• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERIPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Perspektif Kepariwisataan a. Pengertian Pariwisata Menurut UU No.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERIPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Perspektif Kepariwisataan a. Pengertian Pariwisata Menurut UU No."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERIPIKIR A. Kajian Pustaka

1. Perspektif Kepariwisataan a. Pengertian Pariwisata

Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang pariwisata yang perlu dipahami adalah :

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara (pasal 1 ayat 1)

2) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata (pasal 1 ayat 2) 3) Pariwisata adalah berbagi macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (pasal 1 ayat 3).

Dalam buku Personal, Social and Humanities Education (PSHE, 2013:28) menjelaskan pariwisata sebagai berikut:

Tourism means the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, as well as their activities during their stay at these destinations. It should be noted that all tourism should have some travel, but not all travel is tourism.

Sesuai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah perpindahan jangka pendek seseorang ke destinasi di luar tempat seseorang biasanya tinggal maupun bekerja, serta selama kegiatan, mereka bertempat tinggal di daerah tujuan. Perlu dicatat bahwa semua pariwisata harus memiliki beberapa perjalanan, tetapi tidak semua perjalanan adalah pariwisata.

(2)

Pariwisata menurut Oka A, Yoeti (1996:115) yang berdasar atas letak geografis, dimana kegiatan pariwisata berkembang, macamnya adalah sebagai berikut:

1) Pariwisata Lokal

Pariwisata lokal disebut juga pariwisata setempat, mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan terbatas yang hanya berada di tempat-tempat tertentu saja. Misalnya, kepariwisataan Kota Solo atau kepariwisataan di daerah Semarang saja.

2) Pariwisata Regional

Pariwisata regional adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu daerah dimana ruang lingkupnya lebih luas di banding dengan pariwisata lokal, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan kepariwisataan nasional. Contohnya kepariwisataan Jawa Tengah, Bali dan lain-lain.

3) Kepariwisataan Nasional

Kepariwisataan Nasional adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu Negara.

4) Pariwisata Regional-Internasional

Pariwisata Regional-Internasional adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas dua negara atau lebih dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN, Timur Tengah, Asia, dan lain-lain.

5) Pariwisata Internasional

Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia, yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh dunia, termasuk didalamnya selain “regional-international tourism” dan juga “national tourism”.

Kelompok unsur yang berkaitan langsung dengan perjalanan wisata antara lain:

(3)

1) Sarana dan prasarana pariwisata, misalnya:

a) Jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara, laut, terminat atau stasiun

b) Listrik, air bersih dan telekomunikasi c) Usaha jasa perjalanan wisata

d) Usaha jasa akomodasi

e) Usaha jasa makanan dan minuman

f) Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi g) Usaha transportasi wisata

2) Daya tarik wisata, misalnya:

a) Alam (pegunungan, pantai, danau, laut, air terjun, dan lainnya) b) Budaya (peninggalan sejarah dan purbakala serta adat istiadat

atau kebiasaan orang lain)

c) Buatan manusia (waduk, tempat olahraga dan tempat hiburan/rekreasi

3) Aksesibilitas, misalnya:

a) Sistem transportasi (udara, laut, udara) b) Imigrasi

Sedangkan unsur yang tidak berkaitan langsung dengan perjalanan wisata adalah sebagai berikut:

1) Hasil pertanian 2) Hasil holtikultura

3) Perikanan dan peternakan 4) Industri besar dan kecil 5) Jasa kesehatan

6) Jasa keuangan dan perbankan b. Daya Tarik Wisata

Daya tarik suatu daerah timbul karena proses alami dan proses budayawi. Dalam konteks pariwisata, suatu objek memiliki daya tarik yang dikelompokkan menjadi daya wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan dan daya tarik wisata

(4)

penyelenggaraan event (Arjana, 2015:90). Dalam pengembangan suatu kawasan untuk menjadi suatu objek tujuan wisata yang menarik, menurut Yoeti (1996 : 177) harus memenuhi 3 syarat, yaitu :

1) “something to see”, artinya ada objek wisata, yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain

2) “something to do”, artinya tersedia fasilitas rekreasi yang dapat membuat mereka tinggal lebih lama di tempat itu, misalnya wahana permainan air, area bersantai, fasilitas olahraga, atau fasilitas lainnya.

3) “something to buy”, artinya terdapat fasilitas untuk berbelanja, terutama souvenir atau kerajinan masyarakat yang bisa dijadikan oleh-oleh. Selain terdapat fasilitas untuk berbelanja, alangkah baiknya apabila dilengkapi pula dengan ATM, bank, kantor pos, dan yang lainnya.

c. Alasan/Tujuan Berwisata

Sebelum membahas motivasi perjalanan wisatawan, satu pertanyaan yang harus dijawab pertama adalah - "Mengapa orang melakukan perjalanan?" Berikut ini adalah beberapa bentuk perjalanan yang umum berdasarkan tujuan pelancong mengunjungi suatu tujuan menurut Personal, Social and Humanities Education (PSHE, 2013 : 49).

1) Wisata Hiburan / Liburan

Wisata hiburan / liburan dapat dibagi menjadi 2 bentuk:

a) Relaksasi

Tujuan wisata relaksasi dapat berupa pemandangan yang menarik. Contoh tujuan wisata ini adalah pantai, pantai, pedesaan, dan daerah pegunungan.

b) Tamasya

Tamasya termasuk para wisatawan yang mungkin melakukan perjalanan keliling dan tinggal di tempat yang berbeda. Alasan utama untuk tamasya adalah keinginan untuk mendidik diri dan

(5)

untuk penghargaan diri sendiri. Turis semacam ini suka mengambil banyak foto.

2) Wisata Bisnis

Para pelancong bisnis dapat melakukan perjalanan untuk berbagai tujuan, misalnya, perdagangan, pertemuan, konvensi, dan pameran. Orang-orang bisnis membeli produk serupa seperti wisatawan lain. Mereka juga menghabiskan uang untuk hiburan dan rekreasi saat mereka berada di tujuan mereka.

3) Wisata Budaya

Pariwisata budaya terkait dengan transmisi pengetahuan dan ide dari daerah tujuan atau komunitas tuan rumah. Hal semacam ini dikarenakan wisatawan ingin tahu tentang berbagai jenis pengalaman dan budaya di berbagai belahan dunia, mereka melakukan perjalanan untuk belajar dan mengalami budaya di daerah tujuan wisata. Ini menjadi kekuatan motivasi utama untuk perjalanan mereka. Turis semacam ini suka mengunjungi berbagai jenis atraksi budaya, mulai dari atraksi beton seperti museum dan monumen, pertunjukan budaya hingga manifestasi budaya lainnya, seperti konsumsi cara hidup budaya tertentu.

4) Ekowisata

Turis semacam ini menikmati bepergian ke daerah-daerah alami. Mereka akan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan serta melindungi sumber daya alam selama perjalanan mereka. Oleh karena itu, ekowisata dicirikan sebagai kekuatan untuk konservasi dan pelestarian alam. Untuk ekowisata, otoritas pengelolaan kawasan alam liar (misalnya : Taman nasional) akan membelanjakan sebagian besar pendapatan dari wisatawan (misalnya biaya masuk dan donasi, dll.) untuk pekerjaan konservasi di area tersebut. Di beberapa daerah, pihak berwenang dapat menawarkan tur panduan untuk mendidik wisatawan dan

(6)

memodifikasi perilaku mereka sehingga mereka akan menyebabkan dampak yang lebih kecil terhadap lingkungan.

5) Studi Pariwisata

Siswa melakukan perjalanan ke pusat belajar atau pelatihan di luar negeri, seperti universitas, untuk kursus singkat atau liburan. Ada peningkatan jumlah study tour lokal mulai dari setengah hari sampai seminggu.

6) Ziarah Agama

Orang termotivasi oleh keyakinan agama mereka.

Permintaan untuk jenis pariwisata ini cukup stabil. Tujuan ziarah keagamaan biasanya memiliki tradisi panjang, seperti Muslim ke Mekkah dan Kristen ke Yerusalem.

7) Wisata Kesehatan

Sejak pengembangan spa (mata air mineral) pada abad ke- 18, telah ada pengunjung ke pusat perawatan medis. Dengan adanya spa mata air tentu bisa dilakukan paket tour untuk kesehatan. Contoh wisata semacam ini adalah pemandian air panas.

8) Mengunjungi Teman dan Kerabat

Beberapa turis bepergian ke luar negeri karena mereka ingin mengunjungi teman dan kerabat mereka. Kadang-kadang dikatakan bahwa mereka yang mengunjungi teman-teman atau kerabat mereka sebenarnya bukan turis sama sekali dalam arti konseptual. Mereka biasanya tidak membeli akomodasi atau banyak makanan atau minuman atau layanan lain di tempat tujuan, tetapi mereka mengkonsumsi makanan dan minuman dari supermarket yang digunakan oleh tuan rumah mereka, dan konsumsi rumah tangga dari layanan lain (misalnya listrik, air) meningkat selama mereka menginap. Beberapa tujuan turis mungkin bukan tempat wisata, tetapi adalah karena merupakan pusat populasi, tempat tinggal teman atau kerabat.

(7)

9) Pariwisata Olahraga

Banyak wisatawan melakukan perjalanan untuk olahraga, mereka mungkin:

a) Berpartisipasi dalam olahraga, seperti ski atau mendaki gunung b) Menyaksikan olahraga, seperti menghadiri olimpiade atau piala

dunia.

d. Dampak Pariwisata

Menurut buku Pegangan Penatar dan Penyuluh Kepariwisataan Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, manfaat dan dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial-budaya, aspek berbangsa dan bernegara, dan aspek lingkungan.

1) Dampak Positif a) Aspek Ekonomi

(1) Menambah devisa negara (2) Menambah lapangan kerja

(3) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah (4) Mendorong pembangunan daerah

b) Aspek Sosial Budaya

(1) Pelestarian budaya dan adat (2) Aspek Sosial Budaya

(3) Meningkatkan kecerdasan masyarakat (4) Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani

(5) Mengurangi konflik sosial mental dengan demikian pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara dalam upaya untuk melestarikan lingkungan

(6) Memperoleh nilai tambah atas pemanfaatan dari lingkungan yang ada

c) Aspek Berbangsa dan Bernegara

(1) Mempererat persatuan dan kesatuan

(8)

(2) Menumbuhkan rasa memiliki dan kecintaan tanah air (3) Memelihara hubungan baik secara internasional d) Aspek Lingkungan

(1) Melestarikan lingkungan

(2) Menumbuhkan suasana hidup tenang dan bersih (3) Meningkatkan kesegaran fisik dan mental

(4) Jauh dari polusi, santai dapat mengembalikan kesehatan fisik dan mental dengan demikian pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara dalam upaya untuk melestarikan lingkungan

(5) Memperoleh nilai tambah atas pemanfaatan dari lingkungan yang ada

2) Dampak Negatif a) Aspek ekonomi

(1) Harga barang dan jasa pelayanan menjadi naik, karena banyaknya pengunjung atau wisatawan yang dianggap selalu membawa uang banyak

(2) Harga tanah naik akibat dari banyaknya para investor yang memerlukan tanah untuk pembangunan hotel dan sarana penunjang industri pariwisata

b) Aspek Sosial Budaya

(1) Penduduk khususnya remaja suka mengikuti pola hidup para wisatawan yang tidak sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa kita sendiri

c) Aspek Berbangsa dan Bernegara

(1) Banyaknya peluang dan pemanfaatan wisatawan juga mengandung perilaku yang tidak bertanggung jawab, misalnya pemerasan, perjudian, prostitusi, pencurian, peredaran barang-barang terlarang, penipuan dan lain sebagainya

(9)

d) Aspek Lingkungan

(1) Terjadi pengrusakan lingkungan, baik karena pembangunan prasarana dan sarana pariwisata, maupun karena ulah pengunjung atau tangan-tangan jahil orang yang tidak bertanggung jawab.

2. Pariwisata dalam Geografi

a. Pengertian Geografi Pariwisata

Geografi pariwisata merupakan cabang ilmu geografi yang yang mengkaji mengenai unsur geografis dengan distribusi keruangan, dalam hal ini adalah kawasan pariwisata. Unsur geografis tersebut diantaranya adalah lokasi/letak, kondisi morfologi, penduduk dan unsur lainnya yang berpengaruh terhadap kemungkinan pengembangan potensi objek wisata. Dengan demikian geografi sangat penting dalam menyediakan ruang sebagai daerah tujuan wisata.

I Gusti Bagus Arjana (2015 : 9) dalam bukunya menjelaskan mengenai geografi pariwisata adalah sebagai berikut:

Studi yang menganalisis dan mendeskripsikan berbagai fenomena fisiogeografis (unsur-unsur lingkungan fisika) dan fenomena sosiogeografis (unsur-unsur lingkungan manusia atau sosial dan budayanya) yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai menarik untuk dikunjungi sehingga berkembang menjadi destinasi wisata.

Berkaitan dengan pengguanaan lahan, geografi tata guna lahan dapat memberikan solusi mengenai pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung lahan, sehingga risiko kerusakan lahan bisa diminimalisasi.

Geografi memberikan sumbangan yang sangat besar berupa kajian tentang kondisi alam, kondisi manusia dan interkasi keduanya, dimana dari ke tiga dasar akan dikaji lagi mengenai potensi alam, potensi budaya, potensi penduduk, tingkat aksesibilitas, sarana prasarana dan yang lainnya.

(10)

Dengan memahami, mengenali karakteristik unsur-unsur geografis, memahami unsur-unsur pariwisata suatu daerah, maka dapat disimpulkan apakah suatu daerah memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata atau tidak.

b. Konsep 4A

Untuk membuat destinasi wisata yang unggul, menurut Cooper, Fletcherm Gilbertm Stepherd and Wanhill (1998) dalam Widyaningrum (2016 : 28), sebelum sebuah destinasi diperkenalkan dan dijual seperti halnya desa wisata, perlu dikaji dari empat aspek, yaitu:

1. Attraction

Atraksi adalah produk utama dalam sebuah destinasi, dimana objek wisata harus memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan wisata lain. Atraksi ini bisa berupa keindahan dan keunikan alam, budaya masarakat setempat, peninggalan bangungan bersejarah serta sarana tambahan.

2. Accessibility

Aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju ke desa wisata. Akses jalan , ketersediaan sarana trasnportasi dan rambu-rambu penunjuk alan merupakan bagian penting bagi sebuah destinasi wisata. Banyak objek wisata yang memiliki atraksi yang menarik namun tidak didukung dengan aksesibilitas yang baik, sehingge pengunjung enggan untuk mengunjunginya.

Namun apabila aksesibilitas sudah baik, juga harus didukung dengan sarana trasnportasi umum yang mudah pula, karena banyak pengunjung yang hanya mengandalkan fasilitas transportasi umum karena tidak ada transportasi pribadi maupun faktor lainnya.

3. Amenity

Amenitas dalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas berkaitan dengan sarana akomodasi untuk

(11)

menginap dan restoran atau warung makan. Kebutuhan lain yang kemungkinan dibutuhkan yaitu toilet umum, rest area, tempat parkir, klinik kesehatan, tempat ibadah dan fasilitas lainnya.

4. Ancillary

Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut. Ini menjadi penting, karena walaupun desa wisata sudah memiliki atraksi, aksesibiitas dan amenitas yang baik, tapi apabila tidak ada orang atau organisasi yang mengurus, maka kedepannya pasti akan terbengkalai.

c. Doxey Index

Perkembangan industri pariwisata dan arus wisatawan, secara tidak langsung akan meningkatkan kontak komunikasi antara tuan rumah dengan wisatawan. Secara evolutif, Greenwood (1977) dalam Pitana dan Gayatri (2005:83) melihat bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Untuk mendapatkan gambaran jelas tentang tanggapan pendudukan terhadap wisatawan, terdapat teori Doxey (1976) yang telah mengembangkan suatu kerangka teori yang disebut irindex (irritation index) yang berfungsi untuk mengukur tingkat iritasi hasil dari kontak wisatawan dengan masyarakat lokal.

Menurut indeks iritasi Doxey (1976) dalam PSHE (2013:179- 180), ada beberapa tahapan sikap masyarakat dalam penerimaan wisatawan, yaitu the level of uphoria, the level of apathy, the level of irritation, the level of antagonism dan the final level. Jumlah wisatawan bisa menjadi faktor penentu penerimaan masyarakat terhadap wisatawan, dalam hal ini dikarenakan jumlah wisatawan yang terus menerus meningkat, akhirnya akan melebihi kapasitas yang dapat diakomodasi masyarakat dan akibatnya memberikan tekanan kepada masyarakat tuan rumah sendiri. Misalnya masyarakat dapat mentolelir

(12)

beberapa wisatawan asing yang bersikap seolah dinegaranya sendiri, tapi apabila jumlah wisatawan melebihi tingkat tertentu, itu dapat dianggap sebagai gangguan untuk masyarakat tuan rumah.

1. The Level of Euphoria

Di level ini masyarakat sangat antusias dan senang dengan adanya pengembangan wisata. Mereka menyambut wisatawan dengan senang hati dan penuh pengaharapan. Ini terjadi pada fase awal terhadap pengembangan wisata dan umumnya pengembangan wisata tersebut belum memiliki perencanaan.

Masyarakat pada tahap ini sangat mengharapkan dalam bidang ekonomi yang mana mereka mengganggap dengan adanya wisata akan menaikkan pendapatan mereka tangpa memikirkan dampak sosial budayanya.

2. The Level of Apathy

Dengan berkembangnya industri, masyarakat mulai menyia-nyiakan wisatawan begitu saja. Pada tahap ini wisatawan dengan cepat menjadi target untuk mengambil keuntungan, selain itu hubungan masyarakat dengan wisatawan menjadi lebih formal dan didominasi oleh hubungan komersialisasi.

3. The Level of Irritation

Tingkat ini dimulai ketika industri pariwisata mendekati titik jenuh atau dibiarkan begitu saja dan masyarakat mulai terganggu dengan hadirnya wisatawan. Perencanaan yang ada, umumnya berusaha meningkatkan fasilitas saja.

4. The Level of Antagonism

Pada tahap ini, masyarakat melihat wisatawan sebagai segala sesuatu yang buruk dan sumber masalah. Misalnya karena adanya wisatawan atau turis, pajak menjadi meningkat, wisatawan merusak moral pemuda daerah, tidak menghormati properti yang ada, dan anggapan lain. Masyarakat juga menunjukan sikap antagonis, misalnya dengan menulis surat kepada media massa

(13)

atau ke pemerintah, apabila tidak ada tindakan, bisa jadi masyaraat melakukan kejahatan terhadap wisatawan yang berkunjung.

5. The Final Level

Selama ini masyarakat lupa bahwa apa yang mereka banggakan di daerahnya adalah alasan wisatawan tertarik untuk berkunjung, namun dalam pengembangannya, mereka melupakan hal ini dan membiarkan suatu lingkungan berubah. Yang harus mereka pelajari saat ini adalah kenyataan bahwa ekosistem mereka telah berubah dan tidak akan pernah sama lagi. Mereka mungkin masih menerima turis dengan baik namun tidak sama ketika mereka menerima turis di tahun-tahun awal. Jika lokasi wisata itu berpengaruh besar terhadap pariwisata yang lain, maka akan terus berlanjut dan berkembang.

d. Analisis SWOT

Dalam pengembangan suatu wisata, baik dalam geografi maupun kancah ilmu yang lain, pasti memerlukan suatu analisis yang dinamakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah pemeriksaan kekuatan dan kelemahan organisasi internal, peluang pertumbuhan dan peningkatan, juga ancaman yang diberikan oleh lingkungan eksternal.

Tujuan utama dari perencanaan strategis ini adalah untuk menyeimbangkan objek dengan lingkungan eksternal dan menjaganya dari waktu ke waktu (Sackett, Jones, and Erdley 2005). Dalam Harrison (2010:93-94) menjelaskan bahwa analisis SWOT merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Strengths (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman).

1) Strengths (kekuatan)

Analisis ini memberikan pandangan bahwa ada kekuatan sebagai faktor positif yang lebih tinggi baik dimasa sekarang maupun yang akan datang.

(14)

2) Weakness (kelemahan)

Analisis ini adalah faktor negatif yang merupakan kelemahan dimana nantinya akan mengurangi kualitas.

3) Opportunities (peluang)

Analisis ini memandang peluang sebagai inisiatif baru yang signifikan di kemudian hari.

4) Threats (ancaman)

Ancaman adalah faktor yang berdampak negatif bagi objek karena akan menghambat laju perkembangan dari objek tersebut.

3. Masalah Pengembangan Pariwisata

Pembangunan wilayah pedesaan menjadi kawasan pariwisata merupakan program yang dikembangkan oleh pemerintah. Pariwisata pedesaan sendiri lebih mengutamakan keorisinilan aktivitas dan hasil kreasi masyarakat pedesaan. Seluruh unsur yang menjadi satu kesatuan daya tarik utama desa wisata memiliki kemampuan untuk mendukung pengembangan pariwisata. Tetapi tidak menutup kemungkinan unsur penghambat juga menyertai adanya pembangunan suatu pariwisata. Secara umum unsur yang mempengaruhi dimensi pendukung dan penghambat dalam pengembangan pariwisata terletak pada potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, dan potensi kelembagaannya (Demartoto, 2014:16).

Menurut Demartoto (2014:17) kendala atau penghambat dalam pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pariwisata pedesaan.

b. Belum adanya pendidikan berbasis pariwisata.

c. Minimnya keterlibatan masyarakat desa dalam mengembangkan desa wisata.

d. Keterbatasan sarana dan prasarana.

e. Kurangnya promosi pariwisata.

f. Lemahnya koordinasi stakeholders.

(15)

Untuk pariwisata budaya sendiri, Damanik (2013:100) berpendapat bahwa masalah yang menonjol secara umum adalah pengelolaannya belum maksimal dan masih memerlukan inovasi yang lebih kreatif. Dalam hal ini destinasi pariwisata budaya hanya mengandalkan pariwisata yang apa adanya tanpa manajemen strategis yang berorientasi bisnis secara berkelanjutan, termasuk pengembangan dan pemasarannya. Secara khusus penjelasan mengenai hal tersebut dijabarkan oleh Damanik (2013:101) adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar objek daya tarik pariwisata belum dikelola dengan mekanisme manajemen bisnis yang berorientasi pada optimalisasi manfaat ekonomi dan konservasi, sehingga aspek keberlanjutannya kurang terjamin.

b. Pada umumnya objek yang sudah dikelola, status kepemilikannya belum diatur secara khusus dalam regulasi, sehingga kelembagaan pemangku kepentingan dalam pengembangan dan pemasarannya tidak dapat dibentuk atau bekerja secara optimal.

c. Kompetensi sumberdaya manusia belum memadai untuk mengelola objek sebagai entitas bisnis yang mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan nilai ekonomi dan konservasi budaya.

d. Pasar wisatawan minat khusus budaya belum dipetakan secara spesifik berdasarkan kesesuaian minat dan pengembangannya, sehingga jenis produk yang dipasarkan dan media promosi yang digunakan kurang tepat sasaran.

e. Strategi promosi dan pemasaran pariwisata budaya masih mengikuti pola pemasaran yang umum dengan sedikit mempertimbangkan karakteristik khusus segmen pasar, sehingga efektivitas belum maksimal.

4. Pengembangan Pariwisata

Tujuan pengembangan pariwisata adalah memberikan keuntungan baik bagi wisatawan, maupun masyarakat setempat. Pariwisata hendaknya juga dapat memberikan kehidupan standar kepada warga setempat melalui

(16)

keuntungan ekonomi yang didapat dari tujuan wisata (Marpaung dan Bahar, 2002 dalam Demartoto, dkk 2014:12). Pengembangan wisata dimaksudkan agar suatu desa tidak kehilangan nilai khasnya, maka pengembangan wisata harus tidak menyimpang dari kebudayaan yang ada.

Nilai khas tersebut antara lain adat istiadat, upacara tradisional, kepercayaan, seni kerajinan khas, dan yang lainnya.

a. Pengembangan Pariwisata Pedesaan

Dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata yang terdapat di berbagai objek dan daerah tujuan wisata, berbagai upaya dapat dikemas dalam berbagai bentuk program dan kegiatan pembangunan pariwisata. Demartoto, dkk (2014:2) mencontohkan program dan pembangunan yang bisa dilakukan antara lain :

1) Meningkatkan dan mengembangkan jenis produk pariwisata pedesaan.

2) Memperbaiki dan meningkatkan asksesibilitas menuju objek wisata.

3) Meningkatkan promosi pariwisata pedesaan melalui kerja sama dengan berbagai instansi dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas materi dalam bentuk leaflet, brosur, booklet,CD interaktif dan website.

4) Meningkatkan kerjas sama dengan biro perjalanan wisata dalam hal pemasaran produk-prosuk wisata pedesaan.

5) Mendirikan Tourist Information Center (TIC) di daerah atau desa yang memiliki potensi untuk dikembangan sebagai desa wisata.

6) Melakukan kerja sama dengan intansi terkait seperti hotel, rumah makan,bandara, stasiun,terminal, dan lainnya.

7) Membentuk dan membina kelompok sadar wisata di setiap desa yang memiliki potensi wisaya yang bertujuan agar dapat mendukung program pembangunan pariwisata.

8) Menyelenggarakan pembinaan sadar wisata kepada masyarakat pedesaan dengan memberikan bekal pengetahuan mengenai

(17)

kepariwisataan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada wisatawan.

9) Memberikan penyuluhan, pengarahan dan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya pariwisata atau manfaat pembangunan pariwisata sebagai penunjang pembangunan perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

b. Pengembangan Atraksi Wisata

Untuk atraksi wisata, menurut Purwanggono (2017:5) pengembangan atraksi wisata bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Pengembangan atraksi wisata berhubungan dengan mata pencaharian penduduk. Misalnya:

a) Menikmati aktivitas wisata bercocok tanam.

b) Menikmati aktivitas wisata berkebun, seperti menderes pohon karet.

c) Menikmati aktivitas wisata berkenaan dengan perikanan dan peternakan

2) Pengembangan atraksi wisata berhubungan dengan kebudayaan masyarakat. Misalnya :

a) Menikmati aktivitas wisata yang kesenian, seperti : seni tari, musik, bela diri dan kriya.

b) Menikmati aktivitas wisata tradisi, adat- istiadat, ritual/upacara, seperti : tradisi ziarah makam leluhur, upacara bersih desa.

3) Pengembangan atraksi wisata berhubungan dengan pelestarian alam. Misalnya :

a) Menikmati aktivitas wisata menanam pohon.

b) Menikmati aktivitas wisata bersih desa, bersih lingkungan.

4) Pengembangan atraksi wisata yang ada hubungannya dengan adventure dan olahraga. Misalnya :

(18)

a) Menikmati aktivitas wisata mendaki gunung, jelajah wisata dengan jalan kaki atau dengan moda transport lokal.

b) Menikmati aktivitas wisata bermain sepakbola, gasing, layang-layang.

Untuk memperkaya objek dan daya tarik wisata, Soemarno (2010:4) mengabstraksikan bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan membangun berbagai fasilitas dan kegiatan sebagai berikut :

1) Eco-lodge, yaitu memperbaiki homestay agar memenuhi persyaratan akomodasi wisatawan, atau membangun guest house berupa, bamboo house, traditional house, log house, dan lain sebagainya.

2) Eco-recreation, yaitu kegiatan pertanian, pertunjukan kesenian lokal, memancing ikan di kolam, jalan-jalan di desa di desa dan lain sebagainya.

3) Eco-education, yaitu mendidik wisatawan mengenai pendidikan lingkungan dan memperkenalkan flora dan fauna yang ada.

4) Eco-research, yaitu meneliti flora dan fauna yang ada di desa, mengembangkan produk yang dihasilkan juga meneliti keadaan sosial ekonomi budaya masyarakat, dan sebagainya.

5) Eco-energy, yaitu membangun sumber energi tenaga surya atau tenaga air untuk Eco-lodge.

6) Eco-development, yaitu menanam jenis-jenis pohon yang buahnya untuk makanan burung atau binatang liar, tanaman hias, tanaman obat dan yang lainnya, agar bertambah populasinya.

7) Eco-promotion, yaitu promosi lewat media cetak atau elektronik, dengan mengundang wartawan untuk meliput mempromosikan kegiatan desa wisata.

c. Pengembangan Wisata Budaya

Pariwisata budaya sebagai suatu kebijaksanaan pengembangan kepariwisataan di Indonesia menekankan pada penampilan unsur- unsur budaya seperti aset utama untuk menarik wisatawan berkunjung

(19)

ke suatu daerah. Bukan berarti unsur bahwa aspek-aspek lainnya ditinggalkan, seperti keindahan alam, pemandangan, flora fauna,termasuk hiburan-hiburan lainnya. Menurut Yoeti (2006:70) unsur-unsur budaya memiliki manfaat amat penting antara lain:

1) Untuk mempromosikan kepariwisataan secara umum baik dalam maupun di luar negeri.

2) Produk seni budaya akan menyiapkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan rakyat.

3) Penampilan seni dan budaya disamping menarik perhatian wisatawan juga meningkatkan pemberdayaan seni dan budaya.

4) Penampilan seni budaya dapat meningkatkan pemeliharaan dan manajemen museum, galeri dan monumen-monumen seni budaya lainnya.

5) Dana yang dihasilkan dengan penjualan produk seni dan budaya bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat .

6) Sentuhan dengan seni budaya lain meningkatkan harkat, kehormatan dan pemahaman tentang arti kemanusiaan.

5. Desa Wisata

a. Pengertian Desa Wisata

Menurut Nuryati (1993) dalam abstraksi Soemarno (2010:1) menjelaskan bahwa desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasillitas pendukung yang disajikan dalam sutu srtuktur kehiupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Desa wisata (rural tourism) merupakan pariwisata yang terdiri dari keseluruhan pengalaman pedesaan, atraksi alam, tradisi, unsur-unsur yang unik yang secara keseluruhan dapat menarik minat wisatawan (Joshi, 2012).

b. Desa Wisata Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata

Dalam industri pariwisata atraksi wisata menjadi suatu aspek yang sangat penting. Di pariwisata Indonesia, atraksi wisata lebih

(20)

dikenal dengan istilah ODTW, yaitu Objek dan Daya Tarik Wisata yang berupa :

1) Ciptaan Tuhan yang berwujud keanekaragaman flora dan fauna, keindahan pemandangan alam, lautan, rimba, belantara pegunungan.

2) Hasil karya manusia, seperti sawah dan kebun (agrowisata), museum dan peninggalan sejarah (patrimoni), kesenian, adat istiadat, taman rekreasi, dan sebagainya.

Sedangkan daya tarik wisata adalah suatu objek ciptaan Tuhan maupun hasil karya manusia, yang menarik minat orang untuk berkunjung dan menikmati keberadaanya.

Tabel 2.1. Tourism Attractions Natural

Resources

Commercial Historical Social/Cultular

National Parks Resorts Monuments Festival

State Parks Amusements Parks

Historic Homes

Crafts

Shorelines, lakes and ocean

Casinos Museums Ethnic events

Mountain Convention centers

Battlefields Art museums

Unusual Landscapes

Retail Centers Landmarks Unique culture

Sumber : Dimension of Tourism, 2001

Sebagai daerah wisata, desa wisata harus mampu menarik sebanyak mungkin pengunjung, baik wisatawan lokal, nusantara, maupun mancanegara. Tidak menutup kemungkinan juga, suatu desa wisata dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat sekitarnya, bahkan lebih luas lagi masyarakat urban.

(21)

c. Kelembagaan dan Sistem Pengelolaan

Sebuah desa wisata dalam pengelolaan mengutamakan keberlangsungan lingkungan atas tindakan pariwisata yang ada dengan tidak meninggalkan nuansa dan kebudayaan pedesaan yang ada. Dalam pengelolaan sebuah objek wisata pihak pengelola haruslah menguasai pengetahuan tentang pariwisata, ketrampilan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, memiliki etika yang baik dan siap dalam menghadapi segala tantangan yang ada. Lembaga pengelola desa wisata harus memiliki identitas diri, alamat dan kontak yang bisa dihubungi agar mempermudah wisatawan ketika akan atau ketika berwisaa didaerah yang dikelola.

Berikut adalah beberapa hal yang akan melingkupi system pengelolaan menurut Purwanggono (2017) :

1) Investasi/pengadaan dana pengelolaan 2) Pengemasan dan pemasaran produk

a) Arena atraksi b) Pengemasan route c) Tempat parker

d) Tempat kedatangan dan berangkat e) Area belanja

f) Toilet

g) Layanan kesehatan h) Tempat ibadah

3) Lokasi kegiatan dan setting tata ruang 4) Sumber daya manusia yang mumpuni

a) Pemandu wisata b) Pramusaji

c) Pengelola produk d) Tour operator

e) Petugas “Tourist Information Service”

(22)

B. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir ini adalah sebagai acuan dalam penilaian potensi desa wisata di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo agar dalam pelaksanaanya lebih terstruktur. Awal pemikiran dari penelitian ini adalah adanya beberapa objek yang berpotensi dijadikan sebagai objek wisata namun dalam pengembangannya mengalami maju dan mundur, bahkan sempat tidak ada. Padahal apabila dikembangkan objek-objek yang ada segala pihak yang terlibat bias memperoleh keuntungan. Maka dari itu pengembangannya sangat perlu direncanakan dan dilakukan agar desa bisa lebih maju dan kebudayaan semakin dikenal.

Dari persebaran objek dapat diketahui letak setiap objek yang kemudian akan dilakukan analisis untuk mengetahui potensi setiap objek menggunakan parameter 4A yang meliputi attraction, accessibility, amenity dan ancillary. Selain potensi objek, desa wisata tidak lepas dari pengaruh masyarakat sekitar, maka dari itu penelitian ini menggunakan teori Doxey (1976) untuk mengetahui letak penerimaan masyarakat, apakah berada di level euphoria, apathy, irritation, antagonism atau the final level. Dari kedua analisis tersebut dijadikan sebagai sumber dalam analisis SWOT untuk mengetahui faktor yang menjadi kelemahan, kekuatan, ancaman dan peluang yang selanjutnya diketahui solusi dalam pengembangan setiap objek.

(23)

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran

Potensi Wisata di Desa Wirun Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo

Peta Sebaran Objek Wisata

Plotting dengan GPS

Potensi Wisata Konsep 4A 1. Attraction 2. Accessibility 3. Amenity 4. Ancillary

Analisis SWOT Permasalahan Pengembangan Wisata

Level Penerimaan Masyarakat

Doxey Index

Solusi Pengembangan Objek Wisata Desa Wirun

Tabulasi

Gambar

Tabel 2.1. Tourism Attractions  Natural
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

[r]

Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat dipergunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman