• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP TERHADAP PICTORIAL HEALTH WARNING DAN INTENSI MEROKOK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP TERHADAP PICTORIAL HEALTH WARNING DAN INTENSI MEROKOK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP TERHADAP PICTORIAL HEALTH WARNING DAN INTENSI MEROKOK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi pada Departemen Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh:

Agnia Aminuddin Kosnadi NIM. 1000621

DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Sikap terhadap Pictorial Health Warning dan Intensi Merokok

Siswa SMP di Kota Bandung

Oleh

Agnia Aminuddin Kosnadi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana psikologi pada Departemen Psikologi

Universitas Pendidikan Indonesia

© Agnia A. K 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

April 2015

Hal Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Agnia Aminuddin Kosnadi (1000621). Sikap terhadap Pictorial health warning dan Intensi Merokok Siswa SMP di Kota Bandung. Skripsi. Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung (2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel sikap terhadap pictorial health warning dan variabel intensi merokok pada siswa SMP di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Subjek penelitian adalah 384 siswa SMP di Kota Bandung yang berada pada rentang usia 12-15 tahun. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari skala sikap terhadap pictorial health warning dan skala intensi merokok yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif sebesar -0,341 antara sikap terhadap pictorial health

warning dengan intensi merokok pada siswa SMP di Kota Bandung. Adapun

gambaran sikap terhadap pictorial health warning siswa SMP di Kota Bandung berada pada kategori sikap positif dan gambaran intensi merokok siswa SMP di Kota Bandung berada pada kategori intensi merokok yang rendah. Saran yang dapat diberikan yaitu (1) sekolah dihimbau untuk memberikan informasi sedini mungkin tentang informasi kesehatan dan bahaya merokok (2) pemerintah membatasi peredaran rokok dengan menaikan harga rokok, membatasi usia konsumen rokok, dan diharapkan mencantumkan pictorial health warning yang lebih bervariasi serta menayangkan iklan-iklan berdurasi pendek mengenai dampak nyata dari bahaya penggunaan rokok.

(6)

ABSTRACT

Agnia Aminuddin Kosnadi (1000621). Attitudes toward Pictorial health

warning and the Smoking Intention on Junior High School Students in Bandung. Thesis. Departement of Psychology, Faculty of Educational Science, Indonesia University of Education, Bandung (2015).

This research aims to analyze the correlation between variable of attitude toward the Pictorial health warning and the smoking intenton variable, on junior high school students in Bandung. This research uses quantitative approach with correlational research design. The subject of this research is 348 junior high school students at the age of 12-15 years old in Bandung. Instrumens of this research were scale of attitude toward Pictorial health warning and scale of intention to smoke developed by researchers. The result shows that there is a negative correlation of -0,341 between attitudes toward Pictorial health warning and smoking intention on junior high school students in Bandung. The representation of attitude toward Pictorial health warning is that the junior high school students in Bandung are in category of positive attitude and the representation of smoking intention of junior high school students in Bandung are in category of low of smoking intention. This research gives two suggestions: (1) schools are expected to give information about health and the dangerous of smoking as soon as possible and; (2) government should restrict the circulation of cigarette by increasing the price of cigarette, restricting the minimum age of cigaratte consumer, and sticking more variable Pictorial health warning also publishing more short advertisements about real negative impacts of consuming cigarette.

(7)
(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Merokok sudah menjadi hal yang lumrah dan sangat memprihatinkan

karena fenomena ini sudah dianggap sebagai kebiasaan dan kewajaran. Bahkan

untuk beberapa kasus merokok dapat dianggap sebagai indikator kedewasaan. Hal

ini cukup ironi dengan zat-zat kimia berbahaya yang terkandung dalam setiap

puntung rokok yang mulai mengancam kehidupan konsumennya (Zainu, 2003).

Menurut data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO,

2008) menunjukkan bahwa 1 kematian karena tembakau di seluruh dunia terjadi

dalam setiap 6 detik. Kematian karena tembakau pada tahun 2005 tercatat ada

sebanyak 5,4 juta jiwa dan selama abad ke 20 terjadi sebanyak 100 juta kematian

akibat tembakau. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi 8 juta kematian pada

tahun 2030 dan diperkirakan akan terjadi kematian sebanyak 1 milyar jiwa akibat

tembakau selama abad ke 21. Pada tahun 2030, diproyeksikan 80% kematian

terkait tembakau terjadi di negara berkembang.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang (Bureau, 2013), di

Indonesia jumlah perokok terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data

yang diperoleh dari website Sekertariat Kabinet Republik Indonesia oleh Pusat

Komunikasi Publik Kemenkes menunjukkan sebuah survei nasional di tahun 2011

mengenai representasi merokok. Survei ini diberi nama Global Adult Tobbaco

Survei (GATS). Hasil GATS menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan

negara lain, Indonesia menduduki posisi pertama dengan prevalensi perokok aktif

tertinggi yaitu 67.0% pada laki-laki dan 2.7% pada perempuan. Angka ini jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi perokok aktif di kawasan asia

lainnya seperti Filipina: laki-laki 47.9% dan perempuan 9.0%; Thailand: laki-laki

45.6% dan perempuan 3.1%; Vietnam: laki-laki 47.4% dan perempuan 1.4%

(Depkes, 2010).

Semakin meningkatnya perokok di Indonesia menjadi masalah nasional

yang perlu diprioritaskan upaya penanggulangannya karena menyangkut berbagai

(9)

remaja (Kemenkes RI, 2012). Ketua Komisi Nasional Pengendalian tembakau,

Farid A Moeloek (VOA, 2010) mengungkapkan bahwa rokok adalah pintu

gerbang menuju kemaksiatan, penurunan moral dan lost generation. Beberapa

masalah moral yang telah terjadi di kalangan remaja akibat rokok ialah tindakan

kriminal pencurian. Seorang remaja di Jember berinisial CAS terpaksa masuk

tahanan dikarenakan ketahuan mencuri. Ia mengaku hasil curian-nya ia gunakan

untuk membeli rokok dan berpesta karena ia merupakan perokok berat. Hal ini

juga terjadi pada AP, seorang pelajar di Sumsel yang kepergok sedang mencuri

beberapa rokok akibat merasa kecanduan akan rokok (Wibowo, 2014). Kedua

kasus ini hanya sedikit fakta dari dampak perilaku merokok pada remaja.

Global Youth Tobacco Survei (Depkes, 2010) melaporkan bahwa 26,8%

pelajar Indonesia memulai kebiasaan merokok, dengan perbandingan prevalensi

merokok usia 13-15 sebesar 24,5% para remaja laki-laki dan 2,3% pada remaja

perempuan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Smet (Komalasari

& Helmi, 2000) bahwa prevalensi usia perokok pemula (yang pertama kali

mencoba atau memulai kebiasaan merokok) berada di rentang usia 12-13 tahun

dan pada umumnya individu akan mengonsumsi rokok sebelum usianya mencapai

18 tahun. Pada rentang usia inilah seorang individu memasuki fase yang

dinamakan masa remaja, yaitu masa transisi dalam periode perkembangan

manusia, dimana pada masa ini akan terjadi perubahan dalam berbagai aspek

kehidupan (Papalia, Old, & Feldman, 2009). Menurut Rosseau (Sarwono, 2007)

perubahan yang terjadi pada masa remaja seringkali membuat mereka bingung

akan dirinya, sehingga di masa ini remaja akan melakukan pencarian identitas dan

tidak sedikit remaja yang melakukan sesuatu didasarkan metode trial and error

atau coba-coba.

Remaja juga melakukan sesuatu berdasarkan proses mencontoh

(modelling). Nochyandi seorang psikolog pendidikan (2014) mengungkapkan

bahwa salah satu alasan yang menyebabkan para remaja merokok ialah

dikarenakan perilaku mencontoh (modelling). Mereka mencontoh perilaku

merokok dari keluarga, teman, atau senior-seniornya dan mereka tidak melihat

efek secara langsung akibat dari merokok. Oleh karena itu, perilaku merokok pada

(10)

3

Banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah perilaku

merokok, salah satunya dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang harus

dipatuhi oleh semua pihak, mulai dari memberlakukan larangan merokok di

tempat umum, menyediakan tempat khusus merokok hingga aturan bagi para

produsen untuk mencantumkan label peringatan bahaya merokok pada iklan

maupun kemasan rokok. Untuk aturan mengenai pencantuman label peringatan,

ditetapkan pemerintah dalam PP No.19/2003 mengenai pengamanan rokok bagi

kesehatan. Aturan ini ditetapkan tanggal 10 Maret 2003 untuk dipatuhi oleh para

produsen rokok. Pada bagian ketiga aturan tersebut diterangkan bahwa rokok

dianggap legal untuk dipasarkan oleh produsen rokok jika memuat label

peringatan bahaya merokok atau label rokok. Label rokok adalah setiap

keterangan mengenai peringatan rokok yang berbentuk tulisan, gambar,

kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada rokok, dimasukkan ke

dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan rokok (Depkes, 2003).

Hingga akhir tahun 2012, label rokok yang wajib dicantumkan dalam

kemasan rokok di Indonesia baru berupa tulisan. Hal ini termuat dalam pasal 8 PP

No.19/2003 yang berbunyi (1) Peringatan kesehatan pada lebel harus berbentuk tulisan (2) Tulisan yang dimaksud dalam ayat 1 berupa “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Namun demikian, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PPK-UI (2007) tentang peringatan kesehatan dibungkus rokok yang berbentuk tulisan hanya pada

permukaan belakang berukuran 3 mm dan terdiri dari 5 pesan sekaligus yang tidak

pernah diganti, menunjukkan 42,5% responden mengetahui resiko merokok bagi

kesehatan yang tertera di peringatan tersebut namun tidak percaya karena belum

terbukti, 26% tidak termotivasi untuk berhenti merokok dan 26% tidak peduli

akan peringatan tersebut karena sudah merasa kecanduan.

Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan

peraturan yakni PP Nomor 109 tahun 2012. Dalam peraturan ini pemerintah

mengharuskan setiap produsen rokok untuk mencantumkan label peringatan, yang

mulanya hanya berupa tulisan menjadi tulisan dan gambar (pictorial health

warning) pada setiap kemasan rokok. Peringatan kesehatan bergambar atau

(11)

mengandung suatu makna akan peringatan bahaya merokok yang tercetak menjadi

satu dengan kemasan produk tembakau dan bukan merupakan stiker yang

ditempelkan pada kemasan produk tembakau (Pasal 3 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 tahun 2013). Adapun gambar peringatan yang termasuk

dalam pictorial health warning yang berlaku di Indonesia berupa gambar kanker/

kerusakan mulut, kanker/ kerusakan paru-paru, kanker/ kerusakan tenggorokan,

bahaya/ ancaman bagi masa depan anak dan gambar mengenai ancaman kematian

(Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2013). Label peringatan

berupa gambar tersebut diberlakukan sebagai sebuah iklan yang dianggap dapat

menakut-nakuti sasaran khalayaknya (Suryani, 2008).

Pencantuman pictorial health warning (PHW) dalam kemasan rokok

mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 24 Juni 2014. Menteri Kesehatan RI,

dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH menyatakan bahwa penerapan peringatan kesehatan

dalam bentuk gambar bertujuan untuk: 1) memberikan hak masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur; 2) masyarakat memilih

berdasarkan informasi yang lebih audiovisual, sehingga lebih mudah memahami

sebelum membuat inform decission; serta 3) mencegah hadirnya perokok pemula

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Bagi setiap konsumen, label peringatan atas bahaya merokok yang

tercantum dalam iklan dan kemasan rokok merupakan suatu stimulus yang akan

diterima, sehingga respon yang muncul setelah diterimanya suatu stimulus berupa

tulisan dan gambar tersebut akan direspon sebagai informasi tentang bahaya

merokok. Proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi atau berespon sesuai

dengan rangsangan/ stimulus yang diterimanya disebut dengan sikap (Mar’at,

1981). Sikap memiliki beberapa komponen, salah satunya ialah komponen

perceptual, sehingga setiap informasi yang diperoleh dari proses mempersepsi dan

menghendaki adanya suatu respon maka akan disikapi. Begitupun informasi yang

diperoleh dari proses mempersepsi pictorial health warning akan disikapi dan

respon yang dihasilkan akan berakhir di suatu perilaku yaitu perilaku untuk mulai

merokok, tetap merokok, serta tidak merokok atau berusaha berhenti dari perilaku

merokok. Sebelum berperilaku, biasanya seseorang berniat terlebih dahulu, karena

(12)

5

kehendak untuk menampilkan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).

Kehendak seseorang untuk melakukan perilaku tertentu disebut dengan intensi.

Menurut Fisbein & Ajzen (1975) intensi muncul secara sadar, disengaja, dan

biasanya akan segera terlaksana jika suatu perilaku yang telah diniatkan. Maka

dapat dikatakan bahwa intensi untuk berperilaku merupakan niat individu (secara

sadar dan disengaja) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.

Perilaku merokok juga didahului oleh adanya niat atau intensi untuk merokok atau

tidak merokok (Sagitania, 2014). Ajzen (2005) mengungkapkan bahwa semakin

kuat intensi yang dimiliki seseorang untuk berperilaku, maka semakin besar pula

kemungkinan dilakukannya perilaku tersebut di masa mendatang. Apabila

individu memiliki intensi merokok yang kuat, maka dapat diperkirakan bahwa

kemungkinan besar perilaku merokok akan ia lakukan di masa mendatang.

Begitupun sebaliknya, semakin rendah intensi merokok yang dimiliki individu,

maka semakin kecil pula kemungkinan ia merokok di masa mendatang.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku merokok atau

tidaknya seorang remaja dapat dilihat salah satuya dengan mengetahui seberapa

besar intensi yang dimilikinya saat ini.

Penelitian mengenai intensi merokok pada remaja sebelumnya telah

dilakukan oleh Sagitania (2014) dimana penelitiannya menunjukkan bahwa sikap,

norma subjektif, dan perceived behavioral control memberikan kontribusi dalam

intensi merokok. Subjek dari penelitian ini melibatkan 191 siswa SMP dengan

rentang usia 12-15 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensi merokok

pada siswa SMP di kota Bandung berada pada kategori tinggi. Namun demikian,

penelitian ini dilakukan sebelum diberlakukannya pencantuman label peringatan

kesehatan bergambar/ pictorial health warning sehingga salah satu kemungkinan

tingginya intensi merokok disebabkan karena informasi pada label yang belum

disikapi oleh subjek. Penelitian lain mengenai intensi dilakukan oleh Bashori

(2005), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat intensi (niat) dari

individu untuk berhenti merokok setelah mempersepsikan resiko akan bahaya

merokok yang tertulis pada label peringatan pemerintah. Seseorang yang

berpersepsi positif terhadap informasi resiko yang tertulis pada label peringatan

(13)

berhenti merokok. Dan seseorang yang berpersepsi negatif terhadap informasi

resiko yang tertulis pada label peringatan akan mengabaikan pengaruh buruk dari

rokok yang dihisapnya sehigga ia tetap akan merokok. Menurutnya seseorang

yang memiliki berbagai informasi hasil dari mempersepsi akan mengadakan

evaluasi yang membawa keyakinannya terhadap rokok (Bashori, 2005). Evaluasi

yang membawa keyakinan disebut sebagai sikap (Thurstone, Likert, dan Osgood

dalam Azwar, 2008).

Berdasarakan fenomena yang ada dan hasil penelaahan pada kedua

penelitian yang telah dipaparkan, peneliti bermaksud melakukan penelitian

lanjutan terkait intensi merokok siswa SMP dan sikap (bentuk evaluasi atau

respon perasaan) mereka pada label peringatan kesehatan dalam bentuk gambar

(pictorial health warning) yang tercantum dalam setiap kemasan dan iklan rokok.

Hal ini mengingat penggunaan label peringatan dari pemerintah dalam bentuk

gambar atau pictorial health warning belum pernah dilakukan penelitiannya.

Melalui pictorial health warning diduga akan lebih efektif untuk meningkatkan

kesadaran seseorang akan bahaya merokok sehingga dapat mencegah hadirnya

perokok pemula dan mengurangi jumlah perokok dikalangan remaja (Hammond,

2011). Dengan demikian, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Sikap terhadap Pictorial health warning dan Intensi Merokok Siswa SMP di Kota Bandung”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah terdapat

hubungan antara sikap terhadap pictorial health warning dengan intensi

merokok pada siswa SMP di Kota Bandung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara sikap

terhadap pictorial health warning dengan intensi merokok pada siswa SMP di

(14)

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi literatur bagi kajian psikologi konsumen yang berhubungan dengan

penggunaan label peringatan kesehatan dalam bentuk gambar/ pictorial health

warning dan perilaku remaja tingkat pendidikan SMP dalam mengonsumsi

rokok serta memberikan manfaat bagi Dinas Kesehatan Kota Bandung berupa

data empiris mengenai sikap terhadap pictorial health warning pada siswa

SMP di Kota Bandung. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat

memperluas wawasan mengenai sikap dan intensi, serta menjadi referensi bagi

penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat mewakili salah satu tugas Dinas

Kesehatan Kota Bandung dalam menekan angka peningkatan perokok dari

kalangan remaja melalui pemberian pengetahuan dan pemahaman secara

langsung, sehingga para siswa SMP yang berperan sebagai konsumen dapat

lebih menyadari akan keberadaan pictorial health warning tersebut dan

memberikan stimulus untuk tidak memiliki intensi (niat) merokok. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akan data empiris

mengenai intensi merokok siswa SMP setelah diberlakukannya pictorial

health warning sehingga pihak sekolah bisa ikut mengawasi dan mengontrol

perilaku merokok di sekolah sebagai upaya mengurangi/ menghambat angka

pertumbuhan prevalensi perokok pemula di kalangan remaja.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi dari skripsi ini terdiri dari lima bab yang

masing-masing didalamnya terfokus pada titik berat yang berbeda, namun masih dalam

suatu kesatuan yang saling mendukung dan saling melengkapi. Secara berurutan

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini dikemukakan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Dalam bab kajian pustaka ini memuat landasan teori dan kerangka

pemikiran teoritik tentang sikap, pictorial health warning, dan intensi merokok

yang dijadikan sebagai landasan dalam menganalisis masalah penelitian, kerangka

penelitian, dan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara dari permasalahan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjabarkan secara terperinci mengenai metode dan desain

penelitian yang akan digunakan, populasi dan sampel penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, prosedur penelitian,

dan teknik analisis data.

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti menjelaskan mengenai penemuan utama dari

penelitian, yaitu hubungan antara sikap terhadap pictorial health warning dengan

intensi merokok. Peneliti membahas penemuan berdasarkan analisis dan

interpretasi data, peneliti juga mencantumkan keterbatasan penelitian.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Dalam bab terakhir ini akan disajikan tentang kesimpulan sebagai hasil

dari penelitian yang berlandaskan pada bab-bab sebelumnya dan dilanjutkan

dengan implikasi serta rekomendasi konkrit yang sekiranya dapat dijadikan bahan

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah

pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang dilakukan melalui pencatatan dan

penganalisisan data penelitian dengan menggunakan perhitungan-perhitungan

statistik (Zuriah, 2006). Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini ialah

desain penelitian korelasional. Menurut Silalahi (2010) desain korelasional

berusaha untuk menyelidiki nilai-nilai dari dua atau lebih variabel dan menguji

atau menentukan hubungan-hubungan (relations) yang ada dalam suatu

lingkungan tertentu. Desain penelitian yang digunakan untuk melihat hubungan

antara variabel atau beberapa variabel dengan variabel lainnya disebut desain

korelasional (Yatim dalam Zuriah, 2006).

B. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian

dan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah siswa pada remaja awal (usia 12-15 tahun)

yang berada dalam jenjang pendidikan SMP di Kota Bandung, karena remaja awal

merupakan suatu masa dimana munculnya keingintahuan serta keinginan

coba-coba (Rousseau dalam Sarwono, 2007). Adapun teknik pengambilan sampel yang

akan digunakan dalam penelitian ini ialah teknik quota sampling. Menurut Idrus

(2009) teknik quota sampling digunakan apabila peneliti membatasi jumlah

subjek yang diinginkanya terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan

quota sampling dikarenakan peneliti akan melanjutkan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Sagitania (2014) mengenai intensi merokok pada Siswa SMP

di Kota Bandung serta dikarenakan jumlah populasi siswa SMP di Kota Bandung

yang mencapai angka ribuan (LPLP, 2014). Adapun jumlah subjek untuk

(17)

(Krejcie & Morgan, 1970)

Berdasarkan tabel Krejcie & Morgan tersebut, diketahui bahwa untuk

populasi yang berjumlah 401.440 orang (LPJP, 2014), maka jumlah sampel yang

termasuk ke dalam kuota penelitian ini ialah berjumlah 384 subjek. Untuk

memperoleh data subjek yang representatif atau mewakili populasi yang ada,

peneliti mengambil sampel dari lokasi sekolah yang tersebar di setiap rayon Kota

Bandung. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMP yang bersekolah

di MtsN 1 dan SMP YPKKP (Rayon Bandung Barat), SMPN 16 dan SMP Kartika

XIX-2 (Rayon Bandung Utara), SMPN 20 dan SMP Taman Siswa (Rayon

Bandung Selatan), SMPN 37 dan SMP Vijaya Kusuma (Rayon Bandung

Tenggara), serta SMPN 41 dan Pasundan 4 (Rayon Bandung Timur). Dasar

pertimbangan yang digunakan dalam menentukan sekolah-sekolah tersebut

sebagai lokasi penelitian ialah karena sekolah tersebut bervariasi dari segi

lingkungan dan tipe sekolahnya (sekolah negeri dan swasta) sehingga dapat

mewakili keseluruhan SMP di Kota Bandung. Dari setiap sekolah diwakili oleh Tabel 3. 1

(18)

24

kurang lebih 30-40 orang siswa sebagai subjek penelitian, sehingga jumlah

keseluruhannya sesuai dengan kuota yang ditentukan yaitu 384 subjek.

C. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

Variabel 1 : Sikap terhadap Pictorial health warning

Variabel 2 : Intensi Merokok

D. Definisi Operasional

1. Sikap terhadap pictorial health warning yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah kecenderungan siswa SMP untuk merespon (mengevaluasi dan

merasakan) suatu gambar peringatan kesehatan/ pictorial health warning

tentang bahaya merokok (dalam ranah kognitif dan afektif).

a. Sikap positif (favorable) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

penilaian atau evaluasi positif (ranah kognitif) siswa SMP mengenai

informasi peringatan bahaya merokok yang tercantum dalam pictorial

health warning. Artinya, ketika siswa SMP diberikan pernyataan

mengenai informasi peringatan bahaya merokok yang tercantum dalam

pictorial health warning, ia akan menerima (menyadari),

mempercayai, dan menyetujui akan informasi bahaya merokok yang

tercantum dalam pictorial health warning serta memiliki perasaan

takut, jijik, tidak nyaman, dsb terhadap pictorial health warning.

Karena dengan demikian berarti pictorial health warning dianggap

telah menginformasikan bahaya merokok dan berarti para responden

akan menyetujui dan mendukung adanya pictorial health warning

guna menginformasikan bahaya merokok (bersikap favorable secara

afektif).

b. Sikap negatif (unfavorable) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

penilaian atau evaluasi negatif (ranah kognitif) siswa SMP mengenai

informasi peringatan bahaya merokok yang tercantum dalam pictorial

health warning. Artinya, ketika siswa SMP diberikan pernyataan

(19)

pictorial health warning, ia akan mengabaikan (tidak menyadari),

tidak mempercayai, dan menolak atau tidak setuju akan informasi

bahaya merokok yang tercantum dalam pictorial health warning serta

memiliki perasaan tidak takut, merasa terbiasa, nyaman, dsb terhadap

pictorial health warning. Karena dengan demikian berarti gambar

peringatan kesehatan/ pictorial health warning kurang berfungsi dalam

menginformasikan bahaya merokok dan berarti para responden akan

mengabaikan dan menolak informasi bahaya merokok.

2. Intensi Merokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah niat atau

kehendak remaja (siswa SMP) yang secara sadar dan sengaja untuk

memunculkan atau tidak memunculkan perilaku merokok di masa

mendatang.

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Menurut

Sugiyono (2011) kuesioner adalah alat pengumpul informasi yang dilakukan

dengan memberikan seperangkat pernyataan atau pernyataan tertulis untuk

dijawab oleh responden. Kuesioner merupakan salah satu bentuk tes performansi

tipikal, dimana tes ini akan ditampakkan oleh individu sebagai proyeksi dari

kepribadian individu sehingga indikator perilaku yang diperlihatkannya

merupakan kecenderungan umum diri individu bersangkutan dalam menghadapi

situasi tertentu (Azwar, 2011). Kuesioner sebagai alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan skala sikap terhadap pictorial health warning yang

dibuat oleh peneliti dan skala intensi merokok yang peneliti modifikasi dari

penelitian Sagitania (2014). Dalam setiap instrumen terdiri dari seperangkat

pernyataan atau pertanyaan berkaitan dengan dimensi atau indikator atas suatu

konsep. Adapun konsep dalam penelitian ini mengenai sikap terhadap pictorial

health warning dan intensi merokok. Berikut merupakan instrumen dari

(20)

26

1. Instrumen Penelitian Sikap terhadap Pictorial health warning

Dalam mengukur sikap terhadap pictorial health warning, peneliti

menyusun skala yang terbagi atas dimensi kognitif dan afektif. Skala ini

disusun oleh peneliti sendiri dengan bantuan ahli. Skala sikap terhadap

pictorial health warning ini terdiri dari 3 item dari dimensi kognitif dan 4 item

dari dimensi afektif, sehingga keseluruhan terdapat 7 item.

Tabel 3. 2

Kisi-kisi instrumen sikap terhadap pictorial health warning

Variabel Dimensi Indikator Item No Jml

Sikap terhadap pictorial health warning Kognitif, yaitu evaluasi positif ataupun evaluasi negatif

siswa SMP

mengenai informasi peringatan bahaya merokok yang tercantum dalam pictorial health warning.

Siswa SMP

menyadari informasi

bahaya merokok

ketika melihat

pictorial health

warning.

Saya sadar bahawa

pictorial health

warning bertujuan

untuk

menginformasikan

bahaya merokok.

(+)

1 3

Siswa SMP

mempercayai

informasi bahaya

merokok yang

terkandung dalam

pictorial health

warning

Saya percaya efek

yang ditimbulkan

dari merokok akan

sesuai dengan apa

yang ada pictorial

health warning.

(+)

2

Siswa SMP

meyetujui informasi

tentang bahaya

merokok yang

terkandung dalam

pictorial health warning. Saya menyetujui pencantuman pictorial health warning dalam

iklan dan kemasan

rokok sebagai

upaya pemerintah

memberikan

(21)

informasi karena

rokok itu

berbahaya. (+)

Afektif, yaitu perasaan positif ataupun perasaan negatif

siswa SMP

mengenai informasi peringatan bahaya merokok yang tercantum dalam pictorial health warning.

Siswa SMP merasa

takut akan bahaya

merokok yang

terkandung dalam

pictorial health

warning.

Saya takut bahaya

merokok yang

tercantum di

pictorial health

warning dialami

yang merokok. (+)

4 4

Siswa SMP merasa

jijik akan bahaya

merokok yang

terkandung dalam

pictorial health

warning.

Saya merasa jijik

melihat pictorial

health warning

pada iklan dan

kemasan rokok.

(+)

5

Siswa SMP

cenderung tidak

senang saat melihat

pictorial health

warning.

Saya merasa

terganggu saat

melihat pictorial

health warning

pada iklan dan

kemasan rokok.

(+)

6

Siswa SMP merasa

kaget/ terkejut akan

bahaya merokok

yang terkandung

dalam pictorial

health warning.

Saya tidak

menyangka

melihat keparahan

bahaya merokok

melalui pictorial

health warning.

(+)

(22)

28

2. Instrumen Penelitian Intensi Merokok

Untuk mengukur intensi merokok, peneliti memodifikasi skala intensi

merokok yang disusun oleh Sagitania (2014), yang terdiri dari 14 item dalam

bentuk kuesioner. Alat ukur ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana

keinginan atau niat subjek (remaja siswa SMP) untuk merokok.

Tabel 3. 3

Kisi-kisi instrumen intensi merokok

Variabel Indikator Item No Jml

Intensi merokok Sejauh mana keinginan subjek untuk merokok.

Saya berniat akan merokok di masa depan.

(+)

1 7

Saya yakin jika saya ingin, saya pasti bisa

untuk merokok. (+)

2

Merokok adalah hal yang tidak mungkin

saya lakukan. (-)

3

Saya tidak harus menunggu SMA untuk

merokok. (+)

4

Saya ingin tahu bagaimana rasanya

merokok. (+)

5

Saya ingin mencoba-coba untuk merokok.

(+)

6

Ketika saya dewasa, saya akan merokok.

(+)

7

Sejauh

mana atau

seberapa besar usaha subjek untuk merokok

Ketika saya ingin merokok, saya akan

berusaha untuk bisa merokok. (+)

8 7

Ketika saya tidak punya uang, saya akan

meminjam uang kepada teman untuk

membeli rokok. (+)

9

Ketika ada teman yang membawa rokok,

saya akan meminta untuk ikut merokok. (+) 10

Saya tidak akan menghabiskan uang jajan

untuk merokok. (-)

11

(23)

sembunyi untuk merokok. (+)

Ketika saya ingin merokok, saya mencari

tempat yang tidak diketahui orangtua. (+)

13

Ketika saya ingin merokok, saya akan

mengajak teman saya untuk sama-sama

merokok. (+)

14

3. Penyekoran dan Penafsiran

Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk mengetahui skor

atas suatu variabel tertentu dibuat dengan model skala semantic differential.

Skala semantic differential merupakan skala yang berupa garis kontinum,

dimana pada garis tersebut terdiri dari serangkaian karakteristik yang memiliki

dua kutub dengan sifat yang berlawanan, seperti sangat baik-sangat buruk,

sangat sering-sangat jarang, dan sebagainya (Sunarto & Riduwan, 2012).

Melalui model skala ini, peneliti dapat mengetahui arti atau makna dari

konsep-konsep, hal yang diasumsikan (tersirat) dari sebuah kata yang

ditetapkan lataknya pada dua kutub yang berlawanan berdasarkan

karakteristiknya (Suryabrata, 2010). Adapun bentuk dari skala diferensial

semantik (semantic differential) ialah sebagai berikut:

Sangat buruk : ____ : ____ : ____ : ____ : Sangat baik

Dua karakteristik berlawanan yang terdapat di dua kutub dalam suatu

garis horizontal ini akan membentuk suatu format jawaban dari skala semantic

differential. Jawaban yang paling positif ialah jawaban yang berada di paling

kanan sedangkan jawaban paling negatif ialah jawaban yang berada di paling

kiri. Pada pernyataan yang favorable, semakin ke kanan jawaban subjek maka

semakin tinggi skornya dan semakin ke kiri jawaban subjek maka semakin

rendah skornya. Sedangkan pada pernyataan unfavorable, semakin ke kanan

jawaban subjek maka semakin rendah skornya dan semakin ke kiri jawaban

subjek maka semakin besar skornya. Adapun contoh teknik skoringnya ialah

(24)

30

Pernyataan favorable

Sangat tidak setuju : ____ : ____ : ____ : ____ : Sangat setuju

1 2 3 4

Pernyataan unfavorable

Sangat tidak setuju : ____ : ____ : ____ : ____ : Sangat setuju

4 3 2 1

4. Uji Validitas

Menurut Azwar (2011) validitas merupakan ketepatan suatu alat ukur

dalam menjalankan fungsi pengukuran demi tercapainya tujuan pengukuran.

Validitas mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran

yang dikonsepkan sebagai sejauh mana tes dapat mampu mengukur atribut

yang seharusnya diukur (Azwar, 2014). Untuk melihat ketepatan fungsi alat

ukur tersebut maka dilakukan uji validitas isi dan validitas construct.

Uji validitas isi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana elemen

instrumen relevan dan mewakili konstruk alat ukur yang ditargetkan untuk

tujuan tertentu, kemudian uji validitas konstruk dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana tes mengungkap suatu konstruk teoritik yang hendak diukurnya

(Cozby & Bates, 2012). Kedua pengujian ini dilakukan dengan cara mengkaji

teori yang digunakan dan kemudian merevisi butir-butir item berdasarkan

saran atau pendapat para penelaah yang profesional (Suryabrata, 2010). Uji

validitas isi dan konstruk dalam penelitian ini dilakukan oleh tiga judgement

experters, yaitu Ibu Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog, Bapak M. Zein

Permana, M.Si, dan Ibu Niken Cahyorinarti, M.Psi, Psikolog. Para judgement

experters memberikan pendapat pada setiap item dalam skala sikap terhadap

pictorial health warning. Hasilnya beberapa item direvisi, diperbaiki susunan

redaksionalnya dan dihilangkan beberapa pernyataan yang memiliki makna

yang sama.

Untuk alat ukur intensi merokok, para judgement experters

mempercayakannya pada peneliti sebelumnya dimana secara keseluruhan

(25)

pengukurannya. Namun demikian, karena subjek dalam penelitian ini adalah

siswa SMP maka judgement experters menyarankan untuk memodifikasi alat

ukur tersebut dalam hal redaksionalnya menjadi menggunakan bahasa yang

lebih sederhana atau disesuaikan dengan bahasa subjek dengan tujuan agar

subjek lebih memahami pernyataan-pernyatan tersebut, karena ini merupakan

kriteria informal dalam menyusun pernyataan berdasarkan face validity

(Susianto, 1992). Validitas muka merupakan bagian dari uji validitas isi,

dimana sebuah fomat penampilan suatu alat ukur yang disesuaikan dengan

keadaan subjek (dalam hal ini konteks bahasa) akan memotivasinya untuk

menjawab dengan jawaban yang sesuai (Cozby & Bates, 2012). Berdasarkan

saran dari ketiga judgement experters, sebelum peneliti melakukan uji coba

peneliti diarahkan untuk melakukan uji keterbacaan kepada 11 orang siswa

SMP untuk mengetahui face validity dari instrumen-instrumen tersebut. Uji

keterbacaan instrumen dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas

kalimat-kalimat yang dipakai yang berfungsi sebagai aspek penilaian. Setelah

diperoleh hasil dari uji keterbacaan, peneliti mendiskusikannya kembali

dengan judgement experters sehingga alat ukur yang digunakan ialah alat ukur

yang menggunakan bahasa sehari-hari siswa SMP. Peneliti kemudian

melakukan uji coba instrumen pada 240 responden di SMPN 12 Bandung dan

SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung, pada tanggal 22-24 Desember

2014.

5. Pemilihan Item yang Layak

Setelah penilaian item dilakukan oleh para judgement expert, peneliti

kemudian melakukan uji coba (try out) instrumen. Setelah try out dilakukan,

peneliti menentukan item kembali melalui koreksi korelasi item-total atau

corrected item-total correlation, yaitu cara mengkorelasikan skor setiap item

dengan skor total instrumen. Melalui koreksi ini, peneliti memperoleh hasil

pemilihan item yang layak digunakan untuk penelitian di lapangan, yaitu item

yang memiliki keofisien korelasi sama dengan atau lebih besar dari 0,30

(Ihsan, 2013). Pemilihan item ini diperoleh dari hasil analisis item dengan

(26)

32

merokok pada 240 orang siswa SMP. Berikut ini akan diuraikan hasil analisis

item dari masing-masing instrumen.

a. Instrumen Sikap terhadap Pictorial health warning

Berdasarkan perhitungan analisis item dengan uji corrected item-total

correlation yang telah dilakukan terhadap instrumen sikap terhadap

pictorial health warning, maka diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa 6

item dari 7 item yang diuji dinyatakan layak untuk digunakan, dan 1 item

dinyatakan tidak layak untuk digunakan.

b. Instrumen Intensi Merokok

Berdasarkan hasil analisis item dengan uji corrected item-total

correlation yang telah dilakukan terhadap 14 item pada instrumen intensi

merokok, maka diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa 13 item dari 14

item yang diuji dinyatakan layak untuk digunakan, dan 1 item dinyatakan

tidak layak untuk digunakan.

6. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi, keajegan, dan kepercayaan alat

ukur, dimana tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan melalui keofisien

reliabilitas tersebut (Azwar, 2014). Pada prinsipnya, jika suatu alat ukur

mampu memberikan hasil pengukuran yang relative sama bila dilakukan

pengukuran kembali pada subjek yang sama, maka instrumen yang digunakan

dalam pengukuran tersebut dikatakan reliabel.

Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini diketahui dengan

menggunakan program SPSS melalui teknik koefisien alpha cronbach, yaitu

dengan membelah item sebanyak jumlah itemnya, sehingga diketahui

seberapa konsisten tiap-tiap item dalam suatu alat ukur atau instrumen. Rumus

koefisien alpha cronbach (Sugiyono, 2011) adalah sebagai berikut.

α = [ ] [1 − ∑��²²]

(27)

α = koefisien reliabilitas alpha

k = banyaknya belahan tes

= varians belahan tes

� = varians skor total tes

Menurut Azwar (2011), secara teoritis koefisien reliabilitas berkisar

antara 0,0 sampai dengan 1,0. Apabila koefisien reliabilitas semakin

mendekati angka 1,0 maka dapat dikatakan semakin reliabel, begitupun

sebaliknya. Adapun kriteria tinggi rendahnya suatu koefisien reliabilitas

instrumen dikategorikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. 4

Kategori Koefisien reliabilitas

Koefisien Kategori

0, 90 ≤ α ≤ 1,00 Sangat Reliabel

0, 70 ≤ α ≤ 0,90 Reliabel

0, 40 ≤ α ≤ 0,70 Cukup Reliabel

0,20 ≤ α ≤ 0,40 Kurang Reliabel

α ≤ 0,20 Tidak Reliabel

(Guilford dalam Sugiyono, 2013)

Berdasakan tabel tersebut, suatu alat ukur akan dinyatakan reliabel jika

menunjukkan koefisien lebih besar atau sama dengan 0,70. Berikut merupakan

hasil reliabilitas masing- masing instrumen pada penelitian ini.

a. Reliabilitas Sikap terhadap Pictorial health warning

Reliabilitas sikap terhadap pictorial health warning diperoleh dengan

bantuan SPSS versi 18. Peneliti melakukan pencarian reliabilitas sebanyak

tiga kali, pertama dilakukan ketika item tidak layak telah dibuang sehingga

menunjukkan koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,631 dengan jumlah

item sebanyak 7 buah dan kedua dilakukan ketika item tidak layak telah

dibuang sehingga menunjukkan koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,700

dengan jumlah item sebanyak 6 buah. Adapun hasil tersebut diperoleh

setelah membuang item tidak layak Setelah item tidak layak dibuang

diperoleh koefisien reliabilitas instrumen sikap terhadap pictorial health

(28)

34

perhitungan ketiga dilakukan saat telah melakukan pengambilan data

penelitian sehingga diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,659 dengan

tetap berada pada kategori cukup reliabel melalui teknik alpha cronbach,

sehingga alat ukur sikap terhadap pictorial health warning bersifat cukup

reliabel.

b. Reliabilitas Intensi Merokok

Pada instrumen intensi merokok, peneliti juga melakukan pencarian

reliabilitas sebanyak tiga kali. Pertama dilakukan ketika item tidak layak

belum dibuang, sehingga menunjukkan koefisien reliabilitas uji coba

sebesar 0,850 dengan jumlah item sebanyak 14 buah. Uji reliabilitas kedua

dilakukan ketika item tidak layak telah dibuang sehingga jumlah item yeng

tersisa sebanyak 13 buah, dan memiliki koefisien reliabilitas uji coba

sebesar 0,877. Setelah item tidak layak dibuang, koefisien reliabilitas

instrumen intensi merokok tetap berada pada kategori yang sama yaitu

reliabel. Selanjutnya perhitungan ketiga dilakukan ketika pengambilan data

penelitian telah dilakukan sehingga diperoleh koefisien reliabilitas sebesar

0,929 dengan kategori yang berubah menjadi sangat reliabel. Hal ini berarti

koefisien reliabilitas ketika pengambilan data lebih baik daripada hasil

reliabilitas uji coba, sehingga alat ukur intensi merokok bersifat sangat

reliabel.

7. Kategorisasi Skor

Tujuan dari kategorisasi ialah untuk memposisikan individu ke dalam

kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang berdasarkan suatu kontinum

dari atribut yang diukur (Azwar, 2011). Sejalan dengan pendapat Ihsan

(2013), kategorisasi digunakan untuk menginterpretasikan skor subjek dengan

cara membandingkan skor subjek dengan kelompoknya. Untuk mengetahui

kategori dari variabel dalam penelitian ini secara jelas, maka kategorisasi skor

dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kategori. Adapun nilai yang menjadi

pembanding dalam kategorisasi skala untuk dua kategori ialah berdasarkan

nilai persentil (P25, P50, P75) skor responden. Dimana kategori skala sikap

(29)

dan sangat negatif. Untuk kategori skala intensi merokok terdiri atas: sangat

tinggi, tinggi, rendah, sangat rendah. Jika skor subjek berada di bawah P25

maka termasuk dalam kelompok kategori sangat negatif atau sangat rendah,

jika skor subjek sama dengan P25 atau berada diantara P25 dan dibawah P50

maka termasuk dalam kategori negatif atau rendah, jika skor subjek sama

dengan P50 atau berada diantara P50 dan dibawah P75 maka termasuk dalam

kategori positif atau tinggi, dan jika skor subjek berada di atas P75 atau sama

dengan P75 maka termasuk dalam kategori sangat positif atau sangat tinggi.

Berikut adalah tabel pengelompokkanya:

Tabel 3. 5 Rumusan Kategorisasi Skor

Perhitungan

Norma

Kategori pada skala sikap

terhadap pictorial health warning

Kategori pada skala

intensi merokok

X ≥ P75 Sangat Positif Sangat Tinggi

P50≤ X < P75 Positif Tinggi

P25≤ X < P50 Negatif Rendah

X < P25 Sangat Negatif Sangat Rendah

Kategorisasi skor ini kemudian menjadi norma dalam

pengelompokkan skor sampel berdasarkan norma kelompoknya, baik pada

skor sikap terhadap pictorial health warning maupun pada skor intensi

merokok.

Tabel 3. 6 Kategorisasi Skor

Sikap terhadap Pictorial health warning dan Intensi Merokok

Kategori Sikap terhadap Pictorial

health warning

Intensi

Merokok

Sangat Positif Sangat Tinggi X ≥ 22 X ≥ 25

Positif Tinggi 20 ≤ X < 21 17 ≤ X < 24

Negatif Rendah 19 ≤ X < 19.9 13 ≤ X < 16

(30)

36

Selain itu, untuk mengetahui kategorisasi skor variabel secara lebih

spesifik maka akan ada norma dari setiap dimensi sikap terhadap pictorial

health warning dan dimensi intensi merokok berdasarkan norma

kelompoknya. Baik pada variabel sikap terhadap pictorial health warning

maupun intensi merokok. Hal ini bertujuan untuk memberikan skor pada tiap

dimensi, yang jika dijelaskan pada tabel berikut ini:

Tabel 3. 7

Kategori Dimensi-dimensi

Sikap terhadap Pictorial health warning dan Intensi Merokok

Variabel Dimensi Norma Kategori

Sikap terhadap

Pictorial health

warning

Kognitif X ≥ 12 Sangat Positif

11 ≤ X < 11.9 Positif

9 ≤ X < 10 Negatif

X < 8 Sangat Negatif

Afektif X ≥ 11 Sangat Positif

10 ≤ X < 10.9 Positif

9 ≤ X < 9.9 Negatif

X < 8 Sangat Negatif

Intensi Merokok Keinginan X ≥ 14 Sangat Tinggi

10 ≤ X < 13 Tinggi

7 ≤ X < 9 Rendah

X < 6 Sangat Rendah

Usaha X ≥ 10 Sangat Tinggi

7 ≤ X < 9 Tinggi

6 ≤ X < 6.9 Rendah

X < 5 Sangat Rendah

[image:30.596.130.513.268.679.2]
(31)

a. Merumuskan masalah penelitian yang akan diteliti.

b. Menentukan variabel atau konstruk psikologis yang akan diukur dalam

penelitian.

c. Melakukan studi literatur mengenai kajian teoritis serta penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian.

d. Menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.

e. Menetapkan populasi dan sampel penelitian.

f. Mempersiapkan surat izin penelitian.

g. Melakukan perizinan pada pihak dinas dan sekolah untuk melakukan

penelitian serta memberikan penjelasan mengenai tujuan dari penelitian

yang akan dilaksanakan di sekolah tersebut.

2. Tahap Pengambilan Data

a. Melakukan uji keterbacaan untuk menentukan face validity instrumen

yang akan digunakan dalam try out.

b. Melaksanakan try out untuk menguji validitas dan reliabilitas alat ukur

yang telah disusun. Jika terdapat item-item yang tidak layak maka item

tersebut dihapus kemudian instrumen penelitian tersebut direvisi

seperlunya.

c. Memohon kesediaan sekolah (yang menjadi sampel penelitian) dan

kemudian menentukan waktu yang tepat untuk menyebarkan kuesioner

pada subjek penelitian.

d. Menyebarkan kuesioner penelitian, kemudian memberikan penjelasan

mengenai pictorial health warning sabagai hal yang dimaksud dalam

penelitian dilanjutkan dengan memberikan petunjuk pengisian

kuesioner kepada para siswa yang menjadi subjek penelitian.

e. Melaksanakan pengambilan data.

f. Memberikan reward kepada para siswa yang menjadi sampel

penelitian.

(32)

38

Pada tahap pengolahan data, pertama peneliti melakukan pemberian

skor untuk setiap data hasil kuesioner (scoring) kemudian menginputnya

sehingga diperoleh tabulasi atau rekapan data subjek. Setelah data diinput,

langkah selanjutnya ialah melakukan pencarian reliabilitas dan validitas untuk

mengetahui seberapa reliabel dan valid alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini. Kemudian peneliti mencari persentil dari keseluruhan data

untuk di buat norma pengkategorisasiannya dan melakukan kategorisasi.

Terakhir, melakukan pengujian hipotesis dengan cara uji korelasi antar

variabel.

4. Tahap Pembahasan

a. Mendeskripsikan hasil penelitian yang telah diolah sebagai penemuan

dari penelitian.

b. Membahas atau menginterpretasi data yang telah diolah.

c. Menjelaskan keterbatasan penelitian.

d. Membuat kesimpulan serta saran dari hasil penelitian.

G. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, sehingga sebelum

menentukan teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini,

peneliti melakukan uji normalitas data untuk menguji apakah penelitian ini

merupakan jenis distribusi normal dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov

Goodness of Fit Test terhadap masing-masing variabel dengan kaidah keputusan

jika signifikansi lebih besar dari alpha 0.05 (taraf kesalahan 5%) maka dapat

dikatakan bahwa data tersebut normal. Pengujian Kolmogrov-Smirnov ini

dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 18. Berdasarkan hasil uji

normalitas terhadap variabel sikap terhadap pictorial health warning dengan

intensi merokok, diperoleh hasil berikut:

Tabel 3. 8 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sikap thd

PHW

Intensi

(33)

N 384 384

Normal Parametersa,b Mean 19.9844 19.7656

Std. Deviation 2.57722 7.79384

Most Extreme

Differences

Absolute .117 .204

Positive .060 .204

Negative -.117 -.193

Kolmogorov-Smirnov Z 2.293 3.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Tabel ini menunjukkan bahwa sig.normality pada variabel sikap terhadap

pictorial health warning maupun intensi merokok berada pada angka 0.000.

Angka ini lebih kecil dari 0.05 hal ini dapat diartikan bahwa variabel-variabel ini

berdistribusi tidak normal. Karena data semua variabel tidak berdistribusi normal

dan datanya berbentuk ordinal maka teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini untuk menguji hipotesis ialah teknik korelasi rank spearman, yaitu

teknik analisis data yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan menguji

signifikansi hipotesis asosiatif dari data yang berbentuk ordinal (Ihsan, 2013).

Hasil dari analisis data menggunakan rank spearman akan diperoleh koefisien

korelasi, yaitu angka yang menunjukkan tinggi atau rendahnya kekuatan

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Susetyo, 2010). Besarnya

koefisien korelasi berkisar antara −1 ≤ ≤ +1, dengan ketentuan bahwa

semakin mendekati 1 (terlepas dari – atau + ) berarti menunjukkan hubungan yang

tinggi diantara variabel yang dihubungkan (Sunarto & Riduwan, 2012). Untuk

lebih jelasnya, pedoman nilai untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi,

[image:33.596.122.502.81.239.2]

dapa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 9

Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0, 399 Rendah

[image:33.596.156.468.646.736.2]
(34)

40

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Gambar

Tabel 3. 1 Determining Sample Size from a Given Population
Tabel 3. 3  Kisi-kisi instrumen intensi merokok
Tabel 3. 4  Kategori Koefisien reliabilitas
Tabel 3. 6  Kategorisasi Skor
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul Implementasi Kebijakan Pencantuman Gambar Peringatan Kesehatan (Pictorial Health Warning) di Kemasan Produk Rokok Pada Siswa SMK di Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pictorial warning secara langsung memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada niat berhenti merokok dan evoked fear terbukti sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pesan pictorial warning kemasan rokok pada niat berhenti merokok: uji evoked fear sebagai variabel pemediasi. Populasi

Teori S-O-R relevan dalam penelitian ini, dimana Stimulus adalah rangsangan Terpaan Iklan Pictorial Warning Rokok atau rangsangan yang diberikan pada organisme,

Diharapkan dapat mengetahui Hubungan Perhatian, Pengetahuan, Keyakinan, dan Sikap Tentang Pictorial Health Warning dengan Minat Membeli Rokok Pada Mahasiswa

Judul Penelitian : Hubungan antara Sikap, Norma Subyektif, Persepsi dan Self Efficacy dengan Intensi Berhenti Merokok pada Remaja Putra di SMK PGRI Sukodadi. Peneliti :

Tabel 4.10 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Keyakinan yang tidak dimiliki Picture Health Warning tentang resiko yang akan dialami dalam merokok seperti tergambar pada bungkus

Intensi berhenti merokok juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu sikap individu terhadap perilaku tertentu, norma subjektif yaitu norma sosial yang berpengaruh terhadap