ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR
D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo
Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan NuklirBATAN
ABSTRAK
ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR. Reaktor air tekan (PWR) termasuk salah satu jenis reaktor daya berdasarkan teknologi teruji. Fitur keselamatan teknis (ESF) merupakan sistem yang penting untuk keselamatan dalam reaktor daya (PLTN). Sistem tersebut untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan dasar desain. ECCS (sistem pendinginan teras darurat) adalah salah satu dari ESF (fitur keselamatan teknis) yang digunakan untuk memitigasi kecelakaan (kerusakan teras). Tujuan dari makalah ini untuk membandingkan perkembangan desain ECCS terhadap penurunan CDF. Analisis dilakukan dengan menentukan satu jenis kejadian pemicu selanjutnya disusun rentetan kecelakaan dengan analisis pohon kejadian, sedangkan probabilitas kegagalan ECCS ditentukan dengan analisis pohon kegagalan. Data kegagalan komponen berdasarkan TECDOC478 dan data generik. PWR generasi II, AP1000, USEPR and USAPWR digunakan sebagai bahan studi dalam kajian ini. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan untuk mengurangi frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 104 untuk AP1000, sebesar 1,19 x 103 untuk USEPR dan 2,42 x 103 untuk USAPWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II.
Kata kunci: ECCS, Frekuensi Kerusakan Teras, PWR
ABSTRACT
ANALYSIS FOR ECCS DESIGN TO CORE DAMAGE FREQUENCY ON THE PWR.
Pressurized water reactor (PWR) is one of power reactor type based on provent technology. Engineered safety features (ESF) is important system to safety for power reactor (NPP). This system is to prevent and control the design basis accident. ECCS (Emergency Core Cooling System) is as one of ESF (Engineered Safety Features) which is to mitigate accident (core damage). The objective of the paper is to compare ECCS design development against the CDF reducing. The analysis was carried out by determining a initiating event type. Furthermore, it is constructed accident sequence by using event tree analysis, while ECCS failure probability is determined by fault tree analysis. The component failure data is based on TECDOC478 and generic data. PWR generation II, AP1000, USEPR and USAPWR are used as object of study for this assessment. The analysis results showed that the technology development of ECCS is very significant to reduce the core damage frequency. Reducing factor based PWR generation II is 3,40 x 104 for AP1000, 1,19 x 103 for USEPR and 2,42 x 103 for USAPWR.
Keywords: ECCS, Core Damage Frequency, PWR
BAB I
PENDAHULUAN
Tingkat keselamatan suatu desain PLTN dipertimbangkan berdasarkan beberapa parameter antara lain tekanan maksimum sistem pendingin reaktor, temperatur maksimun bahan bakar, dan lainlainnya. Penyimpangan dari parameter tersebut akan mengarah pada suatu kondisi yang disebut dengan kerusakan teras. Maka dari itu, kondisi tersebut dapat digunakan sebagai parameter tingkat keselamatan dari suatu desain secara keseluruhan dengan mengacu pada nilai frekuensi kerusakan teras (CDF, Core Damage Frequency) yang digunakan sebagai angka referensi baik oleh pendesain, pemilik maupun badan regulasi. Kondisi kerusakan teras tersebut harus dianalisis secara deterministik maupun probabilistik [1].
Di dalam peraturan pemerintah No. 43 Tahun 2006 tentang perizinan reaktor nuklir [2] tidak secara ekspilisit mencantumkan mengenai CDF, namun pada pasal 12 disebutkan bahwa dalam mengajukan izin konstruksi, maka PIN (Pengusaha Instalasi Nuklir) harus menyampaikan laporan analisis keselamatan probabilistik untuk izin
reaktor daya komersial (PLTN). Dalam laporan tersebut salah satu parameter yang harus disampaikan adalah probabilitas kerusakan teras.
Dalam peraturan tersebut juga dipersyaratkan bahwa PLTN yang dibangun di Indonesia harus berdasarkan teknologi teruji (proven technology).
Pada saat ini, PLTN yang sedang dibangun atau dalam proses lisensi di dunia merupakan PLTN generasi III (III+), dimana jenisnya adalah PWR dan BWR. Namun jika diperhitungkan jumlah secara kumulatif dari PLTN generasi II, maka jenis PWR mempunyai prosentasi yang lebih besar. Penentuan jenis PLTN yang dibangun tergantung dari beberapa aspek antara lain tingkat keselamatan, ekonomi, politik, dan lainlainnya.
Namun jika mengacu secara statistik, maka salah satu jenis PLTN yang mempunyai peluang untuk dibangun di Indonesia adalah PWR (Pressurized Water Reactor). Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah penting untuk menganalisis frekuensi kerusakan teras untuk PWR.
Mengacu pada NSR1 [3]
disebutkan bahwa dalam desain PLTN perlu diterapkan konsep pertahanan berlapis dalam fitur melekat (inherent
features), peralatan dan prosedur. Konsep tersebut terdiri atas 5 level yang bertujuan untuk 5 hal yaitu: mencegah operasi abnormal, mengendalikan operasi abnormal, mengendalikan kecelakaan di bawah dasar desain, mengendalikan kondisi kecelakaan parah serta memitigasi konsekuensi radiologi.
Tahapan yang berhubungan dengan kerusakan teras adalah level ke3, yang merupakan kecelakaan dasar desain.
Sebagai implementasi untuk mencegah hal tersebut, maka desain PLTN harus mempunyai fitur keselamatan teknis (ESF, engineered safety features). ESF ini selain berfungsi untuk mencegah kerusakan teras, juga untuk memitigasi setelah terjadi kecelakaan dasar desain.
ECCS (Emergency Core Cooling System) merupakan salah satu jenis ESF yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan teras, maka keandalan desainnya sangat berpengaruh terhadap CDF.
Dalam kajian sebelumnya [4]
telah dilakukan analisis keandalan ECCS dengan menggunakan diagram blok keandalan (Reliability Block Diagram) yang hanya dapat merepresentasikan probabilitas kegagalan sistem secara independen serta tidak dapat menunjukkan kejadian dasar yang signifikan, sehingga dalam analisis
tersebut belum dapat terlihat kontribusi desain terhadap kerusakan teras.
Pada makalah ini dilakukan analisis kontribusi perkembangan teknologi ECCS terhadap frekuensi kerusakan teras secara probabilistik pada PWR, sehingga dapat diketahui perkembangan desain ECCS terhadap tingkat keselamatan tipe PWR. Analisis dilakukan analisis pohon kejadian dan analisis pohon kegagalan. Sebagai kasus kajian digunakan PWR generasi II dan III (III+), dalam hal ini yang digunakan sebagai generasi III (III+) adalah AP1000 (Advanced Passive Pressurized Water Reactor1000, USEPR (USEvolution Pressurized Reactor) dan USAPWR (USAdvanced Pressurized Water Reactor).
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI DESAIN ECCS
ECCS merupakan salah satu jenis dari ESF (Engineered Safety Features) yang ditujukan untuk memitigasi teras pada saat terjadi kecelakaan dasar desain untuk memenuhi 5 (lima) kriteria penerimaan [5]. Pertama, entalphi rata
rata bahan bakar secara radial tidak melebihi batas yang ditentukan (tergantung dari desain reaktor dan burn
up bahan bakar) untuk setiap lokasi aksial
pada setiap bahan bakar. Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas bahan bakar tetap dipertahankan dan dispersi energi bahan bakar tidak menuju pendingin. Kedua, temperatur kelongsong bahan bakar tidak melebihi batas yang ditentukan (1480 0C). Kritera ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi pelelehan dan embrittlement pada kelongsong.
Ketiga, pelelehan pada posisi aksial untuk setiap bahan bakar dibatasi.
Kenyataannya tidak diperbolehkan terjadi pelelehan atau maksimum 10 % pelelehan dari volume bahan bakar pada hot spot. Kriteria ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi perubahan volume dan lepasan bahan radioaktif. Keempat, tekanan di dalam pendingin reaktor dan sistem uap tetap terjaga di bawah batas yang ditentukan (135 % dari nilai desain pada ATWS (Anticipated Transient Without Scram) dan 110% untuk kecelakaan dasar lainnya). Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas struktur reactor coolant boundary tetap dipertahankan. Kelima, perhitungan dosis untuk kecelakaan dasar desain di bawah batas yang ditentukan.
Dalam PLTN generasi II konsep desain awal ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan injeksi tekanan
rendah. Fungsi dari accumulator adalah untuk menginjeksi air borat ke dalam bejana reaktor pada saat tekanan turun dengan cepat. Sistem injeksi tekanan tinggi didesain untuk menginjeksikan pendingin ke reaktor pada saat tekanan dalam reaktor masih tinggi. Kondisi ini terjadi pada kejadian pecahnya pipa ukuran kecil. Sedangkan injeksi tekanan rendah bekerja untuk mengatasi kondisi teras pada saat tekanan reaktor menjadi rendah. Sistem ini untuk mengatasi pada saat terjadi kejadian pecahnya pipa ukuran besar. Namun dalam perkembangannya, desain tersebut mengalami modifikasi karena perbedaan prinsip kerja ataupun perkembangan teknologi.
Perbedaan prinsip yang sangat signifikan adalah pada umumnya menggunakan sistem aktif diganti dengan sistem pasif seperti pada AP1000, sedangkan berdasarkan perkembangan teknologi beberapa sistem digabung seperti yang terdapat pada USEPR dan USAPWR.
Salah satu desain yang menggunakan sistem pasif pada ECCS yang terdapat pada AP1000 sering disebut dengan PXS (Passive Core Cooling System) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, juga terdiri atas 3
subsistem yaitu: accumulator, CMT (core makeup tank) dan pendinginan jangka panjang menggunakan IRWST (In Containment Refueling Water Storage Tank). Ke3 sub sistem tersebut mempunyai fungsi yang identik dengan dengan ke3 subsistem ECCS yang terdapat pada ECCS PWR generasi II, hanya tidak memerlukan bantuan pompa atau daya listrik AC dari luar.
Accumulator merupakan tanki silinder dengan 85% berisi air borat serta ditekan dengan Nitrogen pada tekanan tertentu.
Apabila tekanan dalam bejana reaktor atau sistem pendingin reaktor turun pada tekanan tersebut, maka katup cek akan membuka, sehingga air dalam tangki mengalir ke dalam bejana reaktor.
Accumulator ini didesain seperti pada PWR generasi II yaitu untuk mengatasi kondisi LOCA ukuran besar yang
menyebabkan penurunan tekanan secara cepat. CMT juga merupakan sebuah tanki yang langsung dihubungkan dengan sistem pendingin primer pada sisi dingin (cold leg) melalui jalur “kesetimbangan tekanan” secara terbuka. Jalur kesetimbangan menuju CMT bagian atas tanki, bila katup outlet tertutup, maka sistem dalam kondisi statik. Air dari sisi dingin pada sistem pendingin primer mempunyai temperatur yang lebih panas dari CMT, sehingga mempunyai gaya injeksi akibat ekspansi ke dalam CMT.
Bila sisi dingin dipenuhi dengan uap, uap juga akan mempunyai gaya untuk menginjeksi. Fungsi dari sistem ini identik ECCS PWR generasi II injeksi tekanan tinggi yaitu untuk mengatasi pecahnya sistem primer dengan ukuran kecil.
Gambar 1. ECCS sistem Pasif Pada AP1000 [6]
IRWST (incontainment refueling water storage tank) terletak di atas sistem pendingin primer yang akan mengalir secara gravitasi ke dalam bejana reaktor setelah sistem pendingin primer mengalami penurunan tekanan melalui bagian pipa yang pecah atau ADS (Automatic Depressurization System).
Aliran dipicu melalui sinyal depressurization yang mengaktifkan katup squib yang terbuka. Katup squib adalah sederetan katup cek pada jalur injeksi. Perbedaan yang signifikan dengan sistem aktif adalah PXS tidak memerlukan pompa untuk menginjeksikan air ke dalam bejana reaktor.
Desain ECCS yang berdasarkan sistem aktif juga mengalami perubahan, seperti yang terjadi pada USEPR dan USAPWR, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 dan 3. Perubahan tersebut tetap sesuai dengan ke3 subsistem yang ada di ECCS PWR generasi II, tetapi beberapa bagian mengalami penggabungan fungsi.
Pada USEPR dengan menghilangkan sistem injeksi tekanan tinggi, sedangkan USAPWR menghilangkan sistem injeksi tekanan rendah yang digabung dengan fungsi accumulator. Kedua tipe PWR tersebut tetap mempertahankan adanya accumulator. Desain pada ke2 tipe reaktor tersebut untuk meningkatkan keandalannya digunakan prinsip 4 jalur (train).
Gambar 2. Sistem ECCS pada USEPR [7]
Gambar 3. Sistem ECCS pada USAPWR [8]
BAB II METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam analisis ini diawali dengan membuat pohon kejadian (event tree) dengan satu kejadian awal (initiating event) yang dipilih, selanjutnya disusun rentetan kecelakaan (accident sequence) dengan menekankan kriteria sukses (criteria success) dari sistem ECCS pada saat memitigasi. Dalam penyusunan rentetan kecelakaan yang diperhitungkan hanya ECCS. Nilai kegagalan setiap kejadian puncak (top event) dalam pohon kejadian ditentukan dengan membuat analisis pohon kegagalan (fault tree analysis) desain ECCS untuk PWR generasi II, AP1000, USEPR dan US
APWR. Data kegagalan komponen yang digunakan berdasarkan TECDOC478 serta beberapa data generik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari perhitungan dan analisis menunjukkan bahwa secara umum kontribusi perkembangan desain ECCS pada PWR generasi III (III+) menyebabkan CDF semakin kecil bila dibandingkan dengan PWR generasi II, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel tersebut tidak menunjukkan CDF secara absolut dari setiap tipe PWR, tetapi hanya untuk satu jenis kejadian awal serta faktor mitigasi hanya berdasarkan tindakan ECCS. Dalam penerapannya untuk menentukan CDF dengan memperhitungkan semua jenis kejadian awal dan semua tindakan mitigasi, sehingga faktor perbandingan tersebut kemungkinan juga akan mengecil, namun tidak akan mendekati 1.
Tabel 1. Hasil Perbandingan CDF Terhadap PWR Generasi II Berdasarkan Kajian Desain ECCS
Tipe PWR Faktor Perbandingan CDF terhadap PWR Generasi II
AP1000 3,40 x 104
USEPR 1,19 x 103
USAPWR 2,42 x 103
Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa penurunan CDF untuk PWR berjenis sistem aktif (USEPR dan USAPWR) mempunyai faktor yang relatif sama dan agak lebih besar bila dibandingkan PWR berjenis sistem pasif (AP1000). Hasil perhitungan tersebut diperlukan beberapa koreksi karena tidak lengkapnya diagram sistem serta data kegagalan komponen yang menggunakan TECDOC478.
Namun demikian perhitungan tersebut mempunyai kecenderungan mirip dengan CDF yang diklaim oleh desainernya yaitu AP1000 sebesar 5 x 107 /reaktortahun, USEPR sebesar 1,28 x 106/reaktortahun dan USAPWR sebesar 1,2 x 10
6/reaktortahun.
Dari analisis ini juga menunjukkan bahwa untuk memperkecil CDF pada desain ECCS PWR generasi III (III+) lebih sederhana bila dibandingkan dengan PWR generasi II.
Dalam PWR generasi II, pada saat kecelakan tindakan operator masih diperhitungkan atau sistemnya
mempunyai konfigurasi yang sangat kompleks.
Dari analisis pohon kegagalan menunjukkan bahwa untuk PWR generasi III (III+) sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure) dalam memitigasi pada saat kerusakan teras yaitu cadangan air dan suplai daya listrik untuk USEPR dan USAPWR, sedangkan untuk AP1000 hanya cadangan air. Pada USEPR dan USAPWR untuk memperkecil kegagalan berpenyebab sama digunakan sistem listrik dengan menggunakan redundansi dan prinsip pemisahan yang sangat ketat.
Sedangkan untuk mengatasi kegagalan berpenyebab sama untuk cadangan air pada generasi III (III+) dipasang di dalam pengungkung yang disebut dengan IRWST atau RWSP. Hal ini merupakan perkembangan dari desain ECCS generasi II yang dipasang di luar pengungkung.
Dalam memitigasi kerusakan teras, terlihat bahwa desain ECCS
berbeda untuk setiap tipe jenis PWR.
Perbedaan tersebut berdasarkan perhitungan termohidrolik yang sangat cermat. Namun secara pendekatan kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsep desain dari ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan rendah.
Accumulator dan injeksi tekanan tinggi digunakan untuk memitigasi pada saat tekanan masih tinggi, sehingga dalam desain USEPR injeksi tekanan tinggi dihilangkan, tetapi diganti dengan injeksi tekanan menengah. Diharapkan sistem dapat bekerja secara berurutan yaitu setelah tekanan agak menurun, injeksi tekanan menengah bekerja. Sebaliknya untuk desain pada USAPWR berbeda yaitu accumulator dan injeksi tekanan tinggi bekerja secara bersamaan. Tetapi karena berdasarkan pengembangan desain accumulator, maka accumulator dapat berfungsi sebagai injeksi tekanan rendah. Namun pada umumnya sistem injeksi tekanan rendah berfungsi juga sebagai sistem pemindah panas sisa (RHR, residual heat removal), maka pada USAPWR sistem RHR digabung dengan sistem penyemprot pengungkung (CS, Containment Spray) [9].
Persamaan desain ECCS untuk PWR generasi II, AP1000, USAPWR
dan USEPR adalah accumulator diinjeksikan pada bagian sisi dingin (coldleg) sedangkan untuk bagian yang lain mengalami perbedaan yang signifikan. Pada PWR generasi II baik sistem injeksi tekanan tinggi maupun injeksi tekanan rendah diinjeksikan melalui sisi panas (hotleg) maupun sisi dingin, namun untuk sisi panas dan sisi dingin pada jalur (train) yang berbeda.
Pada AP1000, baik accumulator, CMT, maupun RWST diinjeksikan melalui nosel injeksi keselamatan. Dalam US
APWR, sistem injeksi tekanan tinggi dinjeksikan melalui sisi panas. Sistem injeksi tekanan rendah pada USEPR diinjeksikan ke dalam sisi dingin dan sisi panas, sedangkan sistem injeksi tekanan menengah (medium) diinjeksikan melalui sisi dingin. Berdasarkan perubahan teknologi desain ini akan terlihat kontribusinya dalam menentukan frekuensi kerusakan teras. Tentu saja perubahan ini tidak hanya mempengaruhi dalam perhitungan secara deterministik (yang akan berpengaruh dalam penentuan kriteria sukses), tetapi juga mempengaruhi perhitungan secara probabilistik. Karena dalam perhitungan probabilistik mempertimbangkan baik keandalan komponen, sistem kendali maupun tindakan operator. Khususnya
dalam tindakan operator, pada kondisi kecelakaan akan mempengaruhi probabilitas kesalahan manusia untuk kerja sistem yang kompleks.
Kekompleksan sistem tersebut juga harus dikaji mengenai faktor yang bersifat sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure).
Analisis perkembangan desain ECCS dalam memperkecil CDF sebaiknya tidak hanya diperhitungkan secara probabilistik, tetapi hendaknya juga diperhitungkan secara deterministik.
Hal ini disebabkan fenomena pada saat kecelakaan dasar desain khususnya LOCA mempunyai karakteristik yang sangat kompleks. Pada kondisi tertentu dapat terjadi ECCS mempunyai probabilitas atau frekuensi kegagalan yang kecil, tetapi tidak dapat menentukan temperatur puncak serta lamanya teras tidak tergenangi (uncovery) sehingga menimbulkan kerusakan teras. Untuk analisis atau penelitian lebih lanjut sebaiknya dapat ditentukan temperatur puncak atau lamanya teras tidak tergenangi sebagai fungsi frekuensi/probabilitas, sehingga dari analisis ini dapat diketahui distribusi frekuensi yang dapat menimbulkan kerusakan teras.
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan analisis ini disimpulkan bahwa kontribusi keandalan dan perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan dalam memperkecil frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 104 untuk AP1000, sebesar 1,19 x 103 untuk USEPR dan 2,42 x 103 untuk USAPWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II.
DAFTAR PUSTAKA
1. INTERNATIONAL ATOMIC
ENERGY AGENCY, Safety Assessment and Verification for Nuclear Power Plants, NSG1.2, IAEA, 2001.
2. , Perizinan Reaktor Nuklir, Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2006.
3. INTERNATIONAL ATOMIC
ENERGY AGENCY, Safety of Nuclear Power Plants: Design, NSR1, IAEA, 2000.
4. D. T. Sony Tjahyani, Kajian Tingkat Keandalan ECCS pada PWR, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir, Jakarta, 2008.
5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Accident Analysis for Nuclear Power Plants with Pressurized Water Reactor, SS30, IAEA, 2003.
6. , The Westinghouse AP1000 Advanced Nuclear Power Plant, Westinghouse, 2003.
7. , Chapter 6:
Engineered Safety Features, US EPR Final Safety Analysis Report Rev.0.
8. , USAPWR Overview, Mitsubishi Heavy Industries, 2007.
9. D. T. Sony Tjahyani, Analisis Probabilistik Modifikasi Sistem Pemindah Panas Sisa (RHR) Pada PWR Maju, Prosiding Seminar Nasional ke14 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Bandung, 2008.
Tanya Jawab dan Diskusi
1. Nama Penanya : Haendra Subekti Pertanyaan
:
Apa yang dimaksud faktor penurunan CDF? Mohon diberikan contohnya, yaitu untuk reaktor generasi II menjadi generasi III.
Jawaban :
Yang dimaksud dengan faktor penurunan CDF adalah CDF dari PWR generasi III (III+) dibandingkan dengan CDF PWR generasi II. Dalam hal ini PWR generasi III (III+) adalah AP1000, USAPWR dan USEPR serta dalam perhitungan CDF hanya dibatasi pada kehandalan ECCS.
2. Nama Penanya : Yudi Pramono Pertanyaan
:
Dengan perkembangan teknologi ECCS, apakah saat ini perhitungan faktor pengurangan CDF tersebut sudah memenuhi kriteria ‘proven technologi’?.
Jawaban :
Saya kira sudah karena perkembangan teknologi ECCS telah membuktikan terhadap penurunan CDF. Artinya, kecelakaan dasar desain semakin kecil terjadinya.