• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sarana perlindungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sarana perlindungan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan pancasila merupakan tujuan pendiri bangsa Republik Indonesia yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sarana perlindungan terhadap warga tersebut dapat tercapai dengan penegkan hukum. Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (3) mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum dengan demikan hukum merupakan supremasi tertinggi dari Negara Republik Indonesia dalam melindungi segenap waraga masyarakat bangsa Indonesia.

Menurut Sudikno Mertokususmo kaedah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang kongkrit, yaitu pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk menyempurnakan manusia, melainkan untuk agar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan

1

. Pebaharuan hukum khususnya dalam hukum pidana yang dalam kepustakaan asing istilah “politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan istilah “penal policy”, “criminal law policy” atau “strafrecht politiek.

2

Sistem hukum pidana yang diterpakan di Indonesia terutama hukum materiil yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan peninggalan kolonialisme yang masih mempunyai semangat penjajahan terus diberlakukan.

KUHP yang diberlakukan di Indonesia saat ini adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonialisme Belanda (Weatboek van Staftrecht) yang pada parkteknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kenyataan inilah yang

1

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, hlm. 12.

2

Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 26.

(2)

menyebabkan kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana (penal reform) di Indonesia. Kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana sejalan dengan hasil Konggres PBB pada tahun 1976 tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan kepada pelaku kejahatan,

3

Dalam konggres tersebut dinyatakan bahwa hukum pidana yang ada selama ini di berbagai negara sering berasal dari hukum asing dari zaman kolonial yang pada umunya telah asing dan tidak adil (obsolete and unjustice) serta ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan (outmoded and unreal) karena tidak berakar dan pada nilai-nilai budaya dan bahkan ada diskrepansi dengan aspirasi masayarakat serta tidak responsif terhadap kebutuhan sosial

4

.

Pembaharuan dalam sistem hukum pidana jika mengacu pada pendapat L.M Friedman sebagaimana dikutip dalam bukunya Achmad Ali ada sub-sub sistem dalam sistem hukum pidana yang antara lain Legal subtance (subtansi hukum), Legal structure (struktur hukum), dan Legal cultur (budaya hukum)

5

. Saat ini peraturan terkait hukum pidana baik hukum pidana materiil dan hukum pidana formil dalam sistem hukum pidana di Indonesia antara lain KUHP sebagai hukum materiil, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum formil serta undang - undang di luar KUHP yang merupakan lex specialis antara lain Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang –Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pemabaharuan saat ini mengenai penyelesaian hukum pidana dimulai dari perkara pidana yang melibatkan anak dibawah umur sebagaimana amanat dari Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak dan Perempuan serta anak dalam lingkup

3

Mudzakir, 2012, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Politik Hukum Pidana Dan Sistem

Pemidanaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM Republik Indonesia, Jakarta,

hlm.57

4

Mudzakir,Ibid

5

Achmad Ali, 1996. Menguak Tabir Hukum,Chandra Pratama, Jakarta, hlm.128.

(3)

rumah tangga dalam perkara KDRT penyelesaian kasusnya tidak sampai berakhir di Pengadilan. Hal tersebut merupakan bentuk paradigma baru dalam penyelesaian pada hukum pidana. Dalam perkara KDRT tersebut yang biasanya merupakan kekerasan dalam lingkup keluarga penyidik di Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dalam hal penegakan hukumnya sudah menganal pendekatan restorative justice atau kedailan restorative merupakan betuk pemulihan korban dan pelaku.

Pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang lazimnya yang menjadi korban KDRT tersebut adalah istri sebagai sosok perempuan dalam keluarga. Pemulihan pelaku dan korban yang berfokus pada penyembuhan luka (to restore) yang diderita oleh korban, bukan bermotifkan balas dendam (an eye for an eye).

6

Hal teresebut tentunya sangat bermanfaat guna menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang tentunya didalam rumah tangga tersebut terdapat anak-anak dari buah perkawinan yang tentunya masih memerlukan kasih sayang, nafkah, biaya pendidikan dan biaya-biaya lain dari kedua orang tuanya sampai anak tersebut mandiri dan dewasa .

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan atau yang sering disebut dengan kekerasan domestic (domestic violance) merupakan masalah universal yang dihadapi suatu Negara. Terjadinya konfik kekerasan dalam rumah tangga terjadi di semua lapisan masyarakat tidak mebedakan status lapisan masayarakat. Banyak Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) Perempuan mengangkat isu ini untuk memperjuangkan dan melindungi kepentingan perempuan. Perjuangan gerakan perempuan ini menghasilakn berdirinya Komisi Nasional Anti Kekearan atau lebih dikenal Komnas Perempuan dan hal ini mendorong pemangku kebijakan dengan lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT.

7

6

Fatahillah A.Syukur, 2011, Mediasi Perkara KDRT teori dan Praktek Di Pengadilan Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, Bandung, hlm. 10

7

Fatahilah A.Syukur, Op.cit, hal.5

(4)

Bentuk dari KDRT sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran ekonomi. Banyak anggapan dari masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa KDRT hanyalah kekerasan fisik saja.

Dalam kenyataan KDRT sering dijadikan sebagai alasan perceraian di Pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang merupakan perturan pelaksana Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Banyak kerugian apabila terjadi perceraian dalam hubungan perkawinan terutama bagi anak dan istri terutama terkait hak-hak mereka setelah putusnya perkawinan. Dalam lingkup pengadilan agama sendiri telah banyak terobosan hukum yang krusial dalam melindungi hak-hak istri dan anak yang terbit dalam bentuk undang-undang dan yuripudensi

8

.

Dalam lingkup ketentuan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai percerian dalam Pasal 34 ayat (1) mengatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ketentuan ini selajutnya juga dikuatkan oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi yang mengharuskan perkara yang masuk di Pengadilan Negeri wajib diupayakan mediasi terlebih dahulu sebelum perkara diperiksa. Pengaturan Mediasi sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR) dengan pendekatan win-win solution dalam Undang-Undang No. 30 Tahun

1999 tentang Arbritase hanya dimungkinkan untuk perkara-perkara di bidang keperdataan terutama dalam hubungan bisnis apabila terjadi sengketa.

Hukum publik dalam hal ini pidana tentunya sangat berbeda dengan masalah perdata yang merupakan masalah ranah hukum privat. Hukum pidana adalah hukum yang bersifat

8

Fatahillah A.Syukur, Op.cit. hlm.39

(5)

represif, hukum yang mempunyai sanksi istimewa, hukum ini tidak kenal kompromi, walaupun seumpama si korban tindak pidana memaafkan, mendamaikan dengan si pelaku atau sudah menerima nasib agar pelakunya dimaafkan ataun tidak dituntut namun hukum pidana bersifat tegas, hukum harus ditegakkan dan pelaku harus ditindak.

9

Melihat besarnya kekuasaan hukum pidana atas kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat tersebut, maka kewenangan menjatuhkan pidana sangat dibatasi, juga alasan- alasan penjatuhan pidana harus demi kehidupan bermasyarakat (untuk keamanan, ketertiban dan keadilan). Dalam masalah pidana, segala masalah yang timbul akan diserahkan kepada negara untuk penyelesaianya meskipun dalam teori hukum acara pidana penyerahan dalam perkara penyelesian perkara pidana kepada negara tersebut berbeda. Ada dengan proses pengaduan atau dengan proses laporan kepada pejabat yang berwenang untuk itu

10

.

Dalam perkembangannya saat ini mediasi juga digunakan dalam perkara – perkara tertentu di bidang hukum pidana atau yang lebih dikenal mediasi penal. Tidak hanya di Indonesia kencendrungan yang terjadi saat ini di berbagai negara menggunakan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian di bidang hukum pidana. Penyelesaian melalui mediasi menitik beratkan pada kesepakatan hasil musyawarah mufakat dari para pihak terkait.

Penyelesaian melaui musyawarah sebetulnya bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia.

Bahkan sebelum pendudukan Belanda di Indonesia, bangsa Indonesia memiliki hukum sendiri yaitu hukum adat. Hukum adat tidak membedakan penyelesaian perkara pidana dengan perkara perdata, semua perkara dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau pemulihan keadaan.

11

9

E. Utrecht, 1968, Hukum Pidana I, Bandung, Penerbitan Universitas, hlm. 60.

10

Wirjono Projodikoro. 2003. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama. Jakarta. hlm. 2

11

Mudzakir, Loc.it, hlm.77

(6)

Di Indonesia mediasi penal bukanlah suatu cara baru penyelesaian hukum pidana hanya saja tidak ada payung hukum secara kuat yang mengatur mekanisme tersebut. Mediasi penal sudah lazim digunakan dalam praktik oleh penyidik untuk menangani perkara-perkara KDRT yang ditanganni oleh penyidik POLRI. Mediasi dalam bidang hukum pidana berbeda dengan yang ada pada sengketa di bidang hukum perdata yang sudah terlegitimasi dan bersifat wajib dalam setiap penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan.

Mediasi Penal yang menerapkan nilai-nilai keadilan restoratif atau yang lebih dikenal restorative justice merupakan pendekatan progersif yang tidak terbelenggu pada rumusan

perturan perundang-undangan. Semangat ini lah sesuai dengan dengan khittah dan hakikat dari sifat hukum pidana yaitu sebagai ultimmum remidium yang artinya hukum pidana itu merupakan senjata pamungkas atau merupkan media terakhir yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum.

Saat ini mediasi penal dalam hukum pidana yang bertitik pada perdamaian antara korban dan pelaku tindak pidana tertentu yang merupakan alternative dipute resolution mulai diberlakukan oleh penyidik seiring diterbitkanya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI dan Surat Kapolri No Pol : B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui ADR. Surat ini sifatnya parsial dan prinsip-prinsip mediasi penal yang dimaksud dalam Surat Kapolri tersebut menekankan penyelesaian pidana melalau mediasi.

Dalam hal terjadi tindak pidana KDRT penanganan perkara ditangani secara khusus oleh suatu unit dalam organisasi POLRI yaitu unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).

Peran unit PPA dalam penanganan perkara KDRT memberikan pelayanan dan perlindungan

bagi korban perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegkan hukum

(7)

terhadap pelakunya. Perkembangan saat ini untuk tindak pidana berkaitan dengan anak dan perempuan dalam KDRT yang penyelesiannya dengan pendekatan restorative justice.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peniliti terdorong untuk melakukan penelitian hukum dengan judul “PENERAPAN MEDIASI PENAL OLEH PENYIDIK TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KEPOLISIAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, terdapat dua permasalahan mendasar yang perlu dicari dan temukan jawabanya menyangkut penerapan mediasi penal sebagai upaya ADR dalam perkara KDRT oleh penyidik di Kepolisian Daerah (POLDA) D.I.

Yogyakarta. Kedua permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan mediasi penal dalam kasus-kasus tindak pidana KDRT yang ditangani oleh penyidik di POLDA D.I Yogyakarta?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi mediasi penal oleh penyidik POLDA. D.I Yogyakarta dalam perkara-perkara tindak pidana KDRT?

C. Tujuan Penelitian.

Beradasarkan dari kedua rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini memiliki dua tujuan utama yaitu:

1. Tujuan Obyektif

(8)

a. Mengetahui dan menganalisa tentang proses penerapan mediasi penal dalam perkara-perkara KDRT yang ditanganni oleh penyidik di POLDA D.I Yogyakarta sebagai Altenative Dispute Resolution (ADR).

b. Mengetahui dan menganalisa tantangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksanakanya penerapan medisai penal oleh penyidik di POLDA D.I Yogyakarta sebagai Altenative Dispute Resolution (ADR).

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap serta akurat tentang obyek yang diteliti terkait dengan penerapan mediasi penal dalam tindak pidana KDRT sebagai upaya ADR oleh penyidik di POLDA D.I Yogyakarta . b. Sebagai bahan untuk menyusun tugas akhir penulisan hukum yang menjadi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat Penelitian.

Setiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu memberikan manfaat praktis pada kehidupan masyarakat. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan adanya penelitian ini penulis sangat berharap akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Akademis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek di lapangan.

b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi peneliti.

(9)

c. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai mediasi penal dalam kasus tindak pidana KDRT.

d. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada umumnya dan pada khususnya tentang penerapan mediasai penal oleh penyidik sebagai upaya ADR.

b. Memberikan informasi secara meluas kepada masyarakat tentang mediasi penal dalam tindak pidana KDRT sebagai upaya ADR.

c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya bidang hukum acara pidana.

E. Keaslian Penelitian.

Untuk mengetahui keaslian dari penelitian dalam penulisan hukum ini, Penulis

telah melakukan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulisan hukum yang dilakukan Penulis

dengan judul “Penerapan Mediasi Penal Dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam

Rumah Tangga Sebagai Upaya Alternative Dispute Resolution Oleh Penyidik Di

POLDA Daerah Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Penulis menemukan

beberapa penelitian hukum dengan topik bahasan KDRT sebagai betikut :

(10)

1. Penelitian sejenis dengan topik KDRT pernah dilakukan pada tahun 2013 oleh Wahyu Putri Kartikasarai dengan judul “Perlindungan Hukum Anak Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kabupaten Magelang”.

12

Penelitian tersebut dengan mengangkat rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Magelang?

b. Hambatan apa saja yang timbul dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Magelang?

Pada penelitian tersebut diatas memuat hasil kesimpulan bahwa pelaksanaan hukum terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Magelang dilakukan atas dasar kerja sama dari pihak pemerintah, aparat-aparat penegak hukum, serta masyarakat. Kerjasama ini diwujudkan dengan adanya jaringan koordinasi antara para pihak yang menagani kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tergabung dalam Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Magelang.

13

2. Penelitian sejenis dengan topik KDRT juga dilakukan oleh Mia Adiana pada tahun 2014 dengan judul “Kebijakan Penal Upaya Penaggulangan Pidana KDRT Di Kabupaten Banjarnegara (Study Kasus Kekerasan Seksual)”

14

. Dalam penelitian tersebut mengangkat rumusan masalah sebagai berikut :

12

Wahyu Putri Karika Sari, 2014, Skripsi, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kabupaten Magelang”, Perpustakaan Fakultas Hukum Univesitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

13

Wahyu Putri Karika Sari, Op. Cit, Bab V Kesimpulan.

14

Mia Adina, 2013, Skripsi, “Kebijakan Penal Upaya Penaggulangan Pidana KDRT Di Kabupaten Banjarnegara

(Study Kasus Kekerasan Seksual)”, Perpustakaan Fakultas Hukum Univesitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(11)

a. Bagaimana pelaksanaan kebijakan penaggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah seksual dalam lingkup rumah tangga dengan menggunakan sarana penal di Kabupaten Banjarnegara?

b. Bagaimana kendala-kendala dalam pelaksanaan kebijakan penal dalam penaggulangan tindak pidana kekerasan seksual dalam lingkup rumah di Kabupaten Banjarnegara?

Pada penelitian tersebut diatas memuat hasil kesimpulan bahwa Upaya penanggulangan tindak pidana kekarasan seksual dalam lingkup rumah tangga di Kabupaten Bajarnegara dengan sarana hukum pidana yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kabupaten Banjarnegara, Kejaksaan Negeri Banjarnegara dan Pengdilan Negeri Banjarnegara telah berjalan cukup optimal.

15

Hasil dari penulusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis tersebut, Penulis tidak menemukan penelitian lain yang membahas terkait dengan Penerapan Mediasi Penal Dalam Perkara Tindak Pidana KDRT oleh Penyidik Di POLDA D. I.

Yogyakarta Sebagai Upaya Alternative Dispute Resolution. Berdasarkan hal tersebut, penulisan hukum ini adalah asli dan layak untuk diteliti. Apabila terdapat penelitian mirip diluar pengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi satu sama lain.

F. Sistematika Penuliasan Hukum

Dalam penuliasan hukum ini terdiri dari 5 bab, masing-masing bab menguraikan dengan sistmatika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

15

Mia Adina,Op.Cit, hlm. 149.

(12)

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian dan sitematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai, Sitem Peradilan Pidana, , Pidana sebagai sarana ultimum remidium, konsep restorative justice,Diskresi Mediadi Penal dan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas metode penelitian yang digunakan penulis untuk menyusun karya ilmiah ini.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi segala olahan data dan informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian lapangan beserta studi kasus mengenai perkara-perkara tindak pidana KDRT. Semua hasil penelitian kemudian dibahas dan dikaji agar dapat menjawab permasalahan yang ada.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Bab ini juga memuat saran berdasarkan

kesimpulan yang sudah didapatkan oleh Penulis sebagai referensi untuk penelitian sejenis

dimasa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Namun di sisi lain, menurunnya daya beli masyarakat akibat krisis di Uni Eropa dan Amerika akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekspor, baik

Begitu juga dalam Seni pertunjukan, disamping istilah nama yang sama, bentuk- bentuk dan hasil kesenian di Minang dan Adat Pesisir Kota Sibolga banyak juga yang sama,

Parameter kualitas air yang penting di sekitar keramba jaring apung di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar yang tidak mendukung untuk kehidupan ikan di dalam

berpedoman pada kurikulum 2013 dan dikembangkan sesuai dengan konsisi lingkungan sekolah masing-masing, Perencanaan pembelajaran matmatika disusun sebagai pedoman

Berdasarkan kondisi di atas, akan dibuat suatu bentuk penilaian terintegrasi yang menilai siswa secara keseluruhan, yaitu dari sisi akademis, pengembangan diri,

Aplikasi bakteri endofitik baik indigen maupun eksogen menghasilkan rerata kadar N total tanah lebih tinggi dengan kisaran 10–13% dibanding dengan kontrol (pupuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan meneliti bentuk laporan keuangan sederhana masjid, dan merekonstruksi laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK 109

M.Hum. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Jawa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur