• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Integrasi Antara Peternakan dengan Tanaman Pangan dan Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Integrasi Antara Peternakan dengan Tanaman Pangan dan Kelapa Sawit"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Integrasi Antara Peternakan dengan Tanaman Pangan dan Kelapa Sawit Tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan produksi ternak guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang terjangkau masyarakat. Peternak diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatannya. Diharapkan dengan menerapkan pengembangan kawasan peternakan berbasis peternakan rakyat dapat meningkatkan pendapatan peternak sehingga dapat memberi kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD), menyerap tenaga kerja dan memeratakan pendapatan, dan mengaplikasikan teknologi untuk meningkatkan produktivitas (Suyitman et al., 2009).

Terkait dengan pengembangan pakan ternak, diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan. Secara umum untuk pengembangan pakan memiliki permasalahanpermasalahan, antara lain: (a) kebutuhan bahan baku pakan tidak seluruhnya dipenuhi dari lokal sehingga masih mengandalkan impor, (b) bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara optimal, (c) ketersediaan pakan lokal tidak kontinyu dan kurang berkualitas, (d) penggunaan tanaman legum sebagai sumber pakan belum optimal, (e) pemanfaatan lahan tidur dan lahan integrasi masih rendah, (f) penerapan teknologi hijauan pakan masih rendah, (g) produksi pakan nasional tidak pasti akibat akurasi data yang kurang tepat, serta (h) penelitian dan aplikasinya tidak sejalan (Syamsu dan Abdullah, 2009).

Limbah pertanian pun tidak semuanya dimanfaatkan oleh petani, penyebabnya adalah : a) umumnya petani membakar limbah tanaman pangan

(2)

karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah, b) limbah tanaman pangan bersifat kamba sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga membutuhkan biaya dalam pengangkutan, c) tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran, d) peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak (Liana dan Febriana, 2011).

Lahan pertanian yang makin berkurang akibat beralih fungsi menjadi pemukiman, misalnya, menyebabkan petani-peternak harus mempunyai alternatif usaha untuk meningkatkan pendapatan, antara lain dengan mengatur pola tanam secara bergantian maupun campuran. Alternatif lain adalah meningkatkan usaha ternak sapi melalui integrasi sapi-tanaman pangan atau tanaman perkebunan (kelapa). Imam dalam Suryana (2009) mengemukakan bahwa pengembangan peternakan dapat melalui diversifikasi ternak sapi dengan lahan persawahan, perkebunan, dan tambak. Suwandi dalam Suryana (2009) yang meneliti penerapan pola usaha tani padi sawah sapi potong melaporkan sistem ini dapat meningkatkan produksi dan keuntungan petani berlahan sempit. Pengembangan sistem integrasi tanaman ternak (sapi) bertujuan untuk: 1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan produksi daging dan populasi ternak sapi, dan 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian. Melalui kegiatan ini,

(3)

produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan pendapatan petani-peternak (Suryana, 2009).

Sistem integrasi tanaman ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usahatani atau dalam suatu wilayah. Keterkaitan tersebut merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan petani dan ekonomi wilayah secara berkelanjutan. Sistem integrasi tanaman ternak dalam sistem usaha pertanian di suatu wilayah merupakan ilmu rancang bangun dan rekayasa sumberdaya pertanian yang tuntas (Handaka et al., 2009).

Integrasi tanaman-ternak dapat dilakukan dalam satu rumah tangga petani atau dilakukan antara beberapa rumah tangga usahatani. Pilihan pengusahaan usahatani terpadu pada kedua skala tersebut sangat bergantung pada pengetahuan petani, motivasi, dan ketersediaan sumberdaya. Perpaduan antara tanaman-ternak dapat meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan kegiatan usahatani. Integrasi ternak ke dalam suatu usahatani tanaman menjadi sangat penting pada saat pengusahaan tanaman secara organik (Russelle et al., 2006).

Menurut Chaniago (2009), tujuan integrasi tanaman dengan ternak adalah untuk mendapatkan produk tambahan yang bernilai ekonomis, peningkatan efisiensi usaha, peningkatan kualitas penggunaan lahan, peningkatan kelenturan usaha menghadapi persaingan global, dan menghasilkan lingkungan yang bersih dan nyaman. Pengalokasian sumberdaya yang efisien, pemanfaatan keunggulan komparatif dan pola tanam akan menghasilkan hubungan yang sinergistik antara cabang usahatani. Disamping itu, pola sistem usahatani terintegrasi ini mempunyai beberapa keuntungan baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

(4)

Aspek lingkungan yaitu adanya upaya dalam hal pemanfaatan limbah, efisiensi lahan dan minimalisasi limbah.

Menurut Ilham (1998) pendekatan sistem integrasi usahatani melalui pengembangan pola usahatani yang berwawasan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil, juga untuk peningkatan pendapatan petani dan menjaga kelestarian sumberdaya alam (Gambar 1).

Gambar 1. Model integrasi usahatani tanaman dan ternak (Basuni, 2012)

Sebagai pelaku ekonomi, seorang petani senantiasa berupaya untuk meningkatkan pendapatan usahataninya. Upaya yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan cara meningkatkan produksi dan melakukan penghematan terhadap biaya-biaya usahatani. Melalui penyelenggaraan pertanian terpadu, khususnya usahatani tanaman-hewan ternak terpadu, petani sekaligus dapat meningkatkan produksi (jumlah maupun jenis

ON FARM PEMASARAN PEMASARAN HASIL PADI SAPROTAN SAPRONAK PAKAN TERNAK KOMPOS USAHATANI TANAMAN BIOGAS PUPUK ORGANIK USAHA TERNAK HASIL TERNAK

(5)

produk) dan melakukan penghematan biaya usahatani. Penghematan terhadap biaya pupuk dan pakan ternak menjadi hal yang sangat penting karena kedua komponen biaya tersebut merupakan salah satu komponen biaya terbesar.

Hanifah (2008), membuktikan bahwa dengan adanya penerapan pertanian terpadu di Pondok Pesantren Al Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, dapat menghemat biaya pakan ternak dan biaya pupuk yakni masing-masing sampai dengan 36,2 % dan 24,5 %. Terjadinya penghematan akibat penyelenggaraan pertanian secara terpadu dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kariyasa dan Pasandaran (2005) pada beberapa lokasi integrasi usahtani tanaman-ternak yakni padi dan sapi di Jawa Tengah. Penggunaan pupuk kandang pada usahatani terintegrasi tanaman ternak dapat menghemat pengeluaran biaya pupuk sekitar 18,14%-19,48% atau 8,8% dari total biaya. Pada kondisi usahaternak maupun usahatani tanaman yang dilakukan secara tidak terintegrasi, komponen biaya pakan ternak rata-rata dapat mencapai 48,77 % (Agustina 2007; Febriliany 2008; Widagdho 2008; Stani 2009) sedangkan biaya pupuk rata-rata dapat mencapai 22 % dari total pengeluaran yakni komponen biaya terbesar kedua setelah biaya tenaga kerja (Wahyuni 2007; Maimun 2009; Surbakti 2009).

Studi literatur yang dilakukan oleh Kusnadi (2008), terhadap berbagai penelitian di agroekosistem lahan kering dataran tinggi, lahan kering dataran rendah, lahan sawah, lahan pasang surut, lahan perkebunan, dan lahan kering beriklim kering menunjukkan bahwa adanya perbedaan jenis komoditas yang diintegrasikan, perbedaan jumlah pengusahaan masing-masing aktivitas, dan dampak ekonomi yang dihasilkan. Misalnya pengembangan pertanian terpadu di

(6)

daerah dataran tinggi, tepatnya di hulu sungai yang harus memperhatikan kemiringan lahan, kedalaman tanah, erodibilitas, persepsi petani, dan permintaan pasar. Jumlah ternak yang dipelihara sebaiknya berjumlah 11-12 ekor domba atau 2 ekor sapi yakni sesuai dengan kapasitas lahan teras bangku. Pemeliharaan ternak domba sebanyak 11-12 ekor atau dua ekor sapi mampu menyumbang 36 % kebutuhan pupuk kandang dalam setahun. Pengintegrasian aktivitas usahatani yang kurang tepat dapat berdampak pada kerugian di tingkat petani dan kegagalan program pertanian terpadu di daerah tersebut.

Pengertian Usaha Tani

Menurut Rahim dan Diah (2008), usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan sebagian dari output meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual.

Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya. Usaha tani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi

(7)

pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (.Mosher, 1968; Moehar, 2001).

Dari beberapa definisi dtersebut dapat disarikan bahwa yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha yang dilakukan patani dalam memperoleh pendapatan dengan jalan memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja dan modal yang mana sebagian dari pendapatan yang diterima digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berhubungan dengan usahatani.

Menurut Soeharto (1990) dalam Surayatiyah (2009), usaha ternak dapat digolongkan dalam 4 jenis:

1. Usaha yang bersifat tradisional yaitu petani/peternak kecil yang mempunyai 1-2 ekor ternak ternak ruminansia besar, kecil bahkan ayam kampung. Usaha ini hanya bersifat sambilan dan untuk saving saja.

2. Usaha backyard, yaitu petani/peternakan ayam ras, sapi perah, ikan. Tujuan usaha selain memenuhi kebutuhan juga untuk dijual oleh karena itu memakai input teknologi, manajemen, dan pakan yang rasional, dalam perkembangannya ditunjang dengan sistim PIR

3. Usaha komersial, yaitu petani/peternak yang telah benar-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi, profit oriented, dan efesiensi. Usaha ini meliputi usaha pembibitan, usaha pakan ternak, usaha penggemukan dan lain-lain. Secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga (family farming) dan perusahaan pertanian (plantation, estate, enterprise). Pada umumnya yang dimaksud usahatani adalah usaha keluarga sedangkan yang lain adalah perusahaan pertanian.

(8)

Konsep Pendapatan Usahatani

Pada analisis usahatani, data mengenai penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 1995). Adapun penjelasan ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut:

Struktur Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi 1995). Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani (gross farm income) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi, 1986).

Struktur Biaya Usahatani

Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani (Soekartawi 1995). Menurut Hernanto (1989), biaya dikelompokan dalam empat kategori, yaitu:

a) Biaya tetap (fixed costs); dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi.

b) Biaya variabel (variable costs), dimana besar kecilnya dipengaruhi oleh biaya skala produksi.

(9)

d) Biaya diperhitungkan, dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi diperhitungkan dalam perhitungan usahatani.

Struktur Pendapatan Usahatani

Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani menurut Hernanto (1989) yaitu, luas usaha, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Analisis pendapatan usahatani ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Soekartawi 1995).

Analisis R/C

Analisis R/C (return cost ratio) merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b) menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain perhitungan total biaya produksi (Soekartawi, 1995).

Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yang

(10)

dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi, 1995).

Studi Literatur Untuk Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang terkait dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti lainnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa kesamaan prinsip, walaupun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Penggunaan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini yang dilakukan oleh :

1. Surya Amri Siregar (2009) dengan judul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh skala usaha (jumlah ternak sapi), umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan peternak sapi potong di kecamatan stabat kabupaten langkat.

Persyaratan responden adalah para peternak sapi potong di kecamatan stabat kabupaten langkat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Metode penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut : - pada tahap pertama pemilihan 3 buah desa dari beberapa desa yang ada di kecamatan stabat dengan metode penarikan responden secara Proportional Stratified Random

(11)

sampling (Soekartawi, 1995), yaitu desa yang populasi ternak sapinya tinggi Desa Banyumas, sedang Desa Perdamean dan jarang Desa Kwala Begumit. Dimana penentuan populasi ternak sapi yang tingi, sedang dan jarang tersebut ditentukan dengan melihat data dari Badan Statistis Kabupaten Langkat dalam angka 2007.

Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak sederhana, diambil masing-masing 30% dari seluruh peternak dari setiap desa sampel. Wirartha (2006) menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik ukuran sampel paling kecil 30% sudah dapat mewakili populasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian daftar kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden di lapangan diolah dan ditabulasi. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode analisis pendapatan dan diolah dengan model pendekatan ekonometri dan dijelaskan secara metode deskriptif.

Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu skala usaha (jumlah ternak sapi) merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Hasil selanjutnya yaitu bahwa umur peternak, motivasi beternak, tingkat pendidikan peternak, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja peternak tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

2. Muhammad Samin (2012) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi”.

(12)

Tujuan penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif dan secara tradisional; dan menganalisis pengaruh bibit, pakan dan tenaga kerja terhadap pendapatan petani peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode penelitian dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata.dan analisis regresi berganda. Variabel indenpenden yang diteliti biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja. Variabel dependent adalah pendapatan peternak sapi potong. Sampel renponden yang digunakan sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang peternak sapi potong secara intensif dan 30 orang peternak sapi potong secara tradisional.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif lebih tinggi dari pada petani peternak sapi potong secara tradisional. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa secara simultan faktor biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani peternak sapi potong. Secara parsial factor biaya bibit dan biaya pakan yang berpengaruh nyata sedangkan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh nyata. Faktor yang memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pendapatan petani peternak sapi potong tradisional adalah faktor biaya bibit sedangkan peternak sapi potong secara intensif adalah faktor biaya pakan.

3. Setyawan (2014) dengan judul “Konstribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Potong Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petenak (Studi Kasus Di Desasukolilo Kecamatan Jabung Kabupaten Malang)”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukolilo Kecamatan Jabung Kabupaten Malang pada bulan Januari tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya

(13)

pendapatan rumahtangga peternak sapi potong; kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi potong terhadap pendapatan peternak dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong. 36 peternak terseleksi dengan metode purposive sampling.

Survey menggunakan kuisioner terstruktur dengan mewawancarai responden untuk memperoleh data primer. Data sekunder diperoleh dari laporan ilmiah, catatan atau dokumen dari instansi terkait maupun literatur atau referensi yang relevan. Analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda digunakan untuk analisis data. Hasil meliputi bahwa pertama, pendapatan rumah tangga di Sukolilo adalah Rp 19.401.055 /tahun atau Rp. 53.154/hari yang melibatkan Rp. 18.074.074/tahun atau Rp. 49.518 /hari pada pendapatan non sapi potong dan Rp. 1.326.981/AU/tahun atau Rp. 3.636/AU/hari pada pendapatan sapi potong. Usahaternak sapi potong skala kecil memberikan kontribusi sekitar 6,8% terhadap total pendapatan rumah tangga. Peningkatan jumlah sapi potong, pengalaman dalam memelihara ternak sapi, pendapatan sapi potong, pendapatan non sapi potong akan meningkatkan pendapatan sapi potong. Sedangkan, pendapatan sapi potong akan berkurang karena peningkatan anggota keluarga.

4. Eniza Saleh (2004) yang berjudul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pendapatan peternak sapi potong di kecamatan hamparan perak, kabupaten deli serdang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi potong.

(14)

Metode penarikan sampel yang digunakan adalah propotional stratified random sampling yaitu dengan cara memilih 3 buah desa berdasarkan populasi ternak sapinya, yaitu desa Buluh Cina (populasi tertinggi), desa Tandam Hilir I (populasi sedang), dan desa Hamparan Perak (populasi rendah). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 49 keluarga peternak sapi potong yang didapat dari 30% peternak, masing-masing dari desa Buluh Cina (31 peternak), desa Tandam Hilir I (16 peternak), dan desa Hamparan Perak (2 peternak).

Parameter yang diamati meliputi: pendapatan, skala usaha (jumlah ternak), umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman peternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan PeraK, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pendapatan peternak sapi potong.

Penerapan Peternakan Berbasis Limbah Tanaman Pangan & Limbah Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat

Pembangunan peternakan berwawasan lingkungan khususnya peternakan sapi di Kabupaten Langkat dengan pemanfaatan limbah perkebunan (sawit, karet dan coklat) dan hasil ikutan pengolahan kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi, limbah pertanian tanaman pangan serta limbah kotoran ternak diolah menjadi biogas dan pupuk kompos (memberi keuntungan ganda) tidak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat di kawasan tersebut dan wilayah sekitarnya. Selain faktor pendukung tersebut diatas, Kabupaten Langkat

(15)

merupakan daerah yang memiliki potensi besar untuk dapat dijadikan sebagai lokasi pengembangan usaha peternakan sapi terutama sapi potong, dikarenakan agroklimat, sumberdaya alam dan budaya masyarakatnya mendukung bagi kegiatan peternakan tersebut, disamping itu letak geografisnya juga sangat strategis dan dekat dengan pelabuhan Belawan untuk eksport. Jarak tempuh sekitar 1-2 jam ke Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara, yang dapat menjadi salah satu lokasi pemasaran hasil peternakan. Potensi ini merupakan peluang besar bagi para investor untuk menanamkan investasi dalam bidang penggemukan dan pengembangbiakan sapi di Kabupaten Langkat.

Kondisi lapangan menunjukkan bahwa sekitar 90 % usaha budidaya ternak dikelola oleh peternakan rakyat (ternak ruminansia) dengan cara tradisional dan belum memperhatikan skala usaha yang efisien. Oleh karena itu pengembangan usaha peternakan ke arah yang lebih efisien dan menguntungkan merupakan upaya yang perlu terus ditingkatkan dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat dengan melibatkan masyarakat peternak dan lembaga yang mempunyai potensi dalam pengembangan usaha agribisnis peternakan.

Porsi terbesar pakan yaitu hijauan yang dapat berasal dari rumput, legume, dan limbah tanaman pangan seperti jerami dan lainnya. Sumber hijauan utama dapat berasal dari lahan perkebunan dan juga dari lahan pertanian milik peternak. Konsep integrasi ternak dengan perkebunan menjadi hal yang penting untuk diterapkan disini dengan input teknologi berupa pastura yang baik dan tahan terhadap naungan.

Fasilitas pendukung utama dalam pengembangan integrasi ini ialah seperti Kantor Dinas Peternakan beserta staf dan karyawannya, rumah potong hewan

(16)

(RPH), pasar hewan, Unit Inseminasi Buatan (IB) beserta petugas dan fasilitas IB, hasil samping industri pertanian sebagai bahan baku pakan konsentrat serta kelembagaan peternak (kelompok tani).

Usaha ternak sapi di Kabupaten Langkat sebagian besar dipelihara peternak sebagai usaha sambilan, sehingga fokus kegiatan peternak lebih besar untuk sektor lainnya seperti menjadi pekerja kebun (buruh lepas), petani tanaman pangan, pedagang dan lain-lain. Kondisi tersebut mengakibatkan usaha peternak untuk melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi menjadi kurang fokus. Sampai sekarang tipe peternakan sapi yang di usahakan masih bersifat tradisional, artinya peternak umumnya mengembalakan ternak sapi pada siang hari sampai sore hari pada lahan perkebunan dan setelah itu dikandangkan pada lahan di sekitar rumah, sehingga ada anggapan dari sektor perkebunan sampai sekarang ini masih menganggap ternak sebagai hama untuk tanaman perkebunan (Badan Penelitian Dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara 2009).

Kerangka Pemikiran

Analisis faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak berbasis limbah tanaman pangan dan berbasis limbah kelapa sawit dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis indikator-indikator keberhasilan usaha tersebut, yaitu berupa rasio pendapatan dan biaya total atau rasio R/C. Pendapatan masing- masing peternak berbasis limbah tanaman pangan dan peternak berbasis limbah kelapa sawit dianalisa lalu dibandingkan dengan menggunakan analisis komparasi.

Selanjutnya di lakukan pendugaan terhahadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pendapatan peternak tersebut, kemudian dilakukan analisis regresi linier berganda untuk kemudian dapat diketahui faktor mana yang berpengaruh

(17)

secara nyata terhadap pendapatan peternak baik berbasis limbah tanaman pangan maupun berbasis limbah kelapa sawit di Kabupaten Langkat. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Petani/Peternak

Berbasis Limbah Tanaman Pangan Berbasis Limbah Kelapa Sawit

- Biaya Tetap

- Biaya Variabel

- Penerimaan

- Harga bibit

- Jumlah sapi (ST)

- Upah tenaga kerja

- Harga jual sapi

- Umur peternak - Tingkat pendidikan peternak - Lama beternak - Biaya Tetap - Biaya Variabel - Penerimaan - Harga bibit - Jumlah sapi (ST)

- Upah tenaga kerja

- Harga jual sapi

- Umur peternak - Tingkat pendidikan peternak - Lama beternak •Pendapatan •R/C •Calf Crop Analisis Komparasi •Pendapatan •R/C •Calf Crop PENDAPATAN Skala

(18)

Hipotesis Penelitian

H0 = Secara serempak dan parsial faktor skala pemeliharaan, biaya bibit, nilai calf crop dan harga jual sapi berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong berbasis limbah tanaman pangan dan limbah kelapa sawit. H1 = Secara serempak dan parsial faktor skala pemeliharaan, biaya bibit, nilai

calf crop dan harga jual sapi tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong berbasis limbah tanaman pangan dan limbah kelapa sawit.

Gambar

Gambar 1. Model integrasi usahatani tanaman dan ternak (Basuni, 2012)
Gambar 2. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari tugas ahkir yang berjudul “Antena Mikrostrip Dual Band Bahan Fleksibel Frekuensi 2,45 GHz dan 5,85 GHz Untuk Aplikasi Telemedis” etelah melewati perhitungan,

Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan pengolahan data, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Potensi energi laut yang memungkinkan untuk dikembangkan di

Dari hasil tes plagiasi skripsi mahasiswa akuntansi pada saat melakukan tes plagiasi pertama sebanyak 4% tugas akhir mahasiswa tingkat plagiatnya dibawah 20% berarti mahasiswa

Strategi Perancangan Mutu Ripe Banana Chip (RBC) Berbasis Harapan Konsumen ; Diana Iftitah Susilowati ; 101710101075; 2015; 63 halaman; Jurusan Teknologi Hasil

Pertemuan dan kontak antara dua komunitas atau institusi yang berbeda seperti yang terjadi pada Pesantren Tebuireng Jombang yang menganut sistem pendidikan

Beberapa implikasi penting dari penelitian ini adalah: (1) perancangan teknologi harus mempertimbangkan cabai sebagai salah satu komponen dari penelitian ini adalah: (1)

Sekiranya didapati darah yang kuat, maka dikategorikan sebagai darah haid dengan syarat menepati tempoh minimum haid atau dalam tempoh maksimum haid, sebaliknya

Pola aktifitas di RSUD dr.P.P.Magretti Saumlaki harus direncanakan dengan baik, sehingga di beberapa titik tidak terjadi konflik sirkulasi atau sirkulasi silang