• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS BELANJA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Oleh : DEASY AMELIA SUGIYONO NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS BELANJA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Oleh : DEASY AMELIA SUGIYONO NIM :"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

BELANJA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2009-2012

Oleh :

DEASY AMELIA SUGIYONO NIM : 232012087

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2016

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii HALAMAN MOTTO

“Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;

Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya”

(Mazmur 18:31)

“Hidup dan kasih setia Kau karuniakan kepadaku, Dan pemeliharaan-Mu menjaga nyawaku.”

(Ayub 10:12)

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”

(Yeremia 17:7)

“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia”

(Nelson Mandela)

(8)

viii ABSTRACT

Education and health are two important things for human’s life because of that, the government gives special interest to them. This study in the background backs by lack of their facilities and infrastructure in Central Java. The goal of this study is to know about the efficiency level of spending on education and health in the districts/cities in Central Java in 2009-2012. Variables in use consist of input variable that is the data’s realization of education and health’s budgets, and output variables those are School Enrollment Rate, Net Enrollment Rate, Infant Mortality Rate, and Life Expectancy Rate. Analysis technique used in this study is Data Envelopment Analysis (DEA) with output oriented approach and the assumption of variable returns to scale. This study found that although not yet reached 100%, but the average efficiency of education and health in Central Java was still above 89%. The health’s calculation result was better than education one. The trend of efficiency on both fields was relatively stable and no sicnificant incease, therefore an improvement of health and education’s spending management needs to be done by the government.

Keywords : Technical Efficiency, Education Spending, Health Spending, Data Envelopment Analysis.

(9)

ix ABSTRAK

Pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang penting bagi kehidupan manusia.

Oleh karenanya, pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kedua bidang tersebut. Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan rendahnya sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan di Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi belanja bidang pendidikan dan bidang kesehatan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2009-2012. Variabel yang digunakan terbagi atas variabel input yaitu data realisasi anggaran belanja pendidikan dan kesehatan dan variabel output yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Pertisipasi Murni (APM), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Harapan Hidup (AHH). Teknik analisis dalam penelitian ini adalah analisis DEA (Data Envelopment Analysis) dengan pendekatan output oriented dan asumsi variable returns to scale. Studi ini menemukan bahwa meski belum mencapai 100%, rata-rata efisiensi bidang pendidikan dan kesehatan di Jawa Tengah masih diatas 89%. Hasil perhitungan efisiensi bidang kesehatan masih lebih baik dibanding bidang pendidikan. Tren efisiensi pada kedua bidang masih terbilang stabil dan tidak ada peningkatan yang signifikan, sehingga pemerintah daerah perlu mengadakan perbaikan yang lebih baik lagi pada pengelolaan belanja pendidikan dan kesehatan.

Kata Kunci: Efisiensi Teknis, Belanja Pendidikan, Belanja Kesehatan, Data Envelopment Analysis

(10)

x KATA PENGANTAR

Karya dengan judul Analisis Efisiensi Teknis Belanja Pendidikan dan Kesehatan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2012 ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Karya ini membahas mengenai tingkat efisiensi penggunaan dana bidang pendidikan dan kesehatan oleh pemerintah khususnya untuk kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan yang ada. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segenap saran, masukan, dan kritikan yang membangun dari pembaca.

Kiranya penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Salatiga, 13 Juli 2016

Penulis

(11)

xi UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur atas berkat, rahmat dan kasih karunia dari Tuhan Yesus Kristus yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas kerja ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa turut memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh karenanya, dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

Bapak Prof. Christantius Dwiatmadja, SE., ME. PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Ibu Dr. Theresia Woro Damayanti, SE., M.Si., Akt selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Ibu Gustin Tanggulungan, SE, M.Ak, Akt., CA., BKP selaku pembimbing yang selalu setia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, saran, dan kritikan kepada penulis.

M. I. Mitha Dwi Restuti, SE., M.Si., CMA selaku wali studi yang membantu dalam proses perkuliahan selama penulis berkuliah.

Keluarga Besar terkhusus kepada Papi Daniel Sugiyono, Mami Netty Herawati, Nenek Goei Bing Hwa, Koko Arifin Kurniawan dan Cece Paulina Sugiyono, Leticia Callysta Kurniawan dan Louise Clarissa Kurniawan yang senantiasa mendoakan, memotivasi, dan memberikan cinta kasih yang tidak terbatas kepada penulis dari awal hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Yang Terkasih Fathana Erlangga yang selalu ada menemani penulis dan memberikan dukungan berupa doa, motivasi, serta cinta kasih yang besar kepada penulis.

Sahabat-Sahabat Tercinta, Erikka Putri Novianti, Sonny Ibrahim, dan Aditya Putri yang selalu memberikan dukungan berupa doa dan semangat kepada penulis.

Wanita Hits (Ratag Stephany Elimieke Dienje, Henny Oktavia Rantetondok, Neirista Neisa Wilona Wijaya, dan Dwi Oktamina Kuzwaning Tyas) yang selalu ada untuk memberi keceriaan, menemani dan membantu penulis selama perkuliahan serta memberikan ide dan pemikiran kepada penulis.

(12)

xii Koko Stephen Boenardi yang membantu dalam membimbing dan memberikan

inspirasi dalam penulisan skripsi.

Seluruh staf pengajar FEB-UKSW yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi.

Seluruh staf TU FEB-UKSW yang telah membantu penulis dalam pengurusan persyaratan administrasi skripsi.

Seluruh rekan-rekan KORP Asisten Dosen periode 2014-2015 dan 2015-2016 yang telah berbagi ilmu, serta menjadi partner yang baik dalam belajar dan mengajar bagi penulis.

Seluruh rekan-rekan panitia yang pernah bekerja sama dengan penulis, yang telah memberi bekal pengalaman hidup dan membantu membentuk karakter pada diri penulis.

Seluruh teman-teman LEGEND 2012, terima kasih sudah menjadi rekan belajar yang baik selama perkuliahan.

Salatiga, 13 Juli 2016 Yang memberi pernyataan,

Deasy Amelia Sugiyono

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Pernyataan Tidak Plagiat ... ii

Pernyataan Persetujuan Unggah ... iii

Lembar Pengesahan ... iv

Pernyataan Keaslian Skripsi ... v

Halaman Persetujuan ... vi

Halaman Motto... vii

Abstract ... viii

Abstrak ... ix

Kata Pengantar... x

Ucapan Terima Kasih ... xi

Daftar Isi ... xiii

Daftar Grafik ... xv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

Pendahuluan ... 1

Tinjauan Pustaka ... 3

Belanja Daerah ... 3

Belanja Pendidikan ... 5

Belanja Kesehatan ... 6

Efisiensi Teknis ... 7

Metodelogi Penelitian ... 7

(14)

xiv

Objek Penelitian ... 7

Jenis Data ... 7

Teknik Analisis ... 8

Variabel Input ... 8

Variabel Output ... 8

Data Envelopement Analysis (DEA) ... 11

Analisis dan Pembahasan ... 13

Deskripsi Data ... 13

Hasil Penelitian ... 19

Diskusi ... 28

Simpulan dan Saran ... 31

Simpulan ... 31

Keterbatasan dan Saran... 31

Daftar Pustaka ... 33

Lampiran-Lampiran ... 36

(15)

xv DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Tren Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan dan Kesehatan Tahun

2009-2012 ... 24 Grafik 4.2. Tren Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Dengan Lag 1 Tahun ... 27 Grafik 4.3. Tren Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Dengan Lag 2 Tahun ... 27 Grafik 4.4. Tren Rata-Rata Efisiensi Bidang Pendidikan di Jawa Tengah ... 29 Grafik 4.5. Tren Rata-Rata Efisiensi Bidang Kesehatan di Jawa Tengah ... 30

(16)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Contoh Hasil Analisis Dengan Metode DEA ... 12 Tabel 4.1. Data Statistik Bidang Pendidikan ... 13 Tabel 4.2. Data Murni Bidang Pendidikan Kabupaten Banjarnegara Tahun

2001 dan 2012 ... 16 Tabel 4.3. Data Statistik Bidang Kesehatan ... 17 Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Efisiensi Dengan Metode DEA Bidang

Pendidikan Tahun 2009-2012 ... 21 Tabel 4.5. Perbandingan Rata-Rata Realisasi Anggaran dan Realisasi

Anggaran, Rata – Rata APS dan APS, serta Rata - Rata APM

dan APM Kota Salatiga Tahun 2009-2012... 22 Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Efisiensi Dengan Metode DEA Bidang

Kesehatan Tahun 2009-2012 ... 23 Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Efisiensi Dengan Lag 1 Tahun Bidang

Pendidikan dan Bidang Kesehatan ... 25 Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Efisiensi Dengan Lag 2 Tahun Bidang

Pendidikan dan Bidang Kesehatan ... 26

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Variabel Input ... 36 Lampiran 2. Rekapitulasi Data Variabel Output Bidang Pendidikan ... 37 Lampiran 3. Rekapitulasi Data Variabel Output Bidang Kesehatan... 38 Lampiran 4. Rekapitulasi Data Hasil DEA Tabel Projection B. Pendidikan 39 Lampiran 5. Rekapitulasi Data Hasil DEA Tabel Projection B. Kesehatan . 40 Lampiran 6. Rekapitulasi Data Hasil DEA Tabel Slacks B. Pendidikan ... 41 Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil DEA Tabel Slacks B. Pendidikan ... 42

(18)

1 PENDAHULUAN

Sarana dan prasarana adalah hal yang mendukung terwujudnya pelayanan pendidikan dan kesehatan yang baik. Namun kondisi yang terjadi sekarang ini adalah kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana di beberapa instansi baik di bidang kesehatan maupun pendidikan khususnya di Jawa Tengah belum memadai. Bahkan di kota yang cukup besar seperti Surakartapun masih mengalami masalah semacam itu. Wakil Direktur Umum Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi yaitu Suharto Wijanarko menyadari kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan khususnya dalam bentuk jumlah tempat tidur di rumah sakit tersebut. Kabupaten Boyolali juga mengalami kondisi yang serupa, hal tersebut dapat dilihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali tahun 2010-2015 BAB IV mengenai Analisis Isu – Isu Strategis yang menjelaskan bahwa salah satu isu strategis dalam bidang kesehatan adalah perlunya pemenuhan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di rumah sakit – rumah sakit di Boyolali.

Dalam bidang pendidikan di Jawa Tengah, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana juga menjadi kendala, seperti yang tertulis dalam RPJMD Kabupaten Boyolali tahun 2010-2015 BAB IV mengenai Isu – Isu Strategis disebutkan bahwa kualitas pendidikan di Kabupaten Boyolali relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah – daerah lainnya seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dalam media berita online joglosemar.co berhasil mendata aduan masyarakat Kabupaten Sragen mengenai kurangnya sarana dan prasarana pendidikan di beberapa SMP, SMA, dan SMK dengan total siswa yang tidak mendapat fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang layak sebesar 43.679 siswa. Di Sragen, terdapat sekolah yang baru – baru ini runtuh setelah terjadi hujan lebat. Hal tersebut terjadi karena bangunan sekolah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) yang berada di Pantirejo Kecamatan Sukodono tersebut sudah lapuk dimakan usia.

Oleh karena beberapa hal yang sudah dijelaskan diawal, peneliti mengambil konsep efisiensi karena penggunaan dana yang efisien bisa berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat, terutama di bidang pendidikan

(19)

2 dan kesehatan. Namun, pemerintah sebenarnya masih bisa menghasilkan output yang maksimal apabila dana yang terbatas tersebut dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, cara mengelola dana tersebut menjadi penting untuk dipikirkan. Konsep efisien ini dipilih untuk diteliti karena dalam penelitian ini mengangkat kondisi dimana sumber daya dalam hal ini dana dari pemerintah yang tersedia adalah terbatas.

Penelitian terdahulu dengan topik yang serupa telah dilakukan oleh Lestari (2013) dengan menggunakan variabel input yaitu anggaran belanja pendidikan dan kesehatan, dan variabel output untuk pendidikan menggunakan jumlah sekolah, jumlah guru, dan jumlah siswa, serta variabel output untuk kesehatan menggunakan jumlah puskesmas, jumlah tenaga kesehatan di puskesmas dan jumlah imunisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Triyanti tersebut menggunakan 10 Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebagai objek penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah masih banyak kabupaten/kota di Jawa Timur yang masih belum efisien. Belanja pendidikan masih lebih baik jika dibandingkan dengan belanja kesehatan.

Selain itu, Yatiman (2012) juga pernah melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini. Objek penelitian Nur adalah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Nur menggunakan 3 variabel yaitu variabel input, perantara (intermediate), dan output. Variabel input yang digunakan adalah anggaran belanja pemerintah daerah sektor kesehatan perkapita. Variabel perantara (intermediate) yang digunakan adalah rasio jumlah dokter per 100.000 penduduk dan rasio jumlah tempat tidur tersedia di rumah sakit per 100.000 penduduk. Sedangkan variabel output yang digunakan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran, Angka Kematian Ibu Maternal per 100.000 Kelahiran Hidup, dan Angka Harapan Hidup. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar daerah kabupaten/kota di Provinsi D. I. Yogyakarta pada tahun 2008-2010 masih belum efisien. Hal ini mengindikasikan belum optimalnya pengelolaan anggaran belanja sektor kesehatan yang diikuti dengan tidak adanya pengadaan fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat.

(20)

3 Haryadi (2011) pernah juga meneliti mengenai topik yang sejenis.

Dalam penelitiannya Arinto menggunakan variabel input alokasi pendidikan perkapita murid tiap kabupaten/kota, variabel perantaranya adalah rasio guru/murid, rasio kelas/murid, dan Angka Partisipasi Murni (APM), dan variabel outputnya adalah Angka Putus Sekolah (APS) dan Angka Melanjutkan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terjadi inefisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan baik teknis biaya maupun teknis sistem dalam setiap jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, dan SMK).

Penelitian-penelitian tersebut menggunakan variabel input yang sama yaitu anggaran belanja, yang mana bisa saja dana yang terealisasi tidak sebesar anggarannya, karena hanya bersifat keputusan alokasi dana. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data realisasi anggaran dengan harapan hasil perhitungan efisiensi akan lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Adapun rumusan persoalan dalam penelitian ini adalah apakah realisasi anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada bidang pendidikan dan bidang kesehatan sudah efisien? Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat efisiensi belanja pemerintah di bidang pendidikan dan bidang kesehatan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pemerintah dalam hal pengambilan keputusan terkait dengan dana pendidikan dan kesehatan.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan bisa memberi informasi kepada masyarakat Indonesia mengenai penggunaan atas pajak yang mereka bayarkan.

TINJAUAN PUSTAKA Belanja Daerah

Dalam Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 BAB I Pasal 1 dijelaskan bahwa belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 menjelaskan bahwa belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan dalam Kemendagri Nomor 29 Tahun 2002,

(21)

4 dijelaskan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Istilah belanja digunakan dalam menyusun Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan diukur serta diakui dengan akuntansi berbasis kas.

Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 31 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Klasifikasi belanja menurut ekonomi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 lampiran I.03 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas adalah:

1. Belanja Operasi yang mana diartikan sebagai pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja Operasi antara lain meliputi:

a. Belanja Pegawai, b. Belanja Barang, c. Bunga,

d. Subsidi, e. Hibah,

f. Bantuan Sosial.

2. Belanja Modal yaitu pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja Modal meliputi antra lain:

a. Belanja Aset Tetap, b. Belanja Aset Lainnya.

3. Belanja Lain-Lain/Tak Terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiaran yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulah seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan

(22)

5 pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

4. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.

Belanja Pendidikan

Pendanaan bagi sektor pendidikan sebagaimana diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, BAB XIII Pasal 46 adalah menjadi tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah. Dan juga diatur dalam pasal 11 ayat 2 yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Sementara itu pasal 9 menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menyebutkan dalam BAB I Pasal 1 bahwa pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Sehingga pendidikan nasional harus berjalan sesuai dengan fungsinya yang mana tertera dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 BAB II mengenai dasar, fungsi, dan tujuan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Terdapat beberapa indikator untuk menilai kinerja pembangunan pendidikan di Indonesia, misalnya saja Angka Putus Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) seperti yang tertulis dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik (SIRUSA) BPS.

Dituliskan bahwa, APS berguna untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah memanfaatkan fasilitas pendidikan dan APM

(23)

6 menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya.

Belanja Kesehatan

Menurut UU 36 Tahun 2009 BAB XV Pasal 170 ayat (1) tentang Pembiayaan Kesehatan menuliskan bahwa tujuan dari pembiayaan kesehatan adalah untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

Dalam BAB 1 Pasal 1 dijelaskan bahwa kesehatan itu sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan menurut WHO, health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity, yang bisa diartikan sebagai keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesehatan adalah hal yang penting bagi kehidupan manusia.

Pemerintah juga memikirkan hal yang sama mengenai pentingnya kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Bahkan dalam APBN tahun 2012, pemerintah menganggarkan layanan kesehatan murah dan pembanguanan kesehatan bagi masyarakat sebesar Rp 48 triliun yang mana sesuai dengan UU no.

36 tahun 2009 BAB II Pasal 3 yang menjelaskan mengenai tujuan pembangunan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setingi- tinginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Kematian Kasar (AKK), dan Angka Kematian Bayi (AKB) (www.bappenas.com).

(24)

7 Efisiensi Teknis

Efisiensi merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu (Mardiasmo : 2009). Menurut Braspati (2015), suatu unit kegiatan ekonomi dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan sumber daya yang minimal. Menurut Ozcan (2008) dalam Wulansari (2010), cara untuk meningkatkan efisiensi antara lain dengan:

a. Meningkatkan output, b. Mengurangi input,

c. Atau jika keduanya ditingkatkan, maka tingkat kenaikan untuk output harus lebih besar daripada tingkat kenaikan untuk input atau, d. Jika kedua output dan input diturunkan, laju penurunan untuk output

harus lebih rendah daripada tingkat penurunan untuk input.

METODE PENELITIAN

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Penelitian ini dilakukan di 19 kabupaten/kota yang terdapat di Jawa Tengah, yang mana seharusnya terdapat 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tetapi peneliti hanya menggunakan 19 kabupaten/kota dikarenakan data 16 kabupaten/kota tidak lengkap. Peneliti memilih skala kabupaten sebagai unit ekonomi karena dana realisasi anggaran dengan skala kabupaten dapat langsung di berikan kepada pihak – pihak yang membutuhkan seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit, dll, sehingga diharapkan dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, penelitian mengenai efisiensi dengan skala provinsi pada bidang kesehatan dan bidang pendidikan sudah pernah dilakukan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dimana variabel inputnya adalah data realisasi anggaran belanja pendidikan dan kesehatan per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk setiap tahun dari tahun 2009 sampai 2012.

Peneliti memilih tahun 2009 hingga 2012 adalah karena tahun 2009 tidak terlalu lampau dan juga tahun 2012 tidak terlalu baru sehingga semua data yang

(25)

8 dibutuhkan tersedia. Variabel output untuk bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS) per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan Angka Partisipasi Murni (APM) per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Dan variabel output untuk bidang kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) per Kabupaten / Kota di Jawa Tengah dan Angka Harapan Hidup (AHH) per Kabupaten / Kota di Jawa Tengah.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis DEA (Data Envelopment Analysis). Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes. Metode ini merupakan salah satu alat bantu evaluasi untuk meneliti kinerja dari suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas.

Variabel Input

Penelitian ini menggunakan variabel input berupa data realisasi anggaran belanja pendidikan dan kesehatan pada tahun 2009 – 2012. Sumber datanya didapat dari www.djpk.kemenkeu.go.id

Variabel Output

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah proporsi dari penduduk kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah (tanpa memandang jenjang pendidikan yang ditempuhi) terhadap penduduk kelompok usia sekolah yang bersesuaian. Sumber data APS didapat dari www.bps.go.id. Adapun Rumus APS adalah sebagai berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Data murni APS yang diperoleh dari BPS di kelompokkan kedalam beberapa jenjang usia yaitu 7-12, 13-15, dan 16-18. Peneliti memilih untuk

(26)

9 mengambil rata – rata dari tiga angka tersebut sehingga mendapatkan satu angka saja.

Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. Nilai APM berkisar antara 0-100. APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Bila seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM akan mencapai 100 persen. Sumber datanya didapat dari www.bps.go.id. APM dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Indikator ini pada data murni yang diperoleh dari BPS dikelompokkan menjadi tiga jenjang pendidikan yaitu SD, SMP, dan SMA. Peneliti memilih untuk mengambil rata – rata dari tiga angka tersebut sehingga memperoleh satu angka saja.

Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup). AKB dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

(27)

10 Pada aplikasi metode DEA dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah persentase dari 1000 – AKB. Hal tersebut dikarenakan pada indikator yang lainnya memiliki satuan persen dan mempunyai sifat positif yaitu semakin besar angka semakin baik. Sehingga indikator AKB yang digunakan diperoleh dari rumus:

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat Angka Kematian Bayi (AKB). Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan. Sumber data AKB didapat dari www.bps.go.id.

Angka Harapan Hidup (AHH)

Rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkngan masyarakatnya. Idealnya Angka Harapan Hidup (AHH) dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Aged Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat tabel kematian. AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.

Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Sumber data AHH didapat dari www.bps.go.id.

(28)

11 Data Envelopment Analysis (DEA)

Metode ini pertama kali ditemukan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978. Menurut Yatiman (2012), efisiensi tidak semata-mata diukur dari rasio output dan input, tetapi juga memasukkan faktor pembobotan dari setiap output dan input yang digunakan. DEA berasumsi bahwa setiap DMU (Decision Making Unit) akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/total weighted input). Karena setiap DMU menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap DMU akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Bobot-bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya, melainkan sebagai variabel keputusan penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu DMU. DMU merupakan obyek yang diteliti. Masing-masing nilai bobot yang digunakan dalam rasio tersebut ditentukan dengan batasan bahwa rasio yang sama untuk tiap DMU harus memiliki nilai yang kurang dari atau sama dengan satu. Ukuran efisiensi DMU dapat dihitung dengan menyelesaikan permasalahan programming matematika berikut ini:

Dimana :

= bobot dari Output ke –r

= bobot dari Input ke-i

= nilai dari Output ke-r pada unit produksi ke –k

= nilai dari Input ke-I pada unit produksi ke-k

= nilai efisiensi Output dan Input dari unit produksi ke-k = objek yang diteliti

Prinsip kerja DEA adalah dengan membandingkan data input dan data output dari suatu organisasi data, atau yang disebut dengan DMU. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi. Efisiensi yang ditentukan dengan metode DEA adalah suatu nilai yang relatif, sehingga bukan merupakan suatu nilai mutlak yang dapat dicapai oleh suatu unit. DMU yang memiliki

(29)

12 performansi terbaik akan memiliki tingkat efisiensi yang dinyatakan dalam nilai 100%, sedangkan DMU lain yang berada dibawahnya akan memiliki nilai efisiensi yang bervariasi, yaitu di antara 0% hingga 100%.

Dalam DEA, terdapat 2 model yang sering digunakan yaitu Constant Return to Scale dan Variable Return to Scale. Perbedaannya terdapat pada pola atas data yang digunakan. Constant Return to Scale digunakan jika data yang digunakan mempunyai pola. Pola yang dimaksudkan disini adalah jika input meningkat, maka output juga meningkat secara proporsional. Sebaliknya, Variable Return to Scale adalah model yang cocok digunakan untuk data yang tidak mempunyai pola, artinya jika input meningkat belum pasti akan menyebabkan output juga meningkat.

DEA dapat diolah dengan menggunakan bantuan beberapa software, salah satunya adalah OSDEA yang dapat diunduh secara gratis di opensourcedea.org. Hasil dari analisis DEA dengan OSDEA ini adalah berupa tabel objective, projection dan slacks. Objective menunjukkan nilai efisiensi dari setiap DMU. Angka yang terdapat pada objective berkisar dari nol sampai seratus persen. Angka seratus persen menunjukan bahwa DMU tersebut mencapai tingkat efisien yang maksimal dari perbandingan input dan output DMU yang bersangkutan. Projection menunjukkan bagaimana seharusnya output pada DMU yang bersangkutan, atau bisa dikatakan DMU yang bersangkutan dapat mencapai efisien jika data murni output sebesar angka pada tabel projection. Slacks menunjukkan seberapa besar angka yang harus diperbaiki untuk mencapai tingkat efisien. Berikut disajikan contoh tabel hasil analisis dengan menggunakan metode DEA:

Tabel 3.1

Contoh Hasil Analisis Dengan Metode DEA

Nama Kab/Kota Objective Value Projection Slacks

APS APM APS APM

Kabupaten Klaten 97.12% 90.73 82.02 0.00 3.30565025 Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2016

(30)

13 Tabel 3.1 adalah contoh hasil analisis DEA menggunakan OSDEA, tabel diatas mengukur efisiensi teknis Kabupaten Klaten bidang pendidikan pada tahun 2009. Dapat dilihat bahwa Kabupaten Klaten memiliki tingkat efisiensi sebesar 97.12 persen, yang artinya masih terdapat inefisiensi. Inefisiensi tersebut terdapat pada variabel Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 3.30565025 yang dapat kita lihat pada kolom slacks.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Berikut adalah tabel yang menunjukan ringkasan dari data murni yang digunakan. Tabel 4.1 menunjukkan data statistik bidang pendidikan.

Tabel 4.1

Data Statistik Bidang Pendidikan

Tahun Minimal Maksimal Rata - rata Standar Deviasi Realisasi

Anggaran (dalam jutaan)

2009 Rp 2.877 Rp 616.279 Rp 127.334 Rp 191.750 2010 Rp 141.912 Rp 651.644 Rp 441.418 Rp 125.405 2011 Rp 166.927 Rp 838.407 Rp 563.916 Rp 154.047 2012 Rp 177.576 Rp 915.861 Rp 588.917 Rp 141.393

APS

2009 67.49 90.73 79.43 6.71

2010 68.36 91.52 79.99 7.05

2011 70.59 91.02 81.56 5.77

2012 71.67 92.77 82.65 5.40

APM

2009 60.87 82.02 70.92 5.99

2010 62.12 79.28 70.38 5.29

2011 61.16 77.07 69.81 4.49

2012 61.54 80.57 72.08 5.32

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2016

Realisasi anggaran minimal pada tahun 2009 dimiliki oleh Kabupaten Sragen, sedangkan untuk tahun 2010 sampai 2012 dimiliki oleh Kota Salatiga.

Hal tersebut menandakan bahwa Kabupaten Sragen dan Kota Salatiga tidak banyak menggunakan dana di bidang pendidikan jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Jawa Tengah. Jika dilihat dari Data Realisasi APBD Bidang Pendidikan Tahun 2009 untuk Kabupaten Sragen memang tidak ada

(31)

14 program yang sedang dijalankan oleh pemerintah, sehingga tidak banyak menggunakan dana dalam bidang pendidikan. Untuk Kota Salatiga, menggunakan dana lebih sedikit daripada daerah yang lain dikarenakan luas wilayah Kota Salatiga hanya 52.96 km2, yang mana Kota Salatiga menempati urutan ke-5 dengan luas wilayah paling kecil di Jawa Tengah. Realisasi anggaran tertinggi untuk periode 2009-2011 dimiliki oleh Kabupaten Klaten, dan untuk periode 2012 dimiliki oleh Kabupaten Banyumas. Hal itu menandakan bahwa Kabupaten Klaten dan Kabupaten Banyumas menggunakan dana cukup besar untuk bidang pendidikan bila dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain di Jawa Tengah.

Pada tahun 2009 terdapat 4 daerah yang memiliki jumlah realisasi anggaran diatas rata-rata. Sedangkan tahun 2010 dan 2011 terdapat 10 daerah yang memiliki realisasi anggaran diatas rata-rata. Dan untuk tahun 2012, terdapat 9 daerah yang memiliki jumlah realisasi anggara diatas rata-rata. Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat standar deviasi realisasi anggaran untuk setiap periode dari 2009 sampai 2012. Tahun 2009 mempunyai angka standar deviasi paling tinggi, hal tersebut mempunyai arti bahwa data realisasi anggaran pada tahun 2009 sangat beragam yang dapat dilihat juga dengan menghitung range data dengan mengurangkan nilai maksimal dengan nilai minimal yang menghasilkan angka sebesar Rp 613,401,109,883,00. Standar deviasi terendah dimiliki oleh tahun 2010 yang artinya keberagaman data pada tahun tersebut tidak sebesar tahun 2009, yang mana range datanya hanya sebesar Rp 509,731,544,581,00.

Jika kita analisa lebih jauh, tahun 2009 hanya mempunyai 4 daerah yang mempunyai angka realisasi anggaran diatas rata-rata. Hal tersebut mungkin disebabkan karena range data nya yang tinggi yang mana mengakibatkan rata- ratanya menjadi kecil. Daerah dengan realisasi anggaran paling tinggi adalah Kabupaten Klaten dan daerah dengan realisasi anggaran paling rendah adalah Kabupaten Sragen. Apabila dilihat dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten Klaten, belanja paling tinggi adalah belanja pegawai. Salah satu belanja yang diklasifikasikan dalam belanja pegawai adalah belanja gaji dan tunjangan pegawai negeri termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Wahyu Daniel dalam detik.com menuliskan bahwa pada tahun 2009 pemerintah pusat

(32)

15 meningkatkan gaji PNS sebesar 15% dari tahun 2008. Dan dari data yang didapat dari BPS Klaten, jumlah sekolah negeri yang terdapat di Kabupaten Klaten pada tahun 2009 memang paling tinggi yaitu 847 sekolah, jika dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya yaitu hanya berkisar pada angka 808 sampai 839 sekolah.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) minimal pada tahun 2009, 2011, dan 2012 dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara, dan untuk tahun 2010 dimiliki oleh Kabupaten Wonosobo. Sedangkan APS maksimal dimiliki oleh Kota Surakarta untuk tahun 2009 dan 2011, dan Kota Salatiga untuk tahun 2010 dan 2012. Pada tahun 2009, terdapat 11 daerah yang mempunyai APS lebih tinggi dari rata-rata dan 9 daerah yang mempunyai APS lebih rendah dari rata-rata. Tahun 2010 dan 2011, daerah dengan APS diatas dan dibawah rata-rata jumlahnya berimbang, yaitu 10 daerah. Dan untuk tahun 2012, terdapat 8 daerah dengan APS diatas rata- rata, dan 12 daerah yang mempunyai APS dibawah rata-rata. Ada sejumlah daerah yang mempunyai APS diatas rata-rata pada empat periode berturut-turut yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kota Surakarta, dan Kota Salatiga. Namun, ada juga daerah yang mempunyai APS dibawah rata-rata untuk 4 periode berturut-turut, yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Pemalang.

APS dengan nominal yang tinggi menandakan hal yang baik karena angka tersebut menunjukkan seberapa besar partisipasi masyarakat untuk bersekolah pada jenjang usia tertentu. Oleh karena itu, untuk daerah yang mempunyai APS diatas rata-rata bisa dikatakan lebih berhasil dalam hal pembangunan pendidikan bila dibandingkan dengan daerah-daerah dengan APS dibawah rata-rata. Sedikit berbeda dengan realisasi anggaran, standar deviasi pada APS tidak terpaut jauh antar tahunnya, hal tersebut dikarenakan heterogenitas data APS untuk tahun 2009 sampai 2012 tidak terlalu tinggi.

Angka Partisipasi Murni (APM) minimal sebesar 60.87 pada tahun 2009 dimiliki oleh Kabupaten Wonosobo dan untuk tahun 2010 dimiliki oleh Kabupaten Pekalongan. Sedangkan untuk tahun 2011 dan 2012 APM terendah dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara. APM tertinggi pada tahun 2009 dan 2010 dimiliki oleh Kota Surakarta, sedangkan untuk tahun 2011 dimiliki oleh

(33)

16 Kabupaten Wonogiri, dan untuk tahun 2012 APM paling tinggi dimiliki oleh Kabupaten Kebumen. Dari 20 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang digunakan sebagai objek penelitian, terdapat 10 kabupaten/kota yang mempunyai APM diatas rata-rata pada tahun 2009. Sedangkan untuk tahun 2010, 2011, dan 2012 jumlahnya berimbang antara daerah yang mempunyai APM diatas dan dibawah rata-rata, yaitu 10 daerah. Tidak jauh berbeda dengan konsep APS, semakin besar angka APM menandakan hal yang baik, karena APM menunjukkan seberapa besar penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu. Seperti halnya APS, standar deviasi untuk APMpun hanya berkisar pada angka 4 sampai 5, dikarenakan heterogenitas data APM untuk tahun 2009 sampai 2012 tidak terlalu tinggi.

Tabel 4.2

Data Murni Bidang Pendidikan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2011 dan 2012

Tahun Realisasi Anggaran APS APM

2011 Rp 537,832,655,691 70.59 61.16 2012 Rp 595,323,084,199 71.67 61.54 Sumber: Data dari DJPK dan BPS

Hal menarik lainnya adalah data pada Kabupaten Banjarnegara yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Realisasi anggaran Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2011 dan 2012 meningkat dari Rp 537.832.655.691,00 menjadi Rp 595.323.084.199,00. Partisipasi masyarakat Kabupaten Banjarnegara dibidang pendidikan yang bisa kita lihat dari APS dan APM meningkat dari 70.59%

menjadi 71.67% untuk APS dan 61.16% menjadi 61.54% untuk APM. Dengan kata lain, variabel input dan variabel output meningkat tetapi pada tahun yang bersangkutan Kabupaten Banjarnegara justru menjadi kabupaten dengan angka efisiensi terendah. Bersamaan dengan informasi tersebut, terdapat kasus yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara yaitu adanya penyalahgunaan dana oleh pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Seperti yang dimuat oleh beberapa media berita bahwa telah terjadi kasus korupsi terhadap dana pendidikan yang dilakukan

(34)

17 oleh pemerintah Kabupaten Banjarnegara seperti Kompas.com yang memuat adanya korupsi pengadaan alat peraga pendidikan dan sarana pembelajaran sekolah dasar (SD) di Banjarnegara dan detik.com yang menuliskan bahwa Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Banjarnegara yang bernama Muhdi, ditetapkan menjadi tersangka korupsi karena telah menggelapkan dana APBD tahun 2012 yang seharusnya untuk rehab kurang lebih 97 Sekolah Dasar di Kabupaten Banjarnegara.

Selain bidang pendidikan ada juga bidang kesehatan dan berikut adalah data statistik untuk bidang kesehatan.

Tabel 4.3

Data Statistik Bidang Kesehatan

Tahun Minimal Maksimal Rata - rata Standar Deviasi Realisasi

Anggaran (dalam jutaan)

2009 Rp 1.452 Rp 518.941 Rp 166.558 Rp 147.656 2010 Rp 59.801 Rp 171.013 Rp 101.422 Rp 27.633 2011 Rp 74.133 Rp 191.662 Rp 113.921 Rp 29.441 2012 Rp 98.488 Rp 244.110 Rp 145.390 Rp 32.726

AKB

2009 26 319 164.47 74.77

2010 29 283 176.05 66.04

2011 21 334 170.47 73.61

2012 20 297 175.26 72.78

AHH

2009 67.46 72.77 70.24 1.46

2010 67.68 72.83 70.38 1.42

2011 67.90 72.89 70.51 1.39

2012 68.12 72.95 70.64 1.37

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2016

Realisasi anggaran terendah untuk tahun 2009 dimiliki oleh Kabupaten Wonosobo, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2012 dimiliki oleh Kota Surakarta, dan untuk tahun 2011 dimiliki oleh Kabupaten Klaten. Hal itu menandakan bahwa daerah-daerah tersebut menggunakan dana untuk bidang kesehatan tidak sebanyak daerah-daerah lainnya. Untuk tahun 2009 realisasi anggaran paling tinggi di Jawa Tengah adalah Kabupaten Pati, sedangkan untuk tahun 2010 sampai 2012 realisasi anggaran paling tinggi dimiliki oleh Kabupaten Banyumas. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Pati dan Kabupaten Banyumas menggunakan dana di bidang kesehatan paling tinggi bila dibandingkan dengan daerah-daerah yang lainnya.

(35)

18 Mengingat bahwa dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, Kabupaten Pati menempati urutan ke-6 dengan luas wilayah terbesar di Jawa Tengah dan Kabupaten Banyumas menempati urutan ke-7. Sehingga wajar jika daerah-daerah ini menggunakan dana lebih besar dari daerah-daerah lain.

Jika dibandingkan dengan rata-ratanya, terdapat 9 daerah yang mempunyai angka realisasi anggaran lebih besar pada tahun 2009 dan 2010. Untuk tahun 2009 daerah-daerah yang mempunyai realisasi anggaran lebih besar daripada rata-rata adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Pati. Dan untuk tahun 2010 daerah-daerah yang mempunyai realisasi anggaran lebih besar daripada rata-rata adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Tegal. Pada tahun 2011, hanya terdapat 8 daerah yang mempunyai realisasi anggaran diatas rata-rata, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Tegal. Dan pada tahun 2012, terdapat 9 daerah yang mempunyai angka realisasi lebih tinggi dari rata- rata, daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Tegal. Bila dilihat dari standar deviasi untuk ke empat periode, tahun 2009 memiliki angka standar deviasi paling tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa heterogenitas data pada periode tersebut paling tinggi dari periode-periode yang lain. Jika kita lihat untuk tahun 2010 sampai 2012, range data hanya berkisaran pada angka 111,212,147,505 sampai 145,621,867,803. Sedangkan untuk tahun 2009 range datanya mencapai 517,489,150,869.

Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukan seberapa besar kematian bayi usia dibawah 1 tahun pada daerah tertentu, oleh karena itu daerah dengan AKB rendah lebih baik jika dibandingkan dengan daerah dengan AKB tinggi. AKB minimal untuk periode 2009 sampai 2012 dimiliki oleh Kota Salatiga. Sedangkan

(36)

19 untuk AKB tertinggi untuk tahun 2009 dan 2012 dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara, dan untuk tahun 2010 dan 2011 dimiliki oleh Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pemalang. Jumlah daerah yang mempunyai AKB diatas rata-rata untuk tahun 2009 sampai 2012 adalah 8 daerah, 10 daerah, 12 daerah, dan 11 daerah.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tren AKB diatas rata-rata cenderung naik.

Bahkan dalam detik.com tertulis bahwa Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam 5 provinsi penyumbang AKI dan AKB terbanyak, dimana selain Jawa Tengah ada juga Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten. Menurut Dr dr Slamet Riyadi selaku Direktur Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, penyebab tingginya AKB di 5 provinsi tersebut adalah masalah neonatal seperti afiksi (sesak napas), berat badan lahir rendah, dan prematur. Standar deviasi untuk AKB berkisar antara 66.04 sampai 74.77, dimana bisa dikatakan keberagaman datanya cukup tinggi yang dapat kita lihat dari range datanya, yaitu 293, 254, 313, dan 277 untuk tahun 2009, 2010, 2011, dam 2012.

Angka Harapan Hidup (AHH) menunjukkan rata-rata tahun hidup yang masih harus dijalani oleh seseorang. Daerah dengan AHH yang tinggi menandakan hal yang lebih baik jika dibandingkan dengan daerah dengan AHH yang rendah. AHH terendah untuk keempat periode dimiliki oleh Kabupaten Pemalang, sedangkan AHH tetinggi untuk keempat periode dimiliki oleh Kabupaten Pati. Jumlah daerah dengan AHH diatas rata-rata untuk periode 2009 menunjukkan angka 8 dan untuk periode 2010 sampai 2012 menunjukan angka yang sama yaitu 7 daerah. Standar deviasi AHH untuk tahun 2009 sampai 2012 tidak lebih dari 1.5, hal tersebut menandakan bahwa keberagaman data pada AHH rendah.

Hasil Penelitian

Nilai efisiensi diperoleh dengan bantuan software OSDEA dengan menggunakan model Variable Return to Scale, karena jika dana dari pemerintah meningkat belum tentu output juga meningkat atau akan menjadi efisien. Peneliti juga menggunakan asumsi Output Oriented karena unit yang tidak efisien bisa menjadi efisien bukan karena input yang berubah tetapi karena jumlah output

(37)

20 yang berubah. Berikut merupakan nilai efisiensi belanja pendidikan dan kesehatan dari 19 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa pada tahun 2009 terdapat 3 kabupaten/kota yang mencapai angka 100%, yaitu Kabupaten Sragen, Kota Surakarta, dan Kota Salatiga. Sedangkan daerah dengan angka efisiensi paling rendah adalah Kabupaten Banjarnegara dengan 77.29%. Pada tahun 2010, terdapat 2 kota yang mempunyai angka efisiensi 100% yaitu Kota Surakarta dan Kota Salatiga. Dan daerah dengan angka efisiensi paling rendah adalah Kabupaten Pekalongan. Pada tahun 2011, 3 kabupaten/kota mencapai angka efisiensi 100%, yaitu Kabupaten Wonogiri, Kota Surakarta, dan Kota Salatiga. Tahun 2012, terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki angka efisiensi 100% yaitu Kabupaten Kebumen dan Kota Salatiga. Kabupaten Banjarnegara memiliki angka efisiensi terendah di 2011 dan 2012 yaitu sebesar 79.53% dan 77.35%.

Jika dibandingkan dengan rata-ratanya terdapat 10 daerah yang angka efisiensinya melebihi rata-rata untuk tahun 2009, sedangkan untuk tahun 2010, 2011, dan 2012 hanya terdapat 9 daerah yang mempunyai angka efisiensi diatas rata-rata. Terdapat 5 daerah yang angka efisiensinya melebihi rata-rata selama 4 periode berturut-turut, yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kota Surakarta, dan Kota Salatiga. Namun, ada juga beberapa daerah yang angka efisiensinya lebih rendah dari rata-rata selama 4 periode berturut- turut, yaitu Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Pemalang.

Apabila dilihat secara keseluruhan, terdapat 3 daerah yang mencapai angka efisiensi 100% hanya pada 1 periode saja, yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Sragen. Dan terdapat 1 daerah yang mempunyai angka efisiensi sebanyak 3 periode berturut-turut yaitu Kota Surakarta. Namun, hanya ada 1 daerah yang berhasil mencapai angka efisiensi 100% pada 4 periode berturut-turut, yaitu Kota Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Penyajian data atau display data merupakan langkah kedua setelah reduksi data dilakukan oleh peneliti. Penyajian data di ikuti oleh proses mengumpulkan data-data

Setelah dilakukan perancangan jaringan VPN yang telah dibuat, maka setiap klien kantor subcabang dapat terhubung dengan database server dengan melakukan konfigurasi VPN server

Keterampilan matematika siswa kelas VII SMP Negeri 24 Kabupaten Sorong materi keliling dan luas segitiga sebelum penerapan metode drill adalah rendah, yaitu

Adapun dengan pemberlakuan PP-23/2018 yang memiliki ketentuan tarif tunggal lebih rendah yaitu sebesar 0,5% dan nilai PTKP yang lebih tinggi pada tahun 2018 yaitu

Dalam makalah ini, hasil kajian dan pemerhatian ke atas aktiviti konsumsi dan penggunaan ke atas komoditi dan perkhidmatan perkahwinan yang dilakukan oleh lima

diperlukan program pada Pemeliharaan dan perawatan rumah tongkonan dengan cara tradisional dapat menggunakan bahan alami Bagaimanakah konservasi lahan, rekayasa

layak tambang, kedalaman, ketebalan lapisan tanah atau batuan yang akan dibuang, bentuk permukaan tanah/batuan penutup endapan bahn galian dan kemantapan lereng penggalian

Penelitian terdahulu yang membahas kemampuan pemecahan masalah pada muatan matematika, yaitu penelitian yang dilakukan Andilala (2018) mengkaji keterampilan pemecahan