PANTI A
ajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
ii
PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI
iii
PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI
iv
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi, yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 8 Januari 2014
Penulis
v
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Widya Wulan Hapsari
No Induk Mahasiswa : 091114030
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013).
Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya maupun yang memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 8 Januari 2014
Yang menyatakan
vi MOTTO
“TOO FAST TO LIVE, TOO YOUNG TO DIE”
“MAKE IT RIGHT EVERYTHING THAT I DO”
“Orang tua kita adalah anugerah terbesar di dalam sebuah
kehidupan”
“Selalu menjadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi orang
lain meskipun mereka tampak lebih baik dari diri kita”
“Awali segala kegiatan dengan berdoa, optimis, dan yakin untuk
melakukan yang terbaik pada setiap kegiatan yang dikerjakan”
Skripsi ini kupersembahkan untuk : Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Orangtuaku terkasih Bapak Wijo Purnomo, BA dan Mama Diah Pancawati, S.Pd yang selalu berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan studi ini.
Kekasihku tercinta Wiratama Rahman yang selalu mendukung dan menjadi motivasi bagiku.
vii
PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI
ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013)
Widya Wulan Hapsari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dalam bimbingan kelompok menggunakan metode sosiodrama. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan pembina panti. Subjek penelitian berjumlah 17 anak Panti Asuhan Ghifari.
Penelitian terdiri dari dua siklus, setiap pertemuan dilakukan 1 x 45 menit. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, angket, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Pedoman observasi digunakan setiap bimbingan berlangsung, angket digunakan setiap akhir siklus. Pedoman wawancara dan catatan lapangan dibuat setiap bimbingan berlangsung. Dokumentasi dilakukan menggunakan kamera untuk mengambil gambar dan merekam tindakan.
viii
IMPROVING THE ADOLESCENTS’ SELF-CONCEPT IN ORPHANAGE THROUGH GROUP COUNSELING BY USING
SOCIO-DRAMA METHOD (A RESEARCH ON GUIDANCE TOWARDS THE ADOLESCENTS’ OF GHIFARI ORPHANAGE TURI YOGYAKARTA IN
2013) Orphanage Turi Yogyakarta through group counseling by using socio-drama method. This study is an action research of guidance and counseling which was conducted collaboratively with the orphanage coaches. The subject is 17 adolescents who live at Ghifari Orphanage Turi Yogyakarta.
This study consists of two cycles, each meeting is carried out in 1 x 45 minutes. The data collection techniques used are observation, questionnaire, interview, field note and documentation. The observation guidance is used during the guidance and the questionnaire is used at the end of the cycle. The interview and field notes are made when the guidance is on progress. The documentation is conducted by using camera to take pictures as well as to record the event.
ix
Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, cinta
dan hidayah, kekuatan dan dukungan serta kasih-Nya yang begitu besar pada saya
dalam proses pembuatan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang
menjadi syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bimbingan
dan Konseling.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah
membantu saya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si sebagai Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Dosen
Pembimbing yang tulus memberi petunjuk, bimbingan, perhatian selama
proses skripsi, dan memberikan dukungannya dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
2. Segenap Dosen dan Karyawan Bimbingan dan Konseling yang telah
banyak mendukung studi sehingga dapat menyelesaikan skripsi pada
waktunya.
3. Bapak Marwanto selaku pembina Panti Asuhan Ghifari yang telah
mengizinkan pelaksanaan penelitian dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para anak-anak SMP Panti Asuhan Ghifari yang dengan senang hati
menerima peneliti, bekerjasama, dan memberikan bantuan dalam
x
Diah Pancawati S.Pd yang selalu memberi dukungan doa, perhatian, dan
kasih sayang selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
6. Ketiga Adikku tersayang Novian Widhi Hapsoro, Aulia Widya
Purnamasari dan Widya Adnin Wijayanti yang selalu memberikan
dukungan, doa dan kasih sayang.
7. Wiratama Rahman yang telah setia mendukung dalam doa, perhatian, dan
kasih sayangnya selama ini.
8. Teman-teman Prodi Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 yang telah
menjalin kebersamaan dan persahabatan selama saya mengikuti
perkuliahan dan segala bentuk bantuan dalam penyelesaian skripsi.
9. Temen-temenku tercinta Galih, Nasa, Florent, Jarot, Anno, Erna, Grace,
Sita, Intan, dan teman-teman Futsal Asoy Geboy terimakasih atas doa dan
dukungan kalian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu memiliki
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap
semoga karya ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
Penulis
xi
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A.Konsep Diri ... 10
1. Pengertian Konsep Diri ... 10
2. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri... 12
3. Aspek-aspek Konsep Diri ... 13
4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif ... 14
B. Panti Asuhan ... 16
C.Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan ... 19
D.Bimbingan Kelompok ... 21
1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 21
xii
4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok ... 27
E. Metode Sosiodrama ... 27
1. Pengertian Metode Sosiodrama ... 27
2. Unsur-unsur Drama ... 30
3. Tujuan Metode Sosiodrama ... 32
4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama Sebagai Startegi Peningkatan Konsep Diri Remaja ... 33
5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama Dalam Pelayanan Bimbingan Kelompok ... 34
F. Kerangka Berpikir ... 35
G.Hipotesis Tindakan ... 36
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 37
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 38
C.Setting Penelitian ... 38
D.Jadwal Penelitian ... 39
E. Prosedur Penelitian ... 39
F. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian ... 44
G.Uji Coba ... 48
H.Teknik Analisis Data ... 50
I. Indikator Keberhasilan... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Kelas ... 55
1. Pra Tindakan ... 56
a. Perencanaan ... 56
b. Pelaksanaan Pra Tindakan ... 58
c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Pra Tindakan ... 63
d. Refleksi... 64
2. Siklus I ... 66
a. Perencanaan ... 67
b. Pelaksanaan Tindakan ... 68
c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus I... 75
d. Refleksi... 76
3. Siklus II ... 77
a. Perencanaan ... 77
b. Pelaksanaan Tindakan ... 78
c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus II ... 85
xiii
B. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 87
1. Hasil Analisis Peningkatan Capaian Skor Konsep Diri Anak ... 87
2. Hasil Analisis Data Lembar Observasi Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 93
3. Hasil Wawancara ... 99
4. Hasil Uji t ... 102
C.Pembahasan ... 103
D.Keterbatasan Penelitian ... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
xiv
Halaman
Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 39
Tabel 2 : Panduan Observasi Indikator Siswa ... 44
Tabel 3 : Kisi-kisi Angket Konsep Diri ... 46
Tabel 4 : Pedoman Wawancara Pembina Panti dan Siswa ... 48
Tabel 5 : Kriteria Hasil Persentase Skor Konsep Diri... 52
Tabel 6 : Kriteria Hasil Persentase Observasi Skor Konsep Diri... 53
Tabel 7 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Panti Asuhan Ghifari... 55
Tabel 8 : Hasil Observasi Pra Tindakan ... 64
Tabel 9 : Penggolongan Skor Konsep Diri Tahap Pra Tindakan ... 64
Tabel 10 : Analisis Hasil Observasi Sosiodrama Siklus I ... 76
Tabel 11 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus I ... 76
Tabel 12 : Analisis Hasil Observasi Konsep Diri Terhadap Proses Pelaksanaan Sosiodrama Siklus II ... 86
Tabel 13 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus II ... 86
Tabel 14 : Capaian Skor Perkembangan Konsep Diri ... 88
Tabel 15 : Data Hasil Obervasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 94
Tabel 16 : Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II Dalam Skala 100 ... 95
Tabel 17 : Data Rekap Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96
Tabel 18 : Deskripsi Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 97
xv
Halaman
Grafik 1 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan dan Siklus I ... 90
Grafik 2 : Grafik Perbandingan Siklus I dan Siklus II ... 91
Grafik 3 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 92
Grafik 4 : Grafik Perkembangan Capaian Skor Konsep Diri Antar Siklus... 93
Grafik 5 : Grafik Perbandingan Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96
xvi LAMPIRAN 1
1.1 SPB Pra Tindakan (Konsep Diri) ... 116
1.2 SPB Siklus I (Percaya Diri) ... 125
1.3 SPB Siklus II (Tanggung Jawab) ... 131
1.4 Daftar Hadir Siswa ... 137
1.5 Naskah Drama Siklus I ... 138
1.6 Naskah Drama Siklus II ... 140
LAMPIRAN 2 2.1 Lembar Observasi Konsep Diri... 146
2.2 Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 147
2.3 Analisis Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 152
LAMPIRAN 3 3.1 Lembar Angket Konsep Diri ... 155
3.2 Hasil Perolehan Skor Angket Konsep Diri ... 159
3.3 Analisis Hasil Angket Konsep Diri ... 161
LAMPIRAN 4 4.1 Catatan Lapangan ... 162
4.2 Dokumentasi Foto-foto Penelitian ... 167
LAMPIRAN 5 5.1 Validitas dan Reliabilitas ... 170
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini mepaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Disadari atau tidak, setiap individu harus menjalani tuntutan tugas
perkembangan. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa individu senantiasa
akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak,
masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Pada setiap tahap
perkembangan, individu harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Tugas-tugas tersebut disebut juga dengan Tugas-tugas perkembangan. Selama menjalani
tugas perkembangan, individu akan dihadapkan dengan berbagai macam
permasalahan.
Individu yang menjalani masa remaja juga akan menghadapi berbagai
macam permasalahan dalam menyelesaikan tugas perkembangan. Masa
remaja itu sendiri adalah masa peralihan atau masa transisi antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Banyak sekali perubahan yang dialami
individu dalam masa ini. Perubahan tersebut menyangkut aspek fisik,
emosi, sosial, dan moral. Dari berbagai perubahan yang terjadi dalam diri
remaja tersebut, remaja harus menemukan dirinya sesuai dengan keinginan
menemukan jati diri tersebut, tak jarang mengalami krisis kepercayaan
diri, perasaan, dan pikiran.
Hurlock (2004:207) mengemukakan masa peralihan merupakan
periode dimana individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran
yang harus dilakukan. Adanya masalah yang mereka hadapi serta tuntutan
tugas perkembangan yang tetap harus mereka penuhi, remaja perlu
memiliki suatu pegangan yang kuat. Hal ini bertujuan agar
masalah-masalah yang dihadapi tidak mempengaruhi tugas perkembangan yang
harus dipenuhi. Hal ini konsep diri memiliki peranan penting. Konsep diri
sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan pemikiran, perasaan,
dan emosi diri remaja.
Cara pandang remaja terhadap dirinya itulah yang disebut dengan
konsep diri. Konsep diri merupakan hasil refleksi dari memandang,
merasakan dan pengalaman individu dalam menjalani hidupnya.
Bagaimana seseorang memandang dirinya akan turut menentukan cara
yang bersangkutan menjalani hidupnya. Konsep diri yang positif, individu
akan menjalani kehidupannya dengan baik pula. Sebaliknya, jika individu
memiliki konsep diri yang negatif maka kehidupannya akan dirasakan
kurang baik.
Bagaimana keluarga dengan konsep diri remaja yang tinggal di panti
asuhan. Konsep diri positif akan terbentuk jika remaja tersebut tinggal
dengan orang tua yang perhatian dan mendapatkan kasih sayang yang
mendapatkan kasih sayang atau binaan dari orang tua. Ada anak yang
sejak kecil tidak mempunyai orang tua, atau tidak mempunyai orang tua
yang utuh, atau diantara mereka keadaan orang tuanya tidak
memungkinkan untuk memberikan pembinaan dan pemeliharaan kepada
anaknya karena keterbatasan materi atau biaya, maka biasanya
anak-anak tersebut akan dibina di panti asuhan.
Pusat penelitian kependudukan (2009), panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun
masyarakat yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan
terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi
kebutuhan kehidupan sosial yang dapat berfungsi sosial. Panti asuhan
dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan
mengembangkan potensi anak, baik fisik, mental dan sosial, bila orang tua
yang pertama-tama memberikan pembinaan pada anak sudah tidak ada,
tidak diketahui adanya atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan
kewajibannya. Maka peran dari lembaga panti asuhan sangat penting
karena di dalam panti asuhan, anak akan dibina dan diajarkan berbagai
macam hal yang menyangkut dengan kepribadian anak.
Melihat hal ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai perilaku
remaja yang tinggal di panti asuhan terkait dengan pemahaman konsep diri
mereka. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh remaja selama tinggal di
panti asuhan akan berpengaruh terhadap pandangan terhadap dirinya
panti asuhan, bertemu dengan orang yang sama setiap harinya dan
bagaimana remaja tersebut dapat menjaga sikapnya selama tinggal di panti
asuhan. Pandangan yang dimiliki, akan menentukan bagaimana remaja
akan bertindak dalam kehidupannya kelak, pengalaman yang didapatkan
atau yang mereka alami itu akan mempengaruhi konsep diri remaja.
Remaja kadang menjadi malu, kurang percaya diri, tidak berani untuk
tampil didepan umum karena dengan latar belakang yang mereka miliki,
sehingga kadang menjadi sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh
karena itu terkait dengan permasalahan yang dialami remaja mengenai
konsep diri, jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan berbagai
macam dampak terkait dengan konsep diri negatif seperti permasalahan
akademis, sosial, dan pribadi. Oleh karena itu, anak-anak di panti asuhan
membutuhkan bantuan layanan bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan konsep diri mereka di panti asuhan.
Melalui layanan bimbingan kelompok, remaja yang tinggal di panti
asuhan diharapkan mampu mengembangkan kepribadiannya secara
optimal dengan melihat kemampuan dan potensi yang dimiliki. Bimbingan
diberikan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut mampu
memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan mampu
bertindak wajar. Bimbingan yang diberikan secara berkesinambungan
mampu membantu individu dalam menyelesaikan tahap perkembangan
yang harus dicapai. Peran pembimbing atau konselor yang mendampingi
konselor harus dengan sepenuh hati dan bersabar dalam melaksanakan
bimbingan. Terlihat dari waktu dalam melakukan pelayanan, dikarenakan
pembimbing harus bisa menyesuaikan dengan jadwal kegiatan yang sudah
dibentuk di panti asuhan. Adanya waktu khusus untuk melakukan kegiatan
dimana anak dikembangkan kepribadiannya melalui layanan bimbingan
kelompok.
Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat observasi, remaja di Panti
Asuhan Ghifari sebagian besar memiliki konsep diri negatif, misalnya saja
bersikap pesimis yang meragukan kemampuannya sendiri, tidak percaya
diri, malu untuk berbicara dan kurang memperhatikan ketika peneliti
sedang berbicara. Bahkan ketika peneliti menanyakan kepada pembina
panti dengan hasil pengamatan yang peneliti analisis, memang begitu
keadaan remaja yang tinggal di panti asuhan. Banyak dari mereka yang
tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, mudah terpengaruh oleh
bujukan dari luar seperti tidak menghargai ketika peneliti sedang
menjelaskan, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit
bergaul. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengetahui dan
memperbaiki konsep diri remaja di Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta
adalah dengan melakukan penelitian tindakan bimbingan di panti asuhan
tersebut.
Perbaikan konsep diri anak di Panti Asuhan Ghifari dalam penelitian
ini dilakukan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan
asuhan diharapkan mampu mendemonstrasikan masalah-masalah yang
terkait dengan konsep diri mereka. Endraswara (2011: 11), drama adalah
seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh. Drama membutuhkan
penggarapan tokoh yang mendalam dan penuh pertimbangan. Yang
digarap adalah akting, agar memukau penonton. Aristoteles (Brahim,
1968: 52) menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an
action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Drama pasti
ada akting. Drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau lakon. Jadi
ciri utama drama harus ada lakon dan akting. Permainan penuh dengan
sandi dan simbol, yang menyimpan kisah dari awal hingga akhir. Daya
simpan kisah ini yang menjadi daya tarik drama. Drama yang terlalu
mudah ditebak, justru kurang menarik.
Sosiodrama ini adalah metode atau cara yang digunakan pembimbing
agar mampu mengajak remaja yang tinggal di panti asuhan tersebut bisa
mengekspresikan gambaran dirinya secara optimal. Metode sosiodrama
bertujuan agar peserta mampu mengolah kemampuan dirinya yang masih
kurang, terkait dengan konsep diri yang ada didalam diri mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam upaya mencapai tujuan
penelitian ini, yaitu untuk meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan,
maka penulis melakukan penelitian tindakan bimbingan dan konseling
dengan judul “Peningkatan Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Melalui
Sosiodrama (Penelitian Tindakan Bimbingan Pada Remaja Panti Asuhan
Ghifari Turi Yogyakarta Tahun 2013)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah konsep diri remaja panti asuhan dapat ditingkatkan melalui
layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode
sosiodrama ?
2. Bagaimanakah peningkatan skor-skor konsep diri antar siklus dalam
penelitian ini ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan
bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama.
2. Mengukur peningkatan konsep diri remaja antar siklus dalam
mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak :
1. Manfaat Teoritis :
Mampu memberikan sumbangan terhadap tambahan
pengetahuan bidang pendidikan khususnya dalam peningkatan
kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) dengan
penerapan metode sosidorama yang semakin inovatif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja Panti asuhan
1) Membantu mereka untuk lebih optimal dan
mengembangkan konsep dirinya.
2) Membangkitkan niat/kesadaran siswa untuk mengusahakan
perubahan/perbaikan sikap, perilaku, nilai-nilai ke arah
yang lebih baik (membentuk konsep diri yang lebih baik).
3) Meningkatkan aktivitas remaja dalam mengikuti layanan
bimbingan kelompok.
b. Bagi Peneliti
1) Peneliti mendapat kesempatan untuk berlatih dan mengasah
keterampilan melalui penerapan penelitian tindakan
bimbingan konseling sehingga dapat memperbaiki kinerja
pelayanan bimbingan kelompok.
2) Peneliti belajar menerapkan strategi penyajian layanan
meningkatkan gairah peserta layanan dalam mengikuti
penyajian layanan bimbingan kelompok.
c. Bagi Pengasuh
Peneliti berharap dari penelitian ini dapat memberikan
informasi bagi pihak panti asuhan, terutama pengasuh panti
asuhan tentang pentingnya konsep diri pada remaja panti asuhan
sehingga dapat digunakan untuk perkembangan diri remaja panti
asuhan.
E. Definisi Operasional
1. Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya sendiri,
baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh
melalui interaksinya dengan orang lain yang ditandai dengan
keberanian untuk tampil.
2. Metode sosiodrama adalah upaya memecahkan masalah yang terjadi
pada siswa dalam konteks hubungan sosial dengan teman sebayanya
yang dengan cara mendramakan masalah-masalah yang terjadi melalui
drama.
3. Bimbingan kelompok adalah layanan yang membantu siswa untuk
menyelesaikan permasalahan yang didalamnya terdapat kurang lebih 10
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Dalam bab dijelaskan pengertian konsep diri, faktor-faktor pembentuk konsep
diri, aspek-aspek konsep diri, karakteristik remaja yang memiliki konsep diri
positif, panti asuhan, konsep diri remaja di panti asuhan, bimbingan kelompok,
metode sosiodrama, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan.
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya
(Hurlock, 1978). Menurut Brook (Rakhmat, 1985) mengatakan bahwa
konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat
fisik, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman
individu dalam interaksinya dengan orang lain. Dari kedua definisi
tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran
seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun
psikologis yang diperoleh interaksinya dengan orang lain.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai pandangan atau
penilaian, perasaan, pemikiran individu terhadap dirinya, meliputi
kemampuan karakter dan sikap. Konsep diri merupakan penentu sikap
individu dalam bertingkah laku. Artinya apabila individu berpikir dan
berkeyakinan akan berhasil, ini akan menjadi kekuatan atau dorongan yang
berpikir dan berkeyakinan gagal, hal ini sama saja dengan mempersiapkan
kegagalan dalam dirinya.
Ahli lain Atwater (Desmita, 2011) menyebutkan bahwa konsep diri
adalah keseluruhan gambaran diri, meliputi persepsi seseorang tentang
diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan
dirinya. Menurut (Tim musyawarah guru BK Provinsi DKI jakarta, 2010)
dikatakan bahwa konsep diri bukan sesuatu yang bersifat mati dan statis.
Konsep diri terbentuk dan berubah karena interaksi dengan lingkungan dan
wawasan yang dimilikinya. Apabila individu berinteraksi dengan
lingkungan secara positif dan berwawasan positif, maka hal itu akan
membentuk konsep diri secara positif, demikian pula sebaliknya. Konsep
diri memiliki 3 unsur yaitu :
a. Pengetahuan terhadap diri sendiri adalah wawasan terhadap dirinya,
kelebihan, dan kekurangannya dalam segala aspek. Contoh : nama saya
Hani, tinggi badan 167 cm, saya senang bermain musik, menyukai
bahasa Inggris dan pemalu.
b. Penghargaan terhadap diri sendiri (diri ideal) ialah harapan terhadap diri
secara ideal di masa yang akan datang. Contohnya, saya ingin menjadi
orang yang jujur, takwa, dan menjadi pengusaha.
c. Penilaian terhadap diri sendiri. Disadari atau tidak, setiap saat kita
menilai diri sendiri. Contohnya saya sangat senang dengan pelajaran
biologi dan nilai saya selalu bagus dan saya bercita-cita menjadi dokter,
2. Faktor-faktor pembentuk Konsep Diri
a. Orang tua
Orang penting bagi seorang anak adalah orang tua dan
saudara-saudaranya yang tinggal serumah. Mereka adalah orang-orang yang
pertama-tama menanggapi perilaku anak, sehingga secara
perlahan-lahan terbentuklah konsep diri anak. Segala sanjungan, senyuman,
pujian, dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap
diri seseorang. Sedangkan ejekan, cemoohan, dan hardikan akan
menyebabkan penilaian yang negatif terhadap dirinya.
Konsep diri yang tinggi pada anak dapat tercipta apabila kondisi
keluarga ditandai dengan adanya integrasi dan tenggang rasa yang
tinggi antar anggota keluarga. Kondisi keluarga yang demikian dapat
membuat anak menjadi lebih percaya dalam membentuk seluruh aspek
dalam dirinya, karena ia memiliki model yang dapat dipercaya. Dari
sana individu belajar menjadi tegas dan efektif dalam memecahkan
masalah, tingkat kecemasan mereka menjadi berkurang dan menjadi
lebih bersikap positif serta realistis dalam memandang lingkungan dan
dirinya.
b. Peranan Faktor Sosial
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan
orang-orang di sekitarnya. Apa yang dipersepsi tentang dirinya, tidak
terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang orang
individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Adanya pengaruh faktor sosial
terhadap perkembangan konsep diri individu telah dibuktikan oleh
Rosenberg (Pudjijogyanti, 1998).
Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri tidak terlepas dari
pengaruh status sosial, agama dan ras. Dijelaskan bahwa individu
yang berstatus sosial tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih
positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah.
c. Belajar
Konsep diri merupakan produk belajar. Proses belajar ini terjadi
setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar di sini
diartikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang
terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman (Hilgard dan Bower,
dalam Calhoun, 1990). Seorang anak yang pendek, melalui
pengalamannya dipanggil “udang” oleh teman-temannya, akan tahu
bahwa pendek bukanlah sifat yang dihargai (paling tidak bagi anak
laki-laki) dan oleh karena itu meragukan harga dirinya
3. Aspek-aspek Konsep Diri
Agustiani (2006: 139-141), membagi konsep diri dalam beberapa
aspek-aspek seperti berikut ini :
a. Aspek Fisik
Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu
pentingnya tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang
disebabkan oleh keadaan fisiknya.
b. Aspek Psikologis
Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya,
seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya.
Peranan tersebut akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan
harga dirinya.
c. Aspek Moral
Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah
dalam kehidupan individu atau seseorang dalam memandang nilai
etika moral bagi dirinya, seperti kejujuran, tanggungjawab atas
kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya (nilai-nilai
hidup yang dijalaninya).
d. Aspek Sosial
Aspek ini meliputi kemampuan individu dalam berhubungan dengan
dunia diluar dirinya seperti perasaan mampu dan berharga dalam
lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum, yaitu
mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu
dengan lingkungan.
4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif
Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke
negatif (Burns, 1979). Hal ini berkaitan langsung dengan respon
terhadap diri individu. Respon di sini adalah persepsi orang tua atau
orang-orang terdekat dalam memandang diri seseorang-orang. Jika seorang-orang anak
memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan
konsep diri yang positif pula. Individu juga tidak akan ragu untuk dapat
membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya
menjadi lebih dekat pada kenyataan.
Suatu konsep diri yang positif sama dengan penghargaan diri dan
penerimaan diri yang positif. Coopersmith (dalam Partosuwido, 1992)
mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri positif, yaitu
bebas mengemukakan pendapat, cenderung memiliki motivasi tinggi untuk
mencapai prestasi, mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu
menyeleraskan diri dengan lingkungannya. Pendapat-pendapat tersebut
sejalan dengan ungkapan Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1996)
yang menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif
ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi
masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa
malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat,
serta mampu memperbaiki diri dengan mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya. Singkatnya,
individu yang memiliki konsep diri positif akan menyukai dirinya sendiri
dan menjalani kehidupan secara efektif, baik untuk keberadaan dirinya
maupun orang-orang lain di sekitarnya.
B. Panti Asuhan
Remaja di panti asuhan berarti semua anak asuh yang tergolong dalam
masa remaja yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah tempat
pelayanan sosial yang memberikan perlindungan dan pembinaan
kesejahteraan sosial bagi anak yatim, anak dari keluarga kurang mampu dan
terlantar, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, yang
meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat, dan kemampuan serta
ketrampilan.
Panti asuhan adalah suatu Lembaga Usaha Kesejahteraan Sosial yang
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan
sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan
pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali
dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan
kepribadiannya sesuai yang diharapkan sebagai bagian generasi penerus
cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di dalam bidang
pembangunan nasional.
Kenyataan di lapangan masih terdapat diskriminasi pada komunitas anak
yang tidak beruntung dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya dalam potret
keluarga tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam pemenuhan
kebutuhan anak, yang kemudian menyebabkan keterlantaran pada anak.
Beberapa penyebab keterlantaran anak, antara lain:
1. Orang tua meninggal dan atau tidak ada sanak keluarga yang merawatnya
sehingga anak menjadi yatim piatu.
2. Orang tua tidak mampu (sangat miskin) sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan minimal anak-anaknya.
3. Orang tua tidak dapat dan tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan
baik atau dengan wajar dalam waktu relatif lama misalnya menderita
penyakit kronis dan lain-lain.” (BKPA: Pedoman Panti Asuhan, 1979).
Menurut Bab 1, pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, definisi anak terlantar adalah sebagai berikut:
”Anak terlantar adalah anak yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak
dapat menjalankan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat
terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial”.
Ciri-ciri anak terlantar adalah: Pertama, kurang kasih sayang dan
bimbingan dari orang tua; kedua, lingkungan keluarga kurang membantu
perkembangannya, ketiga, kurang pendidikan dan pengetahuan; keempat
kurang bermain; kelima, kurang adanya kepastian tentang hari esok dan
lain-lain (BPAS, 1986: 111).
Keterlantaran anak yang terjadi karena fungsi keluarga yang tidak dapat
dijalankan secara baik tersebut kemudian diatasi, salah satunya oleh panti
menggantikan fungsi keluarga guna pemenuhan kebutuhan anak, baik secara
jasmani, rohani, maupun sosial. Panti asuhan adalah rumah, tempat untuk
memelihara, merawat, mengasuh anak-anak yang berasal dari latar belakang
status sosial bermasalah (yatim, piatu, yatim piatu, terlantar, miskin, keluarga
retak dan orang tua sakit).
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan panti
asuhan bukan hanya menyantuni, akan tetapi juga berfungsi sebagai
pengganti orang tua yang tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya. Selain itu, panti asuhan juga memberikan pelayanan dengan cara
membantu dan membimbing mereka ke arah pengembangan pribadi yang
wajar dan kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota
masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab terhadap
dirinya, keluarga dan masyarakat. Umumnya anak-anak yang tinggal di panti
asuhan adalah:
1. Anak yatim, piatu dan yatim piatu terlantar.
2. Anak terlantar yang keluarganya mengalami perpecahan, sehingga tidak
memungkinkan anak dapat berkembang secara wajar baik jasmani, rohani,
maupun sosial.
3. Anak terlantar yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak mampu
melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar.
Panti asuhan memberikan pelayanan pemeliharaan, baik secara fisik,
mental, maupun sosial. Namun secara lebih lanjut, kondisi mental dan sosial
secara utuh dengan cara memanusiakan manusia, panti asuhan melalui para
pengasuh mencoba untuk membentuk anak asuhnya dalam menghadapi
pendapat masyarakat yang memandang bahwa anak panti asuhan memiliki
kelas yang lebih rendah dan minder. Peranan seorang pengasuh,
mencerminkan tanggung jawab pengasuh untuk menghidupkan seluruh
sumber daya yang ada di panti asuhan. Pada umumnya panti asuhan
memberikan penanaman nilai-nilai kepercayaan diri agar bisa menerima
kondisi dirinya dan mengatasi rasa minder dan rendah dirinya. (Pusat
Penelitian Kependudukan, UNS. 2009).
C. Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan
Konsep diri yang dikembangkan oleh remaja panti asuhan dapat berupa
konsep diri positif dan negatif. Mereka yang memiliki konsep diri positif
maka akan dapat mengenal dirinya dengan baik, sehingga secara otomatis
mereka dapat mengenali segala kelemahan dan keunggulan yang dimilikinya
dan nantinya akan membuat mereka dapat menentukan cara yang tepat untuk
mengatasi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini yang akan
menyebabkan penilaian diri yang positif. Semua itu akan membuat mereka
mampu menghargai dirinya dan hidupnya sehingga akan menjadikan
hidupnya lebih berguna, baik untuk dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungannya. Bagi mereka yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan
bahwa mereka tidak dapat mengenali dirinya dengan baik sehingga tidak
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dikarenakan adanya perasaan tidak
mampu dan berharga dalam diri, serta memandang negatif terhadap diri dan
hidupnya. Kesemuanya itu akan menyebabkan tidak tercapainya makna
hidup.
Juriana (2000) mengemukakan, adanya konsep diri dalam kenyataannya
penting diperlukan dalam memaknai kehidupan, memberikan pemahaman
bahwa untuk menghargai diri sendiri, hal yang paling utama yang harus
dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal dirinya, baik mengenai
kekurangan dan kelebihan diri, serta keunikan diri sebagai mahluk ciptaan
Tuhan. Setelah seseorang mengenal dirinya dengan baik, orang tersebut akan
dapat menentukan cara yang tepat untuk mengatasi dan mengembangkan
potensi dirinya. Potensi diri seseorang apabila dikembangkan akan dapat
meraih kesuksesan.
Manusia termasuk remaja panti asuhan memiliki keinginan dasar untuk
berhasil menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Guna mewujudkan semua itu
mereka dituntut untuk menerima segala bentuk keadaan dirinya (Napitupulu
dkk, 2006). Bila remaja panti asuhan ini, sulit menerima keadaan dirinya
yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya maka
harapan-harapan untuk memperoleh kehidupan yang berarti bagi dirinya tidak akan
terpenuhi dengan sendirinya. Bagi mereka yang beranggapan bahwa dengan
tinggal di panti asuhan menjadikan suatu beban atau keadaan yang kurang
menguntungkan, akan lebih banyak berpikir bahwa hidupnya kurang
mencapai apa yang semula mereka cita-citakan, sehingga pada akhirnya
mereka akan kehilangan kebermaknaan hidupnya.
Menemukan dan memperoleh kebermaknaan hidup bagi remaja di panti
asuhan sangatlah penting. Hal ini diharapkan dapat memberikan kebahagiaan
dan arahan ketika menghadapi segala kesulitan hidup. Frankl (Bastaman,
2007) mengartikan makna hidup yaitu hal-hal yang dianggap sangat penting
dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak
dijadikan tujuan utama dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan
menyebabkan seseorang merasakan kehidupan berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia.
D. Bimbingan Kelompok
1. Pengertian Bimbingan Kelompok
Dalam bimbingan dan konseling terdapat berbagai teknik yang dapat
digunakan konselor dalam membantu perkembangan individu. Bimbingan
kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal
masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri (Winkel & Sri Hastuti,
2004: 565).
Winkel (1991: 145), bimbingan kelompok adalah bukan suatu
himpunan individu-individu yang karena satu atau lain alasan tergantung
bersama, melainkan suatu satuan orang-orang yang mempunyai tujuan
intensif satu sama lain. Pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam
proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi
psikologis dengan anggota-anggota yang tergabung dalam satuan itu.
Menurut Juntika (2006: 23), bimbingan kelompok merupakan bantuan
terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan
kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas
kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan
sosial. Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu
kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok
besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi
dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan
cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelsaikan tugas, serta meraih masa
depan dalam studi, akrier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok
diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan
pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri.
Pada umumnya, aktivitas kelompok menggunakan prinsip dan proses
dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan diskusi, sosiodrama, bermain
peran, simulasi, dan lain-lain. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih
efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan
terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian
masalah. Menurut Hartinah (2009: 12), bimbingan kelompok merupakan
mengalami masalah. Suasana kelompok, yaitu antarhubungan dari semua
orang yang terlibat dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana
masing-masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat
memanfaatkan informasi, tanggapan kepentingan dirinya yang
bersangkutan dengan masalahnya tersebut. Dari segi lain, kesempatan
mengemukakan pendapat, tanggapan, dan berbagai reaksi juga dapat
menjadi peluang yang sangat berharga bagi perorangan yang
bersangkutan. Perkembangan yang akan timbul didalam kelompok itulah
yang nantinya akan menjadi isi dan mewarnai kehidupan kelompok
tersebut.
Sementara itu, Sukardi (2008: 64) menyatakan bahwa bimbingan
adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu
(terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga
dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, definisi bimbingan kelompok
disimpulkan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk
memberikan bantuan kepada peserta didik/siswa yang dilakukan oleh
seorang pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat
berguna untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Kelompok
Tujuan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004:
547) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial
masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama
dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.
Selain itu, bimbingan kelompok bertujuan untuk merespon kebutuhan dan
minat peserta didik. Menurut Prayitno dan Amti (1994) bahwa tujuan
bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara
umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang
mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga
menembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui
berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan
kelompok bertujuan untuk :
1. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan
teman-temannya.
2. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.
3. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama temanteman
dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada
umumnya.
4. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan
kelompok.
6. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.
7. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain.
Tujuan bimbingan kelompok seperti yang dikemukakan oleh (Prayitno,
1995: 178) adalah:
1. Mampu berbicara di depan orang banyak.
2. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain
sebagainya kepada orang banyak.
3. Belajar menghargai pendapat orang lain.
4. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
5. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang
bersifat negatif).
6. Dapat bertenggang rasa.
7. Menjadi akrab satu sama lainnya.
8. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi
kepentingan bersama.
Winkel (1991: 110) fungsi dari layanan bimbingan kelompok diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Memberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan memberikan
tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar.
2. Mempunyai pemahaman yang efektif, objektif, tepat, dan cukup luas
3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan sendiri dan
lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka
bicarakan dalam kelompok.
4. Menyusun progran-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan
terhadap sesuatu hal yang buruk dan memberikan dukungan terhadap
sesuatu hal yang baik.
5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nyata dan langsung untuk
membuahkan hasil sebagaimana apa yang mereka programkan semula.
3. Asas-asas Bimbingan Kelompok
Asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan kelompok diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Asas kerahasiaan : para anggota harus menyimpan dan merahasiakan
informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang
tidak layak diketahui orang lain.
b. Asas keterbukaan : para anggota bebas dan terbuka mengemukakan
pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan
dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.
c. Asas kesukarelaan : semua anggota dapat menampilkan diri secara
spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin
kelompok.
d. Asas kenormatifan : semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak
4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok memiliki beberapa keuntungan seperti pada
berikut ini :
a. Anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman
kelompok. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan
sebaliknya, anak dapat membantu kawannya untuk menemukan dirinya.
b. Sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan seperti toleransi, saling
menghargai, kerjasama, tanggungjawab, disiplin, kreativitas, dan
sikap-sikap kelompok lainnya.
c. Dapat menghilangkan beban-beban moril seperti malu, penakut dan
sifat-sifat egoistis, agresif, manja, dan sebagainya.
d. Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi, konflik-konflik,
kekecewaan-kekecewaan, curiga-mencurigai, iri hati, dan sebagainya.
e. Dapat mengembangkan gairah hidup dalam melakukan tugas, suka
menolong, disiplin, dan sikap-sikap lainnya.
E. Metode Sosiodrama
1. Pengertian Metode Sosiodrama
Sosiodrama terdiri dari dua suku kata “sosio” yang artinya
masyarakat, dan “drama” yang artinya keadaan seseorang atau peristiwa
yang dialami orang, sifat dan tingkah lakunya, hubungan seseorang,
Wina (2006: 160) mengatakan bahwa sosiodrama adalah metode
pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut
hubungan antara manusia, seperti masalah kenakalan remaja, narkoba,
gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama
digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan
masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk
memecahkannya.
Winkel (1991: 107), sosiodrama adalah salah satu problem yang
kerap dihadapi oleh murid dalam pergaulan sehari-hari
diperankan/dimainkan oleh beberapa murid dengan tujuan untuk
bersama-sama mencari penyelsaiannya. Sosiodrama dapat
diselenggarakan dalam pelajaran bimbingan atau dalam home room,
semua murid dilibatkan secara aktif dengan mendiskusikan masalahanya
atau dengan memegang salah satu peran dalam drama (role playing).
Kegiatan sosiodrama merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik
yang biasanya timbul dalam pergaulan sehari-hari, melalui dramatisasi
ini para pemain memproyeksikan sikap, perasaan, dan tingkah laku yang
diperankan. Dengan demikian mereka menjadi lebih sadar akan
“bagaimanakah perasaan orang lain”.
Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar dimana guru atau
pembimbing memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan
kehidupan masyarakat sosial. Sosiodrama adalah suatu cara mengajar
dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan
sosial.
Metode sosiodrama dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai suatu
teknik bimbingan dan konseling dimana guru pembimbing memberikan
kesempatan keapada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan
peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial
yang menghambat atau yang menyebabkan konsep diri menjadi rendah.
Selain itu dengan menggunakan metode sosiodrama siswa mampu
melihat keadaan dirinya, kemampuan yang dimilikinya serta memahami
dirinya. Metode sosiodrama merupakan tindakan yang dilakukan secara
sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu
masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa bisa mengenali
tokohnya.
Engkoswara (1984: 60-62) menyatakan langkah-langkah sosiodrama
adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan sosiodrama terdiri dari menentukan pokok atau masalah
sosial yang akan disosiodramakan, mempersiapkan pemilihan
pelaku, mempersiapkan para pelaku dan penonton.
b. Pelaksanaaan
Para pemain yang telah dipersiapkan dipersilahkan untuk
yang dimilikinya. Pembimbing mengawasi dan memberikan
kebebasan para pemain dan menjaga ketertiban. Pelaksanaan
sosiodrama tidak perlu selesai. Hal ini bermanfaat untuk kemudian
diteruskan untuk dipikirkan kemungkinannya oleh anak-anak
lainnya.
c. Tindak lanjut
Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada
pelaksanaan dramatisasi melainkan ada tindak lanjut berupa tanya
jawab, diskusi, untuk memecahkan masalah. Bahkan siswa lain bisa
disuruh untuk memainkan kembali jika dramatisasi dirasa kurang
baik.
Jadi diketahui bahwa dalam melaksanakan sosiodrama perlu
memperhatikan suasana kelompok dan langkah-langkah yang akan
dilakukan agar diskusi kelompok dapat berjalan secara efektif.
2. Unsur-unsur Drama
Brahim (1968: 59-73) menyatakan bahwa unsur-unsur yang ada
dalam drama adalah sebagai berikut :
a. Lakon Drama
Lakon drama disusun menurut teknik yang berbeda dari novel atau
roman, karena lakon drama harus disusun dibawah syarat-syarat
pertunjukan panggung. Pada penulis drama, bahasanya harus berupa
b. Laku (Action)
Plot adalah situasi, insiden, dan laku. Situasi adalah suatu keadaan
dari suatu peristiwa. Tiap-tiap momen dalam drama adalah
situasi-situasi. Situasi dapat menjadi suatu insiden jika ada gerakan. Jadi
insiden itu terjadi karena ada gerakan, adanya tindakan di dalam
situasi yaitu laku.
c. Pelaku
Suatu lakon selalu berhubungan dengan manusia-manusia yang ikut
berkepentingan di dalam lakon, yaitu pelaku-pelaku. Pelaku-pelaku
dalam sebuah lakon adalah manusia-manusia yang diciptakan oleh
pengarang.
d. Wawankata (dialog)
Disamping dengan laku, plot drama juga tumbuh berkembang, malah
sebagian besar dalam wawankata. Wawankata merupakan pencerta
utama bagi laku, bahkan keduanya saling berhubungan. Laku dan
wawankata bersama-sama mengembangkan plot, bahkan laku akan
menjadi jelas jika bersama-sama ditampilkan dengan kata-kata yang
diucapkan oleh pelaku yang bersangkutan.
e. Bagian-bagian plot
Drama selalu menggambarkan pertentangan-pertentangan. Mungkin
pertikaian antara pribadi-pribadi yang berlawanan, pertentangan
antar manusia dengan keadaan sekelilingnya, antara
umum adalah pertentangan antara tokoh dalam perilaku.
Pertentangan itu merupakan bahan dan tulang punggung drama.
3. Tujuan Metode Sosiodrama
Tujuan menggunakan metode sosiodrama ini adalah :
a. Siswa berani mengungkapkan pendapatnya secara lisan.
Tidak sedikit remaja yang tinggal di panti asuhan masih ragu untuk
mengungkapkan pendapatnya secarta lisan. Remaja bisa menjadi
pasif dalam segala kegiatan yang diadakan oleh panti asuhan sendiri.
Remaja cenderung diam dan tidak berani mengungkapkan
pendapatnya jika tidak dipancing terlebih dahulu, untuk itu melalui
permainan peran ini diharapkan remaja sudah berani untuk
mengungkapkan pendapatnya secara lisan.
b. Memupuk kerjasama diantara para siswa
Kerja sama yang terjalin antar remaja yang tinggal di panti asuhan
diharapkan mampu membuat hubungan antar remaja itu menjadi
baik sehingga perilaku mereka juga bisa menjadi semakin lebih baik.
c. Siswa menunjukkan sikap berani dalam memerankan tokoh yang
diperankan.
Remaja tidak lagi malu untuk berani tampil dalam memerankan
tokoh yang akan dijalankannya. Siswa berani mengekspresikan
segala sesuatu yang diperankannya.
d. Siswa memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan jalannya
Siswa atau remaja mampu memberikan tanggapannya dalam
jalannya sosiodrama ini. Karena melalui sosiodrama inilah peneliti
mampu melihat kemampuan siswa dalam mengekspresikan segala
sesuatu yang menghambat dirinya, seperti rasa malu dan kurang
percaya diri. Sehingga di akhir lakon dimana remaja memerankan
tokoh yang sesuai dengan karakternya, remaja mampu memberikan
tanggapan yang positif.
e. Melatih berinteraksi dengan orang lain.
Remaja diharapkan mampu melatih kemampuan dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. Siswa mampu menjalin hubungan yang
baik, siswa tidak lagi malu dalam bergaul dan minder untuk bergaul
dengan banyak orang.
4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama sebagai Strategi Peningkatan
Konsep Diri Remaja
Berikut ini merupakan kelebihan dari metode pembelajaran sosiodrama :
a. Berkesan dan tahan lama dalam ingatan siswa (peserta layanan).
b. Sangat menarik bagi peserta layanan sehingga keadaan aula panti
asuhan menjadi dinamis dan antusias.
c. Mengembangkan kreativitas peserta layanan (dengan peran yang
dimainkan anak dapat berfantasi).
d. Memupuk kerjasama antar peserta layanan.
e. Menumbuhkan bakat peserta layanan dalam seni drama.
5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama dalam Pelayanan
Bimbingan Kelompok
Winkel (2004: 571), sosiodrama merupakan dramatisasi dari
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan
orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial.
Sosiodrama bersifat kegiatan pedagogik dan bertujuan membantu baik
pihak peran maupun para penyaksi untuk lebih menyadari seluk beluk
pergaulan sosial dan membantu mereka meningkatkan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara wajar dan sehat. Oleh karena itu,
sosiodrama merupakan kegiatan yang dapat sangat cocok untuk
membantu banyak orang muda dalam meningkatkan perkembangan
sosialnya. Untuk menggunakan sosiodrama dalam kegiatan bimbingan
kelompok, seorang konselor harus berpegang pada pola prosedural yang
pada dasarnya adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji persoalan sehingga dapat diuraikan dalam situasi naskah.
Situasi itu harus cocok untuk disandiwarakan dan mudah dipahami.
b. Mempersiapkan beberapa adegan dalam naskah drama yang akan
dibawakan oleh pemain.
c. Menentukan pemain yang akan membawakan adegan dalam drama
dan membagikan naskah drama yang telah selesai dibuat.
d. Adegan dalam drama dimainkan secara serius oleh para pemeran
drama. Adegan dimainkan seolah-olah sungguh terjadi seperti dalam
e. Setelah drama selesai, para pemain berkumpul untuk mendiskusikan
apa yang dirasa kurang dan apa yang dirasakan selama bermain
drama.
F. Kerangka Pikir
Konsep diri adalah gambaran tentang diri sendiri yang mencakup
keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Lingkungan keluarga juga berpengaruh terhadap konsep diri remaja berupa
perhatian yang cukup, namun pada kenyataannnya tidak semua manusia
(remaja) dalam perjalanan hidupnya beruntung dapat memiliki keluarga yang
ideal. Banyak anak yang mengalami kenyataan pahit dalam hidupnya.
Kematian atau perceraian orang tua, kemiskinan, keluarga tidak harmonis,
keluarga broken dan sebagainya dapat menyebabkan hilangnya fungsi
keluarga, sehingga anak harus rela terlepas dari rengkuhan kasih sayang
orang tua atau kadang harus menjalani kerasnya kehidupan sendiri tanpa
keluarga. Salah satu kondisi tertentu inilah yang dapat menyebabkan
seseorang berada dalam sebuah lembaga yang bernama panti asuhan. Hal ini
juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri pada remaja.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan
konsep diri remaja, salah satunya melalui sosiodrama. Menurut Sukardi
(2002) mengatakan bahwa salah satu manfaat sosiodrama adalah membantu
anak belajar mengungkapkan, menggambarkan, mengekspresikan suatu sikap,
sosial dalam pergaulan sehari-hari, hal ini merupakan salah satu proses dari
pembentukan konsep diri anak. Melalui layanan bimbingan kelompok dapat
menjadi dasar untuk bisa mengembangkan konsep diri peserta layanan yang
tinggal di panti asuhan dengan menggunakan metode sosiodrama.
Remaja yang telah bermain sosiodrama diharapkan dapat lebih terbuka
dalam mengungkapkan pikiran atau pandangan mengenai permasalahan sosial
yang dihadapi, misalnya kesenjangan sosial dan rendahnya konsep diri, dapat
pula mengungkapkan perasaan sedih, senang, marah atau bahagia, dapat
berbagi pengalaman dengan remaja lain tanpa malu sehingga mampu
meningkatkan konsep diri mereka menjadi lebih baik.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dapat
ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan
37
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis penelitian, subjek dan obyek penelitian, setting
penelitian, jadwal kegiatan, prosedur penelitian, teknik pengumpulan dan
instrumen penelitian, uji coba, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan
Konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan konseling
merupakan bentuk suatu kajian yang bersifat reflektif dengan tujuan
untuk memperbaiki kondisi praktik pembelajaran/bimbingan yang telah
dilakukan. Penelitian ini dapat dilaksanakan jika pembimbing sejak awal
memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses layanan
bimbingan kelompok yang dihadapi di kelas.
Tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini berupa layanan
bimbingan kelompok dengan menerapkan metode sosiodrama sebagai
upaya untuk meningkatkan konsep diri siswa remaja panti asuhan. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan konseling
sehingga prosedur dan langkah-langkah pelaksanaan ini mengikuti
prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Penelitian
yang akan dilakukan menggunakan penelitian tindakan (action research)
yang didalamnya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
B. Subjek dan Obyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah remaja SMP usia 11-14 tahun Panti
Asuhan Ghifari yang terdiri dari 7 laki-laki dan 10 perempuan. Obyek
dalam penelitian ini adalah peningkatan konsep diri melalui pelaksanaan
proses dan hasil layanan bimbingan kelompok dengan metode
sosiodrama.
C. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Ghifari yang
beralamatkan di Relokasi Pelem Girikerto Turi Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian tahun 2013 dimulai bulan Mei 2013 sampai dengan
bulan Juni 2013.
3. Konteks Penelitian
Pada penelitian ini, situasi yang diharapkan terjadi dalam tindakan
bimbingan dan konseling yaitu anak mampu mempraktekkan drama
yang telah diberikan oleh peneliti. Anak mampu bekerjasama satu
sama lain, mengekspresikan perasaan marah, senang dan juga kecewa.
Anak yang konsep dirinya rendah seperti malu-malu dan tidak berani
mengungkapkan pendapatnya, dalam memainkan drama disini, anak
dilatih untuk berani berkomunikasi dengan lawan mainnya, menatap
konsep diri yang dimiliki anak tersebut bisa meningkat dan tidak lagi
malu-malu. Peran mitra kolaboratif juga sangat diperlukan
dikarenakan mitra kolaboratif yang akan menjadi observer untuk
mengamati gerak gerik para lakon (peserta layanan) dalam drama.
D. Jadwal Kegiatan
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Jadwal Kegiatan Penelitian
E. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian tindakan ini dilakukan sebanyak 2 siklus pada
materi layanan bimbingan kelompok. Siklus pertama menyampaikan
layanan bimbingan yang bertujuan membangkitkan konsep diri remaja
dengan menggunakan metode sosiodrama, siklus kedua menggunakan
metode sosiodrama yang lebih meningkatkan dan membangkitkan
konsep diri remaja panti asuhan.
Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Tahap-tahap penelitian tersebut dimunculkan dalam setiap siklus. Sebelum
masuk ke siklus I, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu.
Setelah melakukan observasi dan telah menentukan subyek yang
akan diteliti, peneliti melakukan 2 kali pertemuan pada setiap siklusnya
agar peforma pementasan sosiodrama yang dihasilkan dapat maksmial.
Selanjutnya secara rinci prosedur penelitian tindakan bimbingan dan
konseling ini dijabarkan sebagai berikut.
Siklus I
1. Perencanaan (Planing)
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
sebagai berikut :
a. Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dengan
topik Percaya Diri.
b. Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan,
lembar catatan lapangan yang akan digunakan untuk
mengetahui dan sebagai catatan aktivitas siswa selama
proses bimbingan berlangsung. (lembar observasi terlampir)