• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Risiko Terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Wilayah Perkotaan Sarbagita.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Risiko Terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Wilayah Perkotaan Sarbagita."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP

KETERLAMBATAN PELAKSANAAN PROYEK

KONSTRUKSI DI WILAYAH PERKOTAAN

SARBAGITA

TUGAS AKHIR

Oleh :

Dewa Ayu Oka Narayanti

NIM : 1204105012

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Dewa Ayu Oka Narayanti NIM : 1204105012

Judul TA : Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Keterlambatan

(3)

ii

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Kampus Bukit JimbaranTelp./Fax: (0361) 703385 http://www.sipil.unud.ac.id

Email: sipil@unud.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

Tugas akhir ini telah diujikan dan dinyatakan lulus, sudah direvisi serta telah mendapat persetujuan pembimbing sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program S-1 pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana.

Judul Tugas Akhir : Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Wilayah Perkotaan Sarbagita

Nama : Dewa Ayu Oka Narayanti

NIM : 1204105012

Jurusan : Teknik Sipil

Diuji Tanggal : 20 Mei 2016

(4)

iii

ABSTRAK

Sebagaimana proyek konstruksi pada umumnya, proyek di wilayah perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) tidak jarang mengalami keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan merupakan salah satu konsekuensi dari risiko pada proyek konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita, serta memberikan solusi penanganan risiko tersebut.

Pengumpulan data dilakukan dengan survei menggunakan kuesioner dan melibatkan 53 responden yang berasal dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita tahun 2014-2016. Jawaban responden dianalisis dengan program SPSS versi 21 untuk mengetahui modus frekuensi serta modus konsekuensi risiko. Berdasarkan penilaian risiko dan analisis tingkat penerimaan risiko, dirumuskan tindakan mitigasi risiko.

Dari hasil analisa dapat diidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita sebanyak 25 faktor risiko dari berbagai sumber risiko, yaitu : lingkungan alam, lingkungan sosial, ekonomi, regulasi, tender & kontrak, design, manajemen proyek, dan proses konstruksi. Risiko dengan kategori unacceptable

(tidak dapat diterima) sebanyak 1 faktor risiko (4%), undesireable (tidak diharapkan) berjumlah 18 faktor risiko (72%), acceptable (dapat diterima) adalah 4 faktor risiko (16%), dan negligible (dapat diabaikan) terdapat 2 faktor risiko (8%). Selanjutnya dirumuskan tindakan mitigasi untuk risiko unacceptable dan

undesireable yang merupakan risiko dominan. Mitigasi risiko dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu : mitigasi ringan, mitigasi sedang, dan mitigasi berat. Selain tindakan mitigasi, dilakukan pula penentuan kepemilikan risiko dan pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu risiko.

(5)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Wilayah Perkotaan Sarbagita” ini hingga selesai.

Dalam menyusun Tugas Akhir ini, penulis telah melibatkan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : Bapak Ir. Nym. Martha Jaya, M.Const. Mgt., Ph.D, GCInstCES. selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir dan Ibu Ida Ayu Rai Widhiawati, ST., MT sebagai Dosen Pembimbing II Tugas Akhir, staf dosen dan pegawai di lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, orang tua, keluarga, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Mei 2016

(6)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR ... ii

ABSTRAK ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Proyek Konstruksi ... 5

2.2 Pengertian Risiko Proyek ... 6

2.3 Jenis Risiko Proyek ... 10

2.4 Manajemen Risiko ... 12

2.5 Identifikasi Risiko ... 14

2.6 Keterlambatan Proyek Konstruksi ... 21

2.7 Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi 22 2.8 Pengklasifikasian Risiko dan Analisis Risiko... 25

2.8.1 Penilaian dan Penerimaan Risiko ... 28

2.8.2 Mitigasi Risiko ... 31

2.8.3 Kepemilikan/alokasi Risiko ... 32

2.9 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi ... 33

2.10 Sampel... 35

2.10.1 Pengertian Sampel ... 35

2.10.2 Teknik Pengambilan Sampel... 36

2.11 Skala Pengukuran pada Instrumen Penelitian ... 38

2.12 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 42

3.1 Kerangka Penelitian ... 42

3.2 Uraian Kerangka Penelitian ... 43

3.2.1 Ide Permasalahan ... 43

3.2.2 Objek dan Lokasi Penelitian ... 44

3.2.3 Pengumpulan Data Sekunder ... 44

3.2.4 Identifikasi Faktor Risiko ... 45

3.2.5 Desain Kuesioner ... 46

3.2.6 PilotStudy ... 47

(7)

vi

3.2.7.1 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.2.7.2 Penentuan Sampel dan Responden ... 48

3.2.8 Pengolahan Data... 49

3.2.9 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50

3.2.10 Analisis Data dan Pembahasan ... 51

3.2.10.1 Penentuan Risiko Dominan ... 51

3.2.10.2 Mitigasi Risiko ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Umum ... 53

4.2 Karakteristik Responden ... 53

4.3 Pilot Study/Uji Pendahuluan ... 54

4.3.1 Uji Validitas ... 54

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 58

4.4 Pengumpulan Data Primer Tahap II ... 60

4.5 Pengolahan Data Total ... 61

4.5.1 Isian Data Identitas Responden ... 61

4.5.1.1 Jabatan Responden ... 61

4.5.1.2 Pengalaman Kerja Responden ... 62

4.5.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 62

4.5.2 Isian Faktor-Faktor Risiko ... 63

4.6 Analisa Risiko ... 63

4.7 Risiko Dominan ... 67

4.8 Mitigasi Risiko ... 68

BAB V PENUTUP ... 74

5.1 Simpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur manajemen risiko ... 13

Gambar 2.2 Proses identifikasi risiko ... 15

Gambar 2.3 Klasifikasi risiko ... 25

Gambar 2.4 Analisis risiko ... 27

Gambar 3.1 Kerangka penelitian... 43

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sumber dan faktor risiko berdasarkan berbagai literatur ... 16

Tabel 2.2 Faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi .. 23

Tabel 2.3 Skala frekuensi (Likelihood) ... 28

Tabel 2.4 Skala konsekuensi (Consequences) ... 29

Tabel 2.5 Penilaian dan tingkat penerimaan risiko ... 30

Tabel 2.6 Skala penerimaan risiko ... 31

Tabel 2.7 Kualifikasi pekerjaan kontraktor ... 35

Tabel 4.1 Hasil skor item pertanyaan no 1 untuk kolom frekuensi risiko ... 55

Tabel 4.2 Hasil uji validitas kuesioner untuk kolom frekuensi risiko... 56

Tabel 4.3 Hasil uji validitas kuesioner untuk kolom konsekuensi risiko ... 57

Tabel 4.4 Hasil uji reliabilitas kuesioner... 60

Tabel 4.5 Jabatan responden ... 61

Tabel 4.6 Pengalaman kerja responden ... 62

Tabel 4.7 Tingkat pendidikan responden ... 62

Tabel 4.8 Hasil analisa risiko ... 64

Tabel 4.9 Hasil penerimaan risiko ... 66

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Kuesioner Penelitian………..………..78 Lampiran B.1 Data Responden Pilot Study ... 89 Lampiran B.2 Rekapitulasi Jawaban Responden Pilot Study untuk Kolom

Frekuensi Risiko ... 91 Lampiran B.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Pilot Study untuk Kolom

Konsekuensi Risiko ... 92 Lampiran B.4 Nilai Varian Butir Instrumen Pertanyaan Frekuensi Risiko pada

Pilot Study ... 93 Lampiran B.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kolom Frekuensi

Risiko pada Pilot Study ... 94 Lampiran B.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kolom

Konsekuensi Risiko pada Pilot Study... 99 Lampiran C. Tabel Distribusi r tabel... 104 Lampiran D.1 Data Responden Total Penelitian... 105 Lampiran D.2 Rekapitulasi Jawaban Responden Total untuk Kolom Frekuensi

Risiko ... 110 Lampiran D.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Total untuk Kolom

Konsekuensi Risiko ... 112 Lampiran D.4 Resume Jawaban Responden Total untuk Kolom Mitigasi Risiko114 Lampiran D.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Total untuk Kolom

Frekuensi Risiko ... 119 Lampiran D.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Total untuk Kolom

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Proyek konstruksi merupakan proses dimana desain serta spesifikasi para perencana diubah menjadi struktur dan fasilitas fisik. Proses ini melibatkan organisasi dan koordinasi dari semua sumberdaya proyek seperti tenaga kerja, peralatan, material, suplai dan fasilitas, dana, teknologi serta metode untuk menyelesaikan proyek tepat waktu, sesuai anggaran, serta memenuhi standar kualitas yang dispesifikasikan. Dilihat dari tingkat kesulitan aktivitas serta banyaknya pihak yang terlibat, tentunya proyek konstruksi mengandung banyak risiko dalam proses pelaksanaannya.

Risiko pada proyek konstruksi secara umum adalah peristiwa yang mempengaruhi tujuan proyek yaitu biaya, mutu dan waktu. Pada pelaksanaan proyek konstruksi tidak terlepas dari berbagai risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam kegiatan proyek konstruksi, faktor risiko merupakan kemungkinan yang berakibat kerugian (chance of loss). Risiko-risiko yang dapat terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi misalnya bencana alam, tenaga kerja yang tidak produktif, kegagalan subkontraktor, dan lain sebagainya.

Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan atau disebut juga perkotaan Sarbagita, merupakan tulang punggung perekonomian Provinsi Bali dengan tiga sektor utama yaitu pariwisata, pertanian dan industri pendukung pariwisata.

(12)

2 Sebagaimana proyek konstruksi pada umumnya, proyek di wilayah perkotaan Sarbagita tidak jarang mengalami keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan merupakan salah satu konsekuensi dari risiko pada proyek konstruksi. Keterlambatan pada pelaksanaan pekerjaan dapat memberikan dampak-dampak negatif yang merugikan proyek konstruksi tersebut. Dampak yang sering terjadi mulai dari penurunan keuntungan yang didapatkan, peningkatan biaya proyek, penambahan waktu yang tidak terencanakan hingga konflik antara kedua belah pihak. Di sinilah timbul suatu kebutuhan akan adanya analisis faktor-faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

Pada penelitian sebelumnya yang berjudul Analisis Faktor Risiko pada Proyek Renovasi dan Pengembangan Gedung Hotel yang Sedang Beroperasi di Kabupaten Badung dan Denpasar oleh Pradnyandari (2015), diperoleh 37 faktor risiko yang dapat muncul pada proyek renovasi dan pengembangan gedung hotel yang sedang beroperasi. Berbeda dengan penelitian tersebut, pada penelitian tugas akhir ini akan dilakukan analisis faktor-faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita serta memberikan solusi untuk penanganan risiko-risiko tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, dapat diambil rumusan masalah seperti berikut :

1. Faktor-faktor risiko apa sajakah yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

2. Risiko-risiko apakah yang termasuk kategori dominan dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

(13)

3

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang ada, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

2. Mengetahui risiko-risiko yang termasuk kategori dominan dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

3. Mengetahui mitigasi risiko yang dapat dilakukan terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran serta masukan untuk memahami dan mengantisipasi faktor-faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi. Lebih lanjut, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian risiko suatu proyek.

1.5 Batasan Masalah

Dalam pembahasan tugas akhir ini masalah dibatasi pada :

1. Penelitian dilakukan pada pelaksanaan proyek konstruksi kualifikasi kecil dan menengah dengan nilai proyek kurang dari 50 milyar di wilayah perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita). 2. Proyek konstruksi yang diteliti merupakan proyek yang telah selesai

dikerjakan maupun proyek yang sedang berjalan pada tahun 2014-2016. 3. Penelitian dilakukan pada pelaksanaan proyek konstruksi yang pelaksananya terdaftar sebagai anggota asosiasi di Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Provinsi Bali.

(14)

4 5. Uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner dilakukan dengan program

SPSS versi 21.

(15)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek (Soeharto, 2001). Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup tinggi.

Kegiatan proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempunyai ciri :

1. Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas.

2. Rangkaian kegiatan proyek hanya terjadi satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi, tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, yang ada adalah proyek yang sejenis.

Menurut Sandyavitri (2009), yang dimaksud dengan konstruksi adalah rangkaian kegiatan membangun (construction). Hal ini perlu ditegaskan karena dalam beberapa literatur, yang dimaksud konstruksi adalah hasil dari suatu rangkaian kegiatan berupa bangunan, misalnya jalan raya, jembatan, rumah, saluran air, gelagar beton, dan lain sebagainya.

(16)

6

1. Bangunan gedung : rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah :

a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.

b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi umumnya sudah diketahui.

c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.

2. Bangunan sipil : jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah :

a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia.

b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.

c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.

2.2 Pengertian Risiko Proyek

Setiap aktivitas yang dilakukan dalam semua bidang kehidupan selalu akan menimbulkan risiko, karena tidak ada kegiatan yang bebas dari risiko. Sehingga pola pikir bahwa segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan rencana, harus diubah dengan pola pendekatan yaitu pola pendekatan dengan mempertanyakan apa yang terjadi bila sesuatu tidak sesuai dengan rencana (Flanagan dan Norman, 1993).

(17)

7 Risiko merupakan sebuah halangan yang terdapat dalam setiap proyek konstruksi, setiap kontraktor harus menangani itu dan para pemilik proyek harus membayar untuk itu (Flanagan dan Norman, 1993). Risiko sendiri adalah suatu hal yang terjadi diluar perhitungan yang kondisinya tidak pasti dan memiliki dampak terhadap ruang lingkup proyek, biaya, waktu dan mutu dari pekerjaan. Risiko memiliki banyak bentuk dan ukuran dimana dideskripsikan sebagai

“kemungkinan beberapa hal dapat terjadi yang akan memberikan dampak

terhadap sebuah tujuan”, risiko sering ditentukan berdasarkan kejadian dan konsekuensi yang diakibatkan oleh risiko tersebut dimana konsekuensinya bisa berdampak postif maupun negatif (Alijoyo, 2006). Pada tahap pelaksanaan proyek konstruksi, berbagai risiko mungkin muncul baik risiko biaya, risiko mutu maupun risiko yang mempengaruhi waktu proyek (Norken dkk, 2015).

Risiko dan ketidakyakinan memiliki arti yang berbeda, dimana risiko (risk) berasal dari bahasa Prancis yaitu risqué dan digunakan dalam bidang asuransi. Risiko dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu (Smith, et al., 1999) :

a. Known Risks, risiko ini termasuk risiko yang memiliki perubahan kecil terhadap produkivitas dan harga, sering terjadi dan tidak dapat dihindarkan dalam proyek konstruksi.

b. Known Unknown Risk, adalah risiko yang diketahui dan diprediksi akan terjadi, tetapi probabilitasnya serta akibat yang terjadi tidak diketahui.

c. Unknown Unknown Risk, adalah risiko yang tidak diketahui akan terjadi dan akibatnya tidak dapat diketahui oleh mayoritas staff.

Dalam proyek konstruksi, keoptimisan dalam sebuah proyek baru sering menuju kepada sikap AGAP (All Goes According To Plan) dimana para kontraktor menyediakan dana, estimasi dan waktu penyelesaian berdasarkan AGAP namun proyek konstruksi sendiri memiliki beberapa hal yang sangat sering diluar perencanaan dan para kontraktor diharapkan lebih menggunakan analisis WHIF (What Happen If) dimana diperlukan sebuah pemikiran jika sesuatu dapat terjadi diluar perencanaan (Flanagan dan Norman, 1993).

(18)

8 1. Risiko Operasional

Risiko ini adalah risiko yang dapat timbul akibat tidak berfungsinya sistem internal, kesalahan manusia maupun kegagalan sistem. Sumber risiko ini merupakan sumber terluas dibandingkan sumber risiko lainnya. Selain bersumber dari kegiatan diatas juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem teknologi informasi, sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia.

2. Risiko Hazard

Risiko ini merupakan suatu keadaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu musibah. Pengertian tersebut dapat diperluas meliputi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Risiko Hazard dapat diklasifikasikan menjadi 4 bentuk (Darmawi, 2014) :

a. Physical Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber pada karakterisik secara fisik dari suatu objek yang memperbesar kemungkinan terjadi suatu musibah ataupun memperbesar suatu kerugian.

b. Moral Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang yang bersangkutan berkaitan dengan sikap mental atau pandangan hidup serta kebiasaannya yang dapat memperbesar kemungkinan tejadinya suatu musibah ataupun kerugian.

c. Morale Hazard, setiap orang pada dasarnya tidak menginginkan terjadinya suatu kerugian, akan tetapi karena merasa bahwa ia telah memperoleh jaminan baik atas diri maupun harta miliknya, seringkali menimbulkan kecerobohan atau kurang hati-hati.

(19)

9 3. Risiko Finansial

Risiko Finansial merupakan risiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden atau bunga serta pokok pinjaman. 4. Risiko Strategik

Risiko ini terjadi karena serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.

Kata risiko memiliki berbagai definisi, namun secara sederhana dapat diartikan sebagai peluang terjadinya kejadian yang merugikan, yang diakibatkan adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Ketidakpastian adalah suatu potensi perubahan yang akan terjadi di masa datang, sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan untuk mengetahui apa yang akan terjadi bila suatu aktivitas dilakukan saat ini. Dengan demikian pola pendekatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi sebaiknya menggunakan pola pendekatan berdasarkan risiko, karena risiko dan ketidakpastian itu pasti akan selamanya muncul selama pelaksanaan proyek konstruksi yang bersumber dari berbagai aktivitas dalam pelaksanaan proyek konstruksi itu sendiri.

Dalam hubungannya dengan proyek konstruksi, maka risiko dapat diartikan sebagai dampak komulatif terjadinya ketidakpastian yang berdampak negatif terhadap sasaran proyek (Soeharto, 2001).

Risiko proyek konstruksi ditandai oleh faktor-faktor berikut :

1. Peristiwa risiko, menunjukkan dampak negatif yang dapat terjadi pada proyek konstruksi.

2. Probabilitas terjadinya peristiwa.

3. Kedalaman (severity) dampak dari risiko yang terjadi.

(20)

10 melakukan pengendalian terhadap kemungkinan risiko yang teridentifikasi. Dalam menghadapi risiko proyek, dikenal suatu golden rule yaitu jangan mengambil risiko bilamana :

1. Organisasi yang bersangkutan tidak mampu menanggungnya (can not afford to lose).

2. Manfaat yang diraih lebih kecil dari risiko yang mungkin timbul. 3. Masih tersedia sejumlah alternatif.

4. Belum ada rencana kontinjensi untuk mengatasinya.

Jadi, risiko hanya boleh diambil bilamana potensi manfaat dan kemungkinan keberhasilannya lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk menutupi kegagalan yang mungkin terjadi.

2.3 Jenis Risiko Proyek

Risiko pada umumnya dikelompokkan berdasarkan anggaran modal, sifat dan sumbernya.

1. Risiko berdasarkan anggaran modal proyek dapat dibagi menjadi 2 (Soeharto, 2001), yaitu :

a. Risiko Proyek Tunggal

Risiko yang diperhitungkan hanya dengan melihat karakteristik hubungan antara risiko pada proyek itu sendiri, terlepas dari faktor ada atau tidaknya proyek lain di dalam perusahaan pemilik. Risiko proyek semacam ini kadang-kadang dinamakan stand alone risk. b. Risiko Kombinasi Multiproyek

Risiko yang dihadapi perusahaan bila perusahaan pemilik mempunyai multiproyek, maka risiko masing-masing berkombinasi.

2. Risiko berdasarkan sifat dapat dibedakan menjadi 2 jenis (Darmawi, 2014), yaitu :

a. Risiko Spekulatif

(21)

11 b. Risiko Murni

Risiko ini hanya memiliki satu kemungkinan yaitu hanya ada kemungkinan rugi. Risiko ini dapat diasuransikan.

3. Sumber risiko dapat diartikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejadian yang bersifat positif atau negatif. Risiko berdasarkan sumbernya dijelaskan oleh Wahyuni (2006) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi menjadi :

a. Fundamental physical risks

Merupakan risiko akibat fenomena alam, kesalahan manusia atau industri, yaitu : kerusakan akibat badai, kebakaran, perang, kebocoran nuklir atau bahan kimia berbahaya, dan sebagainya. b. Legal risks

Risiko ini berkaitan dengan bidang hukum, yaitu kerugian terhadap manusia dan kerusakan pada bangunan atau lingkungan selama masa pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi, getaran dan gangguan-gangguan lainnya selama pelaksanaan konstruksi.

c. Construction related risks

Risiko ini berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi, yaitu kekurangan sumber daya (tenaga kerja, material, peralatan), keterlambatan penyelesaian pekerjaan, penundaan atau keterlambatan mengelola site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidaksesuaian gambar atau volume dalam kontrak dengan kenyataan di lapangan, dan sebagainya.

d. Price determination risks

Risiko ini berkaitan dengan masalah biaya, meliputi risiko akibat kesalahan estimasi atau penaksiran yang kurang akurat, tidak tepatnya pengambilan keputusan, kesalahan meramalkan fluktuasi dan biaya sumber daya yang digunakan.

e. Contractual risks

(22)

12 f. Perfomance risks

Risiko ini diakibatkan oleh bagaimana hasil produktivitas dari sumber daya yang digunakan, misalnya akibat pengaruh moral pekerja, pemogokan, jaminan keselamatan dan kesehatan, perencanaan yang tidak tepat.

g. Economic risks

Risiko ini meliputi inflasi, tingkat suku bunga tinggi, penundaan pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.

h. Political risks

Risiko ini diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi dalam dunia politik, seperti pergantian pemerintahan, dan sebagainya.

i. Market risks

Risiko pasar diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan konstruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.

2.4 Manajemen Risiko

Risiko terjadi pada semua proyek konstruksi dan tidak dapat diabaikan namun dapat dikurangi dan dipindahkan sehingga dapat dikontrol. Pemahaman akan risiko sangat penting dan sangat diperlukan dalam mengidentifikasi dan menganalisis secara sistematis, menangani dan melakukan pengontrolan sehingga pencapaian tujuan proyek sesuai dengan waktu (time), biaya (cost), dan kualitas (quality). Manajemen risiko merupakan aplikasi manajemen umum yang berhubungan dengan berbagai aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Manajemen risiko memiliki tujuan untuk dapat mengenali risiko sehingga nantinya dapat direncanakan strategi penanganan yang akan dilakukan terhadap risiko yang akan muncul. Strategi yang digunakan diperhitungkan dengan baik agar mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan risiko yang muncul.

(23)

penanganan-13 penanganan yang perlu dilakukan berdasarkan berbagai macam pertimbangan untuk meminimalisir atau menghilangkan risiko, seperti yang terdapat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alur manajemen risiko

Sumber : Flanagan dan Norman (1993)

(24)

14

2.5 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah suatu proses analisis untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan/lembaga ataupun aktivitas yang akan direncanakan ataupun yang sedang dilaksanakan atau dioperasikan (Norken dkk, 2015). Identifikasi risiko merupakan tahap awal dari manajemen risiko yang memiliki peranan yang sangat penting dalam proses manajemen risiko. Identifikasi risiko merupakan tahapan tersulit dan juga paling menentukan dalam proses manajemen risiko.

Kesalahan akibat kurangnya perhitungan dan pertimbangan dalam pengidentifikasian risiko dapat berakibat pada ketidaktepatan penanganan risiko dan berujung pada kerugian-kerugian yang timbul bagi pihak-pihak yang menanganinya. Menurut Thomson dan Perry (1991), untuk mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi risiko dapat digunakan beberapa cara, antara lain : menyusun daftar (check list) risiko, wawancara dengan personel kunci (expert) yang terlibat, melalui diskusi yang membahas topik tertentu (brain storming), dan dapat pula dilakukan melalui pencatatan satu peristiwa atau lazim disebut use of record.

Pada pengidentifikasian risiko yang harus dilakukan adalah menentukan segala jenis sumber dan tipe risiko yang memungkinkan terjadi pada proyek konstruksi. Sumber risiko yang akan muncul dapat menyebabkan sebuah kejadian yang nantinya akan memberikan efek pada proyek konstruksi. Sumber risiko bisa berasal dari inflasi, ketidakstabilan tanah, cuaca yang berubah-ubah, distribusi material yang terlambat, spesifikasi yang tidak sesuai, dan koordinasi yang buruk antar pekerja maupun staf. Disarankan untuk membuat daftar sumber risiko sesuai dengan pengalaman dan jenis proyek, karena risiko untuk setiap jenis proyek adalah spesifik (tidak sama satu dengan lainnya).

(25)

15 Gambar 2.2 Proses identifikasi risiko

Sumber : Al-Bahar dan Crandall (1990)

Pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan proses-proses pengidentifikasian risiko dimulai dari adanya ketidakpastian dalam proyek konstruksi. Segala jenis ketidakpastian yang mempengaruhi kualitas, biaya maupun waktu pekerjaan harus dipertimbangkan dan dipikirkan serta ditandai (checklist) bahwa ketidakpastian ini berpengaruh pada kelancaran proses pekerjaan proyek konstruksi. Checklist inilah yang nantinya digunakan sebagai langkah awal dalam penentuan risiko lebih lanjut. Setelah risiko ditentukan maka harus dipikirkan pula hal-hal yang dapat ditimbulkan dari segala jenis risiko yang muncul. Misalnya akibat yang dapat ditimbulkan berpengaruh pada kecelakaan kerja, kerusakan struktur maupun waktu pelaksanaan yang bertambah dan pada akhirnya akan berdampak pada keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi tersebut.

(26)

16

Tabel 2.1 Sumber dan faktor risiko berdasarkan berbagai literatur (1/5)

(A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14

Bencana Alam    

Kebakaran

Cuaca buruk     

Polusi  

Tidak Ramah Lingkungan 

Degradasi Alam 

Inflasi      

Fluktuasi nilai tukar mata uang      

Analisa pasar yang buruk 

Kesalahan analisa investor 

Perkiraan biaya yang tidak sesuai 

Daya beli konsumen     

Resiko pasar

Kenaikan pajak   

Fluktuasi suku bunga   

Pendapatan perkapita 

Likuiditas akibat krisis 

PENGARANG

A Lingkungan

( D )

NO SUMBER

RESIKO FAKTOR RESIKO

(27)

17

Protes dari buruh, ahli lingkungan dan

masyarakat      

Stabilitas politik 

Satbilitas Ekonomi 

Perbedaan budaya, bahasa, agama 

Tingkat kriminalitas   

Penemuan arkeologi di lokasi proyek 

Vandalisme 

Proses persetujuan yang rumit    

(28)

18

Pembatalan tender 

Price dumping oleh kompetitor 

Kontrak yang tidak menguntungkan  

Kompetis i antar kontraktor  

Des ign yang tidak s eles ai    

Des ign yang tidak efektif 

Kes alahan dan Kelalaian Des ign   

Kurangnya s pes ifikas i   

Tidak lengkapnya des ign 

Des ign yang tidak s etujui   

Kualitas des ign 

Lambatnya res pon perubahan des ign 

Terbatas nya inovas i dan kreatifitas 

Permas alahan des ign    

Kes alahan pemilihan tim 

Kes elahan jadwal pekerjaan 

Pengkoordinas ian yang buruk       

Manajemen s umber daya yang buruk 

SDA terbatas  

Perbedaan s tandar keamanan dan

kes ehatan  

Hubungan yang tidak baik antar tim  

(29)

19

Keterlambatan dalam menyeles aikan

mas alah 

Pres tas i yang tidak pas ti  

Kurangnya informas i  

Tidak kons is tennya biaya, waktu dan

lingkup pekerjaan 

Konflik SDM di s atu organis as i 

Permas alahan keuangan dari owner   

Permas alahan keuangan dari kontraktor  

Kegagalan s ubkontraktor 

Kes alahan rencana anggaran    

Pemotongan dana  

Modal  

Pembayaran yang terlambat  

Kerus akan Struktur 

Kerus akan Peralatan   

Kecelakaan Pekerja 

Kebakaran material dan alat 

Kes alahan identifikas i keadaan tanah     

(30)
(31)

21 Keterangan pengarang Tabel 2.1 :

P1 : Al-Bahar dan Crandall (1990)

Menurut Proboyo (1999), keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi umumnya selalu menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun kontraktor, karena dampak keterlambatan adalah konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebab, juga tuntutan waktu dan biaya tambah.

Menurut Alifen et al. (2000), keterlambatan proyek sering kali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara pemilik dan kontraktor, sehingga akan menjadi sangat mahal nilainya baik ditinjau dari sisi kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak, disamping itu kontraktor juga akan mengalami tambahan biaya overhead selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik, keterlambatan proyek akan membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian fasilitasnya.

(32)

22 a. Excusable/Compensable Delay adalah keterlambatan yang beralasan dan dapat dikompensasi. Kasus keterlambatan yang beralasan dan dapat dikompensasi adalah keterlambatan yang disebabkan oleh pihak pemilik dalam kaitannya karena tidak dapat menyediakan jalan tempuh ke proyek, perubahan gambar rencana, perubahan lingkup pekerjaan kontraktor, keterlambatan dalam menyetujui gambar kerja, jadwal, material, kurangnya koordinasi dan supervisi lapangan, pembayaran tertunda, dan campur tangan pemilik yang bukan wewenangnya. Dalam kasus ini kontraktor berhak atas dispensasi waktu dan biaya ekstra. b. Excusable/Non Compensable Delay adalah keterlambatan yang beralasan,

tetapi tidak dapat dikompensasi. Kasus keterlambatan yang beralasan, tetapi tidak dapat dikompensasi adalah keterlambatan yang diluar kemampuan baik kontraktor maupun pemilik. Sebagai contoh, cuaca buruk, kebakaran, banjir, pemogokan buruh, peperangan, perusakan oleh pihak lain, larangan kerja, wabah penyakit, inflasi/eskalasi harga, dan lain sebagainya. Kasus ini biasanya disebut dengan forcemajeur.

c. Non-Excusable Delay adalah keterlambatan yang tidak beralasan. Kasus keterlambatan yang tidak beralasan adalah keterlambatan yang disebabkan karena kegagalan kontraktor memenuhi tanggung jawabnya dalam pelaksanaan proyek. Sebagai contoh, kekurangan dalam penyediaan sumber daya proyek (manusia, alat, material, subkontraktor, uang), kegagalan koordinasi lapangan, kegagalan perencanaan jadwal, produktivitas yang rendah, dan sebagainya. Dalam kasus ini kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak.

2.7 Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek

Konstruksi

(33)

23 Sarbagita. Eliminasi dilakukan dengan cara mempertimbangkan apakah faktor risiko tersebut dapat muncul dan berpengaruh pada wilayah penelitian atau tidak. Apabila faktor risiko dianggap jarang muncul atau tidak berpengaruh maka faktor risiko dihilangkan. Faktor risiko dan sumber risiko yang diidentifikasi dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita dirangkum pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi (1/2)

No Sumber Kim dan Bajaj (2000), Zhi (1995), Dey (2009) Kim dan Bajaj (2000), Skorupka (2003), Zhi (1995), Sharma Sharma (2013), Zou dan Couani (2012), Chapman (2001)

Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang

Al-Bahar dan Crandall (1990), Kim dan Bajaj (2000), Zhi (1995), Dey (2009), Chileshe (2012), Sharma (2013)

4 Regulasi

Perubahan Peraturan Al-Bahar dan Crandall (1990), Chapman (2001)

Proses Persetujuan yang Rumit dan Lama

Al-Bahar dan Crandall (1990), Zhi (1995), Sharma (2013), Zou dan Couani (2012)

5 Tender dan Kontrak

Pembatalan Tender Skorupka (2003)

(34)

24

di Lapangan Skorupka (2003)

Kesalahan Prioritas &

Penjadwalan Pekerjaan Skorupka (2003) Koordinasi dan

Komunikasi yang Buruk

Skorupka (2003), Zhi (1995), Dey (2009), Chileshe (2012), Sharma (2013), Zou dan Couani (2012), Chapman (2001)

Chileshe (2012), Zou dan Couani (2012), Flanagan dan Norman (1993)

Pembayaran yang

Terlambat Chileshe (2012), Chapman (2001)

8 Proses Konstruksi

Kerusakan Material Skorupka (2003), Zou dan Couani (2012), Smith, et al. (1999) Terganggunya

Ketersediaan Material

Kim dan Bajaj (2000), Skorupka (2003), Zhi (1995), Sharma Kegagalan Subkontraktor Kim dan Bajaj (2000)

Terganggunya

(35)

25

2.8 Pengklasifikasian Risiko dan Analisis Risiko

Klasifikasi risiko dibuat dengan tujuan mempermudah pemahaman dan pembedaan risiko yang ada sehingga membantu dan memudahkan dalam melakukan analisis risiko. Terdapat tiga cara untuk melakukan klasifikasi risiko yaitu dengan melakukan identifikasi konsekuensi risiko, jenisnya dan pengaruhnya seperti terlihat pada Gambar 2.3 (Flanagan dan Norman, 1993).

Gambar 2.3 Klasifikasi risiko

Sumber : Flanagan dan Norman (1993)

(36)

26 maka kebakaran akan menimbulkan kerugian. Risiko spekulasi adalah risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang dapat memberikan kerugian maupun keuntungan. Misalnya sebuah perusahaan melakukan investasi, investasi ini nantinya akan dapat menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan tersebut.

Analisis risiko dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko, dan secara kuantitatif terfokus pada evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko dimana sumber risiko harus diidentifikasikan dan akibatnya diperhitungkan. Analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan kemungkinan yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko. Secara kualitatif analisis risiko memiliki dua tujuan yaitu identifikasi dan penilaian awal risiko yang sasarannya adalah menyusun sumber risiko utama dan menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi. Melakukan analisis risiko secara sistematis dapat membantu untuk (Godfrey, 1996) :

1. Mengidentifikasi, menilai dan memberikan ranking risiko secara jelas. 2. Memusatkan perhatian pada risiko dominan.

3. Memperjelas keputusan tentang kerugian.

4. Meminimalkan potensi kerugian apabila timbul keadaan terburuk. 5. Mengontrol aspek ketidakpastian.

6. Memperjelas peran setiap orang yang terlibat dalam manajemen risiko.

(37)

27 Gambar 2.4 Analisis risiko

Sumber : Flanagan dan Norman (1993)

(38)

28

2.8.1 Penilaian dan Penerimaan Risiko

a. Penilaian (assessment) risiko

Penilaian (assessment) risiko pada dasarnya adalah melakukan perhitungan atau penilaian terhadap akibat (effect) dari risiko yang teridentifikasi. Besar kecilnya akibat dari risiko akan dapat dikategorikan atau diklasifikasikan, mana risiko dengan tingkat yang utama (major risks), yang mempunyai akibat (effect) yang besar dan luas serta membutuhkan pengelolaan, dan mana risiko dengan tingkat yang ringan (minor risks) yang tidak memerlukan penanganan khusus karena akibat dari risiko ada dalam batas-batas yang dapat diterima.

Godfrey (1996) menyebutkan nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara kemungkinan (likelihood) dengan konsekuensi (consequence) risiko. Kemungkinan adalah peluang terjadinya kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam jumlah kejadian pertahun atau persatuan waktu. Dalam memberikan penilaian untuk berbagai kemungkinan faktor risiko yang muncul, dapat menggunakan skala frekuensi (Likelihood) pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Skala frekuensi (Likelihood)

Tingkat Frekuensi Peluang Skala

Sangat sering 80 ≤ x ≤ 100% 5

Sering 60 ≤ x < 80% 4

Kadang-kadang 40 ≤ x < 60% 3

Jarang 20 ≤ x < 40% 2

Sangat jarang 0 ≤ x < 20% 1

(39)

29 Sedangkan konsekuensi adalah besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam nilai uang atau ukuran kerugian lainnya. Untuk menghitung besarnya konsekuensi pengaruh faktor risiko dapat menggunakan skala konsekuensi pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Skala konsekuensi (Consequences)

Tingkat Konsekuensi Peluang Skala

Sangat besar 80 ≤ x ≤ 100% 5

Besar 60 ≤ x < 80% 4

Sedang 40 ≤ x < 60% 3

Kecil 20 ≤ x < 40% 2

Sangat kecil 0 ≤ x < 20% 1

Dimana : x adalah konsekuensi risiko Sumber: Godfrey (1996)

Setelah diketahui skala konsekuensi dan skala frekuensi maka analisis penilaian risiko dapat dilakukan. Nilai risiko (risk index) adalah hasil perkalian antara modus (nilai yang paling sering muncul) frekuensi dengan modus dari konsekuensi risiko. Sehingga, nilai risiko dapat dirumuskan dalam Persamaan 2.1.

RI = P × I (2.1)

Keterangan: RI = Risk Index

P = Probability atau Kemungkinan (Likelihood) I = Impact atau Dampak (Consequence)

(40)

30 Tabel 2.5 Penilaian dan tingkat penerimaan risiko

Consequences Catastropic Critical Serious Marginal Negligble

Likelihood 5 4 3 2 1

Frequent (5) Unacceptable Unacceptable Unacceptable Undesirable Undesirable

25 20 15 10 5

Probable (4) Unacceptable Unacceptable Undesirable Undesirable Acceptable

20 16 12 8 4

Occasional (3) Unacceptable Undesirable Undesirable Undesirable Acceptable

15 12 9 6 3

Remote (2) Undesirable Undesirable Undesirable Acceptable Negligible

10 8 6 4 2

Improbable (1) Undesirable Acceptable Acceptable Negligible Negligible

5 4 3 2 1

Key Description Guidance

Unacceptable Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer Undesirable Tidak diharapkan, harus dihindari

Acceptable Dapat Diterima

Negligible Dapat Diterima Sepenuhnya Sumber: Godfrey (1996)

b. Penerimaan risiko

Tingkat penerimaan risiko dapat dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Unacceptable, yaitu risiko yang tidak dapat ditoleransi, harus dihindari atau bila mungkin ditransfer kepada pihak lain.

2. Undesirable, yaitu risiko yang tidak diharapkan, yang memerlukan penanganan atau mitigasi risiko (risk reduction) sampai pada tingkat yang dapat diterima.

3. Acceptable, yaitu risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai dampak yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.

4. Negligible, yaitu risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Risiko yang termasuk dalam risiko unacceptable dan

(41)

31 yang khusus karena mempunyai akibat (effect) dan dampak yang besar apabila risiko tersebut tidak dikurangi atau bila perlu dihindari, sedangkan risiko yang termasuk dalam acceptable dan

negligible merupakan risiko dengan kategori minor (minor risks) yang tidak mempunyai akibat atau dampak yang berarti sehingga dapat diterima dan bahkan dapat diabaikan.

Dari tingkat penerimaan risiko dan dengan mempertimbangkan nilai risiko yang diperoleh dari perkalian skala frekuensi dan konsekuensi, maka skala penerimaan risiko dapat disusun dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Skala penerimaan risiko

Penerimaan Risiko Skala Penerimaan

Unacceptable x > 12

Undesirable 5 ≤ x ≤ 12

Acceptable 2 < x < 5

Negliglible x ≤ 2

Dimana : x adalah nilai risiko Sumber: Godfrey (1996)

2.8.2 Mitigasi Risiko

Mitigasi risiko adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi akibat dari risiko apabila risiko telah dapat teridentifikasi, tindakan ini juga merupakan penanganan risiko sampai pada batas yang dapat diterima, walaupun penanganan risiko belum tentu sepenuhnya dapat dihilangkan karena kadang-kadang masih ada risiko sisa yang sering disebut residual risk (Norken dkk, 2015). Flanagan dan Norman (1993) menguraikan ada 4 cara untuk melakukan mitigasi risiko, antara lain :

(42)

32 2. Mengurangi risiko (risk reduction), yaitu dengan melakukan usaha-usaha atau tindakan untuk mengurangi konsekuensi dari risiko yang diperkirakan terjadi, walaupun masih ada kemungkinan risiko tidak sepenuhnya bisa dikurangi, tetapi masih pada tingkat konsekuensi yang dapat diterima.

3. Memindahkan risiko (risk transfer), yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk memikul atau mengendalikan risiko yang diperkirakan akan terjadi.

4. Menghindari risiko (risk avoidance), yaitu tindakan menghindari konsekuensi risiko dengan menghindari aktivitas yang diperkirakan mempunyai tingkat kerugian/konsekuensi yang sangat tinggi.

2.8.3 Kepemilikan/alokasi Risiko

Setelah risiko teridentifikasi dan diklasifikasikan, kemudian risiko tersebut harus dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Alokasi risiko merupakan penentuan dan pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu risiko (Norken dkk, 2015).

Metode yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah dengan berdasarkan kendali atas kehadiran dan efek yang ditimbulkan risiko, jika risiko tersebut terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau ketidakmampuan pihak-pihak untuk melakukan pekerjaan proyek atau kegiatan yang spesifik, prinsip-prinsip pengalokasian risiko dari Flanagan dan Norman (1993) yaitu :

a. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko,

(43)

33 c. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak

terkontrol,

d. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko bersama.

Jika risiko sudah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya perselisihan antara pihak yang terlibat, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. Tapi risiko yang sudah dialokasikan juga dapat menimbulkan perselisihan, jika risiko tersebut salah dialokasikan, apalagi jika risiko tersebut menyebabkan kehilangan dan kerugian yang besar (Norken dkk, 2015).

2.9 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi

Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan kriteria risiko dan/atau kriteria penggunaan teknologi dan/atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan). Kualifikasi jasa pelaksana konstruksi dibagi menjadi :

1. Kualifikasi K1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K1 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

2. Kualifikasi K2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1,75 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K2 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

(44)

34 untuk kualifikasi K3 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Perseroan Terbatas Penanam Modal Asing (PT-PMA). Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

4. Kualifikasi M1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M1 dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau Perseroan Komanditer (CV), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Menimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

5. Kualifikasi M2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M2 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB).

6. Kualifikasi B1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 250 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi B1 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk Penanggung Jawab Bidang (PJB). 7. Kualifikasi B2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai

(45)

35 Tabel 2.7 Kualifikasi pekerjaan kontraktor

Sumber : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2013)

2.10 Sampel

Berikut akan dijelaskan pengertian sampel dan teknik pengambilan sampel yang umum digunakan pada penelitian.

2.10.1 Pengertian Sampel

Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan diproses serta tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun keuntungan dari penggunaan sampel adalah:

1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi dan apabila populasinya terlalu besar dikhawatirkan akan terlewati.

2. Penelitian lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu dan tenaga.

3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subjeknya banyak dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan data. Misalnya staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.

4. Penelitian lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif

(merusak) yang menggunakan spesemen akan hemat dan bisa dijangkau tanpa merusak semua bahan yang ada serta bisa digunakan untuk menjaring populasi yang jumlahnya banyak.

Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor

Kualifikasi Golongan Batas Nilai Proyek/Pekerjaan

(46)

36

2.10.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.

Secara umum ada dua macam teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian (Riduwan, 2006), yaitu :

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, yang tergolong teknik probability sampling yaitu :

a. Simple random sampling

Adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen (sejenis).

b. Proportionate stratified random sampling

Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen (tidak sejenis).

c. Disproporsionate stratified random sampling

Adalah pengambilan sampel secara acak dan berstrata tetapi sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya dan dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen.

d. Area sampling (sampling daerah/wilayah)

(47)

37 2. Nonprobability Sampling

Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Menurut Sugiyono (2012) yang tergolong dalam teknik ini antara lain :

a. Sampling sistematis

Adalah pengambilan sampel didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu dan ruang dengan urutan yang seragam.

b. Sampling kuota

Adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti.

c. Sampling aksidental

Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden). d. Purposive sampling (sampling pertimbangan)

(48)

38 e. Sampling jenuh

Adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang.

f. Snowball sampling

Adalah teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian anggota sampel mengajak para sahabatnya untuk dijadikan sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak jumlahnya.

2.11 Skala Pengukuran pada Instrumen Penelitian

Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap obyek menurut aturan tertentu. Maksud dari pengukuran ini adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2006). Jawaban pada kuesioner merupakan kualitatif karena dinyatakan dalam bentuk kata bukan angka. Kemudian data kualitatif ini harus dikualifikasi atau diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif dengan cara memberi skor atau memberi rangking tertentu agar bisa diproses secara statistik.

Slaka pengukuran yang digunakan pada instrumen penelitian adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Skala dengan format Likert yang sering dipakai memiliki lima pilihan skala, misalnya :

1. Sangat Sering = 5

2. Sering = 4

3. Jarang = 3

4. Sangat Jarang = 2 5. Tidak Pernah = 1

(49)

39

2.12 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Dalam setiap penelitian, kriteria data yang harus diperhatikan adalah validitas dan reliabilitas sebuah data. Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur) yang digunakan dalam melakukan pengukuran tentang apa yang diukur. Validitas berguna untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat menunjukkan data variabel yang diteliti secara tepat. Menurut Usman dan Akbar (2011) untuk menghitung validitas digunakan Persamaan 2.2.

=

� ∑ −(∑ )(∑ )

(� ∑ 2( )2)(� ∑ 2( )2) (2.2) Dimana :

X = Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item/pertanyaan Y = Skor total yang diperoleh dari seluruh item/pertanyaan

ΣX = Jumlah skor dalam distribusi X

ΣY = Jumlah skor dalam distribusi Y

ΣX2

= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

ΣY2

= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y N = Banyaknya responden

Dasar pengambilan keputusan dalam uji validitas adalah :

1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item kuesioner dinyatakan valid).

2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item kuesioner dinyatakan tidak valid).

(50)

40 apabila data memang sesuai dengan kenyataan. Reliabilitas instrumen dapat diuji menggunakan 2 cara yaitu dengan pengujian eksternal dan pengujian internal. Pengujian eksternal dilakukan dengan menyusun dua perangkat instrumen dan keduanya diuji ke kelompok responden dan hasilnya dikorelasikan dengan korelasi Pearson. Pengujian internal dapat dilakukan salah satunya dengan cara menggunakan Alpha Cronbach. Alpha Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai korelasi dari skala yang diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal yang sama dan menggunakan jumlah butir pertanyaan yang sama. AlphaCronbach dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen Skala Likert (skala 1 sampai 5). Nilai Alpha Cronbach yang digunakan minimal bernilai 0,7 yang dinyatakan cukup, semakin tinggi nilai Alpha Cronbach maka semakin baik pula instrumen yang digunakan (Nunnally, 1978). Rumus dari koefisien reliabilitas Alpha Cronbach terlihat pada Persamaan 2.3.

α = �

(51)

41 Untuk mendapatkan nilai varians total, digunakan Persamaan 2.5.

St =

∑Xt2−(∑X t ) 2

� (2.5)

Dimana :

St = varians total

∑Xt2 = jumlah kuadrat seluruh skor item/pertanyaan (∑Xt)2 = jumlah seluruh skor itemdikuadratkan

N = jumlah responden

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Proses identifikasi risiko Sumber : Al-Bahar dan  Crandall (1990)
Tabel 2.1 Lanjutan (2/5)
Tabel 2.1 Lanjutan (3/5)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola perlawanan yang dikembangkan oleh organisasi petani SPPQT tidak dilakukan dengan mengubah struktur yang ada, melainkan mempergunakan struktur yang ada dan

PT Nyonya Meneer menilai seorang wanita itu adalah sosok yang spesial, oleh karena itu seorang wanita dari remaja harus bisa merawat diri, sehingga hasilnya dapat dinikmati baik

SK SK Addendum Tanggal Nama IUPHHK-HT Pola Luas Kelas Aktifitas Sulawesi Tengah SK.. RESUME IUPHHBK-HT MENURUT

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu: terdapat dua puluh lima atribut kepuasan yang berpengaruh dalam jasa pelayanan di UPT

2. Menunjukkan sikap sportif dalam bermain. Menunjukkan sikap tanggung jawab dalam keselamatan dan kemajuan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar, serta dalam

Pada wanita  premenopause (di atas usia 20 tahun) dan telah memiliki setidaknya satu anak,  pertumbuhan polip sering berasal dari bagian dalam serviks, atau disebut

Angka infeksi nasokomial terus meningkat mencapai sekitar 9 % atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Untuk mencegah infeksi

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui masalah yang dihadapi Katumiri Coffee Shop The Travelhotel Cipaganti Bandung khususnya untuk mengetahui tingkat