keterbaruan (Novelty)

Keterbaruan penelitian ini adalah: (1) diperoleh bahan baku ampas tebu yang dikontrol titik kritis halalnya, (2) selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu

(9)

yang dikontrol titik kritis halal pembuatannya, (3) dan diperoleh nilai pharmacopeial specification selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu sebagai bahan baku sediaan farmasi yang halal.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, perawat perlu membekali diri dengan pengetahuan, sikap dan perilaku. Perawat memberikan asuhan langsung atau tidak langsung

Hukum perkawinan menurut madzhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali Dalam pasal 71 ayat 1, suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang haruslah mengatur giliran dengan

Kaitannya dengan kompetensi lulusan Program Studi yang telah ditetapkan mata kuliah ini mendukung kompetensi lulusan: mampu menjamin kualitas asuhan holistik

karena bakteri penghasil asam ini hanya dapat tumbuh dan berkembang pada suasana asam dengan kisaran pH 3,6 dan bakteri ini mempunyai pH optimum sekitar 6,5 – 7,5

Saluran dalam menyampaikan pesan komunikasi politik yang dilakukan oleh calon ketua termuda dalam Konfrensi daerah DPD PDI Perjuangan Jawa Barat yaitu dengan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat sehingga akan didapatkan

Peran sistem madrasah di pondok pesantren sangat komplek dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan sistem madrasah yang tidak memakai pondok

Pengungkapan emisi karbon (Carbon Emission Disclosure) merupakan isu yang mulai berkembang di berbagai negara terkait dampak dari perubahan iklim