• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan Pada Pemberian Opini Going Concern.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberadaan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan Pada Pemberian Opini Going Concern."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN PADA PEMBERIAN OPINI GOING CONCERN

SKRIPSI

Oleh :

CLARA AZELIA DEVI NIM : 1215351020

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

KEBERADAAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN PADA PEMBERIAN OPINI GOING CONCERN

SKRIPSI

Oleh :

CLARA AZELIA DEVI NIM : 1215351020

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

(3)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal 19 Januari 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua: Ni Gusti Putu Wirawati, SE., MSi ………..

2. Sekretaris: Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi., Ak ………..

3. Anggota: I Wayan Pradnyantha Wirasedana, M.Com (Acc) ………..

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 19 Januari 2016

Mahasiswa,

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Keberadaan Komite Audit sebagai Pemoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going Concern” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MSi., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., MSi., Ak., dan Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi., Ak., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suardika Natha, MSi dan Drs. I Made Jember, MSi., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Ketut Alit Suardana, SE, M.Si., Ak., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

6. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi., Ak., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktunya dan dengan sabar telah memberikan bimbingan dan masukan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., MSi dan I Wayan Pradnyantha Wirasedana, M.Com (Acc) selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga tercinta Papi dan Mami serta adik tersayang Jonathan dan Karina atas dukungan, perhatian, dan doa yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

9. Antonius Indra Dwi Cahya Setyawan, ST., atas doa, perhatian, serta semangat tiada henti yang diberikan sepanjang waktu sampai penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

10.Sahabat dan kawan seperjuangan, Yenni, Dwiyani, Yudha, Indira, Cintia, Indah, Bandem, Timothius serta teman-teman program Ekstensi Akuntansi angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas ilmu dan pengalaman yang dibagi selama masa penyusunan skripsi ini.

(6)

v

jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

(7)

vi

Judul: Keberadaan Komite Audit sebagai Pemoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going Concern Nama: Clara Azelia Devi

NIM: 1215351020

Abstrak

Auditor memiliki tanggung jawab untuk menilai kewajaran laporan keuangan serta mengidentifikasi kemampuan perusahaan untuk survive dalam dunia bisnis secara jangka panjang. Adanya kasus kebangkrutan perusahaan besar yang justru mendapat unqualified opinion pada tahun sebelumnya, membuat auditor harus lebih berhati-hati dan menggunakan banyak pertimbangan dalam penugasan dan penetapan opini audit. Opini audit yang diberikan auditor diharapkan mampu menjadi early warning bagi calon investor yang hendak berinvestasi. Opini going concern diberikan apabila auditor sangsi atas kelangsungan usaha auditee. Beberapa masalah kelangsungan usaha dapat diprediksi dari faktor internal perusahaan seperti ukuran perusahaan dan keberadaan komite audit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern dan keberadaan komite audit dalam memoderasi pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern.

Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012-2014. Sampel yang diperoleh sebanyak 69 perusahaan dengan metode non probability sampling, khususnya purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan pendekatan moderated regression analysis (MRA). Hasil analisis menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan pada pemberian opini going concern dan keberadaan komite audit tidak mampu memoderasi pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern. Kata kunci: Opini going concern, ukuran perusahaan, komite audit, good

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 11

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) ... 11

2.1.2 Auditing ... 13

2.1.3 Going Concern ... 16

2.1.4 Opini Going Concern ... 19

2.1.5 Ukuran Perusahaan ... 24

2.1.6 Komite Audit ... 25

2.2 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 32

3.3 Obyek Penelitian ... 33

3.4 Identifikasi Variabel ... 34

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 34

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.6.1 Jenis Data ... 36

3.6.2 Sumber Data ... 36

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 37

3.7.1 Populasi ... 37

3.7.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 37

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.9 Teknik Analisis Data ... 38

(9)

viii

4.2 Hasil Penelitian ... 45

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 45

4.2.2 Analisis Regresi Logistik ... 47

4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 55

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

4.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going Concern ... 56

4.3.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going Concern yang Diperkuat oleh Keberadaan Komite Audit ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR RUJUKAN ... .62

(10)

ix

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

4.1 Proses Pemilihan Sampel ... 44

4.2 Distribusi Auditee Berdasarkan Opini Audit ... 45

4.3 Hasil Statistik Deskriptif ... 46

4.4 Hasil Hosmer and Lemeshow Test Model 1 ... 48

4.5 Hasil Hosmer and Lemeshow Test Model 2 ... 49

4.6 Hasil Uji Overall Model Fit Test Model 1 ... 49

4.7 Hasil Uji Overall Model Fit Test Model 2 ... 50

4.8 Hasil Uji Nagelkerke R Square Model 1... 50

4.9 Hasil Uji Nagelkerke R Square Model 2... 51

4.10 Tabel Klasifikasi Model 1 ... 51

4.11 Tabel Klasifikasi Model 2 ... 52

4.12 Variables in The Equation Model 1 ... 53

[image:10.595.117.504.146.418.2]
(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1 Daftar Nama Perusahaan Sampel ... 68

2 Tabulasi Nilai Setiap Variabel Tahun 2012 ... 69

3 Tabulasi Nilai Setiap Variabel Tahun 2013 ... 70

4 Tabulasi Nilai Setiap Variabel Tahun 2014 ... 71

5 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 72

6 Hasil Analisis Regresi Logistik untuk Model 1 ... 73

(13)
(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan merupakan laporan yang diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai masa depan dan risiko suatu perusahaan. Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1 menjelaskan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pembuatan keputusan bisnis dan ekonomi. Laporan keuangan tersebut dapat dijadikan alat pertanggungjawaban dan dapat memengaruhi pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah maupun pihak lainnya dalam membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan alokasi sumber daya. Agar dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pemakainya, maka laporan keuangan harus berkualitas. Untuk dapat menjadikannya alat pertanggungjawaban yang berkualitas, jujur dan mencerminkan keadaan sebenarnya maka diperlukan peran dari pihak luar perusahaan yang kompeten dan independen yaitu akuntan publik.

(15)

2

kondisi perusahaan yang sebenarnya dalam penugasan auditnya. Hal ini diyakini dapat membantu perusahaan untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.

Kasus kebangkrutan perusahaan besar Enron adalah salah satu kasus yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Menurut Ardiani,dkk (2012), auditor dinilai gagal dalam menilai kemampuan perusahaan untuk terus menjaga kelangsungan hidupnya. Perusahaan Enron menerima opini wajar tanpa pengecualian setahun sebelum mengalami kebangkrutan. Hal ini kemudian menjadi alasan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen terlibat dan disalahkan hingga akhirnya berhenti beroperasi.

Kasus serupa lainnya yang menuntut kehati-hatian auditor dalam menetapkan opini adalah kasus Lehman Brothers. Penelitian Arvian (dalam Ardiani dkk, 2012) menyebutkan bahwa Ernst & Young dinyatakan lalai mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian bagi Lehman Brothers sebelum terjadinya kebangkrutan. Ernst & Young seharusnya mampu memberikan early warning dalam opini yang diberikannya tersebut agar pihak-pihak yang

berkepentingan pada laporan keuangan yang telah diaudit, tidak salah dalam memilih kebijakan berinvestasi yang pada akhirnya dapat merugikan mereka.

American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) (1988)

(16)

3

Kontradiktif dengan hal tersebut, kasus Enron dan Lehman Brothers mengindikasikan kegagalan auditor memberikan peringatan bagi investor karena opini yang dikeluarkan sebelum terjadi kebangkrutan adalah wajar tanpa pengecualian.

Auditor perlu menyampaikan pendapatnya atas kesangsiannya terhadap kelangsungan usaha auditee. Pernyataan ini terkait dengan pemberian opini going concern atas perusahaan yang diragukan kelangsungan hidupnya oleh auditor

setelah melakukan proses audit. Berdasarkan hal tersebut dan adanya kasus-kasus seperti kasus Enron dan Lehman, seorang auditor harus berhati-hati jika akan memberikan opini going concern terhadap klien karena memprediksi kelangsungan usaha adalah hal yang tidak mudah (Koh dan Tan, 1999). Nama baik dan integritas auditor pada kantor akuntan publik dipertaruhkan ketika auditor memberikan opini pada kondisi keuangan yang sesungguhnya. Auditor harus bertanggungjawab pada profesinya sehingga pendapat yang disampaikan auditor objektif dan memiliki integritas yang kuat (Hidayanti dan Sukirman, 2014).

Hany et al. (dalam Santosa dan Wedari, 2007) menyebutkan bahwa going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Adanya going concern

membuat suatu badan usaha dianggap dan diasumsikan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Menurut Ghozali dan Chariri (dalam Nurpratiwi, 2014) going concern didefinisikan apabila tidak ada tanda-tanda atau rencana yang pasti

(17)

4

berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas. Standar Auditing (SA) seksi 341 menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut akan disebut dengan jangka waktu pantas). Atas dasar tersebut auditor dapat memberikan opini going concern pada laporan auditor independen.

Opini going concern adalah opini atau pernyataan yang diberikan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laporan audit dengan pernyataan going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko bahwa perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis (Alichia, 2013). Clarkson dan Simunic (1994) melakukan studi yang mengidentifikasi reaksi investor terhadap opini audit yang memuat informasi kelangsungan hidup perusahaan berdasarkan pengungkapan hasil analisis laporan keuangan. Studi tersebut menemukan bukti bahwa ketika investor akan melakukan investasi maka mereka perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan, dengan cara melihat laporan auditor, terutama yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan.

(18)

5

bad news bagi pemakai laporan keuangan. Bad news yang dimaksud adalah sinyal

negatif tentang kelangsungan hidup perusahaan. Sebaliknya opini non going concern dianggap menjadi sinyal positif bagi investor sebagai penanda bahwa

perusahaan dalam kondisi yang baik (O’ Reilly, 2010). Kedua sinyal ini yang kemudian digunakan sebagai early warning bagi keputusan investasi.

Pemberian opini sebagai salah satu bentuk early warning bukanlah hal yang mudah. Auditor mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern sebagai early warning karena kesulitan memprediksi kelangsungan usaha kliennya. Hal ini dikarenakan adanya masalah self-fulfilling prophecy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini

going concern, maka perusahaan akan cenderung menjadi lebih cepat bangkrut karena dengan adanya opini going concern, banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya. Meskipun demikian, auditor tetap harus bertanggung jawab terhadap opini going concern yang diberikannya karena akan memengaruhi pengambilan keputusan pemakai laporan keuangan (Setiawan, 2006).

(19)

6

Bukti empiris menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan pemberian opini going concern. Mutchler et al. (1997) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini going concern pada perusahaan kecil, karena auditor percaya bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapinya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Penelitian yang dilakukan Januarti (2009) menyebutkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh pada pemberian opini going concern. Studi yang dilakukan Nurpratiwi (2014) juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan pada opini going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kristiana (2012), Pratiwi (2013) dan Maspupah (2014) bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan pada pemberian opini going concern.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern. Adanya inkonsistensi hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya menyebabkan topik ini masih menarik serta penting untuk diteliti lebih lanjut dengan menggunakan variabel moderasi yang mungkin dapat memengaruhi hubungan langsung variabel ukuran perusahaan dengan pemberian opini going concern. Variabel moderasi tersebut adalah keberadaan komite audit.

(20)

7

mengurangi resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Melalui peran komite audit, pengawasan menjadi lebih kuat sehingga laporan keuangan yang dihasilkan akan berkualitas dengan adanya komite audit di dalam perusahaan tersebut (Sulistya dan Sukartha, 2013). Perusahaan yang memiliki komite audit biasanya memiliki manajemen perusahaan yang lebih transparan dan akuntabel.

Berdasarkan peraturan Bapepam No IX.I.5 tahun 2012 tugas dari komite audit adalah memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan akuntan terkait jasa yang diberikannya. Hal ini menyiratkan bahwa peran komite audit tersebut adalah menegakkan fungsi dari audit internal dan eksternal. Semakin banyak anggota komite audit yang dimiliki, perusahaan akan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan fungsi audit internal dan eksternal. Tentunya hal ini dapat mendukung kegiatan operasional yang pada akhirnya juga akan berimplikasi pada terjaganya kelangsungan hidup (going concern) perusahaan.

(21)

8

perusahaan memiliki pengaruh signifikan pada pemberian opini going concern, sebaliknya ada pula penelitian yang menyebutkan bahwa variabel ini tidak berpengaruh pada opini going concern. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel moderasi yang digunakan yaitu keberadaan komite audit serta tahun pengamatan yang digunakan yaitu tahun 2012-2014.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada pemberian opini going concern? 2) Apakah keberadaan komite audit mampu memoderasi pengaruh ukuran

perusahaan pada pemberian opini going concern?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2012-2014.

(22)

9 1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain sebagai berikut:

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dalam pengembangan ilmu audit khususnya studi tentang opini going concern. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya dalam membandingkan dan menyelesaikan permasalahan yang sejenis.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi akuntan publik yaitu auditor dalam melakukan penugasan audit terkait pemberian opini audit dan bagi perusahaan agar dapat mengambil langkah strategik penyelamatan perusahaan secara efektif di masa mendatang. Selain itu penelitian ini diharapkan memberikan gambaran kepada calon investor sebagai dasar keputusan berinvestasi. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan tentang opini going concern.

1.5 Sistematika Penulisan

(23)

10 Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah, tujuan, dan kegunaan dari penelitian serta menguraikan sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis

Bab ini menguraikan berbagai landasan teori yang memiliki keterkaitan dan hubungan dengan pokok permasalahan yaitu mengenai keberadaan komite audit sebagai pemoderasi pengaruh ukuran perusahaan pada pemberian opini going concern

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menyajikan metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan data penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik-teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum daerah penelitian, analisis statistik deskriptif dan pembahasan hasil penelitian teknik analisis regresi logistik dan uji interaksi.

Bab V Simpulan dan Saran

(24)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Teori keagenan dapat digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana perilaku pihak-pihak yang terlibat dengan keberadaan suatu usaha (Astika, 2011:76). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori ini sebagai teori mengenai hubungan keagenan dalam suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Prinsip utama teori ini adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut “nexus of contract”. Jika kedua pihak yang

terlibat dalam kontrak tersebut sama-sama berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal.

(25)

12

merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut: 1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen

maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri.

2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

(26)

13

Agen dan prinsipal masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda dalam hubungan keagenan yang terjadi. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa asumsi mengenai sifat manusia. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung berperilaku oportunistik untuk kesejahteraan pribadinya. Prinsipal di sisi lain, menginginkan pembagian dividen yang besar dari tingginya tingkat laba yang diperoleh perusahaan.

Teori keagenan juga dapat digunakan untuk menjelaskan kebutuhan akan audit. Kaitan antara teori keagenan dengan penelitian ini adalah peran dari auditor sebagai pihak penengah antara prinsipal dan agen. Auditor dianggap mampu menghubungkan kepentingan pemilik (prinsipal) dan pihak manajemen (agen) serta melakukan pengawasan terhadap manajemen terkait mandat yang diberikan kepadanya. Tugas dari auditor adalah memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh agen, mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Selain menentukan kewajaran laporan keuangan tersebut, auditor juga harus mempertimbangkan kelangsungan hidup perusahaan dalam proses penetapan opini (Surbakti, 2011).

2.1.2 Auditing

(27)

14

antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Agoes (2008:3) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Jusuf (2014:10) menyampaikan berdasarkan definisi-definisi tentang audit dapat diketahui beberapa unsur penting yang diuraikan sebagai berikut:

1) Suatu proses sistematik

Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu pengauditan didasarkan

pada disiplin dan filosofi ilmiah. Sistematis mengandung implikasi yang berkaitan dengan berbagai hal yaitu perencanaan audit dan perumusan strategi audit yang merupakan bagian penting dari proses audit.

2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

Kegiatan ini adalah yang paling utama dalam pengauditan. Jenis bukti yang diperoleh dan kriteria yang digunakan dapat berbeda-beda antara audit yang satu dan audit yang lainnya. Bukti yang diperoleh harus diinterpretasikan dan dievaluasi agar auditor dapat membuat pertimbangan akuntansi.

3) Mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan

(28)

15

keuangan dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur, calon investor, calon kreditur, organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak.

Menurut Jusup (2014:14) auditing secara umum dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Audit laporan keuangan (financial statement audit)

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Audit dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan seperti laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas termasuk ringkasan kebijakan akuntansi signifikan dan informasi penjelasan lain.

2) Audit kepatuhan (compliance audit)

(29)

16

lebih tinggi yang ada dalam organisasi yang diaudit dan tidak diberikan kepada pihak-pihak diluar perusahaan.

3) Audit operasional (operational audit)

Audit operasional merupakan review atas setiap bagian dari prosedur dan metode yang diterapkan suatu entitas dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Audit operasional tidak hanya terbatas pada akuntansi tapi bisa juga meliputi struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran dan bidang lain asalkan auditor menguasai bidang yang diaudit.

2.1.3 Going Concern

(30)

17

Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno,dkk (2006) menyatakan bahwa going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas. Adanya going concern

membuat suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. SA seksi 341 menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya.

Beberapa pertimbangan yang dibuat oleh auditor terkait kesangsiannya atas kelangsungan usaha auditee dapat dijabarkan menjadi beberapa hal. SA seksi 341 menyatakan bahwa auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Contoh kondisi dan peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:

(31)

18

2) Petunjuk lain tentang kemungkinan adanya financial distress, sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.

3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

4) Masalah luar yang telah terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

(32)
[image:32.595.88.534.87.604.2]

19

Gambar 2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Going Concern

Sumber : SA Seksi 341 Paragraf 19 (SPAP, 2001) 2.1.4 Opini Going Concern

Opini going concern menurut SA seksi 341 merupakan opini yang dikeluarkan auditor independen, dimana auditor yakin bahwa terdapat kesangsian

YA TIDAK TIDAK TIDAK YA YA YA YA TIDAK TIDAK

Apakah ada kondisi dan atau peristiwa yang berdampak terhadap kelangsungan hidup

SA SEKSI 508 PSA NO. 29

Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup Apa ada rencana manajemen? Tidak memberikan pendapat Apa rencana manajemen dilaksanakan? Apakah cukup pengungkapan? Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Tidak memberikan pendapat Pendapat Wajar Dengan Pengecualian atau Tidak Wajar Pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian dengan paragraf penjelasan berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas/ penekanan atas suatu hal

(33)

20

besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Setelah laporan keuangan diaudit, ia harus mempertimbangkan rencana manajemen dalam menghadapi dampak merugikan dari kondisi atau peristiwa tersebut. Opini going concern merupakan audit report yang mengindikasikan bahwa dalam penilaian

auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis (Komalasari, 2004).

Menurut Mutchler et al. (dalam Carcello et al., 2000) pemberian opini going concern merupakan hal yang sangat subjektif. Hal ini yang mengharuskan

auditor untuk dapat menafsirkan informasi kualitatif sama baiknya dengan data keuangan. SA seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor antara lain sebagai berikut:

1) Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus:

(1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.

(2) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.

(34)

21

kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertahankan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).

3) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya atas efektivitas rencana tersebut) dan:

(1) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.

(2) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas.

(3) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar.

Menurut Vanstraelen (2002), yang termasuk dalam opini going concern terdiri dari:

1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).

(35)

22

mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha, mitigating factor dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion

report).

Opini wajar dengan pengecualian diberikan kepada auditee apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditee melaksanakan rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi ketidakmampuan atas kelangsungan hidup perusahaan tetapi auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan. Auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan pengecualian dan dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Auditor juga harus mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelas di dalam paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian:

“Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mewajibkan

(36)

23

Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengalami memburuknya kondisi ekonomi

yang terutama sebagai akibat depresiasi mata uang di wilayah tersebut.” “Menurut pendapat kami, kecuali tidak diungkapkannya informasi sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perus aha an KXT tanggal 31 Desember 2007, hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”

3) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Paragraf yang berisi penjelasan tentang alasan yang menyebabkan auditor memberikan pendapat tidak wajar yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat tidak wajar:

“Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia berdampak sangat material

terhadap posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan untuk tahun buku 2007. [Uraikan di sini dampak sangat material memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap pos pos tertentu dalam laporan keuangan]. Manajemen tidak mengungkapkan hal tersebut dalam laporan keuangan dan tidak melakukan penyesuaian sebagaimana yang seharusnya dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.”

“Menurut pendapat kami, karena dampak tidak dilakukannya

pengungkapan dan penyesuaian sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas terhadap laporan keuangan tahun buku 2007, laporan keuangan tersebut di atas tidak menyajikan secara wajar, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, posisi keuangan perusahaan tanggal 31 Desember 2007 dan hasil usaha, dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut.”

4) Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report).

(37)

24

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. Auditor akan memberikan penjelasan atas keputusan untuk tidak memberikan pendapat pada paragraf sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pernyataan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat:

“Catatan X atas laporan keuangan terlampir berisi ringkasan dampak memburuknya kondisi ekonomi Indonesia atas posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dan langkah-langkah yang ditempuh dan rencana yang dibuat oleh manajemen di dalam merespon kondisi tersebut. Laporan keuangan terlampir mencakup dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut, sepanjang hal itu dapat ditentukan dan diperkirakan. Oleh karena sangat tidak stabilnya kurs mata uang asing dan tarif bunga, yang berakibat terhadap kurangnya likuidasi dan memburuknya kondisi ekonomi Indonesia, adalah tidak mungkin untuk menentukan dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan

dalam tahun 2008.”

“Karena adanya ketidakpastian besar mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti yang kami kemukakan dalam paragraf di atas, maka keadaan ini tidak memungkinkan kami untuk menyatakan, dan kami tidak menyatakan, pendapat atas laporan keuangan tersebut di atas”

2.1.5 Ukuran Perusahaan

(38)

25

modal yang ditanam juga semakin besar. Semakin banyak penjualan maka mencerminkan banyak perputaran uang. Kapitalisasi pasar yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan semakin dikenal masyarakat. Ukuran perusahaan yang semakin besar membuat perusahaan tersebut dikenal masyarakat luas (Hilmi dan Ali, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Machfoedz (dalam Yulia, 2013) menyatakan bahwa perusahaan dapat dikategorikan menjadi tiga menurut ukurannya. Ukuran tersebut yaitu:

1) Perusahaan besar

Total aset yang besar dapat mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki ukuran yang besar pula. Perusahaan dikategorikan besar biasanya merupakan perusahaan yang telah go public di pasar modal dan memiliki aset sekurang-kurangnya 200 miliar.

2) Perusahaan menengah

Perusahaan digolongkan dalam kategori ini jika memiliki aset antara 2 miliar sampai 200 miliar

3) Perusahaan kecil

Perusahaan kecil merupakan perusahaan yang memiliki aset kurang dari 2 miliar dan biasanya belum terdaftar di pasar modal

2.1.6 Komite Audit

(39)

26

pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris, kecuali jika komite audit mendapatkan kuasa dari dewan komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Perusahaan yang memiliki komite audit biasanya memiliki manajemen perusahaan yang lebih transparan dan akuntabel (Linoputri, 2010). Blue Ribbon Committee (dalam Khrisnan, 2005) merekomendasikan bahwa komite audit harus lebih mengutamakan akuntabilitas. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa manajemen yang ada berkembang dan berpegang pada sistem pengendalian internal. Jadi secara tidak langsung komite audit dapat membantu fungsi monitoring sistem internal perusahaan.

Komite audit memiliki peran untuk kepentingan regulator, profesi akuntansi dan komunitas bisnis. Komite audit secara utama dibentuk untuk melindungi atau menjaga independensi auditor eksternal serta memperkuat kedudukan auditor ketika terjadi konflik dengan manajemen. Keberadaan komite audit dapat mengurangi tekanan dengan cara mendukung auditor eksternal untuk menghadapi tekanan manajemen (Birkett, 1986).

(40)

27

disajikan dengan wajar dan telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pembentukan komite audit ini diharapkan nantinya mampu memonitor hubungan auditor dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga independensi auditor dapat tetap terjaga. Berdasarkan peraturan Bapepam No IX.I.5 tahun 2012 dijelaskan bahwa keberadaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota komite audit dimana komisaris independen perusahaan menjadi ketua komite, sedangkan yang lain adalah pihak ekstern yang independen. Dalam menjalankan fungsinya, komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut:

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan emiten atau perusahaan publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan emiten atau perusahaan publik

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik

3) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan akuntan atas jasa yang diberikannya

(41)

28

6) Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh direksi, jika emiten atau perusahaan publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di bawah dewan komisaris

7) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan emiten atau perusahaan publik

8) Menelaah dan memberikan saran kepada dewan komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan emiten atau perusahaan publik dan menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi emiten atau perusahaan publik.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going concern Ukuran perusahaan adalah salah satu faktor internal perusahaan yang berpengaruh pada opini going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Badera dan Rudyawan (2009), Kristiana (2012) dan Hidayanti (2014) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap pemberian opini going concern. Menurut Wulandari (2014) ukuran perusahaan tidak berpengaruh

(42)

29

lainnya dalam perusahaan, seperti meningkatnya kewajiban, yang akan membuat perusahaan bisa mendapatkan opini going concern.

Studi yang dilakukan oleh Mutchler (1997) serta Alichia (2013) menunjukkan hasil yang berbeda dimana auditor lebih sering mengeluarkan opini going concern pada perusahaan kecil karena auditor mempercayai bahwa

perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan besar dalam mendapatkan tambahan dana karena perusahaan besar dianggap lebih mempunyai operasional dan tatanan entitas yang lebih apik sehingga nantinya berdampak baik pada pencapaian target. Oleh karena itu, kreditur maupun investor dalam mengalokasikan dana lebih merasa secure pada perusahaan besar.

Ballesta dan Garcia (2005) juga berpendapat bahwa perusahaan besar mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan berkemampuan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas jika dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu, auditor akan menunda untuk mengeluarkan opini going concern dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruk pada tahun mendatang. Studi yang dilakukan oleh Kevin et al. (dalam Widyantari, 2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki

(43)

30

H1: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada kemungkinan pemberian opini

going concern.

2.2.2 Keberadaan Komite Audit dalam Memoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pemberian Opini Going concern

Penelitian Amin (2011), Ardianingsih (2012) serta Sulistya dan Sukartha (2013) menganalisis pengaruh komite audit terhadap opini going concern. Studi tersebut melaporkan bahwa keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap pemberian opini going concern. Sedangkan hal ini berbeda dengan studi yang dilakukan Carcello dan Neal (2000) serta Pearce dan Zahra (1992) yang menyatakan bahwa keberadaan inside dan grey director (komisaris/direktur yang berasal dari manajemen) kemungkinan dapat mengurangi pemberian pendapat auditor mengenai kelangsungan hidup usahanya bagi perusahaan yang memiliki komite audit tetapi mengalami masalah keuangan. Efektivitas komite audit akan meningkat ketika jumlah anggota komite audit lebih banyak. Hal ini karena sumber daya yang dimiliki lebih banyak untuk menangani masalah-masalah dalam perusahaan.

(44)

31

berlaku umum. Pembentukan komite audit ini diharapkan nantinya mampu memonitor hubungan auditor dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga independensi auditor dapat tetap terjaga (KNKG, 2006). Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H2: Keberadaan komite audit memperkuat pengaruh ukuran perusahaan pada

Gambar

Tabel Halaman
Gambar 2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Going

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Legok Makmur Kota Magelang) menurut tingkat eksplanasi dan jenis

Dengan membandingkan peningkatan nilai dari kedua kelas tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dengan menerapkan modul sebagai media pembelajaran memiliki

Efektivitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match dan Picture and Picture terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas III SD Negeri 1 Nambuhan

Dalam hal Anggota Kliring membatalkan jaminan terhadap Anggota Bursa tertentu, maka Anggota Kliring yang bersangkutan wajib untuk memberitahukan kepada Lembaga Kliring dan Bursa

Telah dilakukan sintesis mentol dari sitronelal melalui satu tahap reaksi menggunakan katalis ganda ZnBr2/γ-alumina dan Ni/γ-alumina dan studi katalis multifungsi Ni-ZnBr2/γ-

Ungkapan pemasaran email merujuk kepada senarai nama email yang telah kita kumpul (database) sama ada dari bakal pelanggan mahupun pelanggan sedia ada

tindakan yang sesuai dengan kepentingan pribadi mereka sendiri, yang sekaligus.. juga merupakan

Dalam system pembelajaran yang besar yang terdiri dari beberapa kelompok dengan kurikullum yang sama, media seperti film dan televisi dapat di gunakan untuk menyajikan