TESIS
PENGARUH KUALITAS AUDITOR,
GOOD CORPORATE
GOVERNANCE,
DAN
LEVERAGE
PADA MANAJEMEN LABA
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
COKORDA ISTRI JULYANA DEWI 1291662024
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
PENGARUH KUALITAS AUDITOR,
GOOD CORPORATE
GOVERNANCE,
DAN
LEVERAGE
PADA MANAJEMEN LABA
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA
COKORDA ISTRI JULYANA DEWI 1291662024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
PENGARUH KUALITAS AUDITOR, GOOD CORPORATE GOVERNANCE,
DAN LEVERAGE PADA MANAJEMEN LABA PERUSAHAAN
PERBANKAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
COKORDA ISTRI JULYANA DEWI NIM 1291662024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 6 JUNI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. I.G.A. Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si. Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak. NIP 19670501 199203 2 002 NIP 19660726 199203 2 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 6 Juni 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. : 2476/UN14.4/HK/2016 Tanggal : 31 Mei 2016
Ketua : Dr. I.G.A. Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si.
Anggota :
1. Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak.
2. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak.
3. Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH MAHASISWA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Cokorda Istri Julyana Dewi
NIM : 1291662024
Program Studi : Magister Akuntansi
Judul Tesis : Pengaruh Kualitas Auditor, Good Corporate Governance, dan Leverage
pada Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah saya merupakan hasil karya sendiri dan
bebas dari plagiasi. Apabila kelak di kemudian hari terbukti terdapat plagiasi dalam karya ilmiah
ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 1 Juni 2016
Mahasiswa,
Cokorda Istri Julyana Dewi
NIM 1291662024
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat menyususn dan menyelesaikan
tesis yang berjudul, “Pengaruh Kualitas Auditor, Corporate Governance, dan Leverage pada
Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya
kepada Ibu Dr. I.G.A. Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si., selaku pembimbing utama dan Ibu Dr.
Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak., selaku pembimbing kedua, yang dengan sabar
memberikan motivasi, bimbingan, dan saran selama persiapan dan pelaksanaan penelitian, serta
penyelesaian penyusunan tesis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana atas kesempatan
dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas
Udayana. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana dan Ketua Program
Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih
penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak.,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak., dan Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., M.Si., Ph.D.,
Ak., yang telah memberikan saran dan koreksi sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada seluruh dosen yang
telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan dan staf administrasi yang telah
membantu kelancaran pelaksanaan kuliah, serta rekan-rekan MAKSI Angkatan XI atas
dukungannya selama perkuliahan. Untuk Keluarga besar Puri Saren Agung Ubud dan Puri Anyar
Ubud yang selalu memberikan dukungan moral kepada penulis. Suami Tjok Agung dan anak
Rasa terima kasih yang sedalamnya penulis sampaikan untuk sahabat-sahabat penulis
Made Grazia, Maya Prabasari, Deby Wulandari, Siska Sugitha, Pradnya Paramitha, Diah
Anggreni, Diah Savitri, Norma Abdi P., dan Astrid Krisdayanthi yang senantiasa memberikan
semangat dan perhatian kepada penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Wayan Yuniasih dan Made Mertakota,
atas bantuan dan saran yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Demikian
pula rasa terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu atas dukungan yang diberikan kepada penulis hingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis, 1 Juni 2016
Cokorda Istri Julyana Dewi
ABSTRAK
PENGARUH KUALITAS AUDITOR, GOODCORPORATE GOVERNANCE, DAN
LEVERAGE PADA MANAJEMEN LABA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
governance, dan leverage pada manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013. Jumlah sampel sebanyak 95 amatan. Teknik analisis data dengan regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas auditor berpengaruh negatif pada manajemen laba, hal ini menandakan kualitas audit KAP Big Four dapat meminimalisir tindakan manajemen laba. Sedangkan good corporate governance tidak berpengaruh pada manajemen laba. Leverage
berpengaruh negatif pada manajemen laba.
Kata Kunci : Manajemen Laba, Kualitas Auditor, Good Corporate Governance, dan
ABSTRACT
THE EFFECTS OF AUDITOR’S QUALITY, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, AND LEVERAGE ON EARNINGS MANAGEMENT OF LISTED BANKING COMPANIES IN
INDONESIA STOCK EXCHANGE
This research was conducted based on the phenomenon of asymmetry information between management as an agent and the owner as the principal. This phenomenon occurs because the management (agent) has more information about the internal state of the company and the company's prospects than the owner (principal). This may provide an opportunity for the management to manage its earnings. Based on this phenomenon, this research was aimed to determine the effects of the auditor’s quality, good corporate governance, and leverage on earnings management of listed banking companies in Indonesia Stock Exchange.
The population in this research was all listed banking companies in the Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period of 2011-2013. Total samples were 95 objects. The analytical technique used is multiple linear regressions.
The analytical results show that auditor’s quality affects negatively the earnings management; it indicates the quality of the audit by the Big Four accounting firms can minimize the earnings management. Whereas, good corporate governance has no effect on earnings management. Leverage affects negatively the earning management.
PENGARUH KUALITAS AUDITOR, GOODCORPORATE GOVERNANCE, DAN
LEVERAGE PADA MANAJEMEN LABA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan karena adanya fenomena asimetri informasi antara manajemen
sebagai (agent) dan pemilik sebagai (principal). Hal ini terjadi karena pihak manajemen (agent)
memiliki informasi lebih mengenai kondisi internal perusahaan dan prospek perusahaan
dibandingkan pemilik (principal). Kesenjangan informasi mendorong manajemen untuk
berperilaku oportunis dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Tindakan
oportunis tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi sehingga besar
kecilnya laba dapat diatur. Upaya manajemen dalam mengatur besar kecilnya laba merupakan
tindakan manajemen laba.
Berdasarkan teori agensi masalah manajemen laba dapat diminimalisir melalui
pengawasan good corporate governance. Konsep corporate governance diajukan demi
tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan
keuangan, dalam penelitian ini good corporate governance diproksikan dengan kepemilikan
manajerial. Pemeriksaan laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dapat digunakan sebagai
alat monitoring terhadap tindakan oportunis manajemen dalam melaporkan kinerja perusahaan,
dalam penelitian ini kualitas auditor diukur menggunakan variabel dummy, dimana KAP Big
Four diberi nilai 1 dan KAP Non Big Four diberi nilai 0.
Selain penerapan good corporate governance dan pemeriksaan laporan keuangan oleh
kantor akuntan publik yang baik untuk meminimalisir manajemen laba terdapat faktor lain yang
dapat menimbulkan manajemen laba oleh manajemen, yaitu leverage. Utang dapat memicu
manajemen untuk melakukan manajemen laba. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang
memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, dalam penelitian ini leverage dihitung
dengan membagi total utang dengan total aset.
Sampel penelitian adalah 32 perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia tahun 2011-2013, dalam penelitian ini memakai sampel jenuh, sehingga seluruh
populasi penelitian merupakan sampel penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis kualitas auditor berpengaruh negatif pada manajemen laba, hal
ini mengindikasikan KAP Big Four mampu mengurangi kesempatan manajemen untuk
melakukan tindakan manajemen laba dibandingkan perusahaan yang menggunaka KAP Non Big
Four. Good Corporate governance tidak berpengaruh pada manajemen laba. Hal ini dapat
dikarenakan persentase kepemilikan manajerial masih relatif sangat kecil jika dibandingkan
dengan keseluruhan modal yang dimiliki. Sedangkan, Leverage menunjukkan hasil berpengaruh
negatif pada manajemen laba. Kebijakan utang yang tinggi menyebabkan perusahaan dimonitor
oleh pihak debtholders (pihak ketiga), karena monitoring dalam perusahaan yang ketat
menyebabkan manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders,
selain itu banyaknya ketentuan perbankan yang mengatur tentang kredit sehingga menyebabkan
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... v
2.2 . . . Manajemen
Laba (Earnings Management) ... 14
2.3 . . . Good Corporate Governance ... 19
2.3.1 Kepemilikan Manajerial ... 22
2.3.2 Kepemilikan Institusional ... 23
2.3.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen ... 24
2.3.4 Komite Audit ... 25
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 32 Kualitas Auditor pada Manajemen Laba .. 43
3.3.2. . . Pengaruh Good Corporate Govetnance pada Manajemen Laba ... 44
3.3.2.1 . . . Pengaruh Kepemilikan Manajerial pada Manajemen Laba ... 45
3.3.2.2 . . . Pengaruh Kepemilikan Institusional pada Manajemen Laba ... 46
3.3.2.3 . . . Pengaruh Komite Audit pada Manajemen Laba ... 47
3.3.2.4 . . . Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen pada Manajemen Laba ... 47
3.3.3. . . Pengaruh Leverage pada Manajemen Laba ... 48
4.1 . . . Rancangan
5.1.2 Hasil Uji Statisik Deskriptif ... 68
5.1.3 Uji Asumsi Klasik ... 70
5.1.3.1 Uji Normalitas ... 71
5.1.3.2 Uji Multikolinearitas ... 71
5.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 72
5.1.4 Uji Koefisien Determinasi ... 72
5.1.5 Pengujian Hipotesis ... 73
5.1.5.1 Uji Statistik F (Uji F) ... 73
5.1.5.2 Hasil Uji Hipotesis ... 73
5.2 Pembahasan ... 75
5.2.1 Pengaruh Kualitas Auditor pada Manajemen Laba ... 75
5.2.2 Pengaruh GoodCorporate Governance pada Manajemen Laba ... 77
5.2.3 Pengaruh Leverage pada Manajemen Laba ... 78
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 80
6.1 Simpulan ... 80
6.2 Sarana ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Tingkat Corporate Governance di Asia ... 20
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ... 40 Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 41 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Pengaruh, Kualitas Auditor, Indikator Corporate
Governance,Leverage dan Kinerja Keuangan pada Manajemen Laba
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor ... 60
Tabel 5.1 Hasil Pengujian Validitas Analisis Faktor... 68
Tabel 5.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 69
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh
pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan
salah satu sumber informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai
sarana pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya
pemilik (Schipper et al,, 2003). Penyampaian informasi melalui laporan keuangan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun internal
yang kurang memiliki wewenang dalam memperoleh informasi yang mereka
butuhkan dari sumber langsung perusahaan (Aryani, 2011). Sehingga laporan
keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dalam
mengambil keputusan.
Laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan salah satu sumber
informasi sangat penting yang dibutuhkan oleh sebagian besar pemakai laporan
dan atau pelaku pasar serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan emiten
sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Statement of
Financial Accounting Concept (SFAC) No. 8 menyatakan bahwa informasi laba
berfungsi untuk menilai kinerja manajemen, membantu memperkirakan
kemampuan laba dalam jangka panjang, dan menaksir resiko dalam meminjam
atau investasi. Informasi laba juga dapat membantu pemilik atau pihak lain dalam
2
menaksir earning power perusahaan dimasa yang akan datang. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 1 informasi laba diperlukan untuk
menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada,
dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2007).
Komponen laba merupakan pusat perhatian dari pihak pemakai (Beathie et
al., 1994). Hal ini dikarenakan pihak pemakai menganggap laba dapat
mencerminkan kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu dan bisa
dipergunakan untuk memperkirakan prospek perusahaan di masa depan. Laba
yang dipublikasikan dapat memberikan respon bervariasi, yang menunjukkan
adanya reaksi pasar terhadap informasi laba (Cho dan Jung, 1991).
Laba sering menjadi target rekayasa tindakan oportunis manajemen untuk
memaksimumkan kepuasannya, tetapi dapat merugikan pemegang saham atau
investor. Tindakan oportunis tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih
kebijakan akuntansi tertentu sehingga besar kecilnya laba dapat diatur, sesuai
keinginan manajemen. Upaya-upaya manajemen untuk mengatur besar kecilnya
laba dengan tujuan tertentu merupakan tindakan manajemen laba (Amertha,
2013).
Terjadinya manajemen laba bisa disebabkan karena adanya informasi lebih
yang dimiliki manajemen dibanding pihak eksternal sehingga menyebabkan
adanya informasi yang tidak seimbang (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen
3
keuntungannya tanpa dapat diketahui secara langsung dan detail oleh pihak
eksternal. Keadaan ini memungkinkan manajer untuk berbuat curang (Atmini,
2000). Kesenjangan informasi mendorong manajer untuk berperilaku oportunitis
dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan
mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya.
Apabila tidak ada manfaat yang bisa diperoleh maka manajer akan
menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi bahkan kalau
diperlukan manajer akan mengubah informasi tersebut. Upaya mempermainkan
informasi ini tidak selalu dilakukan oleh manajer untuk membuat informasi
menjadi lebih bagus dibandingkan dengan informasi sesungguhnya
(Aryani,2011). Akan tetapi, informasi juga dapat diubah menjadi lebih buruk. Hal
ini tergantung dengan motivasi yang mendasari tindakan manajemen tersebut.
Teori agensi mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer
sebagai agent dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai
principal (Nuryanto et al., 2007). Manajer sebagai pengelola perusahaan
mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi internal perusahaan dan
prospek perusahaan dibanding pemilik perusahaan (pemegang saham). Manajer
sebagai pengelola perusahaan berkewajiban untuk memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan. Namun, informasi yang diberikan oleh manajer
kepada para pemilik perusahaan dimungkinkan tidak mencerminkan keadaan
perusahaan yang sesungguhnya, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
perbedaan kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan. Asimetri
4
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
(earnings management) (Ujiyantho dan Pramuka, 2007)
Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal
pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck,
WorldCom, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al.,
2006). Beberapa kasus juga terjadi di Indonesia seperti PT. Lippo Tbk dan PT.
Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan yang berawal dari
terdeteksi adanya manipulasi (Boediono, 2005).
Teori Agensi (Agency Theory) memberikan gambaran bahwa masalah
manajemen laba dapat diminimalisir melalui pengawasan good corporate
governance, yang merupakan suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik
dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif,
ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka tujuan organisasi
(Syakhroza, 2003). Putri (2011) menjelaskan bahwa agency theory mampu
menjelaskan fenomena konflik keagenan yang disebabkan oleh kebijakan dividen,
dimana konflik keagenan yang disebabkan oleh kebijakan dividen berpengaruh
positif terhadap manajemen laba dan dapat diminimalkan dengan adanya good
corporate governance dan budaya organisasi sehingga manajemen laba yang
bersifat oportunis dapat dikurangi.
Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan
perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan.
5
ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan
yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan
Setiawan, 2007).
Barnhart dan Rosenstein (1998) menyatakan bahwa mekanisme corporate
governance meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi,
kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal,
seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat
pendanaan dengan utang (debt financing). Veronica dan Bachtiar (2004)
menyatakan bahwa beberapa mekanisme corporate governance antara lain
diwujudkan dengan adanya dewan direksi, komite audit, kualitas audit, dan
kepemilikan institusional, sedangkan Pedoman Umum Corporate Governance
Indonesia Perbankan (KNKG, 2006) beberapa indikator good corporate
governance meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit.
Chtourou et al. (2001) dan Midiastuty dan Machfoedz (2003) meneliti
tentang hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan
ukuran dewan direksi yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba,
sedangkan ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan manajemen laba.
Hasil penelitian ini berkontradiksi dengan Boediono (2005) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan
6
Selain penerapan good corporate governance yang baik untuk
meminimalkan manajemen laba terdapat faktor lain yang dapat menimbulkan
manajemen laba oleh manajer. Widyaningdyah (2001) mengungkapkan bahwa
jika utang yang dipergunakan secara efektif dan efisien maka akan meningkatkan
nilai perusahaan. Tetapi apabila dilakukan dengan dalih untuk menarik perhatian
para kreditur, maka justru akan memicu manajer untuk melakukan manajemen
laba. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah
utang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan
manajemen laba karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran utang pada waktunya.
Hanafi (2005) menyatakan bahwa leverage keuangan bisa diartikan
sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan. Lebih
umum leverage juga diartikan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan utang. Leverage dalam suatu
perusahaan juga bisa menjadi pemicu bagian manajemen melakukan tindakan
manajemen laba. Leverage merupakan tingkat sejauh mana sekuritas dengan
utang digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Watts dan Zimmerman
(1986) dalam Belkaoui (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi utang atau
ekuitas perusahaan, yaitu sama dengan semakin dekatnya terhadap
batasan-batasan yang terdapat pada perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas
pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar
kemungkinan para manajer menggunkan metode-metode akuntansi yang dapat
7
menghadapi risiko yang lebih tinggi sehingga para investor akan menginginkan
return yang semakin besar.
Widyaningdyah (2001), Tarjo (2008), dan Halim et al. (2005) mengatakan
bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba,
sedangkan berdasarkan Ardison et al. (2008) leverage tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh kantor akuntan publik juga dapat
digunakan sebagai monitoring terhadap tindakan manajemen yang oportunistis
dalam melaporkan kinerja perusahaan (Sulistyanto, 2008). Jasa audit merupakan
alat monitoring terhadap kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara
pemilik dengan manajer dan antara pemegang saham dengan jumlah kepemilikan
yang berbeda serta dapat mengurangi asimetris informasi antara manajer dengan
stakeholder perusahaan dengan memperbolehkan pihak luar untuk memeriksa
validitas laporan keuangan (Jensen dan Meckling, 1976). Pemeriksaan laporan
keuangan yang dilakukan oleh auditor memiliki kualitas yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, auditing berkualitas tinggi (high-quality auditing) bertindak sebagai
pencegah manajemen laba yang efektif, karena reputasi manajemen akan hancur
dan nilai perusahaan akan turun apabila pelaporan yang salah ini terdeteksi dan
terungkap (Ardiati, 2005).
Manajemen laba yang terjadi pada perusahaan yang diaudit oleh auditor
yang termasuk Big Six lebih rendah daripada auditor Non Big Six. Becker et al.,
(1998) dalam Sanjaya (2008) menyatakan bahwa auditor Non Big Six lebih dapat
8
penelitian Meutia (2004) dan Nuraini dan Sumarno (2007) menyatakan bahwa
tindakan manajemen laba terhadap hasil audit yang dilakukan oleh KAP Big Four
lebih rendah daripada KAP Non Big Four. Fan dan Wong (2004) menyatakan
bahwa kualitas auditor tidak mempengaruhi manajemen laba. Ketidak konsistenan
ini pula yang menyebabkan peneliti ingin menguji kualitas auditor dalam
penelitiannya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan
bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk menjalankan aktivitasnya perbankan
harus mempunyai integritas tinggi agar masyarakat memiliki kepercayaan dalam
rangka menjalin hubungan kerja.
Perbankan adalah perusahaan “kepercayaan”, sehingga apabila perusahaan
diketahui melakukan tindak manajemen laba otomatis kepercayaan investor akan
berkurang dan satu persatu ataupun bersama-sama akan melakukan penarikan
dana sehingga bisa menimbulkan rush (penarikan dana secara besar-besaran) yang
kemudian akan merugikan bank tersebut bahkan menyebabkan bank tersebut
collapse (bangkrut). Industri perbankan diatur dengan regulasi yang lebih ketat
dibandingkan industri lain misalnya, kriteria CAR (Capital Adequacy Ratio) dan
NPL (Non-Performing Loan) minimum. Bank Indonesia menggunakan laporan
keuangan sebagai dasar dalam penilaian status suatu bank (apakah bank tersebut
9
melakukan manajemen laba agar mereka dapat memenuhi kriteria yang
disyaratkan BI (Setiawati dan Na’Im, 2001).
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006
tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum,
mencantumkan hal mengenai keanggotaan komisaris independen dan komite audit
yang bertugas mengawasi kinerja bank berdasarkan informasi-informasi dalam
laporan keuangan.
Manajemen laba merupakan fenomena dalam bidang akuntansi yang masih
sangat penting untuk diteliti. Sulistyanto (2008) menyatakan beberapa alasan
mengapa penelitian dan analisis empiris menganai manajemen laba beberapa
dekade terakhir ini semakin berkembang, yaitu semakin tingginya angka dan
aktivitas rekayasa keuangan yang terjadi, semakin tajamnya perbedaan perspektif
antara para praktisi dan akademisi dalam memandang dan memahami manajemen
laba, dan semakin berkembangnya penelitian dibidang akuntansi khususnya
akuntansi keuangan dan keperilakuan. Ketertarikan untuk melakukan penelitian
mengenai manajemen laba, disamping karena tidak konsistennya beberapa hasil
penelitian terdahulu juga karena merujuk pada hasil penelitian Leuz et al. (2003)
menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam kluster negara-negara dengan
perlindungan investor yang lemah, sehingga terjadinya praktik manajemen laba
10
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penelitian ini berjudul
“Pengaruh Kualitas Auditor, Good Corporate Governance, dan Leverage pada
Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, peneliti merumuskan
masalah penelitian, sebagai berikut.
1) Apakah kualitas auditor berpengaruh pada manajemen laba?
2) Apakah good corporate governance berpengaruh pada manajemen laba?
3) Apakah leverage berpengaruh pada manajemen laba?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris pengaruh kualitas auditor
pada manajemen laba.
2) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris pengaruh good corporate
governance pada manajemen laba.
3) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris pengaruh leverage pada
11
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
referensi penelitian mengenai pengaruh kualitas auditor, good corporate
governance dan leverage pada manajemen laba perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2) Manfaat Praktis
a) Bagi perusahaan, dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang
pentingnya kualitas auditor, good corporate governance dan leverage
untuk mengontrol manajemen laba dan sebagai pertimbangan dalam
pembuatan kebijakan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepercayaan
masyarakat demi kemajuan perusahaan.
b) Bagi investor, akan memberikan penilaian baru dalam mempertimbangkan
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan
agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan
prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal
kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005). Pada perusahaan yang modalnya
terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal dan CEO (Chief
Executive Officer) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO
untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Teori agensi
mengasumsikan bahwa CEO (agen) memiliki lebih banyak informasi daripada
prinsipal. Hal ini dikarenakan prinsipal tidak dapat mengamati kegiatan yang
dilakukan agen secara terus-menerus dan berkala. Karena prinsipal tidak memiliki
informasi yang cukup mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah dapat
merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual
perusahaan. Situasi inilah yang disebut asimetri informasi. Konflik inilah yang
kemudian dapat memicu biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan biaya agensi dalam tiga jenis:
1) Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk
mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.
2) Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan
bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk meyakinkan bahwa
2
prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan
tindakan yang tepat.
3) Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan
pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari
perbedaan kepentingan.
Pengaplikasian teori agensi menjadi unik dalam sektor perbankan karena
sektor ini berbeda dengan industri yang lain. Salah satunya adalah adanya regulasi
yang sangat ketat, yang mengakibatkan penerapan teori agensi dalam akuntansi
perbankan dapat berbeda dengan akuntansi untuk perusahaan non perbankan.
Dengan adanya regulasi tersebut maka ada pihak lain yang terlibat dalam
hubungan keagenan, yaitu regulator dalam hal ini pemerintah melalui lembaga
Negara yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berperan untuk mengawasi
kegiatan dan kinerja perbankan di Indonesia.
Teori agensi menyatakan bahwa konflik antara prinsipal dan agen dapat
dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan (alignment)
berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan. Menurut Midiastuty dan
Machfoedz (2003), perlakuan manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik
kepentingan dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring yang bertujuan
menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut, yaitu dengan:
1) Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial
ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dapat
3
2) Kepemilikan saham oleh investor institusi. Moh’d et al. (1998) dalam
Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa investor institusional
merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang
besar. Selain itu, investor institusional dianggap sophisticated investor yang
tidak mudah “dibodohi” oleh tindakan manajer.
3) Melalui monitoring dewan direksi (board of directors). Beberapa penelitian
empiris telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara peran dewan
direksi dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan
independensi dewan direksi mempengaruhi kemampuan mereka dalam
memonitoring proses pelaporan keuangan.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
agensi, diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka
investasikan. Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana membuat
para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor,
yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan dan
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan
dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shleifer dan
Vishny, 1997).
2.2 Manajemen Laba (Earnings Management)
Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi
4
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000).
Sedangkan menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya
manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan
dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan
kondisi perusahaan. Manajemen laba (earnings management) dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab
akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan
keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan
keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak
memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar
kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau
dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008).
Ada dua perspektif penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa manajemen laba dilakukan oleh manajer, yaitu perspektif informasi dan
oportunis. Perspektif informasi merupakan pandangan yang menyarankan bahwa
manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk mengungkapkan harapan
pribadi manajer tentang arus kas perusahaan dimasa depan. Upaya mempengaruhi
informasi itu dilakukan dengan memanfaatkan kebebasan memilih, menggunakan,
dan mengubah metode dan prosedur akuntansi. Perspektif oportunis merupakan
pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan perilaku manajer
untuk mengelabui investor dan memaksimalkan kesejahteraannya karena
5
Manajemen laba dilakukan oleh manajer dengan merekayasa laba
perusahaannya menjadi lebih tinggi, rendah ataupun selalu sama selama beberapa
periode. Secara umum ada beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk
berperilaku oportunis. Menurut Sanjaya (2008), motivasi tersebut adalah:
1) Motivasi bonus
Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan
cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser
earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang.
Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya.
2) Motivasi kontraktual lainnya
Hipotesis debt/equity yaitu ceteris paribus, suatu perusahaan yang rasio
debt/equity besar cenderung manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur
akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan
ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi
perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan.
3) Motivasi politik
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat
mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
4) Motivasi pajak
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation.
6
Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak
tersebut.
5) Pergantian CEO
Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana
bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan
strategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya.
6) Motivasi pasar modal
Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh
investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi
ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings
dengan cara mempengaruhi performa harga saham jangka pendek.
Watts dan Zimmerman (1986) dalam Sulistyanto (2008), pengelompokan
ini sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (positive
accounting theory) yang menjadi dasar pengembangan pengujian hipotesis untuk
mendeteksi manajemen laba, yaitu:
1) Bonus plan hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya
yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar
berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan.
Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka
seorang manajer perusahaan akan melakukan penaikan laba saat ini dengan
7
masa kini. Tindakan ini dilakukan karena manajer termotivasi untuk
mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus
dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan
bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi).
2) Debt covenant hypothesis
Dalam konteks perjanjian utang, manajer akan mengelola dan mengatur
labanya agar kewajiban utangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun
tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini untuk menjaga reputasi
mereka dalam pandangan pihak eksternal.
Dalam suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity cukup tinggi,
maka akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan
metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Hal ini
dilakukan karena perusahaan yang memiliki rasio debt to equity yang tinggi
akan menimbulkan kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak
kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang.
3) Political cost hypothesis
Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa perusahaan besar cenderung
menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodiknya
dibandingkan di perusahaan kecil. Hal tersebut sebagai akibat adanya regulasi
dari pemerintah, misalnya dengan penetapan pajak berdasarkan laba
perusahaan. Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan
8
Menurut Scott (2003) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:
1) Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan
dapat meningkatkan laba di masa datang.
2) Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat laba yang tinggi sehingga
jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi
dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3) Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization
bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang
lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran
perjanjian utang.
4) Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga
dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.3 Good Corporate Governance
Corporate Governance (CG) dianggap sebagai salah satu mekanisme untuk
meminimalisir terjadinya manajemen laba yang dapat merugikan pihak lain.
9
yang meneliti tentang perbandingan CG di Asia. Hasil penelitiannya ditampilkan
dalam gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Tingkat Corporate Governance di Asia
Sumber: Robert McGee, 2008
Berdasarkan tabel di atas CG di Indonesia menempati peringkat kedua
terbawah sebelum Vietnam yang berarti bahwa CG di Indonesia masih tergolong
buruk dibandingkan negara lain di Asia. CG berkaitan erat dengan kepercayaan,
baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di
suatu negara. Dengan sistem CG yang baik maka perlindungan yang efektif dapat
diberikan kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka bisa
meyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasi dengan wajar dan bernilai
tinggi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyadari bahwa sistem CG yang baik
sangat berarti bagi kepentingan pemegang sahamnya, penyandang dana serta
karyawannya, dan bagi perusahaan itu sendiri. Keputusan Menteri BUMN Nomor
10
proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai
etika. Syakhroza (2003) mendefinisikan good corporate governance sebagai suatu
mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan
sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif
dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen,
dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP/2007 bagian penjelasan
umum memberikan prinsip-prinsip GCG sebagai berikut:
“Pertama transparansi (transparency) diartikan sebagai keterbukaan dalam
mengemukakan informasi yang materil dan relevan serta keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas
(accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertangungjawaban bank sehingga
pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility)
yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi
(independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh atau
tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan
kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
11
Dalam sektor perbankan kewajiban penerapan GCG tercantum dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum yang merupakan salah satu upaya untuk
memperkuat kondisi internal perbankan nasional sesuai dengan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Mekanisme CG dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
(1) internal mechanism (mekanisme internal) yang terdiri dari komposisi dewan
direksi atau komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, (2)
external mechanism (mekanisme eksternal) seperti pengendalian oleh pasar dan
debt financing (Barnhart dan Rosenstein, 1998).
Menurut Utama (2003) dalam Herawati (2008) prinsip-prinsip GCG yang
telah diterapkan memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
1) Meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang
mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen.
2) Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para
penyedia modal.
3) Meningkatkan citra perusahaan.
4) Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang
rendah.
5) Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan
perusahaan yang lebih baik.
2.3.1 Kepemilikan Manajerial
Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh
12
yang berbeda pula, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang
saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan
mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi
yang diterapkan pada perusahaan yang dikelolanya.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan
saham oleh pihak manajemen (kepemilikan manajerial) cenderung mempengaruhi
tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa praktek manajemen laba dapat diminimumkan dengan
menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen dengan
cara memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial
ownership). Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap
kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat (Shleifer
dan Vishny, 1997). Warfield et al. (1995) dalam Midiastuty dan Machfoedz
(2003) menyatakan adanya kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan
manajer untuk melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang dilaporkan
merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan tersebut.
2.3.2 Kepemilikan Institusional
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga. Masalah keagenan utama dalam perusahaan
dengan kepemilikan seperti ini adalah konflik antara pemegang perusahaan
dengan pemegang saham minoritas. Apabila tidak terdapat hukum yang memadai,
13
dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham lain (Tarjo, 2008). Penelitian La
Porta et al. (1999) menunjukkan bahwa kepemilikan semua perusahaan publik di
hampir semua negara adalah terkonsentrasi, kecuali di Amerika Serikat, Inggris,
dan Jepang. La Porta et al. (1999) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan yang
terkonsentrasi terjadi di negara-negara dengan tingkat corporate governance yang
rendah.
Investor institusional sering disebut sebagai investor yang canggih
(sophisticated) seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang
dalam memprediksi laba masa depan dibandingkan dengan investor non
institusional. Balsam et al. (2002) dalam Veronica dan Utama (2006) menyatakan
bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat meminimalisir earnings
management tergantung pada tingkat kecanggihan investor tersebut. Persentase
saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses
penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat
akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Pernyataan ini
sesuai dengan Ujiyantho dan Pramuka (2007) yang menyatakan bahwa
kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap sebagai
sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat
memonitor manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk
melakukan earnings management.
2.3.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang memiliki tanggung
14
komisaris termasuk di dalamnya komisaris independen antara lain: melakukan
pengawasan terhadap direksi dalam pencapaian tujuan perusahaan dan
memberhentikan direksi untuk sementara bila diperlukan (Warsono et al., 2009).
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 proporsi dewan komisaris
independen sekurang-kurangnya 50 persen (lima puluh perseratus) dari jumlah
anggota dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi
yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang
berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan. Dapat
dikatakan bahwa proporsi dewan komisaris yang terdiri dari anggota yang berasal
dari luar perusahaan mempunyai kecenderungan mempengaruhi manajemen laba.
Pemikiran ini didukung hasil penelitian Klein (2006), Chtourou et al. (2001), dan
Midiastuty dan Machfoedz (2003).
2.3.4 Komite Audit
Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara
kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga sistem pengawasan
yang memadai. BAPEPAM melalui Surat Edaran No. SE-03/PM/2000
menghimbau perusahaan publik untuk membentuk komite audit. Anggota komite
audit diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas
eksekutif dan terdiri paling sedikit tiga anggota yang independen. Komite audit
mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban
dan tanggung jawabnya. Komite audit memberi pendapat profesional kepada
dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi
15
Komite audit sebagai komponen mekanisme corporate governance,
memiliki hubungan yang erat dengan masalah keagenan. Apabila fungsi komite
audit berjalan secara efektif, kontrol terhadap perusahaan akan semakin baik
sehingga diharapkan mengurangi agency problems. Midiastuty dan Machfoedz
(2003) menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat
meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.
2.4 Kualitas Auditor
Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk
menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang utang
(bond holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Nilai auditing
timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas informasi akuntansi
(Ardiati, 2005). Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan keuangan yang
disajikan oleh perusahaan. Hasil audit tidak bisa diamati secara langsung sehingga
pengukuran variabel kualitas audit maupun kualitas auditor menjadi sulit untuk
dioperasionalkan. Untuk mengatasi permasalahan ini, para peneliti terdahulu
kemudian mencari indikator pengganti dari kualitas auditor. Dimensi kualitas
auditor yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah ukuran kantor
akuntan publik atau KAP karena nama baik perusahaan (KAP) dianggap
16
2.5 Leverage
Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset.
Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam
Sulistyanto (2008), dalam hipotesis debt covenant bahwa motivasi debt covenant
disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara manajer dengan perusahaan
yang berbasis kompensasi manajerial. Dengan demikian, perusahaan yang
mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi utangnya lebih tinggi
dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi
dalam bentuk manajemen laba.
Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan
selain menjual saham di pasar modal. Utang yang dipergunakan secara efektif dan
efisien akan meningkatkan nilai perusahaan. Tarjo (2008) menunjukkan bahwa
leverage menyebabkan peningkatan nilai perusahaan. Tetapi bila dilakukan
dengan dalih menarik perhatian para kreditur, maka justru akan memicu manajer
untuk melakukan manajemen laba (Achmad et al., 2007).
Perusahaan yang memiliki utang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi
dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang. Pernyataan ini juga
dibuktikan oleh penelitian Herawati dan Baridwan (2007) yang memberikan bukti
empiris tentang adanya tingkat manajemen laba yang lebih besar pada perusahaan
yang terikat perjanjian utang daripada perusahaan yang tidak terikat perjanjian
17
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai manajemen laba dan corporate governance telah
terdahulu dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Murtini dan
Mansyur (2012), penelitian tersebut bertujuan untuk menguji dampak dari
mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba pada
perushaan-perusahaan di Indonesia. Penelitian tersebut menjelaskan dampak dari
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran
dewan komisaris (sebagai proksi corporate governance), dan kualitas auditor
terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa
kepemilikan manajerial dan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, sementara ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
manajemen laba, dan kepemilikan institusional serta kualitas auditor tidak
mempengaruhi manajemen laba. Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Teshima dan Shuto (2008) membuktikan bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Guna dan Herawati (2010) melakukan penelitian pada 40 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil dari penelitian
mengindikasikan bahwa leverage, kualitas auditor, dan profitabilitas berpengaruh
terhadap praktik manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, komite audit, komisaris independen, ukuran perusahaan,
dan independensi auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Pamudi dan Sumantri (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
18
terhadap manajamen laba. Berdasarkan hasil pengujian, ditemukan bahwa kualitas
auditor berpengaruh positif terhadap manajemen laba, hal ini menandakan bahwa
KAP baik big four maupun non big four tidak bisa memperkecil manajemen laba.
Sedangkan ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Hal ini menandakan bahwa perusahaan besar cenderung tidak
melakukan praktik manajemen laba dikarenaka nilai total aset yang dimiliki
rata-rata cukup besar.
Halim et al. (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan perusahaan
manufaktur sebagai obyek penelitian. Hasil penelitian menyatakan bahwa asimetri
informasi, kinerja masa kini, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kinerja masa depan
berhubungan negatif dengan manajemen laba.
Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menguji pengaruh mekanisme corporate governance (komposisi dewan
komisaris, ukuran dewan komisaris, dan komite audit) dan ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba. Hasil penelitian menyatakan bahwa komposisi dewan
komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba,
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil ini berarti
mekanisme-mekanisme yang dilakukan oleh perusahaan telah berhasil
meminimalkan praktek manajemen laba. Oleh karena itu, berdasarkan hasil ini
dapat disimpulkan bahwa mekanisme corporate governance telah bekerja secara
19
oleh Klein (2006) yang meneliti mengenai pengaruh komite audit dan dewan
komisaris terhadap manajemen laba, dimana hasil penelitian ini menunjukkan
komite audit dan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Swastika (2013) melakukan penelitian yang bertujuan unutuk mengevaluasi
dampak dari penerapan corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba bagi perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia.
Dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda didapatkan hasil dua
dari variabel corporate governance serta ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba.
Abed et al. (2012) menguji hubungan antara manajemen laba dan
karakteristik corporate governance (dewan direksi independen, ukuran dewan
direksi, the role duality, dan persentase kepemilikan insider). Hasil dari penelitian
ini adalah dewan direksi independen, ukuran dewan direksi, dan kepemilikan
insider secara signifikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. The role
duality (CEO/Chairman) secara signifikan berpengaruh positif terhadap
manajemen laba. Temuan penelitian ini memiliki implikasi kebijakan yang
penting karena mereka mendukung penerapan corporate governance untuk
mengontrol perilaku direksi yang dapat menyebabkan distorsi dalam laporan
tahunan keuangan yang dilaporkan. Akibatnya, keandalan dan transparansi
laporan keuangan dilaporkan dapat ditingkatkan.
Cornett et al. (2006) meneliti hubungan antara corporate governance
(kepemilikan institusional, kepemilikan saham oleh direksi/eksekutif, karakteristik
20
sample penelitian yaitu perusahaan yang terdaftar pada Indeks S&P 100
didapatkan hasil bahwa kepemilikan institusional dan karakteristik dewan direksi
berhubungan negatif dengan manajemen laba. Kinerja perusahaan, kepemilikan
saham oleh direksi atau eksekutif berhubungan positif dengan manejemen laba.
Kusumawardhani et al. (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
membuktikan adanya fenomena manajemen laba menjelang IPO. Hasil penelitian
menunjukkan perusahaan melakukan manajemen laba meningkatkan laba melalui
komponen total akrual diskresioner pada periode satu tahun menjelang IPO dan
manajemen laba berpengaruh secara negatif pada kinerja perusahaan pasca IPO.
Rice dan Salim (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang dapat
mempengaruhi tindakan manajemen laba perusahaan perbankan. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa secara simultan profitabilitas, ukuran perusahaan,
dan leverage operasi, nilai perusahaan, tingkat inflasi, dan umur perusahaan
berpengaruh pada perataan laba. Namun secara parsial leverage operasi dan umur