• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang disertai dengan pertumbuhan pendapatan masyarakat mendorong masyarakat untuk melakukan investasi.

Investasi yang dilakukan masyarakat kini pun tidak hanya berupa emas ataupun uang tetapi juga dalam bentuk surat berharga berupa saham, warrant, obligasi (surat hutang), reksa dana, dan efek lainnya.

Bursa efek Indonesia atau BEI adalah pasar modal yang mempertemukan antara pihak yang menjual surat berharga dengan para investor. Bursa Efek Indonesia merupakan bursa resmi di Indonesia, sehingga bagi para perusahaan yang ingin go public di Indonesia harus melalui BEI.

Bursa Efek Indonesia pun harus mengontrol agar proses transaksi efek yang terjadi berjalan dengan adil dan efisien. Ada pun peran dari Bursa Efek Indonesia antara lain:

1. Sebagai Fasilitator Perdagangan Efek, Hal ini termasuk a. Menyediakan semua sarana perdagangan efek (fasilitator).

b. Membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa.

c. Melakukan pencatatan terhadap semua instrumen efek.

d. Mengupayakan likuiditas instrumen investasi efek.

e. Menyebarluaskan informasi bursa (transparansi).

2. Sebagai Otoritas yang Mengontrol jalannya transaksi, Hal ini termasuk:

a. Melakukan pemantauan kegiatan transaksi efek.

b. Mencegah praktik manipulasi harga yang tidak wajar, yang dilarang oleh Undang-undang. (Termasuk Insider Trading, dll).

c. Melakukan pembekuan perdagangan/suspend untuk emiten saham yang melanggar ketentuan bursa efek.

d. Melakukan pencabutan atas efek /delisting, sesuai aturan yang berlaku.

(2)

2

Dengan adanya BEI sebagai penyelenggara bursa, menjadi salah satu alasan berinvestasi saham di Indonesia adalah instrumen yang aman. Hal ini karena BEI memiliki kewenangan terhadap para anggota bursa dan emiten yang tercatat. Menurut Husnan (2005) dalam Syaifurakhman (2016), Pasar modal didefinisikan sebagai “pasar untuk berbagi instrumen keuangan (sekuritas ) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”. Saat ini terdapat 3 pembagian sektor industri di Bursa Efek Indonesia yaitu sektor industri penghasil bahan baku / pengelolaan sumber daya alam, sektor industri manufaktur, sektor industri jasa.

Di sebuah bursa efek tidak hanya terdapat satu saham yang diterbitkan oleh satu perusahaan, tetapi terdapat banyak saham yang diterbitkan oleh banyak perusahaan. Biasanya sebuah bursa efek akan menyediakan sebuah angka indikator untuk melihat kinerja bursa tersebut secara umum. Angka indikator ini berupa indeks saham. Indeks saham adalah harga rata-rata dari harga-harga saham yang terdaftar disebuah bursa. Di Indonesia, Bursa Efek Jakarta memiliki beberapa jenis indeks saham yang dibagi menjadi beberapa kategori. Indeks saham paling terkenal yang ada di BEI adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan LQ45 (Liquidity 45). IHSG merupakan tolok ukur dari kinerja seluruh saham. IHSG merupakan rata-rata harga saham dari keseluruhan saham yang terdaftar di BEI. Sedangkan LQ45 adalah rata-rata harga saham dari 45 saham yang memiliki likuiditas paling tinggi di BEJ atau yang biasa disebut dengan saham blue-chip.

Indeks LQ45 adalah perhitungan dari 45 saham, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Indeks LQ 45 berisi 45 saham yang disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah.

(3)

3 Tujuan indeks LQ 45 adalah Sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk menyediakan sarana yang objektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan. Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi adalah nilai transaksi di pasar reguler. Sesuai dengan perkembangan pasar, dan untuk lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari 2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai ukuran likuiditas. Sehingga kriteria suatu saham untuk dapat masuk dalam perhitungan indeks LQ45 adalah sebagai berikut:

• Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan

• Masuk dalam 60 saham berdasarkan nilai transaksi di pasar regular

• Dari 60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis akan masuk dalam perhitungan indeks LQ45 Untuk mendapatkan 45 saham akan dipilih 15 saham lagi dengan menggunakan kriteria Hari Transaksi di Pasar Reguler, Frekuensi Transaksi di Pasar Reguler dan Kapitalisasi Pasar. Metode pemilihan 15 saham tersebut adalah:

• Dari 30 sisanya, dipilih 25 saham berdasarkan Hari Transaksi di Pasar Reguler.

• Dari 25 saham tersebut akan dipilih 20 saham berdasarkan Frekuensi Transaksi di Pasar Reguler

• Dari 20 saham tersebut akan dipilih 15 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar, sehingga akan didapat 45 saham untuk perhitungan indeks LQ45

Selain melihat kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen saham yang masuk dalam penghitungan indeks LQ45. Setiap tiga

(4)

4

bulan sekali dilakukan evaluasi atas pergerakan urutan saham-saham tersebut.

Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.

1.2. Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia.

Perkembangannya dipantau oleh banyak investor dari seluruh dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia. Apalagi sumberdaya yang melimpah di negeri Indonesia (Baredi Syaifurakhman, 2016). Di Indonesia sendiri sudah banyak perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tersebut memiliki kewajiban dalam penyampaian mengenai informasi dari kegiatan yang telah dilakukannya secara publik dengan wujud laporan keuangan tahunan.

Laporan tahunan terdiri dari komponen keuangan maupun non keuangan karena komponen keuangan saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan stakeholder (Maines et al., 2002 dalam Amran, Rosli, dan Hassan 2009). Komponen non keuangan menyediakan informasi tambahan bagi stakeholder, termasuk terkait dengan risiko perusahaan. Informasi mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan dapat berupa pengungkapan kualitatif dan pengungkapan kuantitatif (PSAK No. 60 Revisi 2010). Untuk menyajikan informasi yang ditujukan kepada pemegang saham maupun calon investor, terdapat kesan perusahaan dituntut lebih transparan dalam penyampaian informasi pada laporan keuangan tahunan. Informasi tersebut dibutuhkan oleh investor untuk menentukan keputusan investasinya.

Hal ini menjadi suatu perhatian serius oleh stakeholder dikarenakan beberapa kecurangan akuntansi menimpa perusahaan besar (Baredi Syaifurakhman, 2016). Pengungkapan risiko pada laporan keuangan dianggap sebagai langkah yang sangat penting. Untuk membantu mengatasi ketidakpercayaan publik, komunikasi yang lebih baik tersebut diperlukan dan merupakan regulator yang mulai bereaksi (Probohudono et al., 2013).

(5)

5 Risk management disclosure merupakan pengungkapan atas pengelolaan risiko-risiko yang dilakukan oleh perusahaan atau bagaimana perusahaan mengelola risiko yang akan dihadapi di masa mendatang (Fathimiyah, dkk., 2012). Dengan adanya risk management disclosure, komunikasi antara stakeholder dengan manajemen perusahaan menjadi lebih baik, sehingga dapat mengurangi adanya asimetri informasi antara principal dengan agent. Selain itu, risk management disclosure juga sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor maupun kreditor. Dalam pengungkapan risiko, informasi yang disampaikan baik informasi yang bersifat positif maupun negatif harus disajikan secara seimbang supaya tujuan perusahaan dapat tercapai (Sulistyaningsih, 2015).

Beberapa dekade yang lalu muncul kasus kegagalan Enron dan WorldCom yang membuat dunia bisnis di Amerika Serikat dan dunia terguncang. Kegagalan Enron dalam penerapan corporate governance melatarbelakangi penerbitan undang-undang perlindungan investor yang disebut Sarbanes Oxlcy Act (SOA) 2002 yang menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko dalam perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan pelaporan keuangan (Rustiarini, 2011) dalam Wijananti (2014).

Beberapa kasus juga pernah terjadi di Indonesia antara lain adalah kasus pembobolan bank. Kasus pembobolan bank di Indonesia memang bukan hal yang baru. Tindakan kriminal yang dikategorikan kejahatan kerah putih atau white collar crime ini memang sangat meresahkan nasabah. Menurut Hazel Croall, mantan profesor kriminologi di Glasgow Caledonian University, Skotlandia, mengatakan kriteria white collar crime antara lain tidak kasat mata, ketidakjelasan pertanggungjawaban, aturan hukum samar-samar, korbannya kurang jelas, sulit untuk dideteksi dan dituntut, serta sangat kompleks.

Pembobolan dana PT Elnusa Tbk senilai Rp111 miliar pada 2011, yang dititipkan di Bank Mega KCP Jababeka, Bekasi dengan cara memalsukan tanda tangan. Dari kasus itu, Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhi

(6)

6

hukuman kepada Itman Harry Basuki, mantan kepala KCP Bank Mega Jababeka Cikarang dengan kurungan enam tahun penjara, denda Rp300 juta serta uang pengganti Rp1,2 miliar subsider 1 tahun penjara.

Gambar 1.1

Fenomena Manajemen Risiko

Sumber : Dihimpun tim Riset tirto.id

Kasus pembobolan bank juga pernah terjadi pada bank milik negara (BUMN), yakni Bank Mandiri pada 2015. Bank yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini terkena kasus pembobolan bank senilai Rp1,5 triliun yang melibatkan orang dalam. Pada tahun 2018 ini, bank mandiri kembali dilanda kasus pembobolan. Dalam hal, PT Bank Mandiri Persero (Persero) Tbk mengklaim telah mengganti dana nasabah yang hilang karena pencurian data (skimming) kepada 141 nasabah senilai Rp260 juta. Hal yang sama juga terjadi pada perbankan plat merah lainnya yaitu Bank Rakyat Indonesia.

Puluhan nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, pada Senin (12/3/2018) lalu, dikejutkan dengan raibnya saldo rekening mereka secara misterius. Jumlah uang tabungan yang hilang bervariasi antara Rp500 ribu, Rp 4 juta, bahkan mencapai Rp10 juta. Usai pelaporan itu, BRI bersedia mengganti rugi sebesar Rp145 juta kepada 33 nasabah yang menjadi korban.

(7)

7 Enterprise Risk Management Disclosure merupakan salah satu perangkat utama yang diharapkan dapat membantu mengembalikan kepercayaan publik dan membantu mengontrol aktivitas manajemen sehingga kecurangan dalam penyusunan pelaporan keuangan dapat dicegah atau diminimalisir. Perusahaan yang dapat secara jelas mengungkapkan risiko yang dihadapi serta bagaimana langkah yang ditempuh dalam mengelola risiko tersebut, akan membuat kepercayaan investor untuk berinvestasi akan bertambah.

Peraturan mengenai pengungkapan telah banyak terdapat, diantaranya adalah International Accounting Standards Board (IASB, 2008) di bawah International Accounting Standard (IAS) No.1: Penyajian Laporan Keuangan dan IAS 32: Instrumen Keuangan: Penyajian [1] mengharuskan perusahaan untuk memberikan informasi tentang ketidakpastian utama yang dihadapi dan pengungkapan informasi untuk spesifik tertentu mengenai risiko.

Selanjutnya, Financial Accounting Standard Board (FASB, 1998), di bawah SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) No 133 menetapkan pengungkapan wajib risiko pasar yang timbul dari penggunaaan aset keuangan.

Di Indonesia, penyajian dan pengungkapan risiko untuk instrumen keuangan sudah diatur untuk perusahaan dimana penyajian tersebut diatur oleh IAI dalam PSAK 50 (revisi 2010), sedangkan pengungkapannya diatur oleh IAI dalam PSAK 60 (revisi 2010). Di mana PSAK 60 (revisi 2010) menyebutkan bahwa entitas disyaratkan untuk mengungkapkan informasi risiko berupa pengungkapan kualitatif dan pengungkapan kuantitatif. Risiko yang diungkapkan menurut PSAK 60 (revisi 2010) hanya diwajibkan minimum tiga jenis risiko, yaitu risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang semuanya masuk dalam kategori risiko keuangan. Pengungkapan risiko dalam laporan keuangan terdiri dari pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).

Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang memiliki kandungan informasi berupa hal-hal yang wajib sesuai dengan standar akuntansi yang

(8)

8

berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan dengan tambahan informasi di dalamnya selain informasi yang wajib dicantumkan sehingga dapat digunakan oleh manajemen untuk memberikan informasi kepada pengguna laporan tahunan dalam mengambil keputusan.

Pengungkapan sukarela dapat mengubah harapan pemangku kepentingan tentang nilai perusahaan (Einhorn, 2007) dalam Aditya (2015). Berbeda dengan sektor keuangan yang sudah mewajibkan untuk menerapkan manajemen risiko melalui peraturan BI No 5/8/PBI/2003, sektor non keuangan belum mempunyai aturan baku sehingga pengungkapan risiko masih bersifat sukarela.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa peraturan salah satunya dalam lingkup Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) agar dapat membantu terciptanya suatu landasan baru bagi praktik Good Corporate Governance dan Enterprise Risk Management yang sesuai dengan berbagai rujukan praktik terbaik di dunia Internasional.

Peraturan tersebut yaitu POJK No.10/POJK.05/2014 yang membahas penilaian tingkat risiko LJKNB; serta satu peraturan terbaru yaitu peraturan OJK No.1/POJK.5/2015 yang membahas penerapan manajemen risiko LJKNB. Saat ini, terdapat 2 standar yang digunakan organisasi di dunia yakni Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) – Enterprise Risk Management (ERM) dan Integrated Framework dan The International Organization for Standardization (ISO) 31000:2009 Risk Management – Principles and Guidelines. Di Indonesia, Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah mengadopsi standar ISO tersebut ke dalam Standar Nasional Indonesia ISO 31000:2011 Manajemen risiko – Prinsip dan panduan pada 20 Oktober 2011.

Menurut Sulistyaningsih dan Gunawan (2016) salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan manajemen risiko adalah kepemilikan publik.

Masyarakat umum yang memiliki saham diperusahaan membutuhkan informasi terkait resiko maupun keuangan perusahaan.

(9)

9 Tabel 1.1 Pengungkapan ERM

PERUSAHAAN SAHAM

PUBLIK ERM

Astra Agro Lestari Tbk 20,32 68%

Gudang Garam Tbk 24,45 60%

Sumber : Data Olahan

Menurut Anisa (2012) semakin besar tingkat kepemilikkan saham pihak publik maka akan semakin banyak dan kompleks pengungkapan informasi yang diberikan perusahaan guna memenuhi kebutuhan para pemilik saham. Namun berdasarkan fenomena yang terjadi seperti pada tabel 1.1 dimana Astra Agro Lestari Tbk yang memiliki saham publik yang lebih rendah justru melakukan pengungkapan risiko yang lebih besar dibandingkan Gudang Garam Tbk yang memiliki saham publik yang lebih tinggi.

Faktor kedua yang mempengaruhi pengungkapan manajemen risiko adalah ukuran dewan komisaris. Dewan komisaris berperan untuk mengawasi penerapan manajemen risiko dan memastikan perusahaan memiliki program manajemen risiko yang efektif. Menurut Desender (2007) jumlah anggota dewan yang besar menambah peluang untuk saling bertukar informasi dan keahlian sehingga meningkatkan kualitas Enterprise Risk Management.

Tabel 1.2 Pengungkapan ERM

PERUSAHAAN JUMLAH

KOMISARIS ERM

AKR Corporindo Tbk 3 84%

Indocement Tunggal Prakasa Tbk 7 68%

Sumber : Data Olahan

Namun berdasarkan fenomena pada tabel 1.2 dimana AKR Corporindo Tbk yang memiliki Jumlah komisaris yang sedikit justru melakukan pengungkapan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan Indocement Tunggal Prakasa Tbk yang memiliki jumlah komisaris yang lebih banyak.

(10)

10

Faktor ketiga yang mempengaruhi pengungkapan manajemen risiko adalah leverage. Menurut Zakiyah dan Gunawan (2017) ketika perusahaan memiliki risiko hutang yang lebih tinggi dalam struktur modal, kreditur dapat memaksa perusahaan untuk mengungkapkan informasi lebih lanjut.

Perusahaan diharapkan mengungkapkan lebih banyak risiko dengan tujuan untuk menyediakan penilaian dan penjelasan mengenai apa yang terjadi pada perusahaan. Selain itu, pihak kreditur akan selalu memantau dan membutuhkan informasi yang lebih luas mengenai kondisi financial perusahaan. Dalam kondisi tersebut perusahaan akan melakukan pengungkapan secara lebih luas.

Tabel 1.3 Pengungkapan ERM

PERUSAHAAN LEVERAGE ERM

Astra International Tbk 50,38% 80%

Pakuwon Jati Tbk 55,88% 72%

Sumber : Data Olahan

Namun berdasarkan fenomena pada tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa Astra International Tbk yang memiliki tingkat leverage yang lebih rendah justru melakukan pengungkapan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan Pakuwon Jati Tbk yang memiliki tingkat leverage yang tinggi.

Faktor keempat adalah ukuran perusahaan. Menurut Syifa’ (2013) ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan pengungkapan risiko, karena semakin besar industri maka semakin banyak investor yang menanamkan modalnya di perusahaan sehingga pengungkapan risiko akan semakin luas dan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap investor.

Tabel 1.4 Pengungkapan ERM

PERUSAHAAN

UKURAN

PERUSAHAAN ERM

(11)

11 Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk 19,77 92%

Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk 20,26 88%

Sumber : Data Olahan

Namun berdasarkan fenomena pada tabel 1.4 di atas menunjukkan bahwa Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki ukuran perusahaan lebih rendah justru melakukan pengungkapan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki ukuran perusahaan yang tinggi.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelum- sebelumnya, terdapat hasil pro dan kontra yang terjadi seperti faktor yang pertaman yaitu kepemilikan publik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathimiyah, dkk. (2012) menunjukkan bahwa kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap ERM. Penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2013) juga menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh secara signifikan antara kepemilikan publik terhadap pengungkapan ERM. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Prayoga dan Almilia (2013) serta Sulistyaningsih dan Gunawan (2016) menyatakan bahwa kepemilikan publik berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Faktor kedua yaitu ukuran dewan komisaris. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih dan Gunawan (2016) serta Ardiansyah (2014) menarik kesimpulan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif pada pengungkapan manajemen risiko. Sementara penelitian yang dilakukan Meizaroh dan Lucyanda (2011) serta Zakiyah dan Gunawan (2017) menunjukkan bahwa komisaris independen dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Faktor ketiga yaitu leverage. Penelitian yang ditunjukan oleh Kumalasari, dkk. (2014) yang menguji pengaruh leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan reputasi auditor terhadap luas pengungkapan

(12)

12

manajemen risiko. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa leverage dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan manajemen risiko perusahaan. Penelitian yang dilakukan Firdaus (2014) menyatakan bahwa leverage dan struktur kepemilikan publik berpengaruh terhadap risk management disclosure. Namun hasil penelitian Sulistyaningsih dan Gunawan (2016) serta Zakiyah dan Gunawan (2017) menunjukkan bahwa Leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Faktor keempat yaitu ukuran perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan Zakiyah dan Gunawan (2017) menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap risk management disclosure. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Edo Bangkit Prayoga dan Luciana Spica Almilia (2013) serta Sulistyaningsih dan Barbara Gunawan (2016) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kepemilikan Publik, Ukuran Dewan Komisaris, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam Indeks LQ45 Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015 - 2017)”.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah mencari tahu apa saja faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko (perusahaan tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia) tahun 2015 – 2017.

Selanjutnya menginvestigasi bagaimana faktor-faktor seperti kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan mempengaruhi pengungkapan manajemen risiko. Kemudian mengukur seberapa besar dampak yang di sebabkan oleh faktor-faktor seperti kepemilikan publik,

(13)

13 ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan sehingga memberikan dampak positif yang besar buat perusahaan dalam mengungkapan manajemen risiko.

1.4. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan dan pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ? 2. Apakah kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ?

3. Apakah kepemilikan publik berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ?

5. Apakah leverage berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ?

6. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017 ?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuarikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu :

(14)

14

1. Untuk mengetahui kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan dan pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

2. Untuk mengetahui kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, leverage, ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

3. Untuk mengetahui kepemilikan publik berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

4. Untuk mengetahui ukuran dewan komisaris berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

5. Untuk mengetahui leverage berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

6. Untuk mengetahui ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di bursa efek Indonesia tahun 2015 – 2017.

1.6. Manfaat Penelitian

Kegunaan teoritis yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini, antara lain:

1.6.1. Aspek teoritis

a. penelitian ini diharapkan dapat menjadi media informasi, pembelajaran, dana referensi yang bermanfaat dalam meningkatkan wawasan.

b. penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk dikembangkan kembali menjadi suatu karya ilmiah baru.

(15)

15 1.6.2. Aspek praktis

a. hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahan-perusahaan manufaktur dalam pengungkapan risiko pada laporan keuangan.

b. hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor yang berinvestasi di perusahaan manufaktur dengan memperhatikan pengungkapan risiko pada laporan keuangan.

1.7. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2018 hingga Maret 2019. Dalam penelitian ini menggunakan data dengan ruang lingkup berupa perusahaan yang berada pada indeks LQ45 dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan pada tahun 2015 - 2017.

1.8. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibahas dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bagian secara garis besar adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang mengangkat gejala/fenomena yang akan diteliti disertai dengan argumentasi tentang pemilihan topik penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi landasan teori sebagai kerangka acuan pemikiran dalam pembahasan masalah yang akan diteliti dan sebagai dasar analisis yang diambil dari berbagai literatur. Selain berisi landasan teori, bab ini juga berisi penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini terkait kerangka piker teoritis dan hipotesis.

(16)

16

BAB III METODE PENELITIAN

Berisis Variabel penelitian dan definisi operasional dari variabel tersebut, serta populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan juga metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil penelitian secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yang telah ditetapkan untuk selanjutnya diadakan pembahasan tentang hasilnya.

BAB V KESIMPULAN & SARAN

Berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Kode yang muncul setelah pencarian tersebut adalah nomor klasifikasi buku yang digunakan perpustakaan untuk menyusun koleksi buku yang ada agar buku-buku yang sejenis dapat

Saya Hervita Laraswati mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja semester akhir bermaksud meneliti tentang “Analisis Risiko Musculoskeletal

Sesudah mengalami asimilasi progresif total, bunyi-bunyi yang sama tersebut kembali mengalami perubahan bunyi, zeroisasi sinkope, pada salah satu bunyi dari dua

Flavonoida biasanya terdapat sebagai O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang