• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama penelitian tindakan bimbingan pada remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama penelitian tindakan bimbingan pada remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

PANTI A

ajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

(2)

ii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI

(3)

iii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI

(4)

iv

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi, yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Januari 2014

Penulis

(5)

v

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Widya Wulan Hapsari

No Induk Mahasiswa : 091114030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013).

Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya maupun yang memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 8 Januari 2014

Yang menyatakan

(6)

vi MOTTO

“TOO FAST TO LIVE, TOO YOUNG TO DIE”

“MAKE IT RIGHT EVERYTHING THAT I DO”

“Orang tua kita adalah anugerah terbesar di dalam sebuah

kehidupan”

“Selalu menjadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi orang

lain meskipun mereka tampak lebih baik dari diri kita”

“Awali segala kegiatan dengan berdoa, optimis, dan yakin untuk

melakukan yang terbaik pada setiap kegiatan yang dikerjakan”

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Orangtuaku terkasih Bapak Wijo Purnomo, BA dan Mama Diah Pancawati, S.Pd yang selalu berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan studi ini.

Kekasihku tercinta Wiratama Rahman yang selalu mendukung dan menjadi motivasi bagiku.

(7)

vii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI

ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013)

Widya Wulan Hapsari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2014

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dalam bimbingan kelompok menggunakan metode sosiodrama. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan pembina panti. Subjek penelitian berjumlah 17 anak Panti Asuhan Ghifari.

Penelitian terdiri dari dua siklus, setiap pertemuan dilakukan 1 x 45 menit. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, angket, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Pedoman observasi digunakan setiap bimbingan berlangsung, angket digunakan setiap akhir siklus. Pedoman wawancara dan catatan lapangan dibuat setiap bimbingan berlangsung. Dokumentasi dilakukan menggunakan kamera untuk mengambil gambar dan merekam tindakan.

(8)

viii

IMPROVING THE ADOLESCENTS’ SELF-CONCEPT IN ORPHANAGE THROUGH GROUP COUNSELING BY USING

SOCIO-DRAMA METHOD (A RESEARCH ON GUIDANCE TOWARDS THE ADOLESCENTS’ OF GHIFARI ORPHANAGE TURI YOGYAKARTA IN

2013) Orphanage Turi Yogyakarta through group counseling by using socio-drama method. This study is an action research of guidance and counseling which was conducted collaboratively with the orphanage coaches. The subject is 17 adolescents who live at Ghifari Orphanage Turi Yogyakarta.

This study consists of two cycles, each meeting is carried out in 1 x 45 minutes. The data collection techniques used are observation, questionnaire, interview, field note and documentation. The observation guidance is used during the guidance and the questionnaire is used at the end of the cycle. The interview and field notes are made when the guidance is on progress. The documentation is conducted by using camera to take pictures as well as to record the event.

(9)

ix

Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, cinta

dan hidayah, kekuatan dan dukungan serta kasih-Nya yang begitu besar pada saya

dalam proses pembuatan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang

menjadi syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bimbingan

dan Konseling.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah

membantu saya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si sebagai Ketua Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Dosen

Pembimbing yang tulus memberi petunjuk, bimbingan, perhatian selama

proses skripsi, dan memberikan dukungannya dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

2. Segenap Dosen dan Karyawan Bimbingan dan Konseling yang telah

banyak mendukung studi sehingga dapat menyelesaikan skripsi pada

waktunya.

3. Bapak Marwanto selaku pembina Panti Asuhan Ghifari yang telah

mengizinkan pelaksanaan penelitian dan memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Para anak-anak SMP Panti Asuhan Ghifari yang dengan senang hati

menerima peneliti, bekerjasama, dan memberikan bantuan dalam

(10)

x

Diah Pancawati S.Pd yang selalu memberi dukungan doa, perhatian, dan

kasih sayang selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

6. Ketiga Adikku tersayang Novian Widhi Hapsoro, Aulia Widya

Purnamasari dan Widya Adnin Wijayanti yang selalu memberikan

dukungan, doa dan kasih sayang.

7. Wiratama Rahman yang telah setia mendukung dalam doa, perhatian, dan

kasih sayangnya selama ini.

8. Teman-teman Prodi Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 yang telah

menjalin kebersamaan dan persahabatan selama saya mengikuti

perkuliahan dan segala bentuk bantuan dalam penyelesaian skripsi.

9. Temen-temenku tercinta Galih, Nasa, Florent, Jarot, Anno, Erna, Grace,

Sita, Intan, dan teman-teman Futsal Asoy Geboy terimakasih atas doa dan

dukungan kalian.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu memiliki

banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap

semoga karya ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada

umumnya.

Penulis

(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A.Konsep Diri ... 10

1. Pengertian Konsep Diri ... 10

2. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri... 12

3. Aspek-aspek Konsep Diri ... 13

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif ... 14

B. Panti Asuhan ... 16

C.Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan ... 19

D.Bimbingan Kelompok ... 21

1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 21

(12)

xii

4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok ... 27

E. Metode Sosiodrama ... 27

1. Pengertian Metode Sosiodrama ... 27

2. Unsur-unsur Drama ... 30

3. Tujuan Metode Sosiodrama ... 32

4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama Sebagai Startegi Peningkatan Konsep Diri Remaja ... 33

5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama Dalam Pelayanan Bimbingan Kelompok ... 34

F. Kerangka Berpikir ... 35

G.Hipotesis Tindakan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 37

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 38

C.Setting Penelitian ... 38

D.Jadwal Penelitian ... 39

E. Prosedur Penelitian ... 39

F. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian ... 44

G.Uji Coba ... 48

H.Teknik Analisis Data ... 50

I. Indikator Keberhasilan... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Kelas ... 55

1. Pra Tindakan ... 56

a. Perencanaan ... 56

b. Pelaksanaan Pra Tindakan ... 58

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Pra Tindakan ... 63

d. Refleksi... 64

2. Siklus I ... 66

a. Perencanaan ... 67

b. Pelaksanaan Tindakan ... 68

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus I... 75

d. Refleksi... 76

3. Siklus II ... 77

a. Perencanaan ... 77

b. Pelaksanaan Tindakan ... 78

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus II ... 85

(13)

xiii

B. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 87

1. Hasil Analisis Peningkatan Capaian Skor Konsep Diri Anak ... 87

2. Hasil Analisis Data Lembar Observasi Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 93

3. Hasil Wawancara ... 99

4. Hasil Uji t ... 102

C.Pembahasan ... 103

D.Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(14)

xiv

Halaman

Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 39

Tabel 2 : Panduan Observasi Indikator Siswa ... 44

Tabel 3 : Kisi-kisi Angket Konsep Diri ... 46

Tabel 4 : Pedoman Wawancara Pembina Panti dan Siswa ... 48

Tabel 5 : Kriteria Hasil Persentase Skor Konsep Diri... 52

Tabel 6 : Kriteria Hasil Persentase Observasi Skor Konsep Diri... 53

Tabel 7 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Panti Asuhan Ghifari... 55

Tabel 8 : Hasil Observasi Pra Tindakan ... 64

Tabel 9 : Penggolongan Skor Konsep Diri Tahap Pra Tindakan ... 64

Tabel 10 : Analisis Hasil Observasi Sosiodrama Siklus I ... 76

Tabel 11 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus I ... 76

Tabel 12 : Analisis Hasil Observasi Konsep Diri Terhadap Proses Pelaksanaan Sosiodrama Siklus II ... 86

Tabel 13 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus II ... 86

Tabel 14 : Capaian Skor Perkembangan Konsep Diri ... 88

Tabel 15 : Data Hasil Obervasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 94

Tabel 16 : Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II Dalam Skala 100 ... 95

Tabel 17 : Data Rekap Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96

Tabel 18 : Deskripsi Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 97

(15)

xv

Halaman

Grafik 1 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan dan Siklus I ... 90

Grafik 2 : Grafik Perbandingan Siklus I dan Siklus II ... 91

Grafik 3 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 92

Grafik 4 : Grafik Perkembangan Capaian Skor Konsep Diri Antar Siklus... 93

Grafik 5 : Grafik Perbandingan Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96

(16)

xvi LAMPIRAN 1

1.1 SPB Pra Tindakan (Konsep Diri) ... 116

1.2 SPB Siklus I (Percaya Diri) ... 125

1.3 SPB Siklus II (Tanggung Jawab) ... 131

1.4 Daftar Hadir Siswa ... 137

1.5 Naskah Drama Siklus I ... 138

1.6 Naskah Drama Siklus II ... 140

LAMPIRAN 2 2.1 Lembar Observasi Konsep Diri... 146

2.2 Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 147

2.3 Analisis Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 152

LAMPIRAN 3 3.1 Lembar Angket Konsep Diri ... 155

3.2 Hasil Perolehan Skor Angket Konsep Diri ... 159

3.3 Analisis Hasil Angket Konsep Diri ... 161

LAMPIRAN 4 4.1 Catatan Lapangan ... 162

4.2 Dokumentasi Foto-foto Penelitian ... 167

LAMPIRAN 5 5.1 Validitas dan Reliabilitas ... 170

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini mepaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Disadari atau tidak, setiap individu harus menjalani tuntutan tugas

perkembangan. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa individu senantiasa

akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak,

masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Pada setiap tahap

perkembangan, individu harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu.

Tugas-tugas tersebut disebut juga dengan Tugas-tugas perkembangan. Selama menjalani

tugas perkembangan, individu akan dihadapkan dengan berbagai macam

permasalahan.

Individu yang menjalani masa remaja juga akan menghadapi berbagai

macam permasalahan dalam menyelesaikan tugas perkembangan. Masa

remaja itu sendiri adalah masa peralihan atau masa transisi antara masa

kanak-kanak dan masa dewasa. Banyak sekali perubahan yang dialami

individu dalam masa ini. Perubahan tersebut menyangkut aspek fisik,

emosi, sosial, dan moral. Dari berbagai perubahan yang terjadi dalam diri

remaja tersebut, remaja harus menemukan dirinya sesuai dengan keinginan

(18)

menemukan jati diri tersebut, tak jarang mengalami krisis kepercayaan

diri, perasaan, dan pikiran.

Hurlock (2004:207) mengemukakan masa peralihan merupakan

periode dimana individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran

yang harus dilakukan. Adanya masalah yang mereka hadapi serta tuntutan

tugas perkembangan yang tetap harus mereka penuhi, remaja perlu

memiliki suatu pegangan yang kuat. Hal ini bertujuan agar

masalah-masalah yang dihadapi tidak mempengaruhi tugas perkembangan yang

harus dipenuhi. Hal ini konsep diri memiliki peranan penting. Konsep diri

sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan pemikiran, perasaan,

dan emosi diri remaja.

Cara pandang remaja terhadap dirinya itulah yang disebut dengan

konsep diri. Konsep diri merupakan hasil refleksi dari memandang,

merasakan dan pengalaman individu dalam menjalani hidupnya.

Bagaimana seseorang memandang dirinya akan turut menentukan cara

yang bersangkutan menjalani hidupnya. Konsep diri yang positif, individu

akan menjalani kehidupannya dengan baik pula. Sebaliknya, jika individu

memiliki konsep diri yang negatif maka kehidupannya akan dirasakan

kurang baik.

Bagaimana keluarga dengan konsep diri remaja yang tinggal di panti

asuhan. Konsep diri positif akan terbentuk jika remaja tersebut tinggal

dengan orang tua yang perhatian dan mendapatkan kasih sayang yang

(19)

mendapatkan kasih sayang atau binaan dari orang tua. Ada anak yang

sejak kecil tidak mempunyai orang tua, atau tidak mempunyai orang tua

yang utuh, atau diantara mereka keadaan orang tuanya tidak

memungkinkan untuk memberikan pembinaan dan pemeliharaan kepada

anaknya karena keterbatasan materi atau biaya, maka biasanya

anak-anak tersebut akan dibina di panti asuhan.

Pusat penelitian kependudukan (2009), panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun

masyarakat yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan

terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi

kebutuhan kehidupan sosial yang dapat berfungsi sosial. Panti asuhan

dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan

mengembangkan potensi anak, baik fisik, mental dan sosial, bila orang tua

yang pertama-tama memberikan pembinaan pada anak sudah tidak ada,

tidak diketahui adanya atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan

kewajibannya. Maka peran dari lembaga panti asuhan sangat penting

karena di dalam panti asuhan, anak akan dibina dan diajarkan berbagai

macam hal yang menyangkut dengan kepribadian anak.

Melihat hal ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai perilaku

remaja yang tinggal di panti asuhan terkait dengan pemahaman konsep diri

mereka. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh remaja selama tinggal di

panti asuhan akan berpengaruh terhadap pandangan terhadap dirinya

(20)

panti asuhan, bertemu dengan orang yang sama setiap harinya dan

bagaimana remaja tersebut dapat menjaga sikapnya selama tinggal di panti

asuhan. Pandangan yang dimiliki, akan menentukan bagaimana remaja

akan bertindak dalam kehidupannya kelak, pengalaman yang didapatkan

atau yang mereka alami itu akan mempengaruhi konsep diri remaja.

Remaja kadang menjadi malu, kurang percaya diri, tidak berani untuk

tampil didepan umum karena dengan latar belakang yang mereka miliki,

sehingga kadang menjadi sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh

karena itu terkait dengan permasalahan yang dialami remaja mengenai

konsep diri, jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan berbagai

macam dampak terkait dengan konsep diri negatif seperti permasalahan

akademis, sosial, dan pribadi. Oleh karena itu, anak-anak di panti asuhan

membutuhkan bantuan layanan bimbingan dan konseling dalam

mengembangkan konsep diri mereka di panti asuhan.

Melalui layanan bimbingan kelompok, remaja yang tinggal di panti

asuhan diharapkan mampu mengembangkan kepribadiannya secara

optimal dengan melihat kemampuan dan potensi yang dimiliki. Bimbingan

diberikan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut mampu

memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan mampu

bertindak wajar. Bimbingan yang diberikan secara berkesinambungan

mampu membantu individu dalam menyelesaikan tahap perkembangan

yang harus dicapai. Peran pembimbing atau konselor yang mendampingi

(21)

konselor harus dengan sepenuh hati dan bersabar dalam melaksanakan

bimbingan. Terlihat dari waktu dalam melakukan pelayanan, dikarenakan

pembimbing harus bisa menyesuaikan dengan jadwal kegiatan yang sudah

dibentuk di panti asuhan. Adanya waktu khusus untuk melakukan kegiatan

dimana anak dikembangkan kepribadiannya melalui layanan bimbingan

kelompok.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat observasi, remaja di Panti

Asuhan Ghifari sebagian besar memiliki konsep diri negatif, misalnya saja

bersikap pesimis yang meragukan kemampuannya sendiri, tidak percaya

diri, malu untuk berbicara dan kurang memperhatikan ketika peneliti

sedang berbicara. Bahkan ketika peneliti menanyakan kepada pembina

panti dengan hasil pengamatan yang peneliti analisis, memang begitu

keadaan remaja yang tinggal di panti asuhan. Banyak dari mereka yang

tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, mudah terpengaruh oleh

bujukan dari luar seperti tidak menghargai ketika peneliti sedang

menjelaskan, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit

bergaul. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengetahui dan

memperbaiki konsep diri remaja di Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta

adalah dengan melakukan penelitian tindakan bimbingan di panti asuhan

tersebut.

Perbaikan konsep diri anak di Panti Asuhan Ghifari dalam penelitian

ini dilakukan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan

(22)

asuhan diharapkan mampu mendemonstrasikan masalah-masalah yang

terkait dengan konsep diri mereka. Endraswara (2011: 11), drama adalah

seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh. Drama membutuhkan

penggarapan tokoh yang mendalam dan penuh pertimbangan. Yang

digarap adalah akting, agar memukau penonton. Aristoteles (Brahim,

1968: 52) menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an

action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Drama pasti

ada akting. Drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau lakon. Jadi

ciri utama drama harus ada lakon dan akting. Permainan penuh dengan

sandi dan simbol, yang menyimpan kisah dari awal hingga akhir. Daya

simpan kisah ini yang menjadi daya tarik drama. Drama yang terlalu

mudah ditebak, justru kurang menarik.

Sosiodrama ini adalah metode atau cara yang digunakan pembimbing

agar mampu mengajak remaja yang tinggal di panti asuhan tersebut bisa

mengekspresikan gambaran dirinya secara optimal. Metode sosiodrama

bertujuan agar peserta mampu mengolah kemampuan dirinya yang masih

kurang, terkait dengan konsep diri yang ada didalam diri mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam upaya mencapai tujuan

penelitian ini, yaitu untuk meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan,

maka penulis melakukan penelitian tindakan bimbingan dan konseling

dengan judul “Peningkatan Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Melalui

(23)

Sosiodrama (Penelitian Tindakan Bimbingan Pada Remaja Panti Asuhan

Ghifari Turi Yogyakarta Tahun 2013)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah konsep diri remaja panti asuhan dapat ditingkatkan melalui

layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode

sosiodrama ?

2. Bagaimanakah peningkatan skor-skor konsep diri antar siklus dalam

penelitian ini ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan

bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama.

2. Mengukur peningkatan konsep diri remaja antar siklus dalam

mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan

(24)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak :

1. Manfaat Teoritis :

Mampu memberikan sumbangan terhadap tambahan

pengetahuan bidang pendidikan khususnya dalam peningkatan

kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) dengan

penerapan metode sosidorama yang semakin inovatif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja Panti asuhan

1) Membantu mereka untuk lebih optimal dan

mengembangkan konsep dirinya.

2) Membangkitkan niat/kesadaran siswa untuk mengusahakan

perubahan/perbaikan sikap, perilaku, nilai-nilai ke arah

yang lebih baik (membentuk konsep diri yang lebih baik).

3) Meningkatkan aktivitas remaja dalam mengikuti layanan

bimbingan kelompok.

b. Bagi Peneliti

1) Peneliti mendapat kesempatan untuk berlatih dan mengasah

keterampilan melalui penerapan penelitian tindakan

bimbingan konseling sehingga dapat memperbaiki kinerja

pelayanan bimbingan kelompok.

2) Peneliti belajar menerapkan strategi penyajian layanan

(25)

meningkatkan gairah peserta layanan dalam mengikuti

penyajian layanan bimbingan kelompok.

c. Bagi Pengasuh

Peneliti berharap dari penelitian ini dapat memberikan

informasi bagi pihak panti asuhan, terutama pengasuh panti

asuhan tentang pentingnya konsep diri pada remaja panti asuhan

sehingga dapat digunakan untuk perkembangan diri remaja panti

asuhan.

E. Definisi Operasional

1. Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya sendiri,

baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh

melalui interaksinya dengan orang lain yang ditandai dengan

keberanian untuk tampil.

2. Metode sosiodrama adalah upaya memecahkan masalah yang terjadi

pada siswa dalam konteks hubungan sosial dengan teman sebayanya

yang dengan cara mendramakan masalah-masalah yang terjadi melalui

drama.

3. Bimbingan kelompok adalah layanan yang membantu siswa untuk

menyelesaikan permasalahan yang didalamnya terdapat kurang lebih 10

(26)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Dalam bab dijelaskan pengertian konsep diri, faktor-faktor pembentuk konsep

diri, aspek-aspek konsep diri, karakteristik remaja yang memiliki konsep diri

positif, panti asuhan, konsep diri remaja di panti asuhan, bimbingan kelompok,

metode sosiodrama, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan.

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya

(Hurlock, 1978). Menurut Brook (Rakhmat, 1985) mengatakan bahwa

konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat

fisik, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman

individu dalam interaksinya dengan orang lain. Dari kedua definisi

tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran

seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun

psikologis yang diperoleh interaksinya dengan orang lain.

Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai pandangan atau

penilaian, perasaan, pemikiran individu terhadap dirinya, meliputi

kemampuan karakter dan sikap. Konsep diri merupakan penentu sikap

individu dalam bertingkah laku. Artinya apabila individu berpikir dan

berkeyakinan akan berhasil, ini akan menjadi kekuatan atau dorongan yang

(27)

berpikir dan berkeyakinan gagal, hal ini sama saja dengan mempersiapkan

kegagalan dalam dirinya.

Ahli lain Atwater (Desmita, 2011) menyebutkan bahwa konsep diri

adalah keseluruhan gambaran diri, meliputi persepsi seseorang tentang

diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan

dirinya. Menurut (Tim musyawarah guru BK Provinsi DKI jakarta, 2010)

dikatakan bahwa konsep diri bukan sesuatu yang bersifat mati dan statis.

Konsep diri terbentuk dan berubah karena interaksi dengan lingkungan dan

wawasan yang dimilikinya. Apabila individu berinteraksi dengan

lingkungan secara positif dan berwawasan positif, maka hal itu akan

membentuk konsep diri secara positif, demikian pula sebaliknya. Konsep

diri memiliki 3 unsur yaitu :

a. Pengetahuan terhadap diri sendiri adalah wawasan terhadap dirinya,

kelebihan, dan kekurangannya dalam segala aspek. Contoh : nama saya

Hani, tinggi badan 167 cm, saya senang bermain musik, menyukai

bahasa Inggris dan pemalu.

b. Penghargaan terhadap diri sendiri (diri ideal) ialah harapan terhadap diri

secara ideal di masa yang akan datang. Contohnya, saya ingin menjadi

orang yang jujur, takwa, dan menjadi pengusaha.

c. Penilaian terhadap diri sendiri. Disadari atau tidak, setiap saat kita

menilai diri sendiri. Contohnya saya sangat senang dengan pelajaran

biologi dan nilai saya selalu bagus dan saya bercita-cita menjadi dokter,

(28)

2. Faktor-faktor pembentuk Konsep Diri

a. Orang tua

Orang penting bagi seorang anak adalah orang tua dan

saudara-saudaranya yang tinggal serumah. Mereka adalah orang-orang yang

pertama-tama menanggapi perilaku anak, sehingga secara

perlahan-lahan terbentuklah konsep diri anak. Segala sanjungan, senyuman,

pujian, dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap

diri seseorang. Sedangkan ejekan, cemoohan, dan hardikan akan

menyebabkan penilaian yang negatif terhadap dirinya.

Konsep diri yang tinggi pada anak dapat tercipta apabila kondisi

keluarga ditandai dengan adanya integrasi dan tenggang rasa yang

tinggi antar anggota keluarga. Kondisi keluarga yang demikian dapat

membuat anak menjadi lebih percaya dalam membentuk seluruh aspek

dalam dirinya, karena ia memiliki model yang dapat dipercaya. Dari

sana individu belajar menjadi tegas dan efektif dalam memecahkan

masalah, tingkat kecemasan mereka menjadi berkurang dan menjadi

lebih bersikap positif serta realistis dalam memandang lingkungan dan

dirinya.

b. Peranan Faktor Sosial

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan

orang-orang di sekitarnya. Apa yang dipersepsi tentang dirinya, tidak

terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang orang

(29)

individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Adanya pengaruh faktor sosial

terhadap perkembangan konsep diri individu telah dibuktikan oleh

Rosenberg (Pudjijogyanti, 1998).

Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri tidak terlepas dari

pengaruh status sosial, agama dan ras. Dijelaskan bahwa individu

yang berstatus sosial tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih

positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah.

c. Belajar

Konsep diri merupakan produk belajar. Proses belajar ini terjadi

setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar di sini

diartikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang

terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman (Hilgard dan Bower,

dalam Calhoun, 1990). Seorang anak yang pendek, melalui

pengalamannya dipanggil “udang” oleh teman-temannya, akan tahu

bahwa pendek bukanlah sifat yang dihargai (paling tidak bagi anak

laki-laki) dan oleh karena itu meragukan harga dirinya

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Agustiani (2006: 139-141), membagi konsep diri dalam beberapa

aspek-aspek seperti berikut ini :

a. Aspek Fisik

Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu

(30)

pentingnya tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang

disebabkan oleh keadaan fisiknya.

b. Aspek Psikologis

Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya,

seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya.

Peranan tersebut akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan

harga dirinya.

c. Aspek Moral

Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah

dalam kehidupan individu atau seseorang dalam memandang nilai

etika moral bagi dirinya, seperti kejujuran, tanggungjawab atas

kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya (nilai-nilai

hidup yang dijalaninya).

d. Aspek Sosial

Aspek ini meliputi kemampuan individu dalam berhubungan dengan

dunia diluar dirinya seperti perasaan mampu dan berharga dalam

lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum, yaitu

mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu

dengan lingkungan.

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif

Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke

negatif (Burns, 1979). Hal ini berkaitan langsung dengan respon

(31)

terhadap diri individu. Respon di sini adalah persepsi orang tua atau

orang-orang terdekat dalam memandang diri seseorang-orang. Jika seorang-orang anak

memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan

konsep diri yang positif pula. Individu juga tidak akan ragu untuk dapat

membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya

menjadi lebih dekat pada kenyataan.

Suatu konsep diri yang positif sama dengan penghargaan diri dan

penerimaan diri yang positif. Coopersmith (dalam Partosuwido, 1992)

mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri positif, yaitu

bebas mengemukakan pendapat, cenderung memiliki motivasi tinggi untuk

mencapai prestasi, mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu

menyeleraskan diri dengan lingkungannya. Pendapat-pendapat tersebut

sejalan dengan ungkapan Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1996)

yang menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif

ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi

masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa

malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat,

serta mampu memperbaiki diri dengan mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya. Singkatnya,

individu yang memiliki konsep diri positif akan menyukai dirinya sendiri

(32)

dan menjalani kehidupan secara efektif, baik untuk keberadaan dirinya

maupun orang-orang lain di sekitarnya.

B. Panti Asuhan

Remaja di panti asuhan berarti semua anak asuh yang tergolong dalam

masa remaja yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah tempat

pelayanan sosial yang memberikan perlindungan dan pembinaan

kesejahteraan sosial bagi anak yatim, anak dari keluarga kurang mampu dan

terlantar, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, yang

meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat, dan kemampuan serta

ketrampilan.

Panti asuhan adalah suatu Lembaga Usaha Kesejahteraan Sosial yang

mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan

sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan

pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali

dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga

memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan

kepribadiannya sesuai yang diharapkan sebagai bagian generasi penerus

cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di dalam bidang

pembangunan nasional.

Kenyataan di lapangan masih terdapat diskriminasi pada komunitas anak

yang tidak beruntung dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya dalam potret

(33)

keluarga tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam pemenuhan

kebutuhan anak, yang kemudian menyebabkan keterlantaran pada anak.

Beberapa penyebab keterlantaran anak, antara lain:

1. Orang tua meninggal dan atau tidak ada sanak keluarga yang merawatnya

sehingga anak menjadi yatim piatu.

2. Orang tua tidak mampu (sangat miskin) sehingga tidak dapat memenuhi

kebutuhan minimal anak-anaknya.

3. Orang tua tidak dapat dan tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan

baik atau dengan wajar dalam waktu relatif lama misalnya menderita

penyakit kronis dan lain-lain.” (BKPA: Pedoman Panti Asuhan, 1979).

Menurut Bab 1, pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak, definisi anak terlantar adalah sebagai berikut:

”Anak terlantar adalah anak yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak

dapat menjalankan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat

terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial”.

Ciri-ciri anak terlantar adalah: Pertama, kurang kasih sayang dan

bimbingan dari orang tua; kedua, lingkungan keluarga kurang membantu

perkembangannya, ketiga, kurang pendidikan dan pengetahuan; keempat

kurang bermain; kelima, kurang adanya kepastian tentang hari esok dan

lain-lain (BPAS, 1986: 111).

Keterlantaran anak yang terjadi karena fungsi keluarga yang tidak dapat

dijalankan secara baik tersebut kemudian diatasi, salah satunya oleh panti

(34)

menggantikan fungsi keluarga guna pemenuhan kebutuhan anak, baik secara

jasmani, rohani, maupun sosial. Panti asuhan adalah rumah, tempat untuk

memelihara, merawat, mengasuh anak-anak yang berasal dari latar belakang

status sosial bermasalah (yatim, piatu, yatim piatu, terlantar, miskin, keluarga

retak dan orang tua sakit).

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan panti

asuhan bukan hanya menyantuni, akan tetapi juga berfungsi sebagai

pengganti orang tua yang tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana

mestinya. Selain itu, panti asuhan juga memberikan pelayanan dengan cara

membantu dan membimbing mereka ke arah pengembangan pribadi yang

wajar dan kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota

masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab terhadap

dirinya, keluarga dan masyarakat. Umumnya anak-anak yang tinggal di panti

asuhan adalah:

1. Anak yatim, piatu dan yatim piatu terlantar.

2. Anak terlantar yang keluarganya mengalami perpecahan, sehingga tidak

memungkinkan anak dapat berkembang secara wajar baik jasmani, rohani,

maupun sosial.

3. Anak terlantar yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak mampu

melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar.

Panti asuhan memberikan pelayanan pemeliharaan, baik secara fisik,

mental, maupun sosial. Namun secara lebih lanjut, kondisi mental dan sosial

(35)

secara utuh dengan cara memanusiakan manusia, panti asuhan melalui para

pengasuh mencoba untuk membentuk anak asuhnya dalam menghadapi

pendapat masyarakat yang memandang bahwa anak panti asuhan memiliki

kelas yang lebih rendah dan minder. Peranan seorang pengasuh,

mencerminkan tanggung jawab pengasuh untuk menghidupkan seluruh

sumber daya yang ada di panti asuhan. Pada umumnya panti asuhan

memberikan penanaman nilai-nilai kepercayaan diri agar bisa menerima

kondisi dirinya dan mengatasi rasa minder dan rendah dirinya. (Pusat

Penelitian Kependudukan, UNS. 2009).

C. Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan

Konsep diri yang dikembangkan oleh remaja panti asuhan dapat berupa

konsep diri positif dan negatif. Mereka yang memiliki konsep diri positif

maka akan dapat mengenal dirinya dengan baik, sehingga secara otomatis

mereka dapat mengenali segala kelemahan dan keunggulan yang dimilikinya

dan nantinya akan membuat mereka dapat menentukan cara yang tepat untuk

mengatasi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini yang akan

menyebabkan penilaian diri yang positif. Semua itu akan membuat mereka

mampu menghargai dirinya dan hidupnya sehingga akan menjadikan

hidupnya lebih berguna, baik untuk dirinya sendiri, orang lain, dan

lingkungannya. Bagi mereka yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan

bahwa mereka tidak dapat mengenali dirinya dengan baik sehingga tidak

(36)

mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dikarenakan adanya perasaan tidak

mampu dan berharga dalam diri, serta memandang negatif terhadap diri dan

hidupnya. Kesemuanya itu akan menyebabkan tidak tercapainya makna

hidup.

Juriana (2000) mengemukakan, adanya konsep diri dalam kenyataannya

penting diperlukan dalam memaknai kehidupan, memberikan pemahaman

bahwa untuk menghargai diri sendiri, hal yang paling utama yang harus

dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal dirinya, baik mengenai

kekurangan dan kelebihan diri, serta keunikan diri sebagai mahluk ciptaan

Tuhan. Setelah seseorang mengenal dirinya dengan baik, orang tersebut akan

dapat menentukan cara yang tepat untuk mengatasi dan mengembangkan

potensi dirinya. Potensi diri seseorang apabila dikembangkan akan dapat

meraih kesuksesan.

Manusia termasuk remaja panti asuhan memiliki keinginan dasar untuk

berhasil menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Guna mewujudkan semua itu

mereka dituntut untuk menerima segala bentuk keadaan dirinya (Napitupulu

dkk, 2006). Bila remaja panti asuhan ini, sulit menerima keadaan dirinya

yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya maka

harapan-harapan untuk memperoleh kehidupan yang berarti bagi dirinya tidak akan

terpenuhi dengan sendirinya. Bagi mereka yang beranggapan bahwa dengan

tinggal di panti asuhan menjadikan suatu beban atau keadaan yang kurang

menguntungkan, akan lebih banyak berpikir bahwa hidupnya kurang

(37)

mencapai apa yang semula mereka cita-citakan, sehingga pada akhirnya

mereka akan kehilangan kebermaknaan hidupnya.

Menemukan dan memperoleh kebermaknaan hidup bagi remaja di panti

asuhan sangatlah penting. Hal ini diharapkan dapat memberikan kebahagiaan

dan arahan ketika menghadapi segala kesulitan hidup. Frankl (Bastaman,

2007) mengartikan makna hidup yaitu hal-hal yang dianggap sangat penting

dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak

dijadikan tujuan utama dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan

menyebabkan seseorang merasakan kehidupan berarti dan pada akhirnya akan

menimbulkan perasaan bahagia.

D. Bimbingan Kelompok

1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Dalam bimbingan dan konseling terdapat berbagai teknik yang dapat

digunakan konselor dalam membantu perkembangan individu. Bimbingan

kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal

masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari

pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri (Winkel & Sri Hastuti,

2004: 565).

Winkel (1991: 145), bimbingan kelompok adalah bukan suatu

himpunan individu-individu yang karena satu atau lain alasan tergantung

bersama, melainkan suatu satuan orang-orang yang mempunyai tujuan

(38)

intensif satu sama lain. Pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam

proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi

psikologis dengan anggota-anggota yang tergabung dalam satuan itu.

Menurut Juntika (2006: 23), bimbingan kelompok merupakan bantuan

terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan

kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas

kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan

sosial. Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu

kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok

besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi

dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan

pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan

cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelsaikan tugas, serta meraih masa

depan dalam studi, akrier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok

diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan

pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri.

Pada umumnya, aktivitas kelompok menggunakan prinsip dan proses

dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan diskusi, sosiodrama, bermain

peran, simulasi, dan lain-lain. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih

efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan

terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian

masalah. Menurut Hartinah (2009: 12), bimbingan kelompok merupakan

(39)

mengalami masalah. Suasana kelompok, yaitu antarhubungan dari semua

orang yang terlibat dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana

masing-masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat

memanfaatkan informasi, tanggapan kepentingan dirinya yang

bersangkutan dengan masalahnya tersebut. Dari segi lain, kesempatan

mengemukakan pendapat, tanggapan, dan berbagai reaksi juga dapat

menjadi peluang yang sangat berharga bagi perorangan yang

bersangkutan. Perkembangan yang akan timbul didalam kelompok itulah

yang nantinya akan menjadi isi dan mewarnai kehidupan kelompok

tersebut.

Sementara itu, Sukardi (2008: 64) menyatakan bahwa bimbingan

adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara

bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu

(terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang

kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga

dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, definisi bimbingan kelompok

disimpulkan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk

memberikan bantuan kepada peserta didik/siswa yang dilakukan oleh

seorang pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat

berguna untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi

(40)

2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Kelompok

Tujuan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004:

547) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial

masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama

dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.

Selain itu, bimbingan kelompok bertujuan untuk merespon kebutuhan dan

minat peserta didik. Menurut Prayitno dan Amti (1994) bahwa tujuan

bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara

umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang

mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga

menembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui

berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang

menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan

kelompok bertujuan untuk :

1. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan

teman-temannya.

2. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.

3. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama temanteman

dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada

umumnya.

4. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan

kelompok.

(41)

6. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.

7. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam

hubungannya dengan orang lain.

Tujuan bimbingan kelompok seperti yang dikemukakan oleh (Prayitno,

1995: 178) adalah:

1. Mampu berbicara di depan orang banyak.

2. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain

sebagainya kepada orang banyak.

3. Belajar menghargai pendapat orang lain.

4. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.

5. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang

bersifat negatif).

6. Dapat bertenggang rasa.

7. Menjadi akrab satu sama lainnya.

8. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi

kepentingan bersama.

Winkel (1991: 110) fungsi dari layanan bimbingan kelompok diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Memberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan memberikan

tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar.

2. Mempunyai pemahaman yang efektif, objektif, tepat, dan cukup luas

(42)

3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan sendiri dan

lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka

bicarakan dalam kelompok.

4. Menyusun progran-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan

terhadap sesuatu hal yang buruk dan memberikan dukungan terhadap

sesuatu hal yang baik.

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nyata dan langsung untuk

membuahkan hasil sebagaimana apa yang mereka programkan semula.

3. Asas-asas Bimbingan Kelompok

Asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan kelompok diantaranya

adalah sebagai berikut :

a. Asas kerahasiaan : para anggota harus menyimpan dan merahasiakan

informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang

tidak layak diketahui orang lain.

b. Asas keterbukaan : para anggota bebas dan terbuka mengemukakan

pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan

dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.

c. Asas kesukarelaan : semua anggota dapat menampilkan diri secara

spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin

kelompok.

d. Asas kenormatifan : semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak

(43)

4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok memiliki beberapa keuntungan seperti pada

berikut ini :

a. Anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman

kelompok. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan

sebaliknya, anak dapat membantu kawannya untuk menemukan dirinya.

b. Sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan seperti toleransi, saling

menghargai, kerjasama, tanggungjawab, disiplin, kreativitas, dan

sikap-sikap kelompok lainnya.

c. Dapat menghilangkan beban-beban moril seperti malu, penakut dan

sifat-sifat egoistis, agresif, manja, dan sebagainya.

d. Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi, konflik-konflik,

kekecewaan-kekecewaan, curiga-mencurigai, iri hati, dan sebagainya.

e. Dapat mengembangkan gairah hidup dalam melakukan tugas, suka

menolong, disiplin, dan sikap-sikap lainnya.

E. Metode Sosiodrama

1. Pengertian Metode Sosiodrama

Sosiodrama terdiri dari dua suku kata “sosio” yang artinya

masyarakat, dan “drama” yang artinya keadaan seseorang atau peristiwa

yang dialami orang, sifat dan tingkah lakunya, hubungan seseorang,

(44)

Wina (2006: 160) mengatakan bahwa sosiodrama adalah metode

pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut

hubungan antara manusia, seperti masalah kenakalan remaja, narkoba,

gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama

digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan

masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk

memecahkannya.

Winkel (1991: 107), sosiodrama adalah salah satu problem yang

kerap dihadapi oleh murid dalam pergaulan sehari-hari

diperankan/dimainkan oleh beberapa murid dengan tujuan untuk

bersama-sama mencari penyelsaiannya. Sosiodrama dapat

diselenggarakan dalam pelajaran bimbingan atau dalam home room,

semua murid dilibatkan secara aktif dengan mendiskusikan masalahanya

atau dengan memegang salah satu peran dalam drama (role playing).

Kegiatan sosiodrama merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik

yang biasanya timbul dalam pergaulan sehari-hari, melalui dramatisasi

ini para pemain memproyeksikan sikap, perasaan, dan tingkah laku yang

diperankan. Dengan demikian mereka menjadi lebih sadar akan

“bagaimanakah perasaan orang lain”.

Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar dimana guru atau

pembimbing memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan

(45)

kehidupan masyarakat sosial. Sosiodrama adalah suatu cara mengajar

dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan

sosial.

Metode sosiodrama dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai suatu

teknik bimbingan dan konseling dimana guru pembimbing memberikan

kesempatan keapada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan

peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial

yang menghambat atau yang menyebabkan konsep diri menjadi rendah.

Selain itu dengan menggunakan metode sosiodrama siswa mampu

melihat keadaan dirinya, kemampuan yang dimilikinya serta memahami

dirinya. Metode sosiodrama merupakan tindakan yang dilakukan secara

sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu

masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa bisa mengenali

tokohnya.

Engkoswara (1984: 60-62) menyatakan langkah-langkah sosiodrama

adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Persiapan sosiodrama terdiri dari menentukan pokok atau masalah

sosial yang akan disosiodramakan, mempersiapkan pemilihan

pelaku, mempersiapkan para pelaku dan penonton.

b. Pelaksanaaan

Para pemain yang telah dipersiapkan dipersilahkan untuk

(46)

yang dimilikinya. Pembimbing mengawasi dan memberikan

kebebasan para pemain dan menjaga ketertiban. Pelaksanaan

sosiodrama tidak perlu selesai. Hal ini bermanfaat untuk kemudian

diteruskan untuk dipikirkan kemungkinannya oleh anak-anak

lainnya.

c. Tindak lanjut

Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada

pelaksanaan dramatisasi melainkan ada tindak lanjut berupa tanya

jawab, diskusi, untuk memecahkan masalah. Bahkan siswa lain bisa

disuruh untuk memainkan kembali jika dramatisasi dirasa kurang

baik.

Jadi diketahui bahwa dalam melaksanakan sosiodrama perlu

memperhatikan suasana kelompok dan langkah-langkah yang akan

dilakukan agar diskusi kelompok dapat berjalan secara efektif.

2. Unsur-unsur Drama

Brahim (1968: 59-73) menyatakan bahwa unsur-unsur yang ada

dalam drama adalah sebagai berikut :

a. Lakon Drama

Lakon drama disusun menurut teknik yang berbeda dari novel atau

roman, karena lakon drama harus disusun dibawah syarat-syarat

pertunjukan panggung. Pada penulis drama, bahasanya harus berupa

(47)

b. Laku (Action)

Plot adalah situasi, insiden, dan laku. Situasi adalah suatu keadaan

dari suatu peristiwa. Tiap-tiap momen dalam drama adalah

situasi-situasi. Situasi dapat menjadi suatu insiden jika ada gerakan. Jadi

insiden itu terjadi karena ada gerakan, adanya tindakan di dalam

situasi yaitu laku.

c. Pelaku

Suatu lakon selalu berhubungan dengan manusia-manusia yang ikut

berkepentingan di dalam lakon, yaitu pelaku-pelaku. Pelaku-pelaku

dalam sebuah lakon adalah manusia-manusia yang diciptakan oleh

pengarang.

d. Wawankata (dialog)

Disamping dengan laku, plot drama juga tumbuh berkembang, malah

sebagian besar dalam wawankata. Wawankata merupakan pencerta

utama bagi laku, bahkan keduanya saling berhubungan. Laku dan

wawankata bersama-sama mengembangkan plot, bahkan laku akan

menjadi jelas jika bersama-sama ditampilkan dengan kata-kata yang

diucapkan oleh pelaku yang bersangkutan.

e. Bagian-bagian plot

Drama selalu menggambarkan pertentangan-pertentangan. Mungkin

pertikaian antara pribadi-pribadi yang berlawanan, pertentangan

antar manusia dengan keadaan sekelilingnya, antara

(48)

umum adalah pertentangan antara tokoh dalam perilaku.

Pertentangan itu merupakan bahan dan tulang punggung drama.

3. Tujuan Metode Sosiodrama

Tujuan menggunakan metode sosiodrama ini adalah :

a. Siswa berani mengungkapkan pendapatnya secara lisan.

Tidak sedikit remaja yang tinggal di panti asuhan masih ragu untuk

mengungkapkan pendapatnya secarta lisan. Remaja bisa menjadi

pasif dalam segala kegiatan yang diadakan oleh panti asuhan sendiri.

Remaja cenderung diam dan tidak berani mengungkapkan

pendapatnya jika tidak dipancing terlebih dahulu, untuk itu melalui

permainan peran ini diharapkan remaja sudah berani untuk

mengungkapkan pendapatnya secara lisan.

b. Memupuk kerjasama diantara para siswa

Kerja sama yang terjalin antar remaja yang tinggal di panti asuhan

diharapkan mampu membuat hubungan antar remaja itu menjadi

baik sehingga perilaku mereka juga bisa menjadi semakin lebih baik.

c. Siswa menunjukkan sikap berani dalam memerankan tokoh yang

diperankan.

Remaja tidak lagi malu untuk berani tampil dalam memerankan

tokoh yang akan dijalankannya. Siswa berani mengekspresikan

segala sesuatu yang diperankannya.

d. Siswa memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan jalannya

(49)

Siswa atau remaja mampu memberikan tanggapannya dalam

jalannya sosiodrama ini. Karena melalui sosiodrama inilah peneliti

mampu melihat kemampuan siswa dalam mengekspresikan segala

sesuatu yang menghambat dirinya, seperti rasa malu dan kurang

percaya diri. Sehingga di akhir lakon dimana remaja memerankan

tokoh yang sesuai dengan karakternya, remaja mampu memberikan

tanggapan yang positif.

e. Melatih berinteraksi dengan orang lain.

Remaja diharapkan mampu melatih kemampuan dalam bersosialisasi

dengan lingkungan sekitar. Siswa mampu menjalin hubungan yang

baik, siswa tidak lagi malu dalam bergaul dan minder untuk bergaul

dengan banyak orang.

4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama sebagai Strategi Peningkatan

Konsep Diri Remaja

Berikut ini merupakan kelebihan dari metode pembelajaran sosiodrama :

a. Berkesan dan tahan lama dalam ingatan siswa (peserta layanan).

b. Sangat menarik bagi peserta layanan sehingga keadaan aula panti

asuhan menjadi dinamis dan antusias.

c. Mengembangkan kreativitas peserta layanan (dengan peran yang

dimainkan anak dapat berfantasi).

d. Memupuk kerjasama antar peserta layanan.

e. Menumbuhkan bakat peserta layanan dalam seni drama.

(50)

5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama dalam Pelayanan

Bimbingan Kelompok

Winkel (2004: 571), sosiodrama merupakan dramatisasi dari

persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan

orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial.

Sosiodrama bersifat kegiatan pedagogik dan bertujuan membantu baik

pihak peran maupun para penyaksi untuk lebih menyadari seluk beluk

pergaulan sosial dan membantu mereka meningkatkan kemampuan

bergaul dengan orang lain secara wajar dan sehat. Oleh karena itu,

sosiodrama merupakan kegiatan yang dapat sangat cocok untuk

membantu banyak orang muda dalam meningkatkan perkembangan

sosialnya. Untuk menggunakan sosiodrama dalam kegiatan bimbingan

kelompok, seorang konselor harus berpegang pada pola prosedural yang

pada dasarnya adalah sebagai berikut :

a. Mengkaji persoalan sehingga dapat diuraikan dalam situasi naskah.

Situasi itu harus cocok untuk disandiwarakan dan mudah dipahami.

b. Mempersiapkan beberapa adegan dalam naskah drama yang akan

dibawakan oleh pemain.

c. Menentukan pemain yang akan membawakan adegan dalam drama

dan membagikan naskah drama yang telah selesai dibuat.

d. Adegan dalam drama dimainkan secara serius oleh para pemeran

drama. Adegan dimainkan seolah-olah sungguh terjadi seperti dalam

(51)

e. Setelah drama selesai, para pemain berkumpul untuk mendiskusikan

apa yang dirasa kurang dan apa yang dirasakan selama bermain

drama.

F. Kerangka Pikir

Konsep diri adalah gambaran tentang diri sendiri yang mencakup

keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

Lingkungan keluarga juga berpengaruh terhadap konsep diri remaja berupa

perhatian yang cukup, namun pada kenyataannnya tidak semua manusia

(remaja) dalam perjalanan hidupnya beruntung dapat memiliki keluarga yang

ideal. Banyak anak yang mengalami kenyataan pahit dalam hidupnya.

Kematian atau perceraian orang tua, kemiskinan, keluarga tidak harmonis,

keluarga broken dan sebagainya dapat menyebabkan hilangnya fungsi

keluarga, sehingga anak harus rela terlepas dari rengkuhan kasih sayang

orang tua atau kadang harus menjalani kerasnya kehidupan sendiri tanpa

keluarga. Salah satu kondisi tertentu inilah yang dapat menyebabkan

seseorang berada dalam sebuah lembaga yang bernama panti asuhan. Hal ini

juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri pada remaja.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan

konsep diri remaja, salah satunya melalui sosiodrama. Menurut Sukardi

(2002) mengatakan bahwa salah satu manfaat sosiodrama adalah membantu

anak belajar mengungkapkan, menggambarkan, mengekspresikan suatu sikap,

(52)

sosial dalam pergaulan sehari-hari, hal ini merupakan salah satu proses dari

pembentukan konsep diri anak. Melalui layanan bimbingan kelompok dapat

menjadi dasar untuk bisa mengembangkan konsep diri peserta layanan yang

tinggal di panti asuhan dengan menggunakan metode sosiodrama.

Remaja yang telah bermain sosiodrama diharapkan dapat lebih terbuka

dalam mengungkapkan pikiran atau pandangan mengenai permasalahan sosial

yang dihadapi, misalnya kesenjangan sosial dan rendahnya konsep diri, dapat

pula mengungkapkan perasaan sedih, senang, marah atau bahagia, dapat

berbagi pengalaman dengan remaja lain tanpa malu sehingga mampu

meningkatkan konsep diri mereka menjadi lebih baik.

G. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dapat

ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan

(53)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis penelitian, subjek dan obyek penelitian, setting

penelitian, jadwal kegiatan, prosedur penelitian, teknik pengumpulan dan

instrumen penelitian, uji coba, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan

Konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan konseling

merupakan bentuk suatu kajian yang bersifat reflektif dengan tujuan

untuk memperbaiki kondisi praktik pembelajaran/bimbingan yang telah

dilakukan. Penelitian ini dapat dilaksanakan jika pembimbing sejak awal

memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses layanan

bimbingan kelompok yang dihadapi di kelas.

Tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini berupa layanan

bimbingan kelompok dengan menerapkan metode sosiodrama sebagai

upaya untuk meningkatkan konsep diri siswa remaja panti asuhan. Jenis

penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan konseling

sehingga prosedur dan langkah-langkah pelaksanaan ini mengikuti

prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Penelitian

yang akan dilakukan menggunakan penelitian tindakan (action research)

yang didalamnya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan

(54)

B. Subjek dan Obyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah remaja SMP usia 11-14 tahun Panti

Asuhan Ghifari yang terdiri dari 7 laki-laki dan 10 perempuan. Obyek

dalam penelitian ini adalah peningkatan konsep diri melalui pelaksanaan

proses dan hasil layanan bimbingan kelompok dengan metode

sosiodrama.

C. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Ghifari yang

beralamatkan di Relokasi Pelem Girikerto Turi Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian tahun 2013 dimulai bulan Mei 2013 sampai dengan

bulan Juni 2013.

3. Konteks Penelitian

Pada penelitian ini, situasi yang diharapkan terjadi dalam tindakan

bimbingan dan konseling yaitu anak mampu mempraktekkan drama

yang telah diberikan oleh peneliti. Anak mampu bekerjasama satu

sama lain, mengekspresikan perasaan marah, senang dan juga kecewa.

Anak yang konsep dirinya rendah seperti malu-malu dan tidak berani

mengungkapkan pendapatnya, dalam memainkan drama disini, anak

dilatih untuk berani berkomunikasi dengan lawan mainnya, menatap

(55)

konsep diri yang dimiliki anak tersebut bisa meningkat dan tidak lagi

malu-malu. Peran mitra kolaboratif juga sangat diperlukan

dikarenakan mitra kolaboratif yang akan menjadi observer untuk

mengamati gerak gerik para lakon (peserta layanan) dalam drama.

D. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

E. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian tindakan ini dilakukan sebanyak 2 siklus pada

materi layanan bimbingan kelompok. Siklus pertama menyampaikan

layanan bimbingan yang bertujuan membangkitkan konsep diri remaja

dengan menggunakan metode sosiodrama, siklus kedua menggunakan

(56)

metode sosiodrama yang lebih meningkatkan dan membangkitkan

konsep diri remaja panti asuhan.

Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini meliputi tahap

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Tahap-tahap penelitian tersebut dimunculkan dalam setiap siklus. Sebelum

masuk ke siklus I, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu.

Setelah melakukan observasi dan telah menentukan subyek yang

akan diteliti, peneliti melakukan 2 kali pertemuan pada setiap siklusnya

agar peforma pementasan sosiodrama yang dihasilkan dapat maksmial.

Selanjutnya secara rinci prosedur penelitian tindakan bimbingan dan

konseling ini dijabarkan sebagai berikut.

Siklus I

1. Perencanaan (Planing)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

sebagai berikut :

a. Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dengan

topik Percaya Diri.

b. Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan,

lembar catatan lapangan yang akan digunakan untuk

mengetahui dan sebagai catatan aktivitas siswa selama

proses bimbingan berlangsung. (lembar observasi terlampir)

Gambar

Grafik 5 : Grafik Perbandingan Skor Hasil Observasi Konsep Diri
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 2 Panduan Observasi Indikator Siswa
Tabel 3 Kisi-kisi Angket Konsep Diri
+7

Referensi

Dokumen terkait

: Pengaruh Penerapan Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Terhadap Konsep Diri Siswa Kelas X SMA Swasta Budi Agung Medan Tahun Ajaran 2013-2014.. Mahasiswa tersebut benar

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan melalui peran penerimaan diri dan dukungan

konsep diri remaja berprestasi yang tinggal di panti asuhan. Serta

Hubungan Konsep Diri Dengan Penyesuaian Diri Remaja Panti Asuhan Di Bekasi Agra Prayoga Setiawan Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya agraprayoga@gmail.com..

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan melalui peran penerimaan diri dan dukungan

Menurut Lukman (2000) anak asuh bisa memiliki konsep diri yang cendrung negatif karena keberadaannya di panti asuhan dapat menjadi penghambat terbesar dalam perkembangan konsep

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendiskripsikan pelaksanaan penerapan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama untuk meningkatkan kontrol diri dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada remaja panti asuhan di Kabupaten Badung,