• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONDISI EXISTING DAN PENGEMBANGAN MODEL BISNIS DALAM SEKTOR PARIWISATA (Studi Kasus Pariwisata di Kota Wisata Batu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KONDISI EXISTING DAN PENGEMBANGAN MODEL BISNIS DALAM SEKTOR PARIWISATA (Studi Kasus Pariwisata di Kota Wisata Batu)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 169

ANALISIS KONDISI EXISTING DAN PENGEMBANGAN MODEL BISNIS DALAM SEKTOR PARIWISATA

(Studi Kasus Pariwisata di Kota Wisata Batu)

Robiatul Al Adawiyah Mohammad Iqbal Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya Malang

Email: robiatuladawiyah148@gmail.com

ABSTRACT

Kota Wisata Batu (KWB) is one of the cities in Indonesia that began to improve tourism as an industry to develop its economic sector. The growth of the economic sector that occurs through the development of attractions, accessibilities, and amenities in the tourism sector. Increasing the growth of these efforts requires a specific strategy to design an appropriate business model. Preparation of business model in this research is using Business Model Canvas (BMC). BMC is used to maping the business model of tourism industry in KWB into nine building blocks business model canvas. This mapping is to determine the nine BMC building blocks within the macro (environment) in KWB. This research uses exploratory research with qualitative approach.

The interviewees are as many as 20 people who are tourism stakeholder in KWB, consisting of private and public sectors. Data analysis used consists of four stages: data collection, data reduction, data presentation and conclusion. The results showed that the use of BMC to analyze the existing condition of tourism industry in KWB proved useful. BMC analysis can describe the current business condition applied in KWB for further improvement by emphasizing value added as part of the management of technology development.

Keywords: Business Model Canvas (BMC), Tourism Business, Kota Wisata Batu.

ABSTRAK

Kota Wisata Batu merupakan salah satu kota di Indonesia yang mulai berbenah dengan menjadikan pariwisata sebagai suatu industri untuk mengembangkan sektor perekonomiannya. Pertumbuhan sektor perekonomian yang terjadi yaitu melalui pengembangan attractions, accessibilities, dan amenities dalam sektor pariwisata.

Peningkatan pertumbuhan usaha-usaha ini membutuhkan strategi khusus untuk mendesain suatu model bisnis yang tepat. Penyusunan model bisnis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan Business Model Canvas (BMC). BMC digunakan untuk memetakan model bisnis industri pariwisata di Kota Wisata Batu kedalam nine building blocks kanvas model bisnis. Pemetaan ini dilakukan untuk menetapkan kesembilan blok bangunanan BMC dalam lingkup makro (environment) di Kota Wisata Batu. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian exploratory research dengan pendekatan kualitatif. Narasumber yaitu sebanyak 20 orang yang merupakan stakeholder pariwisata di Kota Wisata Batu, terdiri dari sektor privat dan sektor publik. Analisis data yang digunakan terdiri dari empat tahap, berupa: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan analisis Business Model Canvas (BMC) untuk menganalisis kondisi eksisting industri pariwisata di Kota Wisata Batu terbukti bermanfaat. Analisis BMC dapat menggambarkan kondisi bisnis yang sekarang diterapkan oleh Kota Batu untuk selanjutnya dilakukan perbaikan dengan menekankan pertambahann nilai sebagai bagaian dari pengelolaan pengembangan teknologi.

Kata Kunci: Business Model Canvas (BMC), Bisnis Pariwisata, Kota Wisata Batu.

(2)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 170

PENDAHULUAN

Perkembangan pariwisata global dewasa ini semakin menunjukkan existence-nya. Kegiatan pariwisata yang awalnya hanya dipandang sebagai suatu kegiatan dalam membahagiakan diri (plesure) dan menghabiskan waktu luang (leisure), kini berkembang menjadi suatu industri besar dalam tataran perekonomian suatu bangsa atau negara. Menurut Pitana dan Diarta (2009) pariwisata mulai menunjukkan perkembangan pesatnya sejak berakhirnya Perang Dunia II, dimana pertumbuhan pariwisata saat itu menjadi salah satu kekuatan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Selanjutnya, pada tahun-tahun berikutnya kegiatan pariwisata mulai berkembang di lingkup yang lebih luas, sehingga terciptalah suatu industri pariwisata.

Industri pariwisata dianggap mampu menjadi pendorong perekonomian terhadap sektor-sektor yang terlibat di dalamnya. Sektor-sektor utama dalam industri pariwisata yaitu: a) sektor pemasaran (the marketing sector), b) sektor perhubungan (the carrier sector), c) sektor akomodasi (the acommodation sector), d) sektor daya tarik atau atraksi wisata (the attraction sector), e) sektor tur operator (the tour operator sector), f) sektor pendukung atau rupa-rupa (the miscellaneous sector), dan g) sektor pengkoordinasi atau regulator (the coordinating sector) (Leiper, 1990). Sektor-sektor ini memberikan dampak positif bagi perkembangan perekonomian dunia, yaitu dengan meningkatkan perolehan Gross Domestic Product (GDP), memberikan kontribusi terhadap investasi kapital dunia, dan kontribusi terhadap peningkatan pembayaran pajak (Hakim, 2004). Dampak- dampak positif inilah yang akhirnya menjadikan banyak negara di dunia mengembangkan sektor pariwisata sebagai sektor pendorong kegiatan ekonominya, terutama bagi negara-negara berkembang. Salah satu negara berkembang yang serius menata industri pariwisatanya untuk dijadikan sebagai leading sector dalam pengembangan ekonominya adalah Indonesia.

Indonesia merupakan suatu negara kepulaun dengan kekayaan biodiversity alamiahnya yang memukau. Kondisi ini diperkuat dengan pembentukan Dirjen Pariwisata dalam Departemen Perhubungan pada Pelita I yang menjadikan kegiatan pariwisata di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat pesat dari Tahun 1989-1993 (Dirjen Imigrasi, Deparpoatel BPS, 1993). Akan tetapi, pada Tahun 1997-1998 menjadi masa sulit

bagi kegiatan pariwisata Indonesia.

Ketidakstabilan politik menjadi alasan melemahnya sektor pariwisata Indonesia hingga ke titik terendahnya, yaitu sebesar -11,16% (Hakim, 2004). Kemerosotan pembangunan pariwisata ini tidak menyurutkan semangat pemerintah selanjutnya menjadikan pariwisata sebagai salah satu leading sector dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Kegiatan pariwisata di Indonesia diharapkan mampu untuk meningkatkan penerimaan Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal, meningkatkan devisaa negara, dan meningkatkan indeks daya saing global. Agar tujuan ini dapat dicapai, diperlukannya suatu pemodelan bisnis yang tepat.

Tujuan dari penerapan model bisnis di perusahaan maupun organisasi terbukti memiliki banyak manfaat. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan dirangkum dalam 4 (empat) hal berikut ini: a) memudahkan perencana dalam mengambil keputusan yang logis, b) digunakan sebagai alat untuk menguji konsistensi hubungan dalam suatu komponen-komponen model bisnis, c) digunakan sebagai alat uji pasar dan asumsi dalam pengembangan bisnis, dan d) menunjukkan perubahan-perubahan dalam perusahaan atau organisasi beserta konsekuensi dari perubahan tersebut (www.akselerasi.id). Model bisnis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan Business Model Canvas (BMC).

BMC direperesentasikan sebagai suatu model bisnis yang menggunakan sembilan blok bangunan dalam menggambarkan dan memetakan model bisnis suatu perusahaan atau organisasi.

Sembilan elemen model bisnis dalam BMC, yaitu:

a) proporsi nilai (value proposition), b) segmentasi pelanggan (customer segment), c) saluran distribusi (channel), d) hubungan pelanggan (customer relationships), e) arus pendaapatan (revenue stream), f) sumber daya utama (key resource), g) kegiatan utama (key activity), h) mitra kerja utama (key partnership), dan i) struktur biaya (cost structure) (Osterwalder dan Pigneur, 2010).

Penggunaan pendekatan BMC dalam penelitian ini digunakan untuk memetakan industri pariwisata yang ada di Kota Wisata Batu.

Kota Wisata Batu dipilih sebagai lokasi penelitian ini karena reputasinya sebagai kota wisata yang masih baru akan tetapi mendapat respon yang positif di kalangan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Sebelum menjadi kota wisata seperti sekarang ini, Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang hingga

(3)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 171

pada Tahun 2001, Kota Batu ditetapkan sebagai daerah otonom sendiri dan terpisah dari Kabupaten Malang. Sebagai suatu kota yang mandiri, Kota Batu yang awalnya hanya mengandalkan hasil alam dari pertanian dan perkebunan mengembangkan diri dengan menjadikan pariwisata sebagai salah satu penggerak perekonomian daerahnya. Perkembangan pariwisata di Kota Batu didukung oleh kondisi geografis dan kemudahan investasi bagi sektor swasta, sehingga dalam waktu yang relatif singkat Kota Batu mampu mengembangkan berbagai macam kegiatan wisata. Kegiatan-kegiatan pariwisata di Kota Batu akan lebih terarah apabila dikemas dalam suatu model bisnis sehingga dapat tercapai tujuan bagi semua pihak. Dari pemaparan inilah, peneliti melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Kondisi Existing dan Pengembangan Model Bisnis dalam Sektor Pariwisata (Studi Kasus Pariwisata di Kota Wisata Batu)”.

KAJIAN PUSTAKA

Business Model Canvas (BMC)

Osterwalder dan Pigneur (2010) menggambarkan BMC melalui sembilan blok bangunan dasar yang menunjukkan logika bagaimana sebuah perusahaan atau organisasi dalam menciptakan nilai atau keuntungan. Elemen- elemen yang terkandung dalam BMC yaitu: value proposition, customer segment, channel, customer relationship, revenue stream, key resource, key activity, key partnership, dan cost structure.

Kesembilan blok bangunan ini merupakan rangkuman dari empat elemen utama bisnis, yaitu pelanggan, penawaran, infrastruktur dan kelayakan keuangan.

Konsep BMC sendiri, yaitu disusun untuk mempermudah pengambil keputusan dalam mempelajari model bisnis yang saat ini digunakan dan inovasi di masa depan. Lebih jauh BMC memberikan gambaran mengenai dasar pemikiran tentang penciptaan nilai, penyaluran atau pendistribusian, dan penerimaan laba. Sehingga, saat ini pendekatan BMC umum digunakan sebagai konsep model binis dalam rangka pembuatan suatu alternatif strategi baru bagi perusahaan maupun organisasi.

Strategic Management

Stategic management atau manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang (Hunger dan Wheelen, 2003). Manajemen strategis yang

diterapkan oleh suatu perusahaan atau organisasi harus mampu menjawab permasalahan dan memberikan suatu perubahan yang nantinya akan mengubah manajemen suatu perusahaan atau organisasi menjadi lebih baik. Oleh karena itu, menurut Kuncoro (2011) suatu manajemen strategis harus memiliki empat atribut utama.

Pertama, manajemen strategis harus digunakan dalam rangka penetapan tujuan dan sasaran perusahaan atau organisasi. Kedua, penetapan keputusan dalam manajemen starategis harus melibatkan seluruh stakeholder. Ketiga, diperlukannya suatu creative tension yang dimiliki oleh pimpinan manajemen. Terakhir, yaitu perlunya penyelesaian pekerjaan yang efektif dan efisien dalam manajemen.

Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT) Analysis

Analisis SWOT merupakan identifikasi faktor-faktor strategis perusahaan. Faktor-faktor stretegis perusahaan ini berkaitan dengan proses pengambilan keputusan strategis yang meliputi:

pengembangan masalah, penetapan tujuan, sasaran dan kebijakan perusahaan. Penggunaan analisis ini diimplementasikan melalui suatu logika yang memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) dan secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weakness) dan tantangan (threat).

Penggunaan analisis SWOT bermanfaat untuk memperoleh informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok permasalahan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok permasalahan eksternal (peluang dan tantangan).

Untuk memudahkan peneliti dalam menggunakan analisis SWOT, maka perlu dibuat suatu matrix SWOT. Menurut Rangkuti (2005) matrix SWOT digunakan untuk menggambarkan secara jelas bagaimana keempat unsur SWOT saling menyesuaikan agar diperoleh suatu alternatif strategi bisnis yang baru dan dibutuhkan oleh perusahaan atau organisasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian exploratory research dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian ini dilakukan dengan observasi atau pengamatan langsung dan wawancara pada lokasi dan situs penelitian dengan bantuan alat dokumentasi, catatan lapangan dan alat bantu lainnya. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.

Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 20

(4)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 172

responden berupa stakeholder pariwisata Kota Wisata Batu yang terdiri dari sektor publik dan sektor privat. Analisis data yang digunakan yaitu berupa: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Validitas kualitatif yang dilakukan yaitu melalui triangulasi sumber dan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti (a peer de briefer).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Bisnis Pariwisata di Kota Wisata Batu Menggunakan Business Model Canvas (BMC)

a. Value Propositions

Value proposition merupakan nilai tambah yang diberikan kepada pelanggan yang terdiri dari produk dan jasa (Osterwalder dan Pigneur, 2010).

Proporsi nilai yang ditawarkan oleh Kota Batu yakni meliputi kemudahan investasi dan kegiatan wisata yang bernuansa “Shinning Batu”. Desain value proposritions yang digunakan oleh Kota Batu dalam menarik kunjungan wisatawan yaitu menggunakan elemen kinerja (performance).

Desain value proposition yang ditawarkan oleh Kota Batu terangkum dalam tagline wisata

”Shinning Batu”. Shinning Batu sendiri merepresentasikan nilai tambah yang ditawarkan oleh Kota Batu yaitu, meliputi: perasaan relax, penawaran akan susasana yang berbeda (difference atrmosphere), mendapatkan ilmu pengetahuan baru (new knowledge), dan memberikan perasaan bangga (prestige) kepada wisatawan. Osterwalder dan Pigneur (2010) menjelaskan bahwa kinerja (performance) merupakan cara yang umum digunakan dalam model bisnis sebagai proses untuk menciptakan nilai.

b. Customer Segments

Customer segment merupakan individu maupun sekelompok individu yang membeli dan/

menggunakan produk dan/ jasa sesuai dengan keinginan, sumber daya, lokasi, dan kebiasaan membeli yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan yang unik dari masing-masing individu atau sekelompok individu tersebut (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Customer segment Kota Wisata Batu terdiri dari segmen pelanggan wisatawan dan investor (business sector). Kedua segmentasi pelanggan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Segementasi pelanggan jenis ini merupakan model dari pola bisnis menggunakan multisides pattern.

Multisides pattern atau platform bersisi banyak merupakan platform yang mempertemukan

dua atau lebih kelompok pelanggan yang berbeda tetapi saling bergantung (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Dengan menggunakan pola model bisnis ini, Kota Wisata Batu mempertemukan dua segmen pelanggan yang berbeda yakni antara penyedia jasa wisata dengan wisatawan. Penyedia jasa wisata dan wisatawan di Kota Wisata Batu ini tidak dapat berdiri sendiri, keduanya saling terkait dan saling membutuhkan.

c. Channels

Channel merupakan saluran distribusi berupa saluran komunikasi, distribusi dan jaringan penjual (sales) untuk berhubungan dengan segmen pelanggan (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Kota Wisata Batu membagi channels ke dalam dua pendekatan berdasarkan segmentasi pelanggan yang telah ditetapkan. Metode atau cara yang digunakan dalam penyaluran komunikasi, distribusi, dan jaringan pennjual yaitu terdiri dari metode online dan offline.

Metode online yang digunakan yaitu melalui website dan social media. Sedankgan untuk metode offline yaitu melalui pemerintah daerah, bekerjasama dengan biro iklan milik perusahaan swasta (private sector), dan wisatawan melalui kegiatan pemasaran word of mouth (WOM).

Saluran distribusi ini memiliki peranan penting didalam suatu model binis, yakini: sebagai sarana untuk meingkatkan kesadaran pelanggan terhadap jasa maupun produk yang ditawarkan oleh perusahaan, sarana evalusi value propositions, sarana untuk pengembangan nilai tambah oleh pelanggan, dan sarana pendukung purna jual (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Akan tetapi, fungsi ini bermanfaat apabila sesuai dengan segmen pelanggan yang menjadi sasaran perusahaan.

d. Customer Relationships

Customer relationship merupakan model atau jenis hubungan yang ingin dijalin perusahaan atau organisasi dengan segmen pelanggan spesifik (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Customer relationships yang diterapkan oleh Kota Wisata Batu dalam menjalin hubungan dengan segmen pelanggannya yaitu berupa pelayanan yang memuaskan dan pembangunan 3A pariwisata.

Komponen-kompenen 3A pariwisata yakni meliputi attractions (atraksi wisata), accessibilities (aksesibilitas), dan amenity (amenitas) (Yoeti, 1997).

Customer relationships di Kota Wisata Batu dibentuk berdasarkan motivasi yang berlandaskan

(5)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 173

pada customer acquisition. Osterwalder dan Pigneur (2010) menjelaskan customer acquisition merupakan pencarian terhadap pelanggan baru, baik dari pelanggan kompetitor maupun menjadikan yang sebelumnya bukan pelanggan siapapun menjadi bagian dari pelanggan kita.

Sedangkan, jenis hubungan yang dibangun yaitu menggunakan tipe self service.

e. Revenue Streams

Revenue stream merupakan pendapatan yang diterima perusahaan dari masing-masing segmen pelanggan yang ada (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Revenue streams Kota Wisata Batu yang diperoleh dari industri pariwisata yaitu melalui pajak, retribusi, dan investasi. Adapun komponen- komponen apa saja yang menjadi arus penerimaan uang Kota Wisata Batu di dalam industri pariwisata telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Kota Batu. Akan tetapi, uang yang diperoleh ini bukan merupakan representasi dari keuntungan. Karena keuntungan baru bisa dihitung setelah dikurangi dengan biaya-biaya usaha yang terjadi.

f. Key Resources

Key resource merupakan sumber daya utama yang dibutuhkan oleh perusahaan agar model bisnis dapat berjalan (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Key resources sendiri dapat berupa benda fisik, finansial, intelektual, maupun manusia. Kota Wisata Batu memiliki sumber daya utama yang menopang industri pariwisatanya, yaitu berupa sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan sumber daya buatan (SDB).

SDA yang dimiliki oleh Kota Wisata Batu yaitu berupa kondisi geografis dan topografis yang menarik dan didukung oleh suhu udara yang sejuk.

Kemudian, untuk SDM yang dimiliki oleh Kota Wisata Batu yaitu berupa jumlah angkatan kerja di Kota Batu sebanyak 105.469 jiwa pada 2016, dengan jumlah pekerja sebanyak 100.970 jiwa.

Dan terakhir, SDB Kota Wisata Batu yaitu berupa sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah daerah maupun investor, baik sarana prasaran umum maupun sarana dan prasarana pariwisata.

g. Key Activities

Key activity merupakan kegiatan-kegiatan utama apa saja yang perlu dilakukan oleh perusahaan maupun organisasi agar dapat memberikan value propositions dan customer relationshps yang baik kepada segmen pelanggan

(Osterwalder dan Pigneur, 2010). Aktivitas utama yang dilakukan oleh Kota Wisata Batu dalam rangka menjalankan model bisnis pariwisatanya yaitu meliputi: pembangunan 3A pariwisata, pengolahan sumber daya (SDA, SDM, dan SDB), promosi dan penjualan, dan penyelenggaraan event dan festival pariwisata. Kegiatan-kegiatan utama ini harus dilakukan berdasarkan kelayakan finansial, kelayakan sosial ekonomi regional, kelayakan teknis, dan kelayakan lingkungan (Yoeti, 1997).

h. Key Partnerships

Key partnership merupakan mitra utama dalam bisnis (misalnya supplier) yang membantu dalam proses berjalannya suatu model bisnis (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Mitra utama Kota Wisata Batu dalam mengembangkan industri pariwisatanya yaitu dengan menggandeng: sektor publik, sektor privat, asosiasi, komunitas, dan media atau content partner. Melalui mitra utama inilah kerjasama pengembangan Kota Batu menjadi Kota Wisata Batu dapat tercapai.

Sektor publik yang dimaksud yaitu Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi, Dinas Pariwisata Kabupaten atau Kota lain, dan dinas-dinas lintas sektor yang masih berkaitan dengan usaha pengembangan dan promosi pariwisata Kota Wisata Batu. Untuk sektor privat yang dimaksud yaitu perusahaan- perusahaan yang berhubungan dengan desain tata kota, pengadaan alat dan barang, dan usaha-usaha yang berhubungan dengan promosi dan pemasaran, khususnya pariwisata. Asosiasi dan komunitas yang terkait yaitu: Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Perhimpunan Pengusaha Pariwista Indonesia (PPPI), Batu Guide Community (BGC), komunitas seni dan budaya Kota Batu, dsb. Sedeangkan untuk media yaitu terdiri dari media elektronik dan media cetak.

i. Cost Structures

Cost structure merupakan komponen- komponen biaya yang digunakan agar perusahaan atau organisasi dapat berjalan sesuai dengan model bisnisnya (Osterwalder dan Pigneur, 2010).

Komponen dalam cost structure terbentuk dari pencipataan dan peningkatan value propositions, adanya customer relationships, dan mendapatkan revenue streams. Struktur biaya Kota Wisata Batu berdasarkan dari key resources, key activities dan key partnerships sehubungan dengan

(6)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 174

pembangunan dan pengembangan kegiatan pariwisatanya yaitu meliputi: biaya pembangunan 3A pariwisata, biaya pengelolaan sumber daya (SDA, SDM, dan SDB), biaya promosi dan pemasaran, dan biaya umum dan administrasi.

Evaluasi Rancangan Business Model Canvas (BMC) Kota Batu Menggunakan Analisis Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT)

Tabel 1. Analisis Strenght- Weakness- Opportunity- Threat (SWOT) Kota Wisata Batu

Sumber: hasil olahan peneliti (2017)

Rancangan Business Model Canvas (BMC) di Kota Batu setelah Diperbarui Menggunakan Analisis SWOT

a. New Value Propositions

New value propositions yang diterapkan oleh Kota Wisata Batu yaitu mengusung elemen newness dan performance sebagai inti dari pertambahan nilai pada value propositions existence yang sebelumnya. New value propositions yang ditetapkan oleh Kota Wisata Batu yakni dengan mengembangkan tagline wisata yang sudah ada yakni “Shinning Batu” menjadi

“Shinning Batu plus Smart Tourism”. Kegiatan smart tourism ini dilakukan melalui pengembangan suatu platform yang fokus terhadap kegiatan kepariwisataan yang ada di Kota Wisata Batu.

Platform ini merupakan suatu mobile application yang disertai dengan fitur pembantu atau asisten pribadi yang akan membantu penggunanya, terutamam wisatawan Kota Wisata Batu. Desain new value propositions ini dibangun berdasarkan inovasi nilai atau value creation untuk mempertahanakan fokus pariwisata dan jati diri kepariwisataan yang dimiliki oleh Kota Wisata Batu. Value creation sendiri dijelaskan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010) bahwa value creation membuat nilai tambah untuk segmen pelanggan melalui pencampuran elemen-elemen yang sesuai dengan kebutuhan segmen pelanggan.

b. New Customer Segments

New customer segments dalam model bisnis ini ditentukan berdasarkan segmented market, yaitu model bisnis yang mengelompokkan pelanggan dalam berbagai segmen yang memiliki kebutuhannya maupun masalah yang berbeda-beda (Osterwalder dan Pigneur 2010). Dalam model bisnis pariwisata di Kota Batu ini peneliti memberikan masukan berupa pemilihan segmen pasar spesifik melalui pendekatan geografis.

Pendekatan geografis itu sendiri merupakan segmentasi pasar yang cenderung membagi pelanggan berdasarkan wilayah tempat tinggal (Kotler, 1995).

c. New Channels

New channels dalam kanvas model bisnis di Kota Batu ini menyarankan beberapa tambahan distributor yang diharapkan dapat membantu Kota Batu dalam mencapai new value propositions yang ditawarkan oleh peneliti. Distributor baru ini terbagi dalam online channels dan offline channels.

Online channels yaitu berupa penerapan strategi konten yang dipopulerkan oleh David Armano (2010). Jadi, online channels yang ditambahkan ke dalam kanvas model bisnis Kota Batu yaitu meliputi: paid media, owned media/ properties, social media dan earned media.

Sedangkan dari offline channels yang ditambahkan yaitu meliputi: stasiun televisi, komunitas, dan masyarakat setempat. Offline channels ini ditetapkan karena kapabilitas mereka yang memungkinkan untuk dapat menjadi channels atau penyalur dalam tatanan kanvas model bisnis Kota Batu yang baru. Dengan semakin beragamnya channels yang dibangun, diharapkan mampu untuk menjangkau segmen- segmen pelanggan yang lebih luas pada umumnya, dan segmen pelanggan spesifik pada khususnya.

d. New Customer Relationships

New customer relationships yang dikembangkan di dalam kanvas model bisnis pariwisata Kota Batu yaitu melalui pengembangan motivasi dari hanya customer acquisitions menjadi customer acquisition, customer retentions, dan bossting sales (upselling). Retensi pelanggan dalam kepariwisataan di Kota Batu dilakukan melalui penetapan segmen pelanggan prioritas.

Yaitu dengan terus menerus mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tidak pindah kepada kompetitor (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Sedangkan boosting sales yang dilakukan yaitu berupa penambahan pengembagan ancillaries

(7)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 175

dan community involvement, sehingga model pembangunan 3A pariwisata berubah menjadi 4A+1C.

Sedangkan hubungan pelanggan Kota Batu yaitu dari self service menjadi personal assistance.

Hubungan bantuan personal ini didapatkan oleh pelanggan apabila telah mengunduh mobile applications Batu Smart Tourism. Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010) pola hubungan ini didapatkan berdasarkan interaksi antar individu.

Akan tetapi dalam model hubungan ini, tugas personal assistance dibebankan kepada virtual personal assistance yang memberikan layanan berupa smart tourism assistance kepada segmen pelanggan wisatawan Kota Batu.

e. New Revenue Sreams

New revenue streams dalam kanvas model bisnis pariwisata Kota Batu adalah dengan meningkatkan pendapatan yang diterima perusahaan dari masing-masing segmen pasar yang ada. Sumber-sumber dari arus pendapatan tetaplah sama dengan revenue streams awal.

f. New Key Resources

New key resources pada kanvas model bisnis pariwisata Kota Batu yaitu dengan menambahkan pengelolaan terhadap sumber daya internet (SDI), technology infrastructure, dan developer tools. Penambahan pengelolaan sumber daya ini diharapkan mampu untuk mengisi kekosongan yang tidak dijangkau oleh sumber daya sebelumnya. France (1997) dalam Suhada (2003) menjelaskan bahwa kesuksesan pengembangan daya tarik wisata dan kawasan wisata sangat ditentukan oleh peran dari masing- masing pelaku dalam pengembangan daya tarik wisata.

Pengelolaan SDI, technology infrastructure, dan developer tools merupakan cara atau strategi untuk mengembangan pariwisata Kota Batu menjadi kegiatan pariwisata yang berbasis teknologi atau disebut juga smart tourism.

Pendekatan ini dipilih sebagai bentuk penerimaan terhdap technology komunikasi dan informasi yang semakin maju. Dengan dibentuknya smart tourism di Kota Wisata Batu diharapkan mampu untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan mampu memberikan kualitas hidup yang lebih maju bagi masyarakat lokal.

g. New Key Activities

New key activities dalam kanvas model bisnis pariwisata Kota Batu yaitu berupa:

pembangunan jaringan internet secara merata dan menyeluruh agar pengembangan smart tourism dapat terealisasi dengan baik. Pembangunan informations and communications technologies (ICT) meliputi pembangunan tekhnologi infrastruktur dan jaringan internet.

Penyelenggaraan kegiatan meeting, insentive, conference, and exhibition (MICE). Social platform and web development melalui pengembangan costume built portals. Terakhir, yaitu pemberdayaan masyarakat dan pelaku industri pariwisata yang sadar wisata dengan menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai sapta pesona.

Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri di suatu destinasi harus mempertimbangkan seluruh aspek tanpa terkecuali karena industri pariwisata berkaitan erat dengan aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Dalam usaha menekan dampak negatif dari pengembangan pariwisata, dan meningkatkan dampak positif yang dapat diberikan, maka perlu adanya suatu daya dukung guna membatasi penggunaan sumber daya. Seperti yang dijelaskan dalam Hall (2006), konsep daya dukung merupakan suatu metodologi dan nilai konseptual untuk dapat memetakan dan menganalisis masalah keruangan seperti ledakan penduduk serta toleransi terhadap kunjungan wisatawan.

h. New Key Partnerships

New key partnerships dalam kanvas model binsis pariwisata Kota Batu yaitu melakukan kerjasama dengan beberapa pelaku industri penyedia layanan internet (internet provider) dan costume built portals. Kemudian, bekerjasama dengan pihak akademisi sebagai conceptor atau science supplier dalam pengembangan pariwisata melalui kegiatan riset ilmiah. Terakhir bekerjasama dengan masyarakat lokal sebagai pemilik dari seni dan budaya yang menjadi daya tarik dari atraksi wisata budaya yang disuguhkan kepada wisatawan.

Jadi, secara ringkas terdapat lima aktor kunci yang berperan dalam pengembangan pariwisata. Pertama, yaitu academic yang berperan sebagai conceptor pariwisata. Kedua, yaitu business yang berperan sebagai enabler yang memungkinkan tumbuhnya industri pariwisata.

Ketiga, community yang berperan sebagai accelerator yaitu sebagai subjek dan objek dalam industri pariwisata. Keempat, yaitu government yang berperan sebagai regulator yaitu fungsi yang memberikan stabilitas politik, keamanan serta

(8)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 176

kerangka hukum dan keuangan yang dibutuhkan sektor pariwisata. Kelima, yaitu media yang merupakan catalisator dalam industri pariwisata yaitu fungsi yang menjembatani dan menghubungkan industri pariwisata dengan pasar pariwisata melalaui penyebaran informasi.

i. New Cost Structures

New cost structures dalam kanvas model bisnis pariwisata di Kota Batu yaitu dengan menambahkan: 1) biaya pembangunan jaringan internet dan biaya pembangunan ICT ke dalam struktur pengeluran Kota Batu. 2) biaya pembagunan ancillaries dan biaya untuk pengembangan diri masyarakat lokal. 3) biaya pengembangan platform. 4) serta biaya pengadaan MICE. Cost structures adalah komponen- komponen biaya yang digunakan supaya organisasi atau perusahaan bisa berjalan sesuai dengan model bisnisnya (Osterwalder dan Pigneur, 2010). Cost structures sendiri terbentuk dari beberapa komponen biaya yang diperoleh melalui penciptaan dan peningkatan nilai tambah (value propositions), berhubungan dengan pelanggan (customer relationships), dan mendapatkan penghasilan (revenue streams). Komponen- komponen biaya tersebut dapat dihitung setelah mengetahui key resources, key activities, dan key partnership perusahaan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang

”Analisis Kondisi Exsisting dan Pengembangan Model Binsis dalam Sektor Pariwisata (Studi Kasus Pariwisata di Kota Wisata Batu)” maka kesimpulan dari pembahasan penelitian yang telah dilakukan, yaitu:

1. Pemodelan Bisnis Pariwisata di Kota Wisata Batu Menggunakan Business Model Canvas (BMC)

Tabel 2. Business Model Canvas (BMC) Kota Batu Existence

Sumber: hasil olahan peneliti (2017)

2. Evaluasi Rancangan Business Model Canvas (BMC) Kota Wisata Batu Menggunakan Analisis Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT)

Tabel 3. Analisis Strategi SWOT Kota Wisata Batu

Sumber: hasil olahan peneliti (2017)

3. Rancangan Business Model Canvas (BMC) di Kota Wisata Batu setelah Diperbarui Menggunakan Analisis SWOT

(9)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 177 Tabel 4. New Business Model Canvas (BMC) Kota

Batu

Sumber: hasil olahan peneliti (2017) Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan pemodelan bisnis pariwisata di Kota Wisata Batu. Maka, berikut ini merupakan saran- saran dari peneliti, yaitu:

1. Pemerintah Daerah Kota Batu disarankan agar menetapkan segmentasi pelanggan wisatawan atau pengunjung (tourist) prioritas.

Segmentasi wisatawan ini dipilih berdasarkan daerah asal wisatawan yang mengunjungi Kota Batu. Penetapan segmentasi pelanggan wisatawan atau pengunjung (tourist) dilakukan untuk memfokuskan kegiatan sales dan promotions.

2. Selain penetapan prioritas pada segmentasi pengunjung, Pemerintah Daerah Kota Batu juga disarankan untuk lebih mengelola atau me-manage investasi yang masuk ke Kota Batu. investasi yang seharusnya diterima yaitu investasi yang berhubungan dengan leading sector perekonomian yang sedang dikembangkan di Kota Batu. Pelaku-pelaku usaha pariwisata di Kota Batu disarankan untuk memberikan laporan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya kepada Pemerintah Daerah Kota Batu.

3. Dalam pengembangan kepariwisataan di suatu daerah, dibutuhkan sinergitas antara stakeholder pariwisata. Maka dari itu diperlukan adanya sarasehan atau simposium rutin dari pentahelix (akademisi, pemerintah daerah, swasta, masyrakat lokal, dan media) pariwisata yang ada di Kota Batu, agar

tercipata pembangunan pariwisata yang tepat guna dan berdaya guna serta bermanfaat bagi semua pihak.

4. Pemerintah Daerah Kota Batu secara mandiri ataupun bekerjasama dengan pihak swasta disarankan untuk menciptakan kegiatan pariwisata berbasis digital atau smart tourism.

DAFTAR PUSTAKA

Amit, R. Zott, C. (2012). Creating Value Through Business Model Innovation. MIT Sloan Management Review Edisi Spring, 53(3).

http:/management.wharton.upenn.edu/amitr esearch/docs/2012/Amit_Creating_Value_

Business_Model_Innovation.pdf. Diakses pada januari 2017.

Armano, David. (2010). The Coverged Media Imperative: How Brands Must Combine Paid, Owned & Earned Media. Available at https://edelmandigital.com/author/david- armano/#gref. Diakses pada Oktober 2017.

Freddy, Rangkuti. (2005). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.

Gramedia.

Hakim, Luchman. (2004). Dasar-dasar Ekowisata.

Malang: Bayumedia Publishing.

Hunger, David K. dan Thomas L. Wheelen.

(2003). Manajemen Strategis. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Jauch, Lawrence R. dan Glueck, William F.

(1989). Manjemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip. (1995). Manajemen Pemasaran:

Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.

Kuncoro, Mudjarad. (2011). Metode Kuantitatif:

Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Ostewalder, Alexander and Yves Pigneur. (2010).

Business Model Generation. New Jersey:

John Wiley & Sons, Inc.

Pitana, I Gde dan I Ketut, Surya Diarta. (2009).

Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Rangkuti, Freddy. (2005). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasusu Bisnis. Jakarta: PT.

Gramedia.

(10)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 54 No.1 Januari 2018|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 178

Tim PPM Manajemen. (2012). Business Model Canvas. Indonesia. Diakses melalui www.akselerasi.id, PPM Manajemen.

Wheelen, Thomas L., & Hunger, J. David. (2010).

Strategic Management and Business Policy Achieving Sustainability. Pearson: Twelfth Edition.

Yoeti, Oka A. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.

Pradnya Paramita.

Yoeti, Oka A. (1998). Anatomi Pariwisata.

Bandung: Angkasa.

Gambar

Tabel 1. Analisis  Strenght- Weakness- Opportunity- Opportunity-Threat (SWOT) Kota Wisata Batu
Tabel 2. Business Model Canvas (BMC) Kota Batu  Existence

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4 : Manfaat hasil belajar pengawetan makanan pada keterampilan mahasiswa mengatasi kegagalan dalam praktek sebagai kesiapan berkaitan dengan fisik, sikap dan

Menyetujui RI sebagai negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat merupakan pernyataan Belanda, hasil dari..

Pembiayaan mudharabah yang diberikan oleh BMT Nurul Jannah Petrokimia Gresik kepada para pengusaha mikro dapat memberikan sebuah manfaat bagi usaha mereka, yang dapat dilihat

Dengan demikian makna Quraisy menjadi tiga kriteria yakni keluhuran tata sosial, berpengaruh dan berwibawa, apabila diaplikasikan dalam konteks ke Indonesiaan, maka

Analisis pendapatan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa Karawana Kecamatan

Persentase Sumber Daya Aparatur BPKAD yang terlatih dan terdidik dalam bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah Persentase kecukupan kebutuhan belanja operasional dan

Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja UMKM, hal ini menjelaskan bahwa jika adanya peningkatan kompetensi para SDM UMKM maka

– Problematik komparatif, yaitu problema untuk membandingkan dua fenomena atau lebih.. Disini peneliti