ABSTRAK
Masalah menyelesaikan suatu Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu masalah nilai awal dan masalah nilai batas. Dalam masalah nilai awal, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari satu titik awal dan pada masalah nilai batas, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari dua nilai yang berbeda atau dari dua titik.
Dalam skripsi ini akan dipaparkan penyelesaian dari masalah nilai batas secara numerik dengan metode tembakan. Metode tembakan mereduksi masalah nilai batas menjadi dua masalah nilai awal. Selanjutnya kedua masalah nilai awal tersebut akan diselesaiakan dengan Metode Runge-Kutta. Penyelesaian dari dua masalah nilai awal tersebut akan ditambahkan sehingga diperoleh penyelesaian masalah nilai batas.
Metode tembakan sangat sederhana dan mudah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai batas. Masalah nilai batas yang direduksi menjadi dua masalah nilai awal akan mudah diselesaikan satu per satu.
ABSTRACT
The problem to solve a differential equation can be divided into two different problems, which are initial value problem and boundary value problem. The special solution of a differential equation in initial value problem is given by one point and in boundary value problem given by two different values or from two points.
This thesis discusses the solution of boundary value problem using shooting method. Linear shooting method reduce the boundary value problem into two initial value problems, then the fourth order Runge-Kutta used to solved the two initial value problems. The both solutions will be added to find the solution of boundary value problem.
Shooting method is very simple and easy to solve boundary value problem. Boundary value problem that reduce into two initial value problems will be easy to solve one by one.
PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN
( Linear Shooting Method )
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun Oleh : Yuli Purwandari NIM : 013114009
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
NUMERICAL SOLUTION OF BOUNDARY VALUE PROBLEM USING LINEAR SHOOTING METHOD
THESIS
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree
in Mathematics
By : Yuli Purwandari Student Number : 013114009
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY 2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai
(dari suatu urusan) maka kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan yang
lain)
( QS. Alam Nasyrah 6-7)
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini kupersembahkan kepada :
Bapak dan Ibu yang kuhormati yang senantiasa mendoakan serta
memberikan dorongan moril maupun materiil
Mas Novi, Suamiku tercinta,yang selalu sabar memberi dukungan
Calon anakku tersayang.
ABSTRAK
Masalah menyelesaikan suatu Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu masalah nilai awal dan masalah nilai batas. Dalam masalah nilai awal, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari satu titik awal dan pada masalah nilai batas, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari dua nilai yang berbeda atau dari dua titik.
Dalam skripsi ini akan dipaparkan penyelesaian dari masalah nilai batas secara numerik dengan metode tembakan. Metode tembakan mereduksi masalah nilai batas menjadi dua masalah nilai awal. Selanjutnya kedua masalah nilai awal tersebut akan diselesaiakan dengan Metode Runge-Kutta. Penyelesaian dari dua masalah nilai awal tersebut akan ditambahkan sehingga diperoleh penyelesaian masalah nilai batas.
Metode tembakan sangat sederhana dan mudah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai batas. Masalah nilai batas yang direduksi menjadi dua masalah nilai awal akan mudah diselesaikan satu per satu.
ABSTRACT
The problem to solve a differential equation can be divided into two different problems, which are initial value problem and boundary value problem. The special solution of a differential equation in initial value problem is given by one point and in boundary value problem given by two different values or from two points.
This thesis discusses the solution of boundary value problem using shooting method. Linear shooting method reduce the boundary value problem into two initial value problems, then the fourth order Runge-Kutta used to solved the two initial value problems. The both solutions will be added to find the solution of boundary value problem.
Shooting method is very simple and easy to solve boundary value problem. Boundary value problem that reduce into two initial value problems will be easy to solve one by one.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan Karunia-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul “PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Darma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang selalu menyertai hidupku dan Al Qur’an yang menjadi pedoman hidupku.
2. Bapak Y.G Hartono, S.Si, M.Sc dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingannya dengan penuh kesabaran kepada penyusun untuk menyelesaikan skipsi ini.
3. Bapak Herry Pribawanto, S.Si, M.Sc. sebagai dosen penguji 4. Bapak St. Eko Hari Parmadi, S.Si, M.Kom. sebagai dosen penguji
5. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A., selaku Dekan FST-USD 6. Segenap dosen dan karyawan sekretariat FST yang telah mendidik dan
menyediakan fasilitas yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Ayah, Ibu dan adikku yang senantiasa memberikan semangat dan doa serta segala bantuan yang telah diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Mas Novi yang telah mendukung setiap saat, menemaniku dan mendengarkan keluh kesahku serta cinta yang begitu besar yang kau berikan.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2001, Rita, Fanya, Daniel, Teddy, Indah, Erika, Ray, Alam, Maria, Deta, Very, Ajeng dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN HAK CIPTA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penulisan ... 3
E. Manfaat Penulisan ... 3
F. Metode Penulisan ... 4
G. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Pengantar Persamaan Diferensial ... 6
1. Klasifikasi Persamaan Diferensial ... 10
2. Penyelesaian Persamaan Diferensial ... 11
B. Persamaan Diferensial Orde Dua ... 12
1. Penyelesaian Fundamental Persamaan Diferensial Linear Homogen ... 13
2. Bebas Linear dan Wronskian ... 19
3. Persamaan Diferensial Orde Dua Homogen ... 21
C. Reduksi Order ... 29
D. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 ... 31
BAB III METODE RUNGE-KUTTA A. Metode Simpson ... 37
B. Metode Runge-Kutta Orde Empat ... 39
C. Analisis Galat ... 51
BAB IV PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN A. Metode Tembakan Linear ... 52
B. Penerapan dengan Program Matlab ... 59
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 ... 33
Gambar 2.2 ... 33
Gambar 3.1 ... 37
Gambar 3.2 ... 38
Gambar 3.3 ... 45
Gambar 3.4 ... 46
Gambar 4.1 ... 60
Gambar 4.2 ... 62
Gambar 4.3 ... 64
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persamaan diferensial diperkenalkan oleh Gottfried Leibniz (1646 – 1716). Definisi dari persamaan diferensial biasa adalah persamaan yang memuat satu variabel bebas x dan satu fungsi yang tidak diketahui y dan satu atau lebih derivatif dari fungsi yang tidak diketahui tersebut.
Selanjutnya persamaan diferensial dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan atau orde, yakni tingkat tertinggi dari derivatif yang muncul dalam Persamaan Diferensial tersebut.
Masalah Nilai Batas dapat tidak mempunyai penyelesaian atau jika ada penyelesaiannya tidak tunggal. Masalah Nilai Batas bila mempunyai penyelesaian tunggal sulit untuk diselesaikan, karena tidak ada teori sederhana untuk menjamin penyelesaian tunggal pada Masalah Nilai Batas.
Untuk memperoleh penyelesaian Masalah Nilai Batas yang tidak tunggal adalah dengan pendekatan secara numerik. Prosedur numerik yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Metode Tembakan (Linear Shooting Methods). Metode Tembakan adalah metode numerik yang digunakan untuk menghitung nilai yang dihasilkan dari penyelesaian khusus. Dengan menggunakan pendekatan secara numerik dengan Metode Tembakan, maka penyelesaian yang diperolah tidak hanya penyelesaian tunggal, tetapi akan menghasilkan beberapa nilai Penyelesaian.
Prosedur dari metode tembakan yaitu dengan memperkirakan nilai awal untuk turunan fungsi di titik awal dan menghasilkan suatu penyelesaian, kemudian menyesuaikan penyelesaian tersebut sehingga sesuai untuk nilai fungsi di titik batas.
karena tidak memerlukan penghitungan turunan dari fungsi, tetapi hanya memerlukan fungsi itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dapat dituliskan dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut
1. Bagaimana untuk memperoleh penyelesaian Masalah Nilai Batas dengan Metode Tembakan ?
2. Bagaimana aplikasinya dengan menggunakan MATLAB ?
C. Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini hanya akan dibahas tentang Persamaan Diferensial Biasa Linear Orde-2 dengan Masalah Nilai Batas. Sedangkan Persamaan Diferensial Linear Orde-n tidak akan dibahas.
D. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Persamaan Diferensial Linear Orde-2 serta metode penyelesaiannya.
E. Manfaat Penulisan
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari materi dari buku-buku acuan yang telah tersedia. Jadi dalam skripsi ini tidak ada penemuan baru.
G. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II Persamaan Diferensial Biasa
A. Pengantar Persamaan Diferensial B. Persamaan Diferensial Orde Dua D. Reduksi Order
C. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 BAB III Metode Runge-Kutta Orde Empat
BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL
A. Pengantar Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat derivatif – derivatif
atau turunan dari satu fungsi.
Contoh :
a. x
e dx
dy = 2
b. dy =
(
y2 +x)
dxc. y"+4y =
(
x2 +1)
31. Klasifikasi Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial dikelompokkan dalam beberapa cara. Jika
fungsi yang tidak diketahui hanya bergantung pada satu variabel bebas,
persamaan tersebut disebut Persamaan Diferensial Biasa.
Contoh Persamaan diferensial biasa :
a. dy=
(
y2+x)
dxb. y"+4y=
(
x2+1)
3c. x2dy+3xdx+25dx
Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial biasa dengan y
mewakili fungsi yang belum diketahui atau variabel tak bebas (dependent
Jika fungsi yang tidak diketahui bergantung pada dua atau lebih
variabel bebas, maka persamaan tersebut disebut persamaan diferensial
parsial.
Contoh Persamaan diferensial parsial :
a. =0
∂ ∂ + ∂ ∂
y u x u
b. t x
x u t
u
+ = ∂ ∂ + ∂ ∂
2 2
2 2
Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial, dengan u
mewakili satu fungsi yang belum diketahui atau variabel tak bebas dan y, x, t
mewakili variabel – variabel bebas
Selanjutnya persamaan diferensial diklasifikasikan berdasarkan orde
derivatif tertinggi yang muncul pada persamaan diferensial tersebut atau
sering disebut sebagai orde atau derajat.
Definisi 2.1.2
Orde dari persamaan diferensial adalah derajat / orde tertinggi yang muncul
pada persamaan diferensial.
Klasifikasi persamaan diferensial menurut orde atau derajatnya :
1) Persamaan Diferensial Orde-1
Bentuk umum persamaan diferensial Orde-1
Contoh :
a. t
dt dx
=
b. x'(t)=t2 −1
2) Persamaan Diferensial Orde-2
Bentuk umum dari persamaan diferensial Orde-2
(
x,y,y',y")
=0 FContoh :
a. t
dt x d
− = 2 2
b. 4 0
3
2 2
= − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
+ x
dt dx dt
x d
3) Persamaan Diferensial Orde ke-n
Bentuk umum persamaan diferensial Orde ke-n
(
x,y,y',...,y(n))
=0F
Definisi 2.1.3 :
Persamaan diferensial orde ke-n disebut linear dalam y jika persamaan
tersebut dapat ditulis dalam bentuk :
) ( ) ( ' ) ( )
( )
(x y a 1 x y( 1) a1 x y a0 x y f x
an n + n− n− +K+ + =
dimana a0,a1,K,an dan f adalah fungsi kontinu dalam interval x dan
0 ) (x ≠
Definisi di atas menyebutkan bahwa persamaan diferensial biasa linear
jika kondisi berikut dipenuhi :
a. Fungsi yang belum diketahui dan derivatif – derivatifnya secara
aljabar berderajat satu.
b. Tidak ada hasil kali yang berkaitan dengan fungsi yang belum
diketahui dan derivatif – derivatifnya atau dua atau lebih derivatif.
c. Tidak ada fungsi transendental dari y, y’, y”, misalnya ey, cos y’ dan
seterusnya.
Persamaan diferensial yang tidak linear disebut nonlinear.
Contoh 2.1.1 :
a. Persamaan berikut ini adalah linear :
3 3 ' 3
" y y x
y − + =
0 5 "+yex+ = xy
Perhatikan bahwa pergantian variabel bebas dalam persamaan diferensial
tidak mempengaruhi klasifikasi linear.
b. Persamaan Diferensial Biasa Orde-1 :
(y’)3 + 2y = x
nonlinear karena derivatif pertama dari fungsi yang belum diketahui
berderajat tiga.
c. Persamaan Diferensial Orde-2 :
y” + 5y = cos y
nonlinear karena cos y adalah fungsi transendental dari fungsi yang belum
2. Penyelesaian Persamaan Diferensial
Definisi 2.1.4 :
Suatu keluarga berparameter-n dari penyelesaian persamaan diferensial
orde-n disebut penyelesaian umum dari persamaan diferensial jika semua
penyelesaian Persamaan Diferensial dapat diperoleh dari keluarga
berparameter-n.
Definisi 2.1.5 :
Suatu penyelesaian persamaan diferensial orde-n yang diperoleh dari
penyelesaian umum dengan menentukan nilai n parameter disebut
penyelesaian khusus.
Contoh 2.1.2 :
a. Penyelesaian umum dari y” + 9y = 0 adalah keluarga
berparameter-dua
y = c1 cos 3x + c2 sin 3x
Suatu penyelesaian khusus dapat diperoleh dengan mengambil dua
nilai parameter, misal c1 = 2 dan c2 = 1, diperoleh penyelesaian :
y = 2 cos 3x + sin 2x
b. Diketahui adalah penyelesaian umum dari
persamaan diferensial orde-dua y” – y’ – 2y = 0, carilah penyelesaian
khusus yang memenuhi y(0) = 2 dan y’(0) = -1.
x x
e c e c
y = 1 2 + 2 −
Diberikan nilai x = 0 untuk y dan y’, untuk menentukan y’,
penyelesaian yang diketahui diturunkan terhadap x, diperoleh :
y =2c1e2x−c2e−x
untuk menghitung c1 dan c2, dengan mensubstitusikan x = 0, y = 2 dan
x = 0, y’ = -1 ke persamaan yang sesuai, diperoleh :
2= c1 + c2
-1 = 2c1 – c2
dengan menyelesaikan persamaan untuk c1 dan c2 diperoleh
3 5 ; 3 1
2
1 = c =
c , sehingga penyelesaian khusus menjadi :
x x
e e
y = + −
3 5 3
1 2 □
Penyelesaian umum persamaan diferensial orde-n memuat n
konstanta sembarang untuk menentukan penyelesaian khusus ditentukan
n persamaan pada fungsi penyelesaian dan derivatif – derivatifnya dan
kemudian menyelesaikan n konstanta sembarang. Ada dua metode
menetapkan Syarat – syarat bantu.
Definisi 2.1.6 :
1) Jika syarat bantu pada persamaan diferensial yang diketahui
berhubungan dengan sebuah nilai x, syarat itu disebut syarat awal.
Persamaan diferensial dengan syarat awalnya disebut Masalah Nilai
2) Jika syarat bantu pada persamaan diferensial yang diketahui
berhubungan dengan dua atau lebih nilai x, syarat itu disebut syarat
batas atau nilai batas. Persamaan diferensial dengan syarat batasnya
disebut Masalah Nilai Batas ( M N B ).
Contoh 2.1.3 :
a. y’ + y = 3 , y(0) = 1 adalah masalah nilai awal
b. y” + 2y = 0 , y(1) = 2, y’(1) = 3 adalah masalah nilai awal
c. y”- y’ + y = x3 , y(0) = 2, y(1) = -1
adalah masalah nilai batas Orde-2. □
B. Persamaan Diferensial Orde Dua
Persamaan diferensial orde-2 mempunyai Bentuk umum :
⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛ =
dx dy y x f dx
y d
, , 2
2
( 2.2.1 )
dengan f adalah fungsi yang diketahui. Biasanya variabel bebas dinotasikan
dengan t, karena dalam masalah – masalah fisika waktu dilambangkan
dengan t yang merupakan variabel bebas, tapi seringkali variabel bebas
juga dinotasikan dengan x dan variabel tak bebas dilambangkan dengan y.
persamaan ( 2.2.1 ) dikatakan linear jika fungsi f mempunyai bentuk
q t y
dx dy t p t g dx dy y x
f , , ⎟= ( )− ( ) − ( )
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
( 2.2.2 )
jika f linear dalam y dan y’. g, p, q adalah fungsi dari variabel bebas x tapi
tidak bergantung pada y, maka persamaan ditulis :
atau
P(x)y” + Q(x)y’ + R(x)y = G(x) ( 2.2.4 )
Jika P(x)≠0, maka persamaan (2.2.4 ) dapat dibagi dengan P(x)
) (
) ( )
( ) ( ' ) (
) ( "
x P
x G y x P
x R y x P
x Q
y + + = ( 2.2.5 )
Persamaan ( 2.2.1 ) disebut non linear jika tidak dalam bentuk (2.2.3 )
atau (2.2.4 ). Persamaan diferensial orde-2 disebut homogen jika pada
persamaan (2.2.3), g(x) = 0 untuk semua x dan disebut nonhomogen
jikag(x)≠0.
1. Penyelesaian Fundamental Persamaan Diferensial Linear Homogen
Contoh 2.2.1 :
Carilah penyelesaian tunggal dari masalah nilai awal
y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 ; y(x0) = 0 ; y’(x0) = 0 ( 2.2.7 )
dengan p dan q kontinu pada interval terbuka I dan x0 pada interval
tersebut fungsi maka y = Φ(x) = 0 untuk semua x di I, memenuhi
Persamaan Diferensial dengan ketunggalan dari Teorema 2.2.1 maka y
= Φ(x) merupakan penyelesaian tunggal persamaan diferensial.
□
Teorema 2.2.1
Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial
y” + p(x)y’ + q(x)y = 0
juga merupakan penyelesaian persamaan diferensial diatas untuk
sebarang konstanta c1 dan c2.
Bukti :
Diketahui y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial orde-2,
maka :
y1” + p(x)y1’ + q(x)y1 = 0 ( karena y1 penyelesaian )
y2” + p(x)y2’ + q(x)y2 = 0 ( karena y2 penyelesaian )
Akan dibuktikan c1y1 + c2y2 juga penyelesaian
(c1y1 + c2y2 )” + p(x) (c1y1 + c2y2)’ + q(x) (c1y1 + c2y2) = 0
c1y1” + c2y2” + c1p(x)y1’ + c2p(x)y2’ + c1q(x)y1 + c2q(x)y2 = 0
c1 (y” + p(x)y1’ + q(x)y1) + c2 (y2” + p(x)y2’ + q(x)y2) = 0
c1 . 0 + c2 . 0 = 0
Jadi terbukti c1y1 + c2y2 juga penyelesaian dari persamaan diferensial
orde-2. ■
Contoh 2.2.2
Selesaikanlah persamaan y” – y = 0 ( 2.2.9)
Penyelesaian :
Persamaan (2.2.9) menunjukkan bahwa akan dicari suatu fungsi yang
turunan kedua dari fungsi tersebut sama dengan fungsi itu sendiri atau
y” = y. Suatu fungsi yang sesuai dengan persamaan tersebut misalnya
fungsi eksponensial y1(x) = ex dan y2(x) = e-x, karena:
y1’(x) = ex sehingga y1”(x) = ex = y
Jadi kedua fungsi tersebut merupakan penyelesaian. □
Contoh 2.2.3
Buktikan apakah fungsi 2ex dan 5e-x juga penyelesaian persamaan pada
contoh 2.2.2 !
Penyelesaian :
y1’(x) = 2ex sehingga y1”(x) = 2ex = y
dan y2’(x) = 5e-x sehingga y2”(x) = 5e-x = y
dengan cara yang sama fungsi c1y1(x) = c1ex dan c2y2(x) =c2 e-x juga
memenuhi persamaan (2.2.9) untuk semua nilai konstanta c1 dan c2,
kemudian penjumlahan dari penyelesaian – penyelesaian tersebut juga
merupakan penyelesaian. Misalkan dengan fungsi 2ex dan 5e-x jika
dijumlahkan meka juga merupakan penyelesaian, karena :
y = 2ex - 5e-x
y’ = 2ex + 5e-x
y” = 2ex - 5e-x = y
Selanjutnya karena c1y1(x) dan c2y2(x) adalah penyelesaian, maka
demikian juga dengan fungsi
y = c1y1(x) + c2y2(x) = c1ex + c2 e-x (2.2.10)
untuk semua nilai c1 dan c2. Dengan mencari y” diperoleh :
y = c1ex + c2 e-x
y = c1ex + c2 e-x = y
Jadi dapat dilihat bahwa fungsi y1(x) = ex dan y2(x) = e-x adalah
penyelesaian dari persamaan (2.2.9) demikian juga kombinasi linear
Koefisien c1 dan c2 pada persamaan (2.2.8) adalah sebarang.
Persamaan tersebut merupakan keluarga penyelesaian yang tidak
terbatas dari persamaan (2.2.8). Hal ini memungkinkan untuk
mengambil contoh dari keluarga penyelesaian yang memenuhi masalah
nilai awal.
Contoh 2.2.4:
y” – y = 0 dengan y(0) = 2; y’(0) = 1 (2.2.11 )
Penyelesaian dari persamaan (2.2.11) adalah melalui titik (0,2) dan
pada titik tersebut mempunyai gradien m = -1. Pertama pada x = 0 dan
0 dan y = 2, dengan mensubstitusikan pada persamaan (2.2.10),
diperoleh :
c1 + c2 = 2
kemudian persamaan (2.2.10) diturunkan menjadi
y’ = c1ex - c2 e-x
substitusikan nilai x = 0 dan y’ = 1, diperoleh
c1 - c2 = -1
dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, dipeoleh
2 1
1 =
c dan
2 3
1 =
c
masukkan nilai c1 dan c2 ke persamaan (2.2.10), maka diperoleh
penyelesaian khusus dari persamaan (2.2.11) yaitu :
x x
e e
y = + −
2 3 2 1
Teorema 2.2.2
Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian dari persamaan diferensial
y” + p(x)y’ + q(x)y = 0
dan
w = y1y2’ – y2y1’ ≠ 0
dengan
y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’
dengan syarat awal maka dapat ditemukan konstanta c1 dan c2
sedemikian hingga y = c1y1(x) + c2y2(x) memenuhi persamaan
diferensial dan nilai awal.
Bukti :
Persamaan Diferensial : y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 (*)
y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’ (**)
y1 dan y2 penyelesaian P. D (*) dan menurut teorema 2.2.2
y = c1y1(x) + c2y2(x) juga penyelesaian P.D (*) maka
dengan mensubstitusikan y(x0) = y0 dan y’(x0) = y0’diperoleh
c1y1(x0) + c2y2(x0) = y0 (i)
c1y1’(x0) + c2y2’(x0) = y0’ (ii)
Dengan aturan Cramer diperoleh :
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 0 ' 2 0 ' 1 0 2 0 1 0 ' 2 ' 0 0 2 0 1 x y x y x y x y x y y x y y
c = dan
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 0 ' 2 0 ' 1 0 2 0 1 ' 0 0 ' 1 0 0 1 2 x y x y x y x y y x y y x y c =
( ) ( ) ( ) ( ) 0 )
( ) (
) ( ) (
0 2 0 ' 1 0 ' 2 0 1 0 , 2 0 , 1
0 2 0
1 = − ≠
= y x y x y x y x
x y x y
x y x y w
Jadi teorema terbukti. ■
Teorema 2.2.3 :
Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial
y” + p(x)y’ + q(x)y = 0
dan jika pada titik x = x0, nilai wronskian dari y1 dan y2 tidak sama
dengan nol, maka keluarga penyelesaian y = c1y1(x) + c2y2(x) dengan
sebarang koefisien c1 dan c2 memuat setiap solusi Persamaan Diferensial
Bukti :
Misalkan y = Φ(x) penyelesaian lain dari persamaan diferensial y” + p(x)y’ + q(x)y = 0
y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’
maka
Φ” + p(x)Φ + q(x)Φ = 0
Φ(x0) = y0 Φ’(x0) = y’0
Dari Teorema 2.2.3 diketahui bahwa y = c1y1(x) + c2y2(x) juga
penyelesaian dari persamaan diferensial. Menurut Teorema 2.2.1
penyelesaian persamaan diferensial tunggal, maka Φ(x) = c1y1(x) +
Contoh 2.2.5 :
Buktikan bahwa y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial dan
tentukan apakah merupakan penyelesaian fundamental dari persamaan :
y” + 4y = 0 ; y1 = cos 2x ; y2 = sin 2x
penyelesaian :
(i) y1 = cos 2x (ii) y2 = sin 2x
y”1 = -2 sin 2x y’2 = 2 cos 2x
y”1 = -4 cos 2x y”2 = -4 sin 2x
substitusikan ke persamaan
(i) -4 cos 2x + 4 cos 2x = 0 (ii) -4 sin 2x + 4 sin 2x = 0
jadi y1 dan y2 adalah penyelesaian
Wronskian :
0 2 1 . 2 ) 2 sin 2 (cos 2 2 cos 2 2 sin 2
2 sin 2
cos )
)( ,
( 1 2 = 2 + 2 = = ≠
−
= x x
x x
x x
x y y w
jadi y1 dan y2 merupakan penyelesaian fundamental.
Penyelesaian umum dari y” + 4y = 0 adalah
y = c1y1(x) + c2y2(x) = c1 cos 2x + c2 sin 2x □
2. Bebas Linear dan Wronskian
Dua buah fungsi f(x) dan g(x) dikatakan bebas linear pada
interval I bila persamaan kombinasi linear dari dua fungsi tersebut,
m f(x) + n g(x) = 0 untuk setiap x ∈ I hanya dipenuhi oleh m = n = 0.
Penyelesaian umum persamaan diferensial sebagai kombinasi
linear dengan Wronskian tidak sama dengan nol, berhubungan dengan
konseb bebas linear dari dua fungsi. Akan dilihat sistem persamaan
aljabar linear homogen berikut :
a11x1 + a12x2 = 0
a21x1 + a22x2= 0 (2.2.12 )
dan misalΔ = a11a22 – a12a21 adalah determinan dari koefisien –
koefisiennya. Kemudian x = 0, y = 0 adalah penyelesaian tunggal dari
sistem (2.2.12) jika dan hanya jika Δ≠0, selanjutnya sistem (2.2.12)
mempunyai tak nol penyelesaian jika dan hanya jika Δ= 0.
Dua fungsi f dan g dikatakan bebas linear pada interval I jika
ada dua konstanata k1 dan k2, kedunnya tak nol, sehingga :
k1f(x) + k2g(x) = 0 (2.2.13 )
Untuk semua x pada interval I. Fungsi f dan g dikatakan bebas linear
pada interval I jika tidak tak bebas linear, sehingga persamaan (2.2.13)
berlaku untuk semua x di I hanya jika k1 = k2 = 0.
Contoh 2.2.6 :
Tunjukkan bahwa fungsi ex dan e2x bebas linear pada setiap interval
Penyelesaian :
Misal : k1ex + k2e2x = 0 ( 2.2.14 )
Untuk semua x pada interval, harus ditunjukkan bahwa k1 = k2 = 0. pilih
dua titik x0 dan x1 dimana x0 ≠ x1, dengan mensubstitusikan titik – titik
k1ex0 + k2e2x0 = 0
k1ex1 + k2e2x1= 0 (2.2.15 )
Determinan dari koefisien – koefisiennya :
ex0e2x1 – e2x0ex1 = ex0ex1(ex1 – ex0)
Karena determinan tidak nol, maka penyelesaian tunggal dari
persamaan (2.2.15) adalah k1 = k2 = 0. jadi ex dan e2x bebas linear.
□
3. Persamaan Diferensial Orde-2 Homogen
Persamaan Diferensial Homogen mempunyai bentuk umum :
P(x)y” + q(x)y” + R(x) = 0
Persamaan diferensial linear orde-2 homogen dengan koefisien konstan
mempunyai bentuk umum :
(2.2.16 )
0 '
"+by+cy= ay
dengan a, b, c sembarang bilangan real.
Misalkan penyelesaian persamaan diatas berbentuk y = erx, dengan r
suatu parameter yang harus ditentukan, maka :
y’ = rerx
y” = r2erx
dengan mensubstitusikan y, y’ dan y” ke persamaan (2.2.16), sehingga
diperoleh :
( ) ( )
(
)
00 2
2
= +
+
= + +
rx rx rx rx
e c br ar
ce re b e r a
0
2 + + =
c br
ar (2.2.17 )
adalah persamaan karakteristik untuk persamaan (2.2.16). Parameter r
merupakan akar persamaan karakteristik dan y = erx penyelesaian dari
persamaan (2.2.16). Karena persamaan (2.2.17) adalah persamaan
kuadrat dengan koefisien - koefisien real, maka persamaan tersebut
mempunyai dua akar yang akar – akarnya bisa real dan berbeda, real
dan sama atau akar – akar kompleks.
a. Akar – akar Persamaan Real dan Berbeda
Akar – akar persamaan real dan berbeda jika b2 – 4ac positif.
Andaikan akar –akar persamaan dinotasikan dengan r1 dan r2 dimana
, kemudian y 2
1 r
r ≠ 1 = er1x dan y2 = er2x adalah penyelesaian dari
persamaan (2.2.16), maka
(2.2.18 ) x r x r e c e c x y c x y c
y 1 2
2 1
2 2 1
1 ( )+ ( )= +
=
juga merupakan penyelesaian. Untuk memeriksa bahwa persamaan di
atas juga penyelesaian, maka dapat diturunkan menjadi :
(2.2.19 )
x r x r e r c e r c
y 1 2
2 2 1 1 '= + dan (2.2.20) x r x r e r c e r c
y 1 2 2
2 2 2 1 1 '= +
dengan mensubstitusikan kedua persamaan di atas ke persamaan (2.2.16)
diperoleh : ) ( ) ( ) ( '
" 1 2 1 2 1 2
2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 x r x r x r x r x r x r e c e c c e r c e r c b e r c e r c a cy by
ay + + = + + + + +
= c(ar br c)er1x c (ar br c)er2x 2 2 2 2 1 2 1
jumlah dari setiap sisipan pada ruas kanan pada persamaan di atas adalah
nol, karena r1 dan r2 adalah akar – akar dari persamaan (2.2.17). Jadi
penyelesaian umum dari persamaan (2.2.16) adalah persamaan (2.2.18).
Andaikan diberikan suatu nilai awal
y(x0) = y0 dan y’(x0) = y0
dengan mensubstitusikan x = x0 dan y = y0 pada persamaan (2.2.18),
diperoleh :
c1er1x0 +c2er2x0 = y0 ( 2.2.21)
kemudian x = x0 dan y’ = y’0 pada persamaan (2.2.19), diperoleh
c1r1er1x0 +c2r2er2x0 = y0'
dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, diperoleh
0 1
2 1
2 0 0 1
' rx
e r r
r y y
c −
− −
= dan 2 0
2 1
0 1 0 1
' r x
e r r
y r y
c −
− − =
Jadi dengan nilai dari c1 dan c2 pada persamaan di atas, maka persamaan
(2.2.18) merupakan suatu penyelesaian dari masalah nilai awal
ay” + by’ + cy = 0 dengan y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’
Contoh 2.2.7 :
Selesaikan y” + 5y’ + 6y = 0 dengan y(0) = 2 dan y’(0) = 3 !
Penyelesaian :
Misal : y = erx
y’ = rerx
y” = r2 erx
0 6 5
2 + + =
⇔ rx rx rx
e re e
r
diperoleh persamaan karakteristik : r2 + 5r + 6 = 0
(r + 2) (r + 3) = 0
r = -2 atau r = -3
Jadi y1 = e-2x dan y2 = e-3x adalah penyelesaian fundamental
sehingga penyelesaian umum : y c y c y ce x ce 3x
2 2 1 2 2 1 1
−
− +
= + =
substitusikan x = 0 dan y = 2, didapat
c1 + c2 = 2
dengan menurunkan penyelesaian umun dan mensubstitusikan x = 0 dan
y’ = 3, diperoleh
-2c1 - 3c2 = 3
dengan menyelesaikan persamaan (24 dan (25), diperoleh c1 = 9 dan c2 =
-7. Jadi penyelesaian khususnya adalah : y = 9e-2x – 7e-3x □
b. Akar – akar Persamaan Karakteristik Bilangan Kompleks
Suatu persamaan diferensial homogen
ay” + by’ + cy = 0 (2.2.22)
dimana a, b dan c adalah bilangan real, telah diketahui bahwa jika dicari
penyelesaian dari y = exr maka r adalah akar persamaan karakteristik dari
( 2.2.23 )
0
2 + + =
c br ar
andaikan diskriminan b2 – 4ac negatif, maka akar – akar persamaan
(2.2.23) adalah bilangan kompleks dan dinotasikan dengan
μ
λ i
r1 = + dan r2 =λ−iμ
a b
2
=
λ dan
a b ac
2
4 − 2
=
μ
sehingga y1(x)=e(λ=iμ)x dan y2(x)=e(λ−iμ)x (2.2.24)
persamaan (2.2.24) diubah menjadi rumus Euler’s dengan menggunakan
deret Taylor untu ex disekitar x = 0 :
∑
∞ = = 0 ! n n x n xe dengan -∞< x < ∞
jika diasumsikan bahwa dapat disubstitusikan ix untuk mengganti x pada
persamaan di atas
∑
∞ = = 0 ! ) ( n n ix n ix e =∑
∑
∞ = ∞ = − − − − + − 0 1 1 2 1 2 )! 1 2 ( ) 1 ( )! 2 ( ) 1 ( n n n n n n n x i n xkarena cos x =
∑
∞ = − 0 2 )! 2 ( ) 1 ( n n n n x
dan sin x =
∑
∞ = − − − − 1 1 2 1 )! 1 2 ( ) 1 ( n n n n x
maka eix = cos x + i sin x (2.2.25)
persamaan (2.2.25) disebut sebagai rumus Euler’s. Variasi dari rumus
Euler’s adalah sebagai berikut. Jika x diganti dengan –x, maka :
e-ix = cos x - i sin x
jika x diganti dengan μx maka :
(2.2.26)
x i x
eiμx =cosμ + sinμ
jika x diganti dengan (λ+iμ)x, maka :
x i x i e e e(λ+μ) = λ μ
kemudian substitusikan ke persamaan (2.2.26), diperoleh
) sin (cos ) ( x i x e
= eλxcosμx+ieλxsinμx ( 2.2.27 )
fungsi y1(x) dan y2(x) pada persamaan (2.2.24) dan persamaan (2.2.27)
adalah penyelesaian dari persamaan (2.2.22) dengan mensubstitusikan
) ( cos 2 ) ( ) ( 2 1 x u x e x y x
y + = λx μ =
) ( sin 2 ) ( ) ( 2 1 x v x e i x y x
y − = λx μ =
denngan menghitung Wronskian dari u dan v
jika 0
) )( ,
(u v x = e2 x ≠
w μ λ μ ≠0
jadi u(x) dan v(x) merupakan penyelesaian fundamental dari Persamaan
Diferensial. Penyelesaian Umum Persamaan Diferensial adalah :
) sin cos
(c1 x c2 x
e
y = λx μ + μ
Contoh 2.2.8 :
Selesaikan y” + y’ + y = 0 !
Penyelesaian :
Substitusikan y = erx ;
Persamaan karekteristik : r2 + r + 1 = 0
Akar – akar persamaan karakteristik :
r1,2 =
1 . 2 1 . 1 . 4 1
1± −
− = 2 ) 1 ( 3 1 2 3
1 − ± −
= − ± −
= 3i
diperoleh
2 1
− =
λ dan 3
2 1
=
μ
penyelesaian umum : 3 )
2 1 sin 3 2 1 cos
( 1 2
2 1 x c x c e
y = − x + □
c. Akar – akar Persamaan Karakteristik Real dan Sama
Suatu persamaan diferensial homogen dengan koefisien konstan
dengan persamaan karakteristik
( 2.2.28 )
0
2 + + =
c br ar
dimana a, b dan c adalah bilangan real, dikatakan mempunyai akar sama
dan real jika b2 – 4ac = 0. Sehingga akar – akarnya
r1 = r2 =
a b
2
−
Jadi hanya diperoleh satu penyelesaian yaitu y1
x a b e x y 2
1( )
−
=
sehingga harus dicari penyelesaian kedua yaitu y2(x) yang bebas linear.
Untuk mencari y2 digunakan metode d’Alembert. Karena y1(x) adalah
penyelesaian persamaan (2.2.22) dan demikian juga dengan cy1(x) untuk
semua c konstan, maka hal tersebut digunakan untuk mencari y2(x),
denngan mengganti c dengan v(x). Sehingga hasil dari v(x)y1(x) adalah
penyelesaian dari persamaan (2.2.22).
Andaikan : y2(x) = v(x) y1(x)
x a b e x v x y 2
2( ) ( )
− = x a b x a b e a b x v e x v x
y 2 2
x a b x a b x a b e x v a b e x v a b e x v x y 2 2 2 2 2
2 ( )
4 ) ( ' 2 ) ( " ) ( ' = − − − + −
substitusikan ke persamaan (2.2.22), diperoleh :
0 2 ' 4 ' 2 " 2 2 2 = ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ +
− − ax
b e cv v a b v b v a b v a b v a jadi 0 4 ) 4 ( 4 4 0 2 4 ' ) ( " 2 2 2 2 = − − = + − = = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − + + − + a ac b a ac b v c a b a b v b b av sehingga
av” = v” = 0
x a b e k x k y k x k dx v v k dx v v 2 2 1 2 2 1 1 ) ( ' " ' − + = + = = = =
∫
∫
diperiksa apakah y1 dan y2 bebas linear dengan wronskian
0 2 1 2 ) )( , ( 2 2 2 2 2 2
1 = ≠
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = − − − − − x a b a b x a b x a b x a b e e x a b e a b xe e x y y w
jadi diperoleh penyelesaian umum :
x a b x a b xe c e c x y 2 2 2 1 ) ( = − + −
Contoh 2.2.9 :
Penyelesaian :
Penyelesaian umum : y ce x cxe 2ax
4
1 2 4
1
− −
+ =
x x
x x x
xe c e
c e c y
xe c e c y
2 2 2 2 2 1
2 1 2 1
2 2
' − − −
− −
− +
− =
+ =
substitusikan x = -1 dan y = 2, diperoleh
c1e2 – c2e2 = 2
substitusikan x = -1 dan y’ = 1 pada y’, diperoleh
-2c1e2 + 3c2e2 =1
dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, diperoleh
c1 = 7e-2 dan c2 = 5e-2
Jadi penyelesaian khusus : y =7e−2e−2x+5e−2xe−2x □
C. Reduksi Order
Persamaan Diferensial Linear Orde-2
y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 ( 2.3.1 )
Jika y1(x) adalah penyelesaian dari persamaan (2.3.1), maka dengan
menggunakan metode d’Alembert dapat dicari y2(x). Karena y1(x)
penyelesaian maka :
y = v(x) y1(x)
y’ = v’(x)y1(x) + v(x)y’1(x)
y” = v”(x)y1(x) + 2v’(x)y’1(x) + v(x)y1” (x)
Dengan mensubstitusikan y, y’ dan y” ke persamaan (2.3.1), diperoleh
Karena y1 adalah penyelesaian dari persamaan (2.3.1) maka koefisien v =
0, sehingga :
y1v” + (2y’1 + py1)v’ = 0
Dengan mengandaikan u = v’ maka u’ = v”, sehingga
y1u’ + (2y’1 + py1)u = 0
Merupakan persamaan diferensial orde satu sehingga dapat diselesaikan
sebagai persamaan diferensial tk-1atau dengan variabel terpisah. Prosedur
ini disebut dengan reduksi order, karena langkah penyelesaiannya
dengan menggunakan persamaan diferensial orde satu.
Contoh 2.3.1 :
Misal y1(x) = x-1 penyelesaian dari 2x2 + 3xy’ – y = 0, carilah y2(x)!
Penyelesaian :
Misal : y = v(x)x-1 , maka
y ‘= v’x-1.-vx-2 ; y “= v”x-1 – 2v’x-2 + 2vx-3
dengan mensubstitusikan y, y’ dan y”, diperoleh
2x2(v”x-1 – 2v’x-2 + 2vx-3) + 3x(v’x-1 – vx-2) – vx-1
= 2xv” – v’ = 0
persamaan di atas direduksi menjadi persamaan diferensial orde satu
sehingga diperoleh penyelesaian :
v’(x) = cx1/2
v(x) = 2/3 cx3/2 + k
D. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 Definisi 2.4.1 :
Persamaan diferensial dengan bentuk :
y” = f ( x, y, y’ ) untuk a≤ x≤b (2.4.1)
dengan nilai batas
y(a)=α dan y(b)=β (2.4.2)
disebut Masalah Nilai Batas
Masalah nilai batas adalah persamaan diferensial dengan
Penyelesaian khusus yang diperoleh pada dua nilai yang berbeda dari
variabel bebas. Berbeda dengan masalah nilai awal yang penyelesaian
khususnya diperoleh dari satu titik, masalah nilai batas diperoleh dari dua
titik. Titik – titik tersebut membatasi satu interval dimana masalah nilai
batas tersebut harus diselesaikan.
Definisi 2.4.2 :
Suatu penyelesaian masalah nilai batas adalah penyelesaian dari Persamaan
Diferensial yang memenuhi nilai batas yang didefinisikan sepanjang
interval yang diberikan.
Untuk menyelesaiakan suatu masalah nilai batas, ada dua langkah :
a. Mencari penyelesaian umum dari persamaan diferensial tersebut
b. Menentukan suatu nilai konstan pada penyelesaian umum sehingga
Contoh 2.4.1:
Selesaikan masalah nilai batas y”- y’ = 0 dengan nilai batas
y(0) = 1 dan y(2) = 0 !
Penyelesaian :
Misalkan : y = erx
y’ = rerx
y” = r2 erx
persamaan karakteristik : r2 – 1 = 0
akar – akar : r1 = 1 v r2 = -1
Penyelesaian Umum : y = c1ex + c2 e-x
Untuk x = 0 : c1 + c2 = 1 (*)
Untuk x = 2 : c1e2 + c2e-2 = 0 (**)
Selesaikan persamaan (*) dan (**) dengan mengalikan persamaan (*)
dengan e2, diperoleh
2 2
2
1 =1− − −
e e
e
c dan 2 2
2
2 = − −
e e
e c
diperoleh penyelesaian khusus :
x x
e e e
e e
e e
e
y − − ⎟⎟ −
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− −
= 1 2 2 2 2 2 2 □
Contoh 2.4.2 ( Model Difusi ) :
Difusi merupakan proses penghamburan atau penyebaran suatu zat
yang dapat terpisah dalam zat cair pada suatu tempat. Penyebaran tersebut
ke konsentrasi rendah. Proses tersebut berhenti jika konsentrasinya sudah
seimbang.
Perubahan konsentrasi dari titik ke titik merupakan turunan dari
konsentrasi tersebut terhadap posisi dan disebut dengan gradien konsentrasi.
Jika y(x) adalah konsentrasi di titik x, maka gradien konsentrasinya di titik x
adalah y’(x) dan aliran zat karena difusi adalah –Dy’(x).
area
konsentrasi konsentrasi
tinggi -Dc’(x) rendah
c
c’(x)<0
x
x
Gambar 2.1
Misalkan aliran air laut yang mengandung garam dengan konsentrasi
tinggi y0 melalui sebuah kanal ke air yang konsentrasi garamnya lebih rendah
yL. Andaikan bagian kanal tersebut berada pada koordinat x dan x +Δx.
A(x)
V(x) V(x +Δx)
x x + xΔ
Volume air yang mengalir per satuan waktu melalui kedua tembok
adalah hasil kali antara dari luas permukaan tembok dan kecepatan aliran air
pada kanan, yaitu AV. Dan kecepatan total dimana garam masuk karena
aliran air adalah hasil kali volume air dengan konsentrasi, yaitu AVy. Jadi
aliran garam yang masuk dari ruas kiri adalah :
A(x)V(x)y(x)
Dan keluar dari ruas kanan
A(x +Δx) V(x +Δx) y(x + xΔ )
Aliran garam melalui suatu area karena difusi adalah –Dy’, maka rata – rata
difusi yang masuk melalui ruas kiri adalah : -A(x)-Dy’(x)
dan keluar dari ruas kanan : -A(x + xΔ )-Dy’(x + xΔ )
Jadi total garam yang keluar dari ruas kanan
-A(x +Δx)-Dy’(x +Δx) + A(x + xΔ ) V(x + xΔ ) y(x +Δx)
karena massa garam tidak dapat berubah menurut waktu, dan menurut hukum
keseimbangan, rata – rata masuk sama dengan rata – rata keluar (rate in =
rate out), maka
-A(x)-Dy’(x) + -A(x + xΔ )-Dy’(x + xΔ ) = -A(x + xΔ )-Dy’(x + ) +
A(x +
x Δ
x
Δ ) V(x + ) y(x
+
x Δ
x Δ )
dengan mengumpulkan ke ruas kanan dan membagi dengan Δx, diperoleh :
karena limit menjadi nol, maka diperoleh persamaan diferensial orde-2
dengan nilai batas : x Δ
-D (A (x)y’(x))’ + (A (x) V(x) y(x))’ = 0
dengan nilai batas c(0) = c0 , c(L) = cL □
Contoh 2.4.3 :
Selesaikan Model difusi
0 ' "+ =
−Dy Vy ; y(0) = 28 dan y(L) = 0
dengan D = -1.09 x 10-9 m2/s ; V = 0.2778 m/s ; L = 4,000 m
penyelesaian :
Dy” – Vy’ = 0
Misal : y = erx
y’ = rerx
y” = r2 erx
persamaan karakteristik : r2D – rV = 0
r ( rD – V ) = 0
D V r
r1 =0∨ 2 =
penyelesaian umum : Dx
V
e c c y = 1+ 2
untuk x = 0 : c1 + c2= 28 (*)
untuk x = L : 1+ 2 =0
D VL
e c
c (**)
1 28
1 28 28
1
− = − + =
D VL
D VL
D VL
e e
e c
1 28
2
− − =
D VL
e c
diperoleh penyelesaian khusus :
1 28
1 28 ) (
− − − =
D VL
D Vx
D VL
D VL
e e
e e x
y
BAB III
METODE RUNGE - KUTTA
A. Metode Simpson
Prinsip dasar metode Simpson yaitu membagi interval (batas integral) ke dalam n subinterval. Selanjutnya untuk setiap subinterval dibuat kurva kuadratik yang menginterpolasi titik-titik di dalam subinterval tersebut. Nilai pendekatan integral diperoleh dengan menjumlahkan semua luas bidang yang dibatasi sumbu x dan kurva kuadratik tersebut pada semua subinterval.
Metode integrasi Simpson merupakan pengembangan metode integrasi
trapezoida, hanya saja daerah pembaginya bukan berupa trapesium tetapi berupa dua buah trapesium dengan menggunakan pembobot berat di titik tengahnya seperti telihat pada gambar berikut ini. Atau dengan kata lain metode ini adalah metode rata-rata dengan pembobot kuadrat.
Bila menggunakan trapesium luas bangun di atas adalah :
(
1)
(
1)
(
1 2 12 2
2 − + + + + = − + + +
= h fi fi h fi fi h fi fi fi
L
)
(3.1.1)Pemakaian aturan simpson dimana bobot fi sebagai titik tengah dikalikan dengan 2 untuk menghitung luas bangun diatas dapat dituliskan dengan:
(
1)
(
1)
(
1 4 13 2
3 2
3 − + + + + = − + + +
= h fi fi h fi fi h fi fi fi
L
)
(3.1.2)perhatikan gambar berikut :
Gambar 3.2 Pembagian kurva dengan metode Simpson
Dengan menggunakan aturan Simpson, luas dari daerah yang dibatasi fungsi y=f(x) dan sumbu X dapat dihitung sebagai berikut :
(
)
(
)
(
)
(
)
(
n n)
(
fn fn)
h f f h f f h f f h f f h f f h L + + + + + + + + + + + + = − −
−2 1 1
4 3 3 2 2 1 1 0 2 3 2 3 _ 2 3 2 3 2 3 2 2 (3.1.3)
atau dapat dituliskan dengan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + +
=
∑
∑
nigenap i iganjil
i f f f
f h
L 4 2
Algoritma Metode Integrasi Simpson adalah : a. Definisikan y = f(x)
b. Tentukan batas bawah (a) dan batas atas integrasi (b) c. Tentukan jumlah pembagi n
d. Hitung h = (b-a)/n
e. Hitung : ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
+ +
+
=
∑
∑
nigenap i iganjil
i f f f
f h
L 4 2
3 0
B. Metode Runge – Kutta Orde Empat
Peninjauan metode perhitungan yang praktis dimulai dengan suatu kelas metode yang luas, yang dikenal dengan metode Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta mempunyai tiga sifat yang utama :
1. Metodenya satu langkah: untuk mencapai yn+1 hanya diperlukan keterangan yang tersedia pada titik sebelumnya yaitu xn, yn.
2. Mendekati ketelitian metode deret Taylor sampai suku dalam hp, dimana nilai p berbeda, dan p ini disebut derajat dari metode.
3. Tidak memerlukan penghitungan turunan f(x, y) tetapi hanya memerlukan fungsi itu sendiri.
Sifat ketiga tersebut yang menyebabkan metode Runge-Kutta lebih praktis. Metode Runge-Kutta yang akan dibahas dalam Bab ini adalah Metode Runge-Kutta Orde-4. Metode Runge-Kutta Orde-4 mempunyai dua versi yang sering digunakan. Bentuk pertama yaitu berdasarkan aturan Simpson’s 1/3 dan ditulis sebagai berikut :
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 2 h x k y hf
k n n (3.3.1)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 3 h x k y hf
k n n
k4 = hf(yn + k3, xn + h)
[
1 2 3 4]
1 2 2
6 1 k k k k y
yn+ = n+ + + +
bentuk kedua berdasarkan pada aturan Simpson’s 3/8, dan ditulis : k1 = hf(yn, xn)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 3 , 3 1 2 h x k y hf
k n n (3.3.2)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + = 3 , 3 3 2 1 3 h x k k y hf
k n n
k4 = hf(yn + k1 – k2 + k3, xn + h)
[
1 2 3 4]
1 3 3
8 1 k k k k y
yn+ = n+ + + +
dengan nilai n dimulai dari n = 0 dan iterasi berhenti jika nilai x sudah terpenuhi.
Contoh 3.2.1 :
Hitunglah y(1) dengan menyelesaikan 1 ) 0 ( , 1 1 ' 2 = + − = y y y
dengan metode Runge-Kutta orde-4 dengan h = 1 ! Penyelesaian :
2 1 1 ) , ( y x y f + − =
dengan y0 = 1 dan x0 = 0. Karena hanya diminta untuk satu interval maka penghitungan seluruhnya adalah :
n = 0 :
2 1 1 1 1 ) , ( 0 0
1 =hf y x =− + =−
k 64 . 0 ) ) 75 . 0 ( 1 ( 1 2 ,
2 0 2
1 0
2 =−
+ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +
=hf y k x h
k
0.6838
) ) 68 . 0 ( 1 ( 1 2 ,
2 0 2
2 0
3 ⎟=− + =−
⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + +
=hf y k x h
k
k4 = hf(y0 + k3, x0 + h) =- 0.9091 ) ) 3161 . 0 ( 1 ( 1
2 =−
+
1 0
[
1 2 2 2 3 4]
6 1 k k k k yy = + + + +
[
0.5 2(0.64) 2(0.6838) 0.9091]
0.3238 61
1+ − − − − =
=
Contoh 3.2.2 :
Selesaikanlah y’ = xy + 1 ; y(0) = 0, dengan metode Runge-Kutta orde-4 dengan h = 0.2 pada x = 1 !
Penyelesaian :
Persamaan ditulis sebagai : f(y, x) = xy + 1 dengan y0 = 0 dan t0 = 0
untuk n = 0 dan x1 = 0.2 :
k1 = hf(y0, t0) = 0.2 (0 + 1) = 0.2
[
(0 0.1)(0 0.1) 1 0.202 2 . 0 2 , 2 0 1 02 ⎟= + + + =
⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + +
=hf y k x h
[
(0 0.101)(0 0.1) 1]
0.20202 2 . 0 2 , 2 0 2 03 ⎟= + + + =
⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + +
= hf y k x h
k
k4 = hf(yn + k3, xn + h) = 0.2[(0 + 0.20202)(0 + 0.2) + 1] = 0.208
[
1 2 3 4]
0
1 2 2
6 1 k k k k y
y = + + + +
=
[
0.2 2(0.202) 2(0.20202) 0.208]
0.2026 61
0+ + + + =
untuk n =1 dan x2 = 0.4 :
k1 = hf(y1, x1) = 0.2 [(0.2026)(0.2) + 1] = 0.2081
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 1 1 2 h x k y hf k
= 0.2[(0.2026 + 0.10405)(0.2 + 0.1) + 1] = 0.2184
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 2 1 3 h x k y hf k
= 0.2
[
(0.2026+0.1092)(0.2+0.1)+1]
=0.2187k4 = hf(y1 + k3, x1 + h)
= 0.2[(0.2026 + 0.2187)(0.2 + 0.2) + 1] = 0.2337
[
1 2 3 4]
1
2 2 2
6 1 k k k k y
y = + + + +
=
[
0.2081 2(0.2184) 2(0.2187) 0.2337]
0.4219 61 2026 .
0 + + + + =
untuk n = 2 dan x3 = 0.6 :
k2 = hf(y2, x2) = 0.2 [(0.4219)(0.4) + 1] = 0.2337
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 1 2 2 h x k y hf k
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 2 2 3 h x k y hf k
= 0.2[(0.4219 + 0.1269)(0.4 + 0.1) + 1] = 0.2549 k4 = hf(y2 + k3, x2 + h)
= 0.2[(0.4219 + 0.2549)(0.4 + 0.2) + 1] = 0.2812
[
1 2 3 4]
2
3 2 2
6 1 k k k k y
y = + + + +
=
[
0.2337 2(0.2539) 2(0.2549) 0.2812]
0.6773 61 4219 .
0 + + + + =
untuk n = 3 dan x4 = 0.8 :
k1 = hf(y3, x3) = 0.2 [(0.6773)(0.6) + 1] = 0.2813
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 3 1 3 2 h x k y hf k
= 0.2[(0.6773 + 0.1407)(0.6 + 0.1) + 1] = 0.3145
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 3 2 3 3 h x k y hf k
= 0.2[(0.6773 + 0.1573)(0.6 + 0.1) + 1] = 0.3168 k4 = hf(y3 + k3, x3 + h)
= 0.2[(0.6773 + 0.3168)(0.6 + 0.2) + 1] = 0.3591
[
1 2 3 4]
3
4 2 2
6 1 k k k k y
y = + + + +
=
[
0.2813 2(0.3145) 2(0.3168) 0.3591]
0.9945 61 6773 .
0 + + + + =
untuk n = 4 dan x5 = 1 :
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + +
=
2 , 2 4
1 4 2
h x k y hf
k
= 0.2[(0.9945 + 0.1796)(0.8 + 0.1) + 1] = 0.4113
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + +
=
2 , 2 4
2 4 3
h x k y hf k
= 0.2[(0.9945 + 0.2057)(0.8 + 0.1) + 1] = 0.416 k4 = hf(y4 + k3, x4 + h)
= 0.2[(0.9945 + 0.4160)(0.8 + 0.2) + 1] = 0.4821
[
1 2 3 4]
4
5 2 2
6 1
k k k k y
y = + + + +
=
[
0.3591 2(0.4113) 2(0.4160) 0.4821]
1.41067 61 9945 .
0 + + + + =
diperoleh penyelesaian untuk y’ = xy + 1 pada y(1) = y5 = 1.41067 n =
5
====================================================== | x | Peny.hampiran | Peny. eksak | P.eksak-P.hamp | Kesalahan relatif | ====================================================== |0.20 | 0.202687 | 0.204082 | 0.001395 | 0.683468 |
Gambar 3.3 Grafik metode Runge kutta orde 4
Untuk h = 0.1 maka hasilnya n =
10
|0.70 | 0.826367 | 0.927152 | 0.100786 | 10.870447 | |0.80 | 0.994660 | 1.176471 | 0.181811 | 15.453930 | |0.90 | 1.187363 | 1.512605 | 0.325242 | 21.502120 | |1.00 | 1.410685 | 2.000000 | 0.589315 | 29.465725 |>>
Gambar 3.4 Grafik metode Runge kutta orde 4
Aplikasi dari metode Runge-Kutta untuk Persamaan Diferensial Orde Dua untuk Masalah Nilai Awal adalah sebagai berikut. Misalkan suatu Persamaan Differensial orde-2 :
y”(x) + ay’(x) + by(x) = q(x) , y(0) = 1 , y’(0) = 0 (3.2.3) dimana a dan b adalah koefisien dan q(x) adalah fungsi yang diketahui dan diberikan nilai awal. Dengan mendifinisikan :
z(t) = y’(x) (3.2.4)
persamaan diatas dapat direduksi menjadi dua Persamaan Diferensial Orde-1 y’= f(y, z,x) = z , y(0) = 1
z = g(y, z,x) = -ay – by + q , z(0) = 0 (3.2.5) Metode Runge-Kutta orde –4 untuk persamaan diatas tersebut menjadi k1 = hf(yn, zn, xn) = hzn
l1 = hg(yn, zn, xn)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 2 h x l z k y hf
k n n n
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 2 h x l z k y hg
l n n n (3.2.6)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 21 2 3 h x l z k y hf
k n n n
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 2 2 3 h x l z k y hg
l n n n
k4 = hf(yn + k3, zn + l3, xn + h)
l4 = hg(yn + k3, zn + l3, xn + h)
[
1 2 3 4]
1 2 2
6 1 k k k k y
[
1 2 3 4]
1 2 2
6 1 l l l l z
zn+ = n + + + +
nilai n dimulai dengan n = 0 dan iterasi berhenti jika t terpenuhi.
Contoh 3.2.3 :
Hitunglah y(3) untuk y”+ y’ – 12y = 0 dengan y(2) = 2, y’(2) = 0 dan h = 0,5 !
Penyelesaian :
Dengan mendifinisikan : z(t) = y’(t)
y’ = f(y, z, t) = z , y(2) = 2 z’ = g(y, z, t) = -z +12y, z(2) = 0 akan diselesaikan dengan h = 0.5, x0 = 2 dan y0 = 2 n = 0 dan x1 = xn + h = 2 + 0,5 = 2,5
k1 = hf(y0, z0, x0) = hz0 = 0.5 ( 0 ) = 0
l1 = hg(y0, z0,x0)
= 0,5 [ 0 + 12(2)] = 12
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 1 0 1 0 2 h x l z k y hf k
= 0,5 (6) = 3
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 1 0 1 0 2 h x l z k y hg l
= 0,5 [ -6 + 12(2 + 0 )] = 9
= 0,5 (4,5) = 2,25 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 2 0 2 0 3 h x l z k y hg l
= 0,5 [-4,5 + 12(2 + 1,5)] = 18,75 k4 = hf(y0 + k3, z0 + l3,x0 + h)
= 0,5(18,75) = 9,375 l4 = hg(y0 + k3, z0 + l3, x0 + h)