• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI

BOYONGAN RUMAH

DI DESA NGENDEN

KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

SUGENG WIBOWO

NIM 11110017

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

KEMENTERIAN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stain salatiga.ac.id/Email: administrasi@stainsalatiga.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:

Nama : Sugeng Wibowo

NIM : 11110017

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi boyongan

rumah di desa ngenden kecamatan ampel kabupaten

boyolali tahun 2014

Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

Salatiga, 12 Oktober 2014 Pembimbing

Drs. Juz‟

an, M.Hum.

(4)

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN

RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN

BOYOLALI TAHUN 2014

DISUSUN OLEH

SUGENG WIBOWO

111 10 017

Telah dipertahankan di depan panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada

tanggal... 2014 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji :

Sekretaris Penguji :

Penguji I :

Penguji II :

Penguji III :

Salatiga, ...

Ketua STAIN Salatiga

Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Sugeng Wibowo

NIM : 11110017

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis benar – benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga 12 November 2014 Yang menyatakan

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak Wardi dan Ibu Sukinah selaku orang tua yang selalu mendukung,

mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi

kelancaran studi, semoga Allah senantiasa meridhoinya.

2. Endang Safitri dan Endah Safitri selaku adikku yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

3. Bapak Drs. Juz‟an M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan

keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi

ini.

4. Rekan-rekan seperjuangan (PAI Angkatan 2010) yang selalu memberikan

(7)

KATA PENGANTAR

ميح ّرلا نمح ّرلا الله مسب

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Puja dan puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya dalam penyusunan skripsi berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Boyongan Rumah Didesa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014”. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad yang telah menerangi dunia dengan

kesempurnaan agama Islam.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I.) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Salatiga. Penelitian ini merupakan jenis Penelitian kualitatif untuk mengetahui

seberapa jauh upaya untuk menjaga dan melestarikan ritual dari tradisi yang ada

dalam masyarakat. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait. Pada kesempatan ini, Penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Dr. H. Rahmat

Hariyadi, M. Pd.

2. Ketua Jurusan STAIN Salatiga Suwardi, M.Pd.

3. Kepala Program Studi Pendidikan Agama Islam Rasimin, S.Pd.I, M.Pd.

4. Pembimbing Skripsi Drs. Juz‟an, M.Hum.atas bimbingan, arahan, dan

motivasi yang diberikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian akademik

STAIN Salatiga.

6. Drs. Eko Warsono selaku Kepala Desa Ngenden yang telah memberikan ijin

penelitian bagi penulis.

7. Masyarakat Desa Ngenden atas bantuan dan pengalaman yang diberikan.

8. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

(8)

Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang peneliti

harapkan. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam

pembahasan ataupun penulisan. Hal ini merupakan keterbatasan kemampuan

peneliti. Dan semoga apa yang telah tertulis dalam skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca, dan khususnya bagi peneliti.

Salatiga, 12 November

2014

Peneliti

Sugeng Wibowo

(9)

ABSTRAK

Wibowo, Sugeng. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Boyongan Rumah Di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014.Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Juz‟an, M.Hum.

Kata kunci : Nilai Pendidikan Islam, Boyongan Rumah

Penelitian ini merupakan upaya untuk menjaga dan melestarikan ritual dari tradisi yang ada dalam masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah masyarakat memahami tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014? 2. Bagaimanakah masyarakat melakukan prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun 2014?.

Tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pemahamam masyarakat tentang tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Definisi Operasional... 6

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 16

A. Nilai-nilai Pendidikan Islam ...

(12)

7. Materi Pendidikan Islam... 25

B. Kebudayaan Masyarakat Jawa... 29

C. Hubungan Islam dengan Budaya Jawa... 32

D. Tinjauan tentang Boyongan Rumah... 34

BAB III HASIL PENELITIAN... 44

A. Paparan Data... 1. Letak Geografis... 2. Keadaan Demografis... 3. Keadaan Sosial Budaya... 44 44 46 49 B. Temuan Peneliti... 50

BAB IV PEMBAHASAN... 65

BAB V PENUTUP... 70

A. Kesimpulan... 70

B. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

3.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 46

3.2 Sarana Pendidikan... 47

3.3 Pendidikan Masyarakat Desa Ngenden... 47

3.4 Keadaan Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian... 48

3.5 Data Pemeluk Agama... 49

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Pertanyaan

2. Hasil Wawancara

3. Dokumentasi

4. Surat Keterangan Penelitian

5. Daftar Riwayat Hidup

6. Surat Keterangan Kegiatan

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Tempat tinggal atau Rumah menurut istilah jawa adalah panggonan

atau panggenan. Dalam kehidupan berumah tangga, agar tercipta keluarga

yang harmonis adalah memiliki tempat tinggal atau rumah sendiri. Menurut

Arya Ronald (1997:196) orang jawa menganggap bahwa keadaan yang ideal

adalah mempunyai rumah tangga sendiri yang neolokal (somah), yang dapat

dibuktikan dengan adanya istilah omah-omah. Bagi orang Jawa, rumah

merupakan status kemantapan rumah tangga, sehingga rumah direncanakan

dan dibuat sedemikian hati-hatinya agar dikemudian hari dapat memberikan

jaminan kehidupan yang lebih baik.

Rumah merupakan monumen keluarga, yang selalu direncanakan dan

dibuat sedemikian rupa kuatnya agar dapat bertahan untuk jangka waktu yang

lama. Anggapan satu rumah untuk selamanya masih cukup berakar di

kalangan orang jawa, yang berarti untuk memiliki rumah memerlukan proses

yang rumit dan panjang, juga memakan waktu yang cukup lama.

Dalam peristiwa pembuatan, pemindahan, perbaikan, pembongkaran,

dan berpindah rumah, erat kaitannya dengan keyakinan dan kepercayaan

masyarakat pada kekuatan disekitarnya. Secara rasional, masyarakat jawa

mempunyai sopan santun untuk memasuki tempat, daerah, wilayah, atau

(16)

Pencipta, pemilik semesta alam beserta seluruh isinya. Kaitannya dengan

berpindah rumah atau memiliki rumah yang baru orang jawa semisalnya yang

ada di Desa Ngenden mempunyai suatu tradisi yang biasanya disebut dengan

Boyongan Rumah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah Boyongan mempunyai

arti pindah tempat (tinggal), sedangkan Rumah dalam KBBI adalah bangunan

untuk tempat tinggal (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Jadi,

Boyongan Rumah dapat diartikan berpindah tempat atau berpindah ke rumah

yang baru.

Dalam peristiwa Boyongan Rumah yang ada di Desa Ngenden orang

yang akan menempati rumah baru tersebut jauh tempo hari sebelum akan

berpindah rumah sudah menentukan hari untuk berpindah rumah. Dalam

penentuan hari atau petangan, orang yang akan berpindah rumah biasanya

pergi ke orang pintar atau sesepuh atau biasanya disebut dhukun petangan.

Menurut Koentjaraningrat (1994:422) kata dhukun mempunyai arti yang

sangat luas. Bukan hanya orang yang ahli dalam ilmu petangan saja yang

mendapat sebutan itu, tetapi juga orang yang menjalankan praktek

penyembuhan tradisional, ilmu gaib dan ilmu sihir. Biasanya dhukun

petangan meramal hari atau menentukan harinya dengan menggunakan

Primbon. Dhukun petangan berbeda dengan kahin, dhukun petangan

menggunakan buku primbon dalam memeberikan hari baik sedangkan kahin

menjalin hubungan dengan setan-setan yang akan memberitahukan

(17)

Setelah mendapatkan hari yang sudah ditentukan oleh dhukun, saat

prosesi pindahan menuju rumah yang baru ada kegiatan yang dinamakan

Slup-slupan dan Slametan atau Selamatan. Slametan berasal dari kata slamet

yang artinya terhindar dari suatu kejadian yang tidak diinginkan secara

lahiriah dan batiniah serta selalu dalam pengayoman dari Gusti Kang

Murbeng Dumadi. Menurut Koentjaraningrat (1994:344) Slametan atau

wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir

semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang jawa pada umumnya dan

penganut Agami Jawi khususnya, seperti yang telah dinyatakan juga oleh C.

Geertz (1960: 11-15, 30-37). Hakekat slametan dalam bahasa jawa

dinyatakan bahwa ”manungsa iku urip ing alam donya ora mung luru

pangan, sandhang lan papan ananging uga luru kasuwargan”. Maksudnya

manusia hidup di dunia tidak hanya mencari makan, pakaian, dan rumah, tapi

juga mencari akherat (surga).

Selain diadakannya Slametan, biasannya orang yang mempunyai hajat

berpindah rumah sudah menyiapkan ubo rampe yang berupa tikar, bantal,

guling, dan ubo rampe lainnya. Selain itu, rumah baru yang akan di huni

biasannya di tiang atas (blandar) dikasih cikal (benih kelapa) ada juga yang

menaruh bendera kebangsaan Indonesia yaitu Bendera Merah Putih.

Dalam tradisi atau tindakannya tersebut, orang jawa selalu berpegang

kepada dua hal. Pertama, kepada pandangan hidupnya atau falsafah hidupnya

yang religius dan mistis. Kedua, pada sikap hidupnya yang etis dan

(18)

menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniyah atau

mistis dengan magis, dengan menghormati arwah nenek moyang atau

leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak oleh indra manusia.

Sistem kepercayaan Jawa sama dengan Kebudayaan Jawa, makna itu

merupakan serangkaian pengetahuan, petunjuk-petunjuk, aturan-aturan,

resep-resep, dan strategi-strategi untuk menyesuaikan diri dan

membudidayakan lingkungan hidup, yang bersumber pada sistem etika dan

pandangan hidup manusia Jawa (Mulder, Niels. 1983:58)

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka timbul suatu keinginan

dari peneliti untuk mengadakan suatu penelitian guna mengetahui maksud,

tujuan, dan nilai-nilai pendidikan Islam dari tradisi Boyongan Rumah yang

ada dalam kehidupan masyarakat di desa Ngenden, peneliti mengambil judul

“NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN

RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN

BOYOLALI TAHUN 2014”

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan Latar Belakang yang penulis kemukakan diatas maka yang

menjadi topik permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah masyarakat memahami tradisi Boyongan Rumah di Desa

Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014?

2. Bagaimanakah masyarakat melakukan prosesi tradisi Boyongan Rumah di

(19)

3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah

di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun 2014?

C.TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemahamam masyarakat tentang tradisi Boyongan

Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun

2014.

2. Untuk mengetahui prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014.

3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan

Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun

2014.

D.MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai penjelas adanya manfaat

yang baik, bagi siapa saja yang bisa memahami kegiatan Boyongan Rumah

ini dan tentunya bagi pelakunya dalam lahir, batinnya maupun dalam

masyarakat yang mau melaksanakannya. Serta diharapkan dapat memberikan

manfaat secara teoritis maupun praktisnya .

1. Manfaat Teoritis

Lembaga dalam hal ini STAIN Salatiga apabila hasil penelitiannya sesuai

dengan manfaatnya dan merupakan sebagai salah satu sumbangan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang sosial

(20)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat mengetahui manfaat yang terkandung dalam kegiatan

Boyongan Rumah secara sosial kemasyarakatan maupun secara spiritual

bagi warga di Desa Ngenden, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.

Penelitian dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam kegiatan

Boyongan Rumah sebagai sarana bersosialisasi di kehidupan

bermasyarakat, bersedekah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Adapun kegunaan lain dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberi kontribusi positif pada kajian-kajian

sejenis pada waktu-waktu selanjutnya.

2. Dengan penelitian ini diharapkan menjadi nilai tambah yang

berguna untuk peneliti khususnya dan untuk masyarakat pada

umumnya.

3. Dapat memberikan tambahan informasi dan pengetahuan bagi para

pembaca.

E.DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam menafsirkan

kata-kata istilah yang digunakan oleh penulis, maka penulis mendefinisikan

istilah-istilah sebagai berikut:

(21)

Nilai merupakan bentuk yang simbolik dan praktis yang ada dalam dunia

umat manusia yang sekaligus membedakannya dengan makhluk yang lain.

Misalnya, nilai baik buruk, adil sewenang-wenang, demokratis-otoriter,

benar-salah, dan lain-lain (Alaena, Badrun. 2000: 159 ). Nilai-nilai

mempunyai sebuah elemen konsepsi yang lebih mendalam dibandingkan

dengan hanya sekedar sensasi, emosi, atau kebutuhan. Dalam kenyataan,

nilai-nilai berhubungan dengan pilihan, dan pilihan merupakan prasyarat

untuk mengambil suatu tindakan.

2. Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan

fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju

terbentuknya manusia seutuhnya(insan kamil) sesuai dengan norma islam

(Ahmadi, 1992:20).

Menurut Drs. Burlian Shomad, Pendidikan Islam adalah pendidikan yang

bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri

berderajad tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk

mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah. Beliau mengemukakan

pendidikan itu baru dapat disebut Pendidikan Islam apabila memiliki 2

ciri yaitu :

1.Tujuannya untuk membentuk individu menjadi bercorak tertinggi

menurut ukuran Al-Qur'an.

2.Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an

(22)

sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

(http://pustakaaslikan.blogspot.com diakses pada 08 November 2013

pukul 15:09)

3. Tradisi

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu

kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,

atau agama yang sama.

Istilah tradisi, biasannya secara umum dimaksudkan untuk menunjuk

kepada suatu nilai, norma dan adat kebiasaan yang berbau lama, dan yang

lama tersebut hingga kini masih diterima, di ikuti bahkan dipertahankan

oleh kelompok tertentu. Menurut khasanah bahasa indonesia, tradisi berarti

segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainnya, yang turun

temurun dari nenek moyang. Ada pula yang menginformasikan, bahwa

tradisi berasal dari kata traditium, yaitu segala sesuatu yang di

transmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang.

Berdasarkan dua sumber tersebut jelaslah bahwa tradisi, intinya adalah

warisan masa lalu yang di lestarikan hingga sekarang. Warisan masa lalu

itu dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain

yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan (Bawani, 1990:23).

Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang

(23)

lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi diakses pada 08 November 2013

pukul 15:11)

4. Boyongan Rumah

Boyongan menurut KBBI mempunyai arti pindah tempat (tinggal), Rumah

berarti bangunan untuk tempat tinggal. Jadi, Boyongan Rumah dapat

diartikan berpindah tempat atau berpindah ke rumah yang baru.

F.METODE PENELITIAN

Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan

dalam proses penelitian. Penelitian diartikan upaya dalam bidang ilmu

pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan

prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

Ada beberapa komponen dalam metode penelitian ini :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian lapangan. Dan menggunakan

pendekatan kualitatif. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk jenis

penelitian deskriptif, penelitian yang menjelaskan realitas yang ada di

lapangan kemudian menganalisisnya dengan cara memaparkan atau

mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sangatlah penting sekali. Peneliti

(24)

dalam penelitian ini bertindak secara langsung dan terlibat aktif di

lapangan guna mendapatkan data yang riil dan akurat.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ngenden, Kecamatan Ampel,

Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Sebuah desa yang tradisi

Boyongan Rumahnya masih ada yang melakukan ritual-ritual sesuai tradisi

yang berlaku di masyarakat tersebut. Alasan tersebutlah yang menjadikan

penulis ingin melakukan penelitian di desa tersebut.

4. Sumber Data

a. Sumber Primer

Sumber Primer berupa bukti atau fakta tentang tradisi Boyongan Rumah

yang diuraikan oleh para pelaku yang melakukan tradisi Boyongan

Rumah.

b. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder berupa laporan penelitian dan buku-buku yang

berkaitan atau mirip dengan tradisi Boyongan Rumah.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan beberapa metode diantarannya :

(25)

Yaitu pengamatan atau pencatatan dengan sistematis

fenomena-fenomena yang diselidiki, mengenai keterkaitan antara nilai-nilai

pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Dalam observasi, peneliti ikut

serta dalam kegiatan Boyongan Rumah.

b. Wawancara atau Interview

Yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

informan. Hal ini dilakukan kepada masyarakat di Desa Ngenden

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali di antarannya: (1) sesepuh desa

(2) pemerintah desa (3) tokoh masyarakat (4) tokoh agama.

c. Dokumen

Yaitu teknik dengan cara pengumpulan data melalui peninggalan

tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku

tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum yang berhubungan dengan

masalah penyelidikan. Dokumen yang digunakan oleh peneliti adalah

keikutsertaan dalam proses kegiatan Boyongan Rumah.

6. Analisis Data

Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat dimulai setelah

peneliti memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah

mengumpulkan data yang dapat dianalisis. Kegiatan-kegiatan analisis

selama penulis mengumpulkan data meliputi:

(26)

b. Penyusunan temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah

terkumpul.

c. Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan

temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya.

d. Pengembangan pertanyaan-pertanyaan analitik dalam rangka

pengumpulan data berikutnya.

e. Penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikutnya.

Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis

data, sebagai tahap akhir suatu penelitian maka penulis menggunakan

metode deskriptif yaitu dengan cara data dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan

metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan

menjadi kunci terhadap apa yang sudah di teliti. Jadi, “teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data

serta menarik kesimpulan (verifikasi) “ (Milles, 1992:16-18).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam menggunakan

kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa

yang berhasil di kumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam latar

penelitian. Secara ringkas menurut Lexy J. Moloeng (2008:326)

(27)

a. Perpanjangan keikutsertaan

Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, peneliti dalam penelitian

kualitatif adalah instrumen itu sendiri, keikutsertaan peneliti sangat

menentuan dalam pengumpulan data. Perpanjangan keikutsertaan

peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data

yang dikumpulkan.

b. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau

isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada isu yang di cari

tersebut.

c. Triangulasi

Tringulasi adalah teknik pemeriksan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatun yang lain diluar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai data pembanding. Dengan kata lain, bahwa

dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuanya dengan jalan

membandingkan dengan berbagai sumber, metode atau teori. Untuk itu

peneliti dapat melakukannya dengan cara:

1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data

3) Memanfatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat

dilakukan.

(28)

Teknik ini dilakukan dengan cara menyampaikan hasil sementara

atau hasil akhir penelitian kepada rekan-rekan sejawat.

e. Kajian kasus negatif

Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan

mengumpulkan contoh kasus yang tidak sesuai dengan pola dan

informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan

pembanding.

f. Pengecekan anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses

pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat

kepercayaan. Dalam hal ini pengecekan yang dilakukan dengan

anggota yang terlibat dalam pengumpulan data meliputi data, Kategori

analitis, penafsiran dan kesimpulan.

g. Uraian rinci

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya

sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang

menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.

h. Auditing

Auditing adalah konsep bisnis, khususnya di bidang fiksal yang

dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal

(29)

8. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang di gunakan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Tahap pra lapangan

1) Mengajukan judul penelitian

2) Menyusun proposal penelitian

3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing

b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi:

1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian

2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus

penelitian

3) Pencatatan data yang telah di kumpulkan

c. Tahap analisis data, meliputi kegiatan:

1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian

2) Pengecekan keabsahan data

d. Tahap penulisan laporan penelitian

1) Penulisan hasil penelitian

2) Konsultasi penelitian kepada pembimbing

3) Perbaikan hasil konsultasi

4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian

(30)

G.Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang

saling terkait dan saling melengkapi, adapun sitematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian

menjelaskan tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran

peneliti, subyek penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur

pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data,

tahap-tahap penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

A.Tinjauan tentang Nilai pendidikan Islam meliputi : Definisi

Nilai, Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam,

Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam dan Materi Pendidikan Islam.

B. Kebudayaan masyarakat jawa.

C.Tinjauan tentang Boyongan Rumah.

BAB III Paparan data dan hasil penelitian yang mencakup gambaran umum

Desa Ngenden, Keadaan Sosial Masyarakat, serta Ritual Tradisi

Boyongan Rumah di Desa Ngenden

BAB IV Pembahasan yang meliputi analisis tentang nilai-nilai pendidikan

(31)

BAB V Penutup

Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran.

Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang dapat

mendukung laporan penelitian ini.

BAB II

(32)

A.Nilai-Nilai Pendidikan Islam

1. Nilai

Nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi

yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai

merupakan hak milik pribadi seseorang. Tindakan seseorang mencerminkan

nilai yang dianutnya, baik atau buruk tindakan seseorang merupakan pilihan,

karena suatu nilai telah menjadi pegangan, suatu norma, bahkan telah menjadi

prinsip hidup seseorang. Perwujudan nilai dari seseorang dapat dilihat dari

cara berpakaian, teman-teman yang dipilihnya, tempat kediaman, bacaan,

tempat pilihan rekreasi, cara bergaul, bahkan pekerjaan yang dipilihnya.

Menurut Thoha (1996:61) nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia

ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan

salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang

dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. Nilai juga

diartikan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan

berguna bagi manusia. Sesuatu yang bernilai itu berarti sesuatu itu berharga

atau berguna bagi kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai

(positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan

antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada

bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Segala sesuatu yang ada dalam alam semesta, langsung atau tidak

langsung, disadari atau tidak disadari manusia mengandung nilai-nilai

(33)

perwujudan nilai-nilai di dalam dunia budaya manusia. Nilai-nilai kehidupan

manusia sebagai makhluk sosial merupakan modal kesadaran diri dalam

memahami tujuan hidup dan menyadari untuk apa manusia hidup dengan

segala keterbatasan dan potensi yang dimilikinya.

Menurut Alo Liliweri (2003:108) nilai adalah sebuah kepercayaan yang

didasarkan pada sebuah kode etik di dalam masyarakat. Nilai menunjukkan

kepada kita tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk, ia juga

menunjukkan tentang bagaimana seharusnya kita hidup sekarang dan akan

datang, juga bagaimana pengalaman hidup di masa lalu.

Nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama

yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi

seseorang dengan sesamanya.

Adapun tingkatan-tingkatan nilai, menurut Arnold Green, ada tiga

tingkatan, yaitu: perasaan (sentimen) yang abstrak, norma-norma moral, dan

keakuan (kedirian). Ketiga tingkatan tersebut ditemukan di dalam kepribadian

seseorang. (Sulaeman, M. Munandar, 1995 : 20).

Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat

disimpulkan sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan

manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan

bermasyarakat. Nilai di sini dalam konteks etika (baik dan buruk), logika

(benar dan salah), estetika (indah dan jelek).

(34)

Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung

jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau

yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek pendidikan

yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru

di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan

masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita

pahami selama ini adalah dalam lingkup rumah tangga (orang tua). Subjek

pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada keberhasilan atau gagalnya

tentang pendidikan, disebabkan banyak hal yang melatarbelakangi sipendidik.

Ahmad Munir (2008 : 13) mengatakan dalam dunia pendidikan seorang

pendidik (orang tua, guru, kyai, tokoh, cerdik-pandai) berposisi sebagai

subyek. Sementara anak didik tidak dapat dianggap sebagai obyek, meskipun

terhadap mereka inilah proses pendidikan ditujukan. Sementara lingkungan

merupakan kesatuan yang berpautan secara utuh dan erat antara subyek dan

obyek pendidikan.

Proses pendidikan tidak terbatas ruang dan waktu. Pendidikan bisa

kapan dan dimana saja seperti di lingkungan yang mencakup keluarga,

sekolah dan masyarakat merupakan sarana terpenting untuk proses

pendidikan. Dalam lingkungan keluarga yang berperan adalah orang tua, di

sekolah yang berperan adalah guru dan pergaulan dari teman yang ada

disekolahannya, sedangkan dalam masyarakat secara sederhana masyarakat

dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh

(35)

3. Pendidikan Islam

Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun

potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek. Kata “pendidikan”

yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”,

dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah

“ta‟lim” dengan kata kerjanya “ „alama “. Pendidikan dan pengajaran dalam

bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta‟lim” sedangkan “Pendidikan Islam” dalam

bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Depag Republik Indonesia,

1984:25).

Istilah pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang

terdapat di dalam masyarakat dan bangsa. Pendidikan menurut Islam atau

Pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan yang dikembangkan

dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber

dasarnya, yaitu Al-qur‟an dan Al-Sunnah (Muhaimin, 2002 : 29).

Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan

hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama

menurut ukuran-ukuran Islam.

Dalam hubungannya dengan pengertian pendidikan Islam ini dapat pula

kita perhatikan pada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

pendidikan Islam sebagaimana dikutip oleh Djumransjah (2007 : 16-18),

(36)

1. Abdurrahman Al-Nahlawi mengemukakan bahwa pendidikan Islam

manjadi suatu tuntutan dan kebutuhan mutlak umat manusia, karena;

a) Untuk menyelamatkan anak-anak di dalam tubuh umat manusia pada

umumnya dari ancaman sebagai korban hawa nafsu orang tua

terhadap kebendaan, sistem materialistis non humanistis, pemberian

kebebasan yang berlebihan dan pemanjaan;

b) Untuk menyelamatkan anak-anak di lingkungan bangsa-bangsa yang

sedang berkembang dan lemah dari ketundukan, kepatuhan dan

penyerahan diri kepada kekuasaan kezhaliman dan penjajahan.

2. Dr. Miqdad Yaljan (seorang Guru Besar Ilmu-ilmu Sosial di Universitas

Muhammad bin Su‟ud di Riyadh Saudi Arabia) menerangkan bahwa

pendidikan Islam diartikan sebagai usaha menumbuhkan dan membentuk

manusia muslim yang sempurna dari segala aspek yang bermacam-macam:

aspek kesehatan, akal, keyakinan, kejiwaan, akhlak, kemauan, daya cipta

dalam semua tingkat pertumbuhan yang disinari oleh cahaya yang dibawa

oleh Islam dengan versi dan metode-metode pendidikan yang ada di

antaranya.

3. Pendidikan Islam menurut Dr. Mohammad Fadil al-Jamaly (Guru Besar

Pendidikan di Universitas Tunisia) adalah proses yang mengarahkan

manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat

kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan

kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar). Esensi pendidikan Islam yang

(37)

yang memimpin manusia ke arah akhlak yang mulia dengan memberikan

kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan

perkembangan dari dalam diri manusia yang merupakan kemampuan dasar

yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah. Pendapat beliau tersebut

didasarkan atas firman Allah di dalam al-Qur‟an:

a. Surat al-Rum ayat 30:

(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.

b. Surat al-Nahl ayat 78:

tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Dari beberapa pengertian tentang pendidikan Islam tadi dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu bimbingan secara sadar

dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar dan kemampuan

ajarnya untuk pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur

ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari

(38)

pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud

dan kepribadian.

4. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam yang agung senantiasa selaras dengan tujuan

agama itu sendiri. Yaitu mewujudkan seorang mu‟min yang bertaqwa

kepada-Nya, memperbaiki ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia

dan akhirat, sebagaimana Allah mengutus para Rasul sebagai pendidik dan

pengajar, dan melengkapinya dengan berbagai kitab samawi, untuk

merealisasikan tujuan yang besar diatas,(Muhammad Hafidz dan Kastolani,

2009:34). Menurut Azhari (online) Ciri-ciri mukmin dijelaskan al-Quran

dalam surah At-Taubah 112:

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang

memuji, yang berpuasa, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat

ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum

Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”

Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan

hidup muslim yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk

Allah SWT, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang

berakhlak mulia, baik kepada sesama makhluk, dan senantiasa beribadah

kepada-Nya.

5. Nilai-nilai Pendidikan Islam

Nilai adalah sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan

(39)

bermasyarakat. Sedangkan Pendidikan Islam adalah suatu bimbingan secara

sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar dan

kemampuan ajarnya untuk pengenalan dan pengakuan yang secara

berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat

dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke

arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan

wujud dan kepribadian. Jadi Nilai-nilai Pendidikan Islam adalah hal-hal yang

berguna, bermanfaat, mendukung demi tercapainya tujuan pendidikan Islam.

Hal-hal untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang berkaitan dengan

boyongan rumah adalah seperti dalam kegiatan ritual-ritualnya yaitu

membagikan makanan atau sedekah yang dilakukan pada ritual slametan dan

pembacaan tahlil atau shalawatan merupakan sarana untuk mencapai tujuan

pendidikan islam yaitu mengajarkan untuk menjadi pribadi muslim yang taat

dan tunduk kepada Allah. Berikut adalah ciri substansi pendidikan Islam

menurut Hafidz dan Kastaloni (2009: 68-124) :

a. Pendidikan keimanan

Sesungguhnya esensi pendidikan Islam adalah pendidikan

ketuhanan, yakni terbentuknya ikatan yang kuat antara seorang hamba

dengan Allah SWT penguasa yang kekal. Atau dengan kata lain, agar

kehidupan individu bermakna, aktifitasnya mempunyai tujuan, motivasi

untuk belajar dan bekerja berkembang secara terus-menerus, akhlaknya

menjadi tinggi, jiwanya menjadi suci dan senantiasa menjadi cakap untuk

(40)

Di dalam al-Qur‟an, kita dapat menemukan banyak ayat Al-Qur‟an

yang mengajak kepada keimanan, sebagaimana firman Allah SWT

dalam suratAl-Baqarah ayat 1-5 :

Artinya : “1. Alif laam miin. 2. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. 3. (yaitu) mereka yang

beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan

sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. 4. Dan mereka

yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu

dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin

akan adanya (kehidupan) akhirat. 5. Mereka itulah yang tetap mendapat

petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat tersebut memperkuat keimanan melalui cara-cara yang ghaib,

melalui ayat-ayat Al-qur‟an, dan cara beribadat yaitu shalat dan zakat.

b. Pendidikan amaliyah

Sesungguhnya pendidikan islam telah menegaskan tentang aspek

amaliyah, karena pengaruhnya yang sangat penting dalam kehidupan di

dunia , serta membawa manfaat, kebaikan dan kebahagiaan bagi individu

dan masyarakat.

(41)

Sesungguhnya diantara substansi paling penting dalam pendidikan

Islam adalah berbagai macam ilmu pengetahuan, dimulai dari membaca

dan menulis, sebagaimana firman Allah SWT : al- alaq 1-5 :





Menciptakan. 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3.

Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. 4. Yang mengajar

(manusia) dengan perantaran kalam. 5. Dia mengajar kepada manusia apa

yang tidak diketahuinya.”

Pengetahuan manusia telah mengalami perubahan dari

pengetahuan kejiwaan ke ilmu social, selanjutnya berubah setelah

beberapa waktu dan masa ke ilmu pengetahuan geografi dan fenomena

alam.

d. Pendidikan akhlaq

Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting

pula dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an

menganggapnya sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah

tangga islami, masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Akhlaq

adalah buahnya Islam yang diperuntuhkan bagi seorang individu dan

umat manusia, akhlaq menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok.

Tanpa akhlaq, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi

individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda

(42)

e. Pendidikan sosial kemasyarakatan

Allah SWT sebagai Dzat pencipta dan sembahan manusia, dan

Islam sebagai rahmat lil „alamin tidak datang hanya utuk satu individu

atau masyarakat tertentu, tetapai untuk seluruh umat manusia di setiap

masa dan tempat. Islam senantiasa memusatkan perhatiannya pada

pengembangan tradisi sosial yang benar bagi individu, menanamkannya

perasaan dan kesadaran sebagai keluarga dan anggota masyarakat,

individu dari masyarakat dunia yang luas.

Selain itu Nilai dapat dilihat dari sudut pandangan, yang

menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai antara lain:

1. Dilihat dari segi kebutuhan manusia, nilai menurut Abraham

Maslaw yang dikutip oleh Thoha dapat dikelompokkan menjadi :

a. Nilai Biologis

b. Nilai keamanan

c. Nilai cinta kasih

d. Nilai harga diri

e. Nilai jati diri

Kelima nilai tersebut berkembang sesuai dengan kebutuhan yakni

dengan akan tuntunan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri

dan yang terakhir kebutuhan jati diri.

2. Dilihat dari kemempuan jiwa manusia untuk menangkap dan

(43)

a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi dan psikomotor.

b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi

beralifiliasi, motivasi berkuasa.

Kualifikasi ini memudahkan kita untuk menyusun strategi pendidikan

nilai, sebab sebagiannya dilakukan dengan menggunakan pendekatan

proses psikologik. (Thoha, 1996:63)

6. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam

Menurut Roqib (2009:32-33) tujuan dalam pendidikan Islam

sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber

dari nilai-nilai Al-Qur‟an dan as-sunnah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima

prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah

a. Prinsip Integrasi (Tauhid)

Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia dan akhirat, oleh

karena itu pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk

mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.

b. Prinsip Keseimbangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi. Keseimbangan

yang proposional antara muatan rohaniah dan jasmaniah, antara ilmu

murni dan ilmu terapan, antara teoritik dan praktik dan antara nilai yang

menyangkut aqidah, syari‟at dan akhlak.

c. Prinsip Persamaan dan Pembebasan

Prinsip ini dikembangkan dari nilai tauhid bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh

(44)

oleh pencipta yang sama (Allah). Pendidikan Islam adalah satu upaya

untuk membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia pada nilai tauhid

yang bersih dan mulia.

d. Prinsip Kontinuitas dan Berkelanjutan

Prinsip ini dikenal konsep pendidikan seumur hidup sebab di dalam Islam

belajar adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir.

e. Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan

Jika ruh tauhid telah berkembang dalam sistem moral dan akhlak

seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran

maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat

atau berguna bagi kehidupan.

7. Materi Pendidikan Islam

Materi dalam pendidikan Islam dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Aqidah

Menurut etimologi aqidah adalah ikatan, sangkutan (Daud Ali,

2008:199). Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan

Aqidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh

ajaran Islam, aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada Allah. Tauhid

menjadi inti rukun iman prima causa seluruh keyakinan.

Secara sederhana sistematika aqidah Islam dapat dijelaskan sebagai

berikut, kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal

yang pertama, asal dari segala-galanya dalam keyakinan Islam maka rukun

(45)

tersebut. Kalau orang yakin bahwa (1) Allah mempunyai kehendak,

sebagai bagian dari sifatnya maka orang yakin pula adanya (para) (2)

Malaikat yang diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk

melaksanakan dan menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh

malaikat jibril kepada para rasul-Nya yang kini dihimpun dalam (3)

Kitab-kitab suci namun perlu segera dicatat dan diingat bahwa Kitab-kitab suci yang

masih murni dan asli memuat kehendak Allah adalah al-Qur‟an. Kehendak

Allah itu disampaikan kepada manusia melalui manusia pilihan Tuhan

yang disebut Rasulullah , konsekuensi logisnya adalah kita meyakini pula

akan adanya (4) Rosul yang menyampaikan dan menjelaskan kehendak

Allah kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidup dan

kehidupan, hidup dan kehidupan ini akan berakhir pada suatu ketika

sebagaimana dinyatakan dengan tegas oleh kitab suci dan para rosul,

akibat logisnya kita yakin adanya (5) Hari Akhir tatkala seluruh hidup dan

kehidupan seperti sekarang akan berakhir. Pada waktu itu kelak Allah

akan menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya baqa‟ (abadi) tidak

fana (sementara) seperti yang kita lihat dan alami sekarang. Untuk

mendiami alam baqa‟ kelak, manusia yang pernah hidup di dunia ini akan

dihidupkan kembali oleh Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban

mengenai keyakinan (aqidah) tingkah laku (syari‟ah) dan sikap

(akhlaknya) selama hidup di dunia yang fana. Yakin adanya hidup lain

selain kehidupan sekarang dan dimintainya pertanggungjawaban manusia

(46)

Kadar yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia yang

fana ini yang membawa akibat pada kehidupan di alam baqa‟ kelak (Daud

Ali, 2008:199-201).

b. Syariah

Makna asal ayari‟at adalah jalan ke sumber (mata) air(Daud Ali,

2008:235). Secara harfiah adalah jalan yang harus dilalui oleh setiap

muslim selain aqidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup) syari‟at

(jalan hidup) adalah satu bagian agama Islam ditetapkan Allah menjadi

patokan hidup setiap muslim, menurut Imam Syafi‟i dalam ar-risalah

syari‟at adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu dan

kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah

laku manusia oleh karena itu, dalam praktik makna syari‟at lalu disamakan

dengan fiqih sebagai ketetapan Allah baik berupa larangan maupun dalam

bentuk suruhan, syari‟at mengatur jalan hidup dan kehidupan manusia.

Dilihat dari segi ilmu hukum syari‟at adalah norma hukum dasar yang

diwahyukan Allah yang wajib diikuti oleh orang Islam baik dalam

berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda

dalam masyarakat. Norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam

al-qur‟an masih ada yang bersifat umum. Perlu dirumuskan lebih lanjut

setelah nabi Muhammad wafat. Perumusan norma-norma hukum dasar ke

dalam kaidah-kaidah yang lebih konkrit, memerlukan cara-cara tertentu.

(47)

kepustakaan hukum Islam ilmu tersebut dinamakan ilmu fiqih. Ilmu fiqih

adalah ilmu yang mempelajari syari‟at (Daud Ali,2008:235-237).

c. Akhlak

Secara etimologis akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku,

atau tabi‟at (Daud Ali, 2008:345). Dalam kepustakaan akhlak diartikan

sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik,

mungkin juga buruk.

Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan

manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam

perbuatan sehari-hari. Sedangkan perangai adalah sifat dan watak yang

merupakan sifat bawaan seseorang, pembentukannya ke arah baik atau

buruk ditentukan oleh berbagai faktor, terutama orang tua dalam keluarga.

Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal

tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang

mungkin positif, negatif, mungkin baik atau buruk.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, akhlak

dengan taqwa nanti merupakan „buah‟ pohon Islam yang berakarkan,

aqidah bercabang dan berdaun syari‟ah. Pentingnya kedudukan akhlak

dapat dilihat dari berbagai sunah qauliyah (sunnah dalam bentuk

perkataan) Rasulullah diantaranya adalah “Sesungguhnya aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak” (HR Ahmad).”Mukmin yang paling sempurna

imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR Tarmizi) dan

(48)

disebut akhlak Islam karena bersumber dari wahyu Allah yang kini

terdapat dalam al-qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran

Islam (Daud Ali, 2008:345-349).

B.Kebudayaan Masyarakat Jawa

Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil krida, cipta,

rasa, dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang

berasal dari alam sekelilingnya. Alam ini, di samping memberikan fasilitas

yang indah, juga menghadirkan tantangan yang harus diatasi (Simuh, 2003:1).

Kebudayaan menurut istilah yang berasal dari bahasa sanskerta “buddhayah

yang berarti budi atau akal. Sementara kebudayaan itu sendiri kurang lebih

memiliki makna semua hasil dari karya, rasa, dan cita-cita masyarakat.

Kebudayaan dapat bersifat kata kerja yaitu berbudaya atau membudaya,

maupun kata benda yaitu dalam bentuk karya-karya budaya seperti arsitektur,

organisasi masyarakat, berbagai jenis kesenian, perlengkapan dan

gagasan-gagasan (Muhrodi, 2011:26). Ada yang mengatakan kebudayaan itu

merupakan seni, padahal patut diingat bahwa kebudayaan bukan sekedar

sebuah seni, kebudayaan melebihi seni itu sendiri karena kebudayaan

meliputi sebuah jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia.

Menurut Alo Liliweri (2003:11-12) pendekatan umum yang lazim

dilakukan untuk memahami kebudayaan, di antaranya:

1. Pendekatan Deskriptif

Seperti kata ahli antropologi, kebudayaan merupakan keseluruhan

(49)

adat istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan

oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat. Oleh karena itu, cara

termudah untuk menjelaskan kebudayaan adalah dengan

mendeskripsikan rinciaan pengetahuan, seni, moral, hukum, adat

istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh

sekelompok masyarakat dari kebudayaan tertentu. Itulah pendekatan

deskriptif.

2. Pendekatan Bawaan Sosial

Kebudayaan di yakini sebagai warisan dari orang dewasa kepada

anak-anak. Bahwa manusia tidak dilahirkan dengan kebudayaan, tapi

kebudayaan itu dipelajari oleh manusia sepanjang kehidupanya. Proses

belajar itu merupakan salah satu bentuk „bawaan sosial‟ (social

heredity), yang dimiliki manusia sejak dia dilahirkan. Jadi, jika kita

ingin mempelajari kebudayaan maka salah satu cara adalah

mempelajari bawaan sosial dari sekelompok orang didalam kebudayaan

tertentu.

3. Pendekatan Perseptual

Kebudayaan di bentuk oleh perilaku manusia, dan perilaku itu

merupakan hasil persepsi manusia terhadap dunia. Perilaku tersebut

merupakan perilaku terpola karena tampilannya berulang-ulang secara

(50)

untuk mempelajari Kebudayaan adalah meneliti persepsi suatu

kelompok masyarakat terhadap dunia, dan persepsi itu dengan mudah

dapat diamati melalui perilaku-perilaku manusia setiap hari, sebagai

wujud nyata dari persepsi mereka itu.

Pada hakikatnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan

masyarakat yang didikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi,

maupun agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat Jawa secara

kekerabatan.

Sistim hidup kekeluargaan di jawa tergambar dalam kekerabatan

masyarakat Jawa. Jika kita kita memperhatikan kosakata kekerabatan,

tampaklah bahwa istilah yang sama dipakai untuk menyebut moyang, baik

pada tingkat ketiga maupun keturunan pada generasi ketiga, dengan aku

sebagai acuan. Jadi, buyut dapat berarti ayahnya kakek, maupun anaknya

cucu, dan seterusnya (wareng, udeg-udeg, gantung siwur, gropak sente,

debog bosok) sampai generasi kesepuluh dimana galih asem dapat

menunjukan, baik nenek moyang maupun keturunan jauh (Darori Amin,

2002: 5).

Di jawa, anak-anak sering dibesarkan oleh saudara-saudara, orang tua

mereka, bahkan oleh tetangga, dan anak acapkali diangkat. Hukum adat

menuntut setiap orang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan

masih dituntut untuk bekerja membantu kerabat lain dalam hal-hal tertentu

seperti mengerjakan tanah pertanian, membuat rumah, mamperbaiki jalan

(51)

saiyeg saeka praya atau gotong royong merupakan ragkaian hidup

tolong-menolong sesama warga. Kebudayaan yang mereka bangun adalah hasil

adaptasi dari alam sehingga dapat meletakkan pondasi petembayatan yang

kuat dan mendasar (Darori Amin, 2002: 5).

Kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun

akan berubah menjadi sebuah tradisi yang diyakini oleh masyarakat dan harus

di jalankan. Keyakinan masyarakat akan sebuah tradisi yang apabila tidak

dilakukan menurut sesepuh akan mendapatkan sebuah bencana semisalnya

penyakit atau pun yang lainnya.

C.Hubungan Islam dengan Budaya Jawa

Hubungan antara Islam dengan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai

dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan, yang secara bersama-sama

menentukan nilai mata uang tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang dan

berkembang di Jawa di pengaruhi oleh kultur atau budaya Jawa. Sementara

itu sisi kedua , budaya Jawa makin diperkaya oleh khazanah Islam.

Sebagaimana dikutip oleh M. Darori Amin ( 2002 : 119) dalam proses

penyebaran Islam di Jawa terdapat dua pendekatan tentang bagaimana cara

yang ditempuh agar nilai-nilai islam diserap menjadi bagian dari budaya

Jawa. Pendekatan yang pertama disebut Islamisasi Kultur Jawa. Melalui

pendekatan ini budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam, baik

secara formal maupun secara substansial. Upaya ini ditandai dengan

penggunaan istilah-istilah Islam, nama-nama Islam, pengambilan peran tokoh

(52)

norma-norma Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Adapun pendekatan

yang kedua disebut Jawanisasi Islam, yang diartikan sebagai upaya

penginternalisasian nilai-nilai Islam melalui cara penyusupan kedalam budaya

Jawa. Melalui cara pertama, islamisasi dimulai dari aspek formal terlebih

dahulu sehingga simbol-simbol keislaman nampak secara nyata dalam budaya

Jawa, sedangkan pada cara kedua, meskipun istilah-istilah dan nama-nama

jawa tetap dipakai, tetapi nilai yang dikandungnya adalah nilai-nilai Islam

sehingga Islam menjadi men-Jawa. Berbagai kenyataan menunjukkan bahwa

produk-produk budaya orang Jawa yang beragama Islam cenderung

mengarah kepada polarisasi Islam Kejawan atau Jawa yang keislaman

sehingga timbul istilah Islam Jawa atau Islam Kejawen.

Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan upacara, baik

upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari

keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai

dengan saat kematiannya, atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan

aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah, khususnya bagi para

petani, pedagang, nelayan, dan upacara-upacara yang berhubungan dengan

tempat tinggal, seperti membangun gedung untuk berbagai keperluan,

membangun dan meresmikan rumah tinggal, pindah rumah, dan lain

sebagainya. Upacara-upacara itu semula dilakukan dalam rangka untuk

menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang tidak dikehendaki

yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dalam

(53)

semacam korban yang disajikan kepada daya-daya kekuatan gaib (roh-roh,

mahluk-mahluk halus, dewa-dewa) tertentu. Tentu dengan upacara itu

harapan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat

(Amin, M. Darori, 2002 :130-131). Selain itu dalam upacara ritual yang

dilakukan oleh masyarakat jawa mempunyai beberapa makna yang

terkandung dalam ajaran Islam yang berupa nilai-nilai dari ajarannya bukan

dari syari‟at islamnya, nilai tersebut sebagaimana dikatakan oleh Simuh

(2003 : 46) dalam masyarakat Indonesia asli (khususnya masyarakat Jawa)

yang masih bersahaja, nilai agama menjadi nilai utama yang bersifat

mengikat dan mempengaruhi nilai-nilai yang lain. Nilai agama yang

menggejala dalam kepercayaan serba mistik, yang kemudian mempengaruhi

adat dengan berbagai tatacara dan rangkaian upacaranya yang kompleks.

Berkaitan dengan masyarakat yang masih bersahaja, nilai solidaritas

yang dalam ungkapan Jawa disebut semangat gotong-royong dan rukun

cukup tinggi. Kemudian berkaitan dengan upacara religi, mantra, atau

kidung-kidung untuk memohon bantuan ruh nenek-moyang dan menolak

segala penyakit, juga berkembang.

D.Tinjauan tentang Boyongan Rumah

Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan

turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Sedangkan dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, tradisi adalah adat kebiasaan

dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara (Rizalatul Umami,

(54)

Semua perilaku orang Jawa selalu bertumpu pada keyakinan yang

bersifat religius. Rasa religius itu dapat dilihat dalam tradisi Jawa yang

berhubungan dengan kelahiran, kematian atau dalam kehidupan keseharian

seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan rumah, memulai suatu kerja

penting dan sebagainya (Munafiah, 2011:19).

Secara luwes Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara itu

dengan sebutan kenduren atau slametan. Di dalam upacara slametan ini yang

pokok adalah pembacaan doa (donga) yang dipimpin oleh orang yang

dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam, apakah seorang modin,

kaum, lebe, atau kiai. Selain itu, terdapat seperangkat makanan yang

dihidangkan bagi para peserta selamatan, serta makanan yang dibawa pulang

ke rumah masing-masing peserta slametan yang disebut dengan berkat

(Munafiah, 2011:27).

Kaitannya dengan tradisi boyongan rumah atau pindah rumah orang

jawa melakukan suatu tradisi atau kegiatan saat akan menempati rumah baru.

Upacara atau tradisi boyongan rumah ini dimaksud untuk mengantarkan doa

selamat kepada penghuni rumah baru, yang dimulai dengan proses pindah

serentak bersama keluarga dalam bahasa Jawa disebut “boyongan”.

Secara rasional, masyarakat jawa mempunyai sopan santun untuk

memasuki tempat, daerah, wilayah, atau kawasan lain dengan memohon ijin

pada pemiliknya yaitu Yang Maha Pencipta, pemilik semesta alam beserta

seluruh isinya. Yang dilakukan adalah bahwa seakan-akan di tempat itu

(55)

sebenarnya tidak terlihat, namun disadari, perlu diyakini oleh semua orang

tentang keberadaannya. Perbuatan itu seperti kalau ingin mengetuk pintu

masuk rumah, dengan segala tata cara yang lebih sedikit daripada kalau

mengetuk rumah yang sebenarnya. Timbul anggapan di kalangan masyarakat

Jawa, bahwa hidup di dunia hanyalah sekedar „mampir ngombe‟( singgah

untuk minum). Tinggal di bagian manapun di dunia adalah di tempat yang

bukan miliknya sendiri, jadi harus selalu minta ijin pada pemilik yang lebih

berhak.Dalam peristiwa pemindahan rumah, hampir sama dengan pembuatan

rumah, hanya berbeda karena nilai lebih, yaitu bahwa dari rumah yang semula

padanya telah mempunyai suatu perbendaharaan atau modal, yang sebagian

akan dipindahkan pada tempat yang baru. Ijinnya ditambahkan niat untuk

membawa bekal yang telah dimiliki sebelumnya, yang diakuinya sebagai

telah sesuai dengan tata kehidupannya. Permohonan ijin itu seakan-akan

memerlukan jawaban, sebagaimana seseorang minta ijin masuk dengan telah

membawa bekal sendiri, dengan teman cukup banyak, dan dengan tujuan

tinggal yang lebih mantap (Arya Ronald, 1997:399).

Bagi orang Jawa yang masih menjunjung tinggi unsur kejawaan sesuatu

hal tidak diputuskan begitu saja, namun dicari rujukan atau tradisi yang ada.

Seperti halnya orang yang akan melakukan pindahan rumah, menempati

rumah baru atau membuka usaha kebanyakan mencari Sri-nya atau hari

baiknya . Ini semua mengacu pada leluhur orang jawa yang tidak secara

ngawur melakukan sesuatu hal yang baik. Prinsip mereka sesuatu yang baik

(56)

ada pedoman yaitu buku ”Primbon” yang ditulis orang jaman dahulu. Buku

primbon ini sudah berumur ratusan tahun sebagai pedoman atau acuan untuk

menapaki kehidupan ini.

Seperti halnya pindahan rumah di buku ”Kitab Primbon Betal Jemur

Adammakna” dituliskan : “Neptune dina lan pasaran anggone mangkat

boyongan kagunggung, banjur kapetung : Pitutur, Demangkandhuwur,

Satriyapinayungan, Mantrisinaroja, Macanketawang, Nujupati.”

1. Yen tiba Pitutur, akeh prakara.

2. Yen tiba Demangkandhuwuran, lelaranen

3. Yen tiba Satriya pinayungan, kajen keringan, slamet sinuyudan ing akeh.

4. Yen tiba Mantrisinaroja, didhemeni ing akeh.

5. Yen tiba Macanketawang, kerep padu lan prakaran.

6. Yen tiba Nujupati, tansah duka cipta, sangsara.

Dene neptune dina : Neptune pasaran :

Jumuah 1 Kliwon 1

Saptu 2 Legi 2

Akad 3 Paing 3

Senen 4 Pon 4

Slasa 5 Wage 5

Gambar

Tabel 3.2 Sarana Pendidikan
Tabel 3.4
Tabel 3.5 Data Pemeluk Agama
Tabel 3.6

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya, yang telah memberikan ilmu yang tak akan ada nilainya hingga akhir hayat.. Nenekku, Isjah Sofiati, yang terus

3 Dengan kreativitas pula kita dapat menciptakan inovasi-inovasi baru sehingga produk yang kita hasilkan tidak akan kalah dengan.. produk

Untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja secara parsial terhadap. motivasi

Untuk membuktikan komite audit berpengaruh positif terhadap

penting yaitu beras, tebu, jagung, jeruk, kedele, kopi, rempah-rempah, susu, teh dan tepung terigu untuk SSM serta coklat, sawit, dan kopi untuk NTB. Adapun hasil dari kajian ini

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu Nomor 8 Tahun 2007 tentang Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang didirikan

Hal ini tercermin dalam sikap individu (yang berbasis pada kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi); Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan

Tahukah Anda bahwa melihat gerhana matahari dengan mata telanjang sangat tidak dianjurkan? Hal ini akan menyebabkan kesehatan mata menjadi terganggu, bahkan tidak jarang