MOTTO
PERSEMBAHAN
Dengan mengharapkan ridho Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi, perhatian, semangat serta membiayai selama kuliah.
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK KELOMPOK B TK ABA
MARGOMULYO SEYEGAN SLEMAN Oleh
Kurnia Febryana Warsianti NIM 11105244021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media audio terhadap perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Quasi Experiment, dengan variabel terikat (X) adalah media audio, sedangkan variabel bebas (Y) adalah perkembangan bahasa. Desain penelitiannya yaitu Pretest-Posttest Control Group Design. Subjek penelitian ini adalah 24 anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman. Kelompok B-1 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 12 anak dan kelompok B-2 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 12 anak. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar penilaian perkembangan bahasa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik uji-t (t-test).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam penggunaan media audio terhadap perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai mean kelompok eksperimen sebesar 23,41 dan kelompok kontrol sebesar 7,33. Harga thitung = 6 dan harga t dalam tabel dengan taraf signifikansi 0,05 adalah 1,71. (thitung 6 > ttabel 1,71).
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul: “Pengaruh Penggunaan Media Audio terhadap Perkembangan Bahasa Anak Kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan
Sleman”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Progam Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk ini dalam kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehinggan penulisan skripsi ini berjalan lancar.
4. Bapak Eko Budi Prasetyo, M. Pd., selaku pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbiingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Dr. Ali Muhtadi, M. Pd., selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Ibu Martha Christianti, M. Pd., selaku ahli materi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memvalidasi instrumen penelitian.
7. Seluruh dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.
8. Ibu Ismiyati, S. Ag., selaku kepala sekolah TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
9. Ibu Siti Nurrohmah, S. Pd., selaku guru kelompok B-1 TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah membantu untuk kelancaran dalam penelitian ini.
10. Ibu Sutriyah selaku guru kelompok B-2 TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Media Audio 1. Pengertian Media Audio ... 10
3. Jenis-jenis Media Audio ... 13
4. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio ... 15
5. Langkah Pembelajaran Menggunakan Media Audio ... 18
B. Kajian tentang Metode Bercerita 1. Pengertian Bercerita ... 21
2. Manfaat Bercerita ... 23
3. Teknik Bercerita Oleh Guru ... 24
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita ... 27
C. Teori Belajar yang Melandasi Penggunaan Media Audio 1. Teori Belajar Behavoiristik ... 29
2. Teori Belajar Kognitif ... 30
D. Kajian tentang Perkembangan Bahasa Anak TK 1. Pengertian Bahasa ... 32
2. Fungi Bahasa ... 34
3. Perkembangan Bahasa Anak TK ... 36
4. Unsur-unsur Perkembangan Bahasa ... 38
5. Penilaian dalam Perkembangan Bahasa ... 45
E. Kajian tentang Karakteristik Anak TK ... 51
F. Kedudukan Media Audio dalam Kawasan Teknologi Pendidikan ... 53
G. Kerangka Pikir ... 58
H. Penelitian yang Relevan ... 60
I. Hipotesis ... 61
BAB III METODE PENELITIAN A. Pedekatan Penelitian ... 63
B. Desain Penelitian... 64
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 66
D. Prosedur Penelitian ... 66
F. Pengkajian Media ... 71
G. Variabel Penelitian ... 72
H. Teknik Pengumpulan Data ... 73
I. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen Penelitian ... 75
J. Teknik Analisis Data ... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 82
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 83
C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 84
1. Deskripsi Data Kelompok Kontrol ... 86
a. Pretest Kelompok Kontrol ... 84
b. Pemberian Tindakan ... 92
c. Posttest Kelompok Kontrol ... 95
2. Deskripsi Data Kelompok Eksperimen ... 99
a. Pretest Kelompok Eksperimen ... 99
b. Pemberian Tindakan ... 103
c. Posttest Kelompok Eksperimen ... 108
D. Pelaksanaan Penelitian ... 113
E. Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 113
F. Data Beda Jumlah Nilai Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 117
G. Pengujian Hipotesis... 118
H. Pembahasan ... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 125
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Desain Penelitian... 63
Tabel 2. Pelaksanaan Penelitian ... 68
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen ... 75
Tabel 4. Rubrik Penilaian Perkembangan Bahasa Anak ... 75
Tabel 5. Kategori dan Nilai Huruf Penilaian ... 78
Tabel 6. Daftar Nama Subjek Penelitian ... 82
Tabel 7. Aspek Perkembangan Bahasa ... 85
Tabel 8. Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 88
Tabel 9. Nilai Huruf Pretest Kelompok Kontrol ... 87
Tabel 10. Kategori Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 88
Tabel 11. Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 93
Tabel 12. Nilai Huruf Posttest Kelompok Kontrol ... 94
Tabel 13. Kategori Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 95
Tabel 14. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 98
Tabel 15. Nilai Huruf Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 99
Tabel 16. Kategori Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 100
Tabel 17. Hasil Posttest Kelompok Ekperimen ... 107
Tabel 18. Nilai Huruf Posttest Kelompok Eksperimen ... 108
Tabel 19. Kategori Hasil Posttest Kelompok Eksperimen... 109
Tabel 20. Pelaksanaan Penelitian ... 111
Tabel 21. Perkembangan Bahasa Kelompok Kontrol ... 112
Tabel 22. Perkembangan Bahasa Kelompok Eksperimen ... 113
Tabel 23. Beda Jumlah Nilai Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 115
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Variabel Penelitian ... 71
Gambar 2. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Kontrol ... 89
Gambar 3. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Kontrol... 96
Gambar 4. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 101
Gambar 5. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Eksperimen ... 110
Gambar 6. Diagram Batang Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol ... 112
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1. Lembar Observasi Perkembangan
Anak ... 131
Lampiran 2. Hasil Observasi Perkembangan Bahasa Anak ... 133
Lampiran 3. Hasil Uji-t ... 141
Lampiran 4. Isi Cerita Materi I dan Materi II ... 143
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 148
Lampiran 6. Surat Ijin Permohonan Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan ... 150
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Kesatuan Bangsa... 151
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian BAPPEDA ... 152
Lampiran 9. Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 153
Lampiran 10. Tabel Uji-t... 154
Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian di TK ABA Margomuyo Seyegan Sleman ... 155
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan berpikir anak-anak usia TK terjadi begitu pesat, karena pada usia 0-6 tahun merupakan usia emas dalam pembentukan otak, intelegensi, kepribadian, dan memori (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 2). Usia tersebut adalah masa yang sangat penting dalam pembentukan kecerdasan anak. Pada masa tersebut perkembangan daya pengamatan dan masa keindahan sedang berkembang. Anak suka mengamati dunia luarnya, serta suka mendengar cerita yang sesuai dengan fantasinya.
anak untuk menemukan suatu konsep atau pemahaman melalui contoh-contoh dalam kehidupannya.
Perkembangan bahasa mencakup kemampuan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Menyimak dan berbicara adalah dua hal yang tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pastilah didahului kegiatan berbicara, begitu pula berbicara biasanya disertai dengan kegiatan menyimak (Henry Guntur Tarigan, 2008: 86).
Hasil pengamatan di TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman, menunjukkan pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru. Ketika menceritakan sebuah cerita, guru menceritakan langsung dan tidak menggunakan alat peraga sehingga anak-anak terlihat belum sepenuhnya menunjukkan sikap menyimak yang baik, pandangan mata anak-anak tidak fokus. Hal ini berakibat pada pemahaman anak tentang cerita yang disampaikan menjadi belum mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan tepat. Begitupun dengan aspek berbicara, saat menceritakan kembali masih terbatas dalam menggunakan kata, intonasi dan penempatan tekanan. Selain itu dalam kegiatan bercerita guru lebih sering bercerita secara langsung tanpa alat peraga. Alasan meneliti tentang ini adalah saat kegiatan bercerita guru belum menggunakan media audio dan hanya terbatas dengan bercerita langsung sehingga anak kurang fokus dan terlihat bosan dalam memahami cerita.
dengan yang diharapkan. Salah satu fasilitas yang mendukung proses pembelajaran di TK adalah adanya media. Menurut Daryanto (2010: 4) media didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Oleh karena itu, dengan menggunakan media maka proses pembelajaran akan berlangsung lebih menarik, anak menjadi lebih interaktif, dan waktu belajar lebih efisien. Media di TK akan membantu seorang guru dalam menjelaskan sebuah materi agar mudah dimengerti dan diterima oleh anak.
Media audio belum pernah digunakan di TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman, meskipun memiliki peralatan penunjang seperti tape. Menurut Daryanto (2010: 37) audio adalah suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Pesan yang disampaikan media audio menurut Arief S. Sadiman (2006: 49) dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun nonverbal, selain itu terdapat musik, dan sound effect yang membantu anak agar dapat berfikir dengan baik dan menumbuhkan daya ingat. Sehingga proses pembelajaran dapat terprogram dengan baik. Materi yang disampaikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
Selain itu, media audio sangat cocok untuk menyampaikan materi yang erat kaitannya dengan masalah cerita dan bunyi. Dengan menggunakan media audio anak-anak diajak untuk berimajinasi seakan-akan berada di dalam keadaan yang diceritakan juga menjadikan cerita terlihat nyata dengan adanya efek suara yang diberikan. Dibandingkan apabila hanya guru yang menceritakan menggunakan buku cerita, dialaog yang terdapat dalam media audio melibatkan beberapa tokoh, dimana setiap tokoh memiliki suara yang berbeda. Selain suara percakapan, sound effect yang diberikan juga dapat menambah daya tarik sebuah cerita sehingga lebih menyenangkan. Dengan demikian dapat dikatakan tugas guru akan lebih jauh ringan dibandingkan dengan jika tanpa dibantu media audio.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Innayah (2011) menunjukkan bahwa dengan menggunakan media audio, hasil belajar pada anak lebih memuaskan. Kemudian hasil penelitian oleh Ervania (2014) disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan media audio terhadap kemampuan bercerita. Media audio juga memberikan motivasi kepada anak (Maryanti, 2014). Media audio disini bukanlah pengganti pengajaran langsung yang dilakukan oleh guru, namun sebagai variasi dalam memberikan materi agar lebih menarik perhatian anak.
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengajaran, meskipun ajakan tersebut sebenarnya bersifat maya (semu).
Perlu adanya upaya tindak lanjut untuk mengetahui “Pengaruh Penggunaan Media Audio terhadap Perkembangan Bahasa Anak Kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman” dengan menggunakan metode penelitian eksperimen. Media audio yang akan digunakan adalah Media Audio Pendidikan Anak Usia Dini (MAPAUD) Cerita yang berjudul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Mengenal Si Mungil Kencur” produksi Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) Yogyakarta. MAPAUD Cerita ditujukan untuk melihat perkembangan bahasa sebab untuk judul media audio yang lain materinya berbentuk permainan dan nyanyian. Lingkup perkembangan bahasa tersebut yaitu menyimak dan berbicara. MAPAUD Cerita telah melalui tahap validasi ahli media dan materi serta telah melaksanakan pelatihan pemanfaatan untuk guru-guru dan uji lapangan untuk mengetahui respon anak-anak terhadap MAPAUD.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut:
anak-anak tidak fokus. Hal ini berakibat pada pemahaman anak-anak tentang cerita yang disampaikan menjadi belum mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan tepat. Ketika menceritakan sebuah cerita, guru menceritakan secara langsung dan tidak menggunakan alat peraga atau media.
2. Keterampilan berbicara anak-anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan, saat menceritakan kembali masih terbatas dalam menggunakan kata, intonasi dan penempatan tekanan.
3. Tersedia MAPAUD produksi BPMRP namun belum diketahui pengaruh penggunaannya dalam perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan.
C. Batasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu dan biaya, maka tidak semua persoalan dalam identifikasi masalah akan diteliti. Oleh karena itu, objek penelitian ini difokuskan pada belum diketahuinya pengaruh penggunaan media audio dalam perkembangan bahasa anak.
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ada, tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media audio terhadap perkembangan bahasa pada anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penggunaan media audio dapat dijadikan sebagai salah satu referensi media dan inovasi dalam perkembangan bahasa anak TK dan memperluas dunia keilmuan teknologi pendidikan dalam penggunaan media pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a. Bagi Pendidik
b. Bagi Anak-anak
1) Mempermudah anak dalam memahami isi materi yang disampaikan.
2) Memotivasi anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. c. Bagi Sekolah
Memberikan masukan tentang kreativitas dalam proses pembelajaran yang berlangsung di TK.
d. Bagi BMPRP Yogyakarta
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan penyempurnaan produk dalam bermacam-macam tema.
G. Definisi Operasional
Menghindari salah tafsir dalam penelitian ini, maka berikut ini merupakan definisi yang akan digunakan antara lain sebagai berikut:
2. Perkembangan Bahasa yaitu keterampilan menyimak dan berbicara. Menyimak dalam penelitian ini terdiri atas sikap dan pemahaman. Sikap ditunjukkan dengan pandangan mata memperhatikan orang yang berbicara, begitupun saat mendengarkan audio mereka tetap memperhatikan narator yang menyampaikan cerita. Kemudian pemahaman ditunjukkan anak-anak dengan dapat menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan secara tepat yang disampaikan oleh guru. Sedangkan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Kebahasaan terdiri dari ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada dan intonasi, serta penggunaan kata dan kalimat. Kemudian non kebahasaan terdiri dari kenyaringan suara dan kelancaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Media Audio 1. Pengertian Media Audio
Arief S. Sadiman, dkk (2006: 6) menjelaskan bahwa media berasal
dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang
berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar pesan dari
pengirim kepada penerima pesan. Gagne dalam Arief S. Sadiman, dkk
(2006: 6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Briggs dalam Arif
S. Sadiman berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar. Kemudian
Daryanto (2010: 4) mendefinisikan media sebagai perantara atau pengantar
terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima.
Salah satu atau jenis media dalam pembelajaran adalah media
audio. Pengertian audio menurut Daryanto (2010: 76) adalah audio berasal
dari kata audible, yang artinya suaranya dapat diperdengarkan secara wajar
oleh telinga manusia. Dalam proses pembelajaran, media audio diajarkan ke
anak berupa pesan. Pesan tersebut menurut Dina Indriana (2011: 87) melalui
indera pendengaran saja dikarenakan media ini hanya mengeluarkan suara
adalah dalam bentuk kata-kata, musik, dan sound effect saja. Pesan yang
disampaikan dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal
maupun nonverbal. Media ini membantu anak agar dapat berfikir dengan
baik dan menumbuhkan daya ingat.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio
merupakan perantara dalam menyampaikan pesan dari guru kepada anak
yang berkaitan dengan pendengaran yang mampu merangsang pikiran,
perasaan, dan perhatian sehingga anak mampu menguasai kompetensi
tertentu dari kegiatan pembelajaran di kelas. Media yang akan digunakan
yaitu MAPAUD Cerita, sebuah media audio produksi BPMRP Yogyakarta
dengan judul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Si Mungil Kencur”.
2. Manfaat Media Audio
Terdapat beberapa manfaat apabila guru memanfaatkan media
audio ataupun radio dalam pembelajaran. Daryanto (2010: 48) yang
mengatakan bahwa media audio mampu mengajak siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan pengajaran, meskipun ajakan tersebut sebenarnya
bersifat maya (semu). Media audio dikatakan lebih efektif karena media
audio terlihat nyata dalam penyampaian isi cerita. Efek suara yang
dihasilkan seperti suara ayam berkokok, burung berkicau, dapat menambah
isi cerita lebih menarik dibandingkan apabila guru yang menirukan
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005: 129) pemanfaatan
bahan ajar audio dalam kegiatan pembelajaran terutama digunakan dalam
pengajaran music literary (pembacaan sajak) dan kegiatan dokumentasi.
Pengajaran bahasa asing, baik secara audio ataupun audio visual.
Paket-paket belajar untuk berbagai jenis materi yang memungkinkan peserta didik
dapat melatih daya tafsirnya dalam suatu bidang studi.
Dari pemanfaatan tersebut, media audio memberikan manfaat yaitu
dapat melatih daya analisis siswa dari apa yang mereka dengar. Memisahkan
kata atau informasi yang relevan dan yang tidak relevan. Mengingat dan
mengemukakan kembali ide atau bagian-bagian dari cerita yang mereka
dengar. Menurut Daryanto (2010: 38) apabila guru yang ingin mengajarkan
materi tentang aneka suara binatang, suara halilintar, suara gunung meletus,
dan lain-lain, dapat teratasi jika guru dibantu dengan media audio. Selain itu,
media audio sangat cocok untuk menyampaikan materi yang erat kaitannya
dengan masalah cerita dan bunyi.
Kaitan antara penggunaan media audio dengan perkembangan
bahasa anak yaitu dengan menggunakan audio anak dilatih untuk
mendengarkan dan aanak-anak diajak untuk berimajinasi berada ditempat
kejadian cerita yang diperdengarkan. Dialaog yang terdapat dalam media
audio melibatkan beberapa tokoh, dimana setiap tokoh memiliki suara yang
berbeda, sehingga membuat cerita lebih menyenangkan dibandingkan hanya
3. Jenis-jenis Media Audio
Media audio erat kaitannya dengan indera pendengaran. Menurut
Arif S. Sadiman, dkk (2006: 49-55) jenis media yang dapat dikelompokkan
dalam meda audio antara lain, radio, alat perekam pita magnetik, piringan
hitam, dan laboratorium bahasa. Berikut ini penjelasan dari jenis media
tersebut:
a. Radio
Sebagai suatu media, radio mempunyai beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan media yang lain, yaitu: harganya relatif murah dan
variasi programnya lebih banyak daripada tv. Radio dapat
mengembangkan daya imajinasi anak. Dapat merangsang partisipasi
aktif pendengar. Sambil mendengarkan, siswa boleh menggambar,
menulis, melihat, menyanyi ataupun menari. Siaran lewat suara terbukti
amat tepat/cocok untuk mengajarkan musik dan bahasa.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, media pendidikan radio
memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain: sifat komunikasinya hanya
satu arah. Biasanya disiarkan disentralisasikan sehingga guru tak dapat
mengontrolnya. Penjadwalan pelajaran dan siaran sering menimbulkan
masalah.
b. Alat Perekam Pita Magnetik
Alat perekam pita magnetik atau biasanya orang menyebut tape
untuk menyampaikan informasi, karena mudah menggunakannya. ada
dua macam rekaman dalam alat perekam pita magnetik yaitu sistem full
track recording dan double track recording.
c. Laboratorium bahasa
Laboratorium bahasa adalah alat untuk siswa mendengarkan
dan berbicara dalam bahasa asing dengan cara menyajikan materi
pelajaran yang disiapkan sebelumnya. Media yang dipakai adalah alat
perekam.
Sharon E. Smaldino (2011: 368) mengatakan bahwa media audio
juga memiliki dua format utama, yaitu audio digital dan audio analog.
Audio digital melingkupi berbagai format dan cara-cara penyimpanan untuk
mengakses berkas-berkas seperti streaming dan podcasting. Berkas digital
disimpan dalam perangkat simpan digital seperti CD, hard drive computer,
flash drive, atau perekam digital yang dipegang dalam format MP3 atau WAV. Sedangkan audio analog biasanya berbentuk kaset pita audio, masih
merupakan sumber yang umum digunakan dalam pembelajaran. Kaset pita
audio digunakan bagi pusat membaca dan pengajaran personal.
Dari uraian di atas, jenis media yang akan digunakan berupa audio
digital (Compact Disk atau CD). Hal tersebut karena dalam proses
penggunaannya audio digital dirasa lebih efektif dibandingkan dengan audio
analog (kaset pita) juga lebih mudah dan tidak merepotkan. Selain itu
jenis bahan ajar noncetak yang didalamnya mengandung suatu sistem yang
menggunakan sinyal audio secara langsung, yang dapat dimainkan atau
diperdengarkan oleh pendidik kepada peserta didiknya guna membantu
mereka dalam menguasai kompetensi tertentu.
4. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio
Media audio merupakan media untuk menyampaikan pesan dari
pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran dan memiliki
kelebihan serta kekurangan. Kelebihan media audio menurut Sharon E.
Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russel (2011: 376), antara lain:
a. Tidak mahal. Ketika audio disimpan dalam cakram atau kaset, tidak
diperlukan biaya tambahan lain karena perangkat simpan bisa dihapus dan digunakan kembali.
b. Bisa direproduksi. Kaset audio dan berkas digital dapat digandakan
dengan piranti lunak dan perlengkapan yang sesuai.
c. Merangsang untuk membaca dan mendengarkan karena pesannya
disajikan secara lisan sehingga menimbulkan daya imajinasi.
d. Bisa diulang sesuai kebutuhan dalam memahami isi. Para pengguna bisa memutar ulang bagian dari material audio sesering yang dibutuhkan. e. Portable dimana dapat digunakan dilapangan dengan daya baterai.
f. Tahan kerusakan. File MP3 atau yang terdapat dalam flash bisa
disimpan diharddisk, computer, atau pemutar MP3.
Selain kelebihan media audio di atas, Azhar Arsyad (2003: 45)
menuturkan bahwa media audio mempunyai kelebihan-kelebihan lainnya,
yaitu media audio merupakan peralatan yang sangat murah dan lumrah
sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Rekaman dapat digandakan
untuk keperluan perorangan sehingga isi pesan dapat berada ditempat secara
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahasa media audio
tidak mahal atau dikatakan murah dalam penyimpanan dalam kaset karena
bisa dihapus dan digunakan kembali, bisa diproduksi kembali atau
digandakan dengan piranti lunak apabila seseorang membutuhkannya,
kemudian dalam mengoperasikannya terbilang mudah, media audio dapat
diulang sesuai dengan kebutuhan. Begitu pula media audio yang akan
digunakan untuk mengetahui pengaruhnya, termasuk media audio yang tidak
mahal, karena dapat dengan mudah di download dari website Radio Edukasi
milik BPMRP Yogyakarta. Dalam pengoperasiannya pun mudah, dengan
menggunakan laptop ditambah speaker (bila diperlukan) atau handphone,
media audio tersebut sudah dapat digunakan.
Kemudian Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2005: 31) menjelaskan
kekurangan yang dimiliki media audio antara lain:
a. Memerlukan suatu pemusatan pengertian pada suatu pengalaman yang
tetap dan tertentu, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus.
b. Media audio yang menampilkan simbol digit dan analog dalam bentuk
auditif adalah abstrak, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual.
c. Karena abstrak, tingkat pengertiannya hanya bisa dikontrol melalui
tingkatan penguasaan perbendaharaan kata-kata atau bahasa, serta susunan kalimat.
d. Media ini hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang
sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak.
e. Penampilan melalui ungkapan perasaan atau symbol analog lainnya
Kekurangan media audio menurut Sharon E. Smaldino, Deborah L.
Lowther, James D. Russel (2011: 376), antara lain:
a. Perhatian hak cipta. CD yang diproduksi komersial bisa dengan mudah
diperbanyak, yang mungkin mengakibatkan pelanggaran hak cipta.
b. Tidak memantau perhatian. Beberapa peserta didik kesulitan belajar
mandiri, sehingga ketika mereka menyimak audio rekaman perhatian mereka mungkin cenderung kemana-mana.
c. Kesulitan dalam pemantauan kecepatan. Menentukan kecepatan yang
tepat untuk menyajikan informasi bisa menjadi sulit jika peserta didik memiliki tingkat perhatian dan latar belakang yang beragam.
d. Kebutuhan perlengkapan digital dan peranti lunak. Audio digital
membutuhkan peranti lunak dan perlengkapan yang dirancang untuk memutar atau merekam format digital spesifik.
e. Urutan yang kaku. Pemutar kaset menetapkan urutan sebuah presentasi,
meskipun dimungkinkan untuk dimundurkan dalam pemutar kaset audio tersebut untuk mendengarkan lagi segmen rekaman tersebut atau memajukan pemutar kaset audio untuk bagian yang akan datang.
f. Kesulitan dalam menempatkan segmen. Terkadang susah untuk
menempatkan segmen spesifik pada sebuah pemutar kaset audio.
g. Berpotensi terjadi penghapusan tidak disengaja. Kaset audio bisa
dihapus dengan mudah, yang bisa menjadikan suatu masalah. Hanya karena rekaman kaset audio ini bisa dengan mudah dan cepat dihapus ketika tidak lagi dibutuhkan, namun bisa tanpa sengaja dihapus ketika seharusnya disimpan.
Dari kedua pendapat di atas, ada beberapa kelemahan dari media
audio yaitu memerlukan suatu pemusatan perhatian dan pesan yang
disampaikan masih abstrak. Dalam mendengarkan media audio diperlukan
belajar mandiri karena membutuhkan pemahaman dan bagi anak yang
kesulitan belajar mandiri, saat mendengarkan media audio perhatian mereka
mungkin cenderung kemana-mana. Selain itu, harus diberikan contoh
dengan menggunakan benda konkret seperti tanaman kencur, lengkuas
5. Langkah Pembelajaran Menggunakan Media Audio
Menurut Daryanto (2010: 46) langkah-langkah pembelajaran
menggunakan media audio dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama,
langkah persiapan, diantaranya adalah menyiapkan mental peserta didik agar
dapat berperan aktif. Pastikan bahwa peralatan yang digunakan untuk
menampilkan program (radio, radio tape atau CD Player atau komputer atau
radio satelit atau iPod atau Zune), dapat berfungsi dengan baik. Pastikan
bahwa topik yang akan dibahas tersedia kasetnya atau CD. Pastikan bahwa
di ruangan tempat kegiatan pembelajaran tersedia power listrik yang
dibutuhkan untuk memutar program. Jika memerlukan Lembar Kerja Siswa
atau bahan penyerta, pastikan keduanya telah tersedia dengan jumlah yang
mencukupi.
Kedua, langkah pelaksanaan. Pada langkah ini, hal-hal yang harus
dilakukan yaitu usahakan posisi penyimpanan file sudah berada di tempat
pemutarnya dan tinggal menekan tombol Play atau On. Usahakan peserta
didik sudah berada di tempat kegiatan pembelajaran, setidaknya 15 menit
sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Jelaskan kepada peserta didik
tentang jenis mata pelajaran, topik yang akan dibahas, dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Mintalah peserta didik untuk
memperhatikan baik-baik terhadap materi pembelajaran yang akan
disampaikan melalui media audio. Usahakan suasana tetap tenang atau
berbagai reaksi peserta didik selama mereka mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan memanfaaatkan program audio.
Ketiga, Langkah tindak lanjut. Pada langkah ini, hal-hal yang harus
dilakukan yaitu mintalah peserta didik untuk menanyakan berbagai hal yang
dianggap sulit (yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang baru
saja mereka pelajari melalui media audio). Mintalah peserta didik untuk
menceritakan ringkasan materi pembelajaran yang berhasil mereka serap
selama mendengarkan program media audio.
Salah satu factor yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan
pembelajaran adalah teknik penggunaan media yang benar. Badru Zaman
(2010: 5.17) menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
menggunakan media pembelajaran untuk anak TK, diantaranya:
a. Tidak ada media pembelajaran yang dapat menggantikan kedudukan
guru di kelas.
b. Tidak ada media pembelajaran yang merupakan media tunggal untuk
mencapai semua tujuan pembelajaran.
c. Media pembelajaran adalah bagian dari proses belajar mengajar dan
harus terjalin ke dalam prosedur dan kegiatan pembelajaran.
d. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi dan berimbang akan
menghasilkan hasil belajar yang diharapkan.
e. Penggunaan media dalam proses pembelajaran menuntut partisipasi
aktif anak.
f. Pada setiap penggunaan media pembelajaran di kelas maupun di luar
kelas ada tahap-tahap atau prsedur pokok yang harus dilalui.
Penggunaan media audio tidak terlepas dari peran guru dalam
Dhieni (2005: 10.18) menguraikan langkah-langkah umum penggunaan
media dalam pembelajaran, diantaranya:
a. Persiapan/Perencanaan, terdiri dari: 1) Pelajari buku petunjuk media,
2) Siapkan peralatan yang diperluan untuk penggunaan media,
3) Atur tatanan/susunan agar peserta/audience dapat melihat,
mendengar, dan memperhatikan dengan jelas,
4) Tetapkan media yang digunakan untuk system klasikal, kelompok,
atau individu.
b. Pelaksanaan (Penyajian dan Penerimaan)
1) Penggunaan media sesuai dengan prosedur yang berlaku dari
masing-masing media (tiap-tiap media mempunyai cara-cara yang berbeda)
2) Hindari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi anak didik
dalam menggunakan media, seperti penerangan kurang, suara bising, kerusakan media, dan lain-lain.
c. Follow Up (Tindak Lanjut dan Evaluasi)
1) Adakan berbagai kegiatan yang dapat memantapkan pemahaman
anak didik terhadap pokok-pokok materi pelajaran
2) Lakukan evaluasi terhadap media, misalnya resitasi/pemberian
tugas, tanya jawab, karya wisata, dan lain-lain
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media pembelajaran untuk anak TK harus memperhatikan
prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang tepat. Dalam penelitian ini
langkah-langkah dalam menggunakan media audio yaitu antara lain.
a. Tahap persiapan, meliputi: pertama yaitu menyiapkan peralatan yang
akan digunakan untuk memutar media audio seperti tape recorder (CD
Player) dan memastikan bahwa media media audio berfungsi dengan baik dan siap diputar. Anak-anak sudah berada ditempat kegiatan
pembelajaran lalu dikondisikan dengan mengajak duduk tenang untuk
awal kepada anak mengenai cerita yang berjudul “Bella dan Boneka
Kesayangannya” dan “Mengenal Si Mungil Kencur”.
b. Tahap pelaksanaan, meliputi: anak-anak dimotivasi dengan diberi
pengertian agar aktif mendengarkan atau mengikuti media audio yang
akan diperdengarkan.
c. Tahap evaluasi, meliputi: anak-anak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan apa yang telah ia dengar. Pada saat pretest (observasi
awal), bisa disiapkan rubrik penilaian dengan variabel menyimak dan
berbicara untuk memantau sejauh mana pengaruh penggunaan media
audio terhadap perkembangan bahasa anak.
B. Kajian tentang Metode Bercerita 1. Pengertian Bercerita
Bercerita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 186) adalah
tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa,
kejadian, dan sebagainya) serta karangan yang menuturkan perbuatan,
pengalaman atau penderitaan orang, kejadian, dan sebagainya. Piaget dalam
Tadkiroatun Musfiroh (2004: 14) mengemukakan bahwa bercerita merupakan
sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak yaitu sebagai alat komunikasi
untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi
atau sebuah dongeng belaka yang biasanya dilakukan secara lisan atau tertulis.
Hadisetyo dalam Winda Gunarti (2009) mengatakan cara penuturan cerita dapat
dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga.
Nurbiana Dhieni (2005: 6.5) menjelaskan kegiatan bercerita di TK
adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada anak didik untuk
menyampaikan materi pembelajaran dengan menarik. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan bercerita dapat menggunakan media audio visual dengan
mendengarkan kaset melalui tape recorder, menonton TV pada acara yang
berkaitan dengan bercerita, atau dapat pula menonton film dengan menggunakan
CD sesuai dengan perkembangan bahasa anak TK. Dengan kata lain bercerita
dalam konteks pembelajaran anak usia dini dikatakan sebagai upaya untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran kemudian
mengucapkan dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk
lisan.
Melalui cerita yang disampaikan oleh guru, anak-anak mendapatkan
pengalaman mengenai kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam lingkungan
anak. Anak akan menyerap sejumlah informasi dan pengetahuan melalui sebuah
cerita yang dibacakan oleh guru. Cerita-cerita untuk anak memuat dunia anak
yang penuh dengan kegembiraan dan mengandung nilai-nilai edukatif sehingga
metode bercerita merupakan suatu cara dalam menyampaikan isi pesan atau
sebuah jalannya suatu peristiwa dalam bentuk komunikasi lisan yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan memfokuskan perhatian.
2. Manfaat Bercerita
Sebagai kegiatan yang telah ada sejak dulu hingga sekarang cerita
mempunyai beberapa jenis dan manfaat bagi anak. Tadkiroatun Musfiroh
(2008: 69) mengkategorikan jenis cerita menjadi tiga jenis, yaitu cerita
rakyat, cerita fiksi, dan cerita faktual. Pengelompokkan jenis cerita
didasarkan pada permasalahan anak-anak. biasanya tema dalam utama kajian
pengarang adalah persahabatan dengan teman, bermain dengan
binatang-binatang kesayangan. Tema dalam media audio yang akan digunakan yaitu
tentang lingkungan dan tanaman, dimana tema tersebut termasuk cerita fiksi
modern yang dirasa cocok untuk anak-anak karena terjadi dikehidupan
sehari-hari.
Adapun manfaat bercerita menurut Bachri S. Bachtiar (2005: 11)
yaitu dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak, sebab dalam
bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan
hal baru baginya. Sedangkan menurut Nurbiana Dhieni (2008: 6) manfaat
bercerita bagi anak TK diantaranya yaitu melatih daya serap atau daya
tangkap anak TK, melatih daya pikir anak TK, melatih daya konsentrasi
anak TK, mengembangan daya imajinasi anak, menciptakan situasi yang
antara guru dan siswa, membantu perkembangan bahasa anak dalam
berkomunikasi secara efektif dan efisien proses percakapan menjadi
komunikatif.
Dengan kata lain, manfaat bercerita adalah menyalurkan kebutuhan
imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir
anak. Misalnya melalui media bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah
kreativitas anak-anak. Melalui kegiatan bercerita guru bisa menyampaikan
pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada
murid-muridnya. Selain memperkaya imajinasi anak, bercerita pun menjadikan
anak-anak merasa belajar sesuatu tanpa merasa digurui. Bercerita mampu
membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah
dialaminya. Karena itu guru perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan
kepekaan pada saat bercerita agar pesan dapat sampai kepada muridnya.
3. Teknik Bercerita Oleh Guru
Teknik penyajian cerita yang dilakukan guru menurut Tadkiroatun
Musfiroh (2005: 137-158) yaitu dimulai dari penyiapan tempat, penyiapan
alat peraga, hingga penyajian cerita. Dalam menyiapkan tempat, kegiatan
bercerita dapat dilakukan dimanapun asal aman, nyaman, dan bersih. Lalu
penataan tempat dapat dilakukan dengan melingkar, mengelilingi guru atau
tetap di posisi duduk masing-masing.
Moeslichatoen (2004: 159) menjabarkan teknik penyajian cerita
a. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Anak-anak akan lebih memusatkan perhatian ketika buku
yang diperlihatkan oleh mereka memiliki tulisan yang lebih sedikit dan
adanya gambar yang lebih mencolok sehingga anak akan tertarik
mendengarkan cerita.
b. Membaca langsung dari buku
Teknik bercerita dengan langsung menggunakan buku akan
sangat bagus ketika guru menyampaikan dengan bahasa yang memiliki
puisi atau prosa yang sesuai dibacakan kepada anak TK.
c. Bercerita dengan papan flannel
Tokoh cerita diperankan dengan menempelkan gambar tokoh
yang dapat dikreasi guru sendiri di atas sebuah papan yang dilapisi
kain flannel.
d. Bercerita dengan menggunakan media boneka
Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka akan
tergantung dengan usia, pengalaman, dan cerita yang akan dibawakan.
Boneka yang dibuat masing-masing menunjukkan perwatakan
pemegang peran tertentu.
e. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan
Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan yaitu
menggerakkan tangan sesuai dengan isi cerita. Misalkan, guru
ibu jari dan telunjuk. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan guru agar
anak tertarik mendengarkan cerita.
Nurbiana Dhieni (2005: 6.9) membagi bentuk-bentuk metode
bercerita menjadi dua, yaitu: a) bercerita dengan alat peraga, b) bercerita
tanpa alat peraga. Sedangkan untuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua
yaitu: a) bercerita dengan alat peraga langsung, b) bercerita dengan alat
peraga tak langsung atau benda tak langsung. Bercerita tanpa alat peraga
mengharuskan guru untuk hafal isi cerita, memiliki suara yang jelas serta
ekspresi yang menyenangkan bagi anak-anak, sedangkan kegiatan bercerita
dengan alat peraga diartikan sebagai penyampaian cerita dengan
menggunakan berbagai media yang menarik bagi anak untuk mendengarkan
dan memperhatikan ceritanya. Bercerita dengan alat peraga langsung dapat
menggunakan tas, atau tanaman yang bertujuan anak melihat langsung objek
yang nyata. Kemudian bercerita dengan alat peraga tak langsung dapat
menggunakan gambar, kartu, papan flannel, buku cerita, dan boneka.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik penyajian
cerita dapat disajikan dalam berbagai penyajian seperti bercerita
menggunakan buku, gambar, papan flannel, boneka dan diceritakan langsung
oleh guru. Pada kegiatan bercerita, biasanya guru kelompok B TK ABA
Margomulyo Seyegan menceritakannya secara langsung dan jarang
menggunakan alat peraga. Hal ini dilakukan agar guru dapat langsung
seksama dapat melihat reaksi anak dan mengevaluasi mengenai tingkat
ketertarikan dan pemahaman mereka terhadap cerita.
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
Metode bercerita digunakan sebagai salah satu metode yang
digunakan untuk mengajar di TK. Namun demikian, terdapat beberapa
kelemahan dan kelebihan. Indah Fajarwati (2010) menuturkan kelebihan
metode bercerita antara lain: a) anak lebih banyak menyerap verbal, b) guru
lebih mudah mengatur anak, c) anak lebih senang membayangkan secara
ilustrasi cerita yang diberikan guru, d) dapat mengendalikan emosi anak, dan
e) membuat anak lebih penasaran akan cerita yang diberikan guru.
Sementara itu, kekurangannya adalah a) guru harus bisa membawa
situasi kepada anak agar anak dapat hanyut dalam cerita, dan b) cepat
menumbuhkan rasa bosan kepada anak terutama apabila penyajiannya tidak
menarik. Guru harus memiliki banyak referensi bahan bacaan agar guru
tidak cepat kehabisan bahan ketika tiba-tiba anak-anak meminta guru untuk
bercerita. Selain itu, kemampuan bercerita baik secara lisan, membaca, atau
berimprovisasi juga harus dimiliki guru, agar anak-anak tertarik menyimak
cerita guru dan dapat memahami alur cerita tersebut.
Metode bercerita secara langsung atau tanpa alat peraga yang
digunakan oleh guru kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan terdapat
kelebihan dan kekurangannya seperti yang diungkapkan oleh Nurbiana
a. Kelebihannya yaitu: 1) anak dilatih untuk belajar konsentrasi, 2) anak
belajar jadi pendengar yang baik, 3) anak belajar berfantasi terhadap
objek yang tidak nyata, 4) anak belajar menyimak dan membaca apa
yang diperagakan guru, dan 5) anak belajar mengingat apa yang
diceritakan oleh guru.
b. kekurangannya yaitu: 1) guru terkadang malas untuk berekspresi
sesuai isi cerita sehingga mempengaruhi daya pikir dan fantasi anak, 2)
anak merasa jenuh duduk berlama-lama dengan memperhatikan satu
objek, 3) anak pasif menahan banyak hal yang ia ingin ketahui untuk
ditanyakan ketika guru bercerita, 4) anak tidak mampu menyerap
fantasi ekspresi dan gerakan guru ketika bercerita, 5) menjadi terlalu
verbal, sehingga ketika guru berbicara ada kata-kata yang tidak
dimengerti anak, anak menjadi kurang paham alur ceritanya.
C. Teori Belajar yang Melandasi Penggunaan Media Audio
Menurut Heri Rahyubi (2012: 13) teori belajar adalah prinsip umum
atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas
sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Penggunaan media audio dapat dijadikan variasi media dalam menyampaikan
cerita kepada anak. Dengan munculnya pengembangan media audio dalam dunia
pendidikan tidak bisa lepas dari teori belajar yang melandasinya. Beberapa teori
belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivisme, dan
teori belajar sibernetik. Adapun teori yang melandasi pemikiran tentang
perkembangan bahasa dengan menggunakan media audio sebagai berikut:
1. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar yang menguatkan terhadap penggunaan media audio
ini berpijak pada teori belajar behavioristik. Menurut C. Asri Budiningsih
(2004: 20) teori belajar behavioristik yaitu teori yang memandang bahwa
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami anak akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Suyono dan Hariyanto (2014: 69)
menjelaskan teori behaviorisme dengan model S-R mendudukan anak
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu yang diharapkan
diraih dengan menggunakan metode driil atau pembiasaan semata.
Thorndike dalam C. Asri Budiningsih (2004: 21) mengartikan
stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatann belajar,
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Stimulus yang dimaksudkan diberikan kepada anak yaitu
penggunaan media audio dalam kegiatan bercerita.
Implikasi teori behavioristik pada penggunaan media audio dimulai
dari stimulus dari narator yang meminta anak-anak duduk yang baik, tenang,
informasi dengan serius apalagi dengan sound effect yang menyenangkan.
Karena tingkat pemahaman setiap anak berbeda-beda, maka apabila ada
anak yang kurang dalam merespon dapat dilakukan pengulangan kembali
dan apabila respon anak terhadap audio kurang tepat, diberi pengulangan
atas ketidaktepatan tersebut.
Dipilihnya teori ini karena teori behavioristik menganggap
seseorang telah belajar jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Dalam penerapan
kegiatan belajar, anak dituntut untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari. Pengetahuan ini berupa apa yang sudah
diperdengarkan melalui audio dan ketika anak diberikan pertanyaan seputar
cerita, jawaban yang benar menunjukkan bahwa anak telah menyelesaikan
tugas belajarnya.
2. Teori Belajar Kognitif
Menurut Wilhelm Wunt dalam Suyono dan Hariyanto (2014: 73)
kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun
struktur melalui pengalaman-pengalaman. Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Menurut C. Asri
Budiningsih (2004: 35) teori kognitif berpandangan bahwa belajar
merupakan proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
Dalam penggunaan media audio, anak-anak diajak untuk
berimajinasi seolah-olah berada dalam cerita yang diperdengarkan sesuai
dengan pemahamannya karena yanag terpenting dalam belajar adalah
pengetahuan yang dimiliki individu sesuai dengan situasi belajarnya. Selain
itu, anak-anak menyimpan segala informasi yang telah ia dapatkan dari
cerita tersebut. Sehingga saat guru menanyakan hal yang berkaitan dengan
cerita, anak tersebut dapat menceritakan sesuai dengan apa yang telah ia
dengar.
Menurut Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2004: 37) proses
belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimiliasi, akomodasi, dan
ekuilibirasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif
yang telah dimiliki individu. Proses akomodasi merupakan proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan proses
ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asilimilasi dan
akomodasi. Implikasi teori kognitif dalam penggunaan media audio yaitu
anak konsentrasi dan perhatian dalam memahami cerita yang
diperdengarkan, kemudian anak mampu menyusun kalimat sederhana sesuai
dengan kemampuan berpikirnya.
Berdasarkan uraian di atas, sebelum proses mendengarkan audio
singkat terhadap apa yang akan disampaikan. Selain itu dibutuhkan perhatian
dan konsentrasi untuk memahami cerita yang didengar.
Nilai positif dari teori belajar kognitif yaitu lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif
seperti Piaget, Brunner, dan Ausubel mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, namun perubahan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah
laku yang nampak.
D. Kajian tentang Perkembangan Bahasa Anak TK 1. Pengertian Bahasa
Bahasa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1990: 103)
yaitu sistem lambang bunyi yang dipakai suatu masyarakat untuk
berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun.
Senada dengan hal tersebut, Abdul Chaer (2006: 1) mendefinsikan bahasa
adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi
diri. Syakir Abdul ‘Azhim (2002: 3) menjelaskan pengertian bahasa adalah
ungkapan-ungkapan suara yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan otot dan
ditangkap oleh telinga. Dari uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa bahasa adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dalam suatu
Seorang ahli teori navitis Chomsky dalam Nurbiana Dhieni (2005:
2.3) mengatakan bahwa individu dilahirkan dengan alat penguasaan bahasa
dan menemukan sendiri cara kerja bahasa tersebut. Ahli teori behavioristik
berpendapat bahwa anak harus belajar bahasa melalui pengkondisian dari
lingkungan, proses imitasi, dan diberikan penguat (reinforcement). Ahli teori
kognitif Piaget berpendapat bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa,
terus berkembang secara progresif dan terjadi pada setiap tahap
perkembangan sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran. Kemudian teori
pragmatik berasumsi bahwa anak belajar bahasa disebabkan oleh berbagai
tujuan dan fungsi bahasa yang dapat mereka peroleh.
Teori kognitif Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif
sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang. Dalam proses
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks mencakup
pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
yang sudah dimiliki di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila individu menerima informasi
atau pengalaman baru maka informasi akan diperbaharui sehingga cocok
dengan struktur kognitif yang dipunyainya. Proses belajar akan terjadi
apabila mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi
(penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau
penyatuan informasi baru. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Tanpa
proses ekuilibrasi (penyeimbangan) perkembangan kognitif seseorang akan
mengalami gangguan dan tidak teratur. Seperti contoh, anak yang cara
berbicaranya tidak runtut, berbelit-belit, tidak logis dan sebagainya.
Hubungan dengan penelitian ini yaitu, anak yang dapat
mengungkapkan informasi baru yang ia terima dapat dikatakan bahwa anak
tersebut telah melalui proses belajar sesuai dengan tahap perkembangan
kognitif.
2. Fungsi Bahasa
Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain agar
dapat saling berinteraksi. Dengan dapat berbahasa anak dapat
mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya, mendapat perhatian dari
orang lain, menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Bahasa digunakan
untuk menyatakan buah pikiran walaupun masih ada cara lain yang dapat
digunakan. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi (Depdiknas, 2007: 5),
antara lain:
a. Keterampilan berbahasa
Ditunjukkan oleh anak dalam perilaku menyapa,
memperkenalkan diri, bertanya, mendeskripsikan, meminta bantuan,
b. Keterampilan mendengar
Ditunjukkan anak dalam perilaku mendengarkan perintah,
mendengarkan orangg yang sedang bercerita, dan mendengarkan orang
yang memberi petunjuk.
c. Keterampilan berbicara
Ditunjukkan oleh anak dalam perilaku mengembangkan
keterampilan bertanya, menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, dan menggunakan berbagai kegiatan yang bervariasi.
d. Keterampilan membaca
Membaca adalah kegiatan yang melibatkan unsur auditif
(pendengaran) dan visual (pengamatan)
Menurut Zulkifli (2012: 34) bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a) alat untuk menyatakan ekspresi, b) alat untuk mempengaruhi orang lain,
c) alat untuk memberi nama. Senada dengan hal tersebut, W. Wunt dalam
Zulkifli (2012: 35) mengatakan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat
ekspresi, sedangkan John Dewey mengatakan bahwa bahasa berfungsi
sebagai alat penghubung sosial yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan dan
merapatkan hubungan dengan orang lain. Dari pendapat yang dijelaskan,
terdapat persamaan dalam fungsi bahasa yaitu bahasa sebagai penghubung
alat sosial dengan orang lain dan alat untuk menyatakan atau
mengekspresikan sebuah pendapat. Apabila digabungkan dapat dikatakan
mempererat hubungan sosial dengan orang lain untuk menjelaskan pikiran,
perasaan, dan sebuah pendapat.
Bahasa bagi anak TK menurut Bromley dalam Nurbiana Dhieni
(2005: 1.17) diantaranya adalah
a. Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu. Anak usia dini
belajar kata-kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan utama mereka.
b. Bahasa dapat merubah dan mengontrol perilaku. Anak-anak belajar
bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan dan mengarahkan perilaku orang dewasa dengan menggunakan bahasa.
c. Bahasa membantu perkembangan kognitif. Secara simbolik bahasa
menjelaskan hal yang nyata dan tidak nyata. Bahasa memudahkan anak untuk mengingat kembali suatu informasi dan menghubungkannya dengan informasi baru yang diperoleh. Bahasa merupakan sistem dimana anak menambah pengetahuan dengan mengakumulasikan melalui pengalaman dan belajar.
d. Bahasa membantu mempererat dengan orang lain. Bahasa berperan
dalam memelihara hubungan dengan orang sekitar. Dengan bahasa, dapat menjelaskan pikiran, perasaaan, dan perilaku.
e. Bahasa mengekspresikan keunikan individu. Melalui bahasa, anak
dapat mengemukakan pendapat dan perasaan pribadi dengan cara yang berbeda dari orang lain.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa melalui bahasa, anak-anak
mengekspresikan segala bentuk pikiran, perasaan, dan perilaku pada orang
lain. Setelah kegiatan mendengarkan audio, anak-anak dapat
mengekspresikan apa yang telah mereka dengar dengan cara menceritakan
kembali cerita tersebut.
3. Perkembangan Bahasa Anak TK
Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar
dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan adalah suatu perubahan
yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Pada usia
5-6 tahun perbendaharaan bahasa lebih luas dan struktur semantik dan sintak
mereka menjadi semakin rumit. Anak mulai suka berbicara saat mengerjakan
tugas, maupun saat berkumpul dengan teman-temannya. Anak mampu
menangani secara lebih efektif dengan ide-idenya melalui bahasa, dan mulai
mampu mendeskripsikan kinsep-konsep yang lebih abstrak.
Menurut Syakir Abdul Azhim (2002: 3) fase-fase perkembangan
bahasa dimulai dari jeritan dan teriakan, kemudian ocehan yang sporadik,
ocehan yang sistematis melalui peniruan dan pengujaran. Kemudian
berkembang perbendaharaan katanya berangsur-angsur, bahasanya
meningkat, susunan dan pola kalimatnya bertambah, dan akhirnya anak
mampu mengucapkan apa yang ada dalam dirinya secara lancar dan spontan.
Selanjutnya anak dapat mengapresiasikan bahasa melalui pemilihan kata dan
penyusunan kalimat. Fase tersebut saling melengkapi dan berkelanjutan.
Sedangkan menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8) perkembangan bahasa
anak meliputi perkembangan fonologis (mengenal dan memproduksi suara),
perkembangan kosa kata, perkembangan semantik atau makna kata,
perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan
Anak usia TK, khususnya usia 4-5 tahun dapat mengembangkan
kosakata secara mengagumkan. Sedangkan menurut Nurbiana Dhieni (2005:
3.1) anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000
kosakata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat
yang berbentuk kalimat pernyataan, negatif, tanya, dan perintah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
bahasa anak dimulai dari pengenalan dan memproduksi suara berupa jeritan
atau tangisan. Tangisan tersebut dijadikan oleh anak untuk
mengkomunikasikan apa yang mereka alami. Kemudian di setiap tahap
mulai berkembang kosa kata yang berbeda dan akhirnya anak mengucapkan
apa yang ada pada dirinya secara spontan. Selanjutnya anak memilih kata
untuk mengapresiasikan apa yang mereka lihat.
4. Unsur-unsur Perkembangan Bahasa
Kurikulum Taman Kanak-Kanak tentang Pedoman Pengembangan
Program Pembelajaran di taman kanak-kanak (Kemendiknas: 2010: 17)
bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang
dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas
sesuai dengan tahap perkembangan anak. Aspek perkembangan berbahasa
bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang
sederhana secara tepat, mampu berbicara efektif dan membangkitkan minat
Nurbiana Dhieni (2005: 3.14) menjabarkan perkembangan bahasa
anak terdiri dari menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Kemampuan
bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Proses psikologis dari menyimak
dimulai dari kesadaran dan perhatian seseorang tentang suara atau pola
pembicaraan (menerima), yang dilanjutkan dengan identifikasi dan
pengenalan sinyal auditori spesifik (penguraian makna), dan berakhir
pemahaman (mengerti), (Sharoon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dan
James D. Russel, 2011: 381).
Menyimak melibatkan proses menginterpretasikan dan
menterjemahkan suara yang didengar sehingga memiliki arti tertentu.
Kemampuan ini melibatkan proses kognitif yang memerlukan perhatian dan
konsentrasi dalam rangka memahami arti informasi yang disampaikan.
Menurut Henry Guntur Tarigan (2008: 64) menyimak pada anak TK
diantaranya mampu menyimak teman sebaya dalam kelompok bermain,
mampu mengembangkan perhatian yang amat panjang terhadap cerita atau
dongeng, dan dapat mengingat petunjuk yang ada.
Menyimak merupakan kemampuan lisan yang bersifat reseptif,
dimana terjadi proses mendengarkan secara aktif dan kreatif dalam
memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan dan juga memahami
makna komunikasi yang disampaikan secara lisan. Bromley dalam Nurbiana
ketika anak sebagai penyimak menggunakan kesadaran akan adanya bunyi
suara yang diterima telinga kemudian membedakan persamaan dan
perbedaan suara tersebut kemudian menterjemahkannya menjadi kata yang
bermakna melalui pemahaman. Jadi, sebagai penyimak aktif bukan hanya
menterjemahkan pesan, namun dengan mendengarkan, mengidentifikasi arti
dan suara bahasa yang disampaikan. Pada tingkat pemahaman sebagai
penyimak aktif ditunjukkan anak-anak dengan dapat menjawab pertanyaan
sesuai pertanyaan dengan tepat yang disampaikan oleh guru.
Nurbiana Dhieni (2005: 3.17) mengatakan penyimak aktif dapat
memusatkan perhatiannya pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara, sikap
atau keadaan fisik yang ditunjukkan yaitu dengan memperhatikan bahasa
tubuh dan ekspresi wajah pembicara, dan memonitor tentang kesesuaian apa
yang mereka dengar dengan yang mereka pikirkan. Pada tingkat ini,
anak-anak dikatakan menyimak apabila pandangan mata dan ekspresi wajah
memperhatikan orang yang bicara, begitupun saat mendengarkan audio
mereka tetap memperhatikan narator yang menyampaikan cerita.
Anak yang berkembang keterampilan menyimaknya, akan
berpengaruh terhadap keterampilan berbicaranya, karena perkembangan
menyimak dan berbicara berkaitan satu sama lain. Berbicara bukanlah
sedekar pengucapan kata atau bunyi, namun suatu alat untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan
Syakir Abdul (2002: 30) adalah suatu ungkapan dan kata yang digunakan
untuk merespon semua tuntutan atas dirinya, melakukan aneka tindakan, dan
memberikan tanggapan yang selaras dengan perintah atau larangan.
Kemudian menurut Danar Santi (2009: 55) jika anak sering terbata-bata
dalam berbicara atau mengulang kata tertentu yang tidak punya arti dan cara
anak berbicara anak yang terputus-putus berarti anak belum lancar dalam
berbicara. Kemudian Sabarti Akbadiah (1992: 154-160) menjelaskan
terdapat penunjang dalam keterampilan berbicara, diantaranya:
a. Aspek kebahasaan
1) Ketepatan bahasa. Anak harus dapat mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa secara tepat dan jelas.
2) Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai
akan menjadi daya tarik dalam berbicara.
3) Penggunaan kata dan kalimat. Penggunaan kata sebaiknya dipilih
yang memiliki makna dan sesuai dengan konteks kalimat.
b. Aspek Non Kebahasaan
1) Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Sikap wajar berarti
berpenampilan apa adanya, tidak dibuat-buat. Sikap tenang adalah
sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan
2) Pandangan yang diarahkan kepada lawan bicara. Hal ini dilakukan
agar lawan bicara memperhatikan topik yang sedang dibicarakan
serta lawan bicara merasa dihargai.
3) Ketersediaan menghargai pendapat orang lain. Belajar
menghormati pemikiran orang lain dapat dilakukan dengan
menghargai pendapat orang lain.
4) Kenyaringan suara. Hal ini harus disesuaikan dengan situasi,
tempat, dan ruang dengar yang ada.
5) Kelancaran dan penalaran yaitu hal yang disampaikan memiliki
urutan yang runtut dan memiliki arti yang logis serta adanya saling
keterkaitan dari hal yang disampaikan.
Sejalan dengan Sabarti Akbadiah mengenai penunjang dalam
keterampilan berbicara, Nurbiana Dhieni (2005: 3.5) mengungkapkan hal
yang sama yaitu faktor yang dijadikan tolak ukur kemampuan berbicara
sesorang terdiri dari dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek
kebahasaan meliputi: 1) ketepatan ucapan; 2) penempatan tekanan, nada,
sendi, dan durasi yang sesuai; 3) pilihan kata; 4) ketepatan sasaran
pembicaraan. Sedangkan aspek non kebahasaan meliputi: 1) sikap tubuh,
pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; 2) kesediaan menghargai
kelancaran dalam berbicara; 4) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap
topik tertentu.
Menulis diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau
menghasilkan kata-kata, atau menandai dengan pena atau pensil. Menurut
Henry Guntur Tarigan (2008: 3) menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung,
tidak secara tatap muka dengan orang lain. Pembelajaran di TK hanya
mengajarkan tentang keterampilan pada anak sebagai persiapan untuk
belajar membaca. Membaca memiliki tiga tahap, yang pertama adalah suatu
proses mengkonstruksikan arti dimana terdapat interaksi antara tulisan yang
dibaca dengan pengalaman yang pernah didapat. Tahap kedua memastikan
arti tulisan yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk
melanjutkan bacaan berikutnya. Tahap ketiga mengintegrasikan informasi
baru dengan pengalaman sebelumnya.
Perkembangan tersebut perlu diketahui karena memiliki hubungan
yang berkaitan. Dalam penelitian ini tidak semua perkembangan dapat
dilaksanakan karena peneliti memfokuskan pada perkembangan bahasa
khususnya menyimak dan berbicara. Menyimak dan berbicara adalah dua hal
yang tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pastilah didahului kegiatan
berbicara, begitu pula berbicara biasanya disertai dengan kegiatan menyimak
Perkembangan berbahasa pada anak TK (Depdiknas, 2007: 3)
menekankan pada mendengar dan berbicara, sehingga anak dapat:
a. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan merespon dengan tepat.
b. Berbicara dengan penuh percaya diri.
c. Menggunakan bahasa untuk mendapatkann informasi, berkomunikasi
yang efektif dan interaksi social dengan orang lain. d. Menikmati buku, cerita, dan irama.
e. Mengembangkan kesadaran bunyi.
Sedangkan perilaku yang dapat dilakukan oleh anak melalui
menyimak dan berbicara antara lain:
a. Melakukan kontak mata ketika mendengar atau mulai bicara.
b. Memberi perhatian ketika mendengarkan sebuah cerita.
c. Merespon sumber bunyi atau suara.
d. Menggunakan kata-kata yang sopan ketika berbicara dengan orang.
e. Menyampaikan pesan sederhana dengan akurat.
f. Membuat pertanyaan sederhana.
g. Merespon ketika diajak berbicara atau ditanya.
h. Menggunakan bahasa untuk menjelaskan tujuan sederhana.
i. Berbicara tentang pengalaman pribadi, perasaan, dan ide.
j. Menceritakan kembali cerita dan peristiwa tertentu secara sederhana.
k. Membedakan antara bunyi suara dan irama dalam kata-kata.
Berdasarkan uraian yang disampaikan, maka dalam penelitian ini
perkembangan bahasa yang diteliti yaitu menyimak dan berbicara.
Menyimak dalam penelitian ini terdiri atas sikap dan pemahaman. Sikap
ditunjukkan dengan pandangan mata memperhatikan orang yang berbicara
dan konsentrasi dalam memahami arti informasi yang disampaikan.
Kemudian melalui pemahaman dapat membedakan persamaan dan perbedan
suara dengan ditunjukkan anak-anak dapat menjawab pertanyaan sesuai