• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PATIENT CONTROLLED ANALGESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PATIENT CONTROLLED ANALGESIA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PATIENT CONTROLLED ANALGESIA (PCA) MORFIN-KETAMIN DIBANDINGKAN PATIENT CONTROLLED ANALGESIA (PCA) MORFIN UNTUK MENURUNKAN TOTAL DOSIS MORFIN DAN VISUAL

ANALOG SCALE PASCABEDAH LAPAROTOMI DI RSUP SANGLAH ABSTRAK

Pendahuluan: Pembedahan laparotomi menimbulkan nyeri sedang hingga berat dalam 48 jam pascabedah, sehingga membutuhkan penanganan nyeri yang adekuat yaitu salah satunya dengan penambahan ketamin dalam patient controlled analgesia (PCA) morfin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas patient controlled analgesia (PCA) morfin-ketamin dibandingkan

patient controlled analgesia (PCA) morfin untuk menurunkan total dosis morfin dan menurunkan intensitas nyeri dengan Visual Analog Scale (VAS).

Bahan dan Metode: Penelitian ini adalah suatu uji klinis eksperimental. Penapisan subjek menggunakan teknik consecutive sampling dan sebanyak 58 subjek dengan status fisik ASA 1 dan II dilakukan anestesi umum. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A adalah penambahan ketamin (1mg/ml) dalam PCA morfin (1mg/ml) sedangkan kelompok B yaitu PCA morfin murni (1mg/ml). Dosis morfin dan skor nyeri dengan VAS diukur saat jam 6, jam ke-12, dan jam ke-24 pascabedah. Data yang didapat diolah dengan software SPSS 20.0. Karakteristik sampel diuji normalitas dengan Shapiro-Wilk. Untuk mengetahui efek perlakuan terhadap dosis morfin dan VAS menggunakan analisis bivariate dengan uji Mann-Whitney dan t-test dengan tingkat kemaknaan p≤0,05. Hasil: Total dosis morfin dalam 24 jam pertama pascabedah pada PCA morfin-ketamin (5,1±0,8) mg lebih rendah dibandingkan dengan PCA morfin (6,5±0,9) mg dengan nilai P<0,001. VAS diam pada jam ke-6 pascabedah pada PCA morfin-ketamin (13,4±4,8) mm lebih rendah dibandingkan PCA morfin (17,9±4,1) mm dengan nilai P≤0,05, VAS diam jam ke-12 pascabedah pada PCA

morfin-ketamin (10,7±2,6) mm lebih rendah dibandingkan PCA morfin (12,8±5,3) mm dengan nilai P≤0,05. VAS bergerak jam ke-6 pada PCA

morfin-ketamin (24,8±5,1) mm lebih rendah dibandingkan PCA morfin (28,7±5,2) mm dengan nilai p≤0,05. VAS bergerak jam ke-12 pada PCA morfin-ketamin (18±5,6)

mg lebih rendah dibandingkan PCA morfin (23,1±6,0) mm dengan nilai P≤0,05.

VAS bergerak jam ke-24 pada PCA morfin-ketamin (9±5,6) mm lebih rendah dibandingkan PCA morfin (12,8±5,3) mm dengan nilai P≤0,05.

Simpulan: Penambahan ketamin (1mg/ml) dalam PCA morfin (1mg/ml) pascabedah laparotomi dengan anestesi umum efektif menurunkan total dosis morfin dalam 24 jam pertama pascabedah sebesar 1,4 mg. Dalam menurunkan kualitas nyeri pascabedah, penambahan ketamin dalam PCA morfin efektif menurunkan nilai VAS diam pada jam ke-6 jam dan ke-12, dan VAS bergerak pada jam ke-6, jam ke-12, dan jam ke 24.

Kata kunci: anestesi umum, laparotomi, PCA morfin-ketamin, total dosis morfin, VAS

(2)

ii ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF PATIENT CONTROLLED ANALGESIA (PCA) MORPHINE-KETAMINE COMPARED TO PATIENT CONTROLLED ANALGESIA (PCA) MORPHINE TO LOWER TOTAL DOSE OF MORPHINE

AND VISUAL ANALOG SCALE (VAS) POSTOPERATIVE LAPAROTOMY SURGERY IN SANGLAH HOSPITAL

Introduction: Laparotomy may cause moderate to severe pain in 48 hours after surgery, so adequate pain management is needed. One way to do so is by using ketamine in patient controlled analgesia (PCA) morphine. The study aims to evaluate the effectiveness of patient control analgesia (PCA) morphine-ketamine combination compared to patient control analgesia (PCA) morphine in patient to lower total dose of morphine and pain intensity with VAS (Visual Analog Scale) in post laparotomy patients.

Materials and methods: This research is an experimental clinical trial. Screening subjects using consecutive sampling technique with a group of 58 subjects of physical status ASA I and II who underwent general anesthesia. Patients were divided into 2 groups. Group A was given combination of ketamine (1mg/ml) in PCA morphine (1mg/ml), while group 2 received only morphine by PCA. Dose of morphine and the pain scale with VAS were measured 6 hour, 12 hour, and 24 hour postoperatively. Characteristics of the samples were tested for normality by the Shapiro-Wilk. The collected data then tested with Mann Whitney test and t-test with significance level of P≤0,05.

Result: Total dose of morphine in the first 24 hours postoperatively at morphine-ketamine group (5,1±0,8) mg is lower than morphine-only group (6,5±0,9) mg with p<0,001. VAS silence at 6 hour postoperative in morphine-ketamine group (13,4±4,8) mm is lower than morphine (17,9±4,1) mm with a value of P≤0,05.

VAS silence 12 hour postoperative, morphine-ketamine group (10,7±2,6) mm is lower than morphine (12,8±5,3) mm with value of P≤0,05. VAS move 6 hour

postoperative morphine-ketamine group (24,8±5,1) mm is lower than morphine (28,7±5,2) mm with a value of P≤0,05. VAS silence 12 hour postoperative,

morphine-ketamine group (18±5,6) mm is lower than morphine (23,1±6,0) mm with value of P≤0,05. VAS move 24 hour postoperative, morphine-ketamine

group (9±5,6) mm is lower than morphine (12,8±5,3) mm with value P≤0,05.

Conclusions: addition of ketamine (1mg/ml) in PCA morphine (1mg/ml) in post laparotomy lower total morphine requirements at 24 hours compared to PCA morphine. In decreasing postoperative pain, adding ketamine in PCA morphine is decreasing VAS silent 6 hours and 12 hours postoperatively and VAS move 6 , 12 hours, and 24 hours postoperatively.

Keywords: general anesthesia, laparatomy, PCA ketamine-morphine, morphine requirements, visual analogue scale.

(3)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR... ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN………... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

ABSTRAK... ... ……. viii

ABSTRACT ... ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... ... xv

DAFTAR SINGKATAN... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... …. … xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 ManfaatPenelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Nyeri ... 7

2.2 Defenisi Nyeri ... 7

(4)

iv

2.4. Fisiologi Nyeri ... 11

2.4.1. Reseptor nyeri dan aferen primer ... 16

2.4.2. Modulasi pada level medulla spinalis... ... 20

2.4.3. Traktus ascending ... 25

2.4.4. Traktus descending ... 26

2.4.4.1 PAG (periaquaduqtal grey) ... 26

2.4.4.2 NRM (nucleusrapemagnus)... ... 27

2.5 Instrumen Penilaian Nyeri ... 28

2.6 Farmakologi Obat Anti Nyeri ... 31

2.6.1. Opioid ... 31

2.6.2. NMDA(N-Methyl-D-Aspartate) Reseptor antagonis... 33

2.6.2.1 Ketamin ... 33

2.6.2.1.1. Farmakokinetik ... 34

2.6.2.1.2. Farmakodinamik ... 35

2.6.2.1.3 Aplikasi klinis... ... 43

2.6.2.1.4. Interaksi obat... ... 48

2.6.2.1.5. Ketamin dan sensitisasi sentral ... 48

2.7 Patient Controlled Analgesia (PCA)….. ... 50

2.8. Breakthrough Pain…………... 56

2.9 Stabilitas Larutan Ketamine Morfin……. ... 57

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 58

3.1 Kerangka Berpikir ... 58

(5)

v

3.3 Hipotesis Penelitian ... 60

BAB IV METODE PENELITIAN ... 61

4.1 Rancangan Penelitian ... 61

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 62

4.4 Penentuan Sumber Data... .... 62

4.4.1 PopulasiPenelitian ... 62

4.4.2 Populasi terjangkau... 62

4.4.3 Sampel penelitian... 62

4.4.3.1 Kriteria inklusi……. ... 62

4.4.3.2 Kriteria eksklusi ... 62

4.4.4 Perhitungan besar sampel ... ... 63

4.4.5 Teknik pengambilan sampel dan randomisasi... ... 64

3.3.6 Teknik penyamaran… ... 64 4.5 Variabel penelitian ... 65 4.6 Bahan penelitian ... 69 4.7 Instrumen penelitian ... 69 4.8 Prosedur penelitian ... 70 4.8.1 Cara kerja ... 70 4.8.2 Alur penelitian ... 74 4.9 Analisa data. ... 74 4.9.1. Analisa deskriptif ... 74

(6)

vi

4.9.3 Uji homogenitas data ... 74

4.9.4 Analisi perbedaan mean atau rerata ... 74

4.9.5 Perbandingan nilai VAS ... 75

4.9.6 Perbandingan total kumulatif dosis PCA morfin ... 75

4.9.7 Etika penelitian ... 75

BAB V HASIL PENELITIAN ... 76

5.1 Karakteristik Sampel ... 76

5.2 Uji Normalitas Data Variabel Berdasarkan Kelompok ... . 78

5.3 Nilai Statistik Variabel Berdasarkan Kelompok ... 79

5.3.1 Perbandingan dosis morfin pascabedah ... ... 81

5.3.2 Perbandingan nilai VAS pascabedah ... ... 82

BAB VI PEMBAHASAN ... 85

6.1 Karakteristik Sampel ... 85

6.2 Dosis Morfin Pascabedah... 86

6.3 Perbandingan nilai VAS pascabedah laparotomi ...…… 91

6.3.1 Perbandingan nilai VAS diam pascabedah laparotomi ... 91

6.3.2 Perbandingan nilai VAS bergerak pascabedah laparotomi.. ... 91

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 94

7.1 Simpulan ... 94

7.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Serabut Aferen Primer ……… 18 Tabel 2.2 Farmakodinamik Ketamin ………. 43 Tabel 2.3 Keuntungan dan Kerugian Ketamin ………...44 Tabel 2.4 Gambaran Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok…………...78 Tabel 2.5 Uji Normalitas (Shapiro Wilk) Data Variabel……….79 Tabel 2.6 Gambaran Nilai Statistik Variabel Berdasarkan Kelompok…………80

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Lintasan nyeri ... 12

2.2 Patofisiologi nyeri…... 16

2.3 Mekanisme nyeri visceral... 19

2.4 Lamina rexed penyusun kornu dorsalis... 21

2.5 Teori The Gate Control... 22

2.6 Sensitisasi sentral……….. 25

2.7 Proyeksi Proses Nosiseptif di Rostral... 26

2.8 Prebedaan Kadar Serum Obat dengan Berbagai Cara Pemberian 54

2.9 Bagan kerangka konsep ... 59

2.10Bagan rancangan penelitian ... 60

3.1 Bagan alur penelitian... 73

3.2 Grafik rerata dosis morfin berdasarkan kelompok perlakuan……. 82

3.3 Grafik rerata VAS diam berdasarkan kelompok perlakuan…... 83

(9)

ix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

AMPA : α- Amino-3-Hydroxy-5Methyl-4-Isoxazalepropionic Acid

ASA : American Society of Anesthesiologist

cm : centimeter

CGRP : Calcitonin Gene- Related Peptide COX-2 : Cyclooxygenase-2

CTZ : Chemoreceptor Trigger Zone

dtk : detik

DRG : Dorsal Root Ganglion

EKG : Elektrokardiografi

FRC : Functioinal Residual Capacity GABA : Gamma Amino Butyric Acid

5-HT : 5-Hydroxytryptamine

HTM : High-Threshold Mechanoreceptors

IASP : International Association for the Study of Pain

ICU : Intensive Care Unit

IL : Interleukin

IM : Intramuskuler

IMT : Index Massa Tubuh

JCAHO : Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations

kg : kilogram

(10)

x

L : Liter

M : meter

mcg/kgBB : microgram per kilogram berat badan

MEAC : Minimum Effective Analgesic Concentration

mg : miligram

ml : mililiter

mm : milimeter

mmHg : milimeter air raksa MPQ : McGill Pain Questionaire

mcg : microgram

µ : miu

ng : nanogram

NMDA : N- Methyl-D-Aspartate

NO : Nitric Oxide

NRM : Nucleus Raphe Magnus

NSAID : Non Steroid Anti Inflammatory Drug

PAG : Periaquaductal Grey PACU : Post Anestesi Care Unit PCA : Patient-Controlled Analgesia PKC : Protein Kinase C

prn : pro renata

(11)

xi RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat RVM : Rostral Ventromedial Medulla

SD : Standar Deviasi

SMP : Simpathetically Maintained Pain SNI : Standar Nasional Indonesia TNF : Tissue Necroting Factor VAS : Visual Analog Scale VDS : Verbal Descriptive Scale WDR : Wide Dynamic Range

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik ... 100

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ... 101

Lampiran 3. Jadwal Penelitian... 102

Lampiran 4. Penjelasan dan Informasi ... 103

Lampiran 5. Persetujuan Berpartisipasi dalam Penelitian Klinis ... 107

Lampiran 6. Lembar Penelitian ... 108

Lampiran 7. Lembar Hasil Evaluasi ... 110

Lampiran 8. Penanganan komplikasi PCA morfin... 111

Lampiran 9. Instruksi pemakaian mesin PCA ... 112

Lampiran 10 Analisis Statistik……… 113

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penatalaksanaan nyeri akut pascabedah merupakan salah satu tantangan bagi seorang anestesi. Pasien pascabedah mengalami nyeri akut dengan intensitas nyeri sedang-berat. Nyeri pascabedah laparotomi termasuk kategori nyeri dengan intensitas sedang-berat dan memerlukan penanganan nyeri yang baik supaya tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Penanganan nyeri akut pascabedah laparotomi dapat dilakukan dengan cara memberikan obat yang bekerja mempengaruhi hantaran stimulus nyeri dari perifer ke sentral sesuai dengan perjalanan stimulus nyeri. Modalitas terapi yang efektif dalam menangani nyeri adalah konsep pendekatan secara multimodal, yaitu menggunakan kombinasi dua atau lebih obat atau pun teknik analgesia yang bekerja di titik tangkap yang berbeda. Konsep multimodal ini tujuannya untuk meningkatkan kualitas analgesia dan menurunkan dosis agen analgesia yang digunakan sehingga mampu menekan efek samping yang ditimbulkan (Buvanendran, 2009)

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kontrol cepat terhadap nyeri adalah dengan menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA). Teknologi PCA telah digunakan sejak tahun 1970an. Pompa PCA memungkinkan pasien untuk memiliki satu set dosis yang tersedia sesuai kebutuhan dalam menangani nyeri sesegera mungkin.

(14)

2

Hasil dari suatu studi meta-analisis menunjukan bahwa PCA memberikan hasil yang lebih baik dalam penanganan nyeri dibandingkan dengan metode konvensional. Intensitas nyeri pasien dengan menggunakan skala Visual Analog Scale (VAS) lebih rendah pada pasien yang mendapat terapi PCA. Penggunaan PCA di rumah sakit telah meningkat karena efek samping yang menguntungkan seperti berkurangnya nyeri, terhindarnya pemberian dosis yang berlebihan, berkurangnya komplikasi pascabedah dan kepuasan pasien yang meningkat.

PCA dengan opioid merupakan metode umum yang digunakan. Morfin adalah obat yang paling banyak dipelajari dan digunakan untuk PCA intravena. Bahkan morfin merupakan pilihan utama untuk PCA (Grass, 2005). Namun penggunaan morfin pascabedah dibatasi dengan efek samping yang ditimbulkan seperti mengantuk, mual dan muntah. Bila digunakan sendiri dengan dosis besar untuk periode yang lama akan menyebabkan toleransi akut yang dapat menggagalkan kontrol nyeri (Carstensen, 2010).

Stimulasi nosisepsi menghasilkan hiperexcitability karena aktivasi oleh reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA), sesuai perjalanan nyeri akut. Ketamin, non kompetitif NMDA antagonis pada dosis subanestetik memblok NMDA, modulasi sensitisasi sentral dan efek hiperalgesia.

Suatu studi menyatakan pemberian NMDA antagonis dan opioid menghasilkan sinergis atau additive analgesia. Ketamin dalam manajemen pascabedah dapat menurunkan jumlah dosis opioid, menurunkan efek samping, memperbaiki efektivitas, dan menghasilkan stabilitas hemodinamik dan respirasi (Carstensen, 2010).

(15)

3 Beberapa penelitian dilakukan menggunakan PCA dengan mengkombinasikan morfin dan ketamin intravena dan telah dipelajari mengenai efektivitas dan keuntungan ketamin untuk penanganan nyeri akut pascabedah. Penelitian oleh Javery dkk (1996), dengan 42 subjek menyatakan PCA morfin intravena dikombinasikan dengan ketamin (ratio 1:1) pada operasi lumbar mikrodisektomi memberikan penurunan nyeri yang signifikan dan memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan morfin saja (51,1±20,8 mm vs 25,82±16,4 mm). Pasien yang diberikan PCA kombinasi morfin dan ketamin memiliki efek samping mual, gatal, dan retensi urin yang lebih rendah dibandingkan hanya dengan morfin. Tidak ada laporan terhadap depresi pernafasan dan tidak ada perubahan tekanan darah melebihi 30% dari nilai dasar. Penelitian oleh Michelet dkk (2007), dengan 50 subjek menyatakan penambahan ketamin ke dalam PCA morfin dengan perbandingan 1:1 pada operasi torakotomi lobektomi, menurunkan dosis morfin (43 ±12 mg vs 32 ±14 mg), dan memperbaiki fungsi respirasi pascabedah torak. Penelitian oleh Kim dkk (2001), pada 90 pascaseksio cesarea yang dibagi menjadi 3 group yaitu group 1 diberikan analgetik morfin saja, group 2 diberi analgetik morfin:ketamin (2:1), group 3 diberi analgetik morfin:ketamin (1:1). Hasilnya didapatkan penurunan yang signifikan pada group 3 dibandingkan group 1 dan 2. Pada penelitian Kamal (2008), pada 80 pasien morbid obese

pascabedah abdomen dibagi menjadi 2 group . Group M mendapat morfin saja (1mg/ml), group MK mendapat morfin: ketamin ( 1mg/ml:1mg/ml ). Didapatkan hasil penambahan small doses

ketamin pada morfin untuk PCA menurunkan dosis morfin, memperbaiki fungsi respirasi pascabedah, dan dihubungkan dengan kurangnya efek samping pada pasien morbid obese

pascabedah abdomen. Penelitian lainnya oleh Carstensen dan Moller (2010), pada 11 studi dengan total pasien 887, dimana 448 menerima ketamin. Studi ini dilakukan pada pascabedah gastrointestinal, hepato-pancreatico-biliary, colorectal, renal, total hysterectomy,

(16)

orthopaedic-4

oncological, mayor orthopedic, microdiscectomy dan thorasic surgery. Dari 11 studi tersebut dilaporkan 6 studi dengan penambahan ketamin pada opioid pascabedah untuk analgesia menunjukkan adanya perubahan klinis yang signifikan, 5 studi lainnya tidak menunjukkan perubahan klinis yang signifikan. Pada 11 studi, digunakan 5 dosis ketamin yang berbeda. Sebagian besar menggunakan regimen morfin:ketamin (1:1) pada 5 studi. Penggunaan regimen morfin:ketamin (1:5) pada 3studi, kemudian 1 studi menggunakan perbandingan morfin:ketamin ( 0,4:1 ), 1 studi menggunakan morfin:ketamin (1:2). Hasilnya 6 studi secara statistik menunjukkan terjadi penurunan yang signifikan pada intensitas nyeri dengan penambahan ketamin dibandingkan morfin saja. 1 studi secara statistik dilaporkan menurunkan nyeri selama batuk. 4 studi lainnya tidak menunjukkan perbaikan nyeri dengan penambahan ketamin. Semua studi tersebut juga melaporkan tentang total dosis morfin pascabedah, didapatkan 6 studi secara statistik signifikan menurunkan dosis morfin pada group yang ditambahkan ketamine dan 5 studi tidak. Terhadap efek samping dari opioid berupa mual, muntah, gatal , mengantuk, retensi urine dan desaturasi dilaporkan 7 studi secara statistik signifikan lebih tinggi terjadi pada group morfin.

Mengingat efek samping morfin yaitu mual, muntah, mengantuk, retensi urine, depresi nafas, dan desaturasi maka kami ingin meneliti efektivitas PCA morfin-ketamin dibandingkan PCA morfin untuk menurunkan total dosis morfin dan VAS pascabedah laparotomi di RSUP Sanglah sehingga dapat dipakai sebagai pilihan analgetik nyeri akut pascabedah.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan demikian masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(17)

5 1. Apakah penambahan ketamin dalam PCA morfin dapat menurunkan total dosis

morfin dibandingkan PCA morfin murni pascabedah laparotomi? 2. Apakah penambahan ketamin dalam PCA morfin dapat menurunkan

VAS dibandingkan PCA morfin murni pascabedah laparotomi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan antara lain:

1. Untuk mengetahui apakah penambahan ketamin dalam PCA morfin dapat menurunkan total dosis morfin dibandingkan PCA morfin murni pascabedah laparotomi.

2. Untuk mengetahui apakah penambahan ketamin dalam PCA morfin dapat menurunkan VAS dibandingkan PCA morfin murni pascabedah laparotomi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis

1. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya ilmu anestesi.

2. Penelitian ini dapat memberikan penjelasan ilmiah mengenai efektivitas PCA morfin-ketamin dibandingkan PCA morfin untuk menurunkan total dosis morfin dan VAS pascabedah laparotomi di RSUP Sanglah dan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan pilihan obat analgesia pascabedah laparotomi yang mampu menurunkan total dosis morfin dan VAS.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan alasan tersebut membuat penulis mengembangkan sebuah sistem penjualan tiket yang terkomputerisasi untuk membantu menyelesaikan beberapa masalah yang

Metoda yang digunakan adalah mempelajari tentang pengelolaan arsip berdasarkan teori yang ada kemudian dibandingkan dengan pengelolaan arsip yang ada di Pusat

bahwa produk biogas yang dihasilkan melalui proses purifikasi menggunakan membran nilon, sudah dapat dikatakan memiliki kualitas yang cukup baik karena semakin

KEBIJAKAN DAN TANTANGAN PELAKSANAAN DAK FISIK TAHUN 2017 (2) Penyaluran berdasarkan pada kinerja penyerapan dan capaian output.. Penyaluran dilakukan oleh KPPN setempat

PLN (Persero) Rayon Batusangkar khususnya dalam pendaftaran pemasangan jaringan listrik baru maupun perubahan daya calon pelanggan mendatangi kantor Rayon

Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (semua penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor tertentu menandakan

fungsi perencanaan, fungsi memandang ke depan, fungsi pengembangan.. loyalitas, fungsi pengawasan, fungsi pengambil keputusan dan fungsi memberi motivasi. Fungsi

Data object pada pembahasan ini akan menyimpulkan segala uraian perencanaan aplikasi menjadi sebuah objek data untuk mengintergrasikan sebuah fitur yang ada di dalam sistem