• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN VERBA BAHASA BALI BERMAKNA MENGHELA KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI. Oleh : I Nengah Sudipa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN VERBA BAHASA BALI BERMAKNA MENGHELA KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI. Oleh : I Nengah Sudipa"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN

VERBA BAHASA BALI BERMAKNA “MENGHELA”

KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

Oleh :

I Nengah Sudipa

PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Hyang Parama Kawi karena berkat rakhmat Beliau, penelitian ini bisa diselesaikan pada waktunya. Rampungnya penelitian ini tidak bisa dilepaskan dari bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini ijinkan saya mengucapkan terima kasih kepada

1. Ketua Program studi Sastra Inggris dan rekan-rekan yang telah mendorong dan memberikan dukungan sehingga saya terus berupaya untuk melakukan penelitian

2. Teman-teman sejawat di Prodi Doktor Ilmu Linguistik yang senantiasa bekerjasama dalam penyediaan sumber dan bahan kajian untuk dijadikan panduan penelitian

3. Para penekun bahasa Bali yang senantiasa saya ajak berdiskusi untuk mematangkan hasil-hasil kajian yang saya sudah lakukan. Ini saya maksudkan agar bisa memenuhi tuntutan pemerhati yang memang sedang peduli akan bahasa lokal ini

Hasil penelitian ini memuat secara ringkas uraian teoritis dengan data empiris bahasa Bali memasalahkan pemetaan makna serta eksplikasi dengan makna asali. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan penerapan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA), berhasil memetakan fitur setiap verba yang bermakna „menghela‟.

Walaupun penelitian ini sudah dipersiapkan relatif lama, tentu masih ada celah kekurangannya, sehingga diharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaannya.

Denpasar, 25 Nopember 2016

I Nengah Sudipa

(3)

Ringkasan

Verba bahasa Bali-seperti yang ada pada kebanyakan bahasa lokal di dunia-dibagi

menjadi tiga kelompok berdasarkan skala kestabilan waktu. Ketiga bagian itu adalah verba (1)

keadaan, (2) proses dan (3) tindakan. Verba bermakna menghela termasuk kelompok verba

tindakan dengan polisemi tak komposisi : melakukan dan berpindah . Contoh kalimat :

Nanangné ngabut keséla „Bapaknya nyabut ketela‟, diurai ciri semantiknya menjadi „X

melakukan pada Y, sehingga Y berpindah ke X‟. Verba yang bermakna menghela ditemukan

memiliki varian, seperti : ngedeng, ngéréd, matek, ngembot, ngabut, ngambis, maid, ngéméd,

mahbah, ngoros, ngedetin dan nyambak. Varian ini menyebabkan-lewat telaah MSA, berhasil

menentukan ada sub-subtipe : melakukan, dengan keras, berpindah : ngembot dan bahkan ada

sub-sub-subtipe : melakukan, berulang-ulang, dengan alat, berpindah: mahbah.

(4)

DAFTAR ISI Ringkasan

Kata Pengantar Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III. METODE PENELITIAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. SIMPULAN DAN SARAN Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

(5)

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Bali – seperti bahasa daerah lainnya di Indonesia – memiliki keunikan yang menantang untuk ditelaah secara lebih mendalam. Bahasa Bali (BB) sampai sekarang masih digunakan oleh etnik Bali di Bali, Lombok Barat, serta yang bermukim di daerah-daerah transmigrasi Bali seperti Sumbawa, Lampung dan Werdhi Agung Sulawesi Utara (Bawa, 2001:3)

Bahasa Bali memiliki bidang kajian (a) fonologi : sistem bunyi bahasa Bali; (b) morfologi : sistem pembentukan kata; (c) sintaksis : sistem penyusunan kata, menjadi frasa, klausa, kalimat, dan paragraph, dan (d) semantik : sistem pemaknaan bahasa. Dari perspektif kategori ada sejumlah jenis kata (a) kata utama dan (b) kata tugas. Kata utama terdiri atas : Nomina, Verba, Ajektiva dan Adverbia, sedangkan kata tugas meliputi : kata depan, sandang, bilangan, sambung. (Frawley, 1992:12)

Verba Bahasa Bali secara semantik dikelompokkan atas dasar skala kestabilan waktu

(time-stability scales) dengan acuan bahwa verba merupakan kategori gramatikal yang cepat

berubah atau dengan kata lain stabilitasnya rendah. Berdasarkan skala kestabilan waktu, menurut

Givon (1984:51-52) Verba diklasifikasikan menjadi tiga (1) Verba Keadaan; (2) Verba Proses

dan (3) Verba Tindakan. Verba Keadaan tergolong stabil waktunya dalam arti bahwa verba ini

tidak mengalami perubahan waktu dan kalau pun ada, perubahannya berlangsung lamban, seperti

contoh : ngugu‟percaya‟; éling „ingat‟. Verba Proses kurang stabil waktunya karena bergerak

dari suatu keadaan menuju ke keadaan lain, seperti : engkes‟mengecil; aas „rontok‟. Verba

(6)

Tindakan tergolong tidak stabil waktunya, seperti : ngaba „membawa‟; negul‟mengikat‟;nyagur

„memukul‟; nyakan „menanak nasi, matek „menarik/menghela‟

Metabahasa Semantik Alami (MSA), yang diterjemahkan dari bahasa Inggris Natural Semantic Metalanguge(NSM) merupakan teori yang mengkombinasikan tradisi filsafat, logika dalam kajian semantik dengan pendekatan tipologi terhadap studi bahasa berdasarkan atas penelitian empiris lintas bahasa (Weirzbicka, 1996:23) kutipan:

“NSM combines the philosophical and logical tradition in the study of meaning with a typological approach to the study of to the study of language, and with broadly based empirical cross-linguistic investigation”

Pemilihan model kajian ini disebabkan karena (1) teori MSA dirancang untuk mengeksplikasi semua makna, baik makna leksikal, makna gramatikal maupun makna ilokusi;

(2) dalam teori MSA eksplikasi makna dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah. Maka dari itu, verba tindakan BB akan bisa ditelaah secara tuntas melalui tahapan analisis MSA.

Bahasa Bali yang digunakan oleh penduduk Bali menurut beberapa publikasi (lihat Suwija, 2014:1, Medera:2001)) bahwa akhir-akhir ini, dikatakan penuturnya semakin menyusut.

Hal ini disebabkan karena di kalangan masyarakat, terutama remaja lebih fasis berbahasa

Indonesia ataupun asing. Validasi publikasi seperti ini tentunya perlu didukung oleh data empiris

berupa hasil penelitian. Terlepas dari fenomena tersebut, tentu berbagai upaya bisa dilakukan

untuk mengembangkan dan sekaligus melestarikan Bahasa Bali. Salah satunya adalah perlu

disediakan bahan ajar yang memadai dan kontekstual. Untuk menyusun bahan seperti ini perlu

diadakan penelitian aspek Bahasa Bali kemudian menuliskan hasil penelitian menjadi bahan

(7)

acuan. Aspek bahasa semua penting dan terkait satu sama lainnya, seperti masalah makna yang diakomodasi pada bidang kajian semantik bisa ada di bidang-bidang fonologi, morfologi dan sintaksis. Oleh karena itu, penelitian tentang struktur semantik dan eksplikasi makna Verba, khususnya Verba yang bermakna menghela perlu dilakukan.

1.2 Tujuan Khusus Penelitian

Ada dua fokus yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu

(a) Memetakan struktur semantik verba tindakan Bahasa Bali pada nosi : menghela,

(b) Mengeksplikasi dengan makna asali sehingga terungkap dengan jelas perbedaan halus pada verba yang bermedan makna sama.

1.3 Urgensi/keutamaan

Permasalahan pemetaan dan eksplikasi menjadi tren dalam kajian semantik dewasa ini.

Persoalan kebahasaan, terutama bahasa daerah yang penuturnya sebagai pendukung bahasa itu

semakin berkurang, maka masalah utama yang perlu diberi perhatian adalah tentang pemahaman

makna. Pemahaman makna yang merupakan bidang semantik akan membuka jalan bagi kajian

kebahasaan lainnya, seperti fonologi, morfologi dan sintaksis.

(8)

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memfokuskan pada state of art yang mendeskripsikan dua hal yaitu (1) Kajian Pustaka yang gayut dengan penelitian ini dan (2) Pendekatan Teoritis yang menjadi kerangka analisis penelitian ini.

2.1 Kajian Pustaka

Publikasi dalam bentuk laporan penelitian, tesis dan tulisan pada jurnal tentang kajian semantik sudah banyak dilakukan. Ada menggunakan data bahasa Indonesia, Bali dan bahasa daerah lainnya. Ada menggunakan pendekatan Metabahasa atau MSA sehingga pantas ditilik kaji untuk memposisikan penelitian ini. Tilik kaji terhadap karya ilmiah yang sudah ada bersandar pada tiga landasan, yaitu (a) relevansi; (b) keunggulan dan (c) kelemahan.

(1) Tulisan berjudul Makna „mengikat‟ Bahasa Bali : Pendekatan Metabahasa Semantik Alami(Sudipa, 2012) dimuat Jurnal Kajian Bali, vol 2..No 2. Oktober 2012. Dari telaah yang dihasilkan pada artikel itu adalah sejumlah lesikon BB yang digunakan untuk makna mengikat, seperti nalinin, ngeju, nyangkling, dsbnya. Kajian dengan menggunakan MSA pada artikel itu merupakan rujukan yang sangat relevan pada penelitian ini. Makna mengikat dengan pemetaan dan eksplikasi akan memudahkan merunut verba tindakan yang bernosi ngiket dalam bahasa Bali.

(2) Sebuah tesis ditulis oleh Vincensius Gande, dengan judul Verba Memotong dalam

Bahasa Manggarai : Kajian Metabahasa Semantik Alami (Gande, 2012) menjadikan

penelitian ini lebih bervariasi. Variasinya akan nampak pada perbandingan kajian dengan data

yang bukan BB. Ditemukan sejumlah makna pada leksikon yang mirip antara BB dengan bahasa

Manggarai. Hal ini disebabkan sifat bahasa yang universal, memiliki kaidah yang universal

(9)

sebagai ciri bahasa manusia. Tetapi keunikan BB dengan bahasa Manggarai akan memberikan gambaran yang secara linguistik berbeda, lebih-lebih di bidang makna. Ciri khas sebuah bahasa karena kebiasaan dan budaya penuturnya tidak bisa diabaikan sebagai penyebab adanya perbedaan konsep. Secara umum pemetaan makna memotong dalam bahasa Manggarai memiliki kemiripan dengan BB, hal ini bisa ditemukan seperti adanya leksikon yang sama untuk : ngiis‟menjadikan sesuatu kecil-kecil dengan cara pelan-pelan‟murak‟memotong binatang bagian dada menjadi bagian besar-besar, mukang „memotong bagian kaki binatang dan manusia menjadi dua‟ dsbnya.

(3) Tesis oleh Ngurah Gumana Putra. 2014. Berjudul Verba Memotong Bahasa Bali:

Pendekatan Metabahasa Semantik Alami (Putra, 2014) menguraikan makna dari tipe, menjadi subtipe dan subsubtipe. Seperti contoh verba munggal, dipetakan sebagai : melakukan, terjadi pada bagian atas seseorang seperti : kepala, atau leher.Kalau diurai komponen maknanya akan tergambar : tipe : melakukan; subtipe: terjadi: subsubtipe : di bagian atas entitas, khususnya manusia. Tesis ini banyak mengelaborasi leksikon yang bisa dijadikan acuan sebagai telaah empiris seperti : nyahcah‟memotong kecil-kecil berulang-ulang‟; ngiis „memotong pelan-pelan supaya hasilnya bagus dan enak‟;

(4) Artikel berjudul Full-reduplication Balinese Verb : A semantic view. dimuat pada

LINGUAL : Journal of Language and Culture, No. 1 Nov 2013 (Sudipa, 2013). Tulisan ini

menelaah makna dari padangan semantik. Penggambaran makna tentang verba reduplikasi penuh

BB berhasil diungkapkan, seperti verba anggut-anggut „melakukan gerakan kepala berulang-

ulang bermakna setuju dan senang‟. Berbagai leksikon pantas dijadikan acuan dalam

menindaklanjuti penelitian di bidang BB, seperti : kituk-kituk, dengok-dengok,dsbnya

(10)

(5) Makalah berjudul Reduplikasi Parsial Verba Bahasa Bali : Kajian Metabahasa.

(Sudipa, 2014) disajikan pada Seminar Nasional Bahasa Ibu, Februari 2014. Makalah ini mengurai komponen makna dari sudut kajian metabahasa. Data yang terkumpul berhasil dipetakan komponen maknanya sehingga mampu membedakan dengan leksikon verba reduplikasi penuh BB. Contoh yang jelas adalah : kitak-kituk „menggelengkan kepala beberapa kali, ke kiri dan ke kanan yang bermakna tidak mengerti dan bingung, sekaligus tidak puas‟; Bila dibandingkan dengan kituk-kituk „melakukan gerakan kepala ke satu arah saja, (ke kiri-kiri saja atau ke kanan-kana saja) berulang-ulang pertanda tidak setuju‟. Leksikon yang lain pantas dijadikan acuan adalah : dengak-dengok; anggat-anggut, dsbnya.

(6) Artikel berjudul Makna CAHAYA di Berbagai Belahan Dunia, kajian Metabahasa (Sudipa, 2014) ditulis pada Buku Persembahan Tulus Purnabakti Prof. Sutjaja, MA, 2 Oktober 2014. Artikel ini secara jelas mampu menggambarkan makna cahaya dalam BB, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Korea, Bahasa Jerman. Kajian metabahasa sangat membantu melihat perbedaan antara licht bahasa Jerman dengan light bahasa Inggris; antara téja BB dengan sinar bahasa Indonesia; hikari bahasa Jepang dan bit bahasa Korea. Pendekatan metabahasa yang bersandar pada telaah : entitas, proses, alat, keadaan psikologis pelakunya dan hasil, tentu memiliki ciri tersendiri dan mampu memberi konfigurasi makna yang tuntas.

(7) Verba Bahasa Bali Memasak : Pendekatan MSA, (Sudipa,2015) disajikan dalam

Seminar nasional bahasa Ibu, 20-21 Pebruari 2015 di Denpasar. Dengan pendekatan MSA, paper

ini berhasil memetakan sejumlah leksikon bermakna memasak : nyakan,nguskus, nepeng,

ngoréng,ngejahnyah, nadah, nimbus, nunu, manggang,. Dari hasil pemetaan yang bersandar

pada : entitas, cara, alat dan hasil mampu menemukan perbedaan halus antara leksikon : nunu

dengan manggang. Kalau nunu berrelasi dengan aktivitas dan sarana pendukung bersifat

(11)

tradisional, sedangkan manggang sudah memcirikan sentuhan modernisasi, seperti adanya sarana dibuat dari besi, aluminium sebagai alat panggang. Kajian dengan eksplikasi telah mampu memberikan informasi ringkas dengan makna asali leksikon ngoréng dengan nadah memiliki ekplikasi yang sama.

(8) Paper berjudul Mapetik and Mapandes conveying Ritual Value of Balinese Verb

‘Cutting’, disajikan pada ISLA (International Seminar of Language and Culture), Universitas

Negeri Padang, 23-24 Oktober 2015. Selain mampu memetakan dua leksikon : mapetik dan mapandes dengan jelasnya dari sudut entitas, cara, alat dan hasil, juga berhasil menemukan nilai keagamaan, adat dan budaya Bali yang menjadi latar belakang kegiatan ritual itu.

(9) Sebuah tesis berjudul Struktur Semantik Verba Bahasa Indonesia (Mulyadi, 1998) menggunakan teori MSA dan berhasil memetakan dan mengeksplikasi verba bahasa Indonesia.

Mulyadi memulai telaah verbanya dari makna asali. (1) Mental Predicate : think,know,feel, see, hear, want; (2) happen(event); do(action) dan move ; (3) speech : say (speech acts). Kajian dengan data bahasa Indonesia berhasil memetakan makna seperti : berfikir, mengetahui, merasakan, mendengar, melihat dan berkeinginan. Mulyadi memanfaatkan MSA selain memetakan struktur semantik verba bahasa Indonesia, telah mampu pula memberi eksplikasi setiap leksikon dengan serangkaian makna asali. Eksplikasi ini dimaksudkan menjelaskan fitur semantik pada leksikon yang berada di medan makna yang sama, seperti : merenung dengan menghayal; Temuan dan hasil kajian tesis ini sangat penting dijadikan acuan untuk menambah keluasan analisis.

(10) Sebuah tesis berjudul Struktur Semantik Verba bermakna Menyentuh Bahasa

Bali (Novita, 2016) . Hasil temuannya, selain secara detail membahas struktur semantik, dengan

(12)

cara pemetaan, juga berhasil mengungkap beberapa peran semantis pada argumen yang ada di lingkungan verba tersebut. Verba yang berhasil didokumentasikan : usud, sigit, cerek, gommpés, dllnya. Hasil penelitian yang berupa karya ilmiah magister ini memberikan sumbangan yang layak diperhitungkan untuk menambah wawasan tulisan di bidang semantik, khususnya yang berobyek Bahasa Bali.

2.2 Teori Metabahasa Semantik Alami

Teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang diterapkan pada penelitian ini mengkombinasikan tradisi filsafat, logika dalam kajian semantik dengan pendekatan tipologi terhadap studi bahasa berdasarkan atas penelitian empiris lintas bahasa (Weirzbicka, 1996:23).

Dengan cara demikian diharapkan mampu memberikan gambaran tentang komponen dan struktur semantik. Pemilihan model teori ini disebabkan karena (1) teori MSA dirancang untuk mengeksplikasi semua makna, baik makna leksikal, makna gramatikal maupun makna ilokusi.

(2) Pendukung teori ini percaya pada prinsip bahwa kondisi alamiah sebuah bahasa adalah mempertahankan satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk; (3) dalam teori MSA eksplikasi makna dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah. Dalam teori MSA terdapat sejumlah konsep teoritis penting, seperti makna asali, aloleksi, polisemi, pilihan valensi dan sintaksis MSA. Untuk kepentingan analisis dalam tulisan ini, hanya diulas beberapa konsep yang relevan, seperti : Makna Asali dan Polisemi takkomposisi.

Makna Asali, salah satu asumsi yang mendasari teori MSA adalah makna yang tidak bisa

dideskripsikan tanpa perangkat makna asali. Munculnya asumsi ini dilatari pemahaman bahwa

sebuah kata merupakan konfigurasi dari makna asali, bukan ditentukan oleh makna kata yang

(13)

lain dalam verba. Jelasnya, makna asali adalah perangkat makna yang tidak dapat berubah (Goddard, 1996:2) karena diwarisi manusia sejak lahir. Makna ini merupakan refleksi dari pikiran manusia yang mendasar. Makna asali dapat dieksplikasi dari bahasa alamiah (ordinary language) yang merupakan satu-satunya cara dalam merepresentasikan makna (Weirzbicka, 1996:31). Eksplikasi makna tersebut harus meliputi makna kata-kata yang secara intuitif berhubungan atau sekurang-kurangnya memiliki medan makna yang sama, dan makna kata-kata itu dianalisis berdasarkan komponen-komponennya. Seperangkat makna asali diharapkan dapat menerangkan makna kompleks menjadi lebih sederhana tanpa harus berputar-putar, seperti yang dikemukakan oleh Weirzbicka (1996:12); Goddard (1994:2) dalam kutipan di bawah ini.

It is impossible to define all words. In defining we employ a definition to express the idea which we want to join to define word; if we then wanted to define “the definition still other words would be needed, and so on to infinity. Hence, it is necessary to stop at some primitive words which are not defined

Mencermati kutipan di atas, terutama cara menerangkan makna kompleks secara lebih sederhana sangatlah memungkinkan. Hal ini disebabkan karena dalam makna asali terdapat keteraturan. Apabila seluruh verba dianalisis secara mendalam, diperkirakan bahwa fitur yang teratur itu dapat ditemukan, dengan kata lain apabila makna asali sudah bisa ditentukan akan mempermudah menemukan makna yang kompleks sekalipun.

Melalui serangkaian penelitian pada sejumlah bahasa di dunia telah diusulkan sejumlah 65 makna asali yang terdiri atas beberapa kategori di bawah ini:

1. Substantives : I-ME, YOU, SOMEONE, SOMETHING-THING, PEOPLE, BODY 2. Relational substantives: KIND OF, PART

3. Determiner : THIS, THE SAME, OTHER-ELSE

4. Quantifiers : ONE, TWO, SOME, ALL, MANY-MUCH, LITTLE-FEW

(14)

5. Evaluators : GOOD, BAD 6. Descriptors : BIG, SMALL

7. Mental predicates : THINK, KNOW, WANT, DON‟T WANT, FEEL, SEE, HEAR, 8. Speech : SAY, WORDS, TRUE

9. Action,Events, Movement, Contact : DO, HAPPEN, MOVE, TOUCH

10. Location, Existence, Possession, Specification : BE (SOMEWHERE), THERE IS, BE (SOMEONE)‟S, BE (SOMEONE/SOMETHING)

11. Life and Death : LIVE, DIE

12. Time : WHEN-TIME, NOW, BEFORE, AFTER, A LONG TIME, A SHORT TIME, MOMENT, FOR SOME TIME

13. Space : WHERE-PLACE, HERE, ABOVE, BELOW, FAR, NEAR, SIDE, INSIDE 14. Logical concept : IF, NOT, CAN, BECAUSE, MAYBE

15. Intensifiers, augmentator : VERY, MORE 16. Similarity : LIKE-AS-WAY

(sumber: Semantic primes (English exponents), grouped into related categories, Cliff Goddard & Anna Wierzbicka, 2014: dalam buknya berjudul : Words & Meanings Oxford University Press dan Oxford Handbooks Outline : The Natural Semantic Metalanguage Approach (Goddard, 2015:3)

Daftar ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan Anna Weirzbicka

terhadap bahasa-bahasa dari kelompok dan benua yang berbeda, seperti bahasa Ewe

(Afrika Barat), bahasa China Mandarin, bahasa Thai dan bahasa Jepang, bahasa

Yakuntjajara (Australia), bahasa Arrernte (Aranda), bahasa Kayardild, bahasa

Missulmalpan (Nicaragua), bahasa Aceh, bahasa Indonesia, bahasa Longgu (Kepulauan

(15)

Solomon), bahasa Samoan dan bahasa Mangap-Mbula (Papua Nugini), bahasa Kalam (Papua) dan bahasa –bahasa Eropah seperti bahasa Inggris, bahasa Melayu dan Prancis.

Polisemi Takkomposisi. Polisemi menurut MSA merupakan bentuk verba tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya hubungan komposisi antara satu eksponen dan eksponen lainnya karena eksponen tersebut memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Pada tingkatan yang sederhana, eksponen dari makna asali yang sama mungkin akan menjadi polisemi dengan cara yang berbeda pada bahasa yang berbeda pula. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada dua jenis hubungan, yaitu: (1) hubungan yang menyerupai pengartian (entailment-like relationship), seperti : MELAKUKAN, TERJADI dan (2) hubungan implikasi (implicational relationship) misalnya : MERASAKAN, TERJADI. Perhatikan contoh berikut ini:

(1) X melakukan sesuatu pada Y Sesuatu terjadi pada Y

(2) Jika X merasakan sesuatu Maka sesuatu terjadi pada X

Perbedaan sintaksis yang dapat diketahui dari verba melakukan dan terjadi pada contoh (1) di atas ialah bahwa melakukan memerlukan dua argumen, sedangkan terjadi hanya membutuhkan satu argument. Hubungan implikasi terjadi pada verba terjadi dan merasakan.

Misalnya, apabila X merasakan sesuatu, maka sesuatu terjadi pada X .

Weirzbicka tidak mengklaim bahwa MSA ini merupakan teori yang tuntas, tetapi disebut

sebagai „perkiraan‟ yang lebih lanjut dibuktikan dengan uji coba, seperti kutipan berikut ini

(16)

”Weirzbicka (1996:233) does not claim that NSM is an “ideal language analysis in the sense of being the final answer to the search for lexically embodied conceptual universal”

It is an approximation, to be improved by further trail and error. But it is better to have a

tentative and imperfect set of indefinable than none at all.

(17)

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode adalah langkah sistematis untuk mencapai tujuan yang dimulai dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Bab ini diisi dengan uraian menyangkut (a) Sumber Data; (b) Metode dan Teknik Pengumpulan Data, (c) Metode dan Teknik Analisis Data dan (d) Metode Penyajian Hasil.

3.1 Sumber Data

Data penelitian terdiri atas : (a) ujaran lisan (spoken utterance), (b) data tulis (written text) dan (c) intuisi bahasa (intuitive judgement). Metode kualitatif yang bersifat deskriptif (Subroto, 1992:7) digunakan untuk mencatat dengan teliti dan cermat data yang berujud kata- kata, kalimat, wacana, gambar, foto, catatan harian dan memorandum serta kaset tape-rekorder.

Data untuk penelitian ini berujud kata-kata dari sejumlah pemakaian lisan oleh penutur kemudian diverifiksai oleh key-informan (Bungin, 2003:23) dan tulisan di Bali Orti selama dua bulan (Maret-April) tahun 2016. Pemilihan ini didasarkan secara metodologis bahwa lembar Bali Orti memuat beragam topik budaya Bali, filsafat, cerpen serta karya sastra yang bermutu.

Tema-tema tulisan dalam lembar Koran berbahasa Bali ini diharapkan memberi peta dan eksplikasi makna yang memadai secara semantik.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data lisan dikumpulkan dengan cara partisipatif yaitu berdiskusi dengan penutur bahasa

Bali, kemudian dicatat lalu diverifikasi dengan bantuan informan kunci. Informan kunci adalah

orang-orang yang mumpuni dalam berbahasa Bali seperti penulis cerpen, pengajar bahasa Bali

serta pemuka adat yang dipilih dari empat kabupaten (Bulelelng, Klungkung, Karangasem dan

(18)

Denpasar). Data tulis dikumpulkan melalui observasi, membaca secara intensif lembar-demi lembar halaman Bali Orti, kemudian leksikon yang relevan diteruskan dengan note-taking untuk diabadikan, dipilah dan dipilih sebagai data.

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Bungin (2003:84) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif dikenal ada dua strategi analisis yang sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah yaitu (1) model strategi analisis deskriptif kualitatif dan atau (2) model strategi analisis verifikatif kualitatif.

(a) Model strategi analisis deskriptif kualitatif diterapkan untuk mendapat gambaran aspek-aspek struktur semantik bahasa Bali dengan cara :

(1) Mapping guna menggambarkan komponen dengan konfigursi makna pada setiap leksikon verba.

(2) Paraphrase untuk mengeksplikasi perbedaan halus antar leksikon yang berada dalam medan makna yang sama. Cara ini menggunakan bahasa kanonis dan makna asali,

(b) Model strategi analisis verifikatif kualitatif diterapkan dengan tujuan mendapat padangan yang meyakinkan pada aspek-aspek makna oleh informan kunci. Langkah ini meliputi:

(1) Justifikasi : penyesuaian data yang sudah dipilih dengan kaidah-kaidah semantik yang menjadi acuan penelitain ini

(2) Verifikasi dengan cara melakukan penyimakan mendalam untuk merekomendasi data yang

sahih dan valid.

(19)

3.4 Metode Penyajian Hasil

Suatu laporan yang lengkap semestinya menggunakan dua metode untuk menyajikan hasil kajian data yakni: (a) Formal dan (b) Informal. Menurut Sudaryanto ( 1993:145) metode formal adalah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan angka, statistik, table, grafik dan sejenisnya, sebaliknya metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan uraian kata-kata yang lengkap, rinci dan terurai. Dalam penelitian ini digunakan metode informal mengingat hasil akhir dari penelitian ini berupa laporan bersifat deskriptif.

Penyajian secara deskriptif dari hasil analisis penggunana bahasa Indonesia ini diharapkan mampu memberikan penjelasan secara rinci. Metode ini rupanya menjanjikan karena secara umum telah digunakan dalam penelitian kualitatif (Bungin, 2003:197).

3.5 Bagan Alir Penelitian

BAHASA BALI

BAHASA LISAN/HASIL WAWANCARA

BAHASA TULIS/HASIL OBSERVASI

PEMETAAN STRUKTUR SEMANTIK

EKSPLIKASI DENGAN MAKNA ASALI

METABAHASA SEMANTIK ALAMI

HASIL :

DATA KUALITATIF

(20)

BAB IV : HASIL DAN DISKUSI

Aktivitas verba bermakna menghela bisa diungkapkan dengan berbagai leksikon dalam Bahasa Bali. Varian ini dibedakan atas dasar posisi X (agen) yang melakukan sesuatu terhadap Y (obyek), seperti posisi X membelakangi Y bisa diugkapkan dengan ngéréd, posisi badan X di depan Y dengan wajah X menatap Y diekpresikan leksikon maid. Orang yang melakukan ini dipetakan menjadi „X melakukan sesuatu‟ pada sesuatu „sesuatu terjadi pada Y dan Y berpindah‟.

4.1 ngedeng

(4-1) jemak uli sisi, tiang ngedeng tali uli dini, terus keretang apang tekek

„ambil dari luar, saya menarik tali itu dari sisi, lalu ketatkan supaya kencang‟

Verba ngedeng asalnya dari kata dasar kedeng „tarik‟ (KBI: 322). Aktivitas ngedeng dilakukan pada entitas : tali, benang, dengan cara sekali atau beberapa kali dilakukan oleh X.

Kegiatan ini dilakukan oleh X dengan tangan, bagian tangan, atau lengan, hasil kegiatan ini bahwa Y menjadi lebih dekat dengan X. Pemetaan eksponen seperti „sesuatu terjadi pada Y, dan Y berpindah‟. Y menjadi semakin dekat dengan X karena X merasa senang melakukan ini yang bisa dipetakan „X menginginkan ini‟

Eksplikasi :

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada Y

Karena ini Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan, jari)

Y berpindah ke arah X

(21)

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.2 ngéréd

(4-2) tulungin ngéréd bongkol punyan buahé ané suba empak

„bantu menarik pangkal pohon pinang yang sudah patah‟

(4-3) johang ngutang bangkén kuluké apang tusin mebo, éréd laut tanem di abyané

„Jauhkan membuang bangkai anjing itu supaya tidak berbau busuk, tarik dan kubur di tegalan itu‟

Verba ngéréd asalnya dari kata dasar éréd „tarik‟ (KBI: 192). Aktivitas ngéréd berrelasi dengan entitas yang besar, berat dan padat : bambu, pohon kayu, bangkai anjing. Posisi badan X membelakangi Y, dengan wajah X menghadap ke depan, bukan ke belakang ke arah Y.

Leksikon ini umumnya mengandung muatan eksponen yang bisa dipetakan „X tidak menginginkan ini terjadi‟, hampir tidak ada orang yang mengharapkan kegiatan ini, seperti menarik bangkai anjing.

Eksplikasi :

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada Y

Karena ini Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan, jari)

Y berpindah ke arah X

X tidak menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

(22)

4.3 matek

(4-4) Adéngang matek benangé ené apang tusing pegat

„Pelankan menarik benang ini supaya tidak putus

(4-5) Kéweh matek talin layangé ané nyangkét duur umahé

„Susah menarik tali layangan itu yang tersangkut di atas rumah‟

Verba matek asalnya dari kata dasar batek „tarik‟ (KBI : 62). Aktivitas matek berrelasi dengan : tali, benang, rambut, kain baju dengan sarana tangan, jari dan bagian badan lainnya. Hasil dari kegiatan ini Y menjadi lebih dekat dengan X karena X mengharapkan hal ini terjadi „X menginginkan ini‟

Eksplikasi:

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada Y

Karena ini Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan, jari)

Y berpindah ke arah X

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.4 ngembot

(4-6) kéné caranné ngembot umbin séla, apang bakat makejang

„Begini caranya menarik umbi ketela pohon, supaya semua didapatkan (4-7) Ajaka dadua suba ngembot akah pijeré, ondén masih matingtingan

„Dua orang sudah diajak menarik akar tunas kelapa itu, belum juga terangkat

(23)

Verba ngembot asalnya dari kata dasar embot „tarik‟ (KBI: 179). Aktivitas ngembot memerlukan tenaga yang kuat dan gerakan yang keras-memaksa, sering dengan frekuensi berulang-ulang sehingga hasilnya menjadi sangat tuntas. Verba ini berrelasi dengan entitas yang secara alamiah melekat pada tempat, lahan tertentu : umbi ketela pohon. Dengan fitur semantik yang melekat pada verba ngembot nampaknya kegiatan ini tidak memerlukan sarana untuk menuntaskannya.

4.5 ngabut

(4-8) anggon linggis lakar ngabut likingé ané gedé apang tusing lung

„pakai linggis akan mencabut paku yang besar agar tidak patah‟

(4-9) maan cening matulung ibi, reramanné ngabut kesuna di Uma Désa

„dapat kamu membantu kemarin, orang tuanya memanen (dengan mencabut) bawang putih di Uma Désa

Verba ngabut asalnya dari kata dasar abut „cabut‟ (KBI : 3). Aktivitas ngabut cenderung diartikan mencabut dengan fitur semantiknya yaitu aktivitas menarik sesuatu dengan pelan-pelan supaya hasilnya bagus. Verba ini berrelasi dengan paku, duri yang menempel di kaki, rambut putih yang memerlukan sarana, tetapi bisa juga bermakna memanen dengan cara mencabut tehadap hasil pertanian seperti bawang putih, bawang merah. Aktivitas ini diharapkan oleh X supaya Y kondisinya bagus. Pemetaan eksponennya „X menginginkan ini‟

Eksplikasi:

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada Y

Karena ini Y berpindah pada waktu besamaan

(24)

X melakukan ini dengan sesuatu (tang, linggis)

Atau X melakukan ini hanya dengan sesuatu (tangan, jari)

Y berpindah ke arah X

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.6 ngambis

(4-10) eda baanga ngambis baju, nyanan uwék tusing ada anggo rainan

„jangan dikasi mencabik baju, nanti robek tidak ada dipakai upacara‟

(4-11) maguyang ngeling, misi noktok saha ngambis-ambis bok mara tusing baanga meli pelalian

„ngamuk sambil menangis, sambil mukul dan mencabik-cabik rambut baru tidak diberikan membeli mainan‟

Verba ngambis asalnya dari kata dasar ambis „cabik‟ (KBI : 15). Kegiatan ngambis sering dikaitkan dengan keadaan pikiran tidak stabil, karena marah, jengkel, keinginan tidak dipenuhi sehingga sering dilakukan dengan cepat, keras dan hasilnya tidak bagus. Ngambis berrelasi dengan entitas yang ringan : rambut, ujung baju dan sejenisnya. Biasanya kegiatan ini tidak diinginkan peserta. Pemetaan komponennya „ Y tidak menginginkan ini‟

Eksplikasi:

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan)

(25)

X melakukan sekali dan cepat

Y berpindah ke arah X

Y tidak menginginkan ini

Bagian Y menjadi tidak baik

X melakukan sesuatu seperti ini

4.7 maid

(4-12) Kemo mai, sambilanga uyut, maid sandal kanti madingehan keras-keras

„kesana kemari, sambil ngomel, menarik sandal sampai kedengran keras-keras‟

(4-13) kija lakar abana bangkén cicingé, paida ka tegalé lantas tanema

„kemana akan membawa bangkai anjing itu, diseret ke tegalan lalu dikubur‟

Verba maid asalnya dari kata dasar paid „tarik, seret‟ (KBI : 498). Kegiatan maid sering dikaitkan dengan keadaan pikiran tidak stabil, karena marah, jengkel, keinginan tidak dipenuhi sehingga sering dilakukan dengan keras dan hasilnya tidak bagus. Posisi orang maid biasanya membelakangi obyek : sandal, bangkai anjing.

Eksplikasi

Pada waktu itu X melakukan sesuau pada bagian dari Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan, kaki, tali)

X melakukan dengan cepat

Y berpindah ke arah X

(26)

X melakukan sesuatu seperti ini

4.8 ngéméd

(4-14) galak pesan guru aljabaré ento, tusing bisa nyawab, jag éméda suba kupingé kanti barak

„Galak sekali guru Ilmu Alajabar itu, tidak bisa menjawab, pasti ditarik telingaku sampai merah‟

(4-15) merebut apang maan duman, teruna-terunané pada ngéméd sing dadi palas

„berebut supaya dapat bagian, para muda-mudi saling tarik tidak bisa lepas‟

Verba ngéméd asalnya dari kata dasar éméd „tarik‟ (KBI : 180). Kegiatan ngéméd sering dikaitkan dengan keadaan pikiran tidak stabil, karena marah, jengkel sehingga sering dilakukan berulang-ulang. Pemetaan eksponen „X melakukan ini beberapa kali‟. Ngéméd berrelasi dengan : daun telinga, ujung hidung, pipi, dilakukan dengan ujung jari.

Eksplikasi :

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (ujung jari)

X melakukan beberapa kali

Y berpindah ke arah X

X melakukan sesuatu seperti ini

4.9 mahbah

(4-16) Negak di balené sambilanga mahbah benang lakar anggona nunun

(27)

„Duduk di balai-balai sambil mengurai benang untuk dipakai menenun

(4-17) kéné caranné mahbah tali apang dadi anggo, yén oyongang sinah lakar samben

„begini caranya mengurai tali supaya bisa dipakai, kalau dibiarkan pasti akan kusut‟

Verba mahbah asalnya dari kata dasar bahbah „urai‟ (KBI : 48). Kegiatan mahbah sering bererasi dengan : benang, tali dan dilakukan dengan menarik-narik secara pelan. Hasil kegiatan ini berupa benang, tali yang bisa bermanfaat yang tadinya kusut. Biasanya kegiatan ini sangat diharapkan pelaku. Pemetaan komponennya „ X menginginkan ini‟

Eksplikasi :

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan)

X melakukan beberapa kali

Y berpindah ke arah X

X menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.10 ngoros

(4-18) Nakal-nakal misi menek punyan nyuh, kaukin bapanné apanga ngoros bes sing nyak tuun.

„Nakal sekali berisi memanjat pohon kelapa, panggil bapaknya supaya ditarik karena tidak mau turun‟

(4-19) tusing nyidayang I Dadi negen, lanta ia ngoros bongkol tiingé neked di malun

umahné

(28)

„Tidak bisa I Dadi memikul, lalu dia menarik pangkal bambu itu sampai di depan rumahnya

Verba ngoros asalnya dari kata dasar oros „tarik‟ (KBI : 492). Kegiatan ngoros sering dikaitkan dengan keadaan pikiran tidak stabil, karena marah, jengkel, keinginan tidak dipenuhi sehingga sering dilakukan dengan cepat dan keras. Ngoros berrelasi dengan entitas yang berat:

batang kayu, manusia yang nakal. Posisi badan pelaku biasanya di depan obyek, atau di bawah obyek bila obyek berada di ketinggian pohon. Muka pelaku menghadap obyek. Biasanya kegiatan ini tidak diinginkan oleh pelaku. Pemetaan komponennya „ X tidak menginginkan ini‟

Eksplikasi:

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan)

X melakukan sekali dan keras

Y berpindah ke arah X

X tidak menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.11 ngedetin

(4-20) élah ben ngedetin uli duur pundukanné, macelos baisé kena endut

„mudah rasanya menarik dari atas pematang sawah, tenggelam kakiku kena lumpur‟

Verba ngedetin asalnya dari kata dasar kedet (in) „tarik‟ (KBI : 322). Kegiatan

ngedetin sering dikaitkan dengan keadaan pikiran positif dengan maksud membantu orang yang

(29)

kurang mampu bangun sendiri, berdiri sendiri atau naik sendiri. Ngedetin berrelasi dengan tangan, atau kegiatan menarik tangan seseorang dengan tangan pula. Peserta sangat memerlukan kegiatan ini, sehingga bisa dipetakan „Y menginginkan ini‟

Eksplikasi:

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan)

X melakukan dengan baik

Y berpindah ke arah X

Y menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

4.12 Nyambak

(4-21) tulungin panaké ento saling jambak bedik-bedik magerengan

„bantu anak-anak itu saling tarik rambut, karena sedikit-sedikit bertengkar (4-22) demen ia maan nyambak uli dori, pantes timpalné kanti ulung

„senang dia dapat menarik rambut dari belakang, pantas temannya sampai jatuh‟

Verba nyambak asalnya dari kata dasar jambak „tarik‟ (KBI : 274). Kegiatan nyambak sering dikaitkan dengan keadaan pikiran tidak stabil, karena marah, jengkel, sehingga sering dilakukan berulang-ulang dengan cepat, keras dan hasilnya tidak diinginkan obyek.

Pemetaannya „Y tidak menginginkan ini‟. Nyambak berrelasi hanya dengan entitas rambut.

(30)

Pada waktu itu, X melakukan sesuatu pada bagian Y

Karena ini bagian Y berpindah pada waktu besamaan

X melakukan ini dengan sesuatu (tangan)

X melakukan beberapa kali

Y berpindah ke arah X

Y tidak menginginkan ini

X melakukan sesuatu seperti ini

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis memanfaatkan jasa teori MSA, diperoleh hasil bahwa verba Bahasa

Bali yang bermakna menghela memilki banyak varian bentuk. Masing-masing bentuk

menunjukkan perbedaan yang signifikan, bukan saja pada ranah menghela/menarik, tetapi

ditemukan sejumlah leksikon yang perlu dielaboarsi lebih jauh. Pemetaan yang berciri

konfigurasi makna memberi peluang besar untuk mewahanai postulat satu makna satu bentuk

dan sebaliknya, satu bentuk mewahanai satu makna. Penelitian menggunakan teori MSA masih

terbuka luas untuk diterapkan pada leksikon bukan saja berkategori verba dan bahkan pada

bahasa daerah lain selain Bahasa Bali

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut, Ida Bagus Made Suasta, I Wayan Suardiana, I Wayan Japa, I Wayan Suteja, I Made Riken dan I Made Swatjana. 2009. Kamus Bali-Indonesia beraksara Latin dan Bali. Kerjasama Dinas kebudayaan Kota Denpasar denan Badan Pembina Bahasa, Aksara dan Sastra Bali, Provinsi Bali.

Bawa, I Wayan. 2001. “Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Bali di Era Otonom”. Makalah Kongres Bahasa Bali V. 13-16. Nopember 2001

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif :Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Frawley, William. 1992. Linguistic Semantis. New Jersey : Lawren

Gande, Vincent. 2012. Makna Memotong Bahasa Manggarai: Pendekatan MSA. Tesis S2 Linguistik Unud

Givon, Talmy. 1984. Syntax : A Functional Typology Introduction. Vol. 1 Amsterdam/Philadelpia: John Benyamins.

Goddard, Cliff. 1996. Semantic Theory and Semantic Universal.Cross Linguistc Syntax from Semantic Point of View (NSM Approach) 1-5 Australia

Goddard, Cliff. 1997. Semantic Analysis:A Practical Introduction. Australia : The University of New England

Goddard, Cliff. 2000. “Cultural Scripts and Communicative Style in Malay” Jurnal Anthropological Linguistics, volome 42, No. Goddard, Cliff. 2001. “Sabar, Ihklas dan Setia ”Patient, Sincere and Loyal” pada Jurnal Pragmatics.

Goddard, Cliff. 2002. “Dynamic ter- in Malay. A Study in Grammatical Polysemy”

dalam Studies in language.

Goddard, Cliff. 2003. “Directive peech Acts in Malay: an ethnopragmatic perspectives”

dalam Special Issue on Intercultural Communication.

Goddard, Cliff and Anna Wierzbicka, 2014: dalam bukunya berjudul : Words & Meanings Oxford University Press.)

Goddard, Cliff and Anna Weirzbicka. 2015. The Natural Semantic Metalanguage Approach.

Oxford Source

Medera, I Nengah. 2001. “Pikenoh miwah Kawêntenannyanê” Makalah Kongres Bahasa Bali

V. 13-16 November 2001.

(32)

Mulyadi. 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” Tesis S2 Linguistik Denpasar Mulyadi. 2000. “Struktur Semantis Verba Penglihatan dalam Bahasa Indonesia” JurnalIlmiah

MLI Linguistik Indonesia, tahun 18.No.2 pp 77-89

Novita, Anak Agung Alit. 2016. Struktur Semantis Verba Menyentuh Bahasa Bali. Tesis Magister Linguistik Unud

Putra, Ngurah Gumana. 2014. Verba Memotong Bahasa Bali : MSA. (tesis) Program Magister Universitas Udayana

Rajeg, I Made, I Nengah Sudipa, dan Frans I Made Brata. 2004. “Verba Bahasa Bali: Suatu Kajian Peran Semantik” Hasil penelitian atas Dana DIK Unud 2004.

Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta:Sebelas Maret University Press.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:Duta Wacana

Sudipa, I Nengah, Frans I Made Brata dan Made Rajeg. 2003. “Struktur Semantis Verba Bahasa Bali: Sebuah Analisis Makna Alamiah Metabahasa” Laporan Penelitian dana DIK Unud 2003.

Sudipa, I Nengah. 2004. “Makna BAWA dalam Bahasa Bali: Tinjauan Metabahasa Semantik Alami. Buku untuk Prof. Dr. Wayan Bawa, dalam “Wibawa Bahasa”, pp 146-152.

Sudipa, I Nengah. 2005. “NSM dalam Bahasa Bali : Kasus Makna MEMOTONG “, dimuat pada Buku Cemetuk untuk Prof. HT Ridwan, Phd (USU).

Sudipa, I Nengah. 2006. “Verba Tindak Tutur Bahasa Bali : Suatu kajian MSA.” Disajikan pada Kongres Bahasa Bali VI, 10-13 Oktober 2006. Di Denpasar.

Sudipa, I Nengah. 2007. “Verba Emosi Bahasa Bali: Suatu Tinjauan Metabahasa Semantik Alami (MSA)” disajikan pada Seminar Internasional Austronesia IV di Denpasar.

Sudipa, I Nengah. 2008 “Verba Persepsi Bahasa Bali: Tinjauan MSA” artikel pada Jurnal PUSTAKA : Jurnal ilmu-ilmu Budaya. Vol. IX. No. 1

Sudipa, I Nengah. 2010. “Struktur Semantik Bahasa Bali, dari Masare-Majujuk” disajikan pada Seminar Internasional Bahasa dan Budaya Austronesia, 19-20 Juli 2010.

Di Denpasar

Sudipa, I Nengah dan I Gst Agung Sri Rwa Jayantini. 2010. “The English Mental Predicate

“KNOW” An NSM Approach.” Majalah PUSTAKA: Jurnal Ilmu-ilmu Budaya No. 2,

Vol. X.

(33)

Sudipa, I Nengah. 2012. Makna MENGIKAT Bahasa Bali : kajian NSM. Jurnal Pusat Kajian Bali

Sudipa. I Nengah. 2013. Full-reduplication Balinese Verbs. LINGUAL : Journal of Language and Culture. No. o1/Nop 2014. English Department-Faculty of Arts. Udayana University.

Sudipa, I Nengah. 2014. Reduplikasi Parsial Verba Bahasa Bali. Artikel pada Seminar Nasional Bahasa Ibu. Prodi Magister dan Doktor Lnguistik Universitas Udayana.

Sudipa, I Nengah. 2014. Makna CAHAYA diberbagai belahan dunia. Pada Buku Cahaya Bahasa Persembahan tulus pada Purnabhakti Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, MA-2 Oktober 2014 Sudipa, I Nengah. 2015. Verba Bahasa Bali Memasak: Pendekatan NSM. Paper Seminar

Nasional Bahasa Ibu, Pebruari 2015. Program Pascasarjana Unud.

Sudipa, I Nengah. 2015. Mapetik and Mapandes conveying Ritual Value of

Balinese Verb „Cutting‟. Paper disajikan pada ISLA (Internatinal Seminar of Language and Culture), Universitas Negeri Padang, 23-24 Oktober 2015

Sutjaja, I Gusti Made. 2001. Kamus Pelajar. BALI-INDONESIA- INGGRIS. Denpasar: Lotus bekerjasama dengan UTC

Sutjiati-Beratha. N.L. 1997.”Basic Concepts of Universal Semantic Metalanguage”

Linguistika: 110-115. Denpasar

Suwija, I Nyoman. 2014. Mapidarta Basa Bali Alus. Denpasar:, Percetakan &

Penerbit Pelawa Sari

Wierzbicka. Anna. 1996. Semantics : Primes and Universal. Oxford : Oxford University Press.

Wierzbicka, Anna 1999. Emotions Across Language and Cultures : Diversity and Universals.

Cambridge: Cambridge University Press.

Yoon, Kyung-Joo. 2001. “ The Semantic Primes THIS in Korean”. Proceeding of the 2001 conference of the Australian Linguistic Society Australian [cited 24 November 2003].

Available from :http:/www.google.com.

(34)

LAMPIRAN Lampiran 1.

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. Dr. I Nengah Sudipa, MA L 2. Jabatan Fungsional Guru Besar

3. Jabatan Struktural -

4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 195407311979111001

5. NIDN 0031075402

6. Tempat dan Tanggal Lahir Karangasem, 31 Juli 1954

7. Alamat Rumah Jln. Kertawinangun II, Gg Teratai 17ª Sidakarya

8. Nomor Telepon/Faks /HP (0361) 723240

9. Alamat Kantor Jln. Nias 13 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 224121

11. Alamat e-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= 4… orang; S-2= 12…Orang; S-3= 1 Orang

13. Mata Kuliah yg diampu 1. Introduction to Micro/Macro Linguistics

2. Semantics 3. Psikolinguistik

4. Metode Penelitian Bahasa 5. English for Journalism 6. Extensive Reading

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Udayana Monash Australia Udayana

Bidang Ilmu Bhs Inggris Linguistics Linguistik

Tahun Masuk 1974 1985 2000

Tahun Lulus 1981 1988 2004

Judul Skripsi/Thesis/Disertasi The form and Meaning of Genitive

The Acquisition of English by Balinese Students

Verba Bahasa Bali : Pendekatan Metabahasa Semantik Alami Nama Pembimbing/Promotor Drs. Margono A/Prof. John T.

Platt Prof. Wayan

Bawa

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

(35)

1. 2009 Analisis Struktur dan makna Frasa Benda dalam Majalah Berbahasa Inggris

Mandiri -

2. 2010 Interferensi Bahasa Ibu dalam

Berkomunikasi Tulis Mahasiswa Sastra Inggris di Bali

DIPA Unud Rp. 50.000.000,-

3. 2012 KeK Kemampuan Menerjemahkan Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia Mhs.

Quangxi-China Pada Program BIPAS Universitas Udayana

Mandiri -

4. 2012 Inventarisasi hasil Budaya Gendang

Beleq di Lombok Nusa Tenggara Barat APBNP Rp.

214.000.000,- 5 2013 Verba Tindakan Bahasa Bali berbentuk

Reduplikasi Parsial : Tinjauan Metabahasa

Mandiri -

6 2013 Penerapan S-R pada Pembelajaran

Bahasa Indonesia Peserta Darmasiswa Mandiri - 7 2014 Dinamika Pembelajaran Bahasa

Indonesia Peserta Progrma IBSN Universitas Udayana

Hibah Grup

Riset Rp. 35.000.000

*) Tuliskan sumber pendanaan : PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.) 1. 2009 Pelatihan Bahasa Intensif Bahasa Inggris

bagi Anggota Masyarakat di Desa Canggu

DIPA Unud Rp. 4.000.000,-

2. 2009 Pelatihan Bhs Inggris Komunikatif bagi Kelompok Sadar Wisata di carangsari

DIPA Unud Rp. 4.000.000,- 3. 2010 Kursus Bahasa Inggris di Desa Pangsan

Petang

DIPA Unud Rp. 4.000.000,- 4. 2012 Pelatihan Bhs Inggris di Desa Wisata

Sangeh DIPA Unud Rp. 4.000.000,-

5 2013 Pelatihan Bahasa Inggris pada Kelompok

Sadar Wisata di Desa Petang Badung Kerjasama dengan Diparda Badung

Rp. 7.000.000,-

6 2014 Kursus Bahasa Inggris pada Kelompok Sadar Wisata di Desa Munggu

Kerjasama dengan Diparda Badung

Rp. 7.000.000

*) Tuliskan sumber pendanaan : Penerapan IPTEKS – SOSBUD, Vucer, Vucer Multitahun,

UJI, Sibermas, atau sumber dana lainnya

(36)

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Psycholinguistics : An Introductory Note 16/2009 ESSAY 2 Semantic Analysis of the English Mental

Predicate X/2010 PUSTAKA

3. Pengaruh Negatif Bahasa Indonesia dalam

Bhs Inggris XI/2011 PUSTAKA

4. Frasa Nomina Bahasa Inggris, Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna

XII/2012 PUSTAKA

5 Full Reduplication Balinese Verbs : A Semantic View

O1/November 2013

LINGUAL : Journal of Language and Culture

6 English for Academic Writing O2/May

2014 LINGUAL : Journal of Language and Culture 7 Makna CAHAYA di Berbgai Belahan

Dunia: Pendekatan Metabahasa

02/10/20 14

CAHAYA BAHASA 8 Spoken Bahasa Indonesia by German

Students

II/

03/N ovember 2014

LINGUAL : Journal of Language and

Culture

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Se minar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/

Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan

Tempat 1. KIMLI Interferensi Bhs Indonesia

pada Penulisan Abstrak berbahasa Inggris Jurnal Udayana mengabdi

2010-UPI Bandung

2. Seminar Nasional Bhs Ibu Pengaruh bhs Ibu pada Bhs Inggris mhs di Bali

2011- Denpasar 3. Seminar Bahasa Ibu Bahasa Ibu : Komunikatif,

Integratif dn Ekspresif 2013 – Denpasar 4. Seminar Bahasa Ibu Verba Bahasa Bali Berbentuk

Reduplikasi Penuh 2014 – Denpasar 5 Seminar Nasional Sain

dan Teknologi (sinastek)

Dinamika Pembelajaran Bahasa Indonesia peserta IBSN Unud

2014-Denpasar

(37)

6 Seminar Internasional LAMAS IV di Undip Semarang

Maintaining Balinese Language through Writing short Stories in Bali Orti

2014-Semarang

7 Seminar Bahasa Ibu Verba MEMASAK bahasa Bali : Pendekatan NSM

2015-Denpasar 8 Internatioanl Seminar on

Language and Arts

Verba Memotong in Balinese implies Relgious Values

2015-Padang 9 Seminar Nasional Bahasa

Ibu Unsur Asing dalam Pelestarian

Bahasa Bali 2016-Denpasar

10 International Seminar

Language and Teaching POKDARWIS : effective teaching approach for local people in Bali

2016-Padang

11 Simposium Internasional Bahasa Lokal, Nusantara dan Global

BALI ORTI : Pelestari bahasa dan Budaya Lokal

2016-Kendari Sultra

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit 1. Struktur Verba keadaan Bahasa Bali 2010 145 Udayana

Press 2. INTERFERENSI : Pengaruh bhs

Indonesia pada Bhs Inggris

2011 114 Udayana

Press 3. Bhs Inggris pada Abstrak Jurnal Ilmiah 2012 115 Udayana

Press

4. Sawelas Satua Bawak Basa Bali 2013 86 Pustaka

Ekspresi 5 MICROLINGUISTICS : a workbook with

English Exercises

2014 68 Swasta

Nulus 6 Buku Panduan VERBA BAHASA BALI

: Makna dan Penggunaannya

2015 202 Swasta

Nulus

7 Makna [e] dan [é] Bahasa Bali 2016 97 Swasta

Nulus

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan

Tahun 1. Satyalancana Karya Satya XX tahun Presiden RI 2006 2. Satyalancana Karya Satya XXX tahun Presiden RI 2012 3.

4.

Dst.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[r]

orang lain, kecuali secara terrulis dengan jclas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan. disebutkan nama dan pengarang dan

Pada studi yang dilakukan di China ditemukan bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan berat badan sebelum kehamilan (BMI 18,5 kg/m 2) berada beresiko deficit pertumbuhan janin

paparan sulfur dioksida dalam waktu 5 menit dengan konsentrasi sulfur dioksida 0,25 ppm akan menyebabkan konstriksi saluran pernafasan, peningkatan penyakit asma (Bernstein et

a) Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan bermain peran ( role playing ) siswa diharapkan dapat memecahkan masalah

Penelitian ini dapat membantu para ibu hamil, bersalin dan melahirkan untuk dapat memperhatikan konsumsi dan asupan gizi yang seimbang terhadap kesehatan ibu sehingga

Lieberman dan Hoody (1998;87) menyatakan bahwa pendidikan lingkungan telah menjadi pelopor dalam mendorong pendidikan interdisipliner, pemikiran kritis dan pemecahan

Dari tabel 4.8 diatas didapat untuk uji korelasi dengan uji Pearson didapat r = 0,469 (p=0,001) dan nilai T-test sebesar t = 23,738 (p = 0,001) dapat disimpulkan bahwa