• Tidak ada hasil yang ditemukan

(STUDI DI RT 03 RW 06 KELURAHAN JATI PADANG KECAMATAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN) SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(STUDI DI RT 03 RW 06 KELURAHAN JATI PADANG KECAMATAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN) SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI DI RT 03 RW 06 KELURAHAN JATI PADANG KECAMATAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh : ABDUL GHOFUR NIM : 1113044000077

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H

2020 M

(2)

TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

(STUDI KASUS DI RT 03 RW 06 KELURAHAN JATI PADANG KECAMATAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh : Abdul Ghofur NIM : 1113044000077

Pembimbing:

Mu’min Roup, M.Ag NIP:197004161997031004

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H

2020 M

(3)
(4)

NIM

Jurusan

Alamat

I I 13044000077 Hukum Keluarga

Jl. Jati Padang

RT

10

RW

06

No.

75 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar

Minggu

Jakarta selatan

MEI\TYATAKAII DENGAI\ SEST]NGGUIINYA

Bahwa skripsi yang berjudul Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga Perspektif llukum Islam Dan Undang-Undang No. 35 Tahun

2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun

2002

Tentang Perlindungan Anak (Studi di RT 03 RW 06 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan)

adalah benar

hasil karya

sendiri

di

bawatr bimbingan dosen:

Nama

Pembimbing

:

Mu'min

Roup,

M.Ag

NIP :197004161997031004.

Jurusan/Program

Studi

: Hukum Keluarga

Demikian surat

pernyataan

ini

saya

buat

dengan sesungguhnya

dan

saya siap menerima segala konsekuensi apabila

terbukti

bahwa skripsi

ini

bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 13

Mei

2020 Yang menyatakan

(5)

i

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di RT 03 RW 06 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan). Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah), Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2020 M.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor, bentuk-bentuk dan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang terjadi didalam keluarga. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus (case studi) dengan pendekatan normatif sosiologis dan metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder melalui teknik wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Analisis data dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan data, mereduksi data, menyajikan data dan terakhir menarik kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap anak itu ada tiga, yaitu: 1. Faktor anak meliputi hubungan yang tidak harmonis sehingga mempengaruhi watak, anak sulit diatur sikapnya dan anak yang meminta perhatian khusus. 2. Faktor orang tua meliputi pecandu minuman keras, menganggur atau pendapatan tidak mencukupi, karakter pribadi yang belum matang dan adanya kekerasan yang pernah terjadi terhadap orang tua saat masih kecil yang diturunkan kepada anaknya. 3. Faktor lingkungan sosial meliputi kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis serta adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri.

Kata Kunci: Kekerasan, Anak, Keluarga, Hukum Islam, Perlindungan Anak.

Pembimbing : Mu’min Roup, M.Ag

Daftar Pustaka : 1988 s.d 2019

(6)

ii

dari-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammmad Shallallah ‘Alayhi wa Sallam, semoga sampai kepada keluarga sertakepada kita selaku umatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini begitu banyak hambatan dan kesulitan sehingga tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Mesraini, S. H., M.Ag, selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Ahmad Chairul Hadi, M. A. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Mu’min Rouf M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang selalu meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.

6. Ibu Rosdiana M.A, selaku Dosen Penasihat Akademik, yang telah meluangkan waktu, memberikan tenaga dan pikirannya untuk membimbing hingga selesainya skripsi ini.

7. Orang tua, Ayah H. Mashur S.Ag dan Bunda Hj. Nur Komariah yang selalu mendukung, memberi motivasi dan mendoakan, serta selalu memberi bantuan baik moril maupun materil. Karena doa mereka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak Ahmad Hafidhurrohman, S.Pd, Adik Husnul Khotimah S.Pd dan Nur

Azizah yang selalu menyemangati dari awal hingga akhir pembuatan skripsi.

(7)

iii

Hidayatullah Jakarta angkatan 2013.

Skripsi ini telah disusun secara maksimal. Terlepas dari itu, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik itu dari sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak yang membaca untuk kebaikan di masa mendatang.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat diterima dan memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Jakarta, 13 Mei 2020 Penulis

Abdul Ghofur

(8)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

PERNYATAAN HASIL KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

F. Review Kajian Terdahulu ... 6

G. Metode Penelitian ... 7

H. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM ISLAM DAN KONVENSIONAL ... 15

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga ... 15

1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Hukum Islam ... 16

2. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 21

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga ... 23

1. Kekerasan Secara Fisik ... 23

2. Kekerasan Secara Psikis... 24

3. Kekerasan Secara Seksual ... 24

4. Kekerasan Secara Sosial... 26

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasaan Terhadap Anak dalam Keluarga ... 27

1. Faktor Kondisi Anak ... 28

2. Faktor Kondisi Orang Tua ... 28

3. Faktor Lingkungan Sosial ... 28

(9)

v

... 30

B. Kronologis Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga di Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ... 35

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga ... 38

1. Faktor Kondisi Anak ... 38

2. Faktor Kondisi Orang Tua ... 39

3. Faktor Lingkungan Sosial ... 39

BAB IV ANALISIS KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA ... 41

A. Problematika Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga ... 41

1. Kekerasan Secara Fisik ... 41

2. Kekerasan Secara Psikis ... 42

3. Kekerasan Secara Seksual ... 42

B. Respon Masyarakat dan Keluarga Mengenai Kekerasan Yang Terjadi Pada Anak di Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ... 43

C. Kondisi Anak Akibat Kekerasan dalam Keluarga ... 55

1. Kondisi Anak Akibat Kekerasan Secara Fisik ... 55

2. Kondisi Anak Akibat Kekerasan Secara Psikis ... 56

3. Kondisi Anak Akibat Kekerasan Secara Seksual ... 57

4. Kondisi Anak Akibat Kekerasan Secara Sosial ... 58

D. Solusi-Solusi Memecahkan Masalah Kekerasan yang Terjadi dalam Keluarga ... 59

E. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Menurut Hukum Islam ... 61

F. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014.63 G. Terbentuknya Konvensi Hak Anak ... 66

H. Pelaksanaan Konvensi di Indonesia ... 67

I. Upaya Pencegahan Kasus Kekerasan Anak ... 68

J. Sanksi Bagi Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun

2014 ... 69

(10)

vi

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

1

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai dengan derajat ketiga.

1

Struktur keluarga yang ideal adalah keluarga yang di dalamnya terdiri atas suami sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dan anak-anak sebagai anggota keluarga. Kehadiran seorang atau beberapa anak di tengah-tengah keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam tujuan suatu perkawinan yang ingin membentuk rumah tangga dalam keluarga bahagia. Dengan hadirnya anak, maka suasana keluarga dalam rumah tangga terasa senang dan bahagia yang dapat menambah semangat kerja dan membangun keluarga.

Seorang anak memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan melangsungkan perkawinan selain untuk membangun rumah tangga yang bahagia dan sejahtera juga untuk mempersatukan keluarga dan meneruskan keturunan, sehingga tidak heran jika banyak pasangan suami istri yang baru melangsungkan perkawinan begitu menginginkan kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangganya, karena selain anak akan menjadi penerus keturunan bagi orang tuanya juga akan membuktikan kesempurnaan ikatan cinta dan kasih sayang diantara mereka.

Keluarga merupakan salah satu institusi yang tidak bisa dipisahkan dari ruh keberagaman yang bertanggung jawab atas perkembangan kepribadian anak, karena keluarga merupakan peletak fondasi kehidupan yang cukup mendasar dalam perjalanan hidup manusia. Selain itu anak merupakan amanah dari Allah, tidak semua pasangan yang menempuh suatu pernikahan dikaruniai anak.

Hanya keluarga yang dikehendaki oleh Allah yang akan dititipi anak. Oleh

1 Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

(12)

karena itu suatu hari kelak tanggung jawab orang tua akan diperhitungkan oleh Allah. Anak yang terlahir suci akan menjadi menyimpang jika orang tuanya tidak menjaga fitrahnya.

2

Begitu besar peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya, hingga di tangan orang tualah seorang anak akan menjadi baik atau sebaliknya. Orang tua yang tidak mendidik anaknya dengan benar akan melahirkan anak yang tidak bermoral. Hal ini menyebabkan anak terdzolimi secara fisik dan mental sehingga seringkali menyebabkan kegersangan iman dibatinnya.

3

Selain itu dasarnya semua agama menolak kekerasaan sebagai prinsip dalam melakukan suatu tindakan, karena kekerasaan merupakan tindakan yang bersifat amoral yang menghendaki pemaksaan terhadap pihak lain yang berarti pelanggaran terhadap asas kebebasan dalam interaksi sosial.

4

Kekerasan dalam keluarga merupakan siksaan emosional, fisik dan seksual yang dilakukan secara sadar, sengaja, atau kasar dan diarahan kepada anggota keluarga atau rumah tangga. Kekerasaan emosional atau kekerasan verbal, misalnya dilakukan dalam bentuk memarahi, mengomel, membentak dan memaki anak dengan cara berlebihan dan merendahkan martabat anak, termasuk mengeluarkan kata-kata yang tidak patut didengar oleh anak. Adapun kekerasan fisik, bisa meliputi pemukulan dengan benda tumpul maupun benda keras, menendang, menampar, menjewer, menyundut dengan api rokok dan menempelkan setrika pada tubuh serta membenturkan kepala anak ke tembok.

Sementara itu, kekerasan seksual bisa dilakukan dalam bentuk perkosaan, pemaksaan seksual, pelecehan seksual dan incest (hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat atau keluarga).

5

2 Maisaroh. “Kekerasan Orang Tua Dalam Mendidik Anak Perspektif Hukum Pidana Islam”, Vol. 2 No. 2 Mei 2013, h. 261.

3 Maisaroh. “Kekerasan Orang Tua Dalam Mendidik Anak Perspektif Hukum Pidana Islam”, h. 262.

4 Maisaroh. “Kekerasan Orang Tua Dalam Mendidik Anak Perspektif Hukum Pidana Islam”, h. 263.

5 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, Cet-1 edisi IV, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), h. 66-67.

(13)

Sejak dahulu hingga saat ini terjadi fenomena yang mengerikan, kita sering melihat tindak kekerasan fisik menimpah anak-anak dalam berbagai bentuk.

Dari pembuangan bayi sampai pembunuhan dengan cara mencekik atau mengubur hidup-hidup. Hampir setiap hari berbagai kejadian kekerasan menjadi lembaran berita koran maupun televisi. Budaya jahiliyah mulai hidup ditengah-tengah kehidupan modern, dengan latar belakang yang berbeda. Tidak jarang terjadi, anak-anak menjadi sasaran pemerkosaan. Lebih bejat lagi kekerasan sampai kepada pemerkosaan justru dilakukan oleh orang tua kandung sendiri. Sesuangguhnya kekerasan terhadap anak sangat tidak sesuai dengan budaya kita yang berlandaskan Islam yang menyebar kasih sayang.

6

Merujuk laporan yang di terima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), masih banyak “predator” kekerasan seksual yang berkeliaran disekitar anak-anak. Seperti yang diketahui, di periode bulan januari sampai agustus 2019, KPAI mencatat ada 124 kasus kekerasan terhadap anak di Jakarta. Dalam laporan itu, rumah, sekolah, ruang publik bahkan boarding school maupun panti-panti menjadi tempat para predator. Sementara itu, komisioner komisi perlindungan anak DKI Jakarta Retno listyartie mengatakan, wilayah DKI Jakarta juga tercatat sebagai daerah tertinggi dalam angka pelanggaran hak anak bidang pendidikan. Sehingga kekerasan anak di DKI Jakarta patut menjadi pengawasan serius pemerintah daerah. Karena dari 37 kasus pelanggaran, sembilan kasus diantaranya terjadi di dunia pendidikan.

7

Secara umum di kota Jakarta ada sekitar 650 anak yang terkena kekerasan, sedangkan di Jakarta Selatan ada sekitar 202 anak yang terkena kekerasan sejak Januari–Desember 2019.

8

Peneliti menemukan ada 8 anak mengalami kekerasan secara seksual yang terjadi di kawasan RT 03 RW 06 kelurahan Jati

6 Purnama Rozak. “Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam”, Vol. 9 No.1 oktober 2013, h. 46

7 Darul fatah,“Jakarta Darurat Kekerasan Anak”, https://indopos.co.id /read/ 2019/ 09/

13/194151/ jakarta-darurat-kekerasan-anak (diakses pada jum’at, 13 september 2019, pukul 22:19).

8 Dokumentasi Suku Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak Dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Selatan.

(14)

Padang kecamatan Pasar Minggu.

9

Terjadi kekerasan terhadap anak secara fisik atau psikis umumnya disebabkan oleh tingkah laku anak yang tidak disukai oleh orang tuanya, seperti anak yang nakal atau rewel, menangis terus menerus dan meminta jajan. Adapun secara psikis seperti penyampaian kata-kata yang tidak baik oleh orang tua kepada anak.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik dan menganggap perlu untuk melakukan penelitian atas hal tersebut dengan judul penelitian skripsi “Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak” (Studi Kasus di RT 03 RW 06 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah yang dapat di identifikasi sebagai berikut:

1. Masih adanya kekerasan terhadap anak yang terjadi di dalam keluarga.

2. Hukum Islam dan konvensional terhadap kekerasan terhadap anak dalam keluarga.

3. Sanksi pidana kekerasan terhadap anak dalam keluarga.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dibutuhkan pembatasan masalah agar pembahasan yang dibahas tidak melampaui batas. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu penelitian ini dilakukan di kawasan RT 03 RW 06 kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak bulan November 2019 sampai dengan bulan Maret 2020. Pada penelitian ini peneliti mengambil objek dikawasan RT 03 RW 06 kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar minggu karena kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak

9 Hasil Wawancara dengan ibu Eva Hamidah selaku sekertaris pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) pada hari Rabu tanggal 13 November 2019 pukul 16:00 WIB.

(15)

dibandingkan RT lain di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu dan termasuk kawasan yang paling banyak terjadinya kekerasan terhadap anak.

D. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yaitu:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga di RT 03 RW 06 kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?

2. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi terhadap anak dalam keluarga di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan dalam keluarga menurut hukum Islam dan Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi terhadap anak dalam keluarga di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan

dalam keluarga menurut hukum Islam dan Undang-Undang no. 35 tahun

2014 tentang perubahan atas Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak.

(16)

F. Review Kajian terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti membaca dan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan variabel- variabel penelitian tersebut antara lain:

1. Skripsi yang berjudul “Penetapan Hak Hadhonah Anak Yang Belum Mumyiz Kepada Ayah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor: 0295/Pdt.G/2015/PA.Pwt)” yang ditulis oleh anggun retno wardani (2016). Dalam skripsi ini membahas terkait tinjauan Islam terhadap Putusan pengadilan Agama purwokerto nomor 0295/Pdt.G/2015/PA.Pwt) tentang hak hadhonah anak yang belum mumayiz yang jatuh kepada ayah. Sehingga dalam skripsi ini hanya fokus pada putusan pengadilan Agama Purwokerto nomor: 0295/Pdt.G/2015/PA.Pwt).

10

2. Skripsi yang berjudul “Analisis Maslaha Terhadap Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Perlindungan Anak Terlantar Dari Hasil Nikah Siri (Studi Kasus Di Desa/Kelurahan Bongkaran Kecamatan Pabean Cantian Kota Surabaya)”

yang di tulis oleh Lusi Ratnasari (2017). Dalam Skripsi ini lebih fokus pada penerapan perlindungan anak yang terlantar akibat nikah sirih yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, sehingga banyak orang tua di Desa Bongkaran Kecamatan Pabean Cantian kota surabaya yang lalai terhadap tanggung jawabnya.

11

3. Skripsi yang berjudul “kewajiban negara terhadap anak-anak jalanan yang masih memiliki orang tua yang tinggal di rumah singgah dihubungkan dengan undang-undang nomor 23 tahun 2002 dan undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak” yang di buat oleh Maya S Tunggagini, fakultas hukum universitas padjajaran (2013). Dalam skripsi ini bertujuan mengetahui peran atau kewajiban negara terhadap anak-anak jalanan yang masih memiliki orang tua yang tinggal di rumah singgah

10 Anggun Retno Wardani. “Penetapan Hak Hadhonah Anak Yang Belum Mumayiz Kepada Ayah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor: 0295/Pdt.G/2015/PA.Pwt)” Skripsi IAIN Purwokerto, Purwokerto, 2016).

11 Lusi Ratnasari, “Analisis Maslaha terhadap tanggung jawab orang tua dalam perlindungan anak terlantar dari hasil nikah siri (studi kasus di desa/kelurahan bongkaran kecamatan pabean cantian kota surabaya)” (skripsi-UIN Sunan Ampel, surabaya, 2017).

(17)

dengan cara mengkaji undang-undang nomor 23 tahun 2002 di hubungkan dengan undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.

12

Berdasarkan review kajian di atas dapat diketahui bahwa persamaan penelitian tersebut dengan yang akan dilakukan adalah membahas tentang anak.

Sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian, persepektif dalam penelitian dan hanya menfokuskan permasalahan yang terjadi pada kekerasan terhadap anak dalam keluarga perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak” (Studi di RT 03 RW 06 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan).

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan dengan menggunakan normatif sosiologis. penelitian hukum normatif sering disebut studi hukum dalam buku sedangkan penelitian sosiologis disebut studi hukum dalam aksi/tindakan. Disebut demikian karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-lembaga sosial lain, jadi merupakan studi sosial yang non-doktrinal dan bersifat empiris, artinya berdasarkan data di lapangan.

13

Perbedaan penelitian hukum yang normatif dan sosiologis terletak pada pendekatan atau desainnya. Penelitian hukum yang normatif menekankan pada langka-langka spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Sebaliknya, penelitian hukum yang sosiologis memberikan arti penting pada

12 Maya S Tunggagini, “kewajiban negara terhadap anak-anak jalanan yang masih memiliki orang tua yang tinggal di rumah singgah di hubungkan dengan undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan undang-undang no. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak”. (skripsi fakultas hukum universitas padjajaran, 2013).

13 Johannes Supranto,”Metode Penelitian Hukum dan Statistik”.Cet. 1 (Jakarta: Penerbit Rinek Cipta, 2003), hal. 2.

(18)

langka-langka observasi dan analisis yang bersifat empiris-kuantitatif, maka sering disebut legal research.

14

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian studi kasus (case studi). Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.

15

Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat- sifat khas di atas akan jadikan suatu hal yang bersifat umum.

16

3. Sumber data

Peneliti menggunakan sumber data primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

17

Adapun data primer ini merupakan hasil wawancara dengan korban, orang tua dan masyarakat yang terdiri atas tetangga, ketua Rukun Warga (RW), ketua Rukun Tetangga (RT), ketua atau anggota Suku Dinas Perberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) kota Jakarta Selatan, ketua atau Sekertaris Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), warga RT 003 RW 006 kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu. Adapun sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.

18

Data ini berfungsi sebagai sumber data pelengkap dan pendukung dari data primer. Data sekunder ini didapat dari beberapa sumber yang terkait informasi tentang penelitian ini, seperti Al-Qur’an dan hadits, undang-undang tentang perlindungan anak,

14 Johannes Supranto,”Metode Penelitian Hukum dan Statistik”, hal. 3.

15 Mohammad Nazir, Metode Penelitian. Cet Ke 3. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988. h. 66.

16 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, h. 67.

17 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Cet Ke-21 Bandung Penerbit Alfabeta. 2014. h. 225.

18 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 225.

(19)

Jurnal, media online dan masyarakat yang mengetahui data-data yang dibutuhkan.

4. Metode dan teknik pengumpulan data

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandasan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Teknik pengumpulan data merupakan langka yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

19

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah Interview (wawancara), dokumentasi dan Triangulasi (gabungan).

20

a. Interview (wawancara)

Interview (wawancara) adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dilakukan bersama ibu Fatimah selaku RT 03 Rw 06 kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta selatan, ketua atau sekertaris Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), warga RT 003 RW 006 kelurahan Jati padang kecamatan Pasar Minggu.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

21

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang didapat pada

19 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 224.

20 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 225.

21 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 240.

(20)

penelitian ini adalah berkas-berkas dari kelurahan dan PPAPP serta foto-foto kegiatan penelitian.

c. Triangulasi

Triangulasi di artikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

22

Proses triangulasi sumber, peneliti berusaha mewawancarai lebih dari satu orang di RT 003 RW 006 kelurahan Jati padang kecamatan Pasar Minggu, yakni ibu Fatimah selaku RT 03 Rw 06 kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta selatan, ketua atau sekertaris Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), warga RT 003 RW 006 kelurahan Jati padang kecamatan Pasar Minggu. Mengumpulkan data-data yang di butuhkan dari kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu dan PPAPP Jakarta selatan, seperti data geografi lokasi penelitian, data jumlah penduduk, dan data jumlah kekerasan terhadap anak yang terjadi. Pada saat triangulasi, peneliti berusaha menggali informasi dengan pertanyaan- pertanyaanyang berbeda namun dengan maksud yang sama, dengan tujuan memperoleh ke akuratan data.

5. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan suatu fakta atau pendapat. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah korban kekerasan, ketua Rukun Warga (RW), ketua Rukun Tetangga (RT), ketua atau sekertaris Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), warga RT 003 RW 006 kelurahan Jati padang kecamatan Pasar Minggu.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

22 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 241.

(21)

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

23

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Dalam hali ini Nasution menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang“grounded”.

24

Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

1. Analisis sebelum di lapangan

Analisis sebelum di lapangan atau bisa juga disebut studi pendahuluan ini dilakukan dengan berkunjung ke RT 03 RW 06 kelurhan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan untuk melihat kondisi sosial disana, lalu membaca hasil penelitian yang telah dilakukan, bertujuan untuk menentukan fokus penelitian agar tidak terjadi kesamaan pada hasil penelitian yang di peroleh. Kemudian, peneliti mencari kajian teori yang digunakan sebagai landasan berpikir, karena penelitian kualitatif juga bertujuan untuk mengembangkan teori yang telah di temukan. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

25

2. Analisis data di lapangan

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang

23 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 244.

24 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 245.

25 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 245.

(22)

diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaannya lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.

26

a. Data Reduction

Setelah memperoleh data di lapangan dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

27

Dikarenakan data yang didapat dilapangan cukup banyak, maka peneliti menggunakan alat bantu untuk menyimpan atau pun mencatat data yang didapatkan selama penelitian. Pada saat wawancara, peneliti menggunakan ponsel untuk merekam data hasil wawancara lalu mencatat garis-garis besar atau kesimpulan yang menyeluruh dari data yang diperoleh.

b. Data display

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

28

Sebelum melakukan pembahasan penelitian, peneliti mencoba menjabarkan data hasil wawancara dengan teks naratif, agar lebih mudah dipahami dan dikaitkan dengan teori yang dijadikan landasan berpikir. Penyajian data dalam penelitian

26 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 246.

27 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 247.

28 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 249.

(23)

kualitatif ini dilakukan dengan membuat uraian singkat dan sebaginya, karena penelitian kualitatif ini menggambarkan kejadian alamiah atau pun kejadian yang sebenarnya terjadi pada objek penelitian.

c. Conclusion drawing/verification

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

29

Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan gambaran umum yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan, sebuah temuan baru yang menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan..

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami apa yang ada di dalam skripsi ini, maka sistematikanya dapat dibagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang satu sama lainnya saling berkaitan, sehingga terperinci sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang penguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, menjelaskan teori yang digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasi data penelitian, yaitu: pengertian kekerasan terhadap anak dalam keluarga, bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dalam keluarga dan faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasaan terhadap anak dalam keluarga.

29 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 253

(24)

Bab ketiga, penulis mendeskripsikan tentang gambaran umum kekerasan terhadap anak dalam keluarga di RT 03 RW 06 kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, di antaranya yaitu: letak goegrafis kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu, kronologis kekerasan terhadap anak dalam keluarga di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga.

Bab keempat, berisi tentang analisis kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Bab ini menjelaskan tentang problematika kekerasan terhadap anak dalam keluarga, respon masyarakat dan keluarga mengenai kekerasan yang terjadi pada anak di kelurahan Jati Padang kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, kondisi anak akibat kekerasan dalam keluarga, solusi-solusi memecahkan masalah kekerasan yang terjadi dalam keluarga, perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum Islam, perlindugan hukum terhadap anak menurut undang-undang no. 35 tahun 2014, terbentuknya konvensi hak anak, pelaksanaan konvensi di Indonesia, upaya pencegahan kasus kekerasan anak dan sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak menurut undang-undang no. 35 tahun 2014.

Bab kelima, berisi tentang kesimpulan dan saran-saran, kesimpulan yang

akan menjawab pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam rumusan

masalah dan berisi tentang saran-saran yang menjadi agenda pembahasan yang

lebih lanjut dimasa yang akan datang.

(25)

15

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok. Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Article From Encarta, mengartikan child abuse sebagai “intentional acts that result in physical or emotional harm to childern. The term child abuse covers a wide range of behavior, from actual physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a child’s basic needs (kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak).

1

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang–orang yang memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

2

Sedangkan Henry Kempe menyebut kasus kasus penelantaran dan penganiayaan yang dialami anak – anak dengan istilah Batered Child Syndrome yaitu: “setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh lain”. Di sini yang diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya luka berat saja, tetapi termasuk juga

1 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, Cet-1 edisi IV, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), h. 46.

2 Bagong Suyanto, “Masalah Sosial Anak”, Cet-3, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 28.

(26)

luka memar atau membengkak sekalipun dan diikuti kegagalan anak untuk berkembang baik secara fisik maupun intelektualnya.

3

1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Hukum Islam Hukum Islam salah satu norma yang dianut oleh masyarakat di Indonesia perlu diintensifkan untuk dijadikan salah satu piranti oleh negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari bentuk- bentuk kekerasan dan tindak eksploitasi. Sebab, di dalam norma hukum Islam terdapat nilai transendental yang hakiki dan memiliki keunggulan dan kelebihan tersendiri. Hal ini menyebabkan para penganutnya lebih yakin jika ajaran agama dipahami dengan baik, maka akan muncul jika agama tidak menghendaki terjadinya eksploitasi sesama manusia.

4

Islam dalam kontek kekinian lebih dikenal dengan sebutan Islamic law-pada dasarnya berisikan perintah-perintah suci dari Allah SWT bertujuan untuk mengatur aspek kehidupan setiap muslim dan meliputi materi-materi hukum secara murni serta materi-materi spiritual keagamaan.

5

Hukum Islam memiliki kontribusi yang sangat urgen dalam rangka menciptakan dan melaksanakan pembangunan manusia seutuhnya, yakni baik pembangunan dunia maupun pembangunan akhirat-di bidang materil, maupun di bidang mental-spiritual. Di sinilah terlihat jika ruang lingkup hukum Islam tidak ter-margin atau terbatas pada pemeluk dan penganutnya saja, akan tetapi mengakomodir setiap hak asasi manusia. Artinya, hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Hal tersebut juga telah ditegaskan di dalam Alquran sebagai

3 Bagong Suyanto, “Masalah Sosial Anak”, h. 27.

4 Siti Nurjanah, “Jurnal Keberpihakan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Anak”, Vol.

14, No. 2, 2017, h.421.

5Siti Nurjanah, “Jurnal Keberpihakan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Anak”, h.

392-393.

(27)

dasar hukum Islam yang utama, banyak memuat ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta larangan bagi seorang muslim untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

6

Kekerasan dalam hukum Islam bisa disebut juga dengan tindak pidana atas selain jiwa. Yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa, seperti dikemukakan Abdul Qadir Audah adalah setiap perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawanya. Pengertian ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan melawan hukum atas badan manusia, baik berupa pemotongan anggota badan, pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap tidak terganggu.

7

Dalam Hukum Islam tindakan kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran atas nilai-nilai ajaran agama. Hak seorang anak benar-benar dilindungi mulai dari dalam kandungan sampai berusia 18 tahun atau sampai menikah. Tetapi di sini masih ada toleransi sedikit

“kekerasan” yang boleh dilakukan selama hal itu tidak mempengaruhi terhadap perkembangan fisik dan mental sebagai sarana pendidikan terhadap anak. Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Serta mendapat perlindungan khusus dari kekerasan fisik, psikis dan seksual.

8

Pencederaan atau kekerasan adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau

6Siti Nurjanah, “Jurnal Keberpihakan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Anak”, h.

395.

7 Ahmad Wardi Muslich, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 179.

8Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1, No 2, Desember 2015, h. 223.

(28)

mencederai orang lain.

9

Menurut para fukaha, tindak pidana atas selain jiwa (penganiayaan) adalah setiap perbuatan menyakitkan yang mengenai badan seseorang, namun tidak mengakibatkan kematian. Ini adalah pendapat yang sangat teliti dan mampu memuat setiap bentuk melawan hukum dan kejahatan yang bisa digambarkan, sehingga masuk di dalamnya seperti melukai, memukul, mendorong, menarik, memeras, menekan, memotong rambut dan mencabutnya, dan lain-lain.

10

Dalam hukum Islam, tindak kekerasan fisik termasuk perbuatan jarimah, yaitu perbuatan yang melanggar hukum di mana pelakunya mendapat sanksi atau hukuman. Kekerasan yang dilakukan orang tua ini selain berimplikasi pada diberlakukannya hukum qisas atas orang tua, orang tua juga bisa dicabut kekuasaannya karena telah melalaikan tanggung jawabnya sebagai orang tua yang seharusnya mendidik, menjaga dan memeliharanya dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya. Selain itu dasarnya semua agama menolak kekerasan sebagai prinsip dalam melakukan suatu tindakan, karena kekerasan merupakan tindakan yang bersifat amoral yang menghendaki pemaksaan terhadap pihak lain yang berarti pelanggaran terhadap asas kebebasan dalam interaksi sosial.

11

Seperti firman Allah dalam surat Al-Qasas ayat 77 yang berbunyi:

ِغْبَت َلََو َنيِدِسْفُمْلا ُّب ِحُي َلَ َ َّاللَّ َّنِإ ۖ ِض ْرَ ْلْا يِف َداَسَفْلا

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Ayat ini memberikan pemahaman bahwa manusia dilarang membuat kerusakan di bumi ini. Kerusakan adalah segala sesuatu yang

9 Zainudin Ali, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 33.

10Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2008), h. 19.

11 Misaroh, “Kekeraasan Orang Tua dalam Mendidik Anak Perspektif Hukum Pidana Islam”, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 2, No. 2, Mei 2013, h. 263.

(29)

dapat membuat kerugian bagi pihak lain, sehingga Allah sangat membenci para pelaku kerusakan. Tindakan perusakan ini sendiri dapat menimpa apa saja dan siapa saja dan dalam bentuk apapun juga, seperti pembunuhan, penganiayaan dan perbuatan keji lainnya. Oleh sebab itu, keseriusan syariat Islam terhadap perlindungan anak adalah mutlak, tidak ada keraguan didalamnya dan mampu menjadi pelopor keberlangsungan hak asasi manusia di dunia.

Perlu dikemukakan di sini bahwa perhatian syariat Islam terhadap perlindungan anak sudah dimulai sejak kurang lebih 1398 tahun yang lalu. Islam selalu memelihara kepentingan anak bukan hanya setelah lahir, melainkan semenjak ia masih berada dalam kandungan. Islam secara khusus telah menggariskan hak-hak yang harus diberikan pada anak. Dalam Alquran surat al-Balad ayat 1, 2, dan 3:

ٓاَل

ُٓمِسْقُا ٓ اَذ ٰهِب ٓ

ٓ ِدَلَبْلا ٓ

ٓ ١

َٓتْنَا َو ٓٓ

ٓ ل ِح ٓٓ

اَذ ٰهِب ٓ

ٓ ِدَلَبْلا ٓ

ٓٓ

٢

ٓ دِلا َو َو ٓ

ٓاَم َّو ٓ

ٓ َدَل َو ٓٓ

ٓ ٣

"Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah). Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini. Dan demi bapak dan anaknya." (Q.S. al-Balad:1-3).

Dalam ayat di atas Allah Swt telah bersumpah dengan anak sebagai bukti kecintaan Tuhan terhadap anak. Pelajaran yang diberitahu oleh Allah Swt melalui sumpah-Nya, bahwa Allah Swt memenuhi janji -Nya untuk penaklukan kota Mekkah dari tangan kafir Quraiys, menyelamatkan manusia dan juga anak-anak.

12

Hukum Islam melarang semua bentuk kekerasan fisik terhadap anak, akan tetapi dalam permasalahan tertentu dan dalam aturan tertentu diperbolehkan menggunakan tindakan ta’dib (pengajaran) demi kemaslahatan anak untuk masa depan. Terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud Rasulullah menyampaikan:

12 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, Jurnal Ilmiah Syariah, Vol 15, No. 2, 2016, h.116.

(30)

ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق لاق هدج نع هيبأ نع بيعش نب ورمع نع نس عبس ءانبأ مهو ةلاصل اب مكدلاوأ اورم رشع ءانبأ مهو اهيلع مهوبرضاو ني

نينس )دود وبا هور( عجاضملا يف مهنيب اوقرفو

“Dari ‘Umar bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata:

Rasulullah SAW telah bersabda: “Suruhlah anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia apabila meninggalkan shalat bila telah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan) masing-masing”. (H.R. Abu Dawud).

Syekh Jalaludin al-Mahali menyampaikan, apabila anak telah berumur 7 tahun maka orang tua sudah boleh memerintahkan anaknya shalat dan dipukul apabila ia berumur 10 tahun (apabila meninggalkannya). Memukul adalah kewajiban bagi para wali (ayah atau kakek atau orang yang telah diberi wasiat atau penanggung jawab).

Shalat merupakan kewajiban yang telah menjadi beban taklif bagi manusia yang telah dewasa (akil baligh), usia itu penulis perkirakan umur 10 tahun sesuai dengan Hadis, karena tidak mungkin hukum diterapkan pada anak yang belum dewasa.

13

hukum pidana Islam membenarkan pengajaran walaupun dalam bentuk pemukulan asalkan tidak dalam konteks penganiayaan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan bagi anak. Akan tetapi jika terlepas dari ketentuan yang telah diuraikan di atas maka kekerasan tersebut termasuk tindak pidana penganiayaan dalam hukum pidana Islam.

14

Dalam pidana hukum Islam, tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak ini bisa tergolong pada tindak pidana penganiayaan karena mengakibatkan kerusakan bagi tubuh anak juga bisa tergolong tindak pidana pembunuhan jika kekerasan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa anak. Menurut para fuqaha tindak pidana penganiayaan adalah

13 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, Jurnal Ilmiah Syariah, Vol 15, No. 2, 2016, h. 120-121.

14 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, h. 122.

(31)

setiap perbuatan yang menyakitkan mengenai badan seseorang namun tidak mengakibatkan kematian. Ini pendapat yang sangat teliti dan mampu memuat setiap bentuk melawan hukum dan kejahatan yang bisa digambarkan, sehingga masuk di dalamnya: melukai, memukul, mendorong, menarik, memeras, menekan, memotong rambut, mencabut rambut dan lain-lain.

15

Tindak pidana penganiayaan ini terbagi menjadi tindak pidana penganiayaan sengaja dan tidak sengaja. Penganiayaan sengaja adalah perbuatan yang dilakukan pelaku secara sengaja dengan maksud melawan hukum. Misalnya: seorang guru yang memukul muridnya dengan tujuan menganiaya muridnya. Adapun tindak pidana penganiayaan yang tidak sengaja yaitu perbuatan yang dilakukan pelaku tanpa ada niat untuk melawan hukum. Misalnya: seorang melempar batu tanpa ia sadari batu tersebut mengenai anak kecil.

16

2. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang

No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasaan kemerdekaan secara melawan hukum.

17

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

18

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya atau keluarga

15 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, h. 123-124.

16 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, h. 124.

17 Pasal 15a Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undng-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 5.

18 Pasal 1 (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undng-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

(32)

sedarah dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai dengan derajat ketiga.

19

Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung atau ayah dan/atau ibu tiri atau ayah dan/atau ibu angkat.

20

Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

21

Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

22

Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

23

Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan dan kesehatan karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

24

Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat serta minatnya.

25

Dari keterangan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kekerasan terhadap anak adalah perbuatan menyakiti badan anak tetapi tidak

19 Pasal 1 (3) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

20 Pasal 1 (4) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

21 Pasal 1 (5) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

22 Pasal 1 (6) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 3.

23 Pasal 1 (9) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 4.

24Pasal 1 (10) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 4.

25Pasal 1 (11) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h. 4.

(33)

sampai menimbulkan kematian. Kekerasan yang terjadi terhadap anak seperti memukul, mencambak rambut, menyulut benda panas, mendorong, menarik dan kekerasan lainnya.

B. Bentuk- Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Terry E. Lawson, psikiater anak yang dikutip rakhmat dalam baihaqi mengklarifikasikan kekerasan terhadap anak (child abuse) menjadi empat bentuk, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Sementara itu, Suharto mengelompokkan child abuse menjadi:

physical abuse (kekerasan secara fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan secara seksual), dan social abuse (kekerasan secara sosial).

26

Keempat bentuk child abuse ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kekerasan Secara Fisik

Kekerasan anak secara fisik, yaitu penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda- benda tertentu yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah di sembarang tempat, memecahkan barang berharga.

27

Kekerasan fisik seperti berupa tamparan, pemukulan berlebihan dan sebagainya, yang biasanya dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, akibat dari kekerasan ini anak sering mengalami trauma ketakutan yang selalu

26 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, Cet-1 edisi IV, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), h. 49.

27 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, h. 49.

(34)

mencekam, hal ini berpengaruh pada tingkat perkembangannya di kemudian hari.

28

2. Kekerasan Secara Psikis

Kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.

29

Kekerasan psikis, psychological abuse bisa berpengaruh pada adanya perasaan selalu cemas dirasakan oleh si anak, selalu terkejut, depresi, apatis, kurang responsif, agresi kuat dan kelakuan abnurmal lainnya dibanding anak seusianya. Ini disebabkan karena anak selalu dipenjarakan dalam kebebasannya, dibentak bahkan dikerdilkan, ini sungguh pengalaman yang sangat jelek sekali bagi si anak, si anak akan menjadi pemalu dan hilang kepercayaan dirinya di antara teman seusianya.

30

3. Kekerasan Secara Seksual

Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan pra-kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).

31

Yang tergolong dalam kekerasan seksual terhadap anak di antaranya adalah: mempertontonkan anak kepada hal-hal pornografi misalnya situs/gambar/ film/bacaan porno, mempertontonkan anak kepada aktivitas seksual misalnya intercourse, mengarahkan anak kepada tindakan/gerakan seksual, mempertontonkan

28 Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1, No 2, 2015, h. 224-225

29 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, h. 50.

30 Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, h. 225.

31 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, h. 50.

(35)

alat kelamin kepada anak (exhibitionism), berhubungan seksual dengan anak, meraba-raba atau memainkan organ vital anak, melakukan sodomi terhadap anak, mengintip dan memata-matai anak ketika sedang mandi (voyeurism), memandikan anak di atas usia 5 tahun sehingga anak tidak pernah merasa malu, memotret anak dalam keadaan telanjang, menyebarkan potret anak dalam keadaan telanjang, mengajarkan anak masturbasi, memaksa anak meraba alat kelamin pelaku dan semua tindakan yang bertujuan mengeksploitasi anak secara seksual.

32

Tanda- tanda anak mengalami kekerasan seksual: mempunyai minat atau pengetahuan yang tidak biasa tentang perilaku seksual, pergaulan bebas, prostitusi remaja, kehamilan di luar pernikahan, infeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), kesulitan berjalan atau duduk, mengeluh kesakitan saat akan buang air besar maupun kecil, memiliki perubahan pola perilaku dan emosi, menjadi sangat pasif atau sangat agresif, anak membuat gambar seksual yang tidak pantas untuk usia mereka, anak membenci sejenis/lawan jenisnya, kesulitan berkonsentrasi belajar di sekolah dan anak mengatakan/ menunjukkan keinginan untuk mengakhiri hidup.

33

Kekerasan seksual bisa berupa pemerkosaan, pencabulan, sodomi terhadap anak, banyak media mengabarkan tentang hal ini, padahal terdapat dampak buruk yang diakibatkan dari perbuatan ini, diantaranya adalah: (1) terjangkitnya penyakit menular seksual, anak bisa menjadi pemalu, selalu mengurung diri dan bahkan kalau tidak dapat diselamatkan mengancam terhadap kematian. (2) kehamilan yang tidak direncanakan, ini justru menjadi aib bagi masyarakat padahal pelakunya adalah masyarakat juga. (3) vagina nyeri/ luka, dan terjadinya pendarahan oleh karena seorang anak masih belum siap untuk melakukan hubungan sebadan, keadaan demikian menghancurkan

32 Suzie Sugijokanto, “Cegah Kekerasan pada Anak”, (Jakarta: PT Eleksmdia Komputindo, 2014), h. 53-54.

33 Suzie Sugijokanto, “Cegah Kekerasan pada Anak”, h. 58-59.

(36)

kehidupan anak di masa depan, memang, masa depan adalah sebuah proses, tapi masa sekarang sungguh sangat menyakitkan yang tidak bisa terbayangkan bagi si korban. (4) perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, perasaan ini selalu datang menghantui seorang anak korban kekerasan tersebut akibat terdapat perasaan takut yang berlebihan kepada orang lain, tumbuhlah anak menjadi penakut karena trauma mendalam, dan bisa jadi si anak terasingkan dari dunia kecilnya. (5) gangguan stres pasca trauma mendalam tersebut, hal ini memicu pada kehidupan yang makin suram kedepan, kecerdasan pemikirannya di bawah rata-rata seusianya, sungguh memalukan, dan (6) banyak mengalami kesulitan-kesulitan baik di sekolah, lingkungan sekitar karena termarjinalkan dari hubungan antar teman sebayanya, terutama karena penyakit menular seksual yang dideritanya.

34

4. Kekerasan Secara Sosial

Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya, anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan layak.

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis, dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata atau

34 Gandik Siswono, “Kasus-kasus dan Penanganan anak korban kekerasan”, (Surabaya:

Biro Mintal Spiritual PPT, 2007), h. 6

(37)

dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

35

Penelantaran anak jangan sampai terjadi apalagi dalam masalah pendidikan, berilah kesempatan pada anak untuk bersekolah, jadikan sekolah sebagai lingkungan yang ramah terhadap anak sehingga bisa memperoleh pendidikan dengan baik, berproses diri untuk merubah sikap dan prilaku ke arah lebih baik serta tumbuh berkembang potensi yang dimilikinya, jauh dari segala bentuk tindak kekerasan, apalagi sampai dilakukan oleh sang guru.

36

Menurut Tammi Prastowo, bentuk kekerasan terhadap anak yang lazim ditemukan sebagai berikut:

a. Kekerasan dalam bentuk fisik, seperti pemukulan, penganiayaan, penganiayaan berat yang menyebabkan jatuh sakit, bahkan kematian.

b. Kekerasan psikis, seperti ancaman, pelecehan, sikap kurang menyenangkan yang menyebabkan rasa takut, rendah diri, trauma, depresi, atau gila.

c. Kekerasan ekonomi, misalnya melantarkan anak.

d. Kekerasan seksual berbentuk pelecehan seksual, pencabulan dan pemerkosaan.

e. Eksploitasi kerja dan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

f. Eksploitasi seksual komersial anak.

g. Perdagangan anak.

37

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan

Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak-anak sesungguhnya dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu faktor kondisi sang anak sendiri, faktor orang tua dan faktor lingkungan.

38

35 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, h. 50.

36 Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, h. 225.

37 Tammi Prastowo, “Waspadai Kekerasan di Sekitar Kita”, (Kalimantan Barat: PT.

Maraga Borneo Tarigas, 2018), h. 31.

38 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 35.

(38)

1. Faktor Kondisi Anak

Kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak anak dapat terjadi karena faktor pada anak, seperti: anak yang mengalami kelahiran prematur, anak yang mengalami sakit sehingga mendatangkan masalah, hubungan yang tidak harmonis sehingga memengaruhi watak, adanya proses kehamilan atau kelahiran yang sulit, kehadiran anak yang tidak dikehendaki, anak yang mengalami cacat baik mental maupun fisik, anak yang sulit diatur sikapnya dan anak yang meminta perhatian khusus.

39

2. Faktor Orang Tua

Faktor pada orang tua meliputi: pernah tidak orang tua mengalami kekerasan atau penganiayaan sewaktu kecil, menganggur atau karena pendapatan tidak mencukupi, pecandu narkotika atau peminum alkohol, pengasingan sosial atau dikucilkan, waktu senggang yang terbatas, karakter pribadi yang belum matang, mengalami gangguan emosi atau kekacauan urat saraf yang lain, mengidap penyakit jiwa, sering kali menderita gangguan kepribadian, berusia terlalu muda sehingga belum matang, terutama sekali mereka yang mendapatkan anak sebelum usia 20 tahun. Kebanyakan orang tua dari kelompok ini kurang memahami kebutuhan anak dan mengira bahwa anak dapat memenuhi perasaannya sendiri dan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah.

40

3. Faktor Lingkungan Sosial

Faktor lingkungan sosial seperti: kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri, status wanita yang rendah, nilai masyarakat yang terlalu individualistis dan sebagainya.

41

Kasus kekerasan fisik, psikis dan seksual terhadap anak sebagian besar terjadi karena alasan kemiskinan dan tekanan hidup. Faktor kemiskinan dan

39 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 35.

40 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 35.

41 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 36.

Gambar

Gambar 3.1: Peta Wilayah Kelurahan Jati Padang  1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan kerja yang lebih baik antara komunikasi antar pribadi guru dan motivasi kerja guru di SMUK BPK PENABUR Jakarta,

Perencanaan Teknis Lanjutan Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Klas IA Kupang Sesuai Prototype Tahap III (

1. Teori Pengondisian Klasik. Dikemukakan oleh Paplov. Hasil percobaanya terhadap anjing mengenai keterkaitan antara stimulus dan respon menunjukkan bahwa stimulus yang

Masalah yang terdapat pada siswa kelas IV MI Miftahul Huda Soga Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata

Kegiatan unsur pengembangan profesi yang dapat dilakukan pusatkawan karena; (1) nilai angka kredit pada pengembangan profesi angkanya besar, (2) hampir semua butir-butir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemerintah dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok di Kota Makassar melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam

Tahap- tahap analisis data yang akan dilakukan antara lain mengumpulkan data - data diperusahaan, menganalisis setiap biaya-biaya lingkungan yang dicatat oleh PG

2) Penyelenggaraan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Peneliti. Dengan kewenangan ini, LIPI melalui Pusbindiklat Peneliti harus dapate. merumuskan akreditasi penilaian