• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajjukan untu uk Memenu uhi Salah Sa atu Syarat Memperolleh Gelar S Sarjana Psikologi Prog gram Studii Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajjukan untu uk Memenu uhi Salah Sa atu Syarat Memperolleh Gelar S Sarjana Psikologi Prog gram Studii Psikologi"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

HUBU

UNGAN A

ANTARA

A SIKAP

ASERT

AGRESI

TIF

F DENGA

AN SIKA

AP

Skripsi

Diajjukan untuuk Memenuuhi Salah Saatu Syarat Memperolleh Gelar SSarjana Psikologi

Proggram Studii Psikologi

P

PROGRAM

Disusun ooleh : T

Tri Wahyu AAprinta N

NIM : 0391114007

M STUDI PPSIKOLOGGI JURUSAAN PSIKOOLOGI

FAKULTAS PSSIKOLOGII

UNIVERSSITAS SANNATA DHAARMA Y

YOGYAKAARTA

(2)

HUBU

UNGAN A

ANTARA

A SIKAP

ASERT

AGRESI

TIF

F DENGA

AN SIKA

AP

Skripsi

Diajjukan untuuk Memenuuhi Salah Saatu Syarat Memperolleh Gelar SSarjana Psikologi

Proggram Studii Psikologi

P

PROGRAM

Disusun ooleh : T

Tri Wahyu AAprinta N

NIM : 0391114007

M STUDI PPSIKOLOGGI JURUSAAN PSIKOOLOGI

FAKULTAS PSSIKOLOGII

UNIVERSSITAS SANNATA DHAARMA Y

YOGYAKAARTA

20111

(3)
(4)
(5)

Karya ini kupersembahkan kepada :

Bapak dan Mamak tersayang,

Ababg-abang & Adik-adikku yang sangat kusayangi (Ruly, Aan, Kris Nova,

& Yolly),

Dan semua keluarga besar P. Bangun.

(6)

v

“Tuhan tak menuntut kita untuk sukses; Dia

hanya meminta kita untuk mencoba

(7)
(8)

HUBUNGAN ANTARA SIKAP AGRESIF DAN SIKAP ASERTIF

Tri Wahyu Aprinta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan korelasi antara variabel sikap agresif dengan sikapa asertif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 100. mahasiswa Universitas Sanata Dharma angkatan 2009 dan 2010. Data yang diperoleh dari skala agresif dan skala asertif yang disusun oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara variabel sikap agresif dengan sikap asertif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi sebesar -0,411.

Kata kunci: sikap asertif, sikap agresif

(9)

viii

CORRELATION BETWEEN

AGGRESSIVE ATTITUDE WITH ASSERTIVE ATTITUDE Tri Wahyu Aprinta

ABSTRACT

This research was aimed to prove correlation between aggressive attitude with assertive attitude. This research was cuantitative research. Subjects in this research was 100 University Of Sanata Dharma college students class of 2009 and 2010. Data obtained from aggressive and assertive attitude scales which composed by researcher. The result showed that there was negative correlation between aggressive attitude and assertive attitude. This was showed by the correlation value of -0,411.

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kasih setia Tuhan Yang Maha Esa yang

selalu memberikan berkat dan pengampunan-Nya sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini. Demikian pula dengan dukungan material maupun

spritual dari orang lain yang menjadikan skripsi ini ada, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapa Yang Bertahta di Kerajaan Surga, terima kasih atas kesempatan yang

telah diberikan kepada saya untuk merasakan hidup...

2. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si selaku dosen pembimbing saya, yang tetap

memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi anak bimbingan

dalam waktu penyelesaian skripsi yang lama. Maaf jika saya sering

membuat bapak kesal dan jengkel.

4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.

Terima kasih Pak buat pena semangatnya.

5. Mas Gandung, Mbak Naniek, Mas Muji, Mas Doni, dan Pak Gi yang telah

banyak membantu di sekretariat Psikologi, lab, dan Ruang Baca.

6. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada

saya selama 7 tahun ini.

7. Bapak dan Mamak, Bang Ruly, Bang Aan, Kris Nova Anugrah dan

Yoliana terima kasih untuk dukungan material dan spiritualnya, sehingga

(12)

saya bisa melewati tingkatan hidup ini. Juga pengertiannya atas

penyelesaian Study yang begitu lama

8. Ronald, Cuki, Taman dan Junius. Teman angkatan 2003 yang pernah dan

akan selalu berkibar bersama dimanapun kita berada.

9. Vivin, Clare, Wulan, dan Vivi. Trimakasih sudah membantui skoring

skala, dan juga atas pinjaman buku-bukunya.

10.Martin. Makasih atas bantuan ngetik dan menemani begadang yang penuh

penderitaan.

11.Dodo, Fajar, Dwi, Nadi, Yunus, Agus dan teman penghuni kos tercinta.

Trimakasih atas tingkah aneh kalian yang selalu menghibur, mari

budayakan bahasa ngapak.

12.Ria Mariana. Terimakasih atas cemilan tengah malamnya, yang telah

menyelamatkan perut Viky dan saya selama menyembah dewa komputer.

13.Viky Pangaribuan. Makasih atas bantuan menyebarkan skalanya, juga atas

ketikan dan waktu begadang yang penuh siksaannya. Makasih juga atas

semboyan “Sakit Itu Baik”nya.

14.Dherma Pangaribuan. Makasih atas bantuannya menyebar skala ya Dek!.

15.Kadek, Vigor, Conrad, Bayu, Bethet, Eki, Doni, Nug, Inung, Wiwid,

Nana, Wiwet, Ria, Yudhi, Rani,dan semua teman-teman angkatan 2003.

Terima kasih buat semuanya yang pernah kita lakukan bersama.

16.Semua teman-teman psikologi dari semua angkatan. Terima kasih buat

pertemanan, dinamika, dan bantuannya selama kita berada di Fakultas

Psikologi.

17.Untuk semua teman-teman PB.Skripsi. makasih atas waktunya bermain

badminton. Jangan jump smesh terus. Ayo skripsi

(13)

18.Untuk semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Terima kasih buat semuanya. Kalian memberi warna dalam hidupku

selama 7 tahun terakhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu penulis sangat mengharapkan masukan baik saran maupun kritik yang sifatnya

membangun dari berbagai pihak untuk karya ini. Penulis berharap semoga karya

ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Yogyakarta, 21 Januari 2011

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ... 6

A. Sikap ... 6

B. Agresif ... 7

(15)

1. Pengertian Agresif ... 7

2. Faktor Yang Memepengaruhi Agresif ... 8

3. Jenis-jenis Agresi...15

4. Sikap Agresif ... 20

C. Asertif ... 21

1.Pengertian Asertivitas ... 21

2. Ciri-ciri Perilaku Asertif ... 24

3. Aspek-aspek Asertivitas ... 26

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ... 29

5. Tujuan Dan Manfaat Asertivitas ... 31

6. Sikap Agresif ... 34

D. Hubungan Sikap Agresifitas Dan Sikap Asertifitas ... 35

E. Hipotesis ... 36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Identifikasi Variabel ... 37

C. Definisi Operasional Variabel ... 37

1. Sikap Asertif ... 37

2. Sikap Agresif ... 38

D. Subjek Penelitian ... 38

E. Metode Pengumpulan Data ... 39

1. Skala Sikap Asertif ... 37

2. Skala Sikap Agresif ... 43

(16)

F. Reliabilitas Dan Validitas Alat Ukur ... 45

1. Validitas ... 45

2. Reliabilitas ... 46

G. Metode Analisis Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 48

1. Skala Agresif ... 48

a. Koefisien Korelasi Item Total Alat Ukur ... 48

b. Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 49

2.Skala Sikap Asertif ... 49

a. Koefisien Korelasi Item Total Alat Ukur ... 49

b. Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 50

B. Persiapan Penelitian ... 50

C. Pelaksanaan Penelitian ... 51

D. Hasil Penelitian ... 51

1. Deskripsi Subjek ... 51

2. Prosedur Penelitian ... 52

3. Deskripsi Data Penelitian ... 52

4. Uji Asumsi ... 53

a. Uji Normalitas ... 53

b. Uji Linieritas ... 54

5. Uji Hipotesis ... 55

E. Pembahasan ... 56

(17)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Blue-print Skala Sikap Asertif

Sebelum Uji Coba ... 42

Tabel 2. Tabel Blue-print Skala Sikap Agresi Sebelum Uji Coba ... 44

Tabel 3. Tabel Blue-print Skala Sikap Agresif Setelah Uji Coba ... 48

Tabel 4. Tabel Blue-print Skala Sikap Asertif Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 5. Deskripsi Data Penelitian ... 52

Tabel 6. Uji Normalitas ... 53

Tabel 7. Uji L:inieritas ... 54

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

John Dewey menyatakan bahwa manusia merupakan mahluk sosial

yang tak dapat lepas dari manusia lainnya. Seorang manusia hanya dapat

dikatakan sebagai suatu pribadi hanya ketika dia bertindak sebagai wakil

dari suatu kelompok atau masyarakat (Gallgher, 1994). Hal ini

menegaskan bahwa setiap manusia membutuhkan manusia lain untuk

meneguhkan keberadaannya sebagai manusia. Dalam mengembangkan

dirinya menuju manusia yang sehat, manusia bergantung pada

kemampuannya untuk membangun hubungan yang intim dengan manusia

lainnya (Sullivan, dalam Santrock, 2002). Pentingnya menjalin hubungan

manusia satu dengan manusia lainnya menyebabkan setiap manusia selalu

berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menjalin relasi sosial.

Dalam usaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain,

seringkali individu mengalami benturan-benturan kepentingan dengan

orang lain yang dapat menyebabkan timbulnya ketidak nyamanan atau

tekanan kejiwaan. Dan secara alamiah manusia cenderung melawan segala

perubahan yang terjadi terhadap dirinya atau berusaha mencoba

menjadikan lingkungannya sesuai dengan keinginannya (Boeree, 2006).

(20)

Bila manusia mempertahankan sikap untuk menjadikan

lingkungannya atau orang lain sesuai dengan keinginannya dengan keras

atau kaku, maka orang tersebut akan menjadi agresif, dan ini akan

memunculkan sikap bermusuhan terutama bila keinginannya tidak

tercapai, berikut contoh agresi manusia pada sesamanya; Dua anggota

DPRD Banyumas Selasa (2/3) berkelahi saat rapat Panitia Khusus

membahas pasar modern, Samsudin terkena tonjok di bagian rahang.

Hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit DKT (Dinas Keseatan

Tentara) Purwokerto. Wajah bagian kiri masih bengkak dan membiru,

Perkelahian kecil antara seorang pengendara sepeda motor dan supir taksi

sempat terjadi di ruas jalan Gatot Subroto, tepatnya sebelum perempatan

Pancoran, Rabu (24/2/2010) pagi (www.kompas.com). Berita-berita di

atas menunjukkan begitu seringnya terjadi agresi dalam dunia sosial kita,

tidak perduli di lingkungan sosial seperti apa kita berada. Hal-hal tersebut

juga memberi gambaran kepada kita, pelaku agresi juga bisa dilakukan

oleh siapa saja, baik itu dari kalangan biasa seperti supir taksi maupun

kalangan pejabat (anggota dewan) atau bahkan diri kita sendiri.

Ada banyak bentuk agresi yang terjadi dalam dunia sosial kita,

mulai dari kekerasan dalam bentuk fisik, berupa pemukulan maupun

kekerasan verbal yang berupa perkataan yang bertujuan menyakiti

perasaan orang lain. Hal ini menjadi menarik untuk diperhatikan karena

(21)

hak-hak asasi manusia tetap tidak mampu untuk lepas dari perilaku dan

sikap yang agresif terhadap sesama kita sendiri.

Menurut Baron dan Byrne (2005) agresi adalah tingkah laku yang

diarahkan kepada tujuan menyakiti mahluk hidup lain yang ingin

menghindari perlakuan semacam itu. Salah satu alasan mengapa banyak

orang terlibat dalam agresi adalah karena mereka tidak memiliki

keterampilan sosial dasar. Mereka tidak mengetahui bagaimana merespon

provokasi dari orang lain dalam cara yang menenangkan orang lain,

alih-alih mengganggu mereka. Mereka tidak tahu cara membuat permintaan

atau bagaimana cara untuk menolak permintaan orang lain tanpa membuat

orang lain marah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa

orang dapat menghindarkan diri dari keterlibatan agresi bila mereka

mampu berkomunikasi secara efektif, dimana mereka mampu untuk

meminta pertolongan dan juga mampu untuk menolak permintaan orang

lain tanpa menyinggung perasaan orang tersebut. Kemampuan untuk

bertoleransi terhadap orang lain juga mampu menghindarkan kita dari

situasi agresi, sebab kemampuan ini dapat membantu orang untuk

memahami perilaku orang di sekitarnya dan tidak mudah untuk

terprovokasi oleh perilaku orang lain. Kemampuan yang telah disebutkan

di atas merupakan ciri dari orang-orang yang memiliki sikap dan perilaku

(22)

Berbeda dengan orang-orang yang bersikap agresif, orang-orang

yang memiliki sikap asertif akan lebih mudah menjauhi sikapa ataupun

perilaku agresif. Hal ini terjadi karena orang yang bertindak asertif tidak

hanya berusaha mendapatkan keinginannya, tetapi juga mendukung orang

lain mendapatkan hal yang sama. Dengan kata lain, orang yang asertif

akan mencari penyelesaian masalah dengan win-win solution, yaitu

mengupayakan penyelesaian masalah dimana kedua belah pihak mencapai

tujuan. Asertifitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan

apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun

dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain

(Rini J, 2001).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan sikap agresif

dengan sikap asertif dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini di dasari

keyakinan bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu akan menjadi

pendorong terbentuknya sebuah perilaku, dalam hal ini sikap agresif dan

sikap agresif juga akan mendorong timbulnya perilaku agresif dan perilaku

asertif.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “adakah hubungan sikap agresif dan

(23)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sikap agresif dan

sikap asertif.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini, dengan diperolehnya pemahaman

mengenai hubungan sikap agresif dengan sikap asertif diharapkan

dapat memberi sumbangan kepada masyarakat umum tentang

pentingnya membangun sikap asertif dalam rangka untuk mengurangi

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sikap

Para tokoh psikologi yang terkenal dalam bidang psikologi

sosial dan psikologi kepribadian seperti Bogardus, Chave, Mead dan

Gordon Allport (Azwar, 1998) menjelaskan sikap sebagai kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.

Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk

bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu

stimulus yang menghendaki adanya respon. Respon yang dimunculkan

oleh individu dapat berupa persetujuan ataupun ketidaksetujuan

individu atas suatu obyek tertentu.

Dalam bukunya yang berjudul Sikap Manusia, Azwar (1995)

menulis Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling

menunjang yaitu komponen kognitif (pemikiran), komponen afektif

(perasaan) dan komponen konatif (tindakan) yang pada masing-masing

unsur terdapat unsur evaluatif.

1. Komponen kognitif adalah cara suatu obyek untuk

dipersepsikan, semacam gambaran mental yang terbentuk

dalam benak seseorang yang bisa berwujud kepercayaan dan

pengetahuan.

(25)

2. Komponen afektif adalah sebuah pendapat tentang suatu obyek

yang tidak disertai dengan argumen atau pendapat yang akurat

lebih pada spontanitas.

3. Komponen konatif adalah suatu predisposisi (kecenderungan)

perilaku dari suatu individu terhadap obyek.

B. Agresif

1. Pengertian Agresif

Agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan

menyakiti mahluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan

semacam itu (Baron dan Byrne 2005). Menurut Berkowitz (1995)

agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk

menyakiti baik secara fisik maupun secara mental. Moore dan Fibe

(Koeswara, 1998) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku

kekerasan secara fisik ataupun verbal terhadap individu atau terhadap

objek-objek lain.

Berdasarkan uraian definisi agresi yang disebutkan beberapa

tokoh diatas, peneliti merumuskan agresi sebagai tingkah laku yang

diarahkan untuk menyakiti individu maupun objek-objek lain yang

(26)

2. Faktor yang mempengaruhi Agresif

a) Faktor Internal

i. Teori Naluri (Instinct Theory)

Tokoh- tokohnya adalah Sigmund Freud dan Konrad

Lorend. Mereka menggunakan konsep naluri dalam usaha

menjelaskan sumber bawaan agresi. Freud menyatakan bahwa

agresi bersumber pada naluri kematian yang berfungsi untuk

mempertahankan jenis, sedangkan Lorenz yakin bahwa agresi

merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan untuk

bertahan dalam proses evolusi. Kritik terhadap teori ini datang

dari orang-orang yang ragu akan konsep naluri ini.

Barash (Sarwono,1999) merupakan salah satu tokoh yang

mengkritik teori ini, mengumpulkan berbagai buku dan

menemukan sekitar 6000 macam naluri. Tampaknya ada

kecenderungan pada waktu itu untuk memberi label naluri pada

setiap perilaku. Jadi tidak hanya naluri agresi dan sex yang ada,

tetapi ada juga naluri keibuan, bekerja menyusui dan

sebagainya.

ii. Pendekatan Biologi

Teori biologi mencoba menjelaskan tindakan agresi

melalui proses faal maupun teori genetika. Moyer

(Sarwono,1999) menyebutkan bahwa tingkah laku agresi

(27)

syaraf pusat. Selain itu, dikatakan bahwa hormon laki-laki

(testosteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif. Menurut

tim American Psychological Association tahun 1993 (dalam

Sarwono,1999) kenakalan remaja lebih terdapat pada remaja

pria. Teori biologi yang meninjau tindakan agresif dari ilmu

genetika dikemukakan oleh Lagerspetz (Sarwono,1999), ia

mencoba membuktikan identifikasi ciri-ciri agresif pada

pasangan-pasangan kembar identik dan kembar non-identik dan

saudara-saudara kembar. Hasilnya adalah bahwa ciri-ciri yang

sama paling banyak terdapat antara pasangan kembar yang

identik.

Teori biologi kemudian juga banyak mendapat kritik dari

beberapa pakar psikologi budaya yang mengatakan bahwa pola

perilaku agresif tidak akan sama dari masa ke masa atau dari

tempat satu ke tempat yang lainnya, perilaku tersebut dapat

berubah.

b) Faktor eksternal

i. Pendekatan Belajar Sosial (Social-Learning Theory)

Pendekatan ini menjelaskan bahwa akar dari agresi

berasal dari (a) pengalaman belajar sebelumnya, (b) imbalan

atau hukuman yang diterima saat ini, (c) faktor sosial,

lingkungan, kognitif (frustasi, provokasi kepada orang lain,

(28)

menyebabkan tindakan agresif. Tokoh utama dari teori belajar

sosial ini adalah Albert Bandura.

Imbalan atau hukuman yang pernah diterima

saat ini

Perilaku agresif Pengalaman sebelumnya

oleh aggressor (si pelaku)

Faktor sosial, lingkungan, dan kognitif

Gambar 1. Pendekatan Belajar Sosial

ii. Pendekatan Kognitif Neoasosiasi

Pendekatan neoasosiasi ini muncul setelah pendekatan

naluri dianggap pesimistik mengenai kemungkinan untuk

mencegah atau mengontrol agresifitas manusia, sehingga teori

ini dinamakan Neoasosiasi.

Pendekatan ini berusaha menjelaskan tentang pengalaman

yang tidak menyenangkan akan membangkitkan pengaruh

negatif (perasaan marah, jengkel dan sebel), perasaan ini secara

otomatis akan mengaktifkan kecenderungan untuk menjadi

(29)

dari situasi yang tidak menyenangkan) hal ini tentunya

diasosiasikan pada reaksi fisiologis, pikiran dan memori yang

berhubungan dengan pengalaman yang menyerupai itu. Agresi

terbuka (overt agrression) akan terjadi atau tidak bergantung

pada beberapa faktor seperti tingkat pemrosesan dan kognitif

yang lebih tinggi. Misalnya jika seseorang mengalami kejadian

yang tidak menyenangkan (sakit fisik, lingkungan yang

bersuhu panas atau kondisi-kondisi tidak menyenangkan

lainnya), seseorang akan cenderung bersikap agresif. Meskipun

dalam kondisi yang tidak menyenangkan seseorang dapat saja

menekan perilaku agresifnya karena menyadari bahwa perilaku

(30)

Kecenderungan jengkel, danmarah)

Kecenderungan untuk melarikan diri atau

menarik diri (diasosiasikan oleh pikiran, memori, dan

reaksi fisiologis)

Gambar 2. Pendekatan Kognisi Neoasosiasi

iii. Theori Hipotsis Frustasi Agresi

Teori yang terkenal diungkapkan oleh Dollard adalah

hipotesis teori hipotesis frustasi-agresi. Teori ini menjelaskan

bahwa agresi merupakan akibat dari frustasi dan frustasi dapat

menimbulkan beberapa bentuk agresi (Sears, !994). Dollard

dkk. (Berkowitz, 1995) mendefinisikan frustasi sebagai kondisi

eksternal yang membuat seseorang tidak mendapatkan

kesenangan yang diharapkannya. Dengan demikian, agresi

(31)

Ada beberapa faktor yang mempengarui intensitas

dorongan agresif yang disebabkan adanya frustasi dimana : 1)

tingkat kepuasan yang diharapkan tidak diperoleh, 2) seberapa

jauh orang gagal memperoleh kepuasan dan 3) seberapa sering

ia terhalang untuk mencapai tujuan.

Miller (Berkowitz, 1995) menyatakan bahwa frustasi

menyebabkan berbagai kecenderungan, yang salah satunya

adalah kecenderungan agresi. Sebab bila seseorang mengalami

hambatan dalam mencapai tujuannya akan memiliki

kecenderungan untuk bereaksi terhadap frustasi seperti, ingin

lari dari situasi yang tidak menyenangkan, mengatasi kesulitan,

mencari tujuan lain dan menyerang penghalangnya.

Menurut Dollard dkk. (Sears, 1994) tingkah laku agresif

selalu berasal dari frustasi. Tetapi penelitian-penelitian

selanjutnya menunjukkan bahwa frustasi tidak selalu

menyebabkan agresi dan sebaliknya tingkah laku agresi tidak

selalu berasal dari situasi frustasi. Oleh karena itu, Wohchel

(Berkowitz, 1995) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

frustasi akan menyebabkan kecenderungan agresi paling kuat

jika (1) Hasil yang diperoleh jauh kurang menarik dibanding

dengan yang diharapkan, (2) orang itu mengharapkan

kesenangan mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi orang yang

(32)

tertentu, maka pada dasarnya bersiap memperoleh kesenangan

dari mencapai tujuan tersebut. Tetapi jika tujuan yang ingin

dicapai gagal terpenuhi maka menyebabkan rasa frustasi dan

memunculkan dorongan agresi.

Berkowitz (Sarwono 1999) menambahkan bahwa frustasi

menimbulkan kemarahan dan emosi marahlah yang memicu

agresi. Berkowitz (Koeswara 1988) kemudian melakukan

pembaharuan terhadap teori yang dibuat oleh Dollard, ia

menekankan bahwa kaitan antara frustasi dan agresi lebih baik

dilihat sebagai kaitan antara stimulus aversiv dan agresi.

Artinya, frustasi bisa mengarahkan individu pada tindakan

agresif karena frustasi merupakan situasi yang tidak

menyenangkan dan individu akan melakukan berbagai cara

untuk menghindarinya, termasuk dengan cara melakukan

tindakan agresi.

Selain teori-teori faktor eksernal yang telah disebutkan

diatas, para pakar psikologi sosial juga menambahkan beberapa

faktor eksternal lainnya yang dapat menyebabkan timbulnya

agresi, yaitu : pengaruh filim-film kekerasan, pornografi (Sears,

1994), akibat minuman yang mengandung alkohol (Baron &

Byrne 1994), kondisi negatif lainnya seperti suhu tinggi yang

(33)

agresi seperti senjata serta semua benda lain yang dapat

membangkitkan perasaan negatif (Berkowitz 1995).

3. Jenis-Jenis Agresi

Ada beberapa jenis agresi yang digolongkan oleh para ahli

psikologi sosial diantaranya :

a) Agresi berdasarkan tujuan, tokohnya Berkowitz (1995) membagi

agresi menjadi 2 yaitu .

i. Agresi instrumental adalah suatu tindakan yang dilakukan

dengan sengaja dan dengan tujuan praktis bukan untuk

menyakiti korban, contohnya beberapa orang menjadi

pembunuh bayaran; mereka membunuh karena uang bukan

karena marah (Sears, 1994).

ii. Agresi emosional yaitu suatu tindakan yang didorong oleh

keinginan untuk menyakiti sasaran dan bukan untuk mencapai

tujuan tertentu, contohnya pelajar yang berkelahi massal karena

ada temannya yang (katanya) dikeroyok (dalam Sarwono,

1999).

b) Agresi berdasarkan norma sosial, tokohnya Sears (1994)

membedakan agresi menjadi 2 yaitu :

i. Agresi prososial, adalah suatu tindakan yang sesuai dengan

(34)

perintah dari orang yang lebih berkuasa, contohnya seorang

dokter yang menolong pasien dengan operasi.

ii. Agresi antisosial, suatu tindakan yang melanggar norma sosial

atau hukum yang berlaku di masyarakat, contohnya

penyerangan, pembunuhan, kekerasan.

c) Agresi berdasarkan bentuk perilaku, tokohnya Arnorld Buss

(Baron dan Byrne, 1997), dan Johnson & Medinnus (1969).

i. Buss (dalam Baron & Byrne, 1997) membagi bentuk agresi ke

dalam 3 bentuk yaitu fisik-verbal, aktif-pasif, langsung-tidak

langsung. Buss menerapkan ketiga bentuk agresi tersebut

dalam bidang industri. Dalam penelitiannya, Buss menemukan

bahwa di lingkungan kerja, agresi lebih sering terjadi dalam

bentuk agresi tertutup (covert aggression). Alasan mengapa

ditempat kerja lebih sering terjadi agresi tertutup karena 1)

ditempat kerja ada banyak saksi dari tindakan agresi sehingga

mereka tidak berani menunjukkan agresi secara terbuka. 2)

Calon agressor ditempat kerja biasanya berpikir jika mereka

akan berinteraksi kembali dengan korban sasaran di masa

depan, sehingga para pekerja dalam bertindak agresif lebih

memilih agresi tertutup (covert aggression) agar para korban

sasarannya tidak mengetahui tindakan yang sedang dilakukan

(35)

cenderung berbentuk verbal daripada fisik, tidak langsung

daripada langsung, pasif daripada aktif.

Tokoh lain yang juga membedakan agresi berdasarkan

bentuk perilaku adalah Johnson & Medinnus (1969). 4 bentuk

agresi tersebut adalah :

i. menyerang fisik

ii. menyerang dengan benda

iii. menyerang secara verbal simbolis

iv. mengambil hak milik orang lain atau melanggar daerah orang

lain

Keempat bentuk agresi ini ditemukan oleh Johnson &

Medinnus (1969) berdasarkan penelitian behavioral yang dilakukan

pada anak-anak. Teknik yang dilakukan untuk memperoleh

keempat bentuk agresi tersebut yaitu dengan secara observasi

perilaku anak sehari-hari. Tehnik observasi yang dilakukan

Johnson & Medinnus untuk mengamati perilaku agresif anak-anak

sangat efektif karena anak-anak dapat secara spontan

mengeluarkan tindakan mereka tanpa merasa dihambat,

diperhatikan dan dinilai. Teknik observasi ini dapat berbagai

macam bentuk tindakan agresif yang telah dilakukan oleh

anak-anak dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam penelitian ini, jenis agresi yang akan diteliti adalah jenis

(36)

bentuk-bentuk agresi lebih sesuai digunakan sebagai acuan untuk mengukur

agresi yang akan diteliti oleh peneliti dibandingkan dengan jenis agresi

berdasarkan tujuan dan norma social.

Bentuk agresi yang diungkapkan oleh Jhonson dan Medinnus

(1969) menjadi pilihan peneliti karena berdasarkan penelitian

longitudinal terhadap perilaku agresif ditemukan bahwa ada

kesetabilan perilaku agresif selama periode waktu yang panjang dari

masa anak-anak hingga anak tersebut menjadi dewasa (Berkowitz,

1995). Studi dari Amerika, Inggris dan Swedia yang dikaji oleh

Olweus (Berkowitz, 1995) pertama-tama mengukur agresivitas yang

biasanya ditujukan oleh subjek berusia 2 sampai 18 tahun, kemudian

pengukuran dengan jarak waktu antara 6 sampai 21 tahun kemudian.

Berbagai cara dipakai dalam penelitian perilaku, termasuk observasi

langsung, penilaian guru, dan bahkan laporan dari teman-teman

subjek. Hasil secara umum menunjukkan adanya hubungan antara skor

pengukuran awal dan skor pengukuran lanjutan, meskipun besarnya

korelasi cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya waktu

antara pengukuran.

Berdasarkan studi terdahulu yang dikaji oleh Olweus

(Berkowitz, 1995), peneliti melihat bahwa perilaku agresif yang

dilakukan oleh anak-anak, cenderung stabil hingga anak menjadi

dewasa . dengan demikian, peneliti ingin mencoba menerapkan bentuk

(37)

awalnya diterapkan pada subjek anak-anak, yang kemudian pada

gilirannya peneliti menerapkannya pada subjek yang berada pada

masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal (youth). Untuk

penelitian ini, peneliti melakukan penambahan yang lebih spesifik

pada indikator-indikator yang telah ada menjadi beberapa sub

indikator, agar menjadi lebih rinci dan jelas untuk mengungkapkan

sikap agresif pada subjek penelitian. Indikator-indikator yang akan

digunakan adalah:

1) Menyerang fisik, termasuk didalamnya memukul, menampar,

menendang, meninju dan menyakiti anggota tubuh

2) Menyerang dengan benda, termasuk didalamnya menyerang

dengan batu, karet dan buku.

3) Menyerang secara verbal simbolis, termasuk didalamnya

membicarakan kebutukan orang lain/ menggosip, mencaci-maki

orang lain, menggunakan kata-kata kasar atau umpatan, dan

mengancam.

4) Mengambil hal milik orang lain atau melanggar daerah orang lain

termasuk di dalamnya menyerobot hak milik orang lain,

mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan/ ijin dari orang

lain, dan merusak barang orang lain.

Jadi agresi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud untuk melukai

(38)

menyerang fisik, menyerang dengan benda, menyerang secara verbal

simbolis dan mengambil hak milik orang lain atau melanggar daerah

orang lain.

4. Sikap Agresif

Apabila individu memberikan persetujuan terhadap suatu

tindakan, ketika berhadapan dengan dilema untuk melakukan atau

tidak melakukan suatu tindakan bisa diprediksi bahwa individu

tersebut cenderung untuk berperilaku tertentu. Dengan kata lain, jika

individu memberikan persetujuan terhadap tindakan agresif maka bisa

diprediksi bahwa individu tersebut cenderung untuk bertindak agresif.

Dengan demikian, sikap seseorang terhadap objek sikap tsrtentu dapat

meramalkan tingkah laku yang akan ditempuhnya ketika berhadapan

dengan objek sikap tersebut.

Agresif dapat terjadi pada tataran sikap, intensi dan perilaku.

Tetapi karena peneliti tetap melihat bahwa sikap agresif memiliki

peranan yang penting dalam meramalkan tindakan agresif seseorang

maka penelitian ini mencoba untuk malihat agresif pada tataran sikap,

yang kemudian dikaitkan sikap asertif.

Jadi sikap agresif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kecenderungan seseorang untuk bertindak secara sengaja dengan

maksud untuk melukai orang lain yang ditunjukkan dalam komponen

(39)

menyerang fisik, menyerang dengan benda, menyerang secara verbal

dan mengambil hak milik orang lain atau melanggar daerah orang lain

yang mana orang lain tidak menghendaki tindakan tersebut.

C. Asertif

1) Pengertian Asertivitas

Kata asertivitas atau perilaku asertif berasal dari kata assert

yaitu menegaskan satu atau beberapa hal yang mengandung unsur hak

asasi manusia, kejujuran, serta pengungkapan emosi yang tepat

(santosa 1999). Llyoid (1991) menyatakan bahwa perilaku asertif

bersikap aktif langsung dan jujur. Lazarus & Fersteheim (dalam

santosa 1999) menyatakan bahwa asertivitas adalah kemampuan

individu untuk mengatakan tidak ; meminta pertolongan ;

mengekspresikan perasaan positif maupun negative secara wajar;

menyatakan diri secara bebas; mempunyai pandangan yang aktif

tentang hidup dan berusaha agar keinginannya terwujud tetapi tetap

mampu menghargai orang lain. Cawood (1997) mendefinisikan

asertivitas sebagai suatu bentuk pengungkapan pikiran, perasaan,

kebutuhan dan hak-hak secara langsung dan jujur, tanpa kecemasan

yang beralasan. Jadi tingkah laku asertif mengandung kejujuran dan

spontanitas yang tepat dalam mengekspresikan perasaan tanpa adanya

perasaan cemas.

Fersteheim & Baer (dalam Elyana 1997) mendefinisikan

(40)

terbuka, jujur, langsung dan sebagaimana mestinya. Selain itu individu

yang asertif senantiasa mampu menyatakan apa yang dirasakan,

dipikirkan, diinginkan serta secara aktif mengungkapkan siapakah

dirinya. Dengan kata lain, asertivitas memungkinkan individu untuk

bersikap tegas, aktif serta memiliki keyakinan yang kuat terhadap apa

yang dilakukannya.

Adams (1995) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah

kemampuan untuk terbuka terhadap diri sendiri, jujur serta mampu

mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, ide, dan hak-hak pribadi

dengan tetap mampu menghormati orang lain. Dengan demikian

perilaku asertif menciptakan kualitas dalam hubungan antar individu.

Rimm & Masters (dalam Rakos 1991) mendefinisikan

asertivitas sebagai kemampuan individu untuk mengungkapkan pikiran

dan perasaan secara langsung dan jujur, namun tetap menjaga perasaan

dan kesejahteraan orang lain, sehingga tercipta hubungan interpersonal

yang baik dalam lingkungan sosialnya.

Galassi & Galassi (dalam Rakos 1991) menyatakan bahwa

individu yang asertif senantiasa mampu mengungkapkan pendapat

pribadinya, mampu menyatakan perasaan yang bersifat positif seperti

memberikan pujian terhadap orang lain. Selain itu, ia juga mampu

mengutarakan perasaan-perasaan yang bersifat negative minsalnya

menyatakan perasaan marah, jengkel serta menolak permintaan orang

(41)

Alberti & Emmons (1987) mendefinisikan asertivitas sebagai

perilaku yang memungkinkan individu untuk:

i. Mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal

dimana kedua belah pihak berdiri atas dasar yang sama yaitu

dapat saling menyeimbangkan kekuatan sehingga idak ada pihak

yang menang maupun kalah.

ii. Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas yaitu dengan

mampu mengekspresikan dukungan atau bantahan terhadap

bantahan orang lain, menyatakan kekecewaan, serta berani

berkata tidak.

iii. Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman.

iv. Berbuat menurut kepentingan yang dianggapnya baik, seperti

meminta bantuan orang lain, meyakini penilaian pribadi, dan

berpartisi pasi dalam kegiatan sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah perilaku dalam interaksi

sosial yang ditandai dalam beberapa aspek:

a) Kemampuan mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, pikiran,

ide dan hak pribadi tanpa kecemasan.

i. Mengajukan permintaan secara jelas.

ii. Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas.

b) Pengungkapan emosi yang tepat.

(42)

ii. Mengekspresikan perasaan positif maupun negative secara

wajar.

iii. Mengekspresikan dukungan dan bantahan terhadap

pendapat orang lain.

c) Mampu menciptakan kesetaraan dalam hubungan interpersonal.

i. Menghargai hak, keinginan, dan perasaan orang lain.

ii. Tidak memanfaatkan maupun merugikan pihak lain.

d) Kemampuan untuk jujur dan terbuka.

i. Mengekspresikan perasaan secara jujur dan tulus.

ii. Mengungkapkan pendapat dan keyakinan dengan tepat

e) Kemampuan untuk bersikap tegas dan aktif.

i. Tegas dan memiliki keyakinan yang kuat akan

tindakannya.

ii. Menyatakan diri secara bebas.

2) Ciri-ciri Perilaku Asertif

Townen (1991) menjelaskan bahwa individu asertif memiliki

ciri terbuka kepada orang lain meskipun berbeda pandangan, mampu

mengekspresikan diri dengan jelas, serta mampu berkomunikasi secara

efektif. Ketika individu menjadi asertif, suara dan bahasa tubuh dapat

mempengaruhi keseluruhan pesan yang ingin disampaikan

(Nelson-Jones, 1995). Misalnya, nada suara yang mantap mungkin

(43)

patut diterima secara serius, sementara nada yang lemah dan ragu-ragu

menunjukkan kurangnya asertivitas. Pesan suara yang mendukung

pesan verbal yang asertif meliputi volume yang cukup, kekuatan

tekanan suara, perubahan nada suara yang sesuai. Beberapa pesan

tubuh yang mendukung pesan asertif verbal mencakup kontak mata

langsung, ekspresi wajah yang sesuai dengan perasaan, postur tubuh,

gerakan tangan, serta kedekatan dengan lawan bicara.

Mengembangkan kemampuan komunikasi adalah aspek

penting dalam berperilaku asertif.. Hal ini mencakup adanya kontak

mata dan sikap tubuh yang terbuka dan santai pada saat kita

berkomunikasi dengan orang lain. Sementara itu usahakan agar

ekspresi wajah sesuai dengan pesan yang ingin kita sampaikan, nada

suara mantap, dan memilih saat yang tepat (Utamadi, 2002). Konsep

Myers & Myers (1992) tentang karakter orang yang asertif

menjelaskan bahwa perilaku asertif ditunjukkan dengan:

i. Bebas mengekspresikan diri dan mengungkapkan perasaan.

ii. Dapat berkomunikasi secara setara dengan siapapun dan dari

segala tingkatan.

iii. Berorientasi aktif dalam hidup, dapat mengatasi suatu kejadian

dan situasi, serta selalu mencari pengalaman baru.

iv. Bertindak dengan tetap menghargai diri sendiri serta menerima

keterbatasan perilakunya, tetapi tetap mencoba untuk meraih

(44)

Perilaku asertif dapat dilihat dari respon-respon seseorang

terhadap situasi yang dialaminya. Lazarus (dalam Walker dkk, 1981)

menyatakan ciri-ciri perilaku asertif yang ditunjukkan melalui empat

respon, yaitu:

i. Kemampuan untuk melakukan inisiatif, serta mampu

melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan;

ii. Kemampuan untuk berkata tidak;

iii. Kemampuan untuk membuat permintaan atau meminta bantuan;

iv. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif dan

negatif.

3) Aspek-aspek Asertivitas

Alberti & Emmons (2001) menyatakan bahwa aspek-aspek

asertivitas antara lain mempromosikan kesetaraan dalam hubungan

manusia, memungkinkan seseorang untuk bertindak menurut

kepentingan sendiri, bermaksud membela diri sendiri tanpa

kecemasan, mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, serta

menerapkan hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak-hak orang lain.

Secara lebih rinci aspek-aspek asertivitas tersebut diuraikan di bawah

ini:

i. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, berarti

menempatkan kedua belah pihak secara setara, memulihkan

(45)

memungkinkan setiap pihak menang dan tidak ada yang merugi.

ii. Bertindak menurut kepentingan pribadi, mengarah kepada

kesanggupan untuk membuat keputusan sendiri mengenai karier,

hubungan, gaya hidup, dan jadwal, untuk berinisiatif mengawali

pembicaraan dan mengatur kegiatan, menetapkan tujuan, minta

bantuan orang lain, serta berpartisipasi dalam pergaulan.

iii. Membela diri sendiri, meliputi perilaku seperti berkata tidak,

menentukan batas-batas waktu dan kemampuan, menanggapi kritik

atau amarah, mengekspresikan atau membela sebuah pendapat.

iv. Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, berarti

kesanggupan untuk kurang setuju, menunjukkan amarah,

memperlihatkan kasih sayang dan persahabatan, mengakui rasa

takut atau cemas, mengekspresikan persetujuan atau dukungan,

bersikap spontan, tanpa rasa cemas yang mengganggu.

v. Menerapkan hak-hak pribadi berhubungan dengan dengan

kesanggupan sebagai warga negara, konsumen, anggota organisasi,

kelompok kerja, mengekspresikan opini, untuk bekerja bagi

perubahan, untuk menanggapi pelanggaran dari hak orang lain.

vi. Tidak menyangkal hak-hak orang lain adalah mencapai ekspresi

pribadi di atas tanpa kritik yang tidak adil terhadap orang lain,

tanpa menyakitkan orang lain, tanpa pemaksaan, tanpa manipulasi,

tanpa mengendalikan orang lain.

(46)

sikap asertif sangat diperlukan. de Janasz dkk. (2002) membagi empat

aspek asertivitas yang penting dalam komunikasi, yaitu:

i. Fairness (kewajaran), yaitu setiap tindakan terlihat wajar. Wajar

dalam artian tidak berlebihan dan sesuai dengan situasi.

ii. Directness (langsung), yaitu setiap maksud yang dimiliki

disampaikan secara langsung dan spontan. Directness disini berada

dalam batasan-batasan menghormati dan menghargai orang yang

menjadi lawan komunikasi.

iii. Tact and sensitivity (bijaksana dan peka), yaitu bersikap terbuka

dengan tetap mempertimbangkan situasi dan keadaan orang lain.

Kepekaan ditunjukan dengan kemampuan merasakan hal-hal yang

diperlihatkan maupun yang kurang terlihat dari orang lain.

iv. Honesty (kejujuran) yang ditunjukkan dengan berkata dan

bertindak apa adanya dan berusaha untuk tidak menyembunyikan

sesuatu.

Dari kedua pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa ada lima aspek yang terkait dengan asertivitas.

Kelima aspek tersebut adalah:

a) Kesetaraan dalam berhubungan dengan orang lain

b) Bertindak dengan menerapkan hak-hak dan kepentingan

pribadi

c) Mengekspresikan perasaan dengan langsung, jujur dan wajar

(47)

e) Bijaksana dan peka terhadap orang lain.

4) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Manusia tidak akan menjadi asertif dengan sendirinya, artinya

ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan timbulnya perilaku

asertif. Santosa (1999) mengungkapkan 5 faktor yang mempengaruhi

asertivitas, yaitu:

a) Pola asuh orang tua.

i. Pola asuh otoriter

Orang tua dengan pola asuh otoriter akan mendidik anak

secara keras dengan memaksakan aturan-aturan secara

kaku. Akibatnya anak akan menjadi individu yang inferior

dan tergantung dengan orang lain. Bila anak dididik secara

otoriter dan disertai perlakuan agresif, maka anak akan

tumbuh menjadi anak yang agresif pula.

ii. Pola asuh demokratis

Orang tua dengan pola asuh demokratis akan mengasuh

anak dengan kasih sayang tanpa memanjakan mereka.

Orang tua yang demokratis akan banyak berdialog dan

mengkomunikasikan berbagai permasalahan dengan anak

sehingga anak memiliki pengertian yang benar tentang apa

(48)

segala keinginannya secara wajar tanpa memaksakan

kehendaknya dengan cara menindas hak-hak orang lain.

iii. Pola asuh permisif

Orang tua dengan pola asuh permisif akan mendidik anak

tanpa adanya batasan dan aturan yang mengikat dengan

mengijinkan segala keinginan anak tanpa syarat ataupun

tuntutan-tuntutan tertentu. Anak yang dibesarkan dengan

cara ini akan terbiasa mendapatkan apa yang menjadi

keinginannya dengan mudah. Bila keinginannya tidak dapat

terpenuhi maka anak akan mudah marah dan perilakunya

sulit untuk dikendalikan.

b) Kebudayaan.

Kebudayaan biasanya berhubungan dengan norma-norma yang

ada dan mempunyai peranan yang cukup besar dalam

mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif. Seperti yang

diungkapkan Alberti & Emmons (1987) bahwa orang dengan

latar belakang budaya Asia cenderung lebih sulit untuk

mengekspresikan diri secara asertif dibandingkan dengan orang

dengan latar belakang budaya Barat.

c) Usia.

Usia merupakan salah satu faktor yang menetukan perilaku

asertif. Perilaku asertif pada anak kecil belum terbentuk karena

(49)

menyatakan apa yang diinginkan dengan baikdan jelas. Pada

masa remaja dan dewasa perilaku asertif menjadi lebih

berkembang, sedang pada usia lanjut tidak begitu jelas

perkembangannya.

d) Jenis kelamin.

Laki-laki dianggap lebih asertif daripada perempuan. Hal ini

tidak lepas dari tuntutan masyarakat yang menjadikan laki-laki

agresif, mandiri dan kompetitif, sedangkan perempuan pada

umumnya pasif dan tergantung.

e) Strategi Coping.

Coping merupakan bentuk penyesuaian diri yang melibatkan

unsur kognisi dan afeksi seseorang guna mengatasi masalah

yang ada pada dirinya. Mereka yang menggunakan mekanisme

coping secara efektif dan adaptif dalam menyelesaikan masalah

akan lebih asertif bila dibandingkan mereka yang

menggunakan bentuk penyangkalan dan proyeksi.

5) Tujuan dan Manfaat Asertivitas

Tujuan dari bersikap asertif adalah:

i. membuat proses komunikasi berjalan dengan efektif.

ii. membangun hubungan yang setara, saling menghormati

(www.cyberwoman.cbn.net.id).

(50)

i. mengembangkan ketrampilan berkomunikasi.

ii. memberikan rasa percaya diri,

iii. meningkatkan harga diri,

iv. membantu untuk memperoleh rasa hormat dari orang lain,

v. memperbaiki kemampuan dalam membuat keputusan

(www.pnm.my)

Manfaat lain jika kita bersikap asertif adala: (a) keinginan,

kebutuhan, dan perasaan kita dapat dimengerti oleh orang lain. Dengan

demikian, tidak ada pihak yang sakit hati karena semuanya merasa

didengar dan dihargai, (b) sikap asertif mambuat posisi menjadi

terbuka sehingga orang lain akan merasa nyaman berdekatan atau

berhubumgan dengan kita, (c) sikap asertif membuat sebuah keputusan

dapat diambil dalam waktu yang cepat karena prasangka dan

perdebatan yang berteIe-tele tidak akan terjadi

(www.suaramerdek.com).

Menurut Barnette (www.uiowa.edu), jika kita tidak asertif, kita

dapat mengalami beberapa hal seperti:

i. Depresi

Dari kemarahan yang berubah pada ketertutupan, merasa tidak

dapat tertolong, putusasa, tidak dapat menolong diri sendiri, dan

tidak adanya kontrol hidup.

(51)

Adanya rasa marah terhadap orang lain karena telah memanipulasi

dan memanfaatkan diri kita.

iii. Frustrasi

Rasa bersalah yang muncul karena ketidakberdayaan untuk

mengambil inisiatif dan melakukan hal yang menjadi keinginan.

iv. Tamper.- violence

Jika kita tidak dapat mengungkapkan kemarahan secara tepat,

kemarahan itu akan berkembang dan terakumulasi terus sampai

meledak.

v. Kecemasan

Jika kita mulai rnenghindari situasi atau orang-orang yang kita

ketahui akan membuat tidak nyaman, kita dapa.1 kehilangan

kegiatan yang menyenangkan, kesempatan atau peluang kerja,

persahabatan atau relasi, dan banyak hal baik yang lain.

vi. Segala bentuk hubungan yang buruk

Orang yang tidak asertif biasanya tidak mampu mengungkapkan

dengan tepat perasaan mereka baik perasaan positif maupun

perasaan negatif Hal ini dapat merusak sebuah hubungan, saat

mereka tidak mampu memberitahukan satu sama lain mengenai

apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Tidak ada orang yang

bisa membaca pikiran orang lain. Begitulah benar adanya bagi

persahabatan dan hubungan kerja.

(52)

Munculnya keluhan-keluhan fisik seperti sakit kepala, rasa gatal

dan tidak nyaman pada tubuh, tekanan darah tinggi yang

merupakan akibat dari stres. Asertivitas, ketika itu menjadi

kcbiasaan adalah pelepasan yang baik untuk menghilangkan stres.

viii. Problem sebagai orang tua

Anak-anak terlahir dengan mengetahui bagaimana menguji

batasan-batasan yang orangtua persiapkan bagi mereka. Jika

orangtua tidak asertif, anak-anak akan “nglunjak" dan bersikap

seenaknya.

Bersikap asertif dapat membantu dalam membangun

hubungan social yang lebih sehat,namun pada kenyataannya

Kebanyakan orang enggan bersikap asertif. Menurut Rini (

www.e-psikologi) karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang

lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima.

Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan hubungan”

juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin

membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri

untuk bersikap non-asertif (memendam perasaan, perbedaan

pendapat), justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah

satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain.

6) Sikap Agresif

Apabila individu memberikan persetujuan terhadap suatu

(53)

tidak melakukan suatu tindakan bisa diprediksi bahwa individu

tersebut cenderung untuk berperilaku tertentu. Dengan kata lain, jika

individu memberikan persetujuan terhadap tindakan asertif maka bisa

diprediksi bahwa individu tersebut cenderung untuk bertindak asertif.

Dengan demikian, sikap seseorang terhadap objek sikap tertentu dapat

meramalkan tingkah laku yang akan ditempuhnya ketika berhadapan

dengan objek sikap tersebut.

Sama seperti agresi,asertif juga dapat terjadi pada tataran sikap,

intensi dan perilaku. Tetapi karena peneliti tetap melihat bahwa sikap

asertif memiliki peranan yang penting dalam meramalkan tindakan

asertif seseorang maka penelitian ini mencoba untuk malihat agresif

pada tataran sikap, yang kemudian dikaitkan asertif yang juga berada

pada tataran sikap.

D. Hubungan Sikap Agresifitas dan Sikap Asertifitas

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia selalu terlibat dalam

hubungan sesamanya. Hal ini tidak dapat dihindari karena menurut

Sulivan manusia membutuhkan hubungan sesamanya untuk menjadi

manusia yang sehat (Santrock, 2002). Tetapi dalam menjalin hubungan

dengan orang lain ini manusia juga akan menghadapi berbagai konflik

yang disebabkan perbedaan tujuan atau kepentingan.

Konflik yang ditimbulkan karena perbedaan kepentingan ini bila

(54)

dimana individu merasa diperlakukan tidak adil oleh individu lainnya.

Ketika muncul perasaan diperlakukan tidak adil ini, individu akan menjadi

marah dan akan berusaha membalas kepada orang yang dianggap

bertanggung jawab atas ketidak adilan tersebut, ini akan menyebabkan

timbulnya sikap agresi yang intens yang dapat menjadi pendorong perilaku

agresi (Baron dan Byrne, 2002).

Toch (1985) mengunyatakan bahwa orang-orang yang sering

terlibat dalam situasi agresi biasanya memiliki keterampilan sosial dasar

yang rendah, dimana kemampuan sosial dasar yang diamaksud adalah

kemampuan untuk meminta tolong, dan menanggapi stimulus dari orang

lain tanpa terprovokasi atau memprovokasi (Baron dan Byrnee, 2002).

Keterampilan sosial dasar ini merupakan ciri yang dimunculkan oleh

individu-individu yang asertif (Santosa, 1999).

Perilaku asertif akan muncul dalam situasi sosial bila kita menilai

perilaku tersebut (Prabowo, 2002). Sehingga untuk memunculkannya

seharusnya memiliki sikap yang positif terhadap perilaku asertif tersebut.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis bahwa ada

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan

untuk menyelidiki hubungan variable antara satu variable dengan

variable lainnya berdasarkan pada koefisien korelasi (Azwar, 1999).

Jadi penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui ada tidaknya

korelasi antara variable sikap asertif dengan variable sikap agresi pada

mahasiswa tingkat awal.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent Variable) : Sikap Asertif

2. Variabel Tergantung (Dependent Variable) : Sikap Agresi

C. Definisi Operasional Variabel

1. Sikap Asertif

Sikap asertif adalah kecenderungan orang untuk menyatakan diri

secara terbuka, jujur, langsung dan sebagaimana mestinya yang

ditinjau dalam komponen kognitif, afektif dan konatif, dan dapat

diwujudkan merasa setara dalam berhubungan dengan orang lain,

bertindak dengan menerapkan hak-hak dan kepentingan pribadi,

mengekspresikan perasaan dengan langsung, jujur dan wajar,

(56)

menghargai hak-hak dan kepentingan orang lain, serta bijaksana dan

peka terhadap orang lain.

Tinggi rendahnya tingkat sikap asertif seseorang diukur dengan

menggunakan skala sikap asertif. Semakin tinggi skor total, maka

semakin tinggi pula tingkat asertifnya

2. Sikap Agresif

Sikap asertif adalah kecenderungan orang untuk menyatakan diri

secara terbuka, jujur, langsung dan sebagaimana mestinya dengan

orang lain, serta menempatkan orang lain secara setara, dengan tetap

memperhatikan hak-hak pribadi dan menghargai hak-hak orang lain

yang ditinjau dalam komponen kognitif, afektif dan konatif, dan dapat

diwujudkan dalam bentuk menyerang fisik, menyerang dengan benda,

menyerang secara verbal simbolis,mengambil hak milik orang lain

atau melanggar daerah orang lain

Tinggi rendahnya tingkat sikap agresif seseorang diukur dengan

menggunakan skala sikap agresif. Semakin tinggi skor total, maka

semakin tinggi pula tingkat agresifitasnya.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang masih mengikuti

proses perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa

(57)

E. Metode Pengumpulan Data

Bentuk skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah model skala

Likert, dimana masing-masing aitem berbentuk favourable dan

unfavourable. Pada skala ini peneliti melakukan perubahan mengurangi

pilihan jawaban menjadi 4, yaitu Sangan Sesuai(SS), Sesuai(S), Tidak

Sesuai(TS), dan Sangat tidak Sesuai(STS). Dalam skala ini peneliti

meniadakan pilihan jawaban tengah, yaitu Ragu-ragu (R). hal ini menurut

Hadi (1991) dengan alasan : pertama, kategori undedicated, yaitu

mempunyai makna ganda, dapat diartikan sebagai belum memutuskan atau

belum memberi jawaban (menurut konsep aslinya), dapat juga diartikan

sebagai jawaban netral, dimana ini memiliki makna tidak setuju tidak,

setuju juga tidak. Kedua, ketersedian jawaban di tengah ini menimbulkan

kecenderungan untuk menjawab di tengah (central tendency effect)

terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan

jawabannya, kearah setuju atau tidak setuju. Ketiga, maksud jawaban

SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecenderungan pendapat subjek. Kearah

setuju atau tidak setuju. Bila disediakan jawaban tengah (ragu-ragu), akan

menghilangkan banyak data penelitian sehingga menghilangkan informasi

yang seharusnya dapat diperoleh.

Untuk aitem favourable, skor bergerak dari 4 untuk Sangat Sesuai

(SS), 3 untuk Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk Sangat

Tidak Sesuai (STS). Demikian juga sebaliknya untuk aitem unfavourable;

(58)

(TS), dan 4 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Tidak ada skor 0 (nol)

karena sifat jawaban tidak mutlak Ya atau Tidak.

Tinggi rendahnya skor total subjek untuk setaip skala diperoleh

dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of

summated ratings) yaitu, pengukuran dengan menjumlahkan seluruh skor

yang dimiliki subjek berdasarkan respon terhadap pernyataan pada setiap

skala. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka respon untuk

skala tersebut semakin tinggi pula. Demikian sebaliknya, semakin rendah

skor total yang diperoleh subjek maka semakin rendah respon terhadap

skala tersebut.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan skala Asertivitas dan skala Sikap Agresi. Skala-skala

tersebut dijadikan satu dalam sebuah angket. Bagian pertama adalah skala

Asertivitas dan bagian kedua adalah skala sikap Agresif.

1. Skala sikap Asertif

Skala ini digunakan untuk mengukur kecenderungan orang

untuk menyatakan diri secara terbuka, jujur, langsung dan

sebagaimana mestinya dengan orang lain, serta menempatkan orang

lain secara setara, dengan tetap memperhatikan hak-hak pribadi dan

menghargai hak-hak orang lain. Skala tersebut disusun dengan

mengacu pada teori Alberti & Emmons (2001) tentang aspek-aspek

(59)

asertif yang penting dalam berkomunikasi. Kedua teori tersebut

disimpulkan menjadi lima aspek berikut:

a. Kesetaraan dalam berhubungan dengan orang lain, yaitu

menempatkan diri sendiri dan orang lain dalam posisi yang setara

sehingga memungkinan setiap pihak menang dan tidak ada yang

merugi.

b. Bertindak dengan menerapkan hak-hak dan kepentingan pribadi,

yaitu bisa mengungkapkan tujuan pribadi dan bisa meminta

bantuan untuk kepentingan sendiri.

c. Mengekspresikan perasaan dengan langsung, jujur dan wajar, yaitu

mampu menunjukan ekspresi emosi tanpa rasa cemas yang

mengganggu.

d. Menghargai hak-hak dan kepentingan orang lain, yaitu mampu

mengekspresikan diri tanpa membuat orang lain tersakiti atau

terabaikan.

e. Bijaksana dan peka terhadap orang lain, yaitu mempertimbangkan

situasi dan keadaan dalam menghadapi orang lain.

Skala ini terdiri dari 49 aitem berupa pernyataan yang

memungkinkan timbulnya sikap dan perilaku yang menunjukan sikap

asertif. Perolehan skor akan menunjukan tingkat sikap asertif yang

dimiliki oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek,

berarti semakin tinggi tingkat sikap asertifnya. Sebaliknya, semakin

(60)

asertifnya. Sebaran aitem skala Sikap asertif dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 1

Blue Print Skala Asertivitas Uji Coba

Aspek Kognitif Afektif Konatif Jumlah %

F UF F UF F UF

1. Kesetaraan dalam

berhubungan dengan orang lain

1, 16 35 21 25, 30, 45

6, 11 40 10 20,4

2. Bertindak dengan

menerapkan hak-hak dan kepentingan pribadi

12, 17

46 22 26’ 36 2, 7 31, 41 10 20,4

3. Mengekspresikan perasaan dengan langsung, jujur dan wajar

4. Menghargai hak-hak dan kepentingan orang lain

4, 19 33 24 28, 48 9, 14 38, 43 10 20,4

5. Bijaksana dan peka terhadap orang lain

15, 20

49 29 39, 44 5, 10 34 9 18,4

J U M L A H 49 100

Semua aspek dari skala Sikap asertif memiliki 10 aitem kecusli

aspek bijaksana dan peka terhadap orang lain. Komposisi penyebaran

aspeknya seimbang, masing-masing 20,4% dari keseluruhan aitem

untuk setiap aspek kecuali 18,4 % untuk bijaksana dan peka terhadap

orang lain. Jumlah aitem yang favorabel pada aspek kesetaraan dalam

berhubungan dengan orang lain berjumlah 5 aitem dan aitem yang

unfavorabel berjumlah sama. Aspek bertindak dengan menerapkan

hak-hak dan kepentingan pribadi memiliki 5 aitem yang favorabel dan

(61)

langsung, jujur dan wajar juga memiliki 5 aitem favorabel dan 5 aitem

unfavorabel. Aspek menghargai hak dan kepentingan orang lain

memiliki 5 aitem favorabel dan 5 aitem unfavorabel. Kemudian, aspek

bijaksana dan peka terhadap orang lain memiliki 4 aitem favorabel dan

5 aitem unfavorabel. Jumlah aitem keseluruhan adalah aitem.49

2. Skala Sikap Agresif

Skala ini digunakan untuk mengukur tingkat kecenderungan

individu dalam berperilaku menyakiti individu maupun objek-objek

lain yang menghindari perlakuan tersebu. Skala tersebut disusun

dengan mengacu pada teori Johnson & Medinnus (1969). 4 bentuk

agresi tersebut adalah :

1) Menyerang fisik, termasuk didalamnya memukul, menampar,

menendang, meninju dan menyakiti anggota tubuh

2) Menyerang dengan benda, termasuk didalamnya menyerang

dengan batu, karet dan buku.

3) Menyerang secara verbal simbolis, termasuk didalamnya

membicarakan kebutukan orang lain/ menggosip,

mencaci-maki orang lain, menggunakan kata-kata kasar atau umpatan,

dan mengancam.

4) Mengambil hak milik orang lain atau melanggar daerah orang

(62)

mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan/ ijin dari

orang lain, dan merusak barang orang lain.

Skala ini terdiri dari 48 aitem berupa pernyataan yang

memungkinkan timbulnya sikap yang menunjukan sikap agresi.

Perolehan skor akan menunjukan tingkat sikap agresi yang dimiliki

oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, berarti

semakin tinggi sikap agresinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh subjek, semakin rendah pula sikap agresinya. Sebaran aitem

skala sikp agresif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2

Blue Print Skala Sikap Agresif

Aspek Kognitif Afektif Konatif Jumla

h

%

F UF F UF F UF

1. Menyerang fisik, termasuk

didalamnya memukul, menampar, menendang, meninju dan

menyakiti anggota tubuh.

21 27 31 35 1,

2. Menyerang dengan benda,

termasuk didalamnya menyerang dengan batu, karet dan buku.

22 36,

3. Menyerang secara verbal simbolis, termasuk didalamnya

membicarakan kebutukan orang lain/ menggosip, mencaci-maki orang lain, menggunakan kata-kata kasar atau umpatan, dan

mengancam.

4. Mengambil hak milik orang lain atau melanggar daerah orang lain termasuk didalamnya menyerobot hak milik orang lain, mengambil barang orang lain tanpa

(63)

sepengetahuan/ ijin dari orang lain, dan merusak barang orang lain.

J U M L A H 48 100

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas alat ukur atau tes merupakan ukuran seberapa cermat

suatu tes dapat menjalankan fungsi ukurnya sehingga validitas suatu

alat tes dapat menjalankan fungsi ukurnya secara tepat dan cermat

(Azwar, 2002). Menurut Hadi (1995), validitas suatu alat ukur dapat

mengungkap dengan jitu gejala yang hendak diukur serta dapat

memberi bacaan yang teliti.

Untuk menguji validitas isi pada skala, maka dapat digunakan

pendapat dari para ahli (experts judgement), dalam kasus ini adalah

dosen pembimbing. Setelah skala disusun berdasarkan aspek-aspek

yang terdapat dalam landasan teori, maka langkah berikutnya

dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Setelah skala dikoreksi

oleh dosen pembimbing dan dilakukan perbaikan maka uji coba skala

dapat dilakukan. Kemudian data hasil uji coba ditabulasi dan langkah

berkutnya dilakukan analisis butir (Sugiyono, 1999).

Analisis butir dapat diperoleh dengan memakai pembanding atau

kriterium. Ada dua macam kriterium, yaitu kriterium eksternal (alat

pembanding diambil dari luar alat ukur), dan kriterium internal (alat

pembanding diambil dari luar alat ukur itu sendiri). Pada umumnya

(64)

Dalam penelitian ini kriterium pembandingnya adalah kriterium

internal, jadi analisis butir dilakukan dengan mengkorelasikan skor

aitem dengan skor total. Dalam hal ini suatu butir dikatakan valid bila

antara skor aitem dan skor total memiliki korelasi positif dan tinggi

(Hadi, 1995).

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran

sebuah alat ukur dapat dipercaya (Azwar, 2002; Suryabrata, 1999). Hal

ini ditunjukkan oleh tingkat konsistensi skor yang diperoleh oleh para

subjek yang diukur menggunakan alat ukur yang sama, atau dengan

alat ukur yang setara pada kondisi yang berbeda.

Suatu hasil penelitian hanya dapat dipercaya apabila dalam

beberapa kali pelaksanaan pengukuran pada suatu kelompok subjek

yang sama diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek yang

diukur pada diri subjek tetap sama (Azwar, 2002).

Reliabilitas dalam penelitian ini diperoleh dengan metode

konsistensi internal (Internal Consitency), karena metode ini dalam

prosedurnya hanya membutuhkan satu kali pengukuran satu buah tes

pada satu kelompok individu sebagai subjek (Single Trial

Administration) (Sugiyono, 1999). Analisis reliabilitas yang digunakan

(65)

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan tehnik statistik.

Oleh karena data yang diperoleh dalam penilitian ini berupa angka, maka

pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif. Hipotesis yang

dikemukakan dalam penelitian ini akan diuji menggunakan tehknik

korelasi product moment Pearson. Alat bantu analisis data adalah SPSS

16.0 for Windows.

Pedoman yang digunakan dalam mengambil keputusan dalam uji

hipotesis adalah :

1. Bila rxy dengan p < 0,05 maka korelasinya sangat signifikan. Ini

menunjukkan hipotesis diterima, yaitu ada hubungan yang sangat

signifikan antar variabel-variabel penelitian.

2. Bila rxy dengan p > 0,05 maka korelasi antar variabelnya tidak

signifikan, yaitu tidak ada korelasi yang signifikan antara kedua

(66)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Coba Alat Ukur

1. Skala Agresif

a. Koefisien Korelasi Item Total Alat Ukur

Dari hasil analisis terdapat 48 item dengan jumlah subjek

sebanyak 100 orang., diperoleh koefisien korelasi item total atau

daya diskriminasi item yang bergerak dari -0,420 sampai 0,594.

Kemudian peneliti melakukan seleksi item dengan memilih

item-item yang memiliki daya diskriminasi ≥ 0,25. Dari hasil seleksi

tersebut diperoleh 42 item yang memiliki daya diskrimansi ≥ 0,25,

dan 6 item yang memiliki daya diskriminasi ≤ 0,25 dinyatakan

gugur.

Tabel 3

Blue Print Skala Sikap Agresif

Aspek Kognitif Afektif Konatif Jumla

h

%

F UF F UF F UF

1. Menyerang fisik, termasuk

didalamnya memukul, menampar, menendang, meninju dan menyakiti anggota tubuh.

2. Menyerang dengan benda, termasuk didalamnya menyerang dengan batu, karet dan buku.

22 36, 10, 18 28, 32 2, 14

40 9 22,5

3. Menyerang secara verbal simbolis, termasuk didalamnya

membicarakan kebutukan orang lain/ menggosip, mencaci-maki orang lain, menggunakan kata-kata kasar atau umpatan, dan

Gambar

Gambar 2. Pendekatan Kognisi Neoasosiasi
Blue PrintTabel 1  Skala Asertivitas Uji Coba
Blue PrintTabel 2  Skala Sikap Agresif
Blue PrintTabel 3  Skala Sikap Agresif
+6

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum output pelaksanaan kegiatan pengawasan kedatangan kapal laut dari luar negeri di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Padang belum seuai dengan SOP karena masih

x Sistem informasi akuntansi terkomputerisasi atas siklus pembelian dan penjualan yang dapat mempermudah proses penyimpanan dan pengolahan data transaksi seperti

Tanaman yang memiliki pertumbuhan generatif terbaik terdapat pada perlakuan pemupukan 1.5 g NPK/polybag, karena tanaman tersebut memiliki jumlah bunga dan buah terbanyak,

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) strategi yang digunakan oleh penerjemah adalah reduksi 34%, parafrasa 23%, kuplet 23%, perluasan 10%, shift 7%,

003/PUU-IV/2006, disebutkan bahwa kalimat “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” berarti ada kerugian nyata (actual loss),maupun hanya yang bersifat

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keefektifan pupuk organik dari limbah rumah potong hewan terhadap kesuburan tanah

16 Tombol Cari Dapat menampilkan thread dari kata yang dicari 17 Textbox pencarian kata Member dapat mengetikkan kata yang ingin dicari 18 Hyperlink Judul thread Dapat

Dengan adanya sistem e-grocery maka konsumen yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu dapat memanfaatkan jaringan internet yang terhubung ke website untuk