• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PASAK GEOMETRI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PASAK GEOMETRI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENGARUH PASAK GEOMETRI

TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS

ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Khusus

Oleh:

DINDA RIFA NOVITA P.S

0901266

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

(2)

PENGARUH PASAK GEOMETRI

TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS

ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI

Oleh

Dinda Rifa Novita P.S

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

©Dinda Rifa Novita P.S 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

(4)

ABSTRAK

PENGARUH PASAK GEOMETRI

TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS

ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI

(Dinda Rifa N.P.S, 0901266, Skripsi, Jurusan Pendidikan Khusus FIP UPI, 2013)

Umumnya anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam kemampuan motorik halus. Adapun hambatan yang paling sering muncul pada motorik halus tersebut diantaranya adalah dalam kelenturan otot-otot jari jemari, gerak motorik halus dipergelangan tangan, dan keselarasan fungsi koordinasi tangan dengan mata. Untuk membantu peningkatan kemampuan motorik halus pada anak tunagrahita sedang yang meliputi aspek meraih, memegang, memasang dan melepas, dibutuhkan suatu latihan yang dapat dilakukan dengan cara bermain, Mainan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasak geometri, yang dapat menstimulasi kemampuan motorik halus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan subjek tunggal atau dikenal dengan istilah Single Subject Research (SSR), dengan desain penelitian A-B-A, yang memiliki tiga fase yaitu A1 (baseline-1), B (intervensi), dan A2 (baseline-2). Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan statistik deskriptif yang sederhana. Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengolahan data, maka diketahui bahwa secara keseluruhan setelah diberi intervensi dengan cara bermain pasak geometri memperlihatkan adanya peningkatan terhadap kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang kelas 2 SDLB. Peningkatan ini dapat dilihat dari perubahan mean level kedua subjek. Mean level subjek N.F.S dari fase baseline-1 ke baseline-2 meningkat sebesar 29,5% dan mean level subjek F.N meningkat sebesar 22,75%. Peningkatan kemampuan motorik halus dalam aspek meraih, memegang, memasang dan melepas dengan cara bermain pasak geometri ini terjadi, karena gerakan-gerakan tersebut merupakan bagian dari bermain pasak geometri, sehingga secara sadar atau tidak sadar kemampuan motorik halus dalam aspek-aspek tersebut terlatih.

(5)

ii

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GRAFIK... ix

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II ANAK TUNAGRAHITA, KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DAN PASAK GEOMETRI... 9 A. Deskripsi Teori... 9

(7)

vi

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang... 13

3. Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang... 14

4. Permasalahan yang dihadapi Anak Tunagrahita Sedang... 16

5. Kebutuhan Belajar Anak Tunagrahita Sedang... 16

6. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang... 18

7. Konsep Dasar Motorik Halus... 19

8. Pasak Geometri... 23

9. Hubungan Pasak Geometri dengan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang... 26 B. Penelitian Terdahulu yang Relevan... 28

C. Kerangka Pemikiran... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Variabel Penelitian... 32

1. Definisi Konsep... 32

2. Definisi Operasional... 33

B. Metode Penelitian... 35

C. Subjek dan Lokasi Penelitian... 38

1. Subjek Penelitian... 38

2. Lokasi Penelitian... 39

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... 39

1. Instrumen Penelitian... 39

2. Teknik Pengumpulan Data... 41

E. Teknik Pengolahan Data... 42

1. Analisis dalam Kondisi... 44

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 48

A. Hasil Penelitian... 48

1. Hasil Perolehan Data Subjek N.F.S... 49

2. Hasil Perolehan Data Subjek F.N... 50

B. Analisis Data Hasil Penelitian... 53

1. Analisis dalam Kondisi... 53

2. Analisis Antar Kondisi... 67

C. Pembahasan... 79

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 84

A. Kesimpulan... 84

B. Rekomendasi... 85

DAFTAR PUSTAKA... 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 90

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang penting. Bermain merupakan ciri khas anak. Bermain akan menghilangkan kejenuhan anak dan

membuat anak menemukan kesenangan, kepuasan, sikap sportif, serta dapat mengerti aturan permainan. Setiap anak menyukai bermain dan permainan. Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Bermain merupakan hak setiap anak termasuk anak tunagrahita sedang.

Bermain merupakan dunia anak dan cara mereka mempelajari banyak hal, karena permainan bukan hanya sebagai media untuk sekedar bermain saja. Tetapi juga sebagai media yang dapat bermanfaat untuk menstimulasi perkembangan motorik, kognitif, bahasa, emosi, sosial, persepsi, konsentrasi dan emosi anak.

Mainan adalah hal yang disukai anak dan dapat menarik perhatian anak, karena banyak yang dapat mereka lakukan dengan mainan seperti menyentuh, memegang, melempar, meremas dan lain sebagainya. Mainan juga dapat mendorong rasa ingin tahu dan rasa percaya diri anak. Mainan terbaik adalah mainan yang dapat dimainkan, bukan hanya untuk diamati. Dengan begitu anak cenderung mencoba untuk menyelesaikan permainan tersebut, sehingga tidak disadari permainan dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki anak.

Banyak mainan yang dapat digunakan untuk melatih dan

mengembangkan kemampuan anak. Salah satunya adalah mainan pasak geometri, mainan ini merupakan alat peraga edukasi yang mendatangkan

(10)

warna-warni yang menarik dan variasi bentuk geometri. Menurut Depdiknas (2008: 33) mainan ini dapat bermanfaat untuk menstimulasi perkembangan kemampuan dasar anak, yaitu dalam melatih kemampuan motorik halus, pengenalan bentuk geometri, pengenalan warna, jumlah dan logika berpikir.

Dalam bermain pasak geometri anak akan mengelompokkan bentuk lingkaran, segitiga, persegi dan persegi panjang dengan memasangkan

bentuk-bentuk geometri tersebut pada papan pasak, dimana terlebih dahulu memasangkan papan pasak yang berbentuk puzzle. Pasak geometri bersifat fleksibel tidak hanya dapat diterapkan disekolah atau dalam kegiatan pembelajaran, tapi dapat juga dimainkan dirumah bersama orang tua atau kakak. Permainan ini dapat mengembangkan kemampuan motorik halus anak, karena dalam permainan ini meliputi aktivitas meraih, memegang, meletakkan serta melepas dan memasang yang termasuk dalam gerakan motorik halus.

Motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil atau halus, serta memerlukan koordinasi yang cermat, seperti menggunting mengikuti garis, menulis, meremas, menggenggam, menggambar, menyususn balok, memasukkan kelereng pada lubang, membuka dan menutup objek dengan mudah, menuangkan air ke dalam gelas tanpa berceceran, menggunakan kuas, krayon dan spidol, serta melipat.

Anak tunagrahita sedang adalah mereka yang memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 pada Wescher Intelegence Scale for Children (WISC). Keadaan fisik penyandang tunagrahita sedang tidak sebaik penyandang

tunagrahita ringan. Mereka mengalami kurang keseimbangan dan kurang koordinasi gerak sehingga ada diantara mereka yang mengalami keterbatasan

dalam bergerak. Sampai saat ini anak tunagrahita sedang masih belum mampu untuk mengoptimalkan kegiatannya apabila tidak diberikan bimbingan atau latihan-latihan secara terus menerus.

(11)

3

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

umumnya anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam kemampuan motorik halus, misalnya dalam kegiatan menulis, melipat, menggunting, mengancingkan baju, memegang sendok, menggosok gigi dan lain sebagainya. Kondisi ini disebabkan oleh keterlambatan perkembangan yang dialami anak tunagrahita sedang, karena semakin lambat perkembangan anak semakin mungkin untuk mereka mengalami masalah koordinasi. Oleh karena

itu kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang lebih rendah dari anak sebaya pada umumnya, bahkan lebih rendah dari kemampuan motorik halus anak tunagrahita ringan.

Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari banyak hal-hal yang membutuhkan keterampilan tangan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perkembangan motorik anak, sebagaimana pernyataan yang dikemukakan Hurlock dalam (Depdiknas 2007: 9) mengenai fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu, yaitu:

1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan lainnya.

2. Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi helpessness (tidak berdaya) dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, ke kondisi yang independence (bebas, tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya, kondisi ini akan menunjang perkembangan self confidence (rasa percaya diri). 3. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya

dengan lingkungan sekolah (school adjustment) pada usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau usia kelas awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menggambar, melukis, baris berbaris, dan persiapan menulis.

Ketika kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang tidak dilatih

(12)

latihan ini dilakukan sejak dini, karena dapat membantu mempersiapkan anak untuk menghadapi tugas perkembangan selanjutnya seperti menulis. Latihan keterampilan motorik halus ini diberikan dengan tujuan untuk melatih koordinasi motorik halus atau melemaskan otot-otot yang kaku.

Kesulitan motorik yang umumnya dialami oleh anak tunagrahita sedang ini dikarenakan mereka mengalami keterlambatan dalam tahapan

perkembangannya, sehingga kemampuan motorik anak tunagrahita sedang, khususnya dalam motorik halus tidak sama dengan anak pada umumnya. Maka anak tunagrahita sedang sangat membutuhkan kegiatan yang berkenaan dengan motorik halus.

Sebagai makhluk individu dan sosial, anak tunagrahita memiliki keinginan untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak pada umumnya, tetapi upaya anak tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan dan hambatan yang berarti, akibatnya anak tunagrahita mudah frustasi.

Umumnya kegiatan pembelajaran di sekolah lebih banyak bersifat akademik, seperti berhitung, membaca, dan menulis. Padahal anak tunagrahita sedang lebih membutuhkan latihan-latihan yang dapat menolong mereka dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam kegiatan berpakaian, makan atau mandi. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut banyak yang membutuhan kelenturan tangan, oleh karena itu latihan-latihan yang dapat melenturkan otot-otot jari dan tangan sangat dibutuhkan oleh anak tunagrahita sedang.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di SPLB-C YPLB

Cipaganti, terdapat siswa yang mengalami keterbatasan dalam motorik halusnya, yaitu anak tunagrahita sedang dikelas dua SDLB-C1 berinisial

(13)

5

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

makna, sehingga perlu dibantu dengan dipegang oleh guru. Dan subjek kedua berinisial F.N yang juga memiliki kemampuan motorik halus rendah, anak memegang benda dengan cara menggenggam, gerakan motorik halus anak cenderung lambat, serta anak masih belum dapat memegang pensil dengan benar sehingga perlu dibantu dengan dipengang oleh guru. Oleh karena itu pada saat kedua anak tersebut belajar memerlukan bantuan, terutama pada

pembelajaran mengenai menulis. Pada saat menulis kedua anak tunagrahita sedang ini masih harus dibantu dengan dipengang oleh guru, pembelajaran menulis pun baru sampai menebalkan huruf. Karena menulis merupakan salah satu dari keterampilan motorik halus, maka motorik halus pada anak tunagrahita sedang harus dilatih sehingga kemampuan motorik halus anak tersebut lebih baik dan anak dapat belajar menulis secara mandiri.

Berdasarkan latar belakang di atas dan pemikiran-pemikiran tersebut, maka peneliti bermaksud meneliti tentang kemampuan motorik halus dengan menggunakan media mainan yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak, yaitu dengan pasak geometri. Dimana dalam penelitian ini subjek yang diteliti adalah anak tunagrahita sedang berinisial N.F.S dan F.N yang memiliki kemampuan motorik halus rendah. Pasak geometri merupakan salah satu mainan edukatif yang berfungsi sebagai latihan menstimulasi motorik halus anak. Dengan mainan tersebut diharapkan anak tunagrahita sedang mampu menggunakan tangan dan jari jemarinya untuk meraih, memegang, serta melepas dan memasang dengan baik, dimana kegiatan tersebut merupakan bagian dari keterampilan motorik halus, yang tanpa disadari ketika anak bermain pasak geometri kemampuan motorik halus anak terlatih.

Sebagaimana ditulis Astati (1995: 119) bahwa: “pertumbuhan dan perkembangan fisik dapat dilihat pada saat bermain, anak secara sadar atau

pun tidak menemukan sikap tubuh yang baik, melatih kekuatan, keseimbangan dan terlatihnya motorik halus.”

(14)

diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam upaya menangani dan meningkatkan keterampilan motorik halus anak tunagrahita sedang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan pula fungsi-fungsi perkembangan lainnya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka mainan edukatif pasak geometri yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang kelas 2 SDLB ini secara khusus memunculkan permasalahan yang harus diteliti lebih lanjut pada kedua subjek, yaitu:

1. Di lapangan banyak anak tunagrahita sedang yang kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari akibat dari kemampuan motorik halusnya yang rendah.

2. Kedua subjek dalam penelitian ini yaitu N.F.S dan F.N memiliki kemampuan motorik halus rendah, yaitu gerak motorik halus yang terlihat kaku dan lambat, masih memegang benda-benda dengan cara menggenggam, jari-jari anak terlihat tidak nyaman saat memegang benda.

3. Perlunya latihan-latihan yang dapat mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang sejak dini, untuk memepersiapkan mereka menghadapi tugas perkembangan selanjutnya.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih tearah, maka peneliti

membatasi penelitian ini dalam hal-hal berikut :

1. Manfaat mainan pasak geometri yang akan diteliti difokuskan hanya pada

manfaat dalam memngembangkan kemampuan motorik halus.

2. Kemampuan motorik halus yang diteliti yaitu meliputi meraih, memegang, memasang dan melepas.

(15)

7

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bagian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh pasak geometri terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang ?”.

E. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pasak geometri terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang kelas 2 SDLB di SPLB-C YPLB Cipaganti.

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang sebelum diberikan latihan dengan mainan edukatif pasak geometri. 2. Untuk mengetahui kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang

setelah diberikan latihan dengan mainan edukatif pasak geometri.

3. Untuk mengetahui pentingnya kemampuan motorik halus bagi kehidupan sehari-hari anak tunagrahita sedang.

F. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bermanfaat untuk menyampaikan hasil penelitian yang diperoleh tentang pengaruh pasak geometri terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang.

Sedangkan manfaat secara teoritis dan praktis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi terhadap

(16)

2. Manfaat Secara Praktis

a. Sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah mengenai kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang dengan menggunakan mainan atau bermain sebagai treatmen.

b. Sebagai bahan pertimbangan pemberian layanan bagi pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah yang terjadi di

sekolah luar biasa, khususnya spesialisasi tunagrahita.

(17)

32

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. Adapun komponen-komponen yang akan dimuat yaitu variabel

penelitian, metode penelitian, subjek dan lokasi penelitian, instrumen dan teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan data yang akan dijabarkan dalam pembahasan berikut:

A. Variabel Penelitian

1. Definisi Konsep

a. Variabel bebas

Variabel bebas atau variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (variabel dependen) yang dapat disebut target behavior. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasak geometri. Dimana Pasak geometri merupakan salah satu mainan edukatif yang dapat melatih koordinasi mata tangan dan keterampilan tangan atau motorik halus (Depdiknas, 2008: 33).

b. Variabel terikat

Variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan motorik halus.Motorik halus adalah kemampuan otot-otot kecil untuk melaksanakan gerakan-gerakan dimana kemampuan otot-otot dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek lain, misalnya sensasi tarik, gerak otot,

(18)

menuangkan air ke dalam gelas tanpa berceceran, menggunakan kuas, krayon dan spidol serta melipat Depdiknas (2008: 14).

2. Definisi Operasional

a. Variabel bebas

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah mainan

edukatif pasak geometri, karena merupakan suatu alat peraga yang dapat menstimulasi kemampuan motorik halus sehingga dapat berpengaruh terhadap target behavior yang diharapkan.

Pasak geometri merupakan salah satu mainan edukatif yang terdiri atas kepingan bentuk geometri warna-warni yang bervariasi dengan jumlah lubang yang berbeda dan papan pasak vertikal dengan jumlah sesuai yang berbentuk puzzle. sehingga cara bermainnya yaitu dimulai dengan memasangkan puzzle sebagai papan pasak, kemudian meraih kepingan geometri yang diletakkan, memegang kepingan tersebut yang kemudian dipasangkan dengan cara mencocokan lubang pada kepingan dengan pasak vertikal.

Mainan ini terbuat dari kayu yang dibentuk papan pasak vertikal berbentuk puzzle dan kepingan bentuk geometri seperti lingkaran, persegi, segitiga dan lain sebagainya. Kepingan bentuk geometri tersebut di cat berwarna-warni berdasarkan bentuknya menggunakan cat yang aman bagi anak. Lebih jelasnya bermain pasak geometri dilakukan dengan cara: anak melepas dan mengacak kepingan geometri dari pasak serta melepas puzzle sebagai papan pasak, kemudian anak memasangkan kembali puzzle

sehingga berbentuk papan pasak vertikal dan memasangkan kepingan bentuk geometri dengan mencocokkan jumlah lubang yang terdapat dalam

bentuk geometri dengan pasak vertikal. Pasak geometri dapat dimainkan oleh satu orang atau lebih.

(19)

34

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

geometri, memasang puzzle menjadi papan pasak vertikal dan melepas kepingan bentuk geometri sesuai dengan pasak vertikal, serta melepas kepingan bentuk geometri dari pasak vertikal dan melepas puzzle sebagai papan pasak vertikal.

a. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik halus atau fine motor adalah kemampuan gerak yang hanya menggunakan otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik. Contoh gerakan motorik halus adalah meremas, memegang, menggenggam, meraih, menulis, mewarnai, menggunting, menarik relsleting, memotong, mencoret dengan jari, merangkai kalung-kalungan dan lain sebagainya. Pada umumnya anak memerlukan latihan dan bimbingan agar dapat melakukan gerak motorik halus dengan baik.

Kemampuan motorik halus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan motorik halus yang terdiri dari empat aspek yaitu, meraih, memegang, memasang dan melepas. Adapun secara lebih jelas kemampuan motorik halus yang menjadi target behavior adalah sebagai berikut: meraih kepingan bentuk geometri dengan menggunakan dua jari, meraih kepingan bentuk geometri dengan menggunakan tiga jari, meraih kepingan bentuk geometri dengan menggunakan empat jari, meraih kepingan bentuk geometri dengan menggunakan lima jari, memegang kepingan bentuk geometri dengan menggunakan dua jari, memegang

kepingan bentuk geometri dengan menggunakan tiga jari, memegang kepingan benruk geometri dengan menggunakan empat jari, memegang

kepingan bentuk geometri dengan menggunakan lima jari, memasang puzzle sederhana, memasang kepingan bentuk geometri pada satu pasak,

(20)

pada empat pasak, melepas kepingan bentuk geometri dari posisi teratas, melepas puzzle sederhana.

Pengukuran aspek-aspek tersebut dengan menggunakan skor, yaitu skor 3 jika anak dapat melakukan perintah dengan baik, skor 2 jika anak dapat melakukan perintah dengan cukup baik, dan skor 1 jika anak melakukan perintah dengan kurang baik. Perintah-perintah tersebut

dinyatakan dalam bentuk Cheklist. Kemampuan motorik halus tersebut diukur sebelum, selama, dan setelah diberikan intervensi atau perlakuan (bermain pasak geometri).

B. Metode Penelitian

Setiap penelitian membutuhkan metode agar dapat memperoleh pemecahan suatu masalah yang sedang diteliti, sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat. Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang dilakukan secara ilmiah, sistematis, dan logis. Sugiyono (2009: 2), medefinisikan metode penelitian sebagai berikut: “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pasak geometri dalam meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak tunagrahita sedang kelas 2 SDLB.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Terdapat beberapa pengertian mengenai penelitian eksperimen menurut beberapa ahli, diantarannya menurut Sugiyono (2009: 107) berpendapat bahwa: “Metode penelitian eksperimen adalah metode yang digunakan untuk mencari pengaruh perilaku tertentu terhadap yang lain dalam

kondisi yang terkendali”. Sedangkan Yatim Riyanto dalam Zuriah (2009:

57-58), mengemukakan mengenai penelitian eksperimen sebagai berikut:

(21)

kondisi-36

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kondisi eksperimental, kemudian mengobservasi pengaruh yang diakibatkan oleh adanya perlakuan atau manipulasi tersebut.

Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan subjek tunggal (single subject research) atau SSR, yaitu metode menganalisis kasus secara tunggal terhadap perilaku tertentu.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A.

Desain A-B-A menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat. Desain ini memiliki tiga tahap yaitu , mengumpulkan data subjek pada saat sebelum mendapat intervensi (A1), saat mendapat intervensi (B), dan setelah mendapat intervensi (A2). Seperti yang dikemukakan Sunanto, et. al. (2006: 44), mengenai prosedur dasar desain A-B-A sebagai berikut:

Mula-mula perilaku sasaran (target behavior) diukur secara kontinu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B), setelah pengukuran pada kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) dilakukan.

Adapun prosedur penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini, yaitu target behaviordiukur secara kontinu pada kondisi baseline (A1) dengan

waktu selama 30 menit per sesi. Setelah data stabil pada kondisi baseline, intervensi (B) diberikan dengan waktu selama 30 menit per sesi, setelah

pengumpulan data stabil pada kondisi ini dilakukan pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) selama 30 menit per sesi hingga data stabil. Baseline

(22)
[image:22.595.114.514.113.700.2]

Grafik 3.1 Tampilan Desain A-B-A

Berikut penjabaran desain A-B-A mulai dari baseline (A1), intervensi (B), dan baseline (A2):

1. Baseline (A1)

Pada tahap ini merupakan suatu gambaran kondisi awal kualitas motorik halus kedua subjek sebelum diberikan intervensi atau perlakuan. Dimana kedua subjek diperlakukan secara alami tanpa perlakuan yang diberikan secara berulang-ulang. Dimana pada tahap ini peneliti melakukan tes kemampuan awal terhadap kedua subjek dalam motorik halus dengan tes perbuatan sebanyak 15 perintah yang meliputi aspek meraih, memegang, memasang dan melepas. Kemudian dihitung skor yang dimiliki subjek, skor data selanjutnya dimasukkan ke dalam pencatatan data. Menurut Sunanto, et. al (2006: 45) panjang kondisi baseline

sekurang-kurangnya tiga atau lima sesi atau sampai kecenderungan arah dan level data menjadi stabil.

T

ar

ge

t Be

havior

Sesi

(23)

38

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Intervensi (B)

Tahap intervensi adalah suatu keadaan dimana kedua subjek diberi perlakuan secara berulang-ulang. Pada tahap intervensi ini kedua subjek diberikan mainan pasak geometri untuk meningkatkan kemampuan motorik halus mereka, dimana sebelumnya peneliti mengenalkan terlebih dahulu mainan pasak geometri dan mengajarkan cara-cara memainkannya.

3. Baseline (A2)

Tahap baseline kedua ini berfungsi untuk melihat sejauh mana pengaruh pemberian intervensi terhadap kemampuan motorik halus kedua subjek, dengan membandingkan kondisi baseline-1 dan baseline-2. Pelaksanaanya yaitu kedua subjek diminta untuk mengerjakan sebanyak 15 perintah yang sama mengenai kemampuan motorik halus seperti pada baseline-1.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang siswa tunagrahita sedang kelas 2 SDLB berjenis kelamin perempuan. Subjek pertama berinisial N.F.S kelas 2 SDLB-C1 di SPLB-C YPLB Cipaganti. N.F.Smemiliki kemampuan motorik halus rendah, dimana gerakan motorik halus anak kaku serta dalam melakukan gerak motorik halus anak terlihat belum nyaman dan lambat, anak masih memegang benda-benda khususnya pensil dengan cara mengenggam, serta jari-jari anak terlihat tidak nyaman

saat membuat coretan-coretan tanpa makna, sehingga perlu dibantu dengan dipegang oleh guru. Dan subjek kedua berinisial F.N kelas 2 SDLB-C1 di

(24)

mengikuti pembelajaran terutama dalam pembelajaran mengenai menulis, karena keadaan tersebut kedua subjek belum dapat memegang pensil secara mandiri untuk kegiatan menulis dengan menebalkan atau kegiatan mewarnai kedua subjek masih dibantu oleh guru dengan cara dipengang.

2. Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian di SPLB-C YPLB Cipaganti yang beralamat di Jalan Hegar Asih No. 1-3 Cipaganti Bandung. Penelitian ini dilakukan di dalam kelas. Peneliti melakukan penelitian pada saat diluar jam pelajaran setiap hari sekolah hingga data yang diperlukan cukup.

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Meneliti adalah melakukan pengukuran, maka diperlukan alat ukur. Alat ukur tersebut dalam penelitian ini biasanya disebut instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat bantu bagi peneliti untuk mengumpulkan data. Sugiyono (2009: 148) mengemukakan bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes perbuatan sebanyak 15 perintah. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi instrumen

Kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan kemampuan motorik halus

(25)

40

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu b. Membuat butir soal

Butir-butir soal yang dibuat sebanyak 15 soal semua berbentuk tes perbuatan tentang kemampuan motorik halus meliputi aspek meraih, memegang, memasang dan melepas.

c. Membuat kriteria penilaian

Penilaian digunakan untuk mendapatkan skor pada tahap

baseline-1, intervensi dan baseline-2. Penilaian dilakukan melalui tes perbuatan mengenai kemampuan motorik halus sebanyak 15 perintah, adapun kriteria penilaian dalam penelitian ini dibuat dengan sederhana, yaitu setiap perintah akan diberikan skor 3 jika subjek dapat melakukan perintah dengan baik, skor 2 jika subjek dapat melakukan perintah dengan cukup baik, dan skor 1 untuk setiap perintah yang tidak dapat dilakuan.

d. Uji Validitas Instrumen

Suatu alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Uji validitas bertujuan untuk mencari kesesuaian antara alat pengukuran dengan tujuan pengukuran. Dalam penelitian ini pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan pendapat para ahli (expert-judgement). Penilaian validitas instrumen ini dilakukan oleh Dosen Pendidikan Khusus UPI dan guru SPLB-C YPLB Cipaganti. Dosen dinyatakan sebagai expert karena merupakan ahli sesuai dengan bidangnya dalam mengkaji suatu instrumen, sedangkan guru dinyatakan sebagai expert karena berpengalaman dilapangan. Data yang diperoleh melalui

expert-judgement akan di hitung dengan rumus:

P= �

∑� x100% Keterangan: P = Persentase

f = frekuensi cocok menurut penilai ∑f = Jumlah penilai ahli

(26)

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data. Dalam proses tersebut dapat digunakan satu atau beberapa teknik pengumpulan data. Jenis teknik yang dipilih dalam pengumpulan data, tentunya harus sesuai dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan informasi atau data

yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes.

a. Tes

Tes dalam penelitian ini merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk mengetahui kemampuan motorik halus siswa dalam aspek meraih, memegang, memasang dan melepas. Menurut Zuriah (2009: 184) “Tes ialah seperangkat rangsangan (stimulasi) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka”.

Tes yang diberikan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan motorik halus pada dua anak tunagrahita sedang yang menjadi subjek penelitian. Tes tersebut dilakukan dalam tiga tahapan, masing-masing tahapan tersebut adalah tahap baseline-1 (A1) untuk mengetahui kemampuan awal subjek, tahap intervensi (B) untuk mengetahui ketercapaian target behavior selama mendapatkan perlakuan, dan tahap baseline-2 (A2) untuk mengetahui kemampuan kedua subjek setelah diberi perlakuan.

Adapun pengumpulan data yang dilakukan dalam pemberian tes adalah sebagai berikut:

(27)

42

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2) Setelah mendapatkan data stabil pada tahap baseline, peneliti memberikan perlakuan atau intervensi (B). Intervensi ini diberikan agar dapat meningkatkan kemampuan motorik halus dengan bermain pasak geometri. Tahap intervensi dilakukan selama 30 menit pada setiap sesi hingga data stabil.

3) Tahap baseline-2 (A2) dilakukan setelah tahap intervensi (B).

Tahap A2 dilakukan untuk memngetahui apakah intervensi yang telah dilakukan memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan motorik halus subjek. Tahap baseline-2dilakukan selama 30 menit dalam setiap sesinya hingga data stabil.

b. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi ini, dilakukan untuk mengumpulkan dan mencatat informasi tentang subjek penelitian. Zuriah (2009: 191) mengemukakan bahwa teknik dokumentasi dalam penelitian kuantitatif berfungsi untuk menghimpun secara selektif bahan-bahan yang dipergunakan di dalam kerangka atau landasan teori. Sedangkan teknik dokumentasi dalam penelitian ini, adalah kegiatan dimana peneliti menggunakan dokumen-dokumen untuk mengumpulkan dan mencatat informasi tentang kedua subjek penelitian. Peneliti mengumpulkan informasi mengenai kemampuan motorik halus kedua subjek melalui data subjek yang terdapat disekolah tempat peneliti melakukan penelitian, foto-foto dan hasil wawancara dengan guru yang bersangkutan.

E. Teknik Pengolahan Data

(28)

mengetahui pengaruh atau efek intervensi pada target behavior, dengan penyajian data diolah menggunakan grafik. Dimana masing-masing data yang diperoleh dari tahap baseline-1, intervensi, dan baseline-2 dibuat analisis deskriptifnya. Sugiyono (2009: 16) mengemukakan mengenai statistik deskriptif sebagai berikut: “Statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.

Penggunaan ststistik deskriptif sederhana dalam pengolahan data pada penelitian kasus tunggal bertujuan untuk mempermudah memahami data, sehingga dapat terlihat apakah ada peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita sedang setelah diberi perlakuan atau intervensi dengan bermain pasak geometri dalam jangka waktu tertentu. Kemudian datanya dijabarkan dalam bentuk grafik garis. Grafik sangat penting dalam proses analisis data, Sunanto, et. al. (2006: 29) menjelaskan mengenai tujuan utama penggunaan grafik dalam analisis data pada penelitian kasus tunggal sebagai berikut:

1. Untuk membantu mengorganisasikan data sepanjang proses pengumpulan data yang nantinya akan mempermudah untuk mengevaluasi.

2. Untuk memberikan rangkuman data kuantitatif serta mendeskripsikan perilaku sasaran (target behavior) yang akan membantu dalam proses menganalisis hubungan antara perilaku sasaran dan intervensi.

Sedangkan mengenai komponen-komponen yang harus dipenuhi dalam pembuatan grafik, Sunanto, et. al. (2006: 30) mengemukakan sebagai berikut: 1. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang

menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya sesi, hari, tanggal).

2. Ordinat adalah sumbu Y yang merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya persen, frekuensi, dan durasi).

3. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya 0%, 25%, 50%, dan 75%).

4. Label Kondisi yaitu keterangan menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

(29)

44

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

6. Judul Grafik yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Komponen-komponen yang di analisis dalam penelitian ini meliputi:

1. Analisis dalam Kondisi

Analisis perubahan dalam kondisi yakni menganalisis perubahan data

dalam suatu kondisi, misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen-komponen yang perlu dianalisis pada kondisi ini meliputi:

a. Panjang Kondisi

Panjang kondisi adalah banyaknya data atau sesi yang ada dalam suatu kondisi, fase atau tahapan tertentu. Semakin banyak data dan sesi menunjukkan bahwa tahapan tersebut dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Panjang kondisi atau banyaknya sesi dalam suatu kondisi tidak memiliki ketentuan yang pasti, namun data dikumpulkan hingga menunjukkan stabilitas dan arah yang jelas.

b. Kecenderungan Arah

Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua data dalam suatu kondisi dimana data yang berada di atas dan di bawah garis tersebut sama banyak. Ada dua cara untuk membuat kecenderungan arah grafik yaitu metode tangan bebas (freehand) dan metode belah tengah (split-middle). Metode freehand adalah mengamati secara langsung terhadap data pada suatu kondisi kemudian menarik garis

lurus yang membagi data menjadi dua bagian. Sedangkan metode split-middle yaitu menentukan kecenderungan arah grafik berdasarkan median

(30)

c. Tingkat Stabilitas (Level Stability)

Tingkat stabilitas menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kstabilan data ini dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya data yang berada di dalam rentang 50% di atas dan di bawah mean. Jika sebanyak 50% atau lebih data berada dalam rentang 50% di atas dan di bawah mean, maka data tersebut dapat dikatakan stabil.

d. Tingkat Perubahan

Tingkat perubahan menunjukkan besarnya perubahan antara dua data. Tingkat perubahan data dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data pertama dengan data terakhir.

e. Jejak Data

Jejak data merupakan perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi. Perubahan satu data ke data berikutnya dapat terjadi tiga kemungkinan, yaitu menaik, menurun dan mendatar.

f. Rentang

Rentang dalam sekelompok data pada suatu kondisi merupakan jarak antara data pertama dengan data terakhir. Rentang memberi informasi sebagaimana yang diberikan pada analisis tentang tingkat perubahan.

2. Analisis Antar Kondisi

Komponen-komponen analisis antar kondisi meliputi:

a. Variabel yang diubah

(31)

46

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu b. Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya

Dalam analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah grafik antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna perubahan perilaku sasaran (target behavior) yang disebabkan oleh intervensi. Secara garis besar perubahan kecenderungan arah grafik antar kondisi ini kemungkinannya adalah 1) mendatar ke mendatar, 2) mendatar

ke menaik, 3) mendatar ke menurun, 4) menaik ke menaik, 5) menaik ke mendatar, 6) menaik ke menurun, 7) menurun ke menaik, 8) menurun ke mendatar, 9) mendatar ke mendatar. Makna efek pada perubahan kecenderungan arah ini bergantung pada tujuan intervensinya.

c. Perubahan Stabilitas dan Efeknya

Stabilitas data yaitu tingkat kestabilan perubahan dari sederetan data. Data dikatakan stabil apa bila data tersebut menunjukkan arah (mendatar, menaik, atau menurun) secara konsisten.

d. Perubahan Level Data

Perubahan level data antar kondisi ini adalah tingkat perubahan data pada dua kondisi yang berbeda. Untuk menghitung tingkat perubahan data antar kondisi ini adalah: 1) menentukan data terakhir pada kondisi pertama dan menentukan data pertama pada kondisi kedua, 2) kurangi data yang besar dengan yang kecil, 3) menentukan apakah perubahan level tersebut membaik atau memburuk sesuai dengan tujuan intervensinya.

e. Data yang Tumpang Tindih (Overlap)

Data yang tumpang tidih antara dua kondisi adalah terjadinya data

[image:31.595.120.509.144.632.2]
(32)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data pada penelitian ini, ialah sebagai berikut:

1. Menjumlahkan hasil penskoran pada kondisi baseline-1 terhadap subjek penelitian sesuai banyak sesi.

2. Menjumlahkan hasil penskoran pada kondisi intervensi terhadap subjek penelitian sesuai banyak sesi.

3. Menjumlahkan hasil penskoran pada kondisi baseline-2 terhadap subjek penelitian sesuai banyak sesi.

4. Membuat tabel skor yang telah diperoleh pada kondisi baseline-1, intervensi, dan baseline-2.

5. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis dari data yang telah diperoleh pada kondisi baseline-1, intervensi, dan baseline-2.

(33)

84 Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan motorik halus pada anak tunagrahita

sedang, setelah diberi intervensi berupa latihan dengan bermain pasak geometri. Hal ini menunjukkan bahwa rumusan masalah terjawab, yaitu dengan adanya pengaruh pasak geometrri terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang. Adapun besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat melalui peningkatan perubahan mean level, dimana besar kenaikan mean level subjek N.F.S dari fase baseline-1 ke baseline-2 sebesar 29,5% dan kenaikan mean level subjek F.N dari fase baseline-1 ke baseline-2 sebesar 22,75%. dapat dilihat pengaruh pasak geometri terhadap peningkatan motorik halus lebih besar terhadap subjek N.F.S dibanding pengaruh terhadap subjek F.N, mengingat permasalahan dan kebutuhan anak tunagrahita yang berbeda sehingga pencapaian mereka terhadap suatu stimulus pun berbeda.

Secara khusus dapat disimpulkan bahwa pada kondisi baseline-1( sebelum diberikan latihan dengan bermain pasak geometri) kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang rendah baik dalam aspek meraih benda (kepingan geometri), memegang benda (kepingan geometri), memasang maupun melepas (puzzle). Adapun peningkatan dalam aspek meraih, memegang, memasang dan melepas ini dapat terlihat dari skor daftar checklist tes perbuatan yang awalnya skor kedua subjek berkisar satu (tidak dapat

melakukan perintah) dan dua (dapat melakukan perintah dengan cukup baik) meningkat menjadi dua (dapat melakukan perintah dengan cukup baik) dan

(34)

motorik halus ini sangat diperlukan anak tunagrahita sedang dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian atau pun menulis.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukan, maka peneliti

merekomendasikan hal-hal berikut ini kepada pihak-pihak yang dipandang perlu untuk menindak lanjuti penelitian ini. Seperti yang telah diketahui bahwa mainan edukatif pasak geometri dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang, maka dari itu peneliti merekomendasikan sebagai berikut:

1. Rekomendasi bagi guru

Penelitian ini sebaiknya dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan bagi para pendidik untuk menerapkan latihan menggunakan pasak geometri dalam proses pembelajaran disekolah, khususnya dalam pembelajaran pra-menulis, karena dengan bermain pasak geometri secara sadar atau tidak sadar motorik halus siswa dapat terlatih khususnya dalam aspek meraih, memegang, memasang dan melepas yang dapat bermanfaat untuk cara memegang pensil dengan benar.

2. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya

a. Peneliti diharapkan dapat mengadakan penelitian dengan menggunakan pasak geometri namun dengan target behavior yang berbeda, misalnya untuk kemampuan kosentrasi atau persepsi visual,

karena dengan dalam bermain pasak geometri anak dikenalkan dengan berbagai bentuk geometri dan warna serta dituntut untuk

berkonsentrasi saat memasangkan kepingan geometri sesuai jumlah lubang.

(35)

86

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

untuk meningkatkan kemampuan motorik halus (meraih, memegang, memasang dan melepas) karena umumnya siwa cerebral palsy pun memiliki hambatan dalam motorik halus.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengadakan penelitian dengan menggunakan bermain atau mainan sebagai treatmen. Karena dunia

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Ai Sari. (2012). Pengaruh Permainan Raba Rasa (Tactile Play) Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak. Skripsi PGPAUD UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Alimin dan Rochyadi. (2007). Modul 3 Unit 1 Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan.

[Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PEND._LUAR._BIASA/19560818 1985031-ENDANG_ROCHYADI/MODUL/MODUL_3_UNIT_1.pdf [8 Juni 2010]

Amis. (2012). Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus dengan Finger Painting pada Siswa Down Sindrome Kelas Dasar 3 C1 D1 SLB Wacana Asih Padang [Online]. Tersedia: http://lifyasofyan.blogspot.com/2012/07/ meningkatkan-kemampuan-motorik-halus.html [9 April 2012]

Astati. (1995). Terapi Okupasi, Bermain, dan Musik untuk Anak Tunagrahita. Bandung: Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Astati. (2001). Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita. Bandung: CV. Pendawa.

Cintarsmi, Resti. (2012). Pengaruh Permainan Lego Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang di SLB ABC YPLAB Lembang. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2007). Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Seni di Taman kanak. Jakarta: Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.

(37)

88

Dinda Rifa Novita Putri Setiawan, 2013

Pengaruh Pasak Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SPLB-C YPLB Cipaganti

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Efendi, Mohammad. (2009). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Efeni, Hani. (2012). Puzzle [Online]. Tersedia: http://kuliah.itb.ac.id/course/info. php?id=435 [15 November 2012]

Hurlock. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kusmayadi, Ismail. (2011). Membongkar Kecerdasan Anak (Mendeteksi Bakat dan Potensi Anak Sejak Dini). Jakarta: Gudang Ilmu.

Nikmah. (2010). Jassi Anakku Volume 9 No.1: Penerapan Metode Drill pada Latihan Motorik Halus dengan Menggunakan Barang Bekas yang Menimbulkan Bunyi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Siswa Cerebral Palcy Kelas 1-D1 SLB-D1 YPAC Surakarta. Bandung: PLB FIP UPI.

Siswanto, Igrea dan Lestari, Sri. (2012). Pembelajaran Atraktif dan 100 Permainan Kreatif. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Somantri, T. Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta

Suhandi, Arlin Nurindah. (2012). Pengaruh Permainan Bola Tangan dalam Meningkatkan Gerak Manipulatif Siswa Tunagrahita Sedang. Skripsi PLB UPI Bandung: tidak diterbitkan.

(38)

Sunanto, J., Takeuchi, K. dan Nakata, H. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Suryani, Nurfaedah. (2010). Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Paper Clay dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan

Susetyo, Budi. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: Penerbit CV Cakra

Thobroni, M. dan Mumtaz, Fairuzul. (2011). Mendongkrak Kecerdasan Anak Melalui Bermain dan Permainan. Yogyakarta: Katahati.

Tandry, Novita. (2011). Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak dan Masalahnya. Jakarta: Penerbit Libri.

Tanpa Nama. (2010). Tinjauan Teori Perkembangan Fisik Motorik [Online]. Tersedia: http://www.sarjanaku.com/2010/11/tinjauan-teori-perkembangan-fisik.html [November 2010]

Tanpa Nama. (2010). Manfaat Puzzle Bagi Anak dalam Media Pendidikan [Online]. Tersedia: http://mediadidik.blogspot.com/2010/03/manfaat-puzzle-bagi-anak.html [Maret 2010]

Tim Penyusun. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Yulinda, Ajeng. (2011). Pengaruh Aktivitas Kolase terhadap Keterampilan Motorik Halus. Skripsi PGPAUD UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Gambar

Grafik 3.1  Tampilan Desain A-B-A
grafik antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna

Referensi

Dokumen terkait

Modal kerja (X 1 ), Skill (X 2 ), Lokasi (X 3 ), Keberhasilan usaha (Y) Secara simultan ketiga faktor tersebut juga terbukti berpengaruh terhadap keberhasilan usaha mikro

Membantu Ketua LPPM dalam meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta hasilnya oleh para dosen

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Ii Tentang Perkalian Dan Pembagian Bilangan Cacah Melalui Alat Peraga.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan

[r]

Keempat (2D:4D) dengan Tingkat Kemampuan Verbal dan Numerik pada Siswa. Kelas X SMA N 1 Sungayang Tahun

[r]

Dari hasil penelitian ditemukan konsep penataan citywalk pada Pasar Petisah.. Kota Baru diusulkan sebuah air mancur, foodcourt outdoor dan juga