• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN ELEMEN-ELEMEN CEMBUNG DI BAWAH CEKUNGAN KUBAH SEBAGAI UPAYA MEREDUKSI CACAT AKUSTIK RUANG MASJID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENAMBAHAN ELEMEN-ELEMEN CEMBUNG DI BAWAH CEKUNGAN KUBAH SEBAGAI UPAYA MEREDUKSI CACAT AKUSTIK RUANG MASJID"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN ELEMEN-ELEMEN CEMBUNG DI BAWAH CEKUNGAN KUBAH SEBAGAI UPAYA MEREDUKSI

CACAT AKUSTIK RUANG MASJID

(Studi Kasus Masjid Raudhatur Rahman Padang Tiji, Kab. Pidie, Prov. Aceh) Riza Priandi

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala rizapriandi@gmail.com

ABSTRAK

Kinerja akustik yang terjadi pada Masjid Raudhatur Rahman di Kabupaten Pidie Propinsi Aceh menunjukkan cacat akustik yang cukup serius. Cacat akustik tersebut menyebabkan ruangan masjid tidak dapat berfungsi optimal. Dari tinjauan teoritis, denah masjid berbentuk segi 24 dengan atap dome menutupi denah secara menyeluruh, diperkirakan adalah penyebab utama timbulnya cacat akustik.

Penelitian dilakukan untuk mengatasi cacat akustik. Model simulasi dibuat dengan penerapan teori focusing effect (efek pemusatan suara), dilakukan dengan penambahan elemen-elemen cembung yang digantungkan di bawah permukaan dalam kubah. Hasil simulasi kondisi awal (existing) menunjukkan cacat akustik tergolong sangat tinggi. Hampir semua parameter akustik yang ditinjau tidak memenuhi nilai standar. Reverberation time (RT) yang terjadi sangat besar dan bervariasi, dengan nilai rata-rata RT Sabine berkisar 3,21 - 4,1 detik. Sound pressure level (SPL) terdistribusi cukup merata, namun relatif tinggi, berkisar antara 83 - 93 dB. Distribusi nilai Early Decay Time (EDT) tidak merata. Pada bagian tengah ruangan berkisar antara 4 – 5,5 detik, sementara bagian tepi antara 2,5 – 4 detik. Nilai RASTI sangat rendah dan terdistribusi tidak merata antara 20 - 58 %, dengan klasifikasi bad hingga poor. Nilai D50 relatif sangat rendah antara 0 - 63 % dan terdistribusi tidak merata. Hasil simulasi perbaikan kondisi akustik ruangan, mampu mereduksi nilai rata-rata RT Sabine berkisar antara 0,97 - 1,29 detik. SPL rata- rata untuk setiap frekuensi berkisar antara 60,3 – 67,9 dB. EDT rata-rata untuk setiap frekuensi berkisar antara 2,3 – 2,8 detik. RASTI terdistribusi antara 45,3 – 67,7 % (poor/fair – good), dengan nilai rata-rata 56,5 % (fair). Sedangkan nilai D50 rata-rata setiap frekuensi berkisar antara 44,8 - 58,2 %.

Kata kunci : Masjid, kubah, cacat akustik

PENDAHULUAN

Masjid merupakan tempat ibadah umat muslim. Beberapa fungsi masjid, di antaranya tempat bersujud kepada Allah, pusat kegiatan keagamaan dan ibadah seperti kutbah, ceramah agama, shalat berjama’ah, pernikahan, dan madrasah. Masjid merupakan tempat yang paling banyak disuarakan Asma Allah seperti kegiatan mengaji, zikir, dan tadarus. Kegiatan-kegiatan ibadah tersebut, membutuhkan kondisi akustik ruang masjid yang memenuhi persyaratan akustik.

Studi kasus pada Masjid Raudhatur Rahman yang berada di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Denah masjid berbentuk segi 24, dengan atap dome menutupi denah secara menyeluruh. Pemilihan kasus didasarkan pada permasalahan cacat akustik yang sangat mengganggu pelaksanaan ibadah.

PERMASALAHAN

Permasalahan yang timbul pada masjid Raudhatur Rahman adalah kinerja akustik yang sangat mengganggu pelaksanaan ibadah di dalamnya, seperti gema yang timbul

(2)

sangat keras, waktu dengung (reverberation time) yang panjang, hilangnya orientasi suara, tidak meratanya distribusi suara dan bising. Ini semua merupakan cacat akustik yang sangat mengganggu untuk ruangan dengan fungsi utama percakapan (speech hall).

Cacat akustik ini menyebabkan suasana dalam masjid tidak nyaman, sehingga mengurangi kekhusyukan jama’ah dalam melakukan ibadah.

Rumusan permasalahan adalah bagaimana kinerja akustik yang timbul pada ruang masjid, dan bagaimana kinerja akustik yang timbul sebagai hasil penambahan elemen- elemen cembung yang digantungkan di bawah permukaan dalam cekungan kubah untuk mengatasi cacat akustik yang terjadi.

TUJUAN

Untuk mengetahui kinerja akustik yang timbul akibat pengaruh bentuk dan kelengkungan kubah, dan untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi cacat akustik yang terjadi pada ruang masjid tersebut dengan penambahan elemen-elemen cembung yang digantungkan di bawah cekungan dalam kubah.

KAJIAN TEORI Pemantulan Suara

Gejala pemantulan suara pada permukaan hampir sama dengan pemantulan cahaya. Sifat dan bentuk permukaan bidang pantul menentukan gejala pemantulan. Jika permukaan yang keras, tegar dan rata, seperti beton, bata, plesteran, atau kaca, memantulkan hampir semua energi atau daya suara yang diterima. Jika permukaan bidang pantul cembung, cenderung menyebarkan gelombang suara, dan permukaan cekung cenderung mengumpulkan suara.

Bidang cekung Bidang cembung

Gambar 1. Pemantulan suara pada bidang lengkung.

Sumber : Doelle, Leslie L. (1972)

Absorbsi Suara

Penyerapan suara (absorbsi suara) adalah perubahan energi suara menjadi bentuk lain, biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan sangat kecil, sedang kecepatan perambatan

(3)

Gambar 2. Pemantulan suara dari permukaan yang berbeda : (1) permukaan datar; (2) penyebaran suara; (3) pemusatan suara

Sumber : Doelle, Leslie L. (1972)

Teori Dasar Permukaan Lengkung.

Distribusi energi suara yang merata pada suatu ruangan akan sulit tercapai apabila pada ruangan tersebut terdapat permukaan yang berbentuk cekung. Pada ruangan melingkar dimana pada pusatnya diletakkan sumber suara, seluruh berkas suara yang dipancarkan oleh sumber suara tersebut akan sampai pada permukaan cekung dari dinding secara tegak lurus pada waktu yang sama, dan akan dipantulkan kembali melalui jalur datangnya berkas tersebut menuju ke arah sumber suara kembali. Efek pantulan dari sumber suara yang terletak pada pusat bola, dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 4 diperlihatkan ruangan berbentuk bola dimana sumber suara diletakkan pada posisi ½ r dari pusat bola, dimana r adalah jari-jari bola. Walaupun tidak ada konsentrasi yang kuat dari energi suara pada satu titik penerima terlihat bahwa energi suara tidak memiliki kecenderungan untuk terdistribusi secara merata pada seluruh ruangan dalam bola. Sebaliknya, ada kecenderungan berkas energi suara terpusat pada sekitar daerah penerima (R).

Efek Pemusatan Suara (Focusing)

Pada ruangan dengan satu atau lebih permukaan cekung, suara yang datang dari sumber suara yang menuju pemukaan cekung tersebut akan dipantulkan menuju titik fokus permukaan tersebut, sehingga akan terdapat titik dalam ruangan tersebut yang

Gambar 3. (a) Berkas suara dipancarkan oleh sumbersuara; (b) Permukaan cekung

memantulkan seluruh berkas suara kembali pada sumber.

Sumber : Henriza (1999)

Gambar 4. Berkas-berkas suara yang dipancarkan oleh sumber suara (S)

sampai pada penerima (R) dalam ruangan berbentuk bola.

Sumber : Henriza (1999)

(4)

menerima pancaran energi suara yang berlebihan. Fenomena ini disebut efek pemusatan suara (focusing effect). Hal ini sering terjadi pada bangunan yang memiliki langit-langit berbentuk kubah. Ruangan di bawah kubah sangat berpotensi untuk menerima pancaran energi suara yang berlebih, dan akibatnya menimbulkan efek pemusatan suara.

Analisis efek pemusatan suara sangat diperlukan karena hal tersebut dapat menjelaskan fenomena yang dirasakan oleh pendengar. Pendengar akan membandingkan peningkatan tekanan suara yang dirasakannya dengan apa yang diharapkan pada kondisi normal (ruangan tanpa permukaan lengkung). Tekanan suara yang berlebih ini juga dapat membingungkan pendengar dimana suara seolah-olah tidak berasal dari loadspeaker, tetapi dari lengkungan kubah.

Cacat Akustik Ruang

Cacat-cacat akustik yang potensial pada ruang harus dieliminasi, karena dapat merusak kondisi akustik. Cacat-cacat akustik pada ruang meliputi gema, pemantulan yang berkepanjangan (long delayed), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi,

& resonansi ruang. Beberapa cacat akustik pada ruang, yaitu gema (echo), pemantulan dengan waktu yang panjang, bayang-bayang bunyi, dan pemusatan bunyi.

Gema (echo)

Gema adalah pengulangan bunyi asli yang jelas dan sangat tidak disukai, dan merupakan cacat akustik yang paling berat. Gema terjadi jika selang minimum sebesar 1/25 detik (untuk pembicaraan) sampai 1/10 detik (untuk musik), terjadi antara penerimaan bunyi langsung dan bunyi pantul yang berasal dari sumber yang sama.

Pemantulan Yang Berkepanjangan (Long Delayed)

Pemantulan yang berkepanjangan (long delayed), adalah cacat akustik yang sejenis denga gema, tetapi penundaan waktu antara penerimaan bunyi langsung dan bunyi pantul agak lebih singkat.

Gambar 5. Skema pantulan suara pada bangunan dengan atap kubah.

Sumber : Henriza (1999)

(5)

Dengung Dan Waktu Dengung (RT60)

Suara yang berkepanjangan sebagai akibat pemantulan yang berturut-turut dalam ruang tertutup setelah sumber bunyi dihentikan, disebut dengung. Interval waktu terjadinya dengung disebut waktu dengung (reverberation time).

Waktu dengung (reverberation time) merupakan indikator umum baik buruknya kualitas akustik sebuah ruangan. W.C Sabine (1898) memperkenalkan konsep waktu dengung sebagai waktu yang diperlukan oleh energi suara untuk meluruh sehingga sepersejuta dari energi awalnya meluruh sebesar 60 dB.

Tingkat Tekanan Suara (Sound Pressure Level/SPL)

Tingkat tekanan suara merupakan perbandingan energi tekanan suara yang dihasilkan oleh sumber suara terhadap energi tekanan referensi yaitu 1 atm (=2x10-5 N/m2). SPL dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Pada setiap ruangan diharapkan distribusi tingkat tekanan suaranya merata di semua titik di dalam ruangan tersebut.

Besaran Akustik (Parameter Kejelasan Suara) Yang Diturunkan Dari Respon Impuls Ruangan

Respon impuls ruangan merupakan sebuah grafik yang memberikan informasi tentang gambaran kondisi akustik sebuah ruangan. Informasi yang diberikan oleh grafik respon impuls tersebut merepresentasikan kandungan frekuensi, amplitudo, waktu kedatangan suara, serta seluruh pantulan yang berurutan dari semua permukaan ruangan pada sebuah titik di dalam ruangan.

Beberapa parameter kejelasan suara yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja akustik yaitu G10 (faktor kekuatan suara/relative strength), EDT (early decay time), RASTI dan D50 (inteligibility/kejelasan suara).

Kesimpulan Teoritik

Letak titik fokus kubah dipengaruhi oleh bentuk dan kelengkungan kubah. Letak titik fokus tersebut sangat mempengaruhi kinerja akustik ruang, dimana berkas-berkas suara yang datang kepermukaan kubah akan dipantulkan secara berulang sesuai kelengkungan kubah tersebut. Bentuk dan kelengkungan kubah yang merupakan suatu bidang cekung tersebut, cenderung untuk memantulkan suara kesuatu titik pemusatan suara, sehingga menimbulkan gema yang berulang-ulang dalam waktu yang panjang, dan waktu dengung yang timbul akan sangat panjang. Hal tersebut sangat mengurangi tingkat kejelasan suara (inteligibility). Penambahan elemen-elemen cembung yang

(6)

digantungkan di bawah permukaan dalam cekungan kubah, akan dapat mengurangi cacat akustik yang timbul.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode simulasi komputer, melalui uji pemodelan menggunakan perangkat lunak CATT-Acoustic v7.2e. Model dibuat sesuai data fisik objek, yang diperoleh dengan pengukuran langsung terhadap objek yang ditinjau, meliputi dimensi dan bentuk kubah, dimensi ruangan, jenis bahan, jumlah dan perletakan serta jenis sumber suara.

Selanjutnya, pada tahap pertama dilakukan pembuatan model awal sesuai dengan bentuk dan ukuran masjid yang diteliti. Selanjutnya dilakukan simulasi menggunakan program CATT-Acoustics v7.2e. Dari simulasi diperoleh output berupa nilai perbandingan tingkat tekanan suara dan bising (sound to noise ratio/SNR), waktu dengung (RT60), tingkat tekanan suara (sound pressure level/SPL), serta parameter- parameter kejelasan suara, yaitu G10, EDT, D50 dan RASTI. Output ini dievaluasi dan dianalisis dengan membandingkannya terhadap standar-standar akustik yang dipersyaratkan.

Tahap selanjutnya, dilakukan simulasi terhadap model dengan penambahan elemen-elemen cembung yang digantungkan di bawah permukaan dalam cekungan kubah.

Selanjutnya dilakukan simulasi program. Simulasi ini dilakukan dengan metode trial and error terhadap beberapa vasiarsi diameter plafond.

Variabel Bebas, yaitu jenis material elemen cembung. Variabel Terikat, yaitu kondisi objektif dan kondisi subjektif. Variabel Tetap, yaitu bising latar belakang (background noise), temperatur dan kelembaban.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Simulasi Model Awal Masjid (Kondisi Existing) Waktu Dengung (RT60)

Hasil simulasi kondisi existing Masjid Raudhatur Rahman menunjukkan nilai waktu dengung yang sangat bervariasi, antara 2,2 - 8,5 detik. Nilai yang terbesar tersebut berada disekitar tengah ruangan. Nilai rata-rata waktu dengung Sabine berkisar 3,21 - 4,1 detik. .

(7)

Berdasarkan grafik hubungan antara volume ruangan dengan waktu dengung, Masjid Raudhatur Rahman dengan volume 11.735 m3 seharusnya mempunyai waktu dengung < 1,85 detik.

Tingkat Tekanan Suara (Sound Pressure Level/SPL)

Distribusi tingkat tekanan suara (SPL) relatif cukup merata. Pada bagian tengah ruangan SPL mencapai 93 dB, sementara pada bagian tepi kiri dan kanan ruangan SPL sekitar 85 dB.

G10 (Faktor kekuatan Suara/Relative Strength)

Nilai G10 hasil simulasi kondisi existing relatif cukup besar dan terdistribusi tidak merata antara 3 dB hingga 12 dB.

EDT (Early Decay Time)

Nilai-nilai EDT pada bagian tengah ruangan (receiver 1–13), nilai EDT relatif jauh lebih besar dari nilai EDT pada bagian tepi ruangan (receiver 15–23). Pada bagian tengah ruangan, nilai EDT berkisar antara 4 – 5,5 detik. Pada bagian tepi ruangan nilai EDT berkisar antara 2,5 – 4 detik.

RASTI (Rapid Speech Transmission Index)

Nilai RASTI relatif sangat rendah dan terdistribusi tidak merata antara 20 - 58 %.

Pada bagian tengah ruangan nilai RASTI sangat rendah, berkisar antara 20 - 30 %, tergolong klasifikasi bad. Pada bagian tepi kiri dan kanan juga relatif rendah, berkisar antara 30 - 40 %, tergolong klasifikasi poor. Pada bagian depan dan belakang ruangan nilai RASTI relatif lebih baik, berkisar antara 45 - 58 %, tergolong klasifikasi fair.

D50 (Inteligibility/Kejelasan Suara)

Nilai D50 relatif sangat rendah dan terdistribusi tidak merata antara 0 - 63 %. Pada bagian tengah ruangan nilai D50 sangat rendah, berkisar antara 0 - 10 %. Pada bagian tepi kiri dan kanan juga relatif rendah, berkisar antara 20 - 30 %. Pada bagian depan dan belakang ruangan nilai D50 relatif lebih baik, berkisar antara 40 - 63 %. Pada bagian mimbar, nilai D50 berkisar antara -10 % - 10 %. Secara umum, nilai-nilai tersebut tidak memenuhi standar akustik yang dipersyaratkan, yaitu > 50 %.

B. Simulasi Perbaikan Kondisi Akustik Ruang

Model simulasi ini dibuat dengan penambahan elemen-elemen yang berbentuk lengkung (cembung) terhadap model awal. Elemen-elemen tersebut digantungkan atau dilekatkan pada permukaan dalam kubah dan juga berfungsi sebagai plafond. Berbagai

(8)

bentuk dan variasi yang memungkinkan dilakukan dengan metoda trial & error hingga diperoleh kombinasi bentuk dan material yang menghasilkan kinerja akustik yang lebih baik. Di samping itu, tinjauan arsitektural elemen-elemen tersebut juga tetap dipertahankan. Detail model diperlihatkan pada Gambar 6.

(a). Tampak Samping (b). Tampak Atas

Jenis material yang digunakan hasil trial & error yang memberikan kinerja akustik paling baik, serta koefisien abrsorbsi dan diffusinya pada frekuensi 125Hz, 250Hz, 500Hz, 1kHz, 2kHz dan 4kHz, yaitu :

- Kubah; tidak dilakukan penambahan lapisan akustik, tetap seperti kondisi existing yaitu ferrocement/beton.

- Elemen lengkung; digunakan diffuser Triffusor 1.

Absorption coefficient : 110, 59, 104, 117, 107 dan 104 %.

Diffusion coefficient : 49, 9, 37, 35, 27 dan 23 %.

- Lantai; tidak dilakukan penambahan lapisan akustik, tetap seperti kondisi existing pada keadaan kosong yaitu marble/keramik.

Hasil simulasi model untuk perbaikan kondisi akustik diuraikan sebagai berikut :

Waktu Dengung (RT60)

Hasil simulasi perbaikan kondisi akustik dengan penambahan elemen lengkung yang digantungkan di bawah kubah, menunjukkan nilai RT60 yang baik, seragam dan terdistribusi secara merata. Nilai RT60 untuk setiap frekuensi berkisar antara 0,97 - 1,29 detik. Secara keseluruhan, nilai-nilai tersebut mendekati nilai standar yang dipersyaratkan, yaitu 0,99 detik.

Tingkat Tekanan Suara (Sound Pressure Level/SPL)

Distribusi SPL hasil simulasi model perbaikan kondisi akustik ini, terlihat pola distribusi SPL yang relatif cukup merata. Secara global nilai SPL maksimum, minimum dan rata-rata untuk setiap frekuensi diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 6. Model dengan elemen lengkung.

(9)

Edisi II Vol 1 Mei-Agustus 2011 19 Tabel 1. Nilai SPL

Frekuensi 250 Hz 500 Hz 1 kHz 2 kHz

SPL (dB) Max 64,0 66,3 69,2 72,1

Mean 60,3 62,0 65,1 67,9

Min 58,7 60,1 63,1 66,0

Sumber : Priandi, Riza (2005)

EDT (Early Decay Time)

Hasil simulasi model perbaikan kondisi akustik ini, menunjukkan nilai EDT yang relatif besar dan tidak terdistribusi secara merata. Secara global nilai EDT maksimum, minimum dan rata-rata untuk setiap frekuensi diperlihatkan pada Tabel 2. Distribusi nilai EDT memperlihatkan focusing effect dapat di hilangkan, namun terdapat perbedaan yang significant antara bagian belakang dengan depan ruangan. Nilai yang rendah terdapat pada bagian belakang, dan semakin ke depan nilai EDT semakin besar.

Tabel 2. Nilai EDT

Frekuensi 250 Hz 500 Hz 1 kHz 2 kHz

EDT (s) Max 4,7 6,4 8,2 8,0

Mean 2,8 2,4 2,4 2,3

Min 1,9 0,7 0,6 0,6

Sumber : Priandi, Riza (2005)

RASTI (Rapid Speech Transmission Index)

Nilai RASTI hasil simulasi perbaikan kondisi akustik ini, secara kontour diperlihatkan pada Gambar 7. Nilai tersebut dan klasifikasinya secara grafis diperlihatkan pada Gambar 8. Secara global nilai RASTI terdistribusi antara 45,3 – 67,7 % (poor/fair – good), dengan nilai rata-rata 56,5 % (fair). Secara umum, nilai- nilai tersebut terdistribusi secara merata, namun relatif rendah. Meskipun demikian, nilai-nilai tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan, yaitu > 45 %.

Gambar 7. Distribusi nilai RASTI Sumber : Priandi, Riza (2005)

Gambar 8. Klasifikasi nilai RASTI Sumber : Priandi, Riza (2005)

R#

RASTI*100

0 10 20 30 40 50 0

20 40 60 80

100Background: 32/25 dB

BAD POOR FAIR GOOD EXC.

A0

[0->99] RASTI*100

A0

[0->99] D-50 (500Hz and 2kHz avg.)

A0

[0->99] SPL (500Hz and 2kHz power sum)

56

63

67 52

57

54 67

59

57 68

67

68 59

70

68 60

72

59 68

69

58 69

67

58 68

68

58 69

69

57 68

68

56 68

66

53 68

60

52 68

50

50 68

48

55 67

64

56 67

66

60 68

74

63 68

76

61 70

72

61 69

73

59 69

71

55 68

63

54 68

60

51 67

50

51 67

34

69 50

32

69 49

49

47 67

45

52 67

59

69 61

74

71 66

81

71 61

74

71 51

56

47 69

43

49 67

50

68 51

32

69 67

34

73

67

58

72 60

57

52 70

55

45 68

48

68 58

65

72 57

62

72 47

45

52 68

55

60 69

56

70 67

57

72

67

24

70

66

43

70 47 49 54

66

74

71 68

77

72 51

47

50 68

42

60 68

47

69

65

47

69

(10)

D50 (Inteligibility/Kejelasan Suara)

Hasil simulasi menunjukkan nilai D50 yang relatif agak rendah. Secara global nilai D50 maksimum, minimum dan rata-rata untuk setiap frekuensi diperlihatkan pada Tabel 3.

Meskipun relatif rendah, secara umum nilai-nilai tersebut memenuhi standar akustik yang dipersyaratkan yaitu > 50 %.

Tabel 3. Nilai D50

Frekuensi 250 Hz 500 Hz 1 kHz 2 kHz

D50 (%) Max 69,1 80,3 81,0 81,4

Mean 44,8 56,9 56,6 58,2

Min 19,3 24,1 24,4 24,4

Sumber : Priandi, Riza (2005)

KESIMPULAN

Hasil simulasi kondisi awal (existing) menunjukkan cacat akustik tergolong sangat tinggi. Hampir semua parameter akustik yang ditinjau tidak memenuhi nilai standar. Reverberation time (RT) yang terjadi sangat besar dan bervariasi, dengan nilai rata-rata RT Sabine berkisar 3,21 - 4,1 detik. Sound pressure level (SPL) terdistribusi cukup merata, namun relatif tinggi, berkisar antara 83 - 93 dB. Distribusi nilai Early Decay Time (EDT) tidak merata. Pada bagian tengah ruangan berkisar antara 4 – 5,5 detik, sementara bagian tepi antara 2,5 – 4 detik. Nilai RASTI sangat rendah dan terdistribusi tidak merata antara 20 - 58 %, dengan klasifikasi bad hingga poor. Nilai D50 relatif sangat rendah antara 0 - 63 % dan terdistribusi tidak merata. Orientasi suara (LEF2) relatif cukup baik, berkisar antara 0 - 30 %.

Hasil simulasi perbaikan kondisi akustik ruangan, mampu mereduksi nilai rata- rata RT Sabine berkisar 0,52 - 0,54 detik. Secara global, nilai EDT cukup rendah antara 0,8 – 1,5 detik. Nilai RASTI terdistribusi secara merata antara 46,7 – 68,3 %. Distribusi nilai D50 secara umum merata dan relatif baik, berkisar antara 22,9 – 77,4 %.

DAFTAR PUSTAKA

Doelle, Leslie L. (1972), “Environmental Acoustics”, Alih Bahasa : Dra. Lea Prasetio, M. Sc., Jakarta : Penerbit Erlangga.

Henriza (1999), “Kajian Tentang Pengaruh Bentuk Dasar Atap Terhadap Kondisi Akustik Ruangan Masjid”, Tesis Program Magister Arsitektur, ITB.

Priandi, Riza (2005), “Kajian Akustik Pada Masjid Beratap Kubah, Uji Pemodelan Menggunakan Perangkat Lunak Catt Acoustic v7.2e”, Tesis Program Magister Arsitektur, ITB.

Gambar

Gambar 4.   Berkas-berkas suara yang  dipancarkan oleh sumber suara (S)
Gambar 7.    Distribusi nilai RASTI  Sumber : Priandi, Riza (2005)
Tabel 3.    Nilai D50

Referensi

Dokumen terkait

BOGOR 2010.. Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengkajian Aktivitas Kepelabuhanan PPN Kejawanan Cirebon dalam Upaya peningkatan Kinerja Sektor Perikanan

Berdasarkan hasil pengolahan data dari tabel matriks QSPM diatas, diperoleh hasil bahwa dari ketiga alternatif strategi diatas yang memiliki total skor daya tarik tertinggi

maka dapat meningkatkan loyalitas konsumen. 4) β 3 = 0,184, adalah koefisien regresi variabel sikap pada merek yang bertanda positif artinya bahwa semakin tinggi sikap

1) Member dapat melihat info yang ada di website dan forum secara keseluruhan yang meliputi my account, produk, FAQ, testimonial, tentang perusahaan, kuisioner, forum

Metode kualitatif digunakan untuk menggali informasi dari sisi pemerintah daerah untuk kemudian dapat di gambarkan bagaimana proses kelembagaan dan kewenangan yang

Tujuan: Mengetahui faktor prognostik yang mempengaruhi kejadian palsi serebral pada dua tahun pertama kehidupan anak dengan riwayat kejang neonatus dan

Perbedaan kadar air yang terlihat sangat berbeda terdapat pada jenis bahan bakar tumbuhan bawah D.linearis yakni termasuk kadar air bahan bakar yang sangat tinggi

individu dan rumah tangga lebih besar (76,8%) dibandingkan peran kesenjangan ekonomi di tingkat provinsi (23,2%) terhadap kejadian kegemukan pada dewasa di Indonesia..