• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Ultrasonik Mist Maker sebagai Pengontrol Kestabilan Kelembaban pada Alat Penetas Telur Itik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Ultrasonik Mist Maker sebagai Pengontrol Kestabilan Kelembaban pada Alat Penetas Telur Itik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 7, 2022 ISSN No. 2502-8782

Ultrasonik Mist Maker sebagai Pengontrol Kestabilan Kelembaban pada Alat Penetas Telur Itik

Aulia Nabilah1), Emilia Roza2), & Dwi Astuti Cahyasiwi3)

1,2)Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jakarta Jl. Tanah Merdeka, No. 6,

Kampung Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur, Indonesia Telp : (021)87782739, Mobile : 087883185985 E-mail : aulianabilah67@gmail.com, emilia_roza@uhamka.ac.id, dwi.cahyasiwi@uhamka.ac.id

Abstrak

Peternak penetasan telur itik masih mengandalkan entog sebagai mesin pengeram, hal ini memiliki risiko tidak terkontrolnya suhu dan kelembaban saat entog meninggalkan telur untuk mencari makan. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat penetas telur itik otomatis berbasis NodeMCU ESP32 dan Blynk IoT sebagai interface. Mengkondisikan setpoint suhu saat inkubasi 38⁰C – 39⁰C menggunakan lampu pijar dan mengatur setpoint kelembaban saat inkubasi 60%RH – 70%RH menggunakan Ultrasonik Mist Maker.

Metode yang digunakan adalah eksperimental, dengan pengontrolan kondisi padam 2 lampu pijar ketika menyentuh 39⁰C. Kelembaban dilakukan dengan 3 eksperimen, yaitu dalam penggunaan Exhaust dan Ultrasonik Mist Maker. Hasilnya pengaturan suhu terbaik diperoleh pada perlakuan kedua, yaitu dengan lampu 1 padam dan lampu 2 tetap menyala ketika suhu menyentuh 39⁰C. Kemudian pengaturan kelembaban terbaik, diperoleh pada perlakuan ketiga, yaitu kelembaban dengan menggunakan Ultrasonik Mist Maker tanpa Exhaust.

Keyword: penetas telur, ultrasonik mist maker.

Abstract

Duck egg hatchery breeders still rely on eggplant as brooding machine, this has the risk of uncontrolled temperature and humidity when the eggplant leaves the eggs to look for food. The purpose of this study was to design an automatic duck egg incubator based on NodeMCU ESP32 and Blynk IoT as interfaces. Conditioning temperature setpoint during incubation 38⁰C – 39⁰C using incandescent lamp and setting humidity setpoint during incubation 60%RH – 70%RH using Ultrasonic Mist Maker. The method used is experimental, by controlling the blackout conditions of 2 incandescent lamps when they touch 39⁰C. Humidity was carried out with 3 experiments, namely Exhaust and Ultrasonic Mist Maker. Theresult, the best temperature setting was obtained in the second treatment, with lamp 1 going out and lamp 2 remaining on when the temperature touched 39⁰C. Then the best humidity setting was obtained in the third treatment, namely humidity using Ultrasonic Mist Maker without Exhaust.

Keyword: egg incubator, ultrasonic mist maker

1 PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat pesat, dan banyak berperan penting dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik dalam berbagai bidang, namun dalam bidang peternakan masih belum berkembang masih banyak para peternak yang masih menggunakan cara manual atau alami dalam melakukan proses beternak contohnya dalam hal penetasan telur itik. Masih banyak para peternak penetasan telur itik lokal yang masih mengandalkan entog sebagai alat pengeram telur itik atau bebek tersebut, namun pengeraman dengan entog sebagai mesin pengeram memiliki risiko tidak terkontrolnya suhu dan kelembaban saat sang entog meninggalkan telur untuk mencari makan [1].

Dengan demikian hal ini menjadi masalah yang cukup serius bagi pemilik peternak penetas telur,

sebab suhu dan kelembaban merupakan faktor penting dalam menentukan kesuksesan hasil tetasan telur.

Maka untuk menangani masalah tersebut hadirlah metode penetasan buatan yaitu alat penetas telur otomatis untuk dapat menjaga kestabilan suhu dan kelembaban, selain itu memanfaatkan Internet of Things (IoT) pada alat penetasan telur untuk monitoring suhu dan kelembaban dapat membuat pekerjaan peternak telur lebih efisien karena dapat di lakukan jarak jauh [2].

2 LANDASAN TEORI

Dalam sistem penetasan telur itik atau bebek terdapat 2 metode, yaitu metode alami serta buatan.

Pada metode alami, [3] mengatakan bahwa karakteristik seekor bebek yang setelah bertelur tidak mengerami telurnya. Maka digunakan pihak lain

(2)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

25 untuk dapat mengerami telurnya biasanya yang

banyak di gunakan ialah entog sebagai alat pengeram telur itik atau bebek, namun [4], [5] menyebutkan seekor entog hanya mampu mengerami telur sekitar 15 butir telur. Suhu dan kelembaban dengan metode alam juga dihasilkan oleh sang entog, maka akan menjadi risiko tidak terkontrolnya suhu dan kelembaban saat sang entog meninggalkan telur untuk mencari makan [1], dan kurang efisien juga jika peternak harus terus menyediakan makanan untuk entog yang sedang mengerami telur. Satu periode penetasan telur itik atau bebek membutuhkan waktu 28 hari [6], [7], lalu [1], [8] menyebutkan juga bahwa lama penetasan telur itik membutuhkan waktu 28 hari – 30 hari.

2.1.2 Faktor – faktor Penetasan Telur 1. Suhu

Untuk penetasan telur itik suhu yang tepat untuk telur dapat menetas yaitu berkisar antara 38⁰C – 39⁰C [9].

Maka pada alat penetesan telur pada penelitian ini akan di gunakan lampu pijar yang difungsikan sebagai pemanas suhu pada inkubator.

2. Kelembaban

Kelembaban menjadi penting saat proses penetasan telur maka dari itu pada penelitian ini kelembaban inkubator alat penetas telur akan diatur Exhaust dan air untuk menjaga kelembaban pada ruang inkubator penetas telur, dalam menjaga kestabilan kelembaban pada ruang inkubator juga akan dilengkapi Ultrasonic Mist Maker yang berperan sebagai penambah kelembaban cara kerjanya yaitu mengubah air dalam wadah pada inkubator ke bentuk partikel berukuran nano atau kabut uap. Kemudian sensor Ultrasonik sebagai pendeteksi ketinggian air yang terisi pada wadah yang kemudian dapat diteruskan ke pompa air DC ketika sensor membaca jarak sensor ke wadah ≥ 8Cm pompa akan mengisi air secara otomatis ke wadah. Kelembaban untuk keberhasilan telur itik dapat menetas yaitu berkisar antara 60%RH – 70%RH. [9].

3. Posisi Telur

Telur untuk dapat menetas dengan sempurna butuh dierami dengan posisi telur diputar agar suhu dan kelembaban semua bagian permukaan telur sama rata, dengan demikian pada penelitian ini inkubator penetas telur akan di lengkapi dengan rak telur yang dapat diputar dengan menggunakan motor Synchrounous perputaran pada arak telur yakni sebesar 90⁰ dan 270⁰ saat posisi telur berputar ke kanan dan ke kiri, dan sebesar 180⁰ ketika posisi telur kembali pada posisi semula.

2.3 Perangkat Keras (Hardware) 2.3.1 Mikrokontroller NodeMCU ESP32

Dalam pembuatan inkubator penetas telur ini akan digunakan mikrokontroller yaitu berupa NodeMCU ESP32. Tidak jauh berbeda dengan ESP8266, pada

ESP32 ini merupakan pembaruan yang lebih kompleks karena memiliki kelebihan yaitu sudah mendukung Wi-Fi dan juga Bluethooth dalam modulnya. Sehingga, dengan menggunakan NodeMCU ESP32 sebagai mikrokontroller dalam projek IoT akan sangat cocok dan praktis dalam proses menghimpun hingga mentransferkan data dari sensor – sensor yang akan di gunakan, dalam penelitian penetasan telur itik ini NodeMCU ESP32 akan di hubungkan dengan sensor DHT11 dan juga sensor Ultrasonik yang kemudian data dari kedua sensor tersebut akan di simpan serta di transfer melalui jaringan internet ke Blynk IoT mobile app dan data tersebut akan terupdate secara realtime.

Gambar 1 Mikrokontroller NodeMCU ESP32

2.3.2 Sensor DHT11

Sensor DHT11 merupakan sebuah module sensor yang memiliki fungsi untuk mengukur parameter kelembaban udara dan temperature atau suhu ruang.

Dalam proses pengukurannya Sensor DHT11 memiliki output tegangan analog yang selanjutnya akan diolah dalam mikrokontroller lebih lanjut.

Gambar 2 Sensor DHT11

Pada Gambar 2 bagian sensor yang berwarna biru terdapat sebuah resistor dengan tipe NTC (Negative Temperatur Coefficient) yang berfungsi sebagai pengukur temperature suhu dan kelembaban. Nilai NCT berbanding terbalik dengan nilai kenaikan suhu yang berarti ketika suhu ruang semakin tinggi, maka nilai resistansi NCT akan semakin kecil. Demikian ketika nilai resistansi NCT akan meningkat saat suhu ruang di sekitar sensor menurun, di dalamnya juga terdapat detector kelembaban dengan karakteristik resisitif terhadap perubahan kadar air di udara. [9]

menyatakan bahwa telur itik memerlukan ke stabilan suhu dengan rentang 38⁰C - 39⁰C serta kelembaban 60% – 70% RH sehingga dengan spesifikasi yang dimiliki sensor DHT11 akan sesuai jika digunakan

(3)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

26 dalam alat penetasan telur itik. Sensor DHT11 akan

diletakkan pada bagian tengah rak telur tujuannya agar pembacaan nilai suhu dan kelembaban lebih akurat untuk telur.

2.3.3 Sensor Ultrasonic HC-SR04

Sensor Ultrasonic HC-SR04 merupakan sebuah sensor yang bekerja memanfaatkan gelombang suara atau ultrasonic sebagai transdusernya, singkatnya sensor ini bekerja mengubah besaran listrik menjadi besaran fisis atau suara dan sebaliknya kemudian nilai yang diperoleh tersebut akan di konversi menjadi nilai jarak. Maka dari itu dalam penelitian penetasan telur itik ini sensor ultrasonik HC-SR04 akan difungsikan sebagai pendeteksi ketinggian air pada wadah air yang terdapat di dalam inkubator penetasan telur sebagai umpan balik kondisi nyalanya pompa air untuk mengalirkan air ke dalam wadah air di ruang inkubator penetasan telur, yang kemudian air tersebut nantinya akan di olah oleh ultrasonic mist maker untuk menaikan kelembaban ruang inkubator ketika kelembaban menyentuh setpoint bawah yaitu 60%RH.

Berikut bentuk visual dari sensor ultrasonik HC-SR04.

Sensor Ultrasonik akan diletakkan dengan jarak 8Cm di atas wadah air supaya sensor tidak terpapar percikan air saat pompa mengisi air ke wadah.

Gambar 3 Sensor Ultrasonik

2.3.4 Ultrasonik Mist Maker

Ultrasonik Mist Maker merupakan komponen yang biasanya digunakan pada humidifier maupun diffuser sebagai penambah kelembaban ruangan juga membersihkan, ultrasonic mist maker sendiri terbentuk dari atomizer plate dan juga humidifier driver board, dan untuk cara kerjanya atomizer plate akan dipasangkan kapas yang berbentuk sedotan sebagai filter air yang terendam dalam air kemudian Ultrasonik Mist Maker akan mengubah bentuk air tersebut menjadi bentuk partikel nano yang terlihat seperti kabut maka dari hal inilah sebuah ultrasonic mist maker dapat menjaga kelembaban ruangan.

Dari kemampuan yang dimiliki oleh Ultrasonik Mist Maker tersebut maka akan diaplikasikan dalam penelitian penetasan telur itik, karena menjaga kelembaban dalam ruang inkubator penetasan telur merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penetasan, khususnya dalam kasus telur itik yang memerlukan kelembaban yang tergolong cukup tinggi. Letak Ultrasonik Mist Maker akan

berada pada wadah air di ruang inkubator penetas telur.

Gambar 4 Ultrasonik Mist Maker

3 METODE PERANCANGAN

Desain atau rancangan penelitian dan metode yang digunakan ditampilkan secara singkat dan representatif.

Gambar 5 Diagram alir perancangan

Berdasarkan Gambar 5 alat dimulai dengan tahap mengidentifikasi kebutuhan alat dan bahan yang diperlukan pada perancangan kemudian dilanjutkan dengan perancangan sistem yang terbagi dalam 2 proses yaitu hardware dan software yang kemudian diteruskan ke proses pengujian sistem, namun jika ketika pada tahap pengujian sistem perangkat tidak berhasil atau terdapat error maka akan diulang kembali pada tahap perancangan perangkat dari hardware maupun software. Dan apabila pada pengujian sistem perangkat berhasil maka akan masuk ke tahap berikutnya yaitu pengambilan data dan pengolahan data gunanya untuk data tersebut dapat di analisis hingga mendapat kesimpulan dan selesai.

(4)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

27

Gambar 6 Design prototype inkubator tampak depan dan kanan dan bagian depan dan kiri

Design prototype inkubator tampak depan kontak dengan warna coklat yang lebih gelap adalah kaca, bagian kanan terdapat 2 gambar kotak yang atas merupakan gambaran untuk LCD 20x4 dan yang kotak bagian bawahnya adalah Exhaust. Pada bagian kiri terdapat 1 gambar persegi panjang, yaitu menggambarkan power supply.

3.6 Diagram Alir Mekanisme Kerja Alat

Pada alat penetas telur terdapat mekanisme dari kerja alat, berikut mekanisme kerja alat yang diuraikan ke dalam bentuk diagram alir.

Gambar 7 Diagram alir mekanisme kerja alat penetas telur untuk pengujian pada hari ke-1 hingga hari ke-7

Pada Gambar 7 mekanisme kerja alat penetas telur ini proses pertama yaitu tahap inisialisasi yang terbagi menjadi 3 tahap, pada tahap pembacaan suhu DHT11 akan membaca nilai suhu dan kelembaban pada

inkubator yang diuraikan pada proses B flowchart diatas. Untuk proses pembacaan suhu set point bawah untuk suhu bernilai 37⁰C dan set point atas bernilai 39⁰C. Pada prosesnya jika nilai suhu bernilai ≤ 37⁰C maka lampu 1 dan lampu 2 pada inkubator akan menyala, kemudian jika nilai suhu berada pada nilai ≥ 39⁰C lampu 1 dan lampu 2 akan mati. Lalu pada pembacaan sensor untuk memperoleh nilai kelembaban ruang inkubator set point bawah diatur dengan nilai persentasi kelembaban ≤ 60%RH maka Ultrasonik Mist Maker akan menyala hingga kelembaban naik sampai mencapai nilai set point atas yaitu 70%RH. Kemudian ketika nilai persentasi kelembaban ≥ 70%RH maka Exhaust akan menyala berperan sebagai penurun nilai kelembaban, Exhaust akan berhenti menyala ketika nilai persentasi kelembaban ≤ 65%RH.

Tahap pembacaan nilai untuk sensor Ultrasonik difungsikan sebagai pendeteksi jarak sensor ke wadah air pada inkubator, juga sebagai umpan balik terhadap kondisi on/off pompa air. Set point untuk sensor Ultrasonik diatur pada nilai 8 Cm, pompa air akan menyala ketika sensor Ultrasonik membaca jarak sensor ke wadah air bernilai ≥ 8 Cm.

Tahap pembacaan RTC DS3231 berperan untuk pembacaan waktu yang kemudian akan di gunakan sebagai timer untuk menyalakan motor Synchronous dan juga Buzzer. Proses pembacaan waktu untuk menyalakan motor Synchronous di setting setiap 1 jam sekali. Buzzer berfungsi untuk memberikan peringatan masa inkubasi, Buzzer akan menyala setiap hari pada jam 10.00WIB dan ESP32 akan menghitung setiap harinya. Ketika sudah terhitung sampai 28 kali atau artinya Buzzer telah menyala setiap hari hingga hari ke – 28 maka akan terkirim notifikasi pada platform IoT sebagai pengingat telah berakhirnya masa inkubasi. Selanjutnya ketika Buzzer menyala di keesokan harinya maka akan menghitung ulang kembali ke 0. Namun mekanisme kerja ini kurang efektif karena setelah dilakukan pengujian suhu serta kelembaban kurang ideal dengan set point yang di butuhkan oleh telur itik, maka dari itu kemudian dilakukan tindakan perubahan mekanisme kerja alat penetas telur pada proses B yang dilakukan saat masa inkubasi hari ke 8 – 28 hari sebagai berikut.

(5)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

28

Gambar 8 Diagram alir mekanisme kerja alat penetas telur untuk pengujian pada hari ke-8 hingga hari ke-28

Pada hari ke – 8 hingga ke – 28 alur proses B diubah, pengujian dilakukan dengan mengubah set point pada suhu dan kelembaban dan juga menghilangkan kerja dari Exhaust. Set point bawah pada suhu diatur pada nilai ≤ 38⁰C yang mana ketika sensor DHT11 membaca nilai suhu sebesar ≤ 38⁰C maka lampu 1 dan lampu 2 akan menyala. Lalu ketika sensor DHT11 membaca nilai suhu ≥ 39⁰C yang merupakan set point atas untuk nilai suhu maka lampu 1 akan padam atau berhenti menyala namun lampu 2 akan tetap menyala.

Selanjutnya pada kelembaban saat sensor DHT11 membaca nilai set point bawah untuk kelembaban yaitu ≤ 62%RH maka Ultrasonik Mist Maker akan menyala, dan ketika pembacaan mendapati nilai set point atas ≥ 68%RH maka Ultrasonik Mist Maker akan berhenti menyala. Set point ini di ubah bertujuan agar suhu dan kelembaban alat penetasan telur dapat lebih bertahan stabil pada titik set point.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perancangan Perangkat Keras (Hardware) Hasil dari perancangan perangkat keras (hardware) pada alat penetas telur ini meliputi pengkoneksian kabel pada tiap-tiap komponen serta mikrokontroller ESP32 dan juga hasil perancangan multiplex hingga menjadi inkubator.

Gambar 9 Pengkoneksian kabel pada breadboard

Pada breadboard berisi buzzer dan juga RTC DS3231 yang langsung dihubungkan langsung, selain itu terdapat pula kabel-kabel jumper positife dan negative dari tiap-tiap komponen yang bertegangan 3 – 5 Volt.

Gambar 10 Pengkoneksian kabel pada relay 8 channel

Pengkoneksian kabel pada relay 8 channel dalam prosesnya alat penetasan telur pada penelitian ini hanya membutuhkan 7 channel dengan channel pertama yaitu untuk lampu 1, channel kedua untuk motor Synchronous, channel ketiga untuk exhaust, channel keempat untuk lampu 2, channel kelima untuk pompa air, channel keenam untuk buzzer dan channel ketujuh untuk mist maker.

Gambar 11 Hasil perancangan tampilan pada LCD 20x4

Tampilan pada LCD 20x4 berisi tanggal, waktu, data pembacaan nilai suhu dan juga kelembaban.

Gambar 12 Hasil perancangan inkubator tampak depan

(6)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

29 Hasil perancangan inkubator tampak depan diberi

kaca dengan tujuan dapat memudahkan melihat kondisi telur tanpa harus membuka pintu agar suhu dan kelembaban tetap.

Gambar 13 Hasil design inkubator tampak depan dan kanan dan bagian depan dan kiri

Bagian kanan inkubator terdapat LCD 20x4 yang digunakan untuk menampilkan waktu, tanggal, suhu dan kelembaban. Kemudian ada Exhaust dan juga selang pompa air. Dan Bagian kiri inkubator terdapat power supply yang terpasang yang berguna untuk mengalirkan arus listrik untuk kebutuhan alat penetas telur.

4.2 Hasil Perancangan Perangkat Lunak (Software) Dibawah ini merupakan hasil dari perancangan perangkat lunak untuk alat penetasan telur dengan memanfaatkan Blynk IoT mobile app. Data yang ditampilkan dalam Blynk yaitu data dari pembacaan sensor DHT11 yaitu suhu (Temperature) dan kelembaban (Humidity), serta data dari pembacaan sensor Ultrasonik yaitu jarak pengukuran air pada wadah (Water Level), data monitoring ini akan terbaca secara realtime selain itu dalam Blynk IoT ini juga akan muncul pemberitahuan atau notifikasi ketika masa inkubasi telah selesai sesuai dengan waktu yang sebelumnya telah diprogram pada Arduino IDE.

Gambar 14 Tampilan pada Blynk IoT mobile app saat pengujian hari ke-1 hingga ke-7

Pada Gambar 14 menunjukkan tampilan nilai dari pembacaan sensor bentuk nilainya masih berupa integer dimana ketika pembacaan nilai pada suhu menjadi kurang akurat, sehingga pada hari ke 8 – 28 tampilannya di ubah dalam bentuk decimal.

Gambar 15 Tampilan Datastream pada Blynk Web setelah di sesuaikan dengan kebutuhan

Untuk menampilkan bentuk data berupa decimal maka pada Datastream perlu diubah Data Typenya di Blynk Web diubah menjadi Double yang dapat dilihat seperti pada Gambar 15.

Gambar 16 Tampilan Dashboard Blynk Web

Sehingga hasil tampilan dalam bentuk decimal dalam Blynk Web akan seperti pada Gambar 16.

Gambar 17 Tampilan pada Blynk IoT mobile app saat pengujian hari ke-8 hingga ke-28

Gambar 17 adalah tampilan pada Blynk IoT Mobile App setelah perubahan yang dilakukan di Blynk Web dimana bentuk data yang ditampilkan sudah berbentuk decimal.

(7)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

30

Gambar 18 Tampilan notifikasi masa inkubasi di E-mail

Gambar 18 menunjukkan tampilan notifikasi dari Blynk IoT ke E-mail peneliti, sebagai peringatan bahwa periode inkubasi telah selesai atau sudah 28 hari.

4.3 Pengujian Suhu

Pengujian suhu akan di lakukan pengambilan data selama watu 2 jam atau 120 menit pada setiap pengujiannya, pengujian dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda yang akan di tampilkan dengan grafik pada Gambar 19.

a. Pengujian perlakuan pertama dilakukan saat masa inkubasi hari ke 1 – 7.

b. Pengujian perlakuan kedua dilakukan saat masa inkubasi hari ke 8 – 28.

Gambar 19 Grafik data perbandingan pengujian terhadap suhu

Pengujian yang di lakukan pada hari ke 1 – 7 yang merupakan pengujian perlakuan pertama suhu dilakukan dengan sumber pemanas atau lampu 1 dan lampu 2 yang di gunakan dalam inkubator penetasan telur itik akan menyala ketika suhu sensor DHT11 membaca nilai suhu 38⁰C kemudian kedua lampu tersebut akan padam ketika suhu bernilai 39⁰C. Seperti yang terlihat Gambar 19, kurva yang berwarna oranye lama waktu kenaikan suhu saat alat penetas telur baru dinyalakan membutuhkan waktu sebesar 12 menit dan 4 menit dari nilai suhu 38⁰C - 39⁰C dan penurunannya suhu dari 39⁰C - 38⁰C membutuhkan waktu 1 menit

dan 2 menit, selanjutnya kenaikan suhu terjadi dalam 4 menit dan penurunan suhu 2 menit selama 5 kali dan setelahnya kenikan suhu memerlukan waktu 4 menit dan penurunan 4 menit. Respon atau kondisi lampu 1 dan lampu 2 sudah sesuai dengan program yaitu akan menyala (On) ketika nilai suhu ≥ 39⁰C dan akan mati (Off) saat suhu ≥ 39⁰C. Namun pada pengujian ini saat suhu mencapai set point puncak dan kedua lampu berhenti menyala, terjadi penurunan suhu hingga bernilai 37⁰C selama 2 menit.

Pengujian perlakuan kedua yang di lakukan pada hari ke 8 – 28 ditampilkan dalam kurva berwarna biru, dalam pengujian terdapat perubahan yaitu pada lampu 1 yang akan padam ketika suhu bernilai 39⁰C dan lampu 2 tetap akan menyala, kemudian lampu 1 dan lampu 2 akan menyala bersama ketika nilai suhu berada pada 38⁰C hal ini di lakukan karena pada pengujian dengan perlakuan pertama suhu bernilai 37⁰C selama 2 menit yang berarti tidak berada pada setpoint. Pada pengujian perlakuan kedua ini suhu saat awal mulai pengukuran bernilai 38⁰C berlangsung hingga 8 menit kemudian naik 0,5⁰C atau 38,5⁰C selama 12 menit lalu naik hingga set point puncak yaitu 39⁰C selama 2 menit dan turun lagi ke 38,5⁰C hingga 38⁰C selama 4 menit, selanjutnya kenaikan suhu dari 38⁰C - 39⁰C memerlukan waktu 10 menit dan penurunannya 6 menit hal ini terjadi 2 kali, lalu setelah itu kenaikan suhu konstan pada kurun waktu 6 menit dan penurunan suhu sebesar 8 menit

Perbandingan data pengujian terhadap suhu pada dua kurva di Gambar 19 terlihat bahwa suhu yang tepat untuk alat penetasan telur itik, terdapat pada data pengujian suhu yang ditunjukkan dalam grafik warna biru yaitu pengujian saat masa inkubasi hari ke 8 – 28 karena suhu stabil sesuai dengan set point yang di butuhkan telur itik yaitu 38⁰C – 39⁰C.

4.4 Pengujian Kelembaban

Pengujian kelembaban dalam penelitian alat penetasan telur itik nilai kelembaban pada ruang inkubator penetasan telurnya akan di deteksi oleh sensor DHT11, pengujian akan dilakukan selama 2 jam atau 120 menit setiap pengambilan data pengujiannya.

Kemudian dalam pengujian akan dilakukan dengan 3 macam perlakuan pengujian yang berbeda yang akan disajikan pada

a. Pengujian Perlakuan Pertama

Kelembaban dalam ruang inkubator akan dilakukan dengan menggunakan Exhaust dan tanpa Ultrasonik Mist Maker.

b. Pengujian Perlakuan Kedua

Pengujian dilakukan ketika masa inkubasi pada hari ke 1 – 7 dengan pengambilan data pengujian kelembaban menggunakan Exhaust dan penambahan Ultrasonik Mist Maker.

c. Pengujian Perlakuan Ketiga

Pengujian dilakukan pada masa inkubasi pada hari ke 8 – 28 dimana Exhaust tidak di gunakan dan

(8)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

31 Ultrasonik Mist Maker tetap di gunakan untuk

menaikan kelembaban.

Gambar 20 Grafik data perbandingan pengujian terhadap kelembaban

Pada Gambar 20 kurva berwarna biru menunjukkan pengujian kelembaban perlakuan pertama yaitu menggunakan Exhaust tanpa Ultrasonik Mist Maker, dalam pengujian ini kelembaban dihasilkan dari air diwadah yang berada didalam inkubator untuk menjaga kelembaban ruang, namun hasilnya menunjukkan bahwa kelembaban bernilai 51%RH. Lalu setelah 25 menit naik menjadi 52%RH, kemudian naik menjadi 55%RH di menit ke 30. Nilai kelembaban hanya mampu naik sampai 56%RH – 57%RH, nilai tersebut jauh di bawah dari setpoint yang dibutuhkan oleh telur itik.

Kemudian dilakukan penambahan Ultrasonik Mist Maker untuk perlakuan yang berbeda yaitu pengujian perlakuan kedua yang di tunjukkan oleh kurva berwarna oranye. Dalam pengujian ini prosesnya ketika kelembaban menyentuh nilai setpoint puncak yaitu 70%RH maka Exhaust akan mulai bekerja, dan akan berhenti ketika kelembaban bernilai

>65%RH. Lalu ketika kelembaban bernilai 60%RH Ultrasonik Mist Maker akan mulai menyala, tujuan di gunakannya Ultrasonik Mist Maker yaitu untuk kenaikan kelembaban karena saat pengujian tanpa menggunakan Ultrasonik Mist Maker pada perlakuan pertama kenaikan kelembaban kurang dari nilai set point. Pengujian perlakuan kedua ini kelembaban sudah mampu berada pada titik set point seperti yang terlihat pada kurva berwarna oranye sudah mampu menunjukkan kenaikan pada kelembaban, namun penggunaan Exhaust sebagai penurun kelembaban ternyata sangat cepat dalam 5 menit kelembaban dari nilai 70%RH langsung mengalami penurunan hingga berada pada nilai 64%RH hal ini menjadi kurang ideal karena lonjakan penurunan cukup jauh dan terlampau cepat.

Maka dari itu dilakukan kembali pengujian kelembaban dengan perlakuan ketiga yaitu pengujian kelembaban menggunakan Ultrasonik Mist Maker dan tanpa Exhaust yang di sajikan dalam kurva berwarna hijau, pengujian perlakuan ketiga ini hanya memanfaatkan Ultrasonik Mist Maker saat

kelembaban berada pada setpoint bawah yaitu 62%RH maka Ultrasonik Mist Maker akan mulai bekerja atau menyala lalu saat kelembaban menyentuh setpoint puncak yaitu 68%RH maka Ultrasonik Mist Maker akan berhenti, pengujian dengan perlakuan ketiga ini sudah cukup baik dalam proses kenaikan kelembaban membutuhkan waktu sekitar 30 menit dan penurunan kelembaban saat sudah mencapai set point puncak yaitu 20 menit.

Dari perbandingan tiga kurva pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa proses kenaikan serta penurunan kelembaban ruang inkubator penetasan telur itik yang lebih stabil ialah pada pengujian kelembaban perlakuan ketiga yang menggunakan Ultrasonik Mist maker tanpa Exhaust. Hal yang ditunjukkan oleh kurva berwarna hijau dimana kelembaban mampu bertahan pada titik set point yaitu 60%RH – 70%RH.

Ultrasonik Mist Maker mulai menyala untuk menaikan kelembaban saat kelembaban bernilai 60%RH lalu menurun hingga 70%RH selama 30 menit, kemudian Ultrasonik Mist Maker berhenti menyala ketika kelembaban bernilai 70%RH menurun ke 60%RH selama 20 menit.

5 SIMPULAN

Dengan penelitian yang telah dilakukan dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Alat penetas telur itik berbasis IoT dengan mikrokontroler NodeMCU ESP32 menggunakan Blynk IoT mobile app telah berhasil dirancang dengan tampilan terbaik diperoleh saat pengujian hari ke 8 – 28 menampilkan data dalam bentuk decimal agar data pengukuran lebih akurat.

2. Pengaturan suhu yang sesuai set point dengan menggunakan lampu pijar, diperoleh pada pada pengujian perlakuan kedua yaitu pengujian saat masa inkubasi hari ke 8 – 28. Dengan perlakuan lampu 1 padam dan lampu 2 tetap menyala ketika suhu menyentuh setpoint puncak yaitu 39⁰C. Kenaikan suhu dari 38⁰C hingga 39⁰C memerlukan waktu 6 menit, dan penurunan suhu butuh waktu 10 menit.

3. Pengaturan kelembaban yang sesuai set point menggunakan Ultrasonik Mist Maker sebagai pengontrol kestabilan kelembaban ruang inkubator, diperoleh pada pengujian perlakuan ketiga, yaitu pengujian kelembaban dengan menggunakan Ultrasonik Mist Maker tanpa Exhaust. Pengujian dilakukakan saat masa inkubasi ke 8 – 28 hari, kelembaban pada perlakuan ketiga ini mampu bertahan pada titik set point yaitu 60%RH – 70%RH.

Dimana Ultrasonik Mist Maker menyala selama 30 menit untuk menaikan kelembaban dari 60%RH – 70%RH, dan Ultrasonik Mist Maker berhenti menyala selama 20 menit untuk menurunkan kelembaban dari 70%RH ke 60%RH.

(9)

Aulia Nabilah, Emilia Roza, & Dwi Astuti Cahyasiwi

32

KEPUSTAKAAN

[1] M. R. Wirajaya, S. Abdussamad, and I. Z.

Nasibu, “Rancang Bangun Mesin Penetas Telur Otomatis Menggunakan Mikrokontroler Arduino Uno,” Jambura J. Electr. Electron.

Eng., vol. 2, no. 1, pp. 24–29, 2020, doi:

10.37905/jjeee.v2i1.4579.

[2] F. Ardhia Maharani, F. Magfirah, H. Nirwana, F. Ulfiah, T. E. Negeri, and U. Pandang,

“Rancang bangun alat penetas Telur otomatis berbasis IoT,” in Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro dan Informatika (SNTEI) 2021 Makassar, 2021, pp. 245–250.

[3] B. Sasinda, “Perancangan dan Pembuatan Mesin Penetas Telur Unggas dengan Arduino Berbasis IoT,” 2020.

[4] F. Rohman, “Alat penetasan telur itik dengan kontrol suhu menggunakan mikrokontroler at89s51 dan pembalikan telur secara otomatis skripsi,” Universitas Islam Negeri Malang, 2009.

[5] E. Sutanto, D. Al Kurnia, and D. W. Aspriati,

“Pengaruh Kualitas Fisik (Bobot Dan Bentuk) Telur Itik Super Peking Putih (Sp2-F1)

Terhadap Fertilitas, Daya Tetas Dan Bobot Tetas,” J. Ternak, vol. 10, no. 1, p. 26, 2019, doi: 10.30736/ternak.v10i1.39.

[6] F. Fuazen, E. Elandi, and G. Gunarto, “Analisa Efisiensi Kalor Pada Alat Penetas Telur,”

Suara Tek. J. Ilm., vol. 10, no. 2, pp. 19–25, 2019, doi: 10.29406/stek.v10i1.1541.

[7] D. Ayu, S. Hartanti, K. Fadhli, M. N. A.

Blonos, M. Wildan, and M. J. Putri,

“Pendampingan Pembuatan Alat Pendeteksi Embrio Telur Itik Pada Kelompok Tani Meri Rejeki Desa Rejosopinggir Tembelang Jombang,” Pertan. J. Pengabdi. Masy., vol. 2, no. 3, pp. 137–143, 2021.

[8] Suharto, S. S. Rahayu, A. Suwondo, and M.

Muqorrobin, “Teknologi Penetas Telur Itik Otomatis Menggunakan Mikrokontroler Arduino Uno,” Pros. Semin. Nas. NCIET, vol.

1, no. 1, pp. 374–382, 2020, doi:

10.32497/nciet.v1i1.135.

[9] F. Rohman, “Alat Penetasan Telur Itik dengan Kontrol Suhu menggunakan Mikrokonstroler AT89S51 dan Pembalik Telur secara

Otomatis,” 2016.

Referensi

Dokumen terkait

SOP YANG DIBUAT OLEH KASAT TAHUN 2016 Pelayanan Administrasi SKCK Sat.Intelkam Polres Lobar 1 2.. SOP YANG DIBUAT OLEH KASAT TAHUN 2016 Pelayanan Administrasi Perijinan

Double integrals over a plane region may be transformed into line integrals over the boundary of the region and conversely. This is of practical interest because it may simplify

Dcngan mcningkatnya minat tcrhadap filsafat Abad Pertengahan, hadirnya buku refcrcnsi yang dapat menghubungkan pcmikiran para pcmikir zaman Patristik 2.. , dalam

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Kabupaten Lamongan, untuk mengetahui dalam UU No 33

Klasisisme atau Classicism adalah prinsip dalam arsitektur yang menekankan bahwasanya kebenaran tidak hanya kebenaran Arsitektur Yunani dan Romawi akan tetapi juga

Untuk meminimalisir pelanggaran terhadap rambu lalu lintas dan meningkatkan pemahaman tentang rambu-rambu lalu lintas, bagi pemuda mulai dari usia dini yang

Pemberian ransum yang terdiri atas campuran rumput lapang dan ampas tahu menghasilkan pertambahan panjang badan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh dari pemberian ransum

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu analisis dengan mendasarkan