PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Psikologi)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan
Mata Kuliah Tugas Akhir dan Syarat Untuk Mencapai Gelar Kesarjanaan
Disusun oleh :
Hesti Keristiani
C0806014
JURUSAN DESAIN INTERIOR
FAKULUTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
PERSETUJUAN
PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)
Oleh : Hesti Keristiani
C0806014
Telah disetujui pada Mata Kuliah Kolokium dan Tugas Akhir
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2010
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001
Lu’lu Purwaningrum, S. Sn, MT NIP. 19770612 20012 2 003
Mengetahui
Ketua Jurusan Desain Interior
PENGESAHAN
PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)
Oleh : Hesti Keristiani
C0806014
Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2010
Pada Hari Rabu, 27 Juli 2010
Tim Penguji :
1. Ketua Sidang : Drs. Ken Sunarko, M. Si 1. ( )
NIP. 19511128 198303 1 001
2. Sekretaris Sidang : Drs. IF. Bambang Sulistyono, S.sk., MTarch 2. ( )
NIP. 19621125 199303 1 001
3. Penguji I : Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn 3. ( )
NIP. 19621221 199201 1 001
4. Penguji II : Lu’lu Purwaningrum, S. Sn, MT 4. ( )
NIP. 19770612 20012 2 003
Mengetahui
Ketua Jurusan Desain Interior Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
PERNYATAAN
Mengatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul
“PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)” adalah
benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam Tugas Akhir ini diberi citasi (kutipan) dan
ditunjukan dalam Daftar Pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.
Surakarta, Agustus 2010
Yang membuat pernyataan
Hesti Keristiani
MOTTO
Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah
teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu,
dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
(1 Timotius 4 : 12)
Hidup yang berarti adalah hidup yang mempunyai visi yang jelas, dan melangkah
ke arah tujuan yang pasti.
(Visi Victory)
Kemenangan bukan tujuan hidup namun layak diperjuangkan karena di dalamnya
ada kepuasan, gairah dan banyak hal positif lainnya.
(Visi Victory)
Salah satu kunci sukses yang umum adalah membiasakan diri melakukan hal-hal
yang tidak disukai para pecundang.
(Visi Victory)
Yang perlu dilakukan ketika mengalami kegagalan adalah bangkit dan maju lagi.
PERSEMBAHAN
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan pimpinan
Bapak dan Ibu di Surga
Kedua kakakku di Wonogiri dan Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas pimpinan yang diberikan
kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN
PSIKOLOGI”. Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan
kurikulum guna menempuh ujian dalam rangka mencapai gelar kesarjanaan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini
masih jauh dari sempurna, berhubungan dengan keterbatasan yang penulis miliki.
Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar esensi dari
perancangan tersebut tercakup dalam Laporan Tugas Akhir ini dan dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam rangka penyelesaian penyusunan Laporan Tugas Akhir ini,
terutama kepada :
1. Drs. Sudarno, MA selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rahmanu Widayat, M. Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior,
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sekaligus sebagai Pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan,
3. Lu’lu’ Purwaningrum, S. Sn, MT selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir.
4. iik Endang Siti W, S. Sn, M. Ds, selaku Koordinator Tugas Akhir yang
telah dengan sabar memberikan pengarahan dan semangat kepada kami
semua.
5. Civitas akademik dan semua pihak yang menjadi bagian dalam Universitas
yang telah membantu baik secara langsung dan tidak langsung.
6. Bapak dan Ibu di Surga yang telah membesarkan dan mendidik penulis
hingga dapat mencapai level seperti sekaranng.
7. Kedua kakakku di Wonogiri dan Jakarta yang telah memberikan dukungan
moril dan materiil dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.
8. Kak Titus terkasih yang selalu memberikan semangat dan selalu
mendampingi penulis dalam menyusun Tugas Akhir.
9. Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jakarta yang telah
memberikan informasi kepada penulis.
10.Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Surakarta Bp. Drs.
Mardianto dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan informasi
yang berguna untuk Tugas Akhir ini.
11.Para staf karyawan Prof. Dr. Soeharso di Surakarta yang telah mengijinkan
penulis melakukan survey dan wawancara untuk mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
12.Teman-teman seperjuangan Tugas Akhir yang saling memberikan
13.Sahabat-sahabatku Mila, Nino, Awang dan Uma yang selalu ada dalam
suka dan duka.
Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Surakarta, Agustus 2010
ABSTRAK
Hesti Keristiani. C0806014. 2010. Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa Di Surakarta. Pengantar Tugas Akhir: Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa Di Surakarta merupakan judul dari proyek interior ini. Dengan latar belakang kurangnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang aksesibel dan ergonomis bagi tuna daksa yang membuat tuna daksa tidak dapat beraktivitas dengan mandiri.
Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa Di Surakarta dibatasi dengan perancangan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang aksesibel dan ergonomis bagi tuna daksa.
Tujuan perancangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa ini adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan para tuna daksa dari berbagai aspek, yaitu aspek pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.
Penelitian ini dilaksanakan pada sebuah yayasan yang menyediakan fasilitas pendidikan dan ketrampilan khusus untuk anak cacat, yaitu Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jakarta dan YPAC di Surakarta serta BBRSBD Prof. Dr. Soeharso di Surakarta.
Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta dengan pendekatan psikologi adalah tempat yang memberikan fasilitas rehabilitasi yang dapat membantu para tuna daksa untuk hidup layaknya manusia normal, tanpa adanya perbedaan perlakuan dari orang-orang di sekitarnya serta membantu permasalahan psikis yang dihadapi dengan terapi yang dituangkan ke dalam interior yang secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah kepribadian yang dialami oleh penyandang cacat. Bentuk rehabilitasi yang diberikan berupa rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi karya dan rehabilitasi medis dan psikologis.
Fasilitas yang dirancang dalam Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa antara lain fasilitas pendidikan, ketrampilan dan terapi.
DAFTAR ISI
ASPEK RUANG , DIMENSI, MANUSIA
……….. 13
Tinjauan Umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta a. Pengertian Judul ... 15
Tinjauan Umum Tuna Daksa a. Pengertian Tuna Daksa ... 16
b. Faktor Penyebab Tuna Daksa... 18
d. Karakteristik Tuna Daksa ... 23
e. Masalah Tuna Daksa ... 24
f. Kebutuhan Kehidupan Tuna Daksa ... 25
Tinjauan Alat Bantu Gerak a. Prosthetis & Orthotis ... 26
b. Alat bantu untuk tuna daksa ... 27
Tinjauan Aksesibilitas a. Prinsip Aksesibilitas ... 31
b. Asas Aksesibilitas ... 31
c. Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas ... 33
d. Pengaruh Setting Ruang Terhadap Aksesibilitas ... 34
Tinjauan Umum Psikologi a. Pengertian Umum Psikologi ... 37
b. Ruang Lingkup Psikologi ... 42
c. Sejarah Psikologi ... 42
d. Psikologi Perkembangan ... 43
6. Tinjauan Umum Modern a. Pengertian Modern ... 52
b. Sejarah Singkat Arsitektur Modern ... 52
c. Ciri-ciri Modern ... 52
B. TINJUAN RUANG a. Kantor/Sekretariat ... 53
b. Ruang Rehabilitasi Medis ... 54
c. Ruang Rehabilitasi Pendidikan ... 55
d. Ruang Rehabilitasi Karya/Ketrampilan ... 58
e. Bengkel Prothetis & Orthotis ... 59
f. Pintu ... 60
g. Ramp ... 63
h. Toilet ... 65
i. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol ... 69
b. Unsur-unsur Sirkulasi ... 71
c. Sirkulasi Internal Bangunan ... 74
D. Tinjauan Organisasi Ruang a. Pengertian Sirkulasi ... 80
E. Komponen Pembentuk Ruang a. Lantai ... 84
b. Dinding ... 86
c. Ceiling ... 88
F. Interior Sistem 1. Pencahayaan ... 91
2. Penghawaan ... 94
3. Akustik ... 94
4. Sound System ... 96
5. Sistem Keamanan ... 96
G. Furniture a. Furniture ... 98
H. Pertimbangan Desain 1. Bentuk……….. 100
2. Warna ……….. 102
3. Elemen Estetis……….. ………104
4. Tema………. 104
BAB III STUDI LAPANGAN ……… 105
1.
Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta
……….. 105
a. Diskripsi YPAC Jakarta 1. Latar Belakang………. 105
2. Struktur Organisasi………. 106
3. Fasilitas Pendidikan dan Ketrampilan……….. 106
4. Pelayanan Medis………. 110
5. Pelayanan Sosial………. 110
b. Tinjauan Sirkulasi
1. Operasional……….. 111
2. Aktivitas ... 111
c. Zoning dan Grouping ... 114
d. Elemen Pembentuk Ruang. 1. Lantai ... 114
2. Dinding ... 114
3. Ceilling ... 114
e. Interior Sistem 1. Pencahayaan ... 115
2. Penghawaan ... 115
3. Akustik ... 115
4. Sistem Keamanan ... 115
f. Furniture ... 115
g. Pertimbangan Desain 1. Bentuk ... 116
2. Warna ... 116
3. Elemen Estetis ... 116
4. Tema ... 116
2.
BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta
... 106
a. Diskripsi Museum BBRSBD Prof. Dr. Soeharso 1. Latar Belakang ... 117
2. Struktur Organisasi ... 118
3. Tahap Pelayanan Rehabilitasi ... 120
4. Tahap Penyaluran dan Bimbingan Lanjut ... 127
5. Aksesibilitas ... 128
b. Tinjauan Sirkulasi 1. Operasional ... 129
2. Aktivitas ... 129
b. Dinding ... 132
c. Ceilling ... 132
e. Sistem Interior a. Pencahayaan ... 132
b. Penghawaan ... 132
c. Akustik ... 132
d. Sistem Keamanan ... 123
f. Furniture ... 133
g. Pertimbangan Desain a. Bentuk ... 133
b. Warna ... 133
c. Elemen Estetis ... 133
d. Tema ... 133
3.
Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta
... 134
a. Diskripsi Museum YPAC Surakarta 1. Latar Belakang ... 134
2. Pelayanan Pendidikan ... 134
3. Pelayanan Pendidikan/Pravokasional ... 137
4. Pelayanan Medis ... 137
5. Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 141
6. Pelayanan Psikologi ... 141
7. Aksesibilitas ... 141
b. Tinjauan Sirkulasi 1. Operasional ... 143
2. Aktivitas ... 143
c. Zoning dan Grouping ... 146
d. Elemen Pembentuk Ruang a. Lantai ... 146
b. Dinding ... 146
c. Ceilling ... 147
b. Penghawaan ... 147
c. Akustik ... 147
d. Sistem Keamanan ... 147
f. Furniture ... 147
g. Pertimbangan Desain a. Bentuk ... 148
b. Warna ... 148
c. Elemen Estetis ... 148
d. Tema ... 148
BAB IV DESAIN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA ... 149
A. Analisis Eksisting 1. Asumsi Lokasi ... 149
2. Potensi Lingkungan ... 150
3. Denah Eksisting ... 152
B.
Programing 1. Status Kelembagaan ... 1522. Struktur Organisasi ... 153
3. Sistem Opersional ... 153
4. Program Kegiatan a. Program Kegiatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 154
b. Pola Kegiatan Manusia ... 155
5. Koleksi/Benda Inventaris ... 158
6. Fasilitas Ruang ... 159
7. Besaran Ruang ... 160
a. Kegiatan Pengelolaan ... 160
b. Kegiatan Rehabilitasi Pendidikan ... 161
a. Analisa Alternatif Organisasi Ruang ... 167
b. Program Ruang ... 169
9. Sistem Sirkulasi a. Analisa Sirkulasi Secara Umum ... 170
b. Analisa Penerapan Pola Sirkulasi ... 170
10.Hubungan Antar Ruang a. Hubungan Ruang Secara Makro ... 171
b. Hubungan Ruang Secara Mikro ... 171
11.Zoning dan Grouping ... 171
C.
Konsep Perancangan
... 174
1. Ide Dasar ... 174
2. Tema ... 175
3. Aspek Suasana dan Karakter Ruang a. Karakter ... 176
b. Suasana ... 176
4. Aspek Penataan Ruang/ Layout a. Pertimbangan ... 177
5. Aspek Pembentuk Ruang a. Lantai ... 177
b. Dinding ... 181
c. Ceiling ... 183
6. Interior Sistem ... 186
7. Desain Furniture a. Analisa ... 192
b. Dimensi ... 193
8. Elemen Estetis ... 195
9. Skema Bentuk, Bahan dan Warna a. Bentuk ... 195
b. Bahan ... 196
c. Warna ... 197
10.Sistem Keamanan ... 197
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ... 199
2. Saran ... 210
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Denah Asli
2. Denah Perubahan
3. Denah Eksisting
4. Layout
5. Floor Plan
6. Ceiling Plan
7. Tampak/Potongan
8. Aksonometri
9. Detail Konstruksi
10.Gambar Furniture
11.Sketsa Furniture
DAFTAR GAMBAR
Gbr II.1 : Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kebutuhan gerak ... 20
Gbr II.2 :Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kondisi tubuh ... 21
Gbr II.3 : Ruang bebas pada pintu untuk runag gerak ... 62
Gbr II.4 : Pintu dengan plat tendang dan pegangan pintu ... 62
Gbr II.5 : Pegangan pintu otomatis ... 62
Gbr II.6 : Tipikal ramp ... 64
Gbr II.7 : Kemiringan ramp ... 64
Gbr II.8 : Kemiringan ramp dan pintu di ujung ramp ... 65
Gbr II.9 : Letak ramp untuk trotoar ... 65
Gbr II.10 : Analisa ruang gerak toilet dengan pendekatan diagonal dan pendekatan samping ... 67
Gbr II.11 : Sirkulasi masuk dan tinggi perletakan kloset ... 67
Gbr II.12 : Ruang gerak dalam toilet dan perletakan urinoir ... 68
Gbr II.13 : Kran wudhu dan potongan bilik pancuran ... 68
Gbr II.14 : Tipikal pemasangan dan ketinggian washtafel ... 68
Gbr II.15 : Tipe washtafel dengan penutup bawah dan perletakan kran ... 69
Gbr II.16 : Ruang bebas area washtafel ... 69
Gbr II.17 : Perletakan peralatan ... 71
Gbr II.18 : Hubungan jalur-ruang melalui ruang-ruang ... 77
Gbr II.19 : Hubungan jalur-ruang menembus ruang-ruang ... 77
Gbr II.20 : Hubungan jalur-ruang berakhir pada ruang-ruang ... 78
Gbr III.1 : SLB “D-D1 Tunadaksa” YPAC Jakarta ... 105
Gbr III.2 : Ruang kelas TK ... 108
Gbr III.3 : Furniture untuk kelas TK ... 108
menggambar (kiri) untuk SMP... 108
Gbr III.5 : Ruang menenun (kanan) dan kelas ketrampilan ... 109
Gbr III.6 : Pembekalan ketrampilan oleh guru dari Jepang ... 109
Gbr III.7 : Ruang pembuatan sepatu khusus penyandang cacat (brace) ... 109
Gbr III.8 : Tangga darurat dan ramp ... 111
Gbr III.9 : Furniture pada R. Kelas dan R. Ketrampilan YPAC Jakarta ... 115
Gbr III.10 : BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta ... 118
Gbr III.11 : Kelas menjahit untuk putra ... 122
Gbr III.12 : Kelas menjahit untuk putri ... 123
Gbr III.13 : Kelas fotografi dan kamar gelap untuk mencetak foto ... 123
Gbr III.14 : Kelas reparasi sepeda motor ... 124
Gbr III.15 : Kelas salon kecantikan... 124
Gbr III.16 : Ruang ketrampilan dan display untuk hasil kerajinan ... 124
Gbr III.17 : Bengkel las dan bubut ... 125
Gbr III.18 : Kelas pertukangan... 125
Gbr III.19 : Ruang komputer ... 126
Gbr III.20 : Bengkel pembuatan tangan &kaki tiruan (kanan) dan display Prothese & Orthese (kiri) ... 126
Gbr III.21 : Ramp yang terletak di luar bangunan serta railing pegangan untuk tangan ... 128
Gbr III.22 : Ramp memakai bahan keramik yang licin dan tidak aman untuk digunakan ... 129
Gbr III.23 : Ruang kelas untuk SD-D ... 135
Gbr III.24 : Ruang kelas SDLB-D1 ... 135
Gbr III.25 : Ruang kelas SMPLB-D ... 135
Gbr III.26 : Ruang kelas SMALB-D1 yang berkapasitas 8 anak ... 136
Gbr III.27 : Ruang perpustakaan YPAC Surakarta ... 136
digunakan oleh siswa didik YPAC Surakarta ... 137
Gbr III.29 : Standing frame dan parallel bar ... 138
Gbr III.30 : Tripot, tempat duduk dan wall bar ... 138
Gbr III.31 : Kolam untuk hydroterapi ... 139
Gbr III.32 : Ruang untuk terapi bicara ... 139
Gbr III.33 : Ruang okupasi dilengkapi dengan matras sebagai alat bantu untuk terapi ... 140
Gbr III.34 : Asrama putri yang juga digunakan untuk terapi ... 141
Gbr III.35 : Ramp yang menghubungkan level lantai yang rendah dan tinggi ... 142
Gbr III.36 : Ramp untuk menuju kelas di lantai 2 ... 142
Gbr III.37 : Tangga darurat menuju lantai 2 ... 142
Gbr III.38 : Gedung serbaguna / gedung pertemuan ... 143
Gbr IV.1 : Denah asumsi lokasi ... 150
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 : Ciri-ciri arsitektur modern ... 52
Tabel II.2 : Tipe Pencapaian Sirkulasi ... 73
Tabel II.3 : Tipe Pintu Masuk ... 74
Tabel II.4 : Pemanfaatan natural light dan artificial light ... 94
Tabel II.5 : Karakter bentuk ... 101
Tabel III.1a : Aktivitas pengunjung YPAC Jakarta ... 112
Tabel III.1b : Aktivitas pengelolaYPAC Jakarta ... 112
Tabel III.1c : Aktivitas tenaga medis YPAC Jakarta ... 113
Tabel III.2a : Aktivitas pengunjung BBRSBD Surakarta ... 129
Tabel III.2b : Aktivitas pengelola BBRSBD Surakarta ... 130
Tabel III.2c : Aktivitas tenaga medis BBRSBD Surakarta ... 130
Tabel III.3a : Aktivitas pengunjung YPAC Surakarta ... 144
Tabel III.3b : Aktivitas pengelolaYPAC Surakarta ... 144
Tabel III.3c : Aktivitas tenaga medis YPAC Surakarta ... 145
Tabel IV.1 : Daftar Furniture Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 158
Tabel IV.2 : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 159
Tabel IV.3a : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 160
Tabel IV.3b : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 162
Tabel IV.3c : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163
Tabel IV.3d : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163
Tabel IV.3e : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163
Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 168
Tabel IV.5 : Hasil Analisa Bentuk Organisasi Ruang... 168
Tabel IV.6 : Hasil Analisa Organisasi Ruang ... 169
Tabel IV.7 : Analisa tipe sirkulasi pengunjung
berdasar studi lapangan ... 170
Tabel IV.8a : Hubungan ruang secara makro... 170
Tabel IV.8b : Hubungan ruang secara mikro ... 171
Tabel IV.9 : Analisa zoning grouping ... 174
Tabel IV.10a : Analisa pemilihan bahan untuk lantai ... 181
Tabel IV.10b : Analisa pemilihan bahan untuk dinding ... 183
Tabel IV.10c : Analisa pemilihan bahan untuk ceiling ... 186
Tabel IV.11 : Interior sistem ... 192
Tabel IV.12a : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 193
Tabel IV.12b : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 193
Tabel IV.12c : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 194
Tabel IV.13a : Analisa karakter bentuk ... 195
Tabel IV.13b : Analisa karakter bahan ... 195
Tabel IV.13c : Analisa karakter warna ... 196
Tabel IV.14a : Sistem keamanan terhadap kejahatan manusia ... 198
Tabel IV.14b : Sistem keamanan terhadap bahya kebakaran ... 198
Tabel V.1 : Program ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 201
Tabel V.2 : Organisasi ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 202
Tabel V.3 : Sistem sirkulasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 202
Tabel V.4a : Unsur pembentuk ruang (lantai) ... 203
Tabel V.4b : Unsur pembentuk ruang (dinding) ... 203
Tabel V.4c : Unsur pembentuk ruang (ceiling) ... 203
Tabel V.5 : Interior Sistem ... 205
DAFTAR DIAGRAM
Diagram I.1 : Skema Langkah Desain ... 11
Diagram III.1 : Struktur organisasi SLB “D-D1
Tunadaksa” YPAC Jakarta ... 106
Diagram III.2 : Struktur organisasi
BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta ... 120
Diagram IV.1 : Struktur organisasi ... 152
Diagram IV.2 : Program kegiatan Kepala Yayasan ... 155
Diagram IV.3 : Program kegiatan Bidang Tata Usaha ... 155
Diagram IV.4 : Program kegiatan Bidang Program & Advokasi Sosial ... 155
Diagram IV.5 : Program kegiatan Bidang Rehabilitasi Sosial ... 156
Diagram IV.6 : Program kegiatan Bidang Penyaluran
& Bimbingan Lanjut ... 156
Diagram IV.7 : Program kegiatan tenaga pendidik / guru ... 156
Diagram IV.8 : Program kegiatan siswa didik ... 157
Diagram IV.9 : Program kegiatan penyandang cacat umum ... 157
Diagram IV.10 : Program kegiatan orang tua ... 157
Diagram IV.11 : Program kegiatan ahli fisioterapi ... 157
Diagram IV.12 : Program kegiatan ahli hydroterapi ... 158
Diagram IV.13 : Program kegiatan ahli terapi okupasi... 153
Diagram IV.14 : Program kegiatan psikolog ... 153
Diagram IV.15 : Program kegiatan pasien penyandang cacat ... 153
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan tuna daksa akan fasilitas umum yang aksesibel ternyata
belum memadai. Fasilitas umum berupa tempat pendidikan, tempat kesehatan
atau terapi, ataupun tempat-tempat umum lainnya belum dapat dimanfaatkan
secara optimal, karena terbatasnya aksesibilitas yang disediakan. Sehingga
perlu adanya tempat umum yang memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk
membantu tuna daksa dalam beraktivitas secara mandiri.
Tuna daksa menurut Sutjihati Soemantri diartikan sebagai ”suatu
keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan
pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan lahir.” (T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 :
121).
Dalam Resolusi PBB Tahun 1993 tentang Peraturan dan Standar
Persamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat, Pemerintah Indonesia
bertujuan untuk menghilangkan rintangan bagi penyandang cacat di dalam
lingkungan fisik dengan mengembangkan standar dan pedoman serta
memberlakukan undang-undang. Hal ini untuk menjamin aksesibilitas pada
fasilitas publik sebagai pelayanan masyarakat.. Salah satu butir resolusi dari
UNESCAP, 1998 adalah pentingnya merumuskan implementasi pedoman
penyandang cacat dalam fasilitas publik. Dikuatkan dengan adanya Biwako
Millenium (2003-2012), 10 tahun kedua setelah Dasawarsa 1992-2002 di Asia
Pasifik, Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk memfasilitasi
penyandang cacat di berbagai sektor. Adapun PBB membuat pedoman
penerapan dalam desain atau rancangan yang aksesibel terdiri atas:
1. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai.
2. Bangunan itu memungkinkan untuk dimasuki.
3. Bangunan itu memungkinkan untuk digunakan semua fasilitasnya.
4. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai, dimasuki dan digunakan
semua fasilitasnya secara mandiri, tanpa ada perasaan bahwa seseorang
akan menjadi objek belas kasihan dari orang lain.
Dalam workshop Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Cacat, Asosiasi
Pengusaha Indonesia berpendapat bahwa para tuna daksa masih mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan asalkan tetap memenuhi kualifikasi
yang dibutuhkan oleh perusahaan dan tidak dalam kategori cacat yang berat
sehingga tidak mengganggu produktivitas perusahaan dan mampu bersaing.
Pernyataan tersebut memberikan peluang bagi para tuna daksa untuk
berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan dan ketrampilan sehingga
dapat bersaing di dunia kerja.
Sejak berdirinya Rehabilitasi Centrum pada tahun 1950 kota Surakarta
dikenal sebagai ”Kota Rehabilitasi” karena merupakan kota perintis upaya
Rumah Sakit Orthopedi, tempat pelatihan, hingga Badan Pembinaan Olahraga
Cacat, Yayasan Paraplegia dan Lembaga Pendamping Diffabel serta lembaga
yang terkait dengan diffabel. Selain itu di kota Surakarta juga terdapat
politeknik kesehatan khusus fisioterapi, okupasi terapi dan orthotik prostetik.
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka Pusat Pendidikan dan
Pelatihan bagi Tuna Daksa ini perlu direalisasikan karena tempat ini sangat
membantu para tuna daksa dalam menjalani hidup layaknya orang normal
yang mendapat perlakuan dan perhatian yang sama. Pusat Pendidikan dan
Pelatihan bagi Tuna Daksa ini memberikan fasilitas berupa pendidikan,
fasilitas ketrampilan serta terapi bagi kesehatan tuna daksa.
B. Batasan Masalah
Ditinjau dari aspek kondisi dan potensi dalam perancangan pusat
pendidikan dan pelatihan ini, masalah terkait yang dihadapi antara lain :
1. Aspek aksesbilitas : penyediaan aksesbilitas yang memenuhi standar
ergonomi sehingga dapat membantu para penyandang cacat untuk
bermobilisasi dengan aman dan nyaman.
2. Aspek pengelolaan : dalam memenuhi kebutuhan operasional fasilitas
dalam obyek tersebut harus berjalan dengan baik.
3. Aspek masyarakat : membantu masyarakat (penyandang cacat) untuk
mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang berguna untuk masa depan,
serta membantu penyandang cacat untuk meningkatkan rasa percaya diri
Batasan masalah yang diambil dalam Desain Interior Pusat Pendidikan
dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini antara lain :
a. Batasan ruang
1) Bagian Pelayanan Administrasi Pusat
a) Ruang Kepala Sekolah & Wakil Kepala Sekolah
b) Ruang Kantor Guru
2) Bagian Pelayanan Rehabilitasi
a) Seksi Medis / Terapi
b) Psikolog
3) Bagian Pendidikan & Ketrampilan
a) Seksi Pendidikan
b) Seksi Ketrampilan
4) R. Pengukuran Prothetis dan Orthotis
b. Sasaran
1) Sasaran pengunjung (segmentasi)
a) Para penyandang cacat
b) Masyarakat umum
c) Peneliti, pengajar, maupun pelajar dan mahasiswa yang ingin
melakukan penelitian
2) Sasaran perancangan bangunan
Sasaran Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi
Tuna Daksa yang ditujukan untuk memberikan suatu alternatif
Sasaran Desain yang ingin dicapai secara keseluruhan membuat
bagian-bagian unsur perancangan interior ke dalam perencanaan Desain
Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa dengan
memperhatikan faktor-faktor kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya
dengan berpijak pada norma dan ketentuan desain yang ada.
C. Rumusan Masalah
Memfokuskan pada kebutuhan akan kenyamanan beraktivitas dalam
kegiatan belajar mengajar sekaligus perannya dalam meningkatkan kondisi
kejiwaan pengguna dengan bimbingan konseling yang diberikan, Desain
Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ditekankan pada:
1. Bagaimana merencanakan dan merancang interior Pusat Pendidikan dan
Pelatihan bagi Tuna Daksa sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
formal dengan fasilitas yang aksesibel serta ergonomis untuk para tuna
daksa?
2. Bagaimana merancang sistem pelayanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa sehingga dapat menciptakan suasana interior sebagai
pusat pendidikan formal yang nyaman sehingga berpengaruh pada
keadaan psikologis pengguna baik itu pengajar maupun kelayan yang
akan belajar di dalamnya?
3. Bagaimana memasukkan tema interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa yang dapat meningkatkan semangat belajar mengajar
sehingga tidak menimbulkan kebosanan baik bagi pengajar maupun
D. Tujuan Perancangan
1. Mewujudkan perancangan interior pusat pendidikan dan pelatihan untuk
penyandang cacat tubuh dengan mengutamakan aksesbilitas bagi para
penyandang cacat tubuh sehingga dapat bermobilisasi dengan aman dan
nyaman.
2. Mewujudkan perancangan furniture yang disesuaikan dengan kondisi
pengguna dan mengutamakan kenyamanannya sehingga tercipta suasana
yang kondusif dan membantu kegiatan belajar mengajar yang merupakan
kegiatan utama dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi
Tuna Daksa ini.
E. Manfaat Perancangan
Manfaat yang diperoleh dari perancangan ini adalah:
1. Manfaat Praktis
Data yang diperoleh akan menambah referensi bagi fakultas dan jurusan.
2. Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Fungsi Keluar
a. Tersedianya fasilitas bagi para penyandang cacat tubuh untuk
memperoleh pendidikan dan pelatihan yang mampu menjadi bekal
untuk masa depan.
b. Timbulnya rasa kesetaraan hak antara masyarakat umum dan para
dorongan semangat sehingga para penyandang cacat tubuh tidak
merasa dikucilkan atau dikurangi haknya.
Ditinjau dari fungsi dan tujuannya, perencanaan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan bagi Tuna Daksa ini secara umum meliputi penyediaan
aksesbilitas yang membantu penyandang cacat tubuh untuk bergerak dengan
leluasa dan aman serta adanya pendidikan dan pelatihan yang berguna bagi
penyandang cacat tubuh untuk terjun langsung ke dunia kerja sesuai dengan
bidang yang telah ditekuni. Suasana ruang yang diolah dengan warna yang
berpengaruh pada kejiwaan juga membantu meningkatkan tingkat percaya
diri pada penyandang cacat tubuh untuk mampu menyerap ilmu serta dapat
berkreasi untuk menemukan sesuatu yang baru.
F. Metode Desain
1. Permasalahan
Kurangnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang aksesibel bagi
tuna daksa menuntut adanya sebuah perancangan yang dapat
menyediakan fasilitas tersebut secara aksesibel dan ergonomis untuk
tuna daksa. Fasilitas tersebut diharapkan dapat membantu para tuna
daksa untuk mendapat pendidikan dan pelayan kesehatan dengan baik.
Untuk dapat merancang fasilitas yang aksesibel dan ergonomis
bagi tuna daksa perlu adanya studi pembanding baik dari studi literatur
maupun studi lapangan yang berkaitan dengan proyek yang dirancang.
Berdasarkan studi literatur dapat disimpulkan bahwa desain untuk tuna
fasilitas seperti furniture dan peralatan yang lain. Serta pemilihan warna
yang memiliki intensitas sedang sehingga tidak mengganggu
penglihatan. Sedangkan dari studi lapangan yang dilakukan diperoleh
data dalam PP 72 Tahun 1995 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sekolah Luar Biasa, jumlah maksimum anak yang dapat dididik adalah 8
anak.
2. Bentuk Perancangan
Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan yang telah dilakukan
maka dapat disimpulkan aspek-aspek yang dapat membantu dalam
perancangan ini. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan psikologi
yang menekankan pada keadaan lingkungan yang dapat membantu tuna
daksa dalam beraktivitas secara mandiri.
Dari hasil analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem
sirkulasi yang dipakai adalah sistem sirkulasi langsung yang
memudahkan tuna daksa untuk mengakses ruang yang ingin dituju.
Sedangkan sistem organisasi ruang yang diterapkan adalah sistem cluster
yang menempatkan ruang berdasarkan fungsi ruang itu sendiri.
Ide dasar desain interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna
Daksa di Surakarta di Surakarta berawal dari semboyan Ki Hajar
Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso dan
tut muri handayani. Sedangkan tema yang dipakai adalah Form Follow
Functions yang membantu tuna daksa untuk beraktivitas secara mandiri.
Bentuk yang digunakan adalah bentuk bulat yang aman, serta bangun
matematika yang digunakan sebagai ikon untuk mendesain furniture.
Warna yang dipakai adalah warna krem, kuning dan hijau dengan
intensitas warna sedang. Penggunaan ramp, railing, dan pintu dengan
plat tendang yang aksesibel membantu tuna daksa dalam bermobilisasi.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :
a. Informan
Informasi yang diperoleh berasal dari pengajar maupun staf
karyawan yang bekerja di bidang pendidikan dan pelatihan serta
tempat rehabilitasi penyandang cacat sebagai subyek yang
dianggap mengerti tentang informasi yang dibutuhkan dalam
perancangan ini.
b.Arsip dan Dokumen Visual
Arsip dan dokumen yang dijadikan literatur adalah
buku-buku yang memuat tentang klasifikasi penyandang cacat tubuh dan
buku-buku lain yang menunjang pengetahuan peneliti tentang cacat
tubuh. Buku yang dipakai antara lain Pengantar Pendidikan Anak
Tuna Daksa, Handbook Prof. Dr. Soeharso Surakarta, Panduan
Penyediaan Aksesbilitas pada Bangunan dan Lingkungan, dll.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi lokasi yang bisa
berkaitan dengan proyek Desain Interior ini, terutama dalam
bidang interior, misalnya tentang desain furniture, aksesbilitas,
ergonomi, dsb. Observasi dilakukan dengan mempergunakan alat
bantu berupa kamera digital, alat tulis, dsb.
b.Wawancara Mendalam ( In Dept Interviewing )
Wawancara dalam pengumpulan data ini bersifat open–ended
dan mendalam dilakukan secara tidak formal. Wawancara ini
dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna
mendapatkan data yang rinci dan mendalam.
c. Content Analisis
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dan dokumen yang berhubungan dengan
G. Skema Langkah Desain
H. Sistematika Penulisan
1. BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan mencakup Latar Belakang Masalah yang meliputi
penyebab terjadinya kecacatan serta berbagai permasalahan yang
dialami oleh para penyandang cacat, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan sasaran, serta Metodologi yang meliputi metode
sistematika pembahasan.
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Mengemukakan Kajian Teoritis tentang Proyek Desain Interior
Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta, yang
meliputi pembahasan teori tentang ruang dan manusia, yang di Diagram I. 1 Skema Langkah Desain
Latar Belakang
Interior Sistem & SistemKeamanan Desain Interior Pusat Pendidikan
dan Pelatihan di Surakarta Ide
Gagasan
Data Lapangan Rumusan Literatur Data
Analisa Analisa
Aspek Pelaku Aspek Objek
Kajian Materi Zoning & Grouping
Fungsi, karakter, suasana dan dimensi ruang
dalamnya mencakup tentang pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi,
komponen pembentuk ruang, hubungan antar ruang, sistem interior,
sistem keamanan, sistem aksesbilititas yang berguna untuk para
penyandang cacat dalam bermobilisasi.
3. BAB III KAJIAN LAPANGAN
Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai dasar
acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan
pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisa dari konsep
Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di
Surakarta.
4. BAB IV DESAIN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA
a. Analisis Eksisting
1) Analisa lingkungan (keluar) termasuk di dalamnya view, akses,
arah cahaya, dll.
2) Analisa Interior termasuk di dalamnya akses, sirkulasi dan
human dimension.
b. Programing
1) Status Kelembagaan Proyek
2) Struktur Organisasi
3) Sistem Operasional
4) Program Kegiatan (kegiatan obyek TA dan kegiatan manusia)
7) Besaran Ruang (studi ruang dan anthropometri)
8) Sistem Sirkulasi
9) Hubungan Antar Ruang
10)Zoning dan Grouping
c. Konsep Desain
1) Ide Dasar Desain
a) Paradigma, slogan, dll
b) Bentuk
c) Suasana
2) Tema
a) Sebagai pemecahan masalah
b) Sebagai dekorasi
3) Aspek Suasana dan Karakter Ruang
4) Aspek penataan ruang/lay out
a) Sistem sirkulasi dan organisai ruang
5) Aspek Pembentuk Ruang
6) Aspek Bentuk, Bahan dan Warna
7) Interior Sistem (pencahayaan, penghawaan, akustik)
8) Desain Furniture
9) Desain Elemen Estetis
10)Sistem Keamanan (kebakaran dan keamanan)
11)Aksesbilitas (fasilitas)
5. BAB V KEPUTUSAN DESAIN
Merupakan kesimpulan dari proses analisis yang sekaligus
merupakan konsep Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan
bagi Tuna Daksa di Surakarta.
b. Daftar pustaka
BAB II
KAJIAN TEORI
A. ASPEK RUANG DAN DIMENSI
1. Tinjauan Umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna
Daksa di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi
a. Pengertian Judul
1) Pusat : Pokok atau inti dari sesuatu.
2) Pendidikan : Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003)
3) Tuna daksa : Suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai
akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau
sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan lahir. Tuna daksa sering juga
diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan
individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang
atau otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu
untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. (T.
4) Psikologi : Ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang
perbuatan dan tingkah laku manusia. (Zulkifli, L. Psikologi
Perkembangan, 1986 : 5)
5) Psikologi : Studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan individu
hubungannya dengan lingkungan. (Woodworth & Marquis,
1961)
Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa
dengan pendekatan psikologi adalah tempat yang memberikan fasilitas
rehabilitasi yang dapat membantu orang-orang diffable untuk hidup
layaknya manusia normal, tanpa adanya perbedaan perlakuan dari
orang-orang di sekitarnya serta membantu permasalahan psikis yang
dihadapi dengan terapi yang dituangkan ke dalam interior yang secara
tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah kepribadian yang
dialami oleh penyandang cacat. Bentuk rehabilitasi yang diberikan
berupa rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi karya dan rehabilitasi medis
dan psikologis.
2. Tinjauan Umum Tuna Daksa / Cacat Tubuh
a. Pengertian Tuna Daksa / Cacat Tubuh
Cacat adalah kekurangan yang menyebabkan nilai atau
mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada
badan, benda batin atau akhlak). (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1989 : 143)
atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan lahir. Tuna daksa sering juga
diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan
individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang atau
otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk
mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. (T. Sutjihati
Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 : 121)
Tuna daksa adalah orang yang mengalami kelainan organ
gerak tubuh, terutama gangguan gerak. (Ahmad Toha Muslim &
M. Sugiarmin, Orthopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa : 6)
Menurut The American Public Health Association seseorang
dapat dianggap cacat (handicapped) bila ia dalam batas-batas
tertentu tidak dapat bermain, belajar, bekerja atau melakukan
hal-hal lain yang dapat dilakukan oleh orang-orang sebayanya
(seumur); bila ia terhalang dalam mencapai kemampuan
sepenuhnya, baik jasmani, mental maupun rohani. (dalam Erwin
Andriyanto, 2002)
Penyandang cacat tubuh adalah seseorang yang mempunyai
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas pada tataran aktivitas
manusia normal, sebagai akibat dari kerusakan pada sebagain atau
b. Faktor Penyebab Tuna Daksa / Cacat Tubuh
Faktor-faktor penyebab terjadinya kecacatan pada tubuh
dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu :
1) Berdasarkan Penyebab Kecacatan
a) Bawaan Lahir
1. Karena faktor genetik (poliomilitis).
2. Karena konsumsi gizi yang kurang.
3. Karena kontaminasi bahan kimia / radiasi yang
menyebabkan kelainan bentuk atau tidak adanya anggota
tubuh.
b) Penyakit
1. Virus polio.
2. Penyakit kelamin/gonorhoe yang menyebabkan cacat sendi
atau tulang.
3. TBC pada balita.
4. Kurang darah pada otak sehingga otak kurang berfungsi
untuk megkoordinasi organ tubuh.
5. Rusaknya susunan saraf pada tungkai yang mengakibatkan
penderita layu pada kaki.
6. Diabetes.
c) Kecelakaan lalu lintas / kecelakaan kerja
2) Berdasarkan Tingkat Kecacatan / Derajat Kecacatan Tubuh
a) Ringan yaitu cacat yang tidak terlalu banyak memerlukan
pertolongan karena dapat mengurus diri sendiri dalam
kehidupan.
Tanda-tanda gangguan ini antara lain :
1. Mampu ambulasi jalan tanpa bantuan
2. Mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa
bantuan
3. Mampu berkomunikasi baik dengan bahasa lisan
b) Sedang yaitu cacat yang memerlukan pertolongan khusus
agar dapat hidup berdampingan dengan masyarakat.
Tanda-tanda gangguan ini antara lain :
1. Adanya hambatan dalam mobilisasi dan memelihara
diri sendiri sehingga perlu bantuan
2. Hambatan berkomunikasi mulai terlihat
c) Berat yaitu penyandang cacat yang tidak bisa hidup tanpa
pertolongan orang lain dan tetap memerlukan perawatan
khusus walaupun pertolongan sudah diberikan.
Tanda-tanda gangguan ini antara lain :
1. Hambatan mobilisasi sehingga penderita hanya tinggal
di tempat tidur atau memakai kursi roda
2. Perlu bantuan penuh dalam melakuakan kegiatan
sehari-hari
3) Berdasarkan Kebutuhan Alat Gerak
a) Non Ambulant Wheelchair yaitu penyandang cacat yang
tidak dapat berjalan dan membutuhkan bantuan kursi roda.
b) Semi Ambulant yaitu penyandang cacat yang dapat bergerak
dan membutuhkan bantuan alat gerak seperti krug, tongkat,
brace dan frame walk.
c) Ambulant yaitu penyandang cacat yang dapat bergerak
tanpa menggunakan alat bantu. (dalam Samuel Abdul Anis,
2008)
4) Berdasarkan Kondisi yang Dialami
a) Paraplegia yaitu cidera tulang belakang sehingga
mengalami kelumpuhan sebagian.
b) Diplegia yaitu cidera pada keempat anggota gerak.
c) Tetraplegia / quadriplegia yaitu cidera tulang belakang
sehingga terjadi kelumpuhan total.
d) Ampute yaitu cidera serius pada bagian tubuh sehingga
harus menghilangkan anggota gerak / badan tersebut. Gambar II.1 Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kebutuhan alat gerak
Sumber : Anis, Samuel Abdul, 2008
c. Klasifikasi Tuna Daksa
Menurut Frances G. Koenig, tuna daksa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Kerusakan yang dibawa sejak lahir / keturunan, meliputi :
a) Club-foot (kaki seperti tongkat)
b) Club-hand (tangan seperti tongkat)
c) Polydactylism (jari yang lebih dari 5 pada masing-masing
tangan atau kaki)
d) Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu
sama lain)
e) Torticollis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai
ke muka)
f) Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak
tertutup)
g) Cretinism (kerdil/katai)
h) Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal)
i) Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan) Gambar II.2 Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kondisi tubuh
Sumber : Anis, Samuel Abdul, 2008
j) Clefpalats (langit-langit mulut berlubang)
k) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut)
l) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
m) Congenitalamputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota
tubuh tertentu)
n) Frederishataxia (kerusakan pada sumsum tulang belakang)
o) Coxavalga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar)
p) Syphilis (kerusakan pada tulang dan sendi akibat penyakit
syphilis)
2) Kerusakan pada waktu kelahiran
a) Erb’s Palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan
atau tertarik waktu kelahiran)
b) FragilitasOsium (tulang yang rapuh dan mudah patah)
3) Infeksi
a) Tuberkolosis tulang (menyerang sendi paha sehingga
menjadi kaku)
b) Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum
tulang belakang karena bakteri)
c) Poliomyelitits (infeksi virus yang mungkin menyebabkan
kelumpuhan)
d) Pott’s disease (tuberkolosis sumsum tulang belakang)
e) Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan
4) Kondisi traumatik
a) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan)
b) Kecelakaan akibat luka bakar
c) Patah tulang
5) Tumor
a) Oxostosis (tumor tulang)
b) Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantung yang berisi
cairan dalam tulang)
6) Kondisi-kondisi lain
a) Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk)
b) Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang
cekung)
c) Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang
cekung)
d) Perthes’ disease (sendi paha yang rusak atau mengalami
kelianan)
e) Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan
kerusakan tulang dan sendi)
f) Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha
yang miring)
d. Karakteristik Tuna Daksa
Karakteristik penyandang cacat dapat diuraikan sebagai
a) Karakteristik Kisik
1. Kelumpuhan salah satu anggota gerak badan menyebabkan
penderita harus menggunakan alat bantu.
2. Anggota badan dalam keadaan tidak utuh atau tidak
sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam beraktivitas
dan kurang percaya diri, sehingga memerlukan anggota
badan tiruan.
3. Kesulitan berbicara dialami sebagian besar penyandang
cacat tubuh yang disertai dengan gangguan otak.
4. Pendengaran kurang sehat
5. Penglihatan kurang peka (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)
b) Karakteristik Mental
Masalah kejiwaan sering menyertai penyandang cacat tubuh.
Keadaan fisik yang terganggu tersebut dapat menyebabkan
tekanan jiwa, yang selanjutnya dapat menghambat
perkembangan hidup penyandang cacat tubuh. Masalah
kejiwaan tersebut dapat berupa rasa rendah diri, putus asa,
pemarah dan apatis. (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)
e. Masalah Tuna Daksa
Masalah-masalah yang dihadapi oleh tuna daksa meliputi :
1) Masalah Fisik
Masalah fisik dapat berupa kelumpuhan anggota gerak
punggung. Kelumpuhan ini dapat sebagian atau dapat
keseluruhan.
2) Masalah Gangguan Fungsi
a) Gangguan fungsi mobilisasi, mulai dari gangguan
berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan yang
merupakan gangguan fungsi utama kaki. Sedangkan
gangguan fungsi tangan dapat berupa gangguan
mobilisasi meraih, memegang atau menggenggam.
b) Gangguan fungsi mental yaitu menghadapi masalah
penyesuaian pendidikan maupun penyesuaian sosial.
c) Gangguan kemampuan kegiatan fisik sehari-hari, dapat
berupa gangguan komunikasi, menolong diri sendiri
maupun mengikuti kegiatan hidupnya sehari-hari.
(dalam Samuel Abdul Anis, 2008)
f. Kebutuhan Kehidupan Tuna Daksa
Kebutuhan tuna daksa dapat berupa :
a. Kebutuhan komunikasi
b. Kebutuhan mobilisasi
c. Kebutuhan memelihara diri sendiri (activities of daily
living/ADL)
d. Kebutuhan sosial
e. Kebutuhan psikologis
f. Kebutuhan pendidikan
3. Alat Bantu Gerak
Selain perlunya aksesibilitas tersebut diatas, tuna daksa juga
memerlukan alat bantu gerak berupa :
a. Prosthetis
Prosthetis adalah alat Bantu yang menggantikan bagian tubuh
yang hilang. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi
Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996: 168)
Fungsi prosthetis dari bagian tubuh yang hilang akan
diupayakan mendekati fungsi tubuh tersebut pada sisi yang normal
atau umumnya pada orang normal. Prosthetis terbuat dari bahan
plastik resin, kayu, dan besi. Desain prosthetis antara lain :
1) Soket
2) Sendi prothesa
3) Alat terminal
4) Tali-tali
b. Orthosis
Orthosis adalah alat yang melekat pada tubuh atau anggota
gerak tubuh. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi
Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996 : 178)
Orthosis berfungsi untuk :
1) Menghilangkan rasa nyeri karena alat ini membatasi gerak dan
mengurangi tekanan yang berasal dari berat badan.
4) Mencegah dan mengoreksi deformitas sendi.
5) Memperbaiki fungsi.
Bahan yang biasa digunakan adalah :
a) Logam untuk komponen bar atau lempengan logam sebagai batang
untuk posisi tegak. Bahan yang paling sering dipakai adalah
campuran besi dan alumunium (duralumunium). Bahan ini cukup
kuat untuk menahan berat badan tetapi ringan. Bahan ini adalah
bahan plastik yang kuat.
b) Bahan kulit untuk tali pengikat kuf pada paha (tighcuff) pengikat
sendi kaki dari samping kiri atau akanan dan dari muka dan
belakang (knee cuff), pengikat alat pada betis (calf cuff). Kulit
digunakan untuk menahan stabilitas pergelangan kaki berupa tali
khusus disebut T. strap karena berbentuk huruf T. tali pengikat
pinggan berupa sabuk dan dihubungkan dengan pangkal brace
sehingga saat jalan brace menjadi stabil. (Ahmad Toha Muslim &
M. Sugirmin, Orthopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa,
1996 : 180)
Alat bantu untuk tuna daksa adalah :
a) Alat bantu jalan (Gait Aid)
Alat bantu jalan adalah alat yang digunakan untuk menambah
kelancaran jalan atau ambulasi tuna daksa. Fungsi utama alat bantu
jalan adalah :
2. Memberikan tambahan informasi sensoris dari bagian tubuh ke
otak
3. Mengurangi beban pada sistem muskuloskeletal yang kurang
kuat menahan beban
4. Membantu kecepatan gerak selama ambulasi
Jenis alat bantu jalan antara lain :
a. Tongkat (Cane)
b. Kruk (Crutches)
c. Walker
b) Kursi roda (whellchair)
Kursi roda adalah alat alternatif untuk kegiatan mobilisasi
apabila tubuh sudah kurang kemampuannya, baik akibat kondisi
neuromuskuloskeletal atau fungsi jantung dan paru-paru yang
menurun. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi Dalam
Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996 : 195-200)
4. Aksesibilitas
Menurut buku Panduan Penyediaan Aksesibilitas pada Bangunan
dan Lingkungan, penyandang cacat sama halnya penduduk Indonesia
lainnya memiliki hak yang sama di seluruh bidang kehidupan. Hal ini
memiliki arti tidak adanya segala bentuk perbedaan atau diskriminasi
atas kecacatan yang dimilliki. Kurangnya fasilitas pelayanan yang
mudah dijangkau (aksesibel) merupakan hambatan bagi penyandang
serta peran serta penyandang cacat diperlukan sarana dan upaya yang
memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat
mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. (Panduan
Penyediaan Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005 : 2-3)
Menurut UU no. 4/1997 tentang Penyandang Cacat menerangkan
bahwa penyediaan aksesbilitas penyandang cacat diupayakan
berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan
derajad kecacatan serta sesuai dengan standart yang ditentukan. (Drs.
Mardianto, Kepala YPAC Surakarta, 2010)
Penanganan dan pelayanan masalah sosial penyandang cacat di
Indonesia dilaks
anakan melalui sistem panti dan rehabilitasi berbasis masyarakat
(RBM). Lembaga pelayanan sosial bagi penyandang cacat pada
hakekatnya melaksanakan program pelayanan sosial bagi penyandang
cacat sesuai dengan fungsinya, yaitu :
a. Sebagai tempat pelayanan dan rehabilitasi sosial
b. Sebagai tempat pendidikan dan penelitian
c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan (laboratorium untuk
pengembangan metode intervensi)
d. Sebagai tempat informasi dan rujukan
Fungsi-fungsi yang dimiliki lembaga pelayanan sosial bagi
penyandang cacat diharapkan mampu menumbuhkembangkan fungsi
sosial penyandang cacat, rasa percaya diri dan memiliki ketrampilan
karya. Hal ini tentunya harus didukung dengan sarana dan fasilitas
lembaga bagi penyandang cacat yang memadai termasuk aksesbilitas
yang tersedia.
Sampai saat ini akesibilitas bagi penyandang cacat khususnya
pada lembaga pelayanan sosial yang memberikan pelayanan bagi
penyandang cacat belum dapat dikatakan memadai. Hal ini disebabkan
masih adanya pandangan bahwa penyediaan aksesibilitas merupakan
sesuatu yang memerlukan biaya tinggi, akhirya penyediaan aksesbilitas
menjadi kebutuhan lembaga yang tidak dijadikan prioritas sebagai
bagian dari proses pelayanan bagi penyandang cacat.
Aksesibilitas penyandang cacat bersifat fisik dan non fisik.
Kondisi tersebut menjadi pemikiran untuk berupaya menghilangkan
perbedaan yang ada dengan diterbitkannya Rencana Aksi Nasional
Penyandang Cacat Indonesia tahun 2004-2013. Dalam RAN tersebut
diuraikan Program Penyediaan Aksesibilitas pada lingkungan dan
transportasi umum sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam
rangka mensejahterakan penyandang cacat. (Panduan Penyediaan
Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005 : 5)
1) Prinsip-Prinsip Aksesibilitas
Menurut UNESCAP Publication “Promotion On The
Non-Handicapping Environment in Asia-Pacific Countries”
prinsip-prinsip aksesbilitas untuk penyandang cacat dapat dijelaskan
a) Setiap orang harus dapat mencapai ke suatu bangunan /
lingkungan umum dengan mudah dan aman.
b) Setelah mencapai tempat / lingkungan tersebut selanjutnya
harus dapat masuk ke bangunan / lingkungan tersebut.
c) Setelah masuk ke ruang / bangunan tersebut, penyandang cacat
harus dapat memakai fasilitas yang tersedia.
d) Penyediaan aksesbilitas adalah suatu kewajiban. (Panduan
Penyediaan Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005
: 5)
2) Asas-Asas Aksesibilias
a) Kemudahan
Kemudahan adalah setiap orang dapat mencapai semua
tempat atau bangunan yang bersifat umum dsalam suatu
lingkungan.
Asas aksesibilitas dilihat dari kegunaan dapat dinilai dari
kemudahan pencapaian ruang yang berhubungan dengan
setting ruang pada site plan (organisasi ruang), sifat ruang, jalur
dan sirkulasi. (Peraturan Perundang-Undangan Penyandang
Cacat Nasional dan Internasional, 2001).
b) Kegunaan
Kegunaan yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu
Asas aksesibilitas dilihat dari kegunaan dapat dinilai dari
penggunaan maksimal untuk aktivitas tertentu dan fasilitas
yang ada di dalam ruangan seperti tombol dan stop kontak.
Menurut standart dari Keputusan menteri Pekerjaan Umum RI
No. 468/KPS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas
Bangunan Umum dan Lingkungan, tombol dan stop kontak
dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya sesuai dan
mudah dijangkau oleh penyandang cacat. (Peraturan
Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan
Internasional, 2001)
c) Keselamatan
Keselamatan yaitu setiap bangunan dalam suatu
lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi
semua orang.
Asas aksesibilitas dilihat dari keselamatan dalam
memasuki ruang dan beraktivitas di dalam ruang dinilai dari
kecuramanan ramp dan tekstur lantai. (Peraturan
Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan Internasional, 2001)
d) Kemandirian
Kemandirian yaitu setiap orang harus bisa mencapai,
masuk dan mempergunakan semua tempat dalam suatu
lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas
a) Sirkulasi
Jalur sirkulasi atau rute aksesibel adalah jalur lintasan
yang aksesibel, menghubungkan suatu elemen atau ruang,
dengan elemen atau ruang lainnya dari suatu bangunan. Rute
aksesibel interior termasuk koridor, lantai, ramp, dan lift. Rute
eksterior termasuk ruang akses parker, trotoar pada jalan
kendaraan dan ramp.standart ukuran lebar minimal untuk rute
aksesibel 1 jalur adalah 110 cm, sedanngkan yang 2 jalur
adalah 160 cm. Permukaan rute aksesibel harus bertekstur
sehingga tidak licin dan memerlukan pegangan rambat untuk
menjamin pengguna terutama pada belokan yang berbahaya
(Departemen Pekerjaan Umum, 1998).
Pemakai kursi roda membutuhkan 110 cm dan pemakai
ktuk membutuhkan 95 cm untuk bersirkulasi (Departemen
Pekerjaan Umum, 1998).
b) Visual
Menurut Panero. J (1979 : 287), “the visual field” adalah
bagian dari ruang yang terukur pada pandangan mata lurus
pada saat kepala dalam keadaan diam. Dari pengertian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa visibilitas adalah jangkauan
pandang mata saat kepala dalam keadaan diam. (dalam M.
Penciptaan suatu tempat yang diperuntukkan bagi
penyandang cacat harus memeprhatikan jarak pandang mata
dari pemakai kursi roda. Sebagai contoh adalah panel kaca
pada pintu yang sejajar dengan mata pemakai kursi roda. Hal
ini memudahkan pemakai kursi roda untuk dapat melihat ke
dalam suatu ruang sebelum mereka memasukinya. Penempatan
televisi, rak-rak penyimpanan serta alat-alat umum lainnya
harus memperhatikan jarak pandang dari pemakai kursi roda.
(dalam M. Sholahuddin, 2006)
4) Pengaruh Setting Ruang Terhadap Aksesibilitas
a) Ukuran dan Bentuk
b) Perabot dan Penataannya
Perpustakaan
1. Rak baca
Menurut Persyaratan Teknis Aksesibilitas, batas jangkauan
ke atas pemakai kursi roda adalah 140 cm. (dalam M.
Sholahuddin, 2006)
2. Meja Petugas
Dr. Suma’mur menetapkan kriteria permukaan meja adalah
setinggi siku (orang normal). Bagi pemakai kursi roda
menurut Time Saver Standards, seorang pemakai kursi roda
membutuhkan ruang untuk kakinya sebesar 66 cm. (dalam
3. Kursi Petugas
Kursi yang ideal bagi penyandang cacat menurut Robert
James Sorenson adalah yang mempunyai sandaran tangan
yang berfungsi untuk membantu penyandang cacat
(khususnya pemakai kursi roda dan pemakai kruk) untuk
bangkit dari atau akan duduk di kursi dan stabil untuk
dijadikan tumpuan berat badan saat bangkit atau akan
duduk di kursi. (dalam M. Sholahuddin, 2006)
4. Rak Berkas
Menurut Persyaratan Teknis Aksesibilitas, batas jangkauan
ke atas pemakai kursi roda adalah 140 cm. (dalam M.
Sholahuddin, 2006)
c) Warna
Warna dapat digunakan dalam dekorasi sebuah ruang,
yang disediakan sebagai pemndu bagi pengguna bangunan
terutama sekali berguna bagi orang-orang yang memiliki cacat
visual. “Brightness Differentials” menurut James
Holmes-Siedle (1996) ditentukan oleh perbedaan refleksi warna-warna
yang muncul pada permukaan. Jumlah “high-contrast”
maksimum dari kombinasi warna meliputi :
1. Putih dan hitam
2. Kuning dan hitam
3. Kuning dan biru
5. Merah dan putih
6. Abu-abu dan putih
Menurut Satrsowinoto (1985), ditinjau dari sudut
fisiologis ada beberapa warna yang mudah atau bisa diindera
mata yaitu yang memiliki panjang gelombang antara 380-750
milimikron. Warna krem masuk dalam golongan warna kuning
yang memiliki panjang gelombang kurang lebih 600
milimikron. Untuk meningkatkan fungsi fisiologi mata,
penggunaan warna dengan panjang gelombang tinggi antara
500-700 (antara warna hijau, merah ataui oranye) perlu untuk
beberapa ruang (misalnya toilet) serta beberapa elemen
ruang-ruang (misalnya saklar lampu, stop kontak, pegangan pintu dan
grendel).(dalam M. Sholahuddin, 2006)
d) Pencahayaan
Menurut Walter Kohler (1959), lubang cahaya optimal
adalah 20% dari luas lantai. (dalam M. Sholahuddin, 2006)
e) Penghawaan
Suhu nyaman “thermal comfort” adalah 24-270C
(Wignjosoebroto, 2003), 26-270C (Sastrowinoto, 2003), dan
27,60C (Suma’mur, 1989).
f) Suara
Menurut Mangunwijaya (1997), tingkat kualitas suara
Menurut Walter Kohler (1959), intensitas suara dihitung
dengan rumus :(dalam M. Sholahuddin, 2006)
---
5. Tinjauan Umum Psikologi
a. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari kata psyche dan logos. Psyche berarti
jiwa dan logos berarti ilmu, sehingga psikologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang perbuatan
dan tingkah laku manusia. (Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan,
1986 : 5)
Psikologi dapat diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari
sifat-sifat kejiwaan manusia dengan cara mengkaji sisi perilaku dan
kepribadiannya, dengan penadangan bahwa setiap perilaku
manusia berkaitan dengan latar belakang kejiwaannya. (Mursidin,
Psikologi Umum, 2010 : 13)
Berikut adalah beberapa pengertian psikologi menurut
Wisnubrata Hendrojuwono :
1) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari adanya jiwa dan
kehidupan jiwa (Bigot, Kohnstamm, dan Palland, 1954)
2) Psikologi adalah suatu studi sisitematik tentang tingkah laku
(Garrett, 1961) W
I =
3) Psikologi adalah studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan
individu hubungannya dengan lingkungan. (Woodworth &
Marquis, 1961)
4) Psikologi adalah suatu ilmu tentang tingkah laku organisme.
(Zimbardo, 1971)
5) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan
proses mental. (Hilgard, Atkinson, dan Atkinson, 1975)
6) Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang
meliputi penerapannya kepada manusia. (Morgan, King, dan
Robinson, 1979)
7) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari laku manusia.
(Singgih Dirgagunarsa)
8) Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang memepelajai tentang
hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. (Plato dan
Aristoteles)
9) Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang memepelajari tingkah
laku lahiriah dengan menggunakan metode observasi yang
objektif terhadap rangsangan dan jawaban (respons). (John
Broadus Watson)
10)Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia,
seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling), dan