PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN YANG OPTIMAL
DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED
MAINTENANCE
PADA MESIN BLOW MOULD
DI CV. BAHANA KARYA
SKRIPSI
Oleh :
DEDE HERMAWAN GUSTIN
NPM. 0832010022
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN YANG OPTIMAL DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
PADA MESIN BLOW MOULD DI CV. BAHANA KARYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan Dalam
Memper oleh Gelar Sar jana Teknik
J ur usan Teknik Industr i
Disusun Oleh :
Dede Her mawan Gustin
0832010022
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
SKRIPSI
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN YANG OPTIMAL DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
PADA MESIN BLOW MOULD DI CV. BAHANA KARYA
Disusun Oleh :
Dede Her mawan Gustin
0832010022
Telah dipertahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 23 November 2012
Tim Penguji : Pembimbing :
1. 1.
Ir. Handoyo, MT Ir. Budi Santoso, MMT
NIP. 19570209 198503 1 003 NIP.19561205 198701 2 001
2. 2.
Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT Ir. Hari Purwoadi, MM NIP.19611029 199103 2 001 NIP. 19480828 198403 1 001
3.
Ir. Budi Santoso, MMT
NIP.19561205 198701 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Indsutri
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN YANG OPTIMAL
DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
PADA MESIN BLOW MOULD DI CV. BAHANA KARYA
Disusun Oleh
Dede Her mawan Gustin 0832010022
Telah Disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang III Tahun Ajar an 2012 - 2013
Sur abaya, 23 November 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Budi Santoso, MMT Ir. Hari Purwoadi, MT
NIP. 19561205 198701 1 001 NIP. 19480828 198403 1 001
Ketua J ur usan Teknik Industri UPN “Veteran” J awa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul
“Penentuan Interval Perawatan yang Optimal dengan Metode Reliability
Centered Maintenance Pada Mesin Blow Mould Di CV.bahana Karya“.
Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknologi Industri jurusan
Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesainya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan
laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono. MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Budi Santoso, MMT selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Ir. Hari Purwoadi, MT selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk menguji laporan skripsi dan memberikan petunjuk serta arahan dalam
ii
6. Seluruh Staf dan Karyawan PV. Bahana Karya yang telah banyak membantu
selama penulis melaksanakan penelitian.
7. Kedua Orang Tua dan seluruh keluargaku yang selalu senantiasa menasehati,
membimbing, dan memberikan arahan yang baik serta selalu mendoakan saya.
8. Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur maupun di luar
kampus UPN, terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan skripsi ini.
9. Seluruh Teman-temanku yang berada di UKM FUTSAL UPN ”Veteran” Jawa
Timur, terima kasih untuk semua bantuan dan bimbingannya selama ini.
10.Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung
terlibat dalam pembuatan atau penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan rahmat dan berkat kepada kita semua. Terima Kasih.
Surabaya, November 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
Hal BAB I PENDAHULUAN ... . 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Perumusan Malasah ... 2
I.3 Batasan masalah ... 3
I.4 Asumsi ... 3
I.5 Tujuan penelitian ... 3
I.6 Manfaat Penlitian ... 3
I.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Manajemen Perawatan ... 7
2.1.1 Tujuan perawatan ... 8
2.1.2 Jenis-jenis perawatan ... 9
2.2 Kebijaksanaan pemeliharaan ……… 14
2.3 Kegagalan (Failure) ……… 17
2.4 Keandalan………..……… 20
2.4.1 Fungsi keandalan………. 21
2.4.3 mean time to failur……… 25
2.4.4 mean time to repair……………… 26
2.4.5 Distribusi kegagalan……… 27
2.5 Diagram pareto……… 29
2.6 Releability Centered Maintenance……… 31
2.6.1Functions and Performance Standards……… 32
2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis..……… 33
2.6.3 Failure Consequences ……… 39
2.6.4 Proactive Task ... …………..… 40
2.6.5 Default Action………..……… 41
2.7 Biaya pemeliharaan ………..…. 42
2.8 Penelitian-penelitian terdahulu...………..…. 49
BAB II I METODE PENELITIAN……...……… 53
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………..…. 53
3.2 Identifikasi Variabel……….………..…. 53
3.3 Metode pengumpulan data………..…. 54
3.4 Metode pengolahan data………...….. 55
3.5 Langkah-langkah penelitian dan pemecahan masalah………… ………. ……. 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 63
4.1 Pengumpulan Data………... ……….………... 63
4.1.1 Data mesin Dowtime…….. ………. 63
4.1.2 Data Biaya Perawatan ……….. 64
4.2 Pengolahan Data ……… 65
4.2.1 Penentuan Komponen Krisis………. 66
4.2.2 Failure Modes And Effects Analisis (FMEA)……… 71
4.2.3 Distribusi Waktu antar Kerusakan dan Waktu Antar Perbaikan……….. 75
4.2.4 Interval Perawatan berdasarkan Reliability centered Maintenance II (RCM II) Decision Worksheet…… 77
4.2.5 Biaya Perawatan Berdasarkan RCM II……….. 81
4.3 Pembahasan ... 88
4.3.1 Pembahasan Komponen Kritis ... 89
4.3.2 Pembahasan Function Block Diagram ... 89
4.3.3 Pembahasan Failure Modes and Effects Analisysis.. 90
4.3.4 Pembahasan RCM II Decision Worksheet ... 91
4.3.5 Pembahasan Interval Perawatan ... 92
4.3.6 Pembahasan Distribusi Waktu antar Kerusakan dan Distribusi Waktu antar Perbaikan ...93
4.3.7 Pembahasan Biaya Perawatan ...93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 95
5.1 Kesimpulan... 95
5.2 Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAKSI
Dalam era persaingan global, perusahaan dituntut melakukan peningkatan produktivitas untuk menghasilkan output yang maksimal, terutama produktivitas sistem produksi perusahaan. Kelancaran proses produksi didukung salah satunya adalah aspek keandalan (Reliability) mesin atau equipment yang ada dengan kegiatan perawatan yaitu suatu tindakan atau serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil yang dapat mengembalikan atau mempertahankan suatu peralatan pada kondisi yang selalu dapat berfungsi (Service Able), termasuk didalamnya yaitu inspeksi dan penentuan kondisi.
CV. BAHANA KARYA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan botol plastik. Permasalahan yang ada pada perawatan mesin adalah sering terjadi kerusakan komponen. Mesin blow mould adalah sebuah mesin pembentuk material plastik kedalam cetakan untuk membentuk suatu bentukan yang diinginkan.
Tujuan dari penelitian ini sebagai penentuan interval yang optimal dan menentukan biaya perawatan minimum. Penerapan metode Reliability Centered
Maintenance (RCM) agar sistem perawatan mendapatkan selang waktu perawatan
yang ideal serta jenis kegiatan perawatan yang optimal guna mendukung kegiatan proses produksi yang juga ditinjau dari aspek ekonomis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan dan interval perawatan optimal berdasarkan RCM II Decision Workshet pada mesin Blow Mold mendapatkan Thermocouple barrel dengan scheduled on condition task dan interval perawatan selama 368,75 jam; Screw dengan scheduled discard task dan interval perawatan selama 642,00 jam; Cooling dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 430,96 jam; Pin hole dengan scheduled restoration
task dan interval perawatan selama 612,85 jam; Seal ejector dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 597,96 jam; Seal cover clamping
dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 900,01 jam; Total biaya perawatan (TC) optimal mesin Blow Mold sebesar Rp 3.319.463,92 dan dengan biaya perawatan awal (TC riil) sebesar Rp 3.878.931,19 sehingga menghasilkan efisiensi biaya sebesar 14,42 %.
ABSTRACT
In this era of global competition, companies are required to increase productivity to generate maximum output, particularly the company's production system productivity. Smooth production process is backed up one aspect of reliability machinery or equipment that is a maintenance activity that an action or series of actions required to achieve an outcome that can restore or maintain the equipment in a constant state of functioning, including the inspection and determination of conditions.
CV. BAHANA KARYA is company engaged in the manufacture of
plastic bottle. Existing problems in machine maintenance in frequent damage to components. Such damage effects the performance of the production process. Blow Mold Machine is a machine forming plastic material into the mold to form a shape that is desired.
The purpose of this syudy as determining the optimal interval and determine the minimum maintenance costs. Application of Reliability Centered Maintenance (RCM) for the system to obtain treatment interval ideal treatment and optimal care activities to support production activities are also evaluated from the economic aspect.
The result showed that the activity and optimal maintenance intervals based RCM II Decision Worksheet on Blow Mold Machine get Thermocouple Barrel Component with a scheduled task on condition and maintenance intervals for 368,75 hours; Screw Component with schedule discard task and maintenance intervals for 642 hours; Cooling Component with restoration schedule maintenance task and intervals for 430,9 hours; Pin Hole Component with restoration schedule maintenance task and intervals for 612,85 hours; Seal Ejector Component with restoration schedule maintenance task and intervals for 597,96 hours; Seal Cover Clamping Component with the scheduled restoration task and maitenance intervals for 900,01 hours. Total Treatment Cost (TC) blow mold optimal machine is Rp 3.319.463,92 and the cost of initial treatment (real TC) of Rp 3.878.931,19 resulting in cost efficiency of 14,42%.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era persaingan global saat ini, perusahaan dituntut untuk
melakukan peningkatan produktivitas dalam rangka untuk menghasilkan output
yang maksimal. Dalam hal ini terutama produktivitas pada sistem produksi
perusahaan. Seperti yang kita ketahui bahwa kelancaran sistem atau proses
produksi didukung oleh banyak sekali aspek, salah satunya adalah aspek
keandalan (Reliability) mesin atau equipment yang ada dalam sistem produksi
tersebut. Dalam upayanya untuk meningkatkan keadaan dari peralatan pada sistem
produksi perusahaan. Dimana kegiatan perawatan (Maintenance Task) sendiri
yaitu suatu tindakan atau serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu hasil yang dapat mengembalikan atau mempertahankan suatu peralatan pada
kondisi yang selalu dapat berfungsi (Service Able), termasuk didalamnya yaitu
inspeksi dan penentuan kondisi.
CV. BAHANA KARYA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
pembuatan botol plastik. Permasalahan yang ada pada mesin di CV. BAHANA
KARYA yang berkaitan dengan perawatan adalah sering terjadi rusaknya pada
komponen pengerak mesin. Dimana kerusakan tersebut akan mempengaruhi
kinerja proses produksi. Mesin blow mould adalah sebuah mesin untuk alat
Pembentuk material plastik dengan cara meniupkan suatu fluida (udara) Kedalam
2
Di CV. BAHANA KARYA sebagai langkah pengoptimalan kemampuan
mesin dan menjaga kondisi kerja mesin agar dapat bertahan lama maka dilakukan
langkah awal berupa penjatwalan perawatan. Sehubungan dengan hal tersebut,
penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam mendukung terciptanya produktivitas perusahaan yang baik. Pada
penelitian ini digunakan metode Reliability Centered Maintenance yang disingkat
dengan (RCM), yaitu untuk menentukan kegiatan perawatan yang optimal bagi
perusahaan. Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan serangkai
proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk
memastikan bahwa aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan
fungsi yang dikehendaki oleh pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan.
Dengan demikian, adanya penerapan metode Reliability Centered
Maintenance (RCM) agar sistem tersebut digunakan untuk mendapatkan selang
waktu perawatan yang ideal serta jenis kegiatan perawatan yang optimal apabila
dikaitkan dengan adanya kebutuhan untuk mendapatkan sebuah sistem yang
handal guna mendukung kegiatan proses produksi yang juga ditinjau dari aspek
ekonomis.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana merencanakan interval perawatan yang optimal agar diperoleh
3
1.3 Batasan Masalah
Un tu k m em b a ta si r u a n g lin gk u p pen e litia n , m a k a d ib e r ik a n
b a ta sa n -b a ta sa n a n ta r a la in :
Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Penelitian hanya dilakukan Blow Mould
2. Penentuan interval waktu perawatan .
1.4 Asumsi
Un tu k m enye der h a n ak a n k on d isi n ya ta ya n g a k a n d ija dik a n
ob ye k d a la m pen e litia n in i, d ib e r ik a n a sum si a n ta r a la in :
1. Biaya dan harga spare parts yang digunakan dalam perhitungan adalah pada
saat penelitian ini dilaksanakan dan dianggap tidak berubah.
2. Kondisi fisik dan kebijakan perusahaan tidak mengalami perubahan selama
penelitian berlangsung.
3. Waktu antar kerusakan mesin berdistribusi Weibull.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah di atas, maka ditetapkan bahwa
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Penelitian ini memiliki tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menentukan interval perawatan yang optimal.
4
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini penulis dapat belajar dan menerapkan metode
Reliability Centered Maintenance (RCM) dan mengimplementasikan
pendidikan yang dicapai diperguruan tinggi.
2. Bagi Universitas
Hasil jurnal ini dapat digunakan sebagai pembendaharaan perpustakaan, agar
dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.
3 Bagi perusahaan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya informasi lengkap kegiatan perawatan berdasarkan RCM
Decision Worksheet yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan prosedur perawatan mesin bagi perusahaan.
2. Perusahaan dapat mengetahui interval perawatan mesin dengan
mempertimbangkan biaya perawatan dan waktu downtime mesin.
3. Perusahaan dapat mengetahui sistem kebutuhan suku cadang pada mesin .
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai
5
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai apa yang menjadi latar
belakang dilakukannya penelitian serta permasalahan apa yang
akan diteliti dan dibahas. Selain itu juga diuraikan tujuan dan
manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian serta batasan dan
asumsi yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa
literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut menjadi acuan atau
pedoman dalam melakukan langkah-langkah penelitian agar
benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ketiga ini menjelaskan urutan langkah-langkah secara
sistematis dalam setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan
untuk memecahkan masalah. Urutan langkah-langkah yang telah
ditetapkan tersebut merupakan suatu kerangka yang dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang pengolahan data dan analisanya
sehingga didapat hasil perhitungan yang sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi berikut dengan pembahasan dari
6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara
keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Perawatan
Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak bisa
rusak. Usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala
dengan suatu aktivitas yang dikenal dengan istilah perawatan.
Istilah Reliability Centered Maintenance (RCM) pertama kalai digunakan
dalam makalah publik yang di tulis oleh Tom Matteson, Stenley Nowlan, Howard
Heap, insinyur di United Airlines (UAL), dan eksekutif senior lainnya untuk
menggambarkanproses yang digunakan untuk menentukan persyaratan perawata
yang optimal untuk sebuah pesawat. Pada dasarnya, Reliability Centered
Maintenance (RCM) adalah sebuah proses sistematis yang harus dilalukan untuk
menjamin seluruh fasilitas fisik dapat beroprasi dengan baik seseai dengan desain
dang fungsinya. Reliability Centered Maintenance akan membawa kepada sebuah
program maintenance yang fokus pada pencegahan terjadinya kegagalan yang
sering terjadi.
Menurut John Moubry (2003) dalam bukunya yang berjudul reliability
centered maintenance II (RCM II), failure modes and effect analysis didefinisikan
sebagai metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang
mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh
kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan. Metode tersebut
diimplementasikan dengan harapan dapat menurunkan tingkat cacat dari output.
terjadi pada awal maupun pada saat proses produksi sedang berlangsung. Melalui
metode failure modes and effect analysis process (FMEAP) diharapkan dapat
mengidentifikasikan setiap bentuk kegagalan yang ada pada proses produksi.
Dengan diidentifikasikannya setiap bentuk kegagalan tersebut maka dapat
dilakukan langkah-langkah perbaikan yang nantinya dapat diterapkan dalam
mengantisipasi terjadinya cacat produk.
2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan
Beberapa tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang
aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan
Industri, 2003 : 16-17) :
1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan
semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan
adanya proteksi yang aman dari investasi modal.
2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang
dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.
3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk
manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan
khususnya.
4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian
operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga
standar perawatan yang benar.
5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan
Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder
adalah (Corder, Anthony. Teknik Manajemen Pemeliharaan. 2003 ; 3) :
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan dan isinya).
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment)
maksimum yang mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
2.1.2 J enis-J enis Per awatan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat
dibagi menjadi dua cara, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan Industri,
2003;27) :
1. Planned Maintenance
Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan
ke masa depan, terkontrol dan tercatat.
2. Unplanned Maintenance
Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned
emergency maintenance)
Kegiatan perawatan atau maintenance yang dilakukan dalam suatu perusahaan
pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan
1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)
Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi
yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu
proses produksi.
a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.
b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya
setiap satu minggu sekali, meningkat menjadi satu bulan sekali.
2. Corrective Maintenance
Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah
terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan,
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
3. Improvement Maintenance
Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat
menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance
adalah :
a. Memudahkan operasi dari suatu mesin.
b. Memudahkan pemeliharaan.
c. Menaikan hasil kapasitas produksi.
d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan
suatu mesin.
Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut
(Blanchard, Maintainability : a key to effective service ability and maintenance
management, 2004) :
1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan
dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode
memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan
secara teliti.
2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free
design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM).
3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses
data yang diperlukan untuk perawatan.
4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau
pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base Maintenance
Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
2.1.3 Tugas dan Kegiatan Perawatan
Perawatan merupakan fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan
perawatan dalam suatu perusahaan merupakan sesuatu yang diharapkan. Pada
dasarnya tugas dari bagian perawatan meliputi (Hamsi, Alfian. Manajemen
Pemeliharaan Pabrik. 2004 ; 9) :
1. Perencanaan dan penugasan
2. Pemeriksaan dan pengawasan
3. Pengawasan bahan
4. Pekerjaan lapangan
5. Pekerjaan bengkel
Kegiatan-kegiatan perawatan, dapat digolongkan ke dalam salah satu dari
lima pokok berikut (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003 ;
129-130) :
1. Inspeksi (inspections)
Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine
Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan
pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan
mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan
atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan
Tabel 2.1 simbol simbol kegiatan produksi
Simbol Pengertian
Untuk Operasi
Untuk Pemeriksaan
Proses operasi dan
inspeksi
Untuk penyimpanan /
menunggu
Untuk Transportasi
4. Pekerjaan Administratif
Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang
berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang
dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan
komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)
Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan
terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan
kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan
teknik dan produksi dari bagian perawatan.
Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu
a. Mengeliminasi pengaruh faktor lingkungan
b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan
c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan,
kebijakan suku cadang, pelatihan)
2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan
cara :
a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)
b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance
Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).
c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan
d. Menyelenggarakan pelatihan
Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau
pengevaluasian sebagai berikut :
1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time
Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan
atau kegagalan peralatan
2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To
Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi
instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.
2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan bila kebijaksanaan (policy)
menjamin bahwa pemeliharaan dilaksanakan dengan efisiensi yang maksimum,
dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini
dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan
telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak
dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :
a. Operational requirements
Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan
pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus
dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukkan
fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk
menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.
b. Equipment characteristics (EC)
EC mencakup bagaimana suatu alat dibuat secara elektrik dan mekanik,
dan cara bagaimana ia bisa bekerja secara memuaskan dan memenuhi
operasional yang dikehendaki. Semakin besar kekomplekan suatu alat semakin
sulit tugas pemeliharaan, sangat penting memperhatikan
persyaratan-persyaratan awal (precaution) operasi suatu alat untuk keperluan keselamatan
yang mencakup karakteristik elektrik dan mekanik. Karakteristik lain yang
diperhatikan adalah persyaratan lingkungan kerja alat, yaitu kondisi eksternal
terhadap alat dimana ia harus dioperasikan.
c. Aids to maintenance
Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk
pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation
d. Training
Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training
adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan
dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan
mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus
pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang
dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan
cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa
training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan
dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah
kurangnya kemampuan teknisi yang ada.
e. Job environment
Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya
dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja,
faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan
suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia
untuk melengkapi tugas dan safety precaution.
Kebijaksanaan perawatan yang paling baik adalah hasil kombinasi optimum
dari kontribusi faktor-faktor tersebut diatas. Dan adalah agak sulit untuk
menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi
untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya
ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang
diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :
1. Data informasi keadaan alat (status alat)
2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem
kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses
yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap
data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.
3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen
(basis data instrumen).
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan
dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan
Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
2.3 Kegagalan (Failur es)
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item
menjalankan fungsinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok, yaitu (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan.14-17) :
1. Kegagalan primer (primary failure)
Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada
dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang
diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi
perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap
bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada
design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur
dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan
material merupakan contoh dari kegagalan primer.
2. Kegagalan sekunder (secondary failure)
Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer
kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stres yang berlebihan
yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang
merupakan penyebab kegagalan sekunder. Stres ini melibatkan amplitudo dari
kondisi yang tidak dapat ditolrir, frekuensi, durasi, atau polaritas, dan input
sumber-sumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik, atau
radioaktif. Stres ini disebabkan oleh komponen-komponen yang ada disekitar
atau lingkungan disekitar komponen yang mengalami kegagalan, yang
melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang
lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menybabkan
terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu
komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang
dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen
yang direparasi.
3. Kesalahan perintah (command faults)
Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam
keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau
noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan
komponen pada keadaan semula.
Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen
Sumber : Keandalan dan Perawatan (Dwi Priyanta)
Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen.
Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component
failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang
mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.
2.4 Keandalan
Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu
instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan
pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang
pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah
pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya
andal, mana yang kurang andal akan sangat membantu tugas pemeliharaan.
Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor:
temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda
khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.
Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu
komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu
periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian
yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan
merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu.
Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi
diatas dibuat lebih spesifik (Abbas, Sachbudi. Rekayasa Keandalan Produk. 2005
; 2) :
1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu
kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relatif terhadap fungsi
2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus
diidentifikasikan dengan tegas.
3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi
normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain,
lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian.
2.4.1 Fungsi Keandalan
Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya
adalah waktu dengan :
{
T t}
P t
R( )= ≥ ...(2.1)
dimana : R(t)≥0,R(0)=1 dan lim ( )=0
∞ → R t
t
R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau
sama dengan t
Jika didefinisikan menjadi :
} { ) ( 1 )
(t R t P T t
F = − = < ... (2.2)
dimana : F(0) = 0 dan lim ( )=1
∞ → F t
t
F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t
Pada saat t = 0 komponen atau sistem berada dalam kondisi akan
beroperasi, sehingga probabilitas komponen atau sistem itu untuk mengalami
kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat t = ∞, probabilitas untuk mengalami
kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung
mendekati 1 (Ebeling, Charles E. Reliability and Maintanability Engineering.
t1
Dengan berpedoman bahwa R(t) sebagai fungsi keandalan dan F(t) sebagai
fungsi distribusi kumulatif dari distribusi kegagalan, maka :
dt t dR dt t dF t
f( )= ( ) =− ( ) ... (2.3)
Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini
menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)≥0 dan
1 ) (
0 =
∫
∞ f t dt , sehingga∫
= t dt t f t F 0 ) ( )( ... (2.4)
∫
∞ = t dt t f tR( ) () ... (2.5)
2.4.2 Laju Kegagalan
Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu
kurva dengan variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari
komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah
bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life
period), dan masa aus (wear out period).
Gambar 2.4 Kurva Bathub
0 t2
t λ(t
)
Random Failures Early Failures
Burn-in Useful life Wearout
1. Periode 0 sampai dengan t1 , mempunyai waktu yang pendek pada permulaan
bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun
dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure
Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam
proses menufakturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan
berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya
dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah
melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di
pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan
(burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull
dengan α >1
2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang
disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life
Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode
pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan
dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang
sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan α =1
3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan
bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate
(IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang
Gambar 2.5 Failure Rate
Sumber : Maintenance Planning and Schedulling (Timoty C. Kister)
Probabilitas dari komponen untuk mengalami kegagalan pada interval waktu
antara t dan t+∆t, jika komponen itu diketahui berfungsi pada saat t dapat
diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(t+∆t)−F(t)
sehingga menjadi :
) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t
P < ≤ +∆ > = +∆ − ... (2.6)
Dengan interval waktu ∆t dan membuat ∆t →0, maka akan diperoleh laju
kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t)
(Dwi Priyanta, 13-15).
) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (
0 t R t
t F t t F t z t ∆ − ∆ + = →
) ( ) ( ) ( t R t f t
z = ... (2.8)
Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :
dt t dR t R t
z ( )
) ( 1 )
( =− ... (2.9)
Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1
menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t − =
∫
... (2.10)Atau
e
t du u z
t R = −∫0
) (
)
( ... (2.11)
Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = λ maka berubah menjadi :
e
tt
R( )= −λ ... (2.12)
2.4.3 Mean Time To Failure
Mean Time To Failure adalah rata-rata waktu suatu system akan
beroperasi sampai terkadi kegagalan pertama kali. Waktu rata-rata kegagalan
(mean time to failure = MTTF) dari suatu komponen yang memiliki fungsi
densitas kegagalan (failure density function) f(t) didefinisikan oleh nilai harapan
dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata kegagalan dapat
diekspresikan sebagai :
∫
∞
=
0
) ( dtt tf
MTTF ... (2.13)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.13), maka
∫
∞ ′ − = 0 ) ( dtt R tMTTF ... (2.14)
Integral
[
]
∞ +∫
∞− =
0
0 ( )
)
(t R t dt tR
MTTF ... (2.15)
Jika MTTF < ∞, maka nilai dari
[
tR(t)]
0∞ =0, sehingga :∫
∞
=
0
) ( dtt R
MTTF ... (2.16)
Untuk komponen yang memiliki fungsi keandalan R(t)=e−λt, maka diperoleh :
λ
λ 1
0
= =
∫
∞e− dtMTTF t ... (2.17)
2.4.4 Mean Time To Repair
Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system
mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean
Time To Repair diberlakukan sebagai variable random karena kejadian yang
berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR
diperoleh dengan menggunakan rumus :
∫
∫
∞ ∞ − = = 0 0 )) ( 1 ( ) (.h t dt H t dt t
MTTR ... (2.18)
Dimana :
h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan
H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan
2.4.5 Distribusi Kegagalan
Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan
adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu : (Priyanta, Dwi.
Keandalan dan Perawatan. 23-29)
1. Distribusi Lognormal
Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi
lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability
density function :
− = 2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f
π dan t≥0 ... (2.19)
Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :
= 2 exp 2 s t
MTTF med ... (2.20)
dengan variance :
[
exp( ) 1]
) exp( 2 2
2
2 = −
s s
tmed
σ ... (2.21)
dan fungsi keandalan :
Φ − = med t t s t
R( ) 1 1ln ... (2.22)
Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure
2. Distribusi Weibull
Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi
Weibull dengan tiga parameterβ,ηdanγ , maka probability density function
dapat dirumuskan sebagai :
e
t t t f β ηγ β ηγ ηβ − − − − = 1 )( ... (2.23)
dengan : β = shape parameter, η = scale parameter, γ = shape parameter
Jika nilai dari γ = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua
parameter yaitu β dan η dengan probability density function :
e
t t t f β η β η η β − − = 1 )( ... (2.24)
Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :
+ Γ +
= 1 1
β η γ
MTTF ... (2.25)
dengan variance sebagai :
+ Γ − + Γ = 2 2 2 1 1 1 2 β β η
σ ... (2.26)
dan fungsi keandalannya adalah :
e
t t R β η γ − − = )( ... (2.27)
dimana Γ(x)adalah fungsi gamma :
∫
− −=
Γ x x y dy e y x 0 1 )
3. Distribusi Eksponensial
Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara
eksponensial dengan parameter λ, maka probability density function dapat
dirumuskan sebagai :
t
e t
f( )=λ −λ ... (2.29)
Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :
λ 1 ) (
0
= =
∫
∞R t dtMTTF ... (2.30)
dengan variance :
∫
∞
− =
− =
0
2 2
2 1 1
λ λ
λ
σ t e λtdt
... (2.31)
dan fungsi keandalannya yaitu :
t
e t
R( )= −λ ... (2.32)
2.5 Diagram Pareto
Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto
(1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga
terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :
1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik.
3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang
terbesar hingga terkecil.
6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative
masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk
mendapat perhatian
Gambar 2.6 Diagram Pareto
Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton)
Tujuan dari diagram pareto adalah (Ariani, Dorothea Wahyu. Pengendalian
Kualitas Statistik. 2004 ; 19) :
1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera
diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus
segera diselesaikan (rangking terendah).
2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha
perbaikan kualitas.
3. Memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya terbatas untuk
menyelesaikan masalah.
4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan
2.6 Reliability Centered Maintenance
Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan
untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset
fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya
saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap
aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu
berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus
memenuhi fungsinya untuk kepuasan user (Moubray, John. Reliability Centered
Maintenance second edition. 2005).
Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah (Hutabarat, Rilly.
Reliability Centered Maintenance) :
1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya
(maintainability) baik.
2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement
pada desain awal yang kurang baik.
3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan
kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang
terjadi setelah sekian lama dioperasikan.
4. Untuk mewujudkan semua tujuan diatas dengan biaya minimum.
Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah
sebagai berikut :
1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih
efisien.
3. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance
atau overhaul yang tidak perlu.
4. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas
produksi.
5. Menambah keandalan komponen
Pada dasarnya Reliability Centered Maintenance berusaha menjawab
7 pertanyaan utama tentang item atau peralatan yang menjadi obyek penelitian.
Ketujuh pertanyaan mendasar Reliability Centered Maintenance tersebut antara
lain (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005 ; 7) :
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks
operasional saat ini ?
2. Bagaimana item atau peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya ?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut ?
4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan ?
5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi?
6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah
masing-masing kegagalan tadi ?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak
berhasil ditemukan ?
2.6.1 Functions and Performance Standards
Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa
beberapa aset fisik bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam
1. Ditentukan apa yang pengguna ingin lakukan.
2. Meyakinkan bahwa ini dapat dilakukan dimana penggunanya akan
mengoperasikannya.
Tujuan dari functions and performance standards adalah untuk
menentukan fungsi dari equipment systems agar dapat beroperasi sesuai dengan
performance standards yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan perusahaan.
Dengan berpedoman pada functions and performance standards, maka dapat
dilakukan identifikasi apakah fungsi dari system tersebut menjalankan fungsinya
dengan baik.
RCM mendefinisikan fungsi dari setiap aset disertai dengan performance
standards yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan dalam melakukan
pengunaan dikategorikan dalam 2 fungsi, yaitu :
1. Fungsi primer merupakan fungsi utama, seperti output, kecepatan, kapasitas,
kualitas produk atau pelanggan.
2. Fungsi standar artinya dimana diharapkan bahwa setiap aset dapat melakukan
lebih dari fungsi primer, seperti keselamatan, baik bagi lingkungan,
pengendalian, integritas, struktur, ekonomi, proteksi maupun efisiensi operasi.
Para pengguna dari aset fisik biasanya dalam posisi terbaik dengan mengetahui
secara pasti apa kontribusi setiap aset secara fisik dan keuangan dalam organisasi.
2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis
Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama
mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami
malfungsi. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented
approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang
dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan
tingkat yang lebih tinggi.
FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem.
Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen,
rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya,
penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk
masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada
sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.
Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut :
1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat
diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan
operasional sistem telah dipertimbangkan.
3. Membuat list kegagalan potensial , serta mengidentifikasi seberapa besar
dampak yang ditimbulkannya.
4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk
membuat daftar pemeriksaaan sistem.
6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk
membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu
bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7. Sebagai data input untuk studi banding.
8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysisadalah sebagai berikut :
1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah
terjadi.
2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi
kegagalan.
3. Pemakaian proses baru.
4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan.
5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru
Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA
harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta
hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu :
1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi
output proses. Severity adalah suatu perkiraan subyektif mengenai kerumitan
suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan
akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi
1 Tidak ada akibat
Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian
2 Akibat sangat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti
Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
3 Akibat ringan
Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan
Proses berada diluar pengendalian beberapa penyesuaian diperlukan
4 Akibat minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil
Kurang dari 30 menit
downtime atau tidak ada
kehilangan waktu produksi
5 Akibat moderat
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah menimbulkan beberapa kegagalan produk
30 – 60 menit downtime
6 Akibat signifikan
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk
1 – 2 jam downtime
7 Akibat major Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan
2 – 4 jam downtime
8 Akibat ekstrim
Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin
4 – 8 jam downtime
9 Akibat serius
Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
10 Akibat berbahaya
Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi
dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible
failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA
Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian
1 Hampir tidak pernah
Kerusakan hampir tidak pernah
terjadi >10.000 jam operasi mesin
2 Remote Kerusakan jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam operasi mesin
3 Sangat
sedikit Kerusakan terjadi sangat sedikit
3.001 – 6.000 jam operasi mesin
4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam operasi mesin
5 Rendah Kerusakan terjadi pada tingkat rendah
1.001 – 2000 jam operasi mesin
6 Medium Kerusakan terjadi pada tingkat medium
401 – 1.000 jam operasi mesin
7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi mesin
8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi mesin
9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi sangat tinggi 2 – 10 jam operasi mesin
10 Hampir
selalu Kerusakan selalu terjadi < 2 jam operasi mesin
3. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection,
jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol
yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk
ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal
1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
2 Sangat tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan
3 Tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk
mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode
kegagalan
4 Moderat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat
tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan
dan mode kegagalan
5 Moderat
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
6 Rendah Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
7 Sangat rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
8 Sedikit Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
9 Sangat sedikit
Perawatan preventif memiliki sangat sedikit kemungkinan
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
4. Risk Priority Number
Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari
keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN
dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
RPN = S x O x D ... (2.33)
Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA.
2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.
3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.
4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .
5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan
system.
6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan.
7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari
suatu proyek tersebut terjadi.
8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat
mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.
9. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang
didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus
RPN = S x O x D
2.6.3 Failure Consequences
Dalam Reliability Centered maintenance konsekuensi kegagalan
diklasifikasikan dalam 4 bagian yaitu (Moubray, John. Reliability Centered
1. Hidden Failure Consequences
Dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat
setelah kegagalan berlangsung.
2. Safety and Environmental Consequences
Safety Consequences terjadi apabila sebuah kegagalan fungsi suatu item
mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.
Environmental Consequences terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item
berdampak pada kelestarian lingkungan.
3. Operational Consequences
Suatu kegagalan dikatakan mempunyai konsekuensi operasional ketika
berakibat pada produksi atau operasional.
4. Non Operational Consequences
Kegagalan tidak termasuk dalam konsekuensi keselamatan atau produksi
tetapi hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.
2.6.4 Proactive Task
Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untuk
menghindarkan item dari kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan (failed
state). Kegagalan ini bisa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance.
Dalam RCM predictive maintenance dimasukkan dalam aktifitas scheduled on
condition task, sedangkan preventive maintenance dimasukkan dalam scheduled
restoration task ataupun scheduled discard task. (Moubray, John. Reliability
1. Scheduled restoration task dan scheduled discard tasks
Scheduled restoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item p