Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI
BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH
KENAKALAN SISWA
(Studi Kasus di SMP Negeri 2 Japara Kabupaten Kuningan)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Program Studi PendidikanKewarganegaraan
Oleh:
IWAN SUKMA NUR ICHTIAR
NIM. 1104042
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR HAK CIPTA
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI
BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH
KENAKALAN SISWA
(Studi Kasus di SMP Negeri 2 Japara Kabupaten Kuningan)
Oleh :
Iwan Sukma Nur Ichtiar
S.Pd UNS Surakarta, 2002
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Program
Pendidikan Kewarganegaraan
© Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu HALAMAN PENGESAHAN TESIS
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Ichtiar Nur Sukma, Iwan. 2014. IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB
SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM
MENCEGAH KENAKALAN SISWA (Studi Kasus di SMP Negeri 2 Japara Kabupaten Kuningan), Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Bandung. Pembimbing: (I) Prof. DR. Aim Abdulkarim, M.Pd , (II) Prof. DR. Abdul Azis Wahab, M.A. (Ed).
Tata tertib sekolah yang terdapat di SMP Negeri 2 Japara memiliki nilai moral yang sangat penting dalam rangka menegakkan disiplin siswa, meskipun tata tertib bisa dikategorikan sebagai salah bentuk kekerasan simbolik, namun penerapan dan sosialisasi tata tertib sekolah sangat diperlukan untuk membentuk karakter siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Apa sajakah jenis-jenis pelanggaran tata tertib apa saja yang sering dilakukan oleh siswa sesuai dengan kategori kekerasan simbolik; (2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kenakalan siswa; (3) Apa sajakah nilai moral tata tertib yang termasuk dalam bentuk kekerasan simbolik; (4) Bagaimana implementasi nilai moral tata tertib sekolah sebagai bentuk kekerasan simbolik mencegah kenakalan siswa; (5) Bagaimana upaya sekolah meningkatkan kedisiplinan siswa terhadap nilai moral tata tertib sebagai bentuk kekerasan simbolik dalam mencegah kenakalan siswa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi deskriptif, yang dimaksudkan untuk memperoleh keaslian dan kealamian data yang diperoleh dengan subyek penelitian siswa kelas VIII yang melanggar tata tertib dan situs penelitian pada SMP Negeri 2 Japara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pelanggaran nilai moral terhadap tata tertib sekolah seperti perilaku membolos, mencorat-coret tembok sekolah, penghinaan, penggunaan seragam sekolah dan atribut juga bagian dari bentuk kekerasan simbolik. Nilai moral yang ada dalam tata tertib SMP Negeri 2 Japara termasuk dalam kategori bentuk kekerasan simbolik seperti: habitus, modal, kelas, kekerasan dan kekuasaan serta lingkungan. Namun kekerasan simbolik dalam tata tertib sekolah sangat diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan siswa, dengan tujuan untuk merubah karakter siswa, sehingga dapat mencegah bentuk-bentuk kenakalan siswa.
Merujuk pada kesimpulan penelitian, maka rekomendasi ini disampaikan kepada pihak-pihak terkait, antara lain: 1) Program kegiatan dari tata tertib sekolah harus lebih diarahkan kepada pembentukan karakter siswa, serta memberikan pemahaman tentang kekerasan simbolik kepada siswa melalui sosialisasi tata tertib sekolah; 2) Pembina kesiswaan hendaknya harus selalu memantau kedisiplinan siswa terhadap tata tertib sekolah agar dapat memberikan perubahan karakter pada siswa; 3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan patokan untuk dikembangkan sebagai bahan penelitian yang dilakukan pada penelitian terhadap nilai-nilai moral dalam tata tertib sekolah untuk mencegah kenakalan siswa.
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Nur Ichtiar Sukma, Iwan. , 2014. IMPLEMENTATION OF MORAL VALUES OF CONDUCT PROCEDURES AS A FORM OF SCHOOL VIOLENCE PREVENTION IN SYMBOLIC DELINQUENCY STUDENTS (Case Studies in Eighth Grade at SMP Negeri 2 Japara), Citizenship Education Program, Graduate School of Education University of London. Supervisor: (I) Prof. Dr. Aim Abdulkarim, M. Pd (II) Prof. Dr. Abdul Wahab Aziz, M.A.(Ed).
School rules contained in SMP Negeri 2 Japara have moral values are very important in order to enforce discipline students, although the order can be categorized as one form of symbolic violence, but the implementation and dissemination of school discipline is necessary to form the character of students.
This study aimed to describe: (1) What are the types of any rules violations that are often done by students in accordance with the category of symbolic violence; (2) what are the factors that affect student misbehavior; (3) What are the moral value of the order is included in the form of symbolic violence; (4) How to implement the order of the moral values of the school as a form of symbolic violence to prevent student misbehavior; (5) How school efforts to improve student discipline moral discipline as a form of symbolic violence to prevent student misbehavior.
This study used a qualitative approach with descriptive research study, which is intended to obtain the authenticity and naturalness of the data obtained by the research subjects eighth grade students who violate rules and research sites on SMP Negeri 2 Japara.
The results of this study indicate that: violation of the moral values of the discipline such behavior ditching school, school doodle wall, the humiliation, the use of school uniforms and attributes are also part of the form of symbolic violence. Moral values in the order of SMP Negeri 2 Japara included in the category of symbolic forms of violence such as: habitus, capital, class, violence and power as well as the environment. But the symbolic violence in school discipline is indispensable in improving student discipline, with the aim of changing the character of the students, so as to prevent other forms of student misbehavior.
Referring to the conclusions of the study, the recommendation is communicated to the relevant parties, among others: 1) The program of activities of the school rules should be directed to the formation of the character of the students, as well as provide an understanding of symbolic violence to the students through the socialization of school rules; 2) The coach must constantly monitor student should discipline students against the school rules in order to provide a change of character in students; 3) The results of this study are expected to be developed as a benchmark for the study conducted in the study of moral values in order to prevent delinquency school students.
Keywords: Moral Values Code of Conduct, Symbolic Violence and Delinquency Students
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 12
4. Perkembangan Moral Siswa ... 32
5. Perkembangan Sikap Moral ... 40
6. Ciri-Ciri Sikap Moral ... 43
7. Komponen-Komponen Sikap Moral Siswa ... 45
8. Pengukuran Sikap Moral Siswa ... 46
B. Pengertian Tata Tertib Sekolah ... 49
1. Pengertian Tata Tertib ... 49
2. Tujuan Tata Tertib Sekolah ... 50
3. Batasan atau Isi Tata Tertib Sekolah ... 51
4. Gambaran Umun Tentang Peranan Guru di SMP ... 52
viii
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Gambaran Umum Tentang Tindakan Kekerasan ... 58
1. Pengertian Tindakan Kekerasan ... 58
2. Faktor dan Bentuk Tindakan Kekerasan ... 63
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan ... 65
D. Konsep Dasar Kekerasan Simbolik ... 67
a. Modal... 68
b. Kelas ... 70
c. Habitus ... 71
d. Kekerasan dan Kekuasaan... 72
e. Lingkungan (Ranah, Area) atau Field ... 72
f. Kekerasan Simbolik di Sekolah ... 74
E. Kajian Tentang Kenakalan Siswa ... 82
F. Gambaran Umum Tentang Sekolah Menengah Pertama (SMP) . 102 G. Kajian Tentang Kedisiplian Siswa ... 111
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 117
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 117
B. Subyek Penelitian ... 122
C. Teknik Pengumpulan Data ... 123
D. Keabsahan dan Keajegan Penelitian ... 127
E. Analisis Data ... 129
F. Waktu dan Situs Penelitian ... 134
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 135
A. Gambaran Umum Situs Penelitian ... 136
1. Profil SMP Negeri 2 Japara ... 136
2. Temuan Kasus-Kasus Kenakalan Siswa Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Japara ... 148
B. Analisis Deskripsi Hasil Penelitian ... 152
1. Deskripsi Subyek Penelitian ... 153
2. Deskripsi Terhadap Masalah Penelitian ... 161
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Muatan Nilai-Nilai Moral dalam Kegiatan Ekstrakurikuler
di SMP Negeri 2 Japara ... 144
4. Penerapan Nilai-Nilai Moral dalam Mencegah Kekerasan Simbolik Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 146
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 170
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 189
A. Kesimpulan ... 189
B. Rekomendasi ... 190
DAFTAR PUSTAKA ... 191
LAMPIRAN ... 197
DAFTAR LAMPIRAN
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lampiran Halaman
Lampiran 1. SURAT KEPUTUSAN PERPANJANGAN PEMBIMBING
TESIS ... 198
Lampiran 2. SURAT IZIN OBSERVASI ... 200
Lampiran 3. SURAT KETERANGAN ... 201
Lampiran 4. TATA TERTIB SMP NEGERI 2 JAPARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 ... 202
Lampiran 5. JADWAL PEMATERI KULIAH DHUHA SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 ... 207
Lampiran 6. SKENARIO PENELITIAN ... 208
Lampiran 7. PEDOMAN PENELITIAN ... 211
Lampiran 8. MATRIK TESIS ... 213
Lampiran 9. Lembar Penjelasan Penelitian... 219
Lampiran 10. PEDOMAN WAWANCARA ... 220
Lampiran 11. DOKUMEN HASIL WAWANCARA PENELITIAN ... 221
Lampiran 12. PEDOMAN OBSERVASI SISWA ... 229
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Tahap Perkembangan Moral ... 35
2.2 Jenis Kegiatan Pembinaan Siswa ... 106
4.1 Jenis dan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Secara Terprogram ... 138
4.2 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Secara Tidak Terprogram .... 139
4.3 Temuan Pelanggaran Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah ... 149
4.4 Nilai Moral Tata Tertib Siswa SMP Negeri 2 Japara Yang Termasuk Bentuk Kekerasan Simbolik ... 181
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bagan Halaman
1.1 Paradigma Penelitian ... 19
1
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kenakalan siswa akhir-akhir ini sering terjadi di lingkungan sekolah,
sebagai akibat tidak disiplinnya penerapan tata tertib sekolah yang belum
dipahami oleh siswa dari latar belakang lingkungan pedesaan maupun letak
sekolah yang merupakan masuk dalam kategori daerah pedesaan terpencil,
sehingga muncul berbagai tindakan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah
meskipun gejala yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan dengan
pelanggaran-pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh siswa yang bertempat tinggal
diperkotaan. Namun kecenderungan untuk melakukan pelanggaran tata tertib
sekolah merupakan tanda adanya kemerosotan nilai moral sebagai dampak negatif
pesatnya arus globalisasi di Indonesia saat ini. Sehingga siswa berusaha untuk
meniru dan mencontoh tindakan-tindakan yang ada di berbagai media sebagai
bentuk pancarian indentitas diri seorang siswa dalam usia remaja agar diakui dan
diterima dalam kelompoknya.
Dalam kasus-kasus kenakalan remaja, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(2012) melaporkan data-data tawuran dikalangan pelajar seperti yang ditulis Eko
Priliawito dan Tommy Adiwibowo, dalam tajuk beritanya:
Berdasarkan data yang dikeluarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama bulan Januari sampai September 2012, kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek terus meningkat. Selama Januari sampai September 2012, kasus tawuran yang terjadi di wilayah Jabodetabek sebanyak 103 kasus. Ada 48 pelajar luka ringan, 39 luka berat dan 17 meninggal dunia. Sedangkan tingkat pendidikan pelaku tawuran terdiri dari, SD 2 kasus, SMP 19 kasus dan
tingkat SMU/SMK 28 kasus”. Viva-news “KPAI: Segera Bentuk Sekolah Ramah Anak.
Adapun bentuk-bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada siswa mulai dari
yang kekerasan verbal (penyampaian kata-kata), kekerasan fisik, hingga tindakan
2
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
disekolah juga bisa diindikasikan sebagai bentuk kenakalan remaja yang sedang
mengalami masa yang penuh kegairahan yang tinggi namun diekspresikan dalam
bentuk yang negatif dalam rangka mencari identitas diri sebagai manusia.
Permasalahan yang sering terjadi pada siswa di usia remaja berkaitan
dengan masa-masa pertumbuhan dan perkembangan remaja yang berubah dari
masa anak-anak. Hal ini ditegaskan oleh pendapat Asmani (2011: 14) dikatakan
bahwa:
Pada masa remaja adalah masa penuh warna dan dinamika, disertai rangkaian gejolak emosi yang menghiasi perjalanan seorang manusia yang hendak bertumbuh dewasa. Pada masa remajalah seorang manusia mulai membangun jati diri, memiliki kehendak bebas (freewill untuk memilih), memegang teguh prinsip, dan mengembangkan kapasitasnya.
Peralihan suatu masa pertumbuhan dan perkembangan seorang siswa dari
masa anak-anak menuju masa remaja tersebut ditemukan banyak kasus pada
kehidupan sehari-hari yang diawali dari tontonan dan perilaku tindakan kekerasan
dimedia dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada prilaku
anak-anak terutama para siswa disekolah dengan mengimitasi budaya atau
perilaku kekerasan secara kolektif maupun secara individu.
Ragam persoalan kekerasan yang masuk dalam kategori kenakalan siswa
dalam usia remaja tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
remaja pada usia sekolah menengah pertama (SMP). Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf (2012: 26) yang mengatakan bahwa masa
usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja.
Siswa dari sekolah menengah pertama yang dikategorikan dalam remaja
yang sedang belajar mengalami pergolakan-pergolakan fisik dan psikologi yang
dilihat dari pertumbuhan secara fisik dan perkembangan secara psikologi. Dalam
Asmani (2011: 13) menjelaskan bahwa:
3
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dari anak-anak menjadi manusia dewasa. Masa ini juga menjadi masa di mana remaja belajar dan berkembang dalam mengenali diri dan lingkungan sekitarnya.
Persoalan tentang kenakalan siswa sering diidentikkan dengan tindakan
kekerasan dikalangan siswa, untuk itulah pembekalan dan pemahaman tentang
tindakan kekerasan juga masih belum dimengerti oleh para siswa. Persepsi tentang
tindakan kekerasan dikalangan siswa bermula masih terfokus pada pengertian dan
persepsi atau bahkan perspektif (sudut pandang) yang berbeda-beda dalam
mengartikan tindakan kekerasan. Sebagian siswa mengartikan tindakan kekerasan
sebagai tindakan yang menggunakan paksaan untuk mewujudkan niat seseorang
atau sekelompok orang, serta dorongan untuk melukai siswa yang lainnya demi
membela keyakinan dan atau kekerasan lain yang melibatkan fisik seseorang. Juga
persepsi yang akan terbayang tentang tindakan kekerasan yang sering dikaitkan
dengan tawuran atau perkelahian massal antar siswa. Sesuai dengan pandangan
Martono, N., (2012: 1) mengemukakan bahwa:
Ketika kita mendengar kata “kekerasan”, sebagian diantara kita akan mengarahkannya pada sebuah peristiwa yang mengerikan, menakutkan, atau bahkan mematikan. Kekerasan juga dinilai sebagai sebuah tindakan yang melanggar HAM (Hak Asasi Manusia), suatu konsep yang menjadi fokus perhatian di berbagai forum diskusi. Fenomena kekerasan saat ini telah mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan sosial kita baik politik, budaya, bahkan hingga pendidikan.
Persepsi tindakan kekerasan tersebut menggambarkan bahwa tindakan
kekerasan juga berkaitan kenakalan remaja baik lingkungan masyarakat ataupun
sekolah secara khusus di lingkungan kelas siswa yang masuk dalam kategori
pelanggaran pelanggaran tata tertib sekolah. Sehingga tidak mengherankan ketika
akan menkaji dan mendalami fenomena tindakan kekerasan, maka definisi dan
persepsi orang menghindari kajian tentang tindakan kekerasan bahkan akan
melakukan penolakan baik dalam bentuk pendapat, persepsi maupun analisa
4
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berupa fisik, melainkan bisa berbentuk simbol-simbol tertentu dalam artian yang
lain, seperti kekerasan simbolik termasuk pelanggaran tata tertib sekolah.
Pada penelitian ini siswa yang dijadikan subyek penelitian merupakan siswa
masuk dalam kategori siswa yang nakal dan sering melakukan tindakan kekerasan
yang terjadi di kelas, terutama kelas VIII SMP Negeri 2 Japara, dimana siswa
yang berada di kelas VIII tersebut termasuk dalam kategori remaja awal, sebab
secara biologis siswa yang melakukan tindakan kekerasan tersebut bisa
dikategorikan ke dalam batasan usia remaja awal yang sedang menuntut ilmu di
SMP rata-rata berusia berkisar 12 tahun sampai dengan 15 tahun. Menurut
Asmani (2012:41), mengungkapkan bahwa:
Batasan usia remaja yang umumnya digunakan para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga tahapan, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
Menurut sumber dari guru Bimbingan Konseling (BK), kasus kekerasan
simbolik dikelas dapat dilihat dari bentuk-bentuk kenakalan remaja yang
mengarah pada pelanggaran tata tertib sekolah yang berdasarkan data
menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran siswa diantara kelas VII hingga kelas
IX, yang termasuk kategori sangat sering melakukan pelanggaran tata tertib
sekolah adalah kelas VIII terutama rombongan belajar (rombel) kelas VIII SMP
Negeri 2 Japara. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa selama satu semester
berjalan pada tahun pelajaran 2013/2014, kejadian pelanggaran siswa terhadap
tata tertib sekolah yang sangat menonjol adalah kelas VIII yang secara emosional
para siswa dalam menyelesaikan masalah terkadang tidak menggunakan cara-cara
damai dan dialog dan lebih mengedepankan prilaku kekerasan secara fisik
menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan masalah, ini belum lagi apabila terjadi
keterlibatan siswa dalam situasi kekerasan massa yang pada akhirnya siswa akan
menjadi korban secara fisik maupun psikis yang berkepanjangan akibat muncul
5
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peran pemerintah dalam menangani tindakan kekerasan dikalangan siswa
diperlukan peraturan-peraturan perundang-undangan secara tegas untuk
melindungi siswa dari tindakan kekerasan. Penanganan tindakan kekerasan oleh
pemerintah tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tentang
perlindungan anak.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pada
pasal 59 menyatakan bahwa :
Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, dan anak korban perlakuan salah dan penelantara.
(Huraerah, 2012: 171)
Pada pasal 69 ayat (2) menyatakan bahwa Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal (1). Sedangkan siswa
yang dilindungi dari tindakan kekerasan disekolah sesuai pada pasal 54 UU No.
23 tahun 2002 bahwa: Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi
dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau
teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.
(Huraerah, 2012: 171).
Meskipun pihak pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan anak, menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat
melepaskan diri dari persoalan dekadensi moral, berupa merosotnya komitmen
masyarakat dalam berbagai lapisan terhadap etika kehidupan masyarakat dan
berbangsa serta bernegara. Fenomena lain yang sedang menggejala saat ini
6
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penyalahgunaan kekuasaan, merokok, membolos dan mencorat-coret dinding
skolah merupakan bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib disekolah.
Sedangkan persoalan yang menarik dalam konteks nilai moral bagi siswa
bahwa nilai moral pada siswa ternyata tidak hanya sebatas mengupayakan dan
menciptakan bentuk-bentuk interaksi sosial yang sangat kondusif dan positif bagi
tumbuh kembangnya nilai moral dalam kehidupan anak yang akhirnya bermuara
pada perilaku moral dalam kehidupan keseharian mereka dan dianggap sangat
penting, bahkan lebih penting dan memiliki arti yang amat strategis dari yang
pertama, adalah menciptakan kemampuan bagi siswa secara cerdas mampu
memahami dan menemukan nilai moral dalam dinamika interaksi sosialnya yang
penuh dengan tantangan dan tamparan moral, terutama pada kondisi-kondisi
sosial yang dinilai tidak kondusif dengan nilai moral.
Hingga saat ini sebenarnya banyak dikalangan siswa dengan mudahnya
berinteraksi dengan kondisi-kondisi sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai
moral, sebagai akibat dari dampak negatif arus globalisasi yang sangat pesat
akhir-akhir ini, kejadian tersebut sebagai akibat interaksi sosialnya yang sudah
sedemikian terbuka tanpa mengenal batas dan tempat.
Segala bentuk kekerasan tersebut, kini semakin marak terjadi di Indonesia,
baik di keluarga, sekolah, masyarakat dan juga di level negara. Kekerasan itu bisa
terjadi kapan saja dan dilakukan oleh siapa saja. Terkadang, secara sengaja
maupun tidak sengaja perilaku yang yang menyimpang bisa dikatakan sebagai
tindak kekerasan terhadap seseorang.
Dampak negatif tersebut antara lain semakin maraknya berbagai
penyimpangan norma kehidupan agama dan sosial kemasyarakatan yang terwujud
dalam bentuk kenakalan siswa di sekolah seperti: sikap tidak menghormati kepada
guru dan karyawan, perilaku ini tampak dalam hubungan siswa dengan guru atau
karyawan di mana siswa sering acuh tak acuh terhadap keberadaan guru dan
7
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peraturan. Siswa masih sering terlambat masuk kelas, membolos, tidak memakai
seragam dengan lengkap, dan menggunakan model baju yang tidak sesuai
ketentuan sekolah dan membawa senjata tajam, perilaku kurang memelihara
keindahan dan kebersihan lingkungan tampak dengan adanya perbuatan
mencorat-coret dinding sekolah atau kelas, merusak tanaman, dan membuang sampah
seenaknya, perkelahian antar siswa, sering terjadi perkelahian antar siswa satu
sekolah bahkan perkelahian antar sekolah, merokok di sekolah pada jam istirahat,
berbuat asusila, seperti adanya siswa putra yang mengganggu siswa putri dan
melakukan perbuatan asusila di lingkungan sekolah.
Kenakalan siswa yang dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan disekolah,
pencegahannya sering dilakukan dengan pendekatan kedisiplinan. Menurut
Martono (2012: 1) mengemukakan bahwa
Kekerasan atau bullying di sekolah, sering dilegitimasi dengan alasan
“menegakkan disiplin” di kalangan siswa atau mahasiswa misalnya
kekerasan yang dilakukan guru karena siswa tidak mengerjakan PR, ribut dikelas dan bolos serta kekerasan yang dilakukan sesama siswa saat ospek. Selain alasan menegakkan disiplin juga dapat terjadi karena motif menunjukkan rasa solidaritas, proses pencarian jati diri, serta kemungkinan adanya gangguan psikologis dalam diri siswa. Misalnya, tawuran antarpelajar yang dapat dilatarbelakangi karena siswa merasa menjadi satu
golongan yang membela “teman” atau “membela sekolahnya”.
Selain berbagai bentuk kenakalan siswa yang dikategorikan dalam
kekerasan fisik serta kekerasan psikologi yang dampaknya dapat diidentifikasi,
sebenarnya terdapat bentuk kekerasan lain yang berbeda namun dampaknya
sangat dirasakan oleh siswa, dijelaskan dalam Martono (2012: 4) kekerasan dalam
bentuk lain dan berbeda tersebut adalah kekerasan simbolik yang mengatakan
bahwa banyak pihak yang tidak menyadari bahwa akan adanya bentuk kekerasan
lain yang hampir terjadi disekolah setiap hari. Bentuk kekerasan tersebut adalah
„kekerasan simbolik‟.
8
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk menjelaskan mekanisme yang digunakan kelompok kelas atas yang
mendominasi struktur sosial masyarakat untuk “memaksakan” ideologi, budaya,
kebiasaan, atau gaya hidupnya kepada kelompok kelas bawah yang
dodominasinya. Rangkaian budaya ini oleh Bourdieu disebut juga sebagai habitus.
Akibatnya masyarakat kelas bawah, dipaksa untuk menerima, menjalani,
mempraktikan, dan mengakui bahwa habitus kelas atas merupakan habitus yang
pantas bagi mereka (kelas bawah), sedangkan habitus kelas bawah merupakan
habitus yang sudah selayaknya “dibuang jauh-jauh”. (Martono, 2012: 5).
Tentang „kekerasan simbolik‟ Pierre Bourdieu (1995) dalam Martono, M.,
(2012: 40) istilah „kekerasan simbolik‟ (symbolic violence), „kuasa simbolik‟
(symbolic power), dan „dominasi simbolik‟ (symbolic dominance). Proses ini
salah satunya dapat dapat berlangsung melalui proses pembelajaran disekolah.
Dalam pandangan Martono (2012: 41) pendidikan bagi Bourdieu hanyalah
sebuah alat untuk mempertahankan eksistensi kelas dominan. Sekolah pada
dasarnya hanya menjalankan proses reproduksi budaya (cultural reproduction),
sebuah mekanisme sekolah, dalam hubungannya dengan institusi yang lain, untuk
membantu mengabadikan ketidaksetaraan ekonomi antar generasi (Gidden, 2006).
Kelas dominan mempertahankan posisinya melalui apa yang disebut Illich-hidden
curriculum, sekolah mempengaruhi sikap dan kebiasaan siswa dengan
menggunakan budaya kelas dominan. Kelas dominan memaksakan kelas
terdominasi untuk bersikap dan mengikuti budaya kelas dominan melalui sekolah.
Sekolah hampir selalu menerapkan budaya kelas dominan dalam aktivitasnya.
Siswa dari latar belakang kelas bawah (kelompok minoritas di sekolah)
mengembangkan cara berbicara dan bertindak yang biasa digunakan kelas
dominan atau yang biasa diistilahkan Bourdieu dengan habitus.
Sebagai perwujudan implementasi dari kebijakan pendidikan nasional, SMP
Negeri 2 Japara juga tidak luput dari kritikan dan masukan dari masyarakat demi
9
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
meminimalisir tindakan kekerasan yang berupa pelanggaran siswa, maka berbagai
upaya telah dilaksanakan oleh SMP Negeri 2 Japara lewat pembinaan siswa yang
lebih mengarah kepada kesisiplinan siswa terhadap tata tertib siswa.
Selaras dengan tugas pendidikan, sebenarnya bukan hanya dengan
meminimalisir tindakan kekerasan, apalagi kekerasan yang dilandasi dengan rasa
emosional yang tinggi. Hal tersebut tidaklah dapat memecahkan suatu persoalan.
Keterbukaan dan kebijaksanaanlah yang akan mampu membangun kepribadian
siswa yang memiliki karakter terbuka, manusiawi, dan memiliki kesadaran yang
tinggi. Jika seseorang dihadapkan pada realitas yang diliputi bertumpuk
persoalan-persoalan hidup yang sulit, maka ia akan mampu memecahkan dengan
keterbukaan dan kebijaksanaan, sesulit apapun persoalan yang siswa hadapi akan
dapat terselesaikan dengan baik melalui kedewasaan yang tinggi.
Melalui ideologi Pancasila yang diajarkan dalam materi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya merupakan
suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma
hukum, norma moral, maupun norma kenegaraaan lainnya. Karena dalam filsafat
Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan menyeluruh dan sistem pemikiran ini
merupakan suatu nilai.
Sebagai suatu nilai, ideologi Pancasila juga memberikan dasar-dasar yang
bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Adapun nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam
kehidupan yang praktis maupun dikehidupan yang nyata dalam masyarakat,
berbangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam
norma-norma, norma-norma tersebut meliputi norma moral dan norma hukum.
Oleh karena itulah, maka pertahanan nilai moral yang menjadi pegangan
masyarakat akan semakin merosot, nilai tradisi bangsa Indonesia yang semula
10
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berlindung kepada kebebasan dengan mengatasnamakan hak asasi. Standar nilai
yang dipegang oleh masyarakat yang semakin rapuh maka dengan sendirinya akan
siap untuk digantikan dengan standar lainnya. Nilai-nilai yang bersumber kepada
budaya atau tata nilai yang dipegang teguh masyarakat akan mengalami
perubahan dan perkembangan. Dengan kata lain, rujukan nilai moral yang
dikembangkan oleh pendidikan tidak cukup hanya berdasarkan kepada nilai moral
masyarakat, melainkan nilai-nilai yang bersumber dari agama, dan tercermin
dalam pendidikan melalui pembinaan kesiswaan sebagai upaya menerapkan
kedisiplinan siswa terhadap tata tertib sekolah.
Implementasinya dari nilai moral seperti yang diinginkan di atas dalam
pembelajaran, menjadikan nilai moral dalam pembelajaran merupakan pilihan
dalam menjawab dinamika psikososial dalam diri siswa. Nilai-nilai moral yang
dijadikan standar diatas dikarenakan model pengajarannya yang memang sangat
menekankan akan terwujudnya kemampuan anak untuk memilah dan memilih,
mengeskplorasi serta mengaplikasikannya secara cerdas terhadap nilai-nilai moral
yang berkembang di sekitarnya. Dengan maksud siswa didorong untuk melakukan
pilihan-pilihan nilai moral yang terbaik bagi dirinya dan masyarakatnya secara
cerdas dan bertanggung jawab, sehingga melahirkan keputusan moral yang
bertanggung jawab dan penuh kesadaran diri tanpa paksaan dari luar.
Pada hakikatnya nilai merupakan pencerminan budaya suatu kelompok
masyarakat. Setiap masyarakat memiliki nilai dan sikap masing-masing. Nilai
apabila ditinjau sebagai sistem nilai, merupakan pedoman kehidupan
bermasyarakat yang lebih tinggi tingkatnya dari pada norma sosial, karena norma
sosial itu juga bersumber dan berpedoman kepada sistem nilai. Sistem nilai tidak
hanya mempengaruhi tingkah laku, sikap dan tindakan seseorang, melainkan lebih
jauh dari itu yaitu menjadi dasar untuk mencapai tujuan hidupnya.
Nilai juga mempengaruhi pembentukan dan arah sikap seseorang. Nilai juga
11
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sikap dan penilaian terhadap konsekuensi dari pada perilaku dan perbuatan
seseorang tersebut. Melalui proses seperti ini, nilai dapat dilihat sebagai kunci
bagi lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, pengajaran dan
penanaman nilai merupakan hal penting dalam rangka pembinaan sikap dan
kepribadian siswa.
Nilai-nilai yang ditanamkan kepada siswa harus semakin diperdalam dengan
cara memperkenalkan mengapa nilai-nilai itu ditanamkan. Tahap demi tahap
mulai dikembangkan unsur pemahaman kepada diri siswa, nilai-nilai kejujuran,
keadilan, kepahlawanan harus sudah mulai diperkenalkan dan harus mendapat
tekanan serta perhatian.
Ditinjau dari usia remaja, usia tersebut merupakan usia sekolah bagi anak.
Di lingkungan sekolah posisi remaja adalah sebagai siswa, jadi kenakalan remaja
yang dilakukan oleh siswa dapat disebut sebagai kenakalan siswa. Dengan
demikian kenakalan siswa merupakan penyimpangan perilaku siswa yang
berakibat siswa melanggar aturan atau tata tertib sekolah.
Sebuah lembaga pendidikan memiliki fungsi yang sangat strategis dalam
mengembangkan sebuah penciptaan lingkungan sekolah yang menghargai kultur
yang hormat terhadap nilai-nilai moral. Sekolah bisa menjadi kesempatan yang
baik untuk membuktikan kinerja dan integritas profesional mereka sehingga
mereka mampu memposisikan diri sebagai model bagi keteladanan siswa.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wakil kepala sekolah SMP
Negeri 2 Japara bidang kesiswaan, ditemukan beberapa kasus pelanggaran siswa
terhadap tata tertib sekolah, seperti: membolos, berkelahi, merokok, cara
berpakaian, tidak melaksanakan upacara hingga pada penghinaan terhadap guru
dan sesama siswa. Untuk itulah penulis berusaha mengungkapkan dan
menganalisa kenakalan siswa lewat pelangaran-pelanggaran terhadap tata tertib
12
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bentuk kekerasan simbolik dalam mencegah kenakalan siswa di SMP Negeri 2
Japara.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah diatas, peneliti
mengidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu sebagi berikut :
1) Jenis-jenis pelanggaran tata tertib sekolah yang termasuk dalam kategori
kekerasan simbolik yang ditimbulkan akibat dari kenakalan siswa
dilingkungan sekolah telah memberikan pengaruh pada siswa yang
lainnya, untuk itulah perlu diketahui bentuk-bentuk kenakalan siswa dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan siswa usia remaja awal pada
sekolah menengah pertama.
2) Di sekolah daerah terpencil yang perlu adanya penanaman nilai-nilai
moral yang terdapat dalam tata tertib sekolah sebagai bentuk dari
kekerasan simbolik sekolah dalam menegakkan kedisiplinan siswa, untuk
itulah dalam kekerasan simbolik diimplementasikan ke dalam nilai-nilai
moral tata tertib sekolah sangat diperlukan dalam upaya membentuk
karakter disiplin siswa di sekolah
3) Banyaknya para siswa yang melanggar tata tertib sekolah sebagai salah
satu bentuk kenakalan siswa, membuat pihak sekolah sekolah melakukan
upaya-upaya untuk mencegah kenakalan siswa dengan kajian nilai-nilai
moral kekerasan simbolik di sekolah berbagai program kegiatan
pembinaan kesiswaan, dengan cara meningkatkan kedisiplinan siswa
terhadap tata tertib disekolah.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti mengemukakan batasan
dan rumusan masalah yakni pada bagian ini, peneliti membatasi masalah
13
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pertama, secara substansial penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
jenis-jenis pelanggaran terhadap tata tertib sekolah yang termasuk dalam kategori
kekerasan simbolik.
Kedua, bentuk dan faktor yang mempengaruhi kenakalan siswa usia remaja
awal pada sekolah menengah pertama.
Ketiga, nilai moral tata tertib yang termasuk dalam bentuk kekerasan
simbolik.
Keempat, implementasi nilai-nilai moral kekerasan simbolik dalam
membentuk karakter disiplin siswa melalui tata tertib sekolah.
Keempat, adanya upaya sekolah meningkatkan kedisiplinan siswa terhadap
nilai moral tata tertib sebagai bentuk kekerasan simbolik dalam mencegah
kenakalan siswa.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, maka yang
menjadi persoalan inti juga fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana
implemntasi nilai moral tata tertib siswa sebagai bentuk kekerasan simbolik dalam
mencegah kenakalan siswa. Agar lebih terperinci dan oerasional, maka peneliti
ingin mengungkapkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa sajakah jenis-jenis pelanggaran tata tertib apa saja yang sering
dilakukan oleh siswa sesuai dengan kategori kekerasan simbolik ?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan siswa ?
3. Apa sajakah nilai moral tata tertib yang termasuk dalam bentuk kekerasan
simbolik ?
4. Bagaimana implementasi nilai moral tata tertib sekolah sebagai bentuk
14
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Bagaimana upaya sekolah meningkatkan kedisiplinan siswa terhadap nilai
moral tata tertib sebagai bentuk kekerasan simbolik dalam mencegah
kenakalan siswa ?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan
menganalisis secara mendalam tentang upaya pencegahan kenakalan siswa
melalui pendekatan implemntasi nilai moral tata tertib siswa sebagai bentuk
kekerasan simbolik dalam mencegah kenakalan siswa. Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam
informasi tentang:
1. Apa sajakah jenis-jenis pelanggaran tata tertib apa saja yang sering
dilakukan oleh siswa sesuai dengan kategori kekerasan simbolik.
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kenakalan siswa.
3. Apa sajakah nilai moral tata tertib yang termasuk dalam bentuk kekerasan
simbolik.
4. Bagaimana implementasi nilai moral tata tertib sekolah sebagai bentuk
kekerasan simbolik mencegah kenakalan siswa.
5. Bagaimana upaya sekolah meningkatkan kedisiplinan siswa terhadap nilai
moral tata tertib sebagai bentuk kekerasan simbolik dalam mencegah
kenakalan siswa.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara ilmu
(teoritik) maupun empirik (praktik). Secara teoritik, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan inspirasi pemikiran atau sebagai literatur kajian dalam dunia
pendidikan terutama Pendidikan nilai dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),
termasuk pada kajian-kajian keilmuan dan tradisi sosial studi yang menjadi bagian
15
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tersebut sesuai dengan pendapat Wahab dan Sapriya (2011:102), mengemukakan
bahwa:
PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan salah satu Ilmu sosial (Social Studies) dan salah satu dari lima tradisi yakni transmisi kewarganegaraan (citizenship transmition). Saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu struktur keilmuan yang dikenalsebagai
citizenship education, yang memiliki paradigma sistemik di dalamnya
terdapat tiga domain yakni: domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural.
Sehingga dapat dijadikan landasan untuk memperkuat dimensi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang terdiri dari civic knowledge, civic skill, dan civic
dispositions.
Sedangkan keterkaitan penelitian ini juga terletak pada referensi sosial
budaya pendidikan, karena peneliti beranggapan bahwa para pelaku pendidikan
merupakan bagian dari kerjasama sosial budaya dalam ranah pendidikan sebagai
pelopor perubahan sikap dan karakter siswa menghadapi gejala fenomena sosial
budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muchtar
(2004:22), bahwa:
Dalam pendidikan itulah sebetulnya kita harus berpikir dengan referensi sosial budaya. Kita perlu mencari pemikiran-pemikiran baru terutama tentang makna atau arti pendidikan dan pengembangan pendidikan dalam
situasi bangsa yang mengidap kelemahan-kelemahandan citra
keterbelakangan. Dari referensi sosial budaya, pendidikan itu adalah pengembangan budaya, juga terapi budaya dan transformasi budaya.
Temuan yang didapat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat praktik bagi beberapa pihak yang terkait sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
a. Mampu menelaah secara kritis dari implementasi nilai-nilai moral yang
dalam kekerasan simbolik tata tertib siswa sebagai metode pencegahan
terhadap kenakalan siswa yang tepat melalui penegakkan kedisiplinan
16
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Dapat menemukan fakta-fakta atau konsep-konsep yang berkaitan
dengan pendidikan nilai dan psikologi sosial pendidikan untuk
mengukuhkan PKn sebagai bagian dari kajian ilmu sosial (Social Study)
sebagai Civic Dispotition (watak-watak kewarganegaraan). Karena
komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif
dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak
Kewarganegaraan dapat dipandang sebagai "muara" dari
pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan
visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran
ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan
potensi lain yang bersifat afektif. Budimansyah dan Karim (2008: 59).
Van Gunsteren (1998) dalam Wahab dan Sapriya (2011: 205)
melakukan konseptualisasi terhadap kelompok masyarakat yang
beragam dan kategorisasi orang-orang yang ada di masyarakat
berdasarkan “races, classes, genders, nations, religions, professions,
political parties”. Ia melihat pluralitas dari hubungan antara kelompok-kelompok dan perkumpulan-perkumpulan orang yang ada di
masyarakat, bukan pada tingkat individual.
2. Bagi pihak yang terkait
a. Institusi pemerintahan: Penelitian ini dapat dijadikan referensi sekaligus
kontribusi bagi institusi pemerintahan terutana komunitas akademik,
terhadap kajian yang terdapat dalam nilai moral yang ada pada bentuk
kekerasan simbolik dari tata tertib sekolah untuk membentuk karakter
siswa sebagai pengembangan warga negara yang menghargai budaya,
humanis, bermoral, bertanggung jawab terhadap perkembangan siswa
disekolah.
b. Institusi pendidikan: Sebagai masukan bagi civitas akadekmika SMP
17
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tentang nilai moral dalam tata tertib sekolah yang termasuk dalam
kategori kekerasan simbolik sehingga dalam implementasinya
diharapkan pihak sekolah dalam membuat doktrin peraturan tata tertib
sekolah bisa dipatuhi oleh siswa.
c. Bagi guru PKn: Memberikan kontribusi yang positif terhadap strategi
dan upaya pencegahan kenakalan siswa dengan meningkatkan
kedisiplinan siswa terhadap tata tertib sekolah melalui pendekatan yang
tepat terhadap nilai moral yang terkandung dalam tata tertib sekolah
serta kesesuaian dengan teori tentang kekerasan.
F. Struktur Organisasi Tesis
Untuk mempermudah penulisan tesis ini, penulis akan menyusun dalam
bentuk sistematika tesis. Sistematika tesis adalah pokok persoalan yang akan
disajikan dalam bab-bab yang terangkum dalam suatu penelitian tesis. Adapun
sistematika yang akan dibahas dalam struktur organisasi tesis sebagai berikut:
1. Bagian Pendahuluan tesis, terdiri atas:
(a) Halaman Judul, (b) Pernyataan, (c) Halaman Pengesahan Tesis, (d)
Abstrak, (e) Abstrac, (f) Kata Pengantar, (g) Daftar Isi, (h) Daftar Lampiran,
(i) Daftar Tabel, (j) Daftar Bagan, (k) Daftar Gambar
2. Bagian Inti tesis terdiri atas:
Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan
Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Sistematika Penelitian Tesis dan Paradigma Penelitian
Bab II Landasan Teori berisi bab yang menguraikan tentang Pengertian
Nilai dan Moral, Hierarki Nilai, Pengertian Moral, Perkembangan Moral
Siswa, Perkembangan Sikap Siswa, Ciri-ciri Sikap Moral Siswa,
18
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pengertian Tata Tertib Sekolah, Gambaran Umum Tentang Peranan Guru di
SMP, Gambaran Umum Tentang Tindakan Kekerasan, Faktor dan
Bentuk-Bentuk Tindakan Kekerasan, Konsep Dasar Kekerasan Simbolik, Kekerasan
Simbolik di Lingkungan Sekolah, Gambaran Umum Tentang Siswa Dalam
Usia Remaja, Perkembangan Perilaku dan Kepribadian Siswa dalam Usia
Remaja, Kajian Tentang Kenakalan Siswa, Bentuk, Dampak dan Motif
Kenakalan Siswa, Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa.
Bab III Metode Penelitian merupakan bab yang berisi Dasar Penelitian,
Fokus Penelitian, Sumber Data Penelitian, Alat dan Teknik Pengumpulan
Data, Objektivitas dan Keabsahan Data, Metode Analisis Data dan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan tentang analisis
deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian..
Bab V Penutup berisi Kesimpulan dan Rekomendasi bagi pihak-pihak yang
memiliki keterkaitan dan kepentingan dengan penelitian ini.
3. Bagian Akhir Tesis berisi Daftar Pustaka, Lampiran – lampiran.
G. Paradigma Penelitian
Sebuah teori memegang peranan penting dalam menentukan masalah,
metode, dan data dalam penelitian kualitatif sehingga terbentuklah sebuah
paradigma penelitian.
Harmon (1970) sebagaimana yang dikutip Moelong (2007:49)
mendefinisikan „paradigma‟ sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi
realitas. Sementara itu Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi
konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat,
yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara
19
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan menurut Muchtar (2004:35), menjelaskan tentang paradigma
penelitian bahwa: Paradigma penelitian dijadikan dasar pandangan dan arah
operasional mendekati proses pemecahan masalah dalam penelitian.
Dari definisi tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
paradigma adalah dasar pandangan untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan
dijadikan arah operasional untuk melakukan proses pemecahan masalah yang
berkaitan dengan kajian pemecahan masalah dalam penelitian sehingga
mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui
pengungkapan fakta penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif.
Berikut ini peneliti membuat bagan paradigma penelitian agar lebih mudah
20
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adapun penjelasan bagan diatas tentang paradigma penelitian menekankan
mengenai:
1. Nilai moral yang terkandung dalam tata tertib sekolah harus diketahui oleh
para warga sekolah termasuk bentuk-bentuk kekerasan simbolik dalam tata
tertib itu sendiri.
2. Perlunya mengetahui jenis-jenis pelanggaran tata tertib apa saja yang sering
dilakukan oleh siswa sesuai dengan kategori kekerasan simbolik
3. Setelah mengetahui jenis-jenis pelanggran tata tertib sekolah akan diketahui
faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kenakalan siswa.
4. Perlunya implementasi nilai moral tata tertib sekolah sebagai bentuk
kekerasan simbolik mencegah kenakalan siswa.
5. Dari berbagai upaya yang dilakukan dalam mencegah kekerasan tersebut
lewat hasil penelitian dan kesimpulan serta memberikan saran dan
189
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan, juga memberlakukan tata tertib
untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar. Tata Tertib Sekolah merupakan
serangkaian kaidah peraturan, tata nilai atau moral yang berlaku di lembaga
sekolah.
Tujuan dibuat tata tertib Sekolah agar pola tingkah laku sumber daya
manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan Visi dan Misi sekolah, serta untuk
menjunjung tata nilai yang sesuai dengan norma moral. Selain itu Tata Tertib
sekolah di buat untuk membantu kegiatan belajar siswa. Dengan tata tertib,
kegiatan belajar di sekolah dapat berlangsung dengan teratur, lancar, dan nyaman.
Dampak dari sikap disiplin siswa terhadap tata tertib sekolah akan memunculkan
kondisi sekolah yang tertib, disiplin, adil, dan kondusif untuk beraktivitas. Dengan
mematuhi tata tertib menjadi bagian penting proses pembentukan sikap, dan
kesadaran diri siswa.
Implementasi nilai moral yang terkandung dalam tata tertib sekolah, siswa
diharapkan memahami arti penting menghormati sistem yang berlaku didalam
kehidupan. Meskipun, tata tertib bukanlah hal yang mesti ditakuti oleh para siswa.
Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah harus gencar mensosialisasikan bahwa
tata tertib sekolah mampu merubah sikap siswa dan bukan untuk dilanggar dan hal
inilah merupakan bentuk dari kekerasan simbolik yang memiliki dampak yang
positif bagi nilai moral tata tertib sekolah. Peran semua warga sekolah untuk
menyukseskan tata tertib sangat diperlukan supaya bisa dijalankan secara
konsisten. Seluruh komponen sekolah juga harus selaras dalam menegakkan tata
tertib sekolah.
Dengan demikian diharapkan bisa memunculkan motivasi siswa untuk
190
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
reward dan punishment. Jika memang nantinya ada siswa yang harus dihukum,
maka hukuman yang diberikan tetap diharapkan sebuah hukuman yang mendidik.
B. Rekomendasi
Merujuk pada kesimpulan penelitian, maka rekomendasi ini disampaikan
kepada pihak-pihak terkait, antara lain:
1. Kepada pihak pemerintah hendaknya memberikan fasilitas dan kemudahan
bagi pelaksanaan kedisiplinan tata tertib sekolah.
2. Program kegiatan dari tata tertib sekolah harus lebih diarahkan kepada
pembentukan karakter siswa, serta memberikan pemahaman tentang
kekerasan simbolik kepada siswa.
3. Kepada pembina kesiswaan hendaknya harus selalu memantau kedisiplinan
siswa terhadap tata tertib sekolah agar dapat memberikan perubahan
karakter pada siswa.
4. Siswa diharapkan mampu menjelaskan dan mencegah bentuk kekerasan
simbolik menerapkan nilai-nilai moral yang ada dalam setiap kegiatan tata
tertib sekolah harus dipaksakan agar menumbuhkan sikap kepatuhan dan
kedisiplinan siswa serta memiliki kemampuan dan karakter dalam
kehidupan sehari-hari serta menjauhkan sikap yang tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku baik di sekolah maupun dilingkungan masyarakat.
5. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi
dan sumber penelitian, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
yang belum dilaksanakan pada penelitian ini untuk dilakukan penelitian
yang sejenis dan dikembangkan pada tempat dan sumber yang berbeda.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan patokan untuk
dikembangkan sebagai bahan penelitian yang dilakukan pada penelitian
terhadap nilai-nilai moral dalam tata tertib sekolah untuk mencegah
191
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka
Cipta.
Ali dan Asrori (2012). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Edisi
Kedelapan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Anwar (2004). Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural
Kriminologi, Hukum. Bandung: UNPAD Press.
Arikunto (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arikunto (1990). Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Asmani (2012). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Bukubiru.
Atmasasmitha (1992). Teori & Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: PT. Eresco.
Atmodiwiro (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya.
Azwar (2000). Tes Prestasi (Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahar (1989). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Bourdieu (1990). The Logic of Practice. Atanford University Press : California.
Creswell (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Darmodiharjo (1986). Nilai, Norma, dan Moral dalam Penghayatan dan
192
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Daroeso (1986). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Surabaya: Aneka
Ilmu.
Depdiknas (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Cetakan Pertama
Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama..
Djahiri (1986). Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT dan Games terhadap
VCT. Bandung: Jurusan PMPKn FPIPS IKIP Bandung.
Galtung (2003). Studi Perdamaian : Perdamaian dan Konflik Pembangunan dan
Peradaban. Surabaya: Pustaka Eureka
Gerungan (2010). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Haryati (2007). Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Gaung Persada Press.
Huraerah (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Edisi Ketiga. Bandung: Nuansa
Cendekia.
Husairi (2008). Manajemen Pelayanan Konseling di Sekolah. Cetakan Pertama.
Depok: Arya Duta.
Irianto (2011). Ekspetasi Nilai-Nilai Budi Utama. Cetakan Pertama. Bandung: CV.
Bangkit Citra Persada.
Kaelan (2010). Pendidikan Pancasila. Edisi Kesembilan. Yogyakarta: Paradigma.
Kartono (1984). Psikologi Umum. Bandung: Alumni.
Kartono (2010). Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Cetakan Kesembilan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Khan (2005). Filsafat Pendidikan Al-Ghazali. Bandung: Pustaka Setia.
Kurtines, M. William, Gerwitz, L. Jacob, alih bahasa M.I Solaiman Dahlan, (1992),
Moralitas Prilaku Moral dan Perkembangan Moral. Jakarta: UI Press.
193
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Martono (2012). Kekerasan Simbolik di Sekolah; Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan
Pierre Bourdieu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Miles dan Huberman (2007). Analisis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjetjep
Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong (2007). Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muchtar (2004). Pengembangan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS.
Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Mulyana (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Mulyasa (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa (2007). Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya.
Mulyasa (2011). Manajemen Pendidikan Berkarakter.. Bandung: PT. Bumi Aksara.
Mulyono (1998). Kesadaran Berbangsa. Bandung: Angkasa
Nasution (2006). Metode Reseach (Penelitian Ilmiah). Cetakan ke-8. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Nawawi, dkk (1986). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nazir (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PT, Ghalia Indonesia.
Poespoprodjo (1996). Filsafat Moral. Bandung: Pustaka Grafika.
Rakhmat (1984). Psikologi Umum. Bandung: Alumni.
Ritzer dan Goodman. Diterjemahkan oleh Alimandan. 2003. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta: Prenada Media
Riyanto (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Cetakan ketiga. Surabaya: SIC.
Rohman (2009). Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan. Jakarta: Mediatama.
194
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sarwono (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sarwono (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekanto (2000). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung :
Alfabeta.
Sulhan (2010). Pembangunan Karakter Pada Anak Manajemen Pembelajaran
Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya: SIC bekerja sama dengan Yayasan
Al-Azhar Kelapa Gading.
Sumantri (1993). Pendidikan Moral: Suatu Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan
Proposisi. Suatu Penunjang Informasi Teoritik bagi Guru dan Dosen dalam Memperkaya Wawasan Keilmuan tentang Pendidikan Moral. Bandung:
Fakultas Pendidikan IPS-IKIP: Buku Pegangan Kuliah
Tilaar (2009). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan
Pendidikandan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: UPI Press.
Usman (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Rosda
Karya.
Wahab dan Sapriya (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: Alfabeta
Wahono (2003). Kekerasan dalam Pendidikan : Sebuah Tinjauan Sosio-Ekonomi
Didaktika, dalam Gelombang Perlawanan Rakyat : Kasus-Kasus Gerakan Sosial di Indonesia. Yogyakarta, Insist Press.
195
Iwan Sukma Nur Ichtiar, 2014
IMPLEMENTASI NILAI MORAL TATA TERTIB SEKOLAH SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SIMBOLIK DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Winataputra & Budimansyah (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam
Perspektif Internasional (Konteks, Teori dan Profil Pembelajaran). Bandung:
Widya Aksara Press.
Yusuf (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan Ketigabelas.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Penelitian Terdahulu
Indriyani, F (2013). Suatu Kajian Peranan Guru Pkn Dalam Mengatasi Kasus
Tawuran Antar Siswa Di Lingkungan Sekolah : Studi Kasus di SMP Negeri 1 Kota Baru Kabupaten Karawang. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia:
Tidak diterbitkan.
Internet:
Nancy, Eiseberg-Berg and Karlsson Roth. (1980). Development of Young
Children`s Prosocial Moral Judgment: A Longitudinal Follow-Up”. [Online].
Tersedia di:
http://journals.ohiolink.edu/ejc/article.cgi?issn=00121649&issue=v16i0004&
article=375_doycpmjalf. [15 Maret 2013].
http://oxforddictionaries.com/definition/violence?view=uk, [28 September 2012].
Wikipedia. (2013). Sekolah Menengah Pertama. [Online]. Tersedia di:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_pertama. [30 September
2013].
Roekhan (2011). Mengenali Kekerasan Simbolik Di Sekolah. Jurnal, Fakultas
Sastra, Universitas Malang. [Online]. Tersedia di:
http://teqip.com/wp-content/uploads/2013/11/hal-1-7.pdf. [02 November 2013]
Sarwirini (2011). Kenakalan Anak (Juvenile Deliquency): Kausalitas Dan Upaya
Penanggulangannya. E-jurnal, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga:
Perspektif [Online]. Tersedia di:
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201209442514478516/5.pdf. [02