• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT

PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA

DI KECAMATAN MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Sisilia Rani Thoma

NIM : 078114141

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Semua hal indah telah dicapai oleh mereka yang

berani percaya bahwa sesuatu di dalam diri mereka

lebih unggul dari keadaan

-Bruce Barton-

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus

Bapa, Mama, Kak In, Ita

,

Ratna, Tasya

Teman-teman FKK B

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan bimbingan yang diberikan selama proses penyelesaian skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika di Kecamatan Mergangsan

Kota Yogyakarta Tahun 2011” ini. Setelah melewati banyak hal, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tak langsung :

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M.Kes. selaku dosen pembimbing untuk bimbingan dan masukannya selama proses penyelesaian penelitian ini. 2. Walikota Yogyakarta, Camat Mergangsan, Lurah Brontokusuman, Lurah

Keparakan, Lurah Wirogunan untuk ijin dan bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu.

3. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan Kepala Gudang Farmasi Yogyakarta untuk izin dan bantuan yang diberikan untuk menunjang proses penelitian ini. 4. Dekan dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segala

bimbingan, pesan moral, pengajaran, dan bantuan selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

(8)

viii

6. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. dan Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas bantuan yang diberikan dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna demikian pula dengan karya ini. Penulis menerima adanya kritik dan saran yang dapat membangun agar karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi dunia pendidikan dan dunia kesehatan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………..………...…... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ……… ii iii HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

(10)

x

BAB III. METODE PENELITIAN ………..………..…… 16

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ………...…………..…… 16

B. Variabel dan Definisi Operasional ………..………... 1. Variabel ……….. 2. Definisi operasional ……… 16 16 17 C. Subyek Penelitian ………...………...………. 18

D.Instrumen Penelitian………....……… 18

E. Lokasi Penelitian ……… 19

F. Tata Cara Penelitian ………...……… 19

1.Studi pustaka ………..…..……….… 19 2.Analisis situasi ………..………

a.Penentuan lokasi penelitian ……… b. Penentuan besar sampel………

c.Perizinan ……….

19 19 20 21 3.Pembuatan kuesioner ………...…………..…………..….

a.Uji pemahaman bahasa ………..

(11)

xi

b. Uji validitas instrumen ……… c.Uji reliabilitas instrumen ………

4.Penyebaran kuesioner ………

5.Analisis data ……….. G.Keterbatasan Penelitian ………..………..……… 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...……… 27

A.Karakteristik Demografi Responden………....………...………

1.Usia responden ………..

2.Jenis kelamin responden ………...……… 27 27 28 B.Tingkat Pendidikan Responden….………. 29 C.Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika ……… 30

1.Pengetahuan responden mengenai pengertian umum

antibiotika………..……….……. 30

2.Pengetahuan responden mengenai cara memperoleh

antibiotika………..………..………..……….. 31

3.Tempat memperoleh antibiotika responden………... 33 4.Pengetahuan responden mengenai cara penggunaan

antibiotika……… 34

5.Pengetahuan responden mengenai aturan penggunaan

(12)

xii

6.Pengetahuan responden mengenai resistensi

antibiotika……… 37

D.Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika secara umum………...………..……… E. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika……….……… F.Sumber Informasi Antibiotika yang Diperoleh Responden ………... 1.Sumber informasi interpersonal ……… 2.Sumber informasi media cetak ……….. 3.Sumber informasi media elektronik ……….. 38 40 41 41 42 42 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………..……….. 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ………...……… 45

DAFTAR PUSTAKA ………..………... 46

LAMPIRAN ………...……… 49

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Distribusi Jumlah Responden ……… 21 Tabel II.

Tabel III.

Distribusi Pernyataan dalam Kuesioner yang Menggambarkan Pengetahuan Responden yang Diukur ……… Uji Normalitas Data pada Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Responden ……….……….

22

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perbandingan Kelompok Usia Responden……...…………...…………..……… 27 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin……….……… 28

Gambar 3. Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden...…….……….………….… 29 Gambar 4. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Pengertian Umum

(15)

xv

Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Aturan Penggunaan Antibiotika………..………… Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden MengenaiAturan Penggunaan Antibiotika…………..……….….… Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Resistensi Antibiotika……….……… Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Resistensi Antibiotika……….………….……….………… Jumlah Rata-Rata Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Antibiotika Secara Umum………..………… Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika Secara Umum ……….………..……… Distribusi Sumber Informasi Interpersonal Responden……….. Distribusi Sumber Informasi Media Cetak Responden.………..……….. Distribusi Sumber Informasi Media elektronik Responden.………

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin dari Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta………..………...……….………….……..…… 49

Lampiran 2. Surat Izin dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta……… 50 Lampiran 3.

Data Distribusi Obat Periode 01 Januari s/d 30 September 2010………… Kuesioner Penelitian ………. Contoh Kuesioner yang Telah Diisi Responden……… Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Antibiotika……… Jawaban Responden Mengenai Perolehan Informasi Mengenai Antibiotika ………. Nilai Uji Korelasi Pendidikan dan Pengetahuan………..……… Nilai Uji Reliabilitas ……….

51 Lampiran 10. Nilai Uji Normalitas Data……….. 59 Lampiran 11. Antibiotika yang Masuk Daftar OWA (Obat Wajib

(17)

xvii

INTISARI

Antibiotika adalah salah satu obat yang digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode non-eksperimental, dengan desain analitik deskriptif dan pendekatan cross sectional, serta jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebesar 119 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari kuesioner yang terdiri dari 40 pernyataan mengenai antibiotika, dan uji spearman rank.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden (n=119) terdiri dari: SD sebesar 7,56%, SMP sebesar 15,13%, SMA sebesar 56,30%, dan Perguruan tinggi sebesar 21,01%. Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika: 47,90% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 46,22% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 5,88% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai antibiotika. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.

(18)

xviii ABSTRACT

Antibiotic is one of medicine used by public in self-medication. This study is aimed at evaluation the influencing of educational level to the study participants’ knowledge of antibiotic. This study was done at Mergangsan Subdistric Yogyakarta Municipality Indonesia.

As non-experimental method, this study using descriptive analytic design and cross sectional approach, with 119 participants involved. Participants were recruited using purposive sampling. Data were collected by the list of questionnaires which is consisted 40 questions about antibiotic, and spearman rank test was used to analyze the data.

Results of the study show the educational level of participants (n=119) are Elementary School level 7,56%, Junior High School level 15,13%, Senior High School level 56,30% and University Graduated level 21,01%. Level of knowledge about antibiotic: 47,90% good, 46,22% fair, and 5,88% poor. In conclusion, educational level of participants does not affect the level of participants’ knowledge about antibiotic.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Data yang diperoleh dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengenai distribusi antibiotika di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta periode 01 Januari s/d 30 September 2010 menunjukkan bahwa terdapat enam jenis antibiotika oral yang didistribusikan dalam jumlah lebih dari 5000 cap/tab. Jumlah tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat yang menggunakan antibiotika. Oleh karenanya, dibutuhkan pengetahuan yang memadai mengenai antibiotika untuk mencegah penggunaan antibiotika yang tidak rasional.

(20)

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia melalui suatu upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994:204). Menurut UU No.2 tahun 1989, Bab V Pasal 12: “Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi”.

Sebelumnya telah ada penelitian mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan dan penelitian mengenai penggunaan antibiotika dikalangan PSK di Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan mengenai kontrasepsi memiliki hubungan positif langsung. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pengetahuannya mengenai kontrasepsi. Sedangkan hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB mengenai kontrasepsi merupakan hubungan positif tidak langsung (Prastiwi, 2009). Pengetahuan tentang antibiotika di kalangan PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta dapat dikategorikan cukup tinggi yaitu sebesar 84,1% mengetahui dan sisanya sebesar 15,9% tidak mengetahui (Suhadi dan Sutama, 2005).

(21)

bakteri menjadi resisten dan dapat melanjutkan untuk memperbanyak diri pada kondisi kadar terapi antibiotika (APUA, 2010). Ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotika meliputi kesalahan dalam dosis atau interval pemberian, lama pemberian terlalu lama ataupun terlalu singkat, antibiotika yang digunakan bukan antibiotika yang tepat karena masih tersedia antibiotika lain yang lebih efektif dan lebih murah. Resistensi bakteri terhadap antibiotika berpotensi meningkatkan biaya pengobatan. Keadaan ini menyebabkan jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan antibiotika ringan akhirnya memerlukan jenis antibiotika yang lebih kuat (antibiotika generasi berat) untuk menanganinya yang dapat meningkatkan biaya pengobatan. Jika bakteri ini menyebar ke lingkungan dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional terus terjadi maka suatu saat tidak akan ada antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus bermutasi ini. Hal ini akan menyebabkan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan melonjak (Judarwanto, 2006).

(22)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti :

a. Seperti apakah karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta?

b. Seperti apakah tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta?

c. Seperti apakah pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika serta pengertian umum resistensi antibiotika?

d. Seperti apakah tingkat (tinggi, sedang, rendah) pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta tentang antibiotika?

e. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai antibiotika?

f. Darimana masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta memperoleh informasi mengenai antibiotika?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

(23)

Hendriani Djuang dilakukan di Medan sedangkan penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Michelle Hendriani Djuang adalah hubungan karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, penghasilan rata-rata, jenis kelamin) dengan penggunaan antibiotika yang diperoleh secara bebas. Penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

b. Penelitian oleh Christina Santi Dwi Prastiwi (2009), mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Akseptor KB tentang Kontrasepsi”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Christina Santi Dwi Prastiwi adalah pada hubungan tingkat pendidikan terhadap akseptor KB tentang kontrasepsi. Penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

3. Manfaat penelitian

a. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencari informasi atau memanfaatkan sumber informasi mengenai obat khususnya antibiotika sebagai penunjang kesehatan.

(24)

c. Bagi Dinas Kesehatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan evaluasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehubungan dengan distribusi obat dan pemberian informasi obat.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai antibiotika.

2. Tujuan khusus

Untuk mencapai tujuan umum tersebut, penelitian ini secara khusus ditujukan untuk:

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta.

b. Mengukur tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta.

c. Mengukur pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika serta pengertian umum resistensi antibiotika.

d. Mendapat gambaran tentang tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta tentang antibiotika.

(25)
(26)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia melalui suatu upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994:204). Menurut UU No.2 tahun 1989, Bab V Pasal 12: “Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi”.

Tingkat pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

Menurut UU No.20 tahun 2003 pada Bab VI, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan SD dan SMP atau yang sederajat (pasal 17). Pendidikan menengah terdiri atas SMA dan SMK atau yang sederajat (pasal 18). Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (pasal 19).

(27)

meningkatkan pengetahuan yaitu pendidikan formal, non formal, dan informal (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008). Undang-Undang No.20 tahun 2003, Bab VI pasal 13 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui jalur formal, non formal, dan informal yang penyelenggaraannya dapat saling melengkapi dan saling memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 14). Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (pasal 15).

Penelitian oleh Christina Santi Dwi Prastiwi (2009), mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Akseptor KB tentang Kontrasepsi” menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan tindakan responden.

B. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan dengan hasil (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Pengetahuan didapatkan setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Akan tetapi, sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2002).

(28)

akan memiliki pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang pendidikannya lebih rendah. Semakin banyak fasilitas yang dimiliki memungkinkan seseorang memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan yang dimilikinya pun akan meningkat (Notoatmodjo cit., Widianti, Sriati, Hernawaty, 2007).

Pengalaman dapat memperluas pengetahuan seseorang. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin luas pula cakupan pengetahuan yang dimilikinya. Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo cit., Widianti, Sriati, Hernawaty, 2007). Semakin tua umur seseorang, semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya melalui pengalaman-pengalaman yang diperolehnya (Suparlan, 1995).

Salah satu faktor tingkat harapan hidup wanita lebih baik dibanding pria adalah karena wanita lebih peduli terhadap masalah kesehatan. Pengetahuan wanita mengenai kesehatan juga lebih tinggi daripada pria. Pria cenderung memandang persoalan secara pragmatis dan ingin cepat selesai. Mereka juga tidak mau repot dan kurang sabar. Sebaliknya, wanita lebih suka memperhatikan diri dan kesehatannya. Wanita juga dinilai memiliki lebih banyak waktu luang sehingga kesempatan untuk membaca dan mencari informasi mengenai kesehatan lebih banyak dari kaum pria (Anna dan Chandra, 2011).

Penggolongan tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut:

(29)

2) Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mampu menjawab pertanyaan benar sebanyak (50% - 70%).

3) Tingkat pengetahuan dikatakan rendah jika responden menjawab pertanyaan benar kurang dari 50%.

(Nursalam, 2003) Pengetahuan mengenai antibiotika dikalangan masyarakat masih rendah, dapat dilihat 52,4% masyarakat tidak mengetahui adanya resistensi antibiotika yaitu suatu keadaan dimana antibiotika yang digunakannya tidak berefek lagi (Suhadi dan Sutama, 2005).

C. Antibiotika

Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau melemahkan pertumbuhan bakteri dan beberapa jamur (National Institute of Allergy and Infectious Deseases, 2009). Antibiotika dapat digunakan untuk menyembuhkan infeksi, termasuk penyakit menular yang mengancam kehidupan. Namun, antibiotika dapat menimbulkan kerugian jika digunakan secara tidak benar. Antibiotika hanya digunakan untuk menangani infeksi bakteri, jamur dan beberapa parasit. Antibiotika tidak digunakan untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh virus (American Academy of Family Physicians, 2009).

(30)

penyebab infeksi. Toksisitas selektif mungkin merupakan fungsi reseptor spesifik yang merupakan tempat melekatnya obat (site of action) atau karena adanya hambatan kimia yang bisa terjadi bagi organisme namun tidak pada inang (Brooks dkk., 2005).

Berdasarkan UU obat keras St. No.419 tanggal 22 Desember 1949, antibiotika termasuk dalam daftar obat G (obat-obat berbahaya). Peraturan mengenai distribusi obat tertera dalam Direktorat Jenderal Pelayanan kefarmasian dan Alat Kesehatan yakni: penyerahan bahan-bahan G yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang. Larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan kepada Pedagang Besar yang diakui, Apoteker, Dokter dan Dokter Hewan (pasal 3).

(31)

menteri kesehatan No.347 tanggal 16 Juli 1990 tentang obat wajib apotek, terdapat beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam daftar OWA sehingga dapat diperoleh tanpa resep dokter.

Ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotika seperti kesalahan dalam dosis atau interval pemberian, lama pemberian terlalu lama ataupun terlalu singkat, antibiotika yang digunakan bukan antibiotika yang tepat karena masih tersedia antibiotika lain yang lebih efektif dan lebih murah dapat menyebabkan kerugian berupa resistensi bakteri terhadap antibiotika (Judarwanto, 2006).

Resistensi antibiotika merupakan kejadian dimana antibiotika kekurangan kemampuannya untuk mengontrol atau membunuh pertumbuhan mikrobia. Dengan kata lain, bakteri menjadi resisten dan dapat melanjutkan untuk memperbanyak diri pada kondisi kadar terapi antibiotika (APUA, 2010).

Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antibiotika. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap bertahan hidup. Timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut :

1. Mikroba mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika untuk merusak obat yang aktif.

(32)

4. Mikroba merubah permeabilitasnya terhadap obat dimana permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika.

5. Mikroba melakukan perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba yang menjadi target obat.

(Brooks dkk., 2005) Jika antibiotika digunakan secara berlebih dapat menimbulkan kerugian antara lain resistensi bakteri yang dapat pula berpotensi untuk meningkatkan biaya pengobatan. Keadaan ini menyebabkan jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan antibiotika ringan akhirnya memerlukan jenis antibiotika yang lebih kuat (antibiotika generasi berat) untuk menanganinya. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar, lama kelamaan apabila pemakaian antibiotika yang irasional ini terus berlanjut, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan menyebabkan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan melonjak (Judarwanto, 2006).

D.Landasan Teori

(33)

dimilikinya sehingga mempengaruhi pola perilakunya untuk berlaku lebih baik daripada orang yang pendidikannya lebih rendah.

E. Hipotesis

(34)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental karena peneliti tidak memberikan perlakuan atau intervensi pada responden penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif karena data yang diperoleh kemudian dianalisis dan selanjutnya dideskripsikan dengan metode statistik dan deskripsi kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan Cross Sectional yaitu pengambilan data dilakukan dalam suatu waktu tertentu saja (Umar, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian tim yang dilakukan oleh empat orang peneliti dengan instrumen penelitian, variabel penelitian, metode penelitian, rancangan penelitian dan analisis data yang sama. Perbedaan terletak pada responden penelitian dan lokasi penelitian.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel bebas : Tingkat pendidikan masyarakat

b. Variabel tergantung : Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika c. Variabel pengacau terkendali : informasi yang telah diperoleh masyarakat

melalui pendidikan formal dan non formal (penyuluhan, seminar) mengenai obat antibiotika

(35)

interpersonal (penjelasan dokter, apoteker, sesama masyarakat), media elektronik (audio: radio, visual: internet, audiovisual: televisi) maupun melalui media cetak (surat kabar, brosur, leaflet, majalah)

2. Definisi operasional

a. Tingkat pendidikan yang dimaksud yaitu jenjang pendidikan terakhir dari responden yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

b. Tingkat pengetahuan yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika.

c. Responden dianggap tahu tentang antibiotika jika dapat menjawab dengan benar pernyataan mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika serta pengertian umum resistensi antibiotika yang dinilai dari jawaban responden atas pernyataan yang diajukan melalui kuesioner.

d. Penggolongan tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mampu menjawab pernyataan benar lebih dari 70% dari setiap kriteria pengetahuan.

2) Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mampu menjawab pernyataan benar sebanyak (50% - 70%) dari setiap kriteria pengetahuan. 3) Tingkat pengetahuan dikatakan rendah jika responden menjawab

pernyataan benar kurang dari 50% dari setiap kriteria pengetahuan. e. Kriteria pengetahuan yang dimaksud adalah pengertian umum antibiotika (3

(36)

antibiotika (8 pernyataan), cara penggunaan antibiotika (3 pernyataan), aturan penggunaan antibiotika (4 pernyataan) serta pengertian umum resistensi antibiotika (2 pernyataan).

f. Responden yang akan digunakan adalah masyarakat Kecamatan Mergangsan baik laki-laki atau perempuan dengan tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah masyarakat Kecamatan Mergangsan baik laki-laki atau perempuan dengan kriteria inklusi subyek adalah tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD. Kriteria eksklusi subyek meliputi: masyarakat yang sedang atau telah menempuh pendidikan formal yang berkaitan dengan ilmu kesehatan (dokter, dokter gigi, dokter hewan, apoteker, perawat, ahli gizi, analis kesehatan, bidan) dan masyarakat yang telah memperoleh informasi mengenai antibiotika dari pendidikan non formal (penyuluhan, seminar).

D. Instrumen Penelitian

(37)

untuk mengukur pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika dan sumber perolehan informasi masyarakat mengenai antibiotika.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mergangsan Kotamadya Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Mergangsan terdiri dari tiga kelurahan yaitu kelurahan Brontokusuman yang terdiri dari 83 RT, kelurahan Keparakan terdiri dari 57 RT, dan kelurahan Wirogunan yang terdiri dari 76 RT.

F. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca literatur-literatur atau website yang berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, antibiotika, pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan, pembuatan kuesioner, metodologi penelitian, statistik, dan perhitungan data yang diperlukan.

2. Analisis situasi

a. Penentuan lokasi penelitian

(38)

b. Penentuan besar sampel

Penentuan besar sampel dilakukan secara random dengan metode cluster sampling. Pertama-tama dihitung jumlah RT secara keseluruhan dalam kecamatan tersebut. Dari total jumlah RT, akan diambil sebanyak 10% secara random untuk di cluster. Dari setiap RT yang terpilih akan diambil 10% populasi yang memenuhi kriteria inklusi secara purposive untuk dijadikan sampel uji. Jumlah RT di Kecamatan Mergangsan adalah sebanyak 216 RT sehingga akan diambil 22 RT untuk dijadikan lokasi pengambilan sampel.

(39)

Tabel I. Distribusi Jumlah Responden

No Kelurahan RT Jumlah responden 1

(40)

3. Pembuatan kuesioner

Pembuatan kuesioner dilakukan dengan menyusun pernyataan-pernyataan yang akan digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika dan sumber perolehan informasi responden mengenai antibiotika. Kuesioner ini berisi 40 pernyataan. Pernyataan nomor 1 sampai 25 berisi pernyataan yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika. Pernyataan nomor 26 sampai 40 berisi pernyataan yang digunakan untuk melihat sumber perolehan informasi responden mengenai antibiotika. Pernyataan dalam kuesioner yang menggambarkan pengetahuan responden yang akan diukur diringkas dalam tabel II berikut:

Tabel II. Distribusi Pernyataan dalam Kuesioner yang Menggambarkan Pengetahuan Responden yang Diukur

No Pengetahuan yang Diukur No Pernyataan

1 Pengertian umum antibiotika 1, 2, 13

2 Cara memperoleh antibiotika 3, 4, 20, 23, 25

3 Tempat memperoleh antibiotika 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 4 Cara penggunaan antibiotika 14, 18, 19

5 Aturan penggunaan antibiotika 15, 21, 22, 24 6 Pengertian umum resistensi antibiotika 16, 17

a. Uji pemahaman bahasa

(41)

b. Uji validitas instrumen

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (Content Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui Professional Judgment. Professional yang dimaksud adalah seorang apoteker. Pernyataan yang dibuat dinilai kemampuannya dalam menjawab nilai yang akan diukur namun tidak keluar dari batasan tujuan (Azwar, 2007).

c. Uji reliabilitas instrumen

Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi dari instrumen. Semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin reliabel instrumen tersebut. Koefisien reliabilitas dinyatakan dengan angka dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai r-nya (nilai reliabilitasnya) semakin mendekati 1,00 dan sebaliknya jika nilai r-nya semakin mendekati 0 berarti reliabilitasnya semakin rendah. Para ahli merekomendasikan nilai reliabilitas diatas 0,7 (Umar, 2010).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas terpakai yaitu hasil uji responden sekaligus dipakai untuk uji reliabilitas. Uji reliabilitas terpakai ini digunakan untuk menghemat waktu karena terbatasnya waktu penelitian dan luasnya cakupan wilayah penelitian.

(42)

4. Penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti ke 22 RT yang sudah dipilih secara acak. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden. Kuesioner langsung dikumpulkan segera setelah responden mengisinya sehingga jumlah kuesioner yang disebar sama dengan jumlah kuesioner yang kembali. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan bias akibat responden mengumpulkan informasi dari media informasi yang ada untuk menjawab pernyataan dalam kuesioner yang diberikan karena variabel yang ingin diukur adalah pengetahuan responden mengenai antibiotika sampai saat itu. Setelah mengisi kuesioner, responden diberikan edukasi tentang antibiotika dan beberapa informasi umum mengenai obat. Tujuan edukasi ini adalah agar masyarakat menjadi tahu tentang antibiotika dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi sehingga dapat menjadi pasien cerdas.

5.Analisis data

Data kuantitatif dianalisis menggunakan statistik deskriptif yang dilanjutkan dengan analisis korelasi. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Data coding

(43)

sampai 40, setiap jawaban “Ya” diberi skor 1(satu) dan jawaban “Tidak” diberi skor 0 (nol).

b. Uji normalitas

Uji ini dilakukan dengan memasukkan data skor total jawaban responden mengenai pengetahuan tentang antibiotika dan tingkat pendidikan terakhir responden. Apabila nilai signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal (data parametrik) dan dapat dianalisis dengan Pearson product moment. Apabila nilai p<0,05 maka distribusi data tidak normal dan dapat dianalisis dengan Spearman rank (Patria, 2010).

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki nilai p>0,05 sehingga distribusi datanya dikatakan normal sedangkan sebaran data pada variabel tingkat pendidikan memiliki nilai p<0,05 sehingga distribusi datanya dikatakan tidak normal. Adanya variabel yang sebaran datanya tidak normal ini menjadi dasar untuk menganalisis data dengan korelasi Spearman rank (Patria, 2010). Data hasil uji normalitas dirangkum pada tabel III berikut:

Tabel III. Uji Normalitas Data pada Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta

Variabel Z Sig. (P) Keterangan

Tingkat pengetahuan 0,866 0,441 Normal Tingkat pendidikan 3,419 0,000 Tidak normal

c. Spearman rank

(44)

G. Keterbatasan Penelitian

(45)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisktik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek, antara lain: usia dan jenis kelamin. Rangkuman hasil ditunjukkan dalam gambar 1-2 sebagai berikut:

1. Usia responden

Ringkasan hasil pengelompokan usia responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 1. Perbandingan Kelompok Usia Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rentang usia terbanyak yang mengikuti penelitian ini adalah 35-49 tahun (44,54%) karena paling banyak berada di lokasi pada jam penelitian dilaksanakan yaitu sekitar jam 2-6 sore. Rentang usia 50-64 tahun memiliki partisipasi paling sedikit (11,76%). karena responden pada usia ini umumnya menolak diajak bekerjasama untuk membantu mengisi kuesioner.

20-34 th 43.70%

35-49 th 44.54%

(46)

Semakin tua umur seseorang akan meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya karena banyaknya pengalaman yang diperoleh (Suparlan, 1995). Secara keseluruhan, responden yang berusia ≥ 35 tahun lebih banyak terlibat (56,30%) pada penelitian ini karena lebih banyak berada di lokasi pada saat penelitian dilaksanakan dan bersedia membantu pengisian kuesioner. Oleh karenanya, diharapkan hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika yang tinggi karena sebagian besar responden dianggap telah memiliki banyak pengalaman.

2. Jenis kelamin responden

Dari 119 responden sebesar 47,90% merupakan responden laki-laki dan 52,10% responden perempuan. Hasil tersebut disajikan dalam gambar berikut:

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden perempuan yang terlibat lebih banyak disebabkan karena pada waktu pengambilan data yaitu sore hari, responden perempuan lebih banyak yang memiliki waktu luang dan berada di tempat sehingga dapat di ajak ikut berpartisipasi. Responden laki-laki lebih sedikit ikut berpartisipasi

52.10% 47.90%

(47)

karena banyak yang tidak berada di tempat ataupun menolak untuk diajak berpartisipasi dengan alasan sibuk.

Wanita lebih peduli terhadap kesehatan dibanding kaum pria sehingga pengetahuan yang dimilikinya mengenai kesehatan pun lebih banyak dibanding pria (Anna, Chandra, 2011). Responden wanita pada penelitian ini lebih banyak daripada responden pria sehingga diharapkan hasil menunjukkan pengetahuan responden mengenai antibiotika tinggi.

B. Tingkat Pendidikan Responden

Dari 119 responden yang terlibat dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA (56,30%) sedangkan yang terendah adalah SD (7,56%).

Gambar 3. Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden

Melihat jumlah ini diharapkan responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta banyak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai antibiotika.

7.56%

15.13%

56.30% 21.01%

(48)

C. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

1. Pengetahuan responden mengenai pengertian umum antibiotika

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden belum tahu bahwa antibiotika hanya digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri. Responden yang tidak tahu menjawab antibiotika adalah obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri dan virus atau pun virus saja.

Gambar 4. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

Dari hasil penggolongan pengetahuan responden mengenai pengertian umum antibiotika, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai antibiotika (54,62%).

Gambar 5. Perbandingan Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Umum Antibiotika

0.00% 50.00% 100.00%

(49)

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden di Kecamatan Mergangsan mengenai pengertian umum antibiotika dapat dikatakan masih rendah karena sebagian besar responden belum tahu mengenai pengertian umum antibiotika.

2. Pengetahuan responden mengenai cara memperoleh antibiotika

Pengetahuan responden mengenai cara memperoleh antibiotika dinilai dari pernyataan mengenai cara memperoleh antibiotika oral dan topikal yang seharusnya. Ringkasan hasilnya tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 6. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Memperoleh Antibiotika

Cara memperoleh antibiotika :

a = Antibiotika oral hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. b = Antibiotika topikal dapat diperoleh tanpa resep dokter.

c = Amoksisilin tidak bisa diperoleh di Apotek tanpa resep dokter. d = Neomisin salep bisa diperoleh di Apotek tanpa resep dokter. e = Tetrasiklin Salep, Kloramfenikol salep, Gentamisin Salep, dan

Eritromisin salep bisa diperoleh di Apotek tanpa resep dokter

Pada kenyataannya, semua antibiotika oral tergolong dalam obat keras sehingga hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (American Academy of Family Physicians, 2009). Dalam penggolongan OWA (Obat Wajib Apotek), terdapat beberapa jenis antibiotika topikal yang tergolong

(50)

dalam obat wajib apotek. Antibiotika yang tergolong dalam OWA ini dapat diperoleh dari apotek tanpa resep dokter sedangkan obat topikal lain yang tidak tergolong OWA hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lebih dari 50% responden tahu mengenai cara memperoleh antibiotika yang benar kecuali pada pernyataan “amoksisilin tidak bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter”. Pada pernyataan tersebut, hanya sebesar 26,89% responden yang tahu bahwa amoksisilin seharusnya tidak bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter. Neomisin salep, Tetrasiklin Salep, Kloramfenikol salep, Gentamisin Salep, dan Eritromisin salep merupakan antibiotika topikal yang tergolong dalam OWA sehingga bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter.

Dari jawaban responden diketahui bahwa masih banyak responden yang belum tahu mengenai cara memperoleh antibiotika yang benar. Hasil penggolongan tingkat pengetahuannya tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 7. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Memperoleh Antibiotika

37,81%

39,50% 22,69%

(51)

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden Kecamatan Mergangsan tidak tahu mengenai cara memperoleh antibiotika yang benar.

3. Tempat Memperoleh antibiotika responden

Sebagian besar responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta memperoleh antibiotika dari rumah sakit (99,16%) dan apotek (98,32%). Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa antibiotika hanya dapat diperoleh dari rumah sakit dan apotek. Sebagian kecil responden menjawab memperoleh antibiotika dari sumber yang tidak rasional seperti mantri, toko obat, sisa obat anggota keluarga yang lain, pengecer obat, dan warung. Hasil tersebut diringkas dalam gambar berikut:

Gambar 8. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Tempat Memperoleh Antibiotika

Tempat memperoleh antibiotika:

a= antibiotika tidak bisa diperoleh dari sisa obat anggota keluarga yang lain b= antibiotika bisa diperoleh dari apotek

c= antibiotika bisa diperoleh dari rumah sakit d= antibiotika tidak bisa diperoleh dari toko obat e= antibiotika tidak bisa diperoleh dari warung f= antibiotika tidak bisa diperoleh dari pengecer obat g= antibiotika tidak bisa diperoleh dari bidan

(52)

Data tersebut digunakan untuk menggolongkan pengetahuan responden ke dalam golongan tinggi, sedang, dan rendah. Hasil penggolongan menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai tempat memperoleh antibiotika yang seharusnya (gambar 9).

Gambar 9. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Tempat Memperoleh Antibiotika

Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden Kecamatan Mergangsan Yogyakarta memperoleh antibiotika dari sumber yang tepat yaitu rumah sakit dan apotek namun, pengetahuan responden secara umum mengenai tempat memperoleh antibiotika yang benar masih kurang karena masih ada yang memperoleh antibiotika dari tempat yang tidak seharusnya bahkan tidak wajar seperti dari sisa obat anggota keluarga yang lain.

4. Pengetahuan responden mengenai cara penggunaan antibiotika

Penggunaan antibiotika yang benar adalah harus diminum sampai habis (American Academy of Family Physicians, 2009). Sebesar 44,54% responden tahu mengenai penggunaan antibiotika yang benar namun masih ada (55,46%) yang tidak tahu dan menjawab bahwa antibiotika digunakan hanya sampai gejala penyakit hilang (gambar 10).

(53)

Gambar 10. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Cara penggunaan antibiotika :

a = Antibiotika harus diminum sampai habis.

b = Penggunaan antibiotika tidak dihentikan bila gejala penyakit hilang. c = Penggunaan antibiotika dihentikan bila obatnya sudah habis.

Dari hasil penggolongan tingkat pengetahuan responden mengenai cara penggunaan antibiotika diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai cara memperoleh antibiotika (44,54%).

Gambar 11. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penggunaan Antibiotika

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar (55,46%) responden tidak tahu mengenai cara penggunaan antibiotika yang benar karena

(54)

beranggapan bahwa antibiotika digunakan hanya sampai gejala penyakit hilang.

5. Pengetahuan responden mengenai aturan penggunaan antibiotika

Secara umum, lebih dari 50% responden tahu mengenai aturan penggunaan antibiotika yang dilihat dari jawaban pernyataan responden terhadap bagian yang dinilai. Ringkasan pernyataan responden mengenai aturan penggunaan antibiotika tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 12. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Aturan penggunaan Antibiotika

Aturan penggunaan antibiotika : a = Antibiotika diminum 3-4 x sehari b = Amoksisilin diminum 3-4x sehari

c = Amoksisilin diminum minimal selama 3 hari d = Neomisin salep digunakan 3-4x sehari

Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai aturan penggunaan antibiotika (47,90%).

(55)

Gambar 13. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Aturan Penggunaan Antibiotika

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai aturan penggunaan antibiotika masih tergolong rendah.

6. Pengetahuan responden mengenai resistensi antibiotika

Sebagian besar responden tahu mengenai resistensi antibiotika. Sebesar 70,59% responden tahu akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional yaitu berupa kejadian resistensi antibiotika dan 87,39% responden tahu pengertian resistensi antibiotika (gambar 14).

Gambar 14. Jumlah Responden yang Tahu Mengenai Resistensi Antibiotika

Pengertian umum resistensi antibiotika:

a = Akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional berupa kejadian resistensi antibiotika

b = Pengertian resistensi antibiotika

(56)

Dari hasil penggolongan tingkat pengetahuan responden, mengenai resistensi antibiotika diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai resistensi antibiotika (gambar 15).

Gambar 15. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Resistensi Antibiotika

Responden yang memiliki pengetahuan yang sedang dan rendah kurang memahami bahwa penggunaan antibiotika secara tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya resistensi antibiotika. Mereka juga tidak tahu bahwa resistensi antibiotika adalah kekebalan bakteri terhadap antibiotika. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai resistensi antibiotika cukup tinggi yaitu sebesar 67,23%.

D. Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika Secara Umum

Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mampu menjawab benar lebih dari 70% pernyataan. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mampu menjawab 50%-70% pernyataan benar dan dikatakan rendah jika hanya mampu menjawab kurang dari 50% pernyataan benar (Nursalam, 2003). Ringkasan hasil rata-rata pengetahuan responden mengenai pengertian

(57)

umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, dan pengetahuan mengenai resistensi antibiotika tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 16. Jumlah Rata-Rata Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Antibiotika Secara Umum

Pengetahuan mengenai antibiotika: a= Pengertian umum antibiotika b= Cara memperoleh antibiotika c= Tempat memperoleh antibiotika d= Cara penggunaan antibiotika e= Aturan penggunaan antibiotika

f=Pengertian umum resistensi antibiotika

(58)

Gambar 17. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika Secara Umum

Berdasarkan penggolongan tingkat pengetahuan diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai antibiotika (47,90%). Sebesar 46,22% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai antibiotika dan 5,88% memiliki pengetahuan yang rendah mengenai antibiotika.

E. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

Untuk melihat apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika dilakukan uji korelasi Spearman rank antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika. Hasil korelasi menunjukkan nilai korelasinya sebesar 0,225 namun tidak signifikan (p=0,14) sehingga dapat diabaikan. Oleh karenanya, dapat dikatakan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

47,90%

46,22%

5,88%

(59)

F. Sumber Informasi Antibiotika yang Diperoleh Responden

1. Sumber informasi interpersonal

Informasi mengenai antibiotika paling banyak diperoleh responden dari dokter (92,44%), apoteker (68,07%), perawat/bidan (66,39%) dan kader kesehatan (63,03%) sedangkan sumber informasi yang paling sedikit diperoleh dari tokoh masyarakat (19,33%). Ringkasan hasilnya terlihat dari histogram berikut:

Gambar 18. Distribusi Sumber Informasi Interpersonal Responden

Apoteker sebagai seorang ahli seharusnya dapat memaksimalkan perannya sehingga diharapkan perolehan informasi terbanyak diperoleh dari apoteker. Informasi yang diberikan oleh seorang apoteker diharapkan akan lebih lengkap dan tepat.

(60)

2. Sumber informasi media cetak

Perolehan informasi mengenai antibiotika dari media cetak di kelompokkan menjadi empat sumber utama yaitu dari koran/surat kabar, brosur kesehatan, leaflet kesehatan, dan majalah kesehatan. Ringkasan hasilnya dapat tersaji dalam histogram berikut:

Gambar 19. Distribusi Sumber Informasi Media Cetak Responden

Dari data tersebut (gambar 19) diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memperoleh informasi dari brosur kesehatan (57,98%) dan leaflet kesehatan (47,90%).

3. Sumber informasi media elektronik

Perolehan informasi antibiotika dari media elektronik dikelompokkan menjadi tiga sumber informasi utama yaitu radio, internet dan media televisi. Ringkasan hasilnya tersaji dalam histogram berikut:

(61)

Gambar 20. Distribusi Sumber Informasi Media Elektronik Responden

Dari data tersebut (gambar 20) diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memperoleh informasi dari internet (42,02%) dan televisi (42,02%). Perolehan informasi mengenai antibiotika dari radio paling sedikit diperoleh masyarakat (25,21%).

(62)

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik demografi masyarakat Kecamatan Mergangsan adalah berusia 20-60 tahun dengan persentase tertinggi berusia 35-49 tahun (44,54%) dan persentase terendah berusia 50-64 tahun (11,76%) dengan jenis kelamin perempuan (52,10%) dan laki-laki (47,90%).

2. Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta adalah SMA sebesar 56,30%, Perguruan Tinggi sebesar 21,01%, SMP sebesar 15,13% dan SD sebesar 7,56%.

3. Masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta paling banyak mengetahui tentang resistensi antibiotika (78,99%) dan paling sedikit mengetahui tentang cara memperoleh antibiotika (63,19%).

4. Jumlah masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai antibiotika adalah sebesar (47,90%), sedang (46,22%), dan rendah (5,88%).

5. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Mergangsan Yogyakarta mengenai antibiotika.

(63)

B. Saran

1. Meningkatkan peran apoteker dalam hal pemberian informasi tentang obat khususnya antibiotika bagi masyarakat.

2. Memanfaatkan media televisi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi mengenai antibiotika kepada masyarakat karena televisi merupakan media yang sering digunakan masyarakat.

(64)

46

DAFTAR PUSTAKA

AAFP, 2009, Controlling Antibiotic Resistance: Will We Someday See Limited Prescribing Autonomy?, American Academy of Family Physicians, http://www.aafp.org/afp/2001/0315/p1034.html, diakses tanggal 13 November 2010.

Anna, L.K., Chandra, A., 2011, Kaum Lelaki Kurang Peduli Kesehatan, http://health.kompas.com/read/2011/02/17/15371631/www.kompas.com, diakses tanggal 31 Oktober 2011.

APUA, 2010, What is Antibiotic Resistance and Why is it a problem?, Alliance for The

Prudent Use of Antibiotic,

http://www.tufts.edu/med/apua/about_issue/antibiotic_res.shtml, diakses tanggal 16 November 2010.

Azwar, S., 2007, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke-3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 45.

Broewer, 1993, Pola Pikir Pendidikan, Dinas Pendidikan, Yogyakarta, hal. 7-10.

Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), edisi pertama, diterjemahkan dan diedit oleh Mudihardi, H.E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal. 228-229.

Damanik, 2009, Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Wanita Usia 20-40 tahun di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tentang Sadari Sebagai Salah Satu Cara Untuk Mendeteksi Dini Kanker Payudara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, hal. 41.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 204.

(65)

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan alat kesehatan.

Djuang, M. H., 2009, Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotik yang Diperoleh Secara Bebas di Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 23.

Glantz, S. A., 2005, Primer of Biostatistics, 6th ed., The Mc Graw-Hill Companies, USA, pp 296

Harkness, R., 1989, Interaksi Obat, diterjemahkan oleh Agoes, G., Widianto, M.B., Penerbit ITB, Bandung, hal. 17-18.

Judarwanto, W., 2006, Penggunaan Antibiotika Irasional Pada Anak, ISSN : 2085-871X | Edisi Vol.8/XVIII/November 2006 – KESEHATAN, inovasi online, ppi jepang, diakses tanggal 22 november 2010.

Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek.

Kuncoro, M., 2009, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi (Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?), Edisi 3, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 188.

National Institute of Allergy and Infectious Deseases, 2009, Antimicrobial (Drug)Resistance,

http://www.niaid.nih.gov/topics/antimicrobialResistance/Understanding/P ages/definitions.aspx, diakses tanggal 24 september 2010.

Notoatmodjo, S., 2002, metodologi penelitian kesehatan, 2nd ed. Jakarta: Rineka cipta.

Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Patria, B., 2010, Uji Normalitas,

(66)

Prastiwi, 2009, Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hal. 31-32.

Suhadi R., dan Sutama I.M.A., 2005,Studi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Di Kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Lokasi Pasar Kembang Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suparlan, P., 1995, Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia, Ed. 1, , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 214.

Tirtarahardja, U., dan La Sulo, S.L., 2008, Pengantar Pendidikan, Edisi Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 76-77.

Umar, H., 2010, Desain Penelitian Manajemen Strategik (Cara Mudah Meneliti Masalah-Masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis, dan Praktik Bisnis), Seri Desain Penelitian Bisnis-No.3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 8, 68.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2, 1989, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.dikti.go.id/Archive2007/uu_no2_1989.htm, diakses tanggal 23 November 2010.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS 2003).

Undang-Undang Obat Keras St. No.149, tanggal 22 desember 1949, Undang-Undang Obat keras.

(67)

49

(68)
(69)
(70)

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN

MERGANGSAN KOTAMADYA YOGYAKARTA

Data Responden

Nama Responden : _______________________ Rukun Tetangga (RT) : _______________________ Rukun Warga (RW) : _______________________ Kelurahan : _______________________

I. Tingkat Pendidikan Terakhir Responden a) SD

b) SMP c) SMA d) PT

II. Umur Responden : _____ tahun

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini terdapat 43 buah pernyataan, bacalah dan pahami setiap pernyataan tersebut dengan seksama. Berilah tanda centang atau check list (√) pada pilihan jawaban anda.

Contoh :

Ketika anda keliru dalam member tanda centang (√) maka anda dapat mengganti jawaban anda dengan member tanda (√).

Contoh koreksi :

PERNYATAAN Respon

Ya Tidak

Saya mampu membuat orang lain termotivasi √

PERNYATAAN Respon

Ya Tidak

(71)

III.Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika

PERNYATAAN Respon Ya Tidak

1. Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

2. Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus.

3. Antibiotika oral (antibiotika yang diminum) hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.

4. Antibiotika topikal (antibiotika luar/salep) dapat diperoleh tanpa resep dokter.

5. Antibiotika dapat diperoleh dari sisa obat anggota keluarga yang lain. 6. Antibiotika bisa diperoleh dari Apotek.

7. Antibiotika bisa diperoleh dari Rumah sakit. 8. Antibiotika bisa diperoleh dari Toko obat. 9. Antibiotika bisa diperoleh dari Warung. 10.Antibiotika bisa diperoleh dari Pengecer obat. 11.Antibiotika bisa diperoleh dari Bidan.

12.Antibiotika bisa diperoleh dari Mantri.

13.Antibiotika digunakan untuk mengobati luka bernanah.

14.Cara penggunaan antibiotika yang benar adalah antibiotika harus diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter.

15.Aturan penggunaan antibiotika yang benar adalah diminum tiga sampai empat kali sehari.

16.Penggunaan antibiotika secara tidak teratur dapat menimbulkan resistensi bakteri.

17.Resistensi bakteri adalah kekebalan bakteri terhadap antibiotika. 18.Penggunaan antibiotika dihentikan bila gejala penyakit sudah hilang. 19.Penggunaan antibiotika dihentikan bila obatnya sudah habis.

20.Amoksisilin bisa diperoleh di Apotek tanpa resep dokter. 21.Amoksisilin digunakan/diminum 3-4 x sehari.

22.Amoksisilin digunakan/diminum minimal selama 3 hari. 23.Neomisin salep bisa diperoleh di Apotek tanpa resep dokter. 24.Neomisin salep digunakan/dioleskan 3-4 x sehari.

25.Antibiotika selain Neomisin salep yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah Tetrasiklin salep, Kloramfenikol salep, Gentamisin salep, dan Eritromisin salep.

26.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari dokter. 27.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari apoteker. 28.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari perawat/bidan. 29.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari mahasiswa

kesehatan (kedokteran, farmasi atau keperawatan).

(72)

masyarakat.

31.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari kader kesehatan.

32.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari mantri.

33.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari sesama masyarakat baik secara formal maupun tidak.

34.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari surat kabar (koran).

35.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari brosur tentang obat atau kesehatan.

36.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari brosur/leaflet tentang obat-obatan atau kesehatan.

37.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari majalah kesehatan.

38.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari radio.

39.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari media internet. 40.Saya memperoleh informasi mengenai antibiotika dari televisi.

(73)
(74)
(75)

Lampiran 6. Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Antibiotika

No. Jawaban benar

Jawaban salah

No. Jawaban benar

Jawaban salah

1 111 8 14 106 13

2 37 82 15 83 36

3 87 32 16 84 35

4 84 35 17 104 15

5 85 34 18 67 52

6 117 2 19 81 38

7 118 1 20 32 87

8 45 74 21 84 35

9 100 19 22 92 27

10 98 21 23 83 36

11 22 97 24 97 22

12 45 74 25 90 29

(76)

Lampiran 7. Jawaban Responden Mengenai Perolehan Informasi Mengenai Antibiotika

Sumber Informasi Jawaban

“Ya”

Mahasiswa kesehatan (kedokteran, farmasi atau keperawatan) 60 59

Tokoh masyarakat 23 96

Kader kesehatan 75 44

Mantri 40 79

Sesama masyarakat 64 55

Surat kabar (koran) 44 75

Brosur tentang obat atau kesehatan 69 50

Brosur/leaflet tentang obat-obatan atau kesehatan 57 62

Majalah kesehatan 53 66

Radio 30 89

Internet 50 69

Televisi 50 69

Lampiran 8. Nilai Uji Korelasi Pendidikan dan Pengetahuan

Correlations

pendidikan pengetahuan Spearman's rho pendidikan Correlation

Coefficient 1.000 .225

*

(77)

Lampiran 9. Nilai Uji Reabilitas a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .759 40

Lampiran 10. Nilai Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

pengetahuan pendidikan

N 119 119

Normal Parametersa Mean 17.1261 2.9160

Std. Deviation 3.07410 .82933 Most Extreme

Differences

Absolute .079 .313

Positive .079 .250

Negative -.079 -.313

Kolmogorov-Smirnov Z .866 3.419

Asymp. Sig. (2-tailed) .441 .000

(78)

Lampiran 11. Antibiotika yang Masuk Daftar OWA (Obat Wajib Apotek)

No. Kelas terapi Nama obat Indikasi Jumlah tiap jenis obat per pasien

Kloramfenicol Infeksi bakteri pada kulit (lokal)

Maksimal 1 tube Framisetine SO4 Infeksi bakteri

pada kulit (lokal)

Maksimal 2 lembar Neomisin SO4 Infeksi bakteri

pada kulit (lokal)

Maksimal 1 tube Gentamisin SO4 Infeksi bakteri

pada kulit (lokal)

(79)

61

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Tabel I. Distribusi Jumlah Responden ………………………………………………
Gambar 13. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden MengenaiAturan Penggunaan
Tabel I. Distribusi Jumlah Responden
Tabel II. Distribusi Pernyataan dalam Kuesioner yang Menggambarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan ini terjadi karena tidak tercapainya perkiraan tambahan luas panen kedelai sebanyak 90 Ha (-7,89 persen). Sementara itu, secara nasional produksi kedelai

Sehingga mayoritas tingkat pengetahuan masyarakat adalah cukup, dilihat dari data diatas bahwa ada pengaruh anatara tingkat pendidikan sehingga pengetahuan masyarakat

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dengan responden adalah petani kakao. Untuk mengetahui gambaran fungsi produksi pada usahatani

Tingkat Pendidikan yang berbeda berpengaruh terhadap pengetahuan tentang menopause pada wanita, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar

Halaman 7 dari 9 Kota Pasuruan, para Pemohon mengalami hambatan dalam mengurus akta kelahiran anak tersebut sebagai anak dari para Pemohon, sehingga para

Koordinasi dalam bidang pemerintahan hakikatnya merupakan upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah guna mencapai keselarasan dan keterpaduan baik perencanaan

Wheelbarrow adalah salah satu alat angkut material yaitu gerobak sorong, wheelbarrow pada awalnya merupakan alat angkut yang sangat berguna bagi masyarakat yang

analisis banjir yang diolah oleh IFAS menggunakan data hujan satelit GSMaP_NRT dengan panjang data dalam dua kondisi pada tahap tanpa kalibrasi. Simulasi Awal