• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWA

Oleh :

SATYA DONA ADI RESPATI RATNA SYIFA’A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2008

NASKAH PUBLIKASI

(2)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWA

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing Utama

(Hj. Ratna Syifa’a R, S.Psi.,M.,Si)

(3)

PENGANTAR

Mahasiswa sebagai individu yang belajar di perguruan tinggi memasuki masa transisi dari SMU ke perguruan tinggi, yang kondisi dan situasinya jelas berbeda, baik itu struktur, sistem pendidikan, tata tertib, fasilitas, metode belajar mengajar, dan sebagainya. Kuliah tidak lagi sekadar belajar di kampus. Menjalani kuliah berarti terlibat dengan berarti terlibat dengan lingkungan sosial di tempat kuliah. Hidup bersama mahasiswa-mahasiswa lain dan menjalani aktivitas baru yang berbeda dengan rutinitas pendidikan di jenjang sebelumnya.

Mahasiswa yang mendapat atribut sebagai agent of change, tidak ubahnya seperti masyarkat pada umumnya. Karena mahasiswa adalah juga bagian dari masyarakat. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang berada pada rentang usia remaja akhir dan tengah mengenyam pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Seiring dengan perkembangan usianya, dunia remaja penuh dengan gejolak dan dinamika yang terus berjalan. Disadari atau tidak, telah terjadi pula pergeseran nilai-nilai dan budaya yang telah mengakar pada masyarakat Indonesia.

Mahasiswa sebagai peserta didik, dimana mahasiswa diproyeksikan menjadi birokrat, teknokrat, pengusaha dan berbagai profesi lainnya serta dianggap sebagai kaum intelektual muda atau lebih populer dengan sebutan agent of change/agent of modernization. Dengan predikat teresebut tentunya

mahasiswa mempunyai beban yang cukup berat, mahasiswa diharapkan sebagai generasi penerus yang diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat.

(4)

Dunia perkuliahan biasanya cukup identik dengan mahasiswa dan tugas- tugas kuliah. Tugas-tugas kuliah diberikan dengan berbagai macam jenis, seperti membuat makalah, presentasi, analisa kasus, dan lain sebagainya. Seharusnya dengan perkembangan teknologi mahasiswa dapat semakin mudah dan cepat dalam menyelesaikan tugasnya. Namun kenyataannya, banyak dari mahasiswa yang sering mengumpulkan tugas pada saat-saat terakhir, terlambat, atau bahkan tidak mengumpulkan tugas.

Selain itu, banyak kita jumpai mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian yang disebabkan oleh presensi yang kurang. Dari hasil wawancara, diperoleh data bahwa mahasiswa sering tidak mengikuti kuliah terutama kuliah pagi karena tidak dapat bangun pagi karena tidur terlalu larut. Hal ini menunjukkan kurangnya kontrol diri pada mahasiswa.

Gufron (2006), dalam penelitiannya menyatakan bahwa individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, sehingga pelajar yang dengan kontrol diri yang rendah akan berprilaku, lebih bertindak kepada hal-hal yang lebih menyenangkan dirinya misalnya dengan lebih banyak menonton televisi, bemain video game dan lain-lainnya, bahkan akan menunda-nunda tugas yang seharusnyalah ia kerjakan terlebih dahulu.

Dengan kontrol diri yang rendah, mereka tidak mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka tidak mampu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak mampu memilih tindakan yang tepat.

Salah satu fenomena yang patut diperhatikan, adalah pelajar dan mahasiswa ternyata cukup mendominasi sebagai pelaku dalam kasus

(5)

penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2006 angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa selama kurun waktu satu tahun tercatat sebesar 5,6 persen. Artinya jika ada 100 orang pelajar dan mahasiswa, maka 5 sampai 6 orang di antaranya adalah penyalahguna narkoba. Secara kumulatif, jumlah penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa sebesar 1.037.682 orang atau 32 persen dari jumlah perkiraan total penyalahguna narkoba yang ada di Indonesia yaitu 3,2 juta orang. Sedangkan pada tahun 2007 berhasil diungkap sebanyak 15.757 kasus. Dari berbagai kasus tersebut, berhasil menjaring sekitar 29.800 orang tersangka (Bernas, 21 Februari 2008).

Untuk mencegah agar remaja tidak masuk dalam arus perubahan dalam bidang kriminal ini, remaja perlu memiliki kemampuan kontrol diri yang memadai. Dengan kemampuan kontrol diri yang baik, remaja diharapkan mampu mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang berlaku (Gunarsa, 2006).

Menurut Rice (1999), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa kanak-kanak menjadi individu yang memiliki kematangan.

Pada masa tersebut, ada dua hal yang penting yang menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja

(6)

relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).

Individu dianggap mempunyai kemampuan mengelola perilakunya.

Kemampuan tersebut membuat individu mampu memodifikasi kejadian yang dihadapinya sehingga berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat Goldfried dan Merbaum (dalam Lazarus 1976), yang mendefinisikan kontrol diri adalah proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku utamanya yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri sebagai kemampuan yang dirasakan untuk mengatasi atau mengubah respon terdalam, atau menahan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan (Tangney. et.al. 2004).

Individu dengan kontrol diri rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, sehingga diasumsikan, seorang remaja dengan kontrol diri yang rendah akan berprilaku, dan bertindak kepada hal-hal yang lebih menyenangkan dirinya misalnya dengan lebih banyak menonton televisi, bemain video game dan lain-lainnya.

Akibat dari kontrol diri yang kurang pada remaja dan mahasiswa adalah terjadinya tindak kekerasan. Salah satu perilaku mahasiswa yang sering menjadi sorotan media cetak adalah perilaku demonstrasi. Perilaku tersebut sesungguhnya merupakan hal yang wajar bila diekspresikan secara tepat.

Sayangnya adalah banyak sekali demonstrasi berubah menjadi tindakan yang berakhir dengan kerusuhan. Maraknya demo yang berakhir rusuh dengan perusakan fasilitas umum, sweeping dan pembakaran mobil berpelat merah, pemblokiran jalan tol, serta berbaku hantam dengan pihak aparat menimbulkan

(7)

keprihatinan yang mendalam. Sepatutnya mahasiswa dituntut untuk berpikir dan bertindak logis, rasional, dan memiliki mekanisme kontrol diri (self mechanism) yang tinggi (www.media Indonesia 30 Juni 2008).

Freud (dalam Hetherington, 1984) menyatakan bahwa kontrol diri berhubungan dengan perkembangan kekuatan ego, khususnya ketaatan ego terhadap prinsip realita untuk menjamin keselamatan diri. Mekanisme yang berkembang selama kanak-kanak adalah dapat menunda kepuasan dan menahan atau mengendalikan impuls. Super ego merupakan bagian jiwa yang berfungsi mengendalikan tingkah laku ego, sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat (Sarwono, 1983).

Masa remaja menurut Ekowarni (dalam Gunarsa 2006) merupakan masa transisi yang dapat menimbulkan krisis yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang yang dalam kondisi tertentu akan menjadi perilaku yang mengganggu. Kondisi tersebut, bila disertai oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kepribadian yang negatif dapat menjadi pemicu timbulnya perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar hukum oleh karena itu pada masa pencarian nilai-nilai hidup inilah sangat dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari para pendidik secara sungguh-sungguh.

Mahasiswa yang memiliki kontrol diri akan dapat mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku. Tangney, et.al (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa indidvidu dengan kontrol diri tinggi akan dapat menyesuaikan diri dan mempunyai nilai yang lebih baik dalam penyelesaian tugas. Sedangkan individu dengan kontrol diri rendah, mempunyai

(8)

resiko yang signifikan untuk mengalami masalah secara personal dan interpersonal.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kontrol diri pada seseorang, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal. Faktor internal yaitu usia dan kematangan sedangkan faktor eksternal di antaranya adalah lingkungan keluarga (Hurlock, 1972).

Dalam masa perkembangannya, remaja memerlukan kecerdasan spiritual.

Dengan kecerdasan spiritual memungkinkan remaja untuk bermain dengan batasan. Kecerdasan spiritual memberi kemampuan untuk membedakan.

Kecerdasan ini adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah alam semesta sendiri (Zohar dan Marshal 2001).

Kecerdasan spiritual lebih berhubungan dengan sesuatu yang bersifat trensenden dan dan pemaknaan terhadap suatu perilaku (Zohar & Marshal 2001). Karena itu bisa dipahami apabila orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi maka ia akan mengembalikan segala perbuatannya kepada Tuhannya sehingga perbuatannya menjadi lebih bermakna dalam hidupnya. Kecerdasan spiritual berakar pada kekuatan otak, sama persis dengan kecerdasan intelektual dan emosional (Pasiak, 2002).

Kecerdasan Spiritual dengan demikian merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan kita menata kembali dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan IQ dan EQ. Danah Zohar dan Ian Marshal memberikan batasan tentang Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) ini sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan

(9)

nilai. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan nilai dalam kehidupan (Zohar & Marshal 2001).

Kecerdasan spiritual dapat digunakan individu untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama, kecerdasan spiritual akan mampu membuat seseorang menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal (segala sesuatu yang berada dalam diri) dan interpersonal (segala sesuatu yang sering digunakan untuk berhubungan dengan orang lain), serta dapat menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain.

Kecerdasan spiritual memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. Daniel Goleman (1997) telah menulis tentang emosi-emosi intrapersonal atau di dalam, dan emosi-emosi interpersonal, yaitu yang sama- sama dimiliki orang lain atau yang kita gunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan spiritual yang membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat didalam dunia kita kepada kepada orang lain dan makna-makna mereka.

Dengan dapat terpenuhinya tanda-tanda SQ yang telah berkembang ini,diharapkan seseorang akan mampu untuk selalu membuka diri terhadap setiap pengalaman yang ditemuinya dan kemudian dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Seseorang akan menjadi tegar untuk menghadapi setiap permasalahan dan membuka diri untuk memandang kehidupan dengan cara yang baru.

(10)

Kecerdasan spiritual dibutuhkan oleh remaja dalam proses pembentukan jati dirinya, karena dengan kecerdasan spiritual seseorang dapat berpikir secara kreatif, berwawasan jauh dan mampu membuat atau bahkan mengubah aturan.

Adanya kecerdasan spiritual ini akan membantu seseorang ketika mengalami proses berpikir, tidak hanya mengandalkan otak (kecerdasan pikir), emosi dan tubuh (kecerdasan emosi) saja, tapi juga dengan semangat, visi, harapan, kesadaran dan makna, dan nilai yang ada dalam diri seseorang (Zohar dan Marshal 2001). Oleh karena itu dengan memilliki kecerdasan spiritual yang tinggi maka diharapakan remaja memiliki kontrol diri yang tinggi pula.

METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini karakteristik subjek yang akan dikenai penelitian adalah mahasiswa fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia.

Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik Purposive Sampling karena dipandang lebih mampu mengoptimalkan kualitas data yang

diperoleh. Dalam Purposive Sampling pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang sudah diketahui sebelumnya dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode angket, yaitu dengan menyebarkan skala yang berisi pernyataan–pernyataan untuk diisi oleh subjek penelitian. Metode ini didasarkan

(11)

pada pendapat Hadi (2002) bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya, apa yang dinyatakan subyek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, serta interpretasi subyek tentang pertanyaan yang diajukkan adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu Skala Kontrol Diri dan Skala Kecerdasan Spiritual.

Skala yang dipergunakan untuk pengukuran dalam penelitian ada dua, yaitu:

1. Skala Kontrol Diri

Skala kontrol diri dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana tingkat kontrol diri subjek penelitian. Kemampuan mengontrol diri pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala kemampuan mengontrol diri berdasarkan Averill (dalam Herlina Siwi, 2000).

2. Skala Kecerdasan spiritual

Alat ukur yang digunakan adalah Skala Kecerdasan Spiritual yang bertujuan untuk mengukur tingkat kecerdasan spiritual pada subjek penelitian.

Skala ini dibuat sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek–aspek kecerdasan Spiritual menurut Zohar dan Marshal (2001) serta Emmons dan Myers (2003)

C. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan teknik korelasi Product Moment Pearson, mengingat

(12)

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara dua variabel penelitian, yakni kontrol diri dan kecerdasan spiritual. Untuk mempermudah proses perhitungan statistik, maka keseluruhan perhitungan dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 13.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Teknolog Industri Universitas Islam Indonesia. Jumlah subjek yang terlibat dalam pengisian skala penelitian sebanyak 70 responden.

B. Deskripsi Data Penelitian

Tinggi rendahnya kecerdasan spiritual dan kontrol diri subjek dapat diketahui melalui kategorisasi skor total yang diperoleh oleh masing-masing subjek pada Skala Kecerdasan Spiritual dan Skala Kontrol Diri.

1) Kecerdasan Spirirtual

Kategorisasi variabel Kecerdasan Spiritual dapat diperoleh berdasarkan skor total subjek pada Skala Kecerdasan Spiritual. Skala ini terdiri dari 44 aitem, dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum yaitu 44 dan maksimumnya yaitu 176. Standar deviasi-nya adalah 22 dan sedangkan mean-nya adalah 110.

Berdasarkan hasil kategorisasi, dapat dilihat bahwa tidak terdapat subjek dengan tingkat kecerdasan spiritual termasuk kategori sangat rendah dan kategori rendah. Kecerdasan Spiritual yang dimiliki mahasiswa Fakultas Teknologi

(13)

Industri Univeristas Islam Indonesia termasuk dalam kategori tinggi. Dari data diatas hanya terdapat 27,143 % yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini juga dapat dilihat bahwa sebanyak 62,857 % dalam kategori tinggi dan 10%

dalam kategori sangat tinggi.

2) Kontrol Diri

Kategorisasi variabel Kontrol Diri dapat diperoleh berdasarkan skor total subjek pada Skala Kontrol Diri. Skala ini terdiri dari 30 aitem, dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum yaitu 30 dan maksimumnya yaitu 120. Standar deviasi-nya adalah 15, sedangkan mean-nya adalah 75.

Berdasarkan hasil kategorisasi di atas, dapat dilihat bahwa pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia tidak terdapat subjek dengan tingkat kontrol diri termasuk kategori sangat rendah dan satu orang subjek dengan kategori rendah. Kontrol diri yang dimiliki mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia termasuk dalam kategori tinggi. Dari data diatas hanya terdapat 30 % yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini juga dapat dilihat bahwa sebanyak 62,857% dalam kategori tinggi dan 5,714% dalam kategori sangat tinggi.

1. Uji Asumsi a. Uji normalitas

Sebelum melakukan analisis data penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas sebagai syarat untuk pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. Uji

(14)

asumsi ini dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 13.0 for Windows.

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap distribusi skor kecerdasan spiritual dan kontrol diri, dengan menggunakan teknik one sample kolmogorov smirnov test pada program komputer SPSS for Windows 13.0. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal tidaknya

sebaran data adalah jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan normal, namun jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal. Dari hasil pengolahan data kecerdasan spiritual pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri diperoleh koefisien K-SZ = 0.663 dengan p = 0,772 (p>0,05). Sedangkan kontrol diri pada diperoleh koefisien K-SZ = 0,809 dengan p = 0,529 (p>0,05) . Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiwa Fakulatas Teknologi Industri terdistribusi atau tersebar dengan normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui sifat atau pola hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Pengujian linieritas dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 13.0 dengan teknik test of linearity. Hasil uji linieritas memperlihatkan bahwa variabel bebas yaitu kecerdasan spiritual dan variabel tergantung yaitu kontrol diri pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri memiliki hubungan linier atau

(15)

mengikuti garis lurus. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F = 163,803 dengan p

= 0,000 (p<0,01).

1. Uji Hipotesis

Setelah diketahui bahwa data yang diperoleh memenuhi syarat baik dari sebarannya yang normal maupun sifat hubungan antar variabel bebas dan variabel tergantung yang memiliki hubungan linear, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson melalui prosedur bivariate correlation pada program komputer SPSS for Windows 13.0.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa fakultas Teknologi Industri Universitas Islam indonesia. Dari hasil pengolahan data kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia diperoleh koefisien korelasi r = 0,777dengan p = 0,000 (p<0,01). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan positif yang sangat signifikan kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa.

Untuk mengetahui sumbangan efektif yang diberikan variabel bebas yaitu kecerdasan spiritual terhadap variabel tergantung yaitu kontrol diri pada program mahasiswa maka dilakukan uji regresi. Dilihat dari koefisien determinasi (Adjusted R Square) hasil pengolahan data kecerdasan spiritual diperoleh R² =

0,603. Sehingga sumbangan efektif yang diberikan kecerdaasan spiritual terhadap kontrol diri mahasiswa sebesar 60,3%, sedangkan sisanya sebesar 39,7% dipengaruhi variabel lain diluar variabel tersebut.

(16)

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan positif antara Kecerdasan Spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa.

Setelah melalui beberapa proses pengolahan data, maka diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut. Mula-mula melalui deskripsi data penelitian dapat dilihat bahwa nilai rata-rata skor kecerdasan spiritual yang diperoleh (mean empirik = 130,18) lebih tinggi dari rata-rata skor hipotetiknya (mean hipotetik = 110). Data tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kecerdasan spiritual lebih besar dari rata-rata yang diperkirakan. Secara lebih spesifik, kecerdasan spiritual yang dimunculkan oleh mahasiswa responden sebagian besar berada pada tingkatan tinggi (62,857%), sebanyak 27,143% pada tingkatan cukup, dan sebanyak 10% pada tingkatan sangat tinggi. Untuk kontrol diri sendiri, mahasiswa memiliki rata-rata skor (mean empirik = 86,98) yang lebih tinggi dari rata-rata skor hipotetik (mean hipotetik = 75). Itu menunjukkan bahwa kontrol diri pada mahasiswa berada di atas rata-rata yang diperkirakan.

Lebih dari setengah (62,857%) dari mahasiswa responden memiliki kontrol diri yang tinggi dan 5,714% dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan yang lainnya berada dalam kategori sedang sebanyak 30% dan 1,428% berada pada kategori rendah.

Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini yang menunjukkan tingginya nilai koefisien korelasi yang diperoleh (r=0,777 dengan

(17)

p=0,000). Sehingga dapat dilihat bahwa Kecerdasan Spiritual memang berhubungan dengan Kontrol diri yang dimiliki. Terbukti pula bahwa semakin tinggi kecerdasan spiritual, maka semakin tinggi kontrol diri pada mahasiswa

Adanya hubungan antara kecerdasan spiritual dengan kontrol diri pada mahasiswa ditunjukkan oleh hasil uji linieritas yang dilakukan terhadap kedua variabel tersebut. Hasil analisis memperlihatkan hubungan antara Kecerdasan Spiritual dan Kontrol Diri pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia bersifat linier, dalam arti bahwa kedua variabel saling berhubungan satu sama lain.

Kecerdasan Spiritual terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap kontrol diri. Sumbangan efektif yang diberikan variabel bebas yaitu Kecerdasan Spiritual terhadap variabel tergantung yaitu Kontrol Diri pada mahasiswa dapat dikatakan sangat besar. Hasil uji regresi memperlihatkan sumbangan efektif yang diberikan kecerdasan spiritual terhadap kontrol diri pada mahasiswa adalah sebesar 60,3% sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,7% dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti pola asuh, lingkungan sosial, religiusitas dl.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ghozali (2004), diungkapkan bahwa intensitas puasa sunnah berkorelasi positif dengan kontrol diri pada remaja.

Dalam penelitian ini disebutkan bahwa puasa sebagai fenomena spiritual- universal yang di ajarkan oleh agama-agama lain berfungsi sebagai latihan untuk mencapai kedalaman spiritual.

Individu belajar tentang kemampuan spiritual kita dari agama, yang mengatakan bahwa manusia yang menjadi spiritual adalah manusia yang telah mengalami pengalaman fisik sebagai bagian dari perjalan spiritual (Khavari,

(18)

2002). SQ tinggi tidak harus berkaitan dengan agama. Namun, kebanyakan individu membutuhkan semacam kerangka “keagamaan” sebagai panduan untuk menjalani kehidupan kita (Zohar dan Marshal 2001).

Penelitian ini juga sebanding dengan hasil penelitian Aziz (2006) yang menungkapkan bahwa tiga jenis kecerdasan (Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual) berkorelasi negatif dengan agresivitas pada mahasiswa. Semakin tinggi kecerdasan mahasiswa maka semakin rendah agresivitasnya. Dalam penelitian ini Kecerdasan Spiritual memiliki sumbangan yang lebih besar dalam mempengaruhi agresivitas pada mahasiswa. Hal ini diperkuat oleh Pasiak (2002) yang menyatakan bahwa dasar kecerdasan spiritual juga berakar pada kekuatan otak sama persis dengan kecerdasan intelektual dan emosional.

Otak SQ cara kerjanya berfikir unitif. Yaitu kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur yang terlibat. Kemampuan untuk menangkap suatu situasi dan melakukan reaksi terhadapnya, menciptakan pola dan aturan baru. Kemampuan ini merupakan ciri utama kesadaran, yaitu kemampuan untuk mengalami dan menggunakan pengalaman tentang makna dan nilai yang lebih tinggi (Zohar dan Marshal 2001).

Sejalan dengan beberapa penelitian di atas, penelitian ini pun mampu membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa. Dengan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi maka individu akan dapat mengendalikan diri dan perilakunya.

Tingkat Kecerdasan Spiritual mahasiswa fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia berada dalam kategori tinggi. Hal yang sama juga

(19)

terjadi pada kontrol diri mahasiswa yang tergolong dalam kategori tinggi. Ketika mahasiswa memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi maka ia akan mengerahkan segala kemampuan yang ada dalam dirinya untuk dapat menahan dorongan yang bersifat negatif dari dalam dirinya. Dengan memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi, mahasiswa akan dapat mengendalikan perilakunya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frankl (dalam Bastaman, 1997) yang menyatakan bahwa dalam diri individu terdapat dimensi keruhaniahan (spiritual), yaitu suatu dimensi yang dianggap sebagai inti kemanusiaan, merupakan sumber makna hidup dan potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa.

Uraian tersebut memperlihatkan bahwa Kecerdasan Spiritual sangat berperan penting dalam kontrol diri. Oleh karena itu, dapat mengatasi masalah kontrol diri pada mahasiswa, diantaranya adalah melalui penciptaan suasana yang mendukung pada pada kecerdasan spiritual. Misalnya dengan mengefektifkan kegiatan kemahasiswaan yang lebih mendukung pada terwujudnya kecerdasan spiritual teresebut atau dengan melakukan pelatiahn- pelatihan yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual pada mahasiswa.

Selain itu masih banyak sekali hal-hal yang dapat digali dari penelitian yang berorientasi pada pengendalian diri. Permasalahan seperti latar belakang pola asuh dan religiusitas diasumsikan dapat mempengaruhi kontrol diri pada mahasiswa. Penelitian kali ini tidak membahas variabel-variabel tersebut, disarankan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengangkat topik tersebut atau bahkan mencari topik-topik lain untuk memperkaya referensi tentang kecerdasan spiritual atau kontrol diri.

(20)

KESIMPULAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini yang menunjukkan tingginya nilai koefisien korelasi yang diperoleh (r=0,777 dengan p=0,000).

Sehingga dapat dilihat bahwa Kecerdasan Spiritual memang berhubungan dengan Kontrol diri yang dimiliki. Terbukti pula bahwa semakin tinggi kecerdasan spiritual, maka semakin tinggi kontrol diri pada mahasiswa.

SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara Kecerdasan Spiritual dan Kontrol Diri pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Semakin tinggi Kecerdasan Spiritual, maka semakin tinggi kontrol diri mahasiswa.

2. Tingkat Kecerdasan Spiritual dan kontrol diri pada mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Unversitas Islam Indonesia berada dalam kategori tinggi.

3. Kecerdasan Spiritual sangat berpengaruh besar terhadap kontrol diri pada mahasiswa.

(21)

B. Saran

Berdasarkan hasil yang telah dicapai, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Subjek

Dalam usaha peningkatan kontrol diri siswa, hendaknya Universitas juga memperhatikan faktor Kecerdasan Spiritual karena berperan penting dalam menumbuhkan kontrol diri pada mahasiswa.

2. Bagi Penyelenggara Pendidikan

Memberikan fasilitas untuk bertambahnya pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus yang kemudian mahasiswa dapat mengaplikasikan dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai generasi penerus bangsa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Untuk penelitian selanjutnya disarankan lebih dapat menggali aspek- aspek yang lebih dalam lagi sehingga menghasilkan suatu penelitian yang lebih mendalam dan variatif.

b. Skala Kecerdasn Spiritual dan Skala Kontrol Diri dalam penelitian ini masih perlu mendapat penyempurnaan. Sehubungan dengan itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan skala tersebut sehingga lebih mampu mengungkap realita sesungguhnya.

c. Melihat besarnya sumbangan variabel bebas penelitian yaitu kecerdasan spiritual terhadap variabel tergantung yaitu kontrol diri, dimungkinkan karena pemilihan subjek penelitian yaitu mahasiswa. Peneliti selanjutnya disarankan untuk memakai subjek yang berbeda yaitu remaja yang masih sekolah di tingkat SLTP atau SLTA.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya jika karyawan tidak memiliki rasa engaged, maka karyawan akan memiliki perilaku seperti tidak bekerja dengan efektif dan efisien, tidak menunjukan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam perawatan lansia menurut budaya melayu dan

Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana tanggapan para santri pondok pesantren al-istiqomah terhadap masuknya tekhnologi modern dalam

Anda memakai kunci remote?Kalau kunci anda ketinggalan dalam mobil dan remote cadangannya di rumah, tinggal telpon orang rumah dengan HP, lalu dekatkan HP andakurang lebih

Berdasarkan tinjauan kebijakan moneter maret 2017, Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong

Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang

MF-15, instalasi sistem pendingin secara sirkulasi menggunakan air bebas mineral, instalasi coil, instalasi pelindung radio frequency dan uji fungsi furnace induksi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur quenching terhadap nilai kekerasan dan ketangguhan pada hasil pengelasan baja karbon sedang