• Tidak ada hasil yang ditemukan

Copyright:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Copyright:"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 1

Copyright:

www.bppjambi.info

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet (Hevea brasilliensis Mull Arg) merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber devisa Negara kedua setelah perkebunan kelapa sawit, karet juga mampu mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangannya (Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2010). Disamping itu tanaman karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja disektor ini, karena sebagian besar perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. Luas total perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total areal tersebut 84,5% merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik negara (Setiawan dan Andoko, 2010).

Di provinsi Jambi, pertanaman karet merupakan perkebunan cukup besar yang pada tahun 2009 luasnya mencapai 645.145 hektar. Dari total luas tanaman karet tersebut, 642.619 hektar atau lebih dari 98% merupakan perkebunan karet rakyat yang total produksinya mencapai 277.900 ton (Dinas Perkebunan Jambi 2010). Luas areal dan produksi tanaman karet menurut status pengusahaannya di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 1.

(2)

Copyright:

www.bppjambi.info

Tabel 1. Luas dan produksi perkebunan karet berdasarkan pengusahaan di Provinsi Jambi tahun 2010.

No Jenis

Pengusahaan

Luas Arel (Ha) Produksi Ton

Produktivitas (kg/ha)

TBM TM TTM/T Jumlah

1 Perkebunan Rakyat

176.3 338.29 127.998 642.619 277.900 821

2 Perkebunan - 2.526 - 2.526 2.720 1.077

Jumlah 176.3 340.82 127.998 645.145 280.620 823

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2010.

Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan TM = Tanaman Menghasilkan TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan TR = Tanaman Rusak

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa walaupun dari segi luas lahan, perkebunan karet rakyat yang terbesar namun produktivitasnya masih rendah yaitu sebesar 821 kg/ha, jika dibandingkan perkebunan karet swasta sebesar 1.077. Menurut (Rosyid, 2004 cit Pukesmawati.E.S. 2006) rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama sebagian besar merupakan kebun karet tua dengan usia tanaman lebih dari 20 tahun, kedua pemeliharaan kebun kurang baik sehingga kondisi kebun mirip dengan kondisi hutan, dan ketiga sebagian tanaman mengunakan bahan tanam biji sapuan (seedling), bukan dari klon unggul.

Tanaman karet yang ditanam dari bahan tanam biji, bila dibandingkan dengan bahan tanam yang berasal dari okulasi akan memberi hasil yang berbeda (Priyadarshan, 2003). Menurut Hadi dan Anwar (2006), diperlukan teknologi pembibitan karet untuk memperoleh bahan tanam klonal yang mempunyai mutu genetik dan mutu fisiologi unggul.

Untuk meningkatkan produktivitas perkebunan karet rakyat, pemerintah telah menempuh berbagai upaya antara lain perluasan tanaman, penyuluhan, intensifikasi,

(3)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 3

Copyright:

www.bppjambi.info

rehabilitasi dan peremajaan serta penyebaran klon – klon unggul bibit karet. Dalam menunjang keberhasilan peningkatan produktivitas perkebunan karet, telah dilakukan usaha khususnya terhadap bibit karet (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbanyak tanaman karet dari klon-klon unggul adalah dengan mengunakan teknik okulasi (Setiawan dan Andoko, 2010). Ada tiga macam teknik okulasi pada tanaman karet, yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Ketiga macam teknik okulasi tersebut pada prinsipnya relatif sama, perbedaannya hanya terletak pada umur batang bawah dan umur batang atas (Amypalupy, 2009)

Amypalupy (1988) menjelaskan bahwa bahan tanaman karet asal okulasi banyak memberi keuntungan dari sifat-sifat unggul induknya seperti pertumbuhan tanaman seragam, produksi tinggi, mulai berproduksi dalam waktu relatife singkat, mudah dalam penyadapan, dan tahan terhadap penyakit. Menurut Setyamidjaja (1993), hasil okulasi pada tanaman karet salah satunya adalah stum mata tidur. Stum mata tidur adalah bibit hasil okulasi dengan mata tunas okulasi yang belum tumbuh.

Dalam melakukan okulasi dibutuhkan mata tunas yang merupakan bagian tanaman batang atas yang akan diokulasikan dengan batang bawah. Mata tunas ini setelah menyatu dengan batang bawah akan tumbuh menjadi batang tanaman karet (Setiawan dan Andoko, 2010). Ada tiga jenis mata tunas yang tampak pada tanaman karet yaitu mata daun, mata sisik dan mata bunga. Mata daun dan mata sisik dapat dipakai untuk okulasi, sedangkan mata bunga tidak dapat digunakan (Nazaruddin dan Paimin. F.B, 2006)

(4)

Copyright:

www.bppjambi.info

Guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet secara nasional, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan benih yang berkualitas baik secara genetis maupun secara fisiologis.

Seiring dengan meningkatnya harga karet di pasaran dunia, mendorong para petani untuk melakukan peremajaan tanaman tua yang tidak produktif.

Pada tingkat petani penangkar benih karet, para okulator dilapangan dalam melakukan okulasi, baik okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat, sering menggunakan mata tunas yang berasal dari mata sisik yang tingkat keberhasilannya lebih tinggi, mata tangkai (mata prima) baik yang rapat maupun yang jarang.

Seiring kejadian diatas, maka perlu dikaji sejauh mana respon mata entres yang berbeda pada dua klon.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan stum mata tidur yang baik terhadap percepatan pemecahan mata tunas dan pertumbuhan benih tanaman karet

2. Mengetahui sejauh mana respon mata tunas beberapa klon karet dan pertumbuhan stum mata tidur tanaman karet.

C. Manfaat Penelitian

Hasil kajiwidya ini diharapkan dapat menambah informasi dibidang teknologi pembibitan tanaman karet yang berasal dari stum mata tunas sehingga dapat dipergunakan untuk pengembangan bibit tanaman karet yang berkualitas.

(5)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 5

Copyright:

www.bppjambi.info

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tanaman Karet.

Tanaman karet (Hevea Brasilliensis) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Amerika Latin yang beriklim tropis khususnya Brasil (Setiawan dan Andoko, 2010). Menurut Setyamidjaja (1993) tanaman karet adalah tanaman daerah tropis.

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona 150 LS dan 150 LU. Bila ditanam diluar zona tersebut pertumbuhannya agak lambat sehingga memulai produksinya pun terhambat.

Tanaman karet tergolong ke dalam Kelas Dicotiledonae dan Family Euphorbiaceae. Tumbuhan ini tergolong tergolong tanaman berumah satu. Pada tanaman karet penyerbukan dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Selain itu tanaman mempunyai cabang batang banyak dan berdaun lebar dengan tinggi pohon dapat mencapai 25 meter. Pada tanaman karet, yang diambil terutama lateksnya dan baru belakangan ini diusahakan menciptakan klon karet yang ketika masa produksinya berakhir batang tanaman tersebut juga dapat dimanfaatkan (Setiawan dan Andoko, 2010).

Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm per tahun. Curah hujan optimal 2500 mm – 4000 mm per tahun dan dalam 100 – 150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuh hujan rata – rata setahun akan mempengaruhi produksinya. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan kurang (Setyamidjaja, 1993). Menurut Umar et al.., (2010) disribusi curah hujan yang baik antara 2000 – 2500 mm pertahun.

Karet termasuk tanaman dataran rendah, tumbuh baik didataran dengan ketinggian 0 – 400 m dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian tersebut suhu harian

(6)

Copyright:

www.bppjambi.info

210C – 350C (Ikerodah et al., 2009). Menurut Setyamidjaja (1993), tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah yakni pada ketinggian sampai 200 m di atas permukaan laut (dpl). Ketinggian lebih dari 600 m dpl tidak cocok untuk tanaman karet karena pertumbuhan makin lamban dan hasilnya lebih rendah. Selanjutnya Setiawan dan Andoko (2010), menyatakan bahwa jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 200 C tidak cocok untuk budidaya karet.

Suhu yang lebih dari 300 C mengakibatkan tanaman karet tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman karet membutuhkan sinar matahari sepanjang hari minimum 5-7 jam/hari.

Hampir semua jenis tanah baik untuk pertumbuhan tanaman karet, baik pada tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai pH antara 3,0-8,0. PH tanah dibawah 3,0 atau diatas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Menurut Elmagboul et al.., (2008) Tanah yang baik adalah tanah yang lembab dengan draimase yang baik.

Sifat tanah yang baik untuk tanaman karet adalah solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan, mempuayai aerasi dan drainase baik, remah, porus dan dapat menahan air, tekstur tanah terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir, tidak bergambut dan jaka ada tidak lebih tebal dari 20 cm, kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro, kemiringan tanah tidak lebih 16 %, permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1993). Menurut Vinod et al.., (2003) bila keadaan tanah miskin unsur hara akan memberi pengaruh kurang baik bagi bahan tanam.

(7)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 7

Copyright:

www.bppjambi.info

B. Okulasi Tanaman Karet

Okulasi atau disebut juga dengan menempel merupakan cara untuk melipat gandakan tanaman dengan jalan melekatkan bagian tanaman yang satu dengan bagian tanaman yang lain yang disnggap sebagai induknya. Bagian tanaman yang diokulasi adalah mata tunas yang lagi dorman (Pratiwi et al., 1992). Menurut Widarto (1996), perbanyakan tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek atau cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari induknya.

Okulasi merupakan penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke tanaman batang bawah yang keduanya mempunyai sifat unggul. Dengan cara ini akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari kedua tanaman dalam waktu yang relative pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang relative seragam. Sedangkan menurut Amypalupy (2009) oklulasi adalah salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat unggul.

Hasil okulasi tersebut (okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat) salah satunya stum mata tidur. Bibit stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi dilahan persemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari dua bulan setelah pemotongan batang bawah (Setiawan dan Andoko, 2010). Anonim, (2009) menyatakan bahwa bahwa bibit stum mata tidur diperoleh dari bibit okulasi yang tumbuh di pembibitan selama kurang dari 2 bulan setelah pemotongan. Biasanya bibit yang terbentuk berakar tunggang satu atau bercabang. Bibit yang akar tunggangnya bercabang tidak baik untuk dijadikan bibit. Oleh karena itu, sebelum penanaman biasanya petani

(8)

Copyright:

www.bppjambi.info

memotongnya hingga hanya tinggal satu akar lateralnya hanya 5 cm. Bibit stum mata tidur merupakan bibit yang mata tunasnya belum tumbuh.

Selanjutnya Amypalupy, (1988) menyatakan bahwa mata okulasi tersebut akan tumbuh setelah pemotongan batang bawah (di atas perisai atau tempelan).

Keuntungan menggunakan stum mata tidur antara lain waktu penyiapan lebih singkat dan cepat, harganya murah. Kelemahan stum mata tidur antara lain presentase kematian stum yang tinggi ( 15% - 20% ), kemungkinan tumbuhnya tunas palsu dan pertumbuhan yang kurang seragam.

Stum mata tidur dapat ditanam langsung ke kebun atau di dalam Polybag sampai terbentuk 2 – 3 payung. Pemindahan stum ke polybag bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik dan merata serta mengurangi akibat buruk dari pemindahan bibit (transplanting ) di lapangan (Setyamidjaja, 1993).

Disamping itu penanaman bibit dalam polybag juga dimaksudkan untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik sehingga setelah stum di tanam sudah mampu menyerap air dan hara sehingga pada akhirnya akan menekan tingkat kematian stum dan mempercepat laju pertumbuhan (Siagian, 1991 Cit Pukesmawati.E.S. (2006).

Pembongkaran bibit menjadi stum mata tidur yang akan dipindahkan kekebun atau polybag dilakukan apabila mata okulasi telah membengkak, yaitu telah terangsang untuk tumbuh, yang tujuannya untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, juga untuk memastikan bahwa bibit yang ditanam tumbuh baik serta untuk memudahkan akar tunggang dipotong sampai tersisa sepanjang + 40cm, sedangkan akar lateralnya disisakan hanya 5 – 10 cm (Setyamidjaja, 1993).

(9)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 9

Copyright:

www.bppjambi.info

Di lapangan biasanya petani memotong akar tunggang dengan panjang 20-25 cm sedangkan akar lateralnya sepanjang 5 cm, kemudian stum mata tidur dapat langsung ditanam ke lapangan atau ke polybag sampai terbentuk 2-3 payung

D. Kerangka Berpikir

Guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet secara nasional, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan benih yang berkualitas baik secara genetis maupun secara fisiologis.

Seiring dengan meningkatnya harga karet di pasaran dunia, mendorong para petani untuk melakukan peremajaan tanaman tua yang tidak produktif.

Pada tingkat petani penangkar benih karet, para okulator dilapangan dalam melakukan okulasi, baik okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat, sering menggunakan mata tunas yang berasal dari mata sisik yang tingkat keberhasilannya lebih tinggi, mata tangkai (mata prima) baik yang rapat maupun yang jarang.

Seiring kejadian diatas, maka perlu dikaji sejauh mana respon mata entres yang berbeda pada empat klon.

E. Hipotesis

1. Diduga dengan menggunakan mata tunas (entres) prima yang jarang dengan metode okulasi kita mengetahui/mendapatkan mata tunas tertentu yang paling sesuai.

2. Diduga penggunaan beberapa mata tunas (entres) klon PB 260,dan PR 261 akan dapat memberi tanggap yang berbeda-beda dari masing-masing klon pada tingkat kecepatan tumbuh dalam upaya untuk mengetahui/mendapatkan bibit yang berkualitas.

(10)

Copyright:

www.bppjambi.info

III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pelatihan Pertanian Jambi yang memiliki ketinggian tempat + 35 M dari permukaan laut. Pelaksanaan selama 4 (tiga) bulan, dimulai pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2011.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stum mata tidur yang batang bawah berumur + 7 bulan. , polybag ukuran 18 x 40 cm. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah ayakan, gergaji cangkul, parang, gunting pangkas, ember, handsprayer, meteran, jangka sorong, timbangan, timbangan analitik, oven listrik, mistar, alat tulis dan lain-lain.

C. Metode Penelitian

Kajiwidya ini direncanakan berbentuk percobaan factorial 3 x 2 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah Jenis mata entres (J) sedangkan faktor kedua asal klon mata entres (K). Dengan rincian perlakuan sebagai berikut :

(1) Faktor jenis mata entres terdiri dari 3 taraf yaitu : E1 = Mata tunas (entres) sisik

E2 = Mata tunas (entres) prima yang rapat adalah Mata tunas tangkai yang jaraknya berdekatan.

E3 = Mata tunas (entres) prima yang jarang adalah Mata tunas tangkai yang jaraknya jarang .

(2) Faktor klon mata entres terdiri dari 4 taraf yaitu : K1 = Klon PB 260

(11)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 11

Copyright:

www.bppjambi.info

K2 = Klon PR 261

Dengan demikian terdapat 18 unit percobaan, masing-masing unit percobaan ada 6 tanaman. Secara keseluruhan terdapat 135 buah tanaman atau polybag. Denah penempatan unit percobaan seperti lampiran 2 Dan skema populasi tanaman dalam setiap unit percobaan dapat dilihat pada lampiran 3

Model matematika yang digunakan untuk melihat respon bibit stum mata tidur tanaman karet adalah :

Yijk = µ + Ki + Ej + (KE) ij + Gijk Dimana :

Yijk : Nilai interaksi faktor Mata entres taraf ke-I dengan faktor asal klon taraf ke-j

Pada ulangan ke k.

µ : Nilai tengah umum

Ki : Pengaruh faktor mata entres taraf ke-i Ej : Pengaruh faktor asal Klon taraf ke-j

(KE)ij: Pengaruh faktor mata entres taraf ke-I dengan faktor asal Klon taraf ke-j dan

: ulangan ke-k

Gijk : Pengaruh galat faktor mata entres taraf ke-I, faktor asal klon mata entres Taraf ke-j, dan ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis ragam (uji F) 5 % dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’t ( DMRT ) taraf 5 %

(12)

Copyright:

www.bppjambi.info

D. Pelaksanaan Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dipilih dekat dengan sumber air, datar dan terbuka. Areal penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari rumput dan sisa-sisa tanaman lainnya.

Untuk melindungi bibit dari sinar matahari langsung dan terpaan air hujan, dibuat naungan dari paranet setinggi 2 meter menghadap ketimur dan 1,5 meter menghadap ke barat.

2. Bahan Tanam

Bahan tanam yang digunakan adalah bibit karet asal okulasi stum mata tidur yang mata tunasnya belum tumbuh yang meupakan hasil persilangan antara :

Bahan tanam yang digunakan adalah benih karet asal okulasi, dengan istilah stum mata tidur yang mata tunas belum tumbuh merupakan hasil penggabungan antara Klon PB 260 sebagai batang bawah yang memiliki system perakaran kuat dan klon PB 260, PR 261, IRR 39 sebagai batang atas yang memiliki sifat unggul dengan mata sisik, rapat dan jarang.

Benih asal okulasi tersebut berasal dari okulasi coklat, dengan batang bawah berumur 10 bulan dengan diameter batang rata-rata 2.5 cm. Benih asal okulasi dipilih yang memiliki waktu okulasi yang sama. Benih hasil okulasi dibongkar, akar tunggang dipotong, disisakan +25 cm sedangkan semua akar lateralnya dipotong.

Pembongkaran benih stum mata tidur dilaksanakan sehari sebelum penanaman di polybag.

(13)

Copyright:

www.bppjambi.info

3. Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah lapisan atas, tanah terlebih dahulu diayak untuk memisahkan sisa tanaman dan kotoran lainnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam polybag sebanyak + 5 kg/polybag. Persiapan media tanam dilakukan seminggu sebelum tanam dan disiram sekali dalam sehari.

4. Pemotongan Batang Bawah dan Penanaman

Pemotongan batang bawah dilakukan sebelum bibit stum mata tidur di tanam di polybag. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gunting tunas dengan jarak 5 cm di atas mata tunas tempelan. Arah potongan miring dengan bagian yang lebih tinggi terletak di atas mata tunas tempelan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lobang di polybag sepanjang akar bibit mata stum. Setelah bibit ditanam, tanah disekitar akar dipadatkan lalu mata okulasi stum tidur diatur agar menghadap ke timur selanjutnya

5. Pemeliharaan Tanaman.

Pemeliharaan bibit karet stum mata tidur selama penelitian meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembuangan tunas palsu. Penyiraman dilakukan

(14)

Copyright:

www.bppjambi.info

pada pagi hari sampai akhir penelitian pada kapasitas lapang, Pengendalian gulma dilakukan secara manual, Pembuangan tunas palsu dilakukan pada saat tunas palsu tumbuh.

E. Variabel Yang Diamati

1. Kecepatan Pemecahan Mata Tunas

Kecepatan pemecahan mata tunas yaitu waktu yang dibutuhkan mata tunas yang telah diokulasi untuk tumbuh. Pengamatan dilakukan 7 hari setelah tanam.

Satuan yang dugunakan adalah hari setelah tanam (hst).

2. Presentase Tunas Yang Tumbuh

Presentase tunas yang tumbuh dihitung pada akhir penelitian. Rumus Presentase yang tumbuh adalah :

Tunas yang tumbuh (%) = Jumlah stum yang tumbuh

Jumlah stum yang ditanam 100%

3. Panjang Tunas Hasil Okulasi

Pengukuran panjang hasil okuasi dimulai 1 bulan setelah tanam, kemudian dilanjutkan dengan interval 2 minggu sekali sampai akhir penelitian. Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang hasil okulasi sampai pada titik tumbuh tanaman dengan mengunakan mistar.

4. Luas Daun

Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode Gravimetri. Yaitu dengan cara mengambar daun yang akan ditaksir luasnya pada sehelai kertas, menghasilkan

(15)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 15

Copyright:

www.bppjambi.info

replica (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting dari kertas yang berat dan luasnya sudah diketahui. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replica daun dengan berat total kertas. Pengukuran ini dilakukan pada umur benih 3 bulan setelah tanam.

5. Panjang Akar

Pengukuran panjang akar dilakukan dengan mencabut tanaman atau dengan memecahkan media tanam secara berhati-hati (akar tanaman tidak sampai putus), pada umur 3 bulan setelah tanam

6. Diameter Batang Hasil Okulasi

Pengukuran diameter batang hasil okulasi dimulai pada 1 bulan setelah tanam, kemudian dilanjutkan 2 minggu satu kali sampai pada akhir penelitian. Untuk keseragaman pengukuran dilakukan 2 cm diatas pertautan okulasi pada setiap tanaman sampel dengan mengukur dua sisi tunas. Pengukukuran dilakukan dengan mengunakan jangka sorong dengan satuan cm.

7. Bobot Kering Tunas

Bobot kering tunas adalah bagian tanaman yang terdiri dari batang hasil okulasi, tangkai daun dan daun. Tunas di potong dari batang bawah. Tunas kemudian dikering ovenkan pada suhu 70o C selama 2 x 24 jam sampai didapatkan bobot kering yang konstan, dan kemudian tunas di timbang. Pengamatan bobot kering tunas dilakukan akhir penelitian. Satuan yang digunakan adalah Gram.

(16)

Copyright:

www.bppjambi.info

8. Bobot Kering Akar

Bobot kering akar adalah bagian tanaman yang hanya terdiri dari akar . Akar lateral yang tumbuh dibersihkan dari kotoran yang melekat dan kemudian dipotong dari akar tunggang. Akar kemudian dikering ovenkan pada suhu 70o C selama 2 x 24 jam sampai didapatkan bobot kering yang konstan, dan kemudian akar di timbang. Pengamatan bobot kering akar dilakukan pada akhir penelitian.

Satuan yang digunakan adalah Gram.

(17)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 17

Copyright:

www.bppjambi.info

IV. PEMBAHASAN

A. Kecepatan Pemecahan Mata Tunas

Berdasarkan hasil analisis pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap kecepatan pemecahan mata tunas sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing – masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap kecepatan pemecahan mata Tunas (HST)

Jenis Entres

Jenis Klon Rata-rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 24,76 27,60 26,18

Mata rapat 29,11 26,03 27,57

Mata jarang 25,48 26,80 26,06

Rata-rata 26,45 26,66

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 2 di atas di ketahui bahwa persentase rata – rata kecepatan pemecahan mata tunas tercepat terjadi pada klon PR 261 sebanyak 29 % pada kisaran umur 11 – 20 hari setelah tanam, pada jenis mata rapat dan mata jarang cendrung merata dari mulai 11 s/d 40 hari setelah tanam dan bahkan 7 % terjadi setelah umur 40 hari setelah tanam. Pemecahan mata tunas terbanyak terjadi pada kisaran umur 21 – 30 hari setelah tanam, untuk klon PB 260 sebesar 58 %.

B. Presentase Tunas Yang Tumbuh.

Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap presentase tunas yang tumbuh sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing – masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

(18)

Copyright:

www.bppjambi.info

Tabel 3. Presentase tunas yang tumbuh benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PB 260 dan PR 261

Jenis Entres

Jenis Klon Rata-rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 90,00 78,25 84,13

Mata rapat 70,21 58,47 64,34

Mata jarang 81,96 66,51 74,12

Rata-rata 80,72 67,74

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis mata entres tertinggi terjadi pada mata sisik pada klon PB 260 sebesar 100 %. Sedangkan terendah terjadi pada jenis mata rapat pada klon PR 261. Menurut Hadi (2010) yang menyebabkan stum mata tidur mati dan tidak tumbuh yaitu dalam melakukan pengikatan mata entres bergeser dan tunas bagian dalam tertinggal, hal tersebut menyebabkan proses okulasi akan gagal atau jika berhasil hidup tidak tumbuh tunas.

C. Perkembangan Panjang Tunas Hasil Okulasi

Gambar 1. Pertumbuhan tinggi benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PB 260

10.61

21.47

25.83 26.27

30.28

8.9

23.97 24.8 25.65

30.81

11.63

23.27 23.53 24.43

26.84

0 5 10 15 20 25 30 35

31 45 59 73 87

EIK1 E2K1 E3K1

HST

(19)

Copyright:

www.bppjambi.info

Dari gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang yaitu 11,63 cm sedangkan terendah terjadi pada jenis mata entres rapat yaitu 8,9 cm. Sedangkan pada umur 87 hari setelah tanam pertumbuhan tertinggi justru terjadi pada jenis mata entres rapat setinggi 30,81 cm dibandingkan jenis mata sisik dan jarang yang masing – masing setinggi 30,28 cm dan 28,84 cm.

Gambar 2. Pertumbuhan tinggi benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PR 261

Dari gambar 2 di atas dapat diketaui bahwa pertumbuhan tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata rapat setinggi 17,20 cm dibandingkan jenis mata jarang dan sisik yang masing – masing sebesar 15,83 cm dan 9,87 cm. Sedangkan sampai umur 87 hari setelah tanam pertumbuhan tertinggi terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 36,53 cm, dibandingkan jenis mata entres rapat dan sisik yang masing – masing setinggi 32,48 cm dan 31,35 cm.

9.87

26.77 27.57 28.89 31.35

17.2

27.83 28.27 29.63

32.48

15.83

23.23 24.47

33.09

36.53

0 5 10 15 20 25 30 35 40

31 45 59 73 87

EIK2 E2K2 E3K2

HST

(20)

Copyright:

www.bppjambi.info

Pertumbuhan tunas masing – masing dari keempat klon dominan terjadi pada umur 31 – sampai 45 hari setelah tanam. Pada masa ini tanaman benih karet mengalami proses pertumbuhan tinggi dan cenderung lebih peka terhadap pengaruh – pengaruh luar seperti kekurangan air, pertukaran suhu ekstrim, kesalahan pengisisan tanah dalam polybag yang menyebabkan ditenggah polybag berongga atau patah sehingga menyebabkan tanaman akan layu bahkan sampai mati.

Pada umur 45 sampai dengan 73 hari setelah tanam dari kedua klon karet ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, pada masa ini benih karet cenderung melakukan pembesaran daun dan proses penuaan daun maupun batang serta menyimpan energy yang pada umur 73 sampai dengan 87 hari setelah tanam akan mulai membentuk pertumbuhan kedua pada pertumbuhan yang optimal.

Hasil analisis ragam pengaruh pengunaan klon dan interaksi antara jenis mata entres berbeda nyata terhadap panjang tunas hasil okulasi pada akhir penelitian, perbedaan masing – masing perlakuak pada umur 87 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4. Pengaruh penggunaan jenis mata dan jenis klon terhadap tinggi tunas umur 87 hari setelah tanam (cm)

Jenis Mata Jenis Klon Rata – rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 30,28ab 31,35ab 3,37

Mata Rapat 30,81ab 32,48 b 3,45

Mata Jarang 26,84a 36,53 c 3,72

Rata- rata 29,31a 33,45 b

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

(21)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 21

Copyright:

www.bppjambi.info

Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui rata – rata tinggi tunas terbesar pada umur 87 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres rapat sebesar 31,82 cm, dibandingkan jenis mata entres jarang dan sisik sebesar 31,69 dan 30,82. Hal ini diduga dipengaruhi sifat genetik dari batang atas dan adanya kesesuaian dengan batang bawah.

D. Luas daun.

Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap luas daun sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing – masing perlakuan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap luas daun (cm2)

Jenis Mata Jenis Klon Rata – rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 3,70 3,03 3,37

Mata Rapat 3,40 4,50 3,45

Mata Jarang 3,63 3,80 3,72

Rata- rata 3,58 3,78

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan penggunaan jenis mata entres terhadap luas daun berkisar antara 3,03 – 4,50 cm2. Dimana rata – rata daun terluas terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 3,72 cm2, dibandingkan dengan jenis mata enres rapat dan sisik yang masing – masing sebesar 3,45 cm2 dan 3,37 cm2. Sedangkan berdasarkan pengunaan klon daun terluas terdapat pada klon PR 261 sebesar 3,78 cm2 dibandingkan dengan klon PB 260 seluas 3,58 cm2.

(22)

Copyright:

www.bppjambi.info

E. Perkembangan Diameter Benih Hasil Okulasi

Hasil analisis ragam interaksi pengunaan entres dan klon terjadi pada umur 59 – 87 hari setelah tanam.

Gambar 3. Perkembangan diameter tunas benih karet dengan mata entres yang berbeda pada umur 31 - 97 klon PB 260.

Dari gambar grafik 3 dapat diketahui bahwa perkembangan diameter tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 1,80 mm dibandingkan dengan jenis mata sisik dan rapat yang masing – masing sebesar 1,67 mm dan 1,37 mm.

Gambar 4. Perkembangan diameter tunas benih karet dengan mata entres yang berbeda pada umur 31 - 97 klon PR 261.

1.61

2.1 2.23 2.28 2.3

1.57

1.97 2.1 2.1 2.32

1.8

2.07 2.13 2.2 2.4

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

31 45 59 73 87

EIK1 E2K1 E3K1

1.55

2.1 2.17 2.2 2.38

1.77

2.1 2.2 2.32 2.54

1.73

2.1 2.27 2.47 2.6

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

31 45 59 73 87

EIK2 E2K2 E3K2

(23)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 23

Copyright:

www.bppjambi.info

Dari gambar grafik 4 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres rapat yaitu 1,77 mm dibandingkan jenis mata entres jarang dan sisik, masing – masing sebesar 1,73 mm dan 1,55 mm.

Berdasarkan hasil analisis ragam interkasi pengunaan jenis mata entres dengan klon berbeda nyata terhadap diameter tunas hasil okulasi pada akhir penelitian, perbedaan masing – masing perlakuan pada umur 87 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 6. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap diameter tunas umur 87 hari setelah tanam (mm)

Jenis Mata Jenis Klon Rata – rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 2,49ab 2,38ab 2,44

Mata Rapat 2,32a 2,54ab 2,43

Mata Jarang 2,37ab 2,60 c 2,49

Rata- rata 2,39 2,51

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui rata – rata diameter terbesar pada umur 87 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 2,49 mm, dibandingkan jenis mata entres sisik dan jarang sebesar 2,44 mm dan 2,43 mm. Hal ini diduga dipengaruhi sifat genetic dari batang atas dan adanya kesesuaian dengan batang bawah.

F. Bobot Kering Tunas

Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap bobot kering tunas sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing – masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut :

(24)

Copyright:

www.bppjambi.info

Tabel 7. Pengaruh pengunaan jenis mata entres dan asal klon terhadap berat kering tunas (g)

Jenis Mata Jenis Klon Rata – rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 5,95 7,32 6,64

Mata Rapat 5,22 10,51 7,87

Mata Jarang 7,86 7,64 7,75

Rata- rata 6,34 8,48

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 7 di atas bahwa pengunaan jenis mata entres rapat menghasilkan rata – rata berat kering tunas tertinggi yaitu 7,87 g, dibandingkan dengan pengunaan jenis mata entres jarang dan sisik yang masing – masing 7,75 g dan 6,64 g.

Berdasarkan pengunaan klon rata – rata berat kering tunas tertinggi terjadi pada klon PR 261 seberat 8,48 g dan terendah pada klon PB 260. Besar kecilnya tunas benih tanaman karet dipengaruhi oleh batang bawah merespon unsure hara dalam tanah, kesesuaian dengan batang atas (entres) dan jenis klon.

G. Berat Kering Akar.

Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap berat kering akar sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing – masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 8. Pengaruh pengunaan jenis mata entres dan asal klon terhadap berat kering akar (g)

Jenis Mata Jenis Klon Rata – rata

PB 260 PR 261

Mata sisik 0,92 0,87 0,89

Mata Rapat 0,92 1,08 1,00

(25)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 25

Copyright:

www.bppjambi.info

Rata- rata 0,96 1,10

Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %.

Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa pengunaan jenis mata entres jarang menghasilkan rata – rata berat kering terberat yaitu 1,21 g, dibandingkan dengan pengunaan jenis mata entres rapat dan jarang yaitu masing – masing 1,00 g dan 0,89 g. Sedangkan bila di lihat dari pengunaan jenis klon yang menghasilkan rata – rata berat kering tertinggi pada klon PR 261 seberat 1,10 g dan berat kering terendah terjadi pada klon PB 260 seberat 0,96 g.

(26)

Copyright:

www.bppjambi.info

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Semua jenis mata entres (Jarang, rapat dan sisik) dapat digunakan.

2. Okulasi menggunaan jenis mata entres sisik dan jarang memberi persentase tumbuh yang lebih baik dibanding entres rapat.

3. Secara umum PR 261 menghasilkan tinggi tunas yang lebih baik dibandingkan klon PB 260.

B. Saran

Terkait penyediaan benih, klon PR 261 dan entres sisik dapat dianjurkan untuk digunakan karena menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik.

(27)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 27

Copyright:

www.bppjambi.info

DAFTAR PUSTAKA

Amypalupy, K. 1988. Pengaruh Pengunaan Mulsa dan Periode Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet Dalam kantong Palstik. Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. Sumatera Selatan.

Amypalupy, K. 1990. Pengaruh Tinggi dan Pemotongan Batang Bawah Pada system Pencabutan Dengan Mengunakan Dongkrak Bibit Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet Dalam polybag. Pusat Penelitian Perkebunan Sembawa. Sumatera Selatan.

Amypalupy. K, 2009. Pembuatan Bahan Tanam Dalam Sapta Bina Usaha Tani Karet Rakyat. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Sumatera Selatan.

Boerhendy, Kuswandi dan Amypalupy, 1992. Polybag Mini Untuk Mendukung Pengembangan Karet Rakyat. Pusat Penelitian Perkebunan Sembawa.

Sumatera Selatan.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2008-2010. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Jakarta.

Dinas Perkebunan, 2009. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi tahun 2009. Dinas Perkebunan Jambi.

Hadi dan Anwar, 2006. Dukungan Pusat Penelitian Karet Dalam Penyediaan Benih Karet. Warta Perkareta. 25(1):1-12.

Nazaruddin dan F.B.Paimin, 2006. Karet Budidaya dan Pengolahan StrategiPemasaran.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Pukesmawati.E.S. 2006. Respon Bibit Tanaman Karet (Hevea brasilliensis Mull Arg) di Polybag Terhadap Pemberian Kinetin. Tesis Universitas Andalas Padang

Setiawan, D. H dan A. Andoko. 2010. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

(28)

Copyright:

www.bppjambi.info

Lampiran 1. Denah Penempatan Satuan Percobaan di Lapangan menurut Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap.

E2K2(I) E1K1(II) E1K2(I)

E3K1(II) E3K2(I) E2K1(II)

E1K1(I) E2K2(II) E3K1(I)

E2K1(III) E1K2(III) E1K1(III)

E3K2(III) E3K1 (III) E2K2(I)

E1K2(II) E2K1 (I) E3K2(II)

Keterangan :

E1K1 --- E3K2 : Interaksi dengan asal entres I, II, III : Ulangan

E : Jenis mata entres

K : Jenis klon asal mata entres

(29)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 29

Copyright:

www.bppjambi.info

Lampiran 2 . Skema populasi tanaman dalam satu unit percobaan

50 cm

Keterangan :

1 - 6 : Bibit stum mata tidur tanaman karet

1, 3 dan 5 : Sampel untuk pengukuran variabel yang diamati

2 3

1

4 5 6

1

(30)

Copyright:

www.bppjambi.info

Lampiran 3. Dekripsi Klon Karet Prang Besar (PB) 260

Nama Klon : PB 260

Silsilah : Persilangan PB5/51 X PB49

Asal : Prang Besar, Malaysia

Batang : Jagur, Tegak lurus, Bentuk lingkar silendris Kulit batang : Coklat tua, corak alur sempit, putus-putus Mata : Rata,bekas pangkal tangkai kecil agak menonjol

Payung Daun : Mendatar, ukuran lurus, kerapatan sedang-agak tertutup, jarak

Antar payung dekat - sedang

Tangkai daun : Mendatar, bentuk lurus, ukuran agak sedang besar, panjang

Sedang agak panjang, bentuk kaki rata-rata menonjol Anak tangkai : Posisi mendatar, bentuk lurus, ukuran besar sedang, ukuran

Panjang sedang, sudut anak tangkai sempit

Helaian daun : Warna hijau muda-hijau, kilauan kusam, bentuk oval, tepi daun agak bergelombang, penampang memanjang lurus, penampang melintang rata-rata cekung, letak helaian daun

terpisah bersinggungan Warna lateks : Putih

Ciri-ciri Khusus : Bentuk cemara, tidak perlu inisiasi percabangan

(31)

Kajiwidya Okulasi Karet – Lindung 31

Copyright:

www.bppjambi.info

Lampiran 4. Deskripsi klon karet Proefstation voor Rubber (PR) 261

Nama Klon : PR 261

Silsilah :

Asal : India

Batang : Sedang, tegak lurus, silendris agak pipih Kulit Batang : Alur sempit, coklat tua, hitam dan sedikit halus Mata : Menonjol, rata sedang, agak menonjol

Payung Daun : Busur, 1/5 lingkaran, sedang, terbuka, dekat dan sedang Tangkai Daun : Mendatar, agak keatas, lurus, sedang, panjang dan rata agak

Berlekuk

Anak Tangkai : Lurus, sedang dan Sempit – sedang ( 50o) Helaian Daun : Warna Hijau, Kilauan Kusam,Bentuk Agak Oval,Pinggiran

: Rata Agak bergelombang Penampang ,memanjang Lurus : Penampang melintang Rata, Letak helaian daun Terpisah : Simetris daun pinggir tidak simetris, Ukuran daun 2,4 cm,

Ekor daun Pendek Warna Lateks : Putih kekuningan

(32)

Copyright:

www.bppjambi.info

Persiapan Pengkajian/Okulasi benih Karet (Dokumentasi Kajiwidya )

Batang bawah Batang atas/entres

Entres

Rapat

Entres

Jarang

Entres

Sisik

(33)

Copyright:

www.bppjambi.info

KONDISI BATANG ATAS DAN BAWAH YANG BAIK DI OKULASI

1 2 3 4

5 6 7

PROSES OKULASI DAN PENCABUTAN

(34)

Copyright:

www.bppjambi.info

STUM MATA TIDUR/BAHAN PENGKAJIAN

(35)

Copyright:

www.bppjambi.info

PELAKSANAAN PENGKAJIAN

(36)

Copyright:

www.bppjambi.info

HASIL PENGKAJIAN

Gambar

Tabel 1.   Luas dan produksi perkebunan karet berdasarkan pengusahaan di Provinsi  Jambi tahun  2010
Tabel  2.  Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap kecepatan  pemecahan mata Tunas (HST)
Tabel 3. Presentase tunas yang tumbuh benih karet dengan mata entres yang berbeda  pada      klon PB 260 dan PR 261
Gambar 2. Pertumbuhan tinggi benih karet dengan mata entres yang berbeda  pada klon PR 261
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet Klon

Pertumbuhan Stum Mata Tidur Beberapa Klon Entres Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.) Pada Batang Bawah PB 260 di Lapangan.Universitas Andalas, Padang.. Aneka

Pada pembibitan karet hasil okulasi, kecepatan jumlah payung daun ditentukan oleh waktu muncul tunas okulasi, semakin cepat muncul tunas daun maka semakin cepat pula

Pertumbuhan Stum Mata Tidur Beberapa Klon Entres Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.) pada Batang Bawah Pb 260 di Lapangan.. Strategi Pemasaran Budidaya

Penggunaan arang batok kelapa tentu memiliki alasan tertentu terhadap pengaruh stum mata tidur sebagai bahan penyimpanan tanaman karet, bahan aktif karbon pada arang batok

karet pada percobaan jenis mata entres pada beberapa klon 3 variabel berbeda nyata yaitu variabel presentase tunas yang tumbuh, variabel tinggi tunas hasil

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet Klon

Perlalcran panangkasan bentuk pada tanaman asal semai atsu ranaman okulasi yang mata okulasinya berasal dari tunas "ortotrop" tunas yangttrmbutr ke arah vertikalAurus berbeda dengan