• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KELOMPOK FIQH Mata Kuliah: Agama Islam Dosen Pembimbing: Drs. Moehadi, M.Pd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKALAH KELOMPOK FIQH Mata Kuliah: Agama Islam Dosen Pembimbing: Drs. Moehadi, M.Pd"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKALAH KELOMPOK FIQH

Mata Kuliah: Agama Islam

Dosen Pembimbing: Drs. Moehadi, M.Pd

DISUSUN OLEH:

1. Legiyem (14144600206) 2. Sutarni (14144600185) 3. Yossi Mahala Crisna S (14144600262)

KELAS : A5-14

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas PGRI Yogyakarta

DESEMBER 2014/2015

(2)

2

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr Wb

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas untuk membuat makalah Pengantar Pendidikan yang berjudul “Fiqh”.Tujuan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Agama Islam

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari mempunyai banyak kekurangan oleh sebab itu bantuan dan dorongan telah kami terima dari semua pihak. Oleh karena itu tiada lupa kami dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Moehadi M,Pd selaku dosen mata kuliah Agma Islam.

2. Teman-teman kami yang telah membantu penyususan makalah ini.

Kami mohon maaf jika terdapat kekurangsempurnaan dalam penyusunan makalah ini,hal ini karena keterbatasan kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca semua.

Amin.

Wassalamua‟alaikum Wr Wb.

Yogyakarta, Desember 2014

Penulis

(3)

3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 3

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Makalah ... 3

BAB II PEMBAHASAN A. Landasan Historis Pendidikan Indonesia... ... 4

1. Pada Zaman Purba...4

2. Pada Zaman Hindu-Bhuda...4

B. Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia...9

BABIII PENUTUP A. KESIMPULAN ... 14

B. SARAN 14 DAFTAR PUSTAKA ... 15

(4)

4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ilmu fiqh memang sangat menarik untuk dipelajari karena ilmu fiqh membahas tentang segala aspek kehidupan manusia. Dalam kehidupan ini sudah ada aturannya, setiap perbuatan manusia juga ada aturannya atau batas-batasnya agar setiap insan tidak terjerumus ke jalan yang sesat. Bahkan dalam Al-quran dan hadist pun juga ada.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian fiqh?

2. Apa sajakah ketentuan-ketentuan dalam fiqih?

3. Apa sajakah sumber-sumber fiqih islam?

4. Apa sajakah macam-macam fiqh?

5. Apakah pengertian dari puasa?

6. Bagaimanakah dengan syarat wajib puasa , syarat sah puasa, rukun puasa, sunnah puasa dan yang membatalkan puasa?

7. Siapa sajakah yang diperbolehkan berbuka puasa?

8. Apakah hikmah puasa?

C. Tujuan

1. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui pengertian fiqh

2. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui ketentuan-ketentuan dalam fiqih 3. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui sumber-sumber fiqih islam 4. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui macam-macam fiqh

5. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari puasa

6. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui syarat wajib puasa, syarat sah puasa, rukun puasa, sunnah puasa dan yang membatalkan puasa.

7. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui siapa saja yang diperbolehkan berbuka puasa

8. Agar setiap mahasiswa dapat mengetahui hikmah puasa

(5)

5 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh

Menurut bahasa,”fiqh” berasal dari kata “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti mengetahui atau paham (Beni Ahmad Saebani & Januri, 2008: 3), seperti dalam firman Allah:

“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa:78)

Dan Sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.”

Al-Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-„ilm bisya‟i ma‟a al-fahm). Ilmu fiqh merupakan ilmu yang mempelajari ajaran islam yang disebut dengan syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang di peroleh dari dalil-dalil yang sistematis. Menurut pengertian fuqaha (ahli hukum islam), fiqh merupakan pengertian zhanni (sangkaan=dugaan) tentang hukum syariat yang berhubungan dengan tingkah laku manusia (Beni Ahmad Saebani & Januri, 2008:

3).

Fiqh secara etimologi berarti pehaman yang mendalam dan membutuh pengerahan potensial akal. (http://khairajember.blogspot.com)

B. Ketentuan - Ketentuan dalam Fiqih

Dalam mempelajari fiqih, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin, yaitu :

1. Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi.

Sebagaimana Firman Allah Ta'ala :

"Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan padamu, nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur'an tentulah kamu akan diberi penjelasan.

Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101)

(6)

6

Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi.

2. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.

Dalam sebuah hadits di katakan:

"Sesungguhnya Allah membenci banyak debat, banyak tanya, dan menyia- nyiakan harta."

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah disia-siakan, dan telah menggariskan undang-undang, maka jangan dilampui, mengaharamkan beberapa larangan maka jangan dlannggar, serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk menjadi rahmat bagimu, maka janganlah dibangkit-bangkit!"

"Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu hal yang mulanya tidak haram, kemudian diharamkan dengan sebab pertanyaan itu."

3. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.

Sebagaimana firman-firman Allah Ta'ala sebagai berikut:

"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah belah !" (Q. S. Ali Imran: 103).

"Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling rebutan, nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!" (Q. S. Al-Anfal 46)

"Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan keta demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yang dahsyat." (Q. S. Ali Imran 105)

4. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah.

Berdasarkan firman Allah SWT :

"Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara, kembalilah kepada Allah dan Rasul." (Q. S. An-Nisa 9). "Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu maka hukumnya kepada Allah." (Q. S. Asy- Syuro: 10).

Hal demikian itu, karena soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-qur'an, sebagaimana firman Allah SWT :

(7)

7

"Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur'an untuk menerangkan segala sesuatu."

(QS. An-Nahl 89).

Begitu juga dalam surah: Al-An'am 38, An-Nahl 44 dan An-Nisa 105, Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur'an terhadap berbagai masalah kehidupan.

Sehingga dengan demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi alasan untuk berpaling kepada selainnya. Allah SWT berfirman:

"Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, telah Ku cukupkan nikmat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu." (Q. S. Al Maidah: 5).

C. Sumber-Sumber Fiqih Islam

Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber yakni 1. Al-Qur‟an

Al Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya.

Contoh :

a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk kepada Al Qur‟an niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman Allah subhanahu wa Ta‟ala: (QS. Al maidah: 90)

b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah: 275). Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.

2. As-Sunnah

(8)

8

As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

Contoh perkataan/sabda Nabi:

“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Bukhari no. 46, 48, muslim no. 64, 97, Tirmidzi no. 1906,2558, Nasa‟i no. 4036, 4037, Ibnu Majah no. 68, Ahmad no. 3465, 3708).

Contoh perbuatan:

Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no. 635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 3413, dan Ahmad no. 23093, 23800, 34528) bahwa „Aisyah pernah ditanya: “Apa yang biasa dilakukan Rasulullah di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”

Contoh persetujuan:

Apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no. 1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya: “Shalat subuh itu dua rakaat”, orang tersebut menjawab,

“sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi shollallahu‟alaihiwasallam terdiam.

Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari‟atkannya shalat Sunat Qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.

1) As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur‟an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur‟an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi shollallahu‟alaihiwasallam dengan sanad yang sahih.

2) As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur‟an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh karena itu Nabi bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari no. 595) ula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang tidak m Al Qur‟an.

Seperti pengharaman memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki 3. Ijma‟

(9)

9

Ijma‟ bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad generasi atas suatu hukum syar‟i, dan jika sudah bersepakat ulama- ulama tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari‟at maka kesepakatan mereka adalah ijma‟, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma‟ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).

Dari Abu Bashrah rodiallahu‟anhu, bahwa Nabi shollallahu‟alaihiwasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan.” (Tirmidzi no. 2093, Ahmad 6/396).

Contohnya: Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.

Ijma‟ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur‟an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.

4. Qiyas

Yaitu Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar‟i a lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju‟ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur‟an, sunnah maupun ijma‟. Qiyas merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur‟an, as Sunnah dan Ijma‟.

Contoh: Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur‟an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran.

Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan haram, \ sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu

“memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.

(10)

10 D. Macam-Macam Fiqh

Pembagian atau pembidangan fiqh secara sistematis adalah sebagai berikut:

1. Bab tentang ibadah meliputi kitab-kitab berikut.

a. Kitab penyucian (Kitab Ath-Thaharah)

Dalam kitab ini di bahas tentang pembagian dalam penyucian itu sendiri yaitu penyucian dari dosa dan penyucian dari segala hadas dan segala yang najis. Dan pula di jelaskan metode dalam pelakukan penyucian.

b. Kitab Shalat

Dalam kitab shalat ini di sebutkan shalat-shalat wajib, shalat mengelilingi kabah atau shalat thawaf, shalat-shalat sunnah serta sifat-sifat shalat.

c. Kitab Zakat

Dalam kitab zakat di jelaskan pengertia zakat, macam-macam Zakat serta waktu dalam pembayaran zakatnya.

d. Kitab Puasa

Dalam buku dijelaska pengertian puasa, landasan pelaksanaan ibahah puasanya yaitu berlandaskan pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 187 dan dijelaskan juga hal-hal apa saja yang akan membatalkan puasa itu.

e. Kitab Haji

Di dalam buku khususnya dalam penjelasan tentang kitab haji di sebutkan tentang syarat-syarat haji, rukun-rukun haji serta dijelaskan juga tata cara haji.

f. Kitab Umrah

Dalam di buku di jelaskan umrah adalah haji kecil bagi mereka yang sedang melaksanakan haji diwajibkan untuk melaksanakan haji umrah terlebih dahulu.

2. Bab tentang akad atau perjanjian meliputi kitab pembahasan sebagai berikut:

a. Kitab Muamalah

b. Kitab Bangkrut (Muflis) c. Kitab Larangan (Hajr)

d. Kitab Pertanggungjawaban (Diman) e. Kitab Perdamaian (Diman)

(11)

11 f. Kitab Kongsi (Syarikat)

g. Kitab kongsi modal dan buruh (Mudarabah) h. Kitab kongsi Pertanian (Mazara‟at dan musaqat) i. Kitab keparcayaan ( Wadi‟ah)

j. Kitab Peminjaman (Ariyan) k. Kitab sewa (Ijarah)

l. Kitab Wakil (Wakalah) m. Kitab Waqah dan Shadaqah

n. Kitab sumbangan sementara (Sukna dan Habs) o. Kitab Pemberian (Hibah)

p. Kitab Kehendak (Wasiyat) q. Kitab Perkawinan (Nikah) r. Kitab Pemerdekaan (Itq)

s. Kitab Berburu dan menyembelih (Sayd dan Thibh) t. Kitab Makanan dan Minuman

u. Kitab penyelewengan (Ghasb) v. Kitab barang temuan (Luqathah) w. Kitab Warisan

x. Kitab Arbitrasi (Qadha) y. Kitab Kesaksian

z. Kitab Kejahatan (Hudud dan Ta‟zir) aa. Kitab Retalisasi/Pembalasan (Qishash) bb. Kitab Ganti Rugi Keuangan (Diyah).

Karena ilmu fiqh sendiri banyak, maka dalam pembahasan ini hanya akan dibahas tentang fiqh puasa saja.

E. Pengertian Puasa

“saumu” (puasa), menurut bahasa arab adalah menahan dari segala sesuatu, seperti menahan makan,minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.(Sualaiman Rasjit,2011:220)

(12)

12

Menurut istilah agama islam puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.(Sualaiman Rasjit,2011:220)

Firman Allah SWT: QS AL BAQARAH: 187

ِرْجَفْلا َيِه ِدَىْسلأا ِطْيَخْلا َيِه ُطَيْبلأا ُطْيَخْلا ُنُكَل َيَّيَبَتَي ىَّتَح اىُبَرْشاَو اىُلُكَو

Artinya: “ Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”.

1. Macam-Macam Puasa a. Puasa wajib

Macam-macam puasa wajib yaitu puasa yang harus dilaksanakan atau dikerjakan ole setiap orang islam dan hukumnya wajib dan apabila ditinggalkan berdosa.

Macam-macam puassa wajib yaitu puasa ramadhan, puasa nadzar dan puasa kafarat. Puasa ramadahn sendiri sudah tercantum dalam Al-Qur‟an surat Al- Baqarah:2:183 yang artinya: “Wahai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

b. Puasa Sunah

Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Macam-macam puasa sunnah yaitu puasa senin- kamis, puasa enam hari pada bulan syawal, puasa arafah (9 Dzulhijjah), puasa Assyura( 10 Muharram), puasa ayyamul bidh ( Puasa 13,14,15 bulan Qamariyah), puasa sya‟ban, puasa nabi daud, puasa rajab, puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).

c. Puasa Makruh

Puasa makruh adalah puasa yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak berdosa. Contoh puasa makruh yaitu:

1) Puasa pada hari Jumat secara tersendiri

Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144), bahwa Nabi SAW bersabda:

(13)

13

٠ ُهَذْعَب َم ْىُصَي ْوَا ُهَلْبَق َم َْ ْىُص َََي ْىَا َّلاِا ِةَعْوُجْلا َم ْىَي ْنُكُذَح َََا َْْنُص َََي َلا

Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari Jum‟

at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari sesudahnya."

2) Puasa hari Sabtu secara tersendiri:

Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan haditsini hasan, bahwa Nabi SAW bersabda:

ا َضَرَتْفا اَوْيِف َّلاِا ِتْبَّسلا َم ْىَي اْىُه ْىُصَت َلا ْنُكْيَلَع

Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah wajibkan kepadamu."

Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama.

Ahmad (6:324) meriwayatkan, bahwa Nabi SAW berpuasa pada hari Sabtu dan hari Ahad lebih sering daripada yang beliau lakukan pada hari-hari lainnya. Beliau mengatakan:

َيْيِكِرْشُوْلا ِذْيِع اَهْىَي اَوُهًَِّا ْنُهَفِلاَخُا ْىَا ُّبِحُا اًََاَف ٬

٠

Artinya: "Sesungguhnya Sabtu dan Ahad adalah hari raya kaum musyrikin. Maka, saya ingin berbeda dengan mereka."

(14)

14 3) Puasa sepanjang tahun.

Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari (1867) meriwayatkan:

Artinya: "Bahwasanya Nabi SAW telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?"

Maka jawabnya: "Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia."

"Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak menerimanya. "

Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar."

Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa termasuk ibadat yang paling utama.

d. Puasa haram

Puasa haram adalah puasa yang apabila dikerjakan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.

Contoh puasa haram yaitu puasa pada hari raya idul fitri, puasa pada hari raya idul adha, dan puasa tiga hari setelah hari raya haji yaitu 11,12,13.

(15)

15

2. Syarat Wajib Puasa, Syarat Sah Puasa, Rukun Puasa, Sunnah Puasa, yang Membatalkan Puasa

Syarat wajib puasa:

a. Berakal,orang gila tidak wajib berpuasa

b. Baligh (umur 15 tahun keatas) atau tanda yang lain.

Sabda rasulullah SAW yang artinya: “tiga orang terlepas dari hukum: orang yang sedang tidur hingga ia bangun, orang gila sanpai ia sembuh dan kanak-kanak sampai ia baligh (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)”

c. Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya sudah tua atau sakit tidak wajib puasa.

Firman Allah SWT yang artinya:

“Barang siapa sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain- lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah:2:185).

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin,” ( QS. Al- Baqarah:2:184).

Syarat Sah Puasa

a. Islam. Orang yang bukan islam tidaklah sah berpuasa.

b. Mumayiz (dapat membedakan yang hak dan yang batil)

c. Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan)

Orang yang haid atau nifas tidak sah menjalankan puasa tetapi wajib mengqada‟

puasa yang ditingalkan tersebut.

Riwayat Bukhari yang artinya: “ Dari Aisyah. Ia berkata, “Kami disuruh oleh Rasullah SAW. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat”.

d. Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya

Rukun Puasa

a. Niat pada malam harinya, yaitu setiap malam selam bulan ramadhan. Puasa sunnah tidak wajib niat pada malamnya, boleh niat pada siang harinya.

(16)

16

b. Menahan diri dari segala yang membatalkab sejak terbit fajar hingga sampai matahari terbenam.

Sunnah Puasa

Dalam mengerjakan puasa ada beberapa yang dapat menambah amalan berpuasa diantaranya ( Sulaeman Rasjid, 2011:238):

a. Merkata, meenyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah tenggelam.

Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Dari Sahl bin Sa‟ad, “Rasulullah SAW berkata, senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

b. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air. Diriwiyatkan yang artinya:

“Dari Anas, Nabi SAW berbuka dengan rutab (kurma gumanding) sebelum salat, kalau tidak ada dengan kurma, kalau tidak ada juga, beliau minum beberapa teguk.”

(Riwayat Abu Dawud dan Tirmizi).

c. Berbuka sewaktu berbuka puasa Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Dari Ibnu Umar, “Rasulullah SAW, apabila berbuka puasa, beliau berdoa: Ya Allah, karena Engkau saya puasa, dan dengan rezeki pemberian Engkau saya berbuka, dahaga telah lenyap dan urat-urat telah minum, serta pahala tetah tetap bila Allah SWT menghendaki.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

d. Makan sahur setelah tengah malam, denagn maksud supaya menambah kekeuatan ketika puasa. Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Dari Anas, Rasulullah SAW, telah berkata, makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkat (menguatkan badan menahan lapar karena puasa).” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

e. Mena-khirkan makan sahur sampai kra-kira 15 menit sebelum fajar. Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

(17)

17

“Dari Abu Zarr, Rasulullah SAW telah berkata, senantiasa umatku dlam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.” (Riwayat Ahmad).

f. Memeberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa. Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Barang siapa memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat ganjaran sebanyak ganjaran orang yang puasa itu, tidak kurang sedikitpun.” (Riwayat Tirmizi).

g. Hendaklah memperbanyak sedekah selama bulan puasa. Sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Dari Anas, Ditanyakan orang kepada Rasulullah Saw, Kapankah sedekah yang lebih baik?, Jawab Rasulullah Saw, sedekah yang paling baik ialah sedekah pada bulan ramadhan.”(Riwayat Tirmizi).

h. Memperbanyak membaca Al-quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar).

Yang Membatalkan Puasa

Yang membatalkan puasa yaitu (Sulaeman Rasjid, 2011: 230):

a. Makan dan minum

Firman Allah SWT yang artinya:

“ Makan dan minumlah hingga terang bagimu benag putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al-Baqarah:2:187).

Makan dan minum yang meembatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan karena sesungguhnya Allah-lah yang memberi makan dan minum.”(Riwayat Bukhari&Muslim).

Memasukkan sesuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum, artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alasan denganqias (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat dijelaskan dengan makan dan minum. Menurut

(18)

18

pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa, begitu juga memasukkan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan karena yang demikian tidak dinamakan makan dan minum.

b. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yng kembali ke dalam. Muntah yang tidak disengaja tidak membatalkan puasa. Sabda Rusulullah SAW yang artinya:

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW telah berkata, “ Barang siapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban).

c. Bersetubuh.

Firman Allah yang artinya:

“ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu”. (QS. Al-Baqarah:187).

Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di waktu siang hari di bulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat. Kafarat ini ada tiga tingkat: (a). Memerdekakan hamba, (b) kalau tidak sanggup memerdekan hamba maka puasa dua bulan berturut-turut, (c) kalau tidak kuat puasa maka bersedekah dengan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin tiap-tiap orang ¾ liter.

d. Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan.

“Dari Aisyah, Ia berkata, Kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.” (Riwayat Bukhari).

e. Gila. Jika gila itu datang pada siang hari maka batallah puasa itu.

f. Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau lainnya).

Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya sama dengan bersetubuh.Adapun keluar mani karena bermimpi, mengkhayal dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.

(19)

19 3. Orang yang diperbolahkan Berbuka Puasa

Orang-orang yang diperbolahkan berbuka pada bulan Ramadhan adalah ( Sulaeman Rasjid, 2011: 233):

a. Orang yang sakit apabila tidak kuaa untuk berpuasa, atau apabila berpuas maka sakitnya akan bertambah parah atau akan melambatkan sembuhnya menurut keterangan yang ahli dalam hal itu. Maka orang tersebut boleh berbuka, dan ia wajib mengqada apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bualan Ramadhan nanti.

b. Orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka,tetapi ia wajib mengqada puasa yang ditinggalkannya. Firman Allah yang artinya:

“ Barang siapa sakit atau atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (waijiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannyaitu, pada hari-hari yang lan. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah:185).

c. Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya atuakarena memang lemah fisiknya, bukan karena tua. Maka ia boleh berbuka, dan ia wajib membayar fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu (makanan yang mengenyangkan) kepada fakir miskin.

Firman Allah SWT:

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan dan minum seorang miskin.”

(QS. Al-Baqarah:184).

d. Orang ahmil dan orang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau takut akan mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka dan mereka wajib mengqada sebagaiman orang yang sakit. Kalau keduanya hanya takut akan menimbulkan mudarat terhadap anaknay (takut keguguran, atau kurang susu yang dapat menyebabkan si anak kurus), maka keduanya boleh berbuka serta wajib mengqada dan wajib fidyah (memberi makan fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter).

Keterangannya ayat diatas dan sabda Rasullah yang artinya:

“Dari Anas, Rasulullah SAW telah berkata, “Sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah salat dari orang musafir, dan memaafkan pula puasanya, dan Dia

(20)

20

memberikan (kemurahan) kepada wanita yang sedang hamil dan sedang menyusui (Riwayat lima orang ahli hadist).

4. Hikmah Puasa

Ibadah puasa mempunya hikmah, hikamh puasa diantarany (Sulaeman Rasjid, 2011:243):

a. Tanda terima kasih kepada Allah.

b. Didikan kepercayaan. Seseorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan segala perintah-Nya, dan tidak akan berani melanggar larangan-Nya.

c. Didikan belas kasihan terhadap fakir miskin karena seorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong fakir miskin.

d. Guna menjaga kesehatan.

(21)

21 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap pengetahuan mengenai Fiqh dan puasadapat dipelajari oleh semua mahasiswa supaya setiap mahasiswa mengetahui fiqh dan puasa dan setiap mahasiswa dapt mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta bermanfaat bagi semua kalangan atau masyarakat.

(22)

22

DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaeman. 2011. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Saebani Beni Ahmad, Januri. 2008. Fiqh Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.

H.Daud.Moh.Ali SH. 2012. Pengatar Ilmu Hukum Islam dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali pers

http://makalahpembelajaran-matematika.blogspot.com/2013/06/makalah-fiqih- islam.html

www.muslim.or.id

Referensi

Dokumen terkait

POLA TINDAK TUTUR DALAM KOMUNIKASI DOKTER GIGI DENGAN PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Pasal 15 Lain-lain Segala sesuatu yang belum diatur dalam Surat Perjanjian ini atau perubahan yang dipandang perlu oleh kedua belah pihak akan diatur lebih lanjut dalam

usahatani dengan luas lahan yang lebih besar akan memiliki produktivitas yang. relatif lebih tinggi daripada usahatani dengan luas lahan yang

Rimpang lempuyang wangi mengandung tannin, saponin, flavonoid, dan glikosida.Tujuan penelitian ini untuk memanfaatkan rimpang lempuyang wangi sebagai sediaan yang

Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Perum Perhutani selain mengembangkan obyek wisata dapat pula melakukan konservasi alam dan hutan dengan menambahkan tanaman

Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di Padukuhan Rejosari dan Sempon pada ibu pre menopause sebanyak 7 responden didapatkan data bahwa 5 responden belum

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang dibangun sekitar tahun 1985 pada saat ini sebagian sudah terdapat pemukiman warga yang tinggal di bawah jaringan

ANALISIS TEKS