NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI
BOYONGAN RUMAH
DI DESA NGENDEN
KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
SUGENG WIBOWO
NIM 11110017
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stain salatiga.ac.id/Email: administrasi@stainsalatiga.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:
Nama : Sugeng Wibowo
NIM : 11110017
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi boyongan
rumah di desa ngenden kecamatan ampel kabupaten
boyolali tahun 2014
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 12 Oktober 2014 Pembimbing
Drs. Juz‟
an, M.Hum.
SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN
RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN
BOYOLALI TAHUN 2014
DISUSUN OLEH
SUGENG WIBOWO
111 10 017
Telah dipertahankan di depan panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada
tanggal... 2014 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji :
Sekretaris Penguji :
Penguji I :
Penguji II :
Penguji III :
Salatiga, ...
Ketua STAIN Salatiga
Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Sugeng Wibowo
NIM : 11110017
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis benar – benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga 12 November 2014 Yang menyatakan
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak Wardi dan Ibu Sukinah selaku orang tua yang selalu mendukung,
mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi
kelancaran studi, semoga Allah senantiasa meridhoinya.
2. Endang Safitri dan Endah Safitri selaku adikku yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
3. Bapak Drs. Juz‟an M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan
keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi
ini.
4. Rekan-rekan seperjuangan (PAI Angkatan 2010) yang selalu memberikan
KATA PENGANTAR
ميح ّرلا نمح ّرلا الله مسب
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Puja dan puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya dalam penyusunan skripsi berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Boyongan Rumah Didesa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014”. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad yang telah menerangi dunia dengan
kesempurnaan agama Islam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I.) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Penelitian ini merupakan jenis Penelitian kualitatif untuk mengetahui
seberapa jauh upaya untuk menjaga dan melestarikan ritual dari tradisi yang ada
dalam masyarakat. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait. Pada kesempatan ini, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Dr. H. Rahmat
Hariyadi, M. Pd.
2. Ketua Jurusan STAIN Salatiga Suwardi, M.Pd.
3. Kepala Program Studi Pendidikan Agama Islam Rasimin, S.Pd.I, M.Pd.
4. Pembimbing Skripsi Drs. Juz‟an, M.Hum.atas bimbingan, arahan, dan
motivasi yang diberikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian akademik
STAIN Salatiga.
6. Drs. Eko Warsono selaku Kepala Desa Ngenden yang telah memberikan ijin
penelitian bagi penulis.
7. Masyarakat Desa Ngenden atas bantuan dan pengalaman yang diberikan.
8. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam
Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang peneliti
harapkan. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam
pembahasan ataupun penulisan. Hal ini merupakan keterbatasan kemampuan
peneliti. Dan semoga apa yang telah tertulis dalam skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca, dan khususnya bagi peneliti.
Salatiga, 12 November
2014
Peneliti
Sugeng Wibowo
ABSTRAK
Wibowo, Sugeng. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Boyongan Rumah Di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014.Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Juz‟an, M.Hum.
Kata kunci : Nilai Pendidikan Islam, Boyongan Rumah
Penelitian ini merupakan upaya untuk menjaga dan melestarikan ritual dari tradisi yang ada dalam masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah masyarakat memahami tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014? 2. Bagaimanakah masyarakat melakukan prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun 2014?.
Tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pemahamam masyarakat tentang tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Definisi Operasional... 6
F. Metode Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 16
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam ...
7. Materi Pendidikan Islam... 25
B. Kebudayaan Masyarakat Jawa... 29
C. Hubungan Islam dengan Budaya Jawa... 32
D. Tinjauan tentang Boyongan Rumah... 34
BAB III HASIL PENELITIAN... 44
A. Paparan Data... 1. Letak Geografis... 2. Keadaan Demografis... 3. Keadaan Sosial Budaya... 44 44 46 49 B. Temuan Peneliti... 50
BAB IV PEMBAHASAN... 65
BAB V PENUTUP... 70
A. Kesimpulan... 70
B. Saran... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
3.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 46
3.2 Sarana Pendidikan... 47
3.3 Pendidikan Masyarakat Desa Ngenden... 47
3.4 Keadaan Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian... 48
3.5 Data Pemeluk Agama... 49
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan
2. Hasil Wawancara
3. Dokumentasi
4. Surat Keterangan Penelitian
5. Daftar Riwayat Hidup
6. Surat Keterangan Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Tempat tinggal atau Rumah menurut istilah jawa adalah panggonan
atau panggenan. Dalam kehidupan berumah tangga, agar tercipta keluarga
yang harmonis adalah memiliki tempat tinggal atau rumah sendiri. Menurut
Arya Ronald (1997:196) orang jawa menganggap bahwa keadaan yang ideal
adalah mempunyai rumah tangga sendiri yang neolokal (somah), yang dapat
dibuktikan dengan adanya istilah omah-omah. Bagi orang Jawa, rumah
merupakan status kemantapan rumah tangga, sehingga rumah direncanakan
dan dibuat sedemikian hati-hatinya agar dikemudian hari dapat memberikan
jaminan kehidupan yang lebih baik.
Rumah merupakan monumen keluarga, yang selalu direncanakan dan
dibuat sedemikian rupa kuatnya agar dapat bertahan untuk jangka waktu yang
lama. Anggapan satu rumah untuk selamanya masih cukup berakar di
kalangan orang jawa, yang berarti untuk memiliki rumah memerlukan proses
yang rumit dan panjang, juga memakan waktu yang cukup lama.
Dalam peristiwa pembuatan, pemindahan, perbaikan, pembongkaran,
dan berpindah rumah, erat kaitannya dengan keyakinan dan kepercayaan
masyarakat pada kekuatan disekitarnya. Secara rasional, masyarakat jawa
mempunyai sopan santun untuk memasuki tempat, daerah, wilayah, atau
Pencipta, pemilik semesta alam beserta seluruh isinya. Kaitannya dengan
berpindah rumah atau memiliki rumah yang baru orang jawa semisalnya yang
ada di Desa Ngenden mempunyai suatu tradisi yang biasanya disebut dengan
Boyongan Rumah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah Boyongan mempunyai
arti pindah tempat (tinggal), sedangkan Rumah dalam KBBI adalah bangunan
untuk tempat tinggal (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Jadi,
Boyongan Rumah dapat diartikan berpindah tempat atau berpindah ke rumah
yang baru.
Dalam peristiwa Boyongan Rumah yang ada di Desa Ngenden orang
yang akan menempati rumah baru tersebut jauh tempo hari sebelum akan
berpindah rumah sudah menentukan hari untuk berpindah rumah. Dalam
penentuan hari atau petangan, orang yang akan berpindah rumah biasanya
pergi ke orang pintar atau sesepuh atau biasanya disebut dhukun petangan.
Menurut Koentjaraningrat (1994:422) kata dhukun mempunyai arti yang
sangat luas. Bukan hanya orang yang ahli dalam ilmu petangan saja yang
mendapat sebutan itu, tetapi juga orang yang menjalankan praktek
penyembuhan tradisional, ilmu gaib dan ilmu sihir. Biasanya dhukun
petangan meramal hari atau menentukan harinya dengan menggunakan
Primbon. Dhukun petangan berbeda dengan kahin, dhukun petangan
menggunakan buku primbon dalam memeberikan hari baik sedangkan kahin
menjalin hubungan dengan setan-setan yang akan memberitahukan
Setelah mendapatkan hari yang sudah ditentukan oleh dhukun, saat
prosesi pindahan menuju rumah yang baru ada kegiatan yang dinamakan
Slup-slupan dan Slametan atau Selamatan. Slametan berasal dari kata slamet
yang artinya terhindar dari suatu kejadian yang tidak diinginkan secara
lahiriah dan batiniah serta selalu dalam pengayoman dari Gusti Kang
Murbeng Dumadi. Menurut Koentjaraningrat (1994:344) Slametan atau
wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir
semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang jawa pada umumnya dan
penganut Agami Jawi khususnya, seperti yang telah dinyatakan juga oleh C.
Geertz (1960: 11-15, 30-37). Hakekat slametan dalam bahasa jawa
dinyatakan bahwa ”manungsa iku urip ing alam donya ora mung luru
pangan, sandhang lan papan ananging uga luru kasuwargan”. Maksudnya
manusia hidup di dunia tidak hanya mencari makan, pakaian, dan rumah, tapi
juga mencari akherat (surga).
Selain diadakannya Slametan, biasannya orang yang mempunyai hajat
berpindah rumah sudah menyiapkan ubo rampe yang berupa tikar, bantal,
guling, dan ubo rampe lainnya. Selain itu, rumah baru yang akan di huni
biasannya di tiang atas (blandar) dikasih cikal (benih kelapa) ada juga yang
menaruh bendera kebangsaan Indonesia yaitu Bendera Merah Putih.
Dalam tradisi atau tindakannya tersebut, orang jawa selalu berpegang
kepada dua hal. Pertama, kepada pandangan hidupnya atau falsafah hidupnya
yang religius dan mistis. Kedua, pada sikap hidupnya yang etis dan
menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniyah atau
mistis dengan magis, dengan menghormati arwah nenek moyang atau
leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak oleh indra manusia.
Sistem kepercayaan Jawa sama dengan Kebudayaan Jawa, makna itu
merupakan serangkaian pengetahuan, petunjuk-petunjuk, aturan-aturan,
resep-resep, dan strategi-strategi untuk menyesuaikan diri dan
membudidayakan lingkungan hidup, yang bersumber pada sistem etika dan
pandangan hidup manusia Jawa (Mulder, Niels. 1983:58)
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka timbul suatu keinginan
dari peneliti untuk mengadakan suatu penelitian guna mengetahui maksud,
tujuan, dan nilai-nilai pendidikan Islam dari tradisi Boyongan Rumah yang
ada dalam kehidupan masyarakat di desa Ngenden, peneliti mengambil judul
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BOYONGAN
RUMAH DI DESA NGENDEN KECAMATAN AMPEL KABUPATEN
BOYOLALI TAHUN 2014”
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang yang penulis kemukakan diatas maka yang
menjadi topik permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah masyarakat memahami tradisi Boyongan Rumah di Desa
Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014?
2. Bagaimanakah masyarakat melakukan prosesi tradisi Boyongan Rumah di
3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah
di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun 2014?
C.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pemahamam masyarakat tentang tradisi Boyongan
Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun
2014.
2. Untuk mengetahui prosesi tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi Boyongan
Rumah di Desa Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun
2014.
D.MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai penjelas adanya manfaat
yang baik, bagi siapa saja yang bisa memahami kegiatan Boyongan Rumah
ini dan tentunya bagi pelakunya dalam lahir, batinnya maupun dalam
masyarakat yang mau melaksanakannya. Serta diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis maupun praktisnya .
1. Manfaat Teoritis
Lembaga dalam hal ini STAIN Salatiga apabila hasil penelitiannya sesuai
dengan manfaatnya dan merupakan sebagai salah satu sumbangan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang sosial
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat mengetahui manfaat yang terkandung dalam kegiatan
Boyongan Rumah secara sosial kemasyarakatan maupun secara spiritual
bagi warga di Desa Ngenden, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
Penelitian dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam kegiatan
Boyongan Rumah sebagai sarana bersosialisasi di kehidupan
bermasyarakat, bersedekah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Adapun kegunaan lain dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat memberi kontribusi positif pada kajian-kajian
sejenis pada waktu-waktu selanjutnya.
2. Dengan penelitian ini diharapkan menjadi nilai tambah yang
berguna untuk peneliti khususnya dan untuk masyarakat pada
umumnya.
3. Dapat memberikan tambahan informasi dan pengetahuan bagi para
pembaca.
E.DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam menafsirkan
kata-kata istilah yang digunakan oleh penulis, maka penulis mendefinisikan
istilah-istilah sebagai berikut:
Nilai merupakan bentuk yang simbolik dan praktis yang ada dalam dunia
umat manusia yang sekaligus membedakannya dengan makhluk yang lain.
Misalnya, nilai baik buruk, adil sewenang-wenang, demokratis-otoriter,
benar-salah, dan lain-lain (Alaena, Badrun. 2000: 159 ). Nilai-nilai
mempunyai sebuah elemen konsepsi yang lebih mendalam dibandingkan
dengan hanya sekedar sensasi, emosi, atau kebutuhan. Dalam kenyataan,
nilai-nilai berhubungan dengan pilihan, dan pilihan merupakan prasyarat
untuk mengambil suatu tindakan.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju
terbentuknya manusia seutuhnya(insan kamil) sesuai dengan norma islam
(Ahmadi, 1992:20).
Menurut Drs. Burlian Shomad, Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri
berderajad tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk
mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah. Beliau mengemukakan
pendidikan itu baru dapat disebut Pendidikan Islam apabila memiliki 2
ciri yaitu :
1.Tujuannya untuk membentuk individu menjadi bercorak tertinggi
menurut ukuran Al-Qur'an.
2.Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an
sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
(http://pustakaaslikan.blogspot.com diakses pada 08 November 2013
pukul 15:09)
3. Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,
atau agama yang sama.
Istilah tradisi, biasannya secara umum dimaksudkan untuk menunjuk
kepada suatu nilai, norma dan adat kebiasaan yang berbau lama, dan yang
lama tersebut hingga kini masih diterima, di ikuti bahkan dipertahankan
oleh kelompok tertentu. Menurut khasanah bahasa indonesia, tradisi berarti
segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainnya, yang turun
temurun dari nenek moyang. Ada pula yang menginformasikan, bahwa
tradisi berasal dari kata traditium, yaitu segala sesuatu yang di
transmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang.
Berdasarkan dua sumber tersebut jelaslah bahwa tradisi, intinya adalah
warisan masa lalu yang di lestarikan hingga sekarang. Warisan masa lalu
itu dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain
yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan (Bawani, 1990:23).
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi diakses pada 08 November 2013
pukul 15:11)
4. Boyongan Rumah
Boyongan menurut KBBI mempunyai arti pindah tempat (tinggal), Rumah
berarti bangunan untuk tempat tinggal. Jadi, Boyongan Rumah dapat
diartikan berpindah tempat atau berpindah ke rumah yang baru.
F.METODE PENELITIAN
Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan
dalam proses penelitian. Penelitian diartikan upaya dalam bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan
prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.
Ada beberapa komponen dalam metode penelitian ini :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian lapangan. Dan menggunakan
pendekatan kualitatif. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif, penelitian yang menjelaskan realitas yang ada di
lapangan kemudian menganalisisnya dengan cara memaparkan atau
mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sangatlah penting sekali. Peneliti
dalam penelitian ini bertindak secara langsung dan terlibat aktif di
lapangan guna mendapatkan data yang riil dan akurat.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ngenden, Kecamatan Ampel,
Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Sebuah desa yang tradisi
Boyongan Rumahnya masih ada yang melakukan ritual-ritual sesuai tradisi
yang berlaku di masyarakat tersebut. Alasan tersebutlah yang menjadikan
penulis ingin melakukan penelitian di desa tersebut.
4. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber Primer berupa bukti atau fakta tentang tradisi Boyongan Rumah
yang diuraikan oleh para pelaku yang melakukan tradisi Boyongan
Rumah.
b. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder berupa laporan penelitian dan buku-buku yang
berkaitan atau mirip dengan tradisi Boyongan Rumah.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa metode diantarannya :
Yaitu pengamatan atau pencatatan dengan sistematis
fenomena-fenomena yang diselidiki, mengenai keterkaitan antara nilai-nilai
pendidikan islam dalam tradisi Boyongan Rumah di Desa Ngenden
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Dalam observasi, peneliti ikut
serta dalam kegiatan Boyongan Rumah.
b. Wawancara atau Interview
Yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
informan. Hal ini dilakukan kepada masyarakat di Desa Ngenden
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali di antarannya: (1) sesepuh desa
(2) pemerintah desa (3) tokoh masyarakat (4) tokoh agama.
c. Dokumen
Yaitu teknik dengan cara pengumpulan data melalui peninggalan
tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum yang berhubungan dengan
masalah penyelidikan. Dokumen yang digunakan oleh peneliti adalah
keikutsertaan dalam proses kegiatan Boyongan Rumah.
6. Analisis Data
Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat dimulai setelah
peneliti memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah
mengumpulkan data yang dapat dianalisis. Kegiatan-kegiatan analisis
selama penulis mengumpulkan data meliputi:
b. Penyusunan temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah
terkumpul.
c. Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan
temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya.
d. Pengembangan pertanyaan-pertanyaan analitik dalam rangka
pengumpulan data berikutnya.
e. Penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikutnya.
Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis
data, sebagai tahap akhir suatu penelitian maka penulis menggunakan
metode deskriptif yaitu dengan cara data dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan
metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah di teliti. Jadi, “teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data
serta menarik kesimpulan (verifikasi) “ (Milles, 1992:16-18).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam menggunakan
kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa
yang berhasil di kumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam latar
penelitian. Secara ringkas menurut Lexy J. Moloeng (2008:326)
a. Perpanjangan keikutsertaan
Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, peneliti dalam penelitian
kualitatif adalah instrumen itu sendiri, keikutsertaan peneliti sangat
menentuan dalam pengumpulan data. Perpanjangan keikutsertaan
peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data
yang dikumpulkan.
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada isu yang di cari
tersebut.
c. Triangulasi
Tringulasi adalah teknik pemeriksan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatun yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai data pembanding. Dengan kata lain, bahwa
dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuanya dengan jalan
membandingkan dengan berbagai sumber, metode atau teori. Untuk itu
peneliti dapat melakukannya dengan cara:
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data
3) Memanfatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat
dilakukan.
Teknik ini dilakukan dengan cara menyampaikan hasil sementara
atau hasil akhir penelitian kepada rekan-rekan sejawat.
e. Kajian kasus negatif
Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan
mengumpulkan contoh kasus yang tidak sesuai dengan pola dan
informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
pembanding.
f. Pengecekan anggota
Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses
pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat
kepercayaan. Dalam hal ini pengecekan yang dilakukan dengan
anggota yang terlibat dalam pengumpulan data meliputi data, Kategori
analitis, penafsiran dan kesimpulan.
g. Uraian rinci
Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya
sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang
menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.
h. Auditing
Auditing adalah konsep bisnis, khususnya di bidang fiksal yang
dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal
8. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang di gunakan oleh peneliti sebagai berikut:
a. Tahap pra lapangan
1) Mengajukan judul penelitian
2) Menyusun proposal penelitian
3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing
b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi:
1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian
2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus
penelitian
3) Pencatatan data yang telah di kumpulkan
c. Tahap analisis data, meliputi kegiatan:
1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian
2) Pengecekan keabsahan data
d. Tahap penulisan laporan penelitian
1) Penulisan hasil penelitian
2) Konsultasi penelitian kepada pembimbing
3) Perbaikan hasil konsultasi
4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian
G.Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang
saling terkait dan saling melengkapi, adapun sitematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian
menjelaskan tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti, subyek penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data,
tahap-tahap penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
A.Tinjauan tentang Nilai pendidikan Islam meliputi : Definisi
Nilai, Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam,
Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam dan Materi Pendidikan Islam.
B. Kebudayaan masyarakat jawa.
C.Tinjauan tentang Boyongan Rumah.
BAB III Paparan data dan hasil penelitian yang mencakup gambaran umum
Desa Ngenden, Keadaan Sosial Masyarakat, serta Ritual Tradisi
Boyongan Rumah di Desa Ngenden
BAB IV Pembahasan yang meliputi analisis tentang nilai-nilai pendidikan
BAB V Penutup
Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran.
Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang dapat
mendukung laporan penelitian ini.
BAB II
A.Nilai-Nilai Pendidikan Islam
1. Nilai
Nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi
yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai
merupakan hak milik pribadi seseorang. Tindakan seseorang mencerminkan
nilai yang dianutnya, baik atau buruk tindakan seseorang merupakan pilihan,
karena suatu nilai telah menjadi pegangan, suatu norma, bahkan telah menjadi
prinsip hidup seseorang. Perwujudan nilai dari seseorang dapat dilihat dari
cara berpakaian, teman-teman yang dipilihnya, tempat kediaman, bacaan,
tempat pilihan rekreasi, cara bergaul, bahkan pekerjaan yang dipilihnya.
Menurut Thoha (1996:61) nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia
ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan
salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang
dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. Nilai juga
diartikan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu yang bernilai itu berarti sesuatu itu berharga
atau berguna bagi kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai
(positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan
antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada
bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.
Segala sesuatu yang ada dalam alam semesta, langsung atau tidak
langsung, disadari atau tidak disadari manusia mengandung nilai-nilai
perwujudan nilai-nilai di dalam dunia budaya manusia. Nilai-nilai kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial merupakan modal kesadaran diri dalam
memahami tujuan hidup dan menyadari untuk apa manusia hidup dengan
segala keterbatasan dan potensi yang dimilikinya.
Menurut Alo Liliweri (2003:108) nilai adalah sebuah kepercayaan yang
didasarkan pada sebuah kode etik di dalam masyarakat. Nilai menunjukkan
kepada kita tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk, ia juga
menunjukkan tentang bagaimana seharusnya kita hidup sekarang dan akan
datang, juga bagaimana pengalaman hidup di masa lalu.
Nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama
yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi
seseorang dengan sesamanya.
Adapun tingkatan-tingkatan nilai, menurut Arnold Green, ada tiga
tingkatan, yaitu: perasaan (sentimen) yang abstrak, norma-norma moral, dan
keakuan (kedirian). Ketiga tingkatan tersebut ditemukan di dalam kepribadian
seseorang. (Sulaeman, M. Munandar, 1995 : 20).
Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat
disimpulkan sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan
manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai di sini dalam konteks etika (baik dan buruk), logika
(benar dan salah), estetika (indah dan jelek).
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung
jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau
yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek pendidikan
yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru
di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan
masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita
pahami selama ini adalah dalam lingkup rumah tangga (orang tua). Subjek
pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada keberhasilan atau gagalnya
tentang pendidikan, disebabkan banyak hal yang melatarbelakangi sipendidik.
Ahmad Munir (2008 : 13) mengatakan dalam dunia pendidikan seorang
pendidik (orang tua, guru, kyai, tokoh, cerdik-pandai) berposisi sebagai
subyek. Sementara anak didik tidak dapat dianggap sebagai obyek, meskipun
terhadap mereka inilah proses pendidikan ditujukan. Sementara lingkungan
merupakan kesatuan yang berpautan secara utuh dan erat antara subyek dan
obyek pendidikan.
Proses pendidikan tidak terbatas ruang dan waktu. Pendidikan bisa
kapan dan dimana saja seperti di lingkungan yang mencakup keluarga,
sekolah dan masyarakat merupakan sarana terpenting untuk proses
pendidikan. Dalam lingkungan keluarga yang berperan adalah orang tua, di
sekolah yang berperan adalah guru dan pergaulan dari teman yang ada
disekolahannya, sedangkan dalam masyarakat secara sederhana masyarakat
dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh
3. Pendidikan Islam
Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun
potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek. Kata “pendidikan”
yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”,
dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah
“ta‟lim” dengan kata kerjanya “ „alama “. Pendidikan dan pengajaran dalam
bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta‟lim” sedangkan “Pendidikan Islam” dalam
bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Depag Republik Indonesia,
1984:25).
Istilah pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang
terdapat di dalam masyarakat dan bangsa. Pendidikan menurut Islam atau
Pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan yang dikembangkan
dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber
dasarnya, yaitu Al-qur‟an dan Al-Sunnah (Muhaimin, 2002 : 29).
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan
hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.
Dalam hubungannya dengan pengertian pendidikan Islam ini dapat pula
kita perhatikan pada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan Islam sebagaimana dikutip oleh Djumransjah (2007 : 16-18),
1. Abdurrahman Al-Nahlawi mengemukakan bahwa pendidikan Islam
manjadi suatu tuntutan dan kebutuhan mutlak umat manusia, karena;
a) Untuk menyelamatkan anak-anak di dalam tubuh umat manusia pada
umumnya dari ancaman sebagai korban hawa nafsu orang tua
terhadap kebendaan, sistem materialistis non humanistis, pemberian
kebebasan yang berlebihan dan pemanjaan;
b) Untuk menyelamatkan anak-anak di lingkungan bangsa-bangsa yang
sedang berkembang dan lemah dari ketundukan, kepatuhan dan
penyerahan diri kepada kekuasaan kezhaliman dan penjajahan.
2. Dr. Miqdad Yaljan (seorang Guru Besar Ilmu-ilmu Sosial di Universitas
Muhammad bin Su‟ud di Riyadh Saudi Arabia) menerangkan bahwa
pendidikan Islam diartikan sebagai usaha menumbuhkan dan membentuk
manusia muslim yang sempurna dari segala aspek yang bermacam-macam:
aspek kesehatan, akal, keyakinan, kejiwaan, akhlak, kemauan, daya cipta
dalam semua tingkat pertumbuhan yang disinari oleh cahaya yang dibawa
oleh Islam dengan versi dan metode-metode pendidikan yang ada di
antaranya.
3. Pendidikan Islam menurut Dr. Mohammad Fadil al-Jamaly (Guru Besar
Pendidikan di Universitas Tunisia) adalah proses yang mengarahkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat
kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan
kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar). Esensi pendidikan Islam yang
yang memimpin manusia ke arah akhlak yang mulia dengan memberikan
kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan
perkembangan dari dalam diri manusia yang merupakan kemampuan dasar
yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah. Pendapat beliau tersebut
didasarkan atas firman Allah di dalam al-Qur‟an:
a. Surat al-Rum ayat 30:
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
b. Surat al-Nahl ayat 78:
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Dari beberapa pengertian tentang pendidikan Islam tadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu bimbingan secara sadar
dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar dan kemampuan
ajarnya untuk pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari
pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
dan kepribadian.
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam yang agung senantiasa selaras dengan tujuan
agama itu sendiri. Yaitu mewujudkan seorang mu‟min yang bertaqwa
kepada-Nya, memperbaiki ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat, sebagaimana Allah mengutus para Rasul sebagai pendidik dan
pengajar, dan melengkapinya dengan berbagai kitab samawi, untuk
merealisasikan tujuan yang besar diatas,(Muhammad Hafidz dan Kastolani,
2009:34). Menurut Azhari (online) Ciri-ciri mukmin dijelaskan al-Quran
dalam surah At-Taubah 112:
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang
memuji, yang berpuasa, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum
Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan
hidup muslim yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk
Allah SWT, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang
berakhlak mulia, baik kepada sesama makhluk, dan senantiasa beribadah
kepada-Nya.
5. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai adalah sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan Pendidikan Islam adalah suatu bimbingan secara
sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar dan
kemampuan ajarnya untuk pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan
wujud dan kepribadian. Jadi Nilai-nilai Pendidikan Islam adalah hal-hal yang
berguna, bermanfaat, mendukung demi tercapainya tujuan pendidikan Islam.
Hal-hal untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang berkaitan dengan
boyongan rumah adalah seperti dalam kegiatan ritual-ritualnya yaitu
membagikan makanan atau sedekah yang dilakukan pada ritual slametan dan
pembacaan tahlil atau shalawatan merupakan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan islam yaitu mengajarkan untuk menjadi pribadi muslim yang taat
dan tunduk kepada Allah. Berikut adalah ciri substansi pendidikan Islam
menurut Hafidz dan Kastaloni (2009: 68-124) :
a. Pendidikan keimanan
Sesungguhnya esensi pendidikan Islam adalah pendidikan
ketuhanan, yakni terbentuknya ikatan yang kuat antara seorang hamba
dengan Allah SWT penguasa yang kekal. Atau dengan kata lain, agar
kehidupan individu bermakna, aktifitasnya mempunyai tujuan, motivasi
untuk belajar dan bekerja berkembang secara terus-menerus, akhlaknya
menjadi tinggi, jiwanya menjadi suci dan senantiasa menjadi cakap untuk
Di dalam al-Qur‟an, kita dapat menemukan banyak ayat Al-Qur‟an
yang mengajak kepada keimanan, sebagaimana firman Allah SWT
dalam suratAl-Baqarah ayat 1-5 :
Artinya : “1. Alif laam miin. 2. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. 3. (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. 4. Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu
dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat. 5. Mereka itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”
Ayat tersebut memperkuat keimanan melalui cara-cara yang ghaib,
melalui ayat-ayat Al-qur‟an, dan cara beribadat yaitu shalat dan zakat.
b. Pendidikan amaliyah
Sesungguhnya pendidikan islam telah menegaskan tentang aspek
amaliyah, karena pengaruhnya yang sangat penting dalam kehidupan di
dunia , serta membawa manfaat, kebaikan dan kebahagiaan bagi individu
dan masyarakat.
Sesungguhnya diantara substansi paling penting dalam pendidikan
Islam adalah berbagai macam ilmu pengetahuan, dimulai dari membaca
dan menulis, sebagaimana firman Allah SWT : al- alaq 1-5 :
Menciptakan. 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. 4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. 5. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”
Pengetahuan manusia telah mengalami perubahan dari
pengetahuan kejiwaan ke ilmu social, selanjutnya berubah setelah
beberapa waktu dan masa ke ilmu pengetahuan geografi dan fenomena
alam.
d. Pendidikan akhlaq
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting
pula dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an
menganggapnya sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah
tangga islami, masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Akhlaq
adalah buahnya Islam yang diperuntuhkan bagi seorang individu dan
umat manusia, akhlaq menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok.
Tanpa akhlaq, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi
individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda
e. Pendidikan sosial kemasyarakatan
Allah SWT sebagai Dzat pencipta dan sembahan manusia, dan
Islam sebagai rahmat lil „alamin tidak datang hanya utuk satu individu
atau masyarakat tertentu, tetapai untuk seluruh umat manusia di setiap
masa dan tempat. Islam senantiasa memusatkan perhatiannya pada
pengembangan tradisi sosial yang benar bagi individu, menanamkannya
perasaan dan kesadaran sebagai keluarga dan anggota masyarakat,
individu dari masyarakat dunia yang luas.
Selain itu Nilai dapat dilihat dari sudut pandangan, yang
menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai antara lain:
1. Dilihat dari segi kebutuhan manusia, nilai menurut Abraham
Maslaw yang dikutip oleh Thoha dapat dikelompokkan menjadi :
a. Nilai Biologis
b. Nilai keamanan
c. Nilai cinta kasih
d. Nilai harga diri
e. Nilai jati diri
Kelima nilai tersebut berkembang sesuai dengan kebutuhan yakni
dengan akan tuntunan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri
dan yang terakhir kebutuhan jati diri.
2. Dilihat dari kemempuan jiwa manusia untuk menangkap dan
a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi dan psikomotor.
b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi
beralifiliasi, motivasi berkuasa.
Kualifikasi ini memudahkan kita untuk menyusun strategi pendidikan
nilai, sebab sebagiannya dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proses psikologik. (Thoha, 1996:63)
6. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Menurut Roqib (2009:32-33) tujuan dalam pendidikan Islam
sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber
dari nilai-nilai Al-Qur‟an dan as-sunnah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima
prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah
a. Prinsip Integrasi (Tauhid)
Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia dan akhirat, oleh
karena itu pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk
mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.
b. Prinsip Keseimbangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi. Keseimbangan
yang proposional antara muatan rohaniah dan jasmaniah, antara ilmu
murni dan ilmu terapan, antara teoritik dan praktik dan antara nilai yang
menyangkut aqidah, syari‟at dan akhlak.
c. Prinsip Persamaan dan Pembebasan
Prinsip ini dikembangkan dari nilai tauhid bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh
oleh pencipta yang sama (Allah). Pendidikan Islam adalah satu upaya
untuk membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia pada nilai tauhid
yang bersih dan mulia.
d. Prinsip Kontinuitas dan Berkelanjutan
Prinsip ini dikenal konsep pendidikan seumur hidup sebab di dalam Islam
belajar adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir.
e. Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan
Jika ruh tauhid telah berkembang dalam sistem moral dan akhlak
seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran
maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat
atau berguna bagi kehidupan.
7. Materi Pendidikan Islam
Materi dalam pendidikan Islam dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Aqidah
Menurut etimologi aqidah adalah ikatan, sangkutan (Daud Ali,
2008:199). Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan
Aqidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh
ajaran Islam, aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada Allah. Tauhid
menjadi inti rukun iman prima causa seluruh keyakinan.
Secara sederhana sistematika aqidah Islam dapat dijelaskan sebagai
berikut, kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal
yang pertama, asal dari segala-galanya dalam keyakinan Islam maka rukun
tersebut. Kalau orang yakin bahwa (1) Allah mempunyai kehendak,
sebagai bagian dari sifatnya maka orang yakin pula adanya (para) (2)
Malaikat yang diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk
melaksanakan dan menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh
malaikat jibril kepada para rasul-Nya yang kini dihimpun dalam (3)
Kitab-kitab suci namun perlu segera dicatat dan diingat bahwa Kitab-kitab suci yang
masih murni dan asli memuat kehendak Allah adalah al-Qur‟an. Kehendak
Allah itu disampaikan kepada manusia melalui manusia pilihan Tuhan
yang disebut Rasulullah , konsekuensi logisnya adalah kita meyakini pula
akan adanya (4) Rosul yang menyampaikan dan menjelaskan kehendak
Allah kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidup dan
kehidupan, hidup dan kehidupan ini akan berakhir pada suatu ketika
sebagaimana dinyatakan dengan tegas oleh kitab suci dan para rosul,
akibat logisnya kita yakin adanya (5) Hari Akhir tatkala seluruh hidup dan
kehidupan seperti sekarang akan berakhir. Pada waktu itu kelak Allah
akan menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya baqa‟ (abadi) tidak
fana (sementara) seperti yang kita lihat dan alami sekarang. Untuk
mendiami alam baqa‟ kelak, manusia yang pernah hidup di dunia ini akan
dihidupkan kembali oleh Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban
mengenai keyakinan (aqidah) tingkah laku (syari‟ah) dan sikap
(akhlaknya) selama hidup di dunia yang fana. Yakin adanya hidup lain
selain kehidupan sekarang dan dimintainya pertanggungjawaban manusia
Kadar yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia yang
fana ini yang membawa akibat pada kehidupan di alam baqa‟ kelak (Daud
Ali, 2008:199-201).
b. Syariah
Makna asal ayari‟at adalah jalan ke sumber (mata) air(Daud Ali,
2008:235). Secara harfiah adalah jalan yang harus dilalui oleh setiap
muslim selain aqidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup) syari‟at
(jalan hidup) adalah satu bagian agama Islam ditetapkan Allah menjadi
patokan hidup setiap muslim, menurut Imam Syafi‟i dalam ar-risalah
syari‟at adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu dan
kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah
laku manusia oleh karena itu, dalam praktik makna syari‟at lalu disamakan
dengan fiqih sebagai ketetapan Allah baik berupa larangan maupun dalam
bentuk suruhan, syari‟at mengatur jalan hidup dan kehidupan manusia.
Dilihat dari segi ilmu hukum syari‟at adalah norma hukum dasar yang
diwahyukan Allah yang wajib diikuti oleh orang Islam baik dalam
berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda
dalam masyarakat. Norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam
al-qur‟an masih ada yang bersifat umum. Perlu dirumuskan lebih lanjut
setelah nabi Muhammad wafat. Perumusan norma-norma hukum dasar ke
dalam kaidah-kaidah yang lebih konkrit, memerlukan cara-cara tertentu.
kepustakaan hukum Islam ilmu tersebut dinamakan ilmu fiqih. Ilmu fiqih
adalah ilmu yang mempelajari syari‟at (Daud Ali,2008:235-237).
c. Akhlak
Secara etimologis akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku,
atau tabi‟at (Daud Ali, 2008:345). Dalam kepustakaan akhlak diartikan
sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik,
mungkin juga buruk.
Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan
manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam
perbuatan sehari-hari. Sedangkan perangai adalah sifat dan watak yang
merupakan sifat bawaan seseorang, pembentukannya ke arah baik atau
buruk ditentukan oleh berbagai faktor, terutama orang tua dalam keluarga.
Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal
tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang
mungkin positif, negatif, mungkin baik atau buruk.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, akhlak
dengan taqwa nanti merupakan „buah‟ pohon Islam yang berakarkan,
aqidah bercabang dan berdaun syari‟ah. Pentingnya kedudukan akhlak
dapat dilihat dari berbagai sunah qauliyah (sunnah dalam bentuk
perkataan) Rasulullah diantaranya adalah “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak” (HR Ahmad).”Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR Tarmizi) dan
disebut akhlak Islam karena bersumber dari wahyu Allah yang kini
terdapat dalam al-qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran
Islam (Daud Ali, 2008:345-349).
B.Kebudayaan Masyarakat Jawa
Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil krida, cipta,
rasa, dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang
berasal dari alam sekelilingnya. Alam ini, di samping memberikan fasilitas
yang indah, juga menghadirkan tantangan yang harus diatasi (Simuh, 2003:1).
Kebudayaan menurut istilah yang berasal dari bahasa sanskerta “buddhayah”
yang berarti budi atau akal. Sementara kebudayaan itu sendiri kurang lebih
memiliki makna semua hasil dari karya, rasa, dan cita-cita masyarakat.
Kebudayaan dapat bersifat kata kerja yaitu berbudaya atau membudaya,
maupun kata benda yaitu dalam bentuk karya-karya budaya seperti arsitektur,
organisasi masyarakat, berbagai jenis kesenian, perlengkapan dan
gagasan-gagasan (Muhrodi, 2011:26). Ada yang mengatakan kebudayaan itu
merupakan seni, padahal patut diingat bahwa kebudayaan bukan sekedar
sebuah seni, kebudayaan melebihi seni itu sendiri karena kebudayaan
meliputi sebuah jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia.
Menurut Alo Liliweri (2003:11-12) pendekatan umum yang lazim
dilakukan untuk memahami kebudayaan, di antaranya:
1. Pendekatan Deskriptif
Seperti kata ahli antropologi, kebudayaan merupakan keseluruhan
adat istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan
oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat. Oleh karena itu, cara
termudah untuk menjelaskan kebudayaan adalah dengan
mendeskripsikan rinciaan pengetahuan, seni, moral, hukum, adat
istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat dari kebudayaan tertentu. Itulah pendekatan
deskriptif.
2. Pendekatan Bawaan Sosial
Kebudayaan di yakini sebagai warisan dari orang dewasa kepada
anak-anak. Bahwa manusia tidak dilahirkan dengan kebudayaan, tapi
kebudayaan itu dipelajari oleh manusia sepanjang kehidupanya. Proses
belajar itu merupakan salah satu bentuk „bawaan sosial‟ (social
heredity), yang dimiliki manusia sejak dia dilahirkan. Jadi, jika kita
ingin mempelajari kebudayaan maka salah satu cara adalah
mempelajari bawaan sosial dari sekelompok orang didalam kebudayaan
tertentu.
3. Pendekatan Perseptual
Kebudayaan di bentuk oleh perilaku manusia, dan perilaku itu
merupakan hasil persepsi manusia terhadap dunia. Perilaku tersebut
merupakan perilaku terpola karena tampilannya berulang-ulang secara
untuk mempelajari Kebudayaan adalah meneliti persepsi suatu
kelompok masyarakat terhadap dunia, dan persepsi itu dengan mudah
dapat diamati melalui perilaku-perilaku manusia setiap hari, sebagai
wujud nyata dari persepsi mereka itu.
Pada hakikatnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan
masyarakat yang didikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi,
maupun agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat Jawa secara
kekerabatan.
Sistim hidup kekeluargaan di jawa tergambar dalam kekerabatan
masyarakat Jawa. Jika kita kita memperhatikan kosakata kekerabatan,
tampaklah bahwa istilah yang sama dipakai untuk menyebut moyang, baik
pada tingkat ketiga maupun keturunan pada generasi ketiga, dengan aku
sebagai acuan. Jadi, buyut dapat berarti ayahnya kakek, maupun anaknya
cucu, dan seterusnya (wareng, udeg-udeg, gantung siwur, gropak sente,
debog bosok) sampai generasi kesepuluh dimana galih asem dapat
menunjukan, baik nenek moyang maupun keturunan jauh (Darori Amin,
2002: 5).
Di jawa, anak-anak sering dibesarkan oleh saudara-saudara, orang tua
mereka, bahkan oleh tetangga, dan anak acapkali diangkat. Hukum adat
menuntut setiap orang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan
masih dituntut untuk bekerja membantu kerabat lain dalam hal-hal tertentu
seperti mengerjakan tanah pertanian, membuat rumah, mamperbaiki jalan
saiyeg saeka praya atau gotong royong merupakan ragkaian hidup
tolong-menolong sesama warga. Kebudayaan yang mereka bangun adalah hasil
adaptasi dari alam sehingga dapat meletakkan pondasi petembayatan yang
kuat dan mendasar (Darori Amin, 2002: 5).
Kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun
akan berubah menjadi sebuah tradisi yang diyakini oleh masyarakat dan harus
di jalankan. Keyakinan masyarakat akan sebuah tradisi yang apabila tidak
dilakukan menurut sesepuh akan mendapatkan sebuah bencana semisalnya
penyakit atau pun yang lainnya.
C.Hubungan Islam dengan Budaya Jawa
Hubungan antara Islam dengan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai
dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan, yang secara bersama-sama
menentukan nilai mata uang tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang dan
berkembang di Jawa di pengaruhi oleh kultur atau budaya Jawa. Sementara
itu sisi kedua , budaya Jawa makin diperkaya oleh khazanah Islam.
Sebagaimana dikutip oleh M. Darori Amin ( 2002 : 119) dalam proses
penyebaran Islam di Jawa terdapat dua pendekatan tentang bagaimana cara
yang ditempuh agar nilai-nilai islam diserap menjadi bagian dari budaya
Jawa. Pendekatan yang pertama disebut Islamisasi Kultur Jawa. Melalui
pendekatan ini budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam, baik
secara formal maupun secara substansial. Upaya ini ditandai dengan
penggunaan istilah-istilah Islam, nama-nama Islam, pengambilan peran tokoh
norma-norma Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Adapun pendekatan
yang kedua disebut Jawanisasi Islam, yang diartikan sebagai upaya
penginternalisasian nilai-nilai Islam melalui cara penyusupan kedalam budaya
Jawa. Melalui cara pertama, islamisasi dimulai dari aspek formal terlebih
dahulu sehingga simbol-simbol keislaman nampak secara nyata dalam budaya
Jawa, sedangkan pada cara kedua, meskipun istilah-istilah dan nama-nama
jawa tetap dipakai, tetapi nilai yang dikandungnya adalah nilai-nilai Islam
sehingga Islam menjadi men-Jawa. Berbagai kenyataan menunjukkan bahwa
produk-produk budaya orang Jawa yang beragama Islam cenderung
mengarah kepada polarisasi Islam Kejawan atau Jawa yang keislaman
sehingga timbul istilah Islam Jawa atau Islam Kejawen.
Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan upacara, baik
upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari
keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai
dengan saat kematiannya, atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan
aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah, khususnya bagi para
petani, pedagang, nelayan, dan upacara-upacara yang berhubungan dengan
tempat tinggal, seperti membangun gedung untuk berbagai keperluan,
membangun dan meresmikan rumah tinggal, pindah rumah, dan lain
sebagainya. Upacara-upacara itu semula dilakukan dalam rangka untuk
menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang tidak dikehendaki
yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dalam
semacam korban yang disajikan kepada daya-daya kekuatan gaib (roh-roh,
mahluk-mahluk halus, dewa-dewa) tertentu. Tentu dengan upacara itu
harapan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat
(Amin, M. Darori, 2002 :130-131). Selain itu dalam upacara ritual yang
dilakukan oleh masyarakat jawa mempunyai beberapa makna yang
terkandung dalam ajaran Islam yang berupa nilai-nilai dari ajarannya bukan
dari syari‟at islamnya, nilai tersebut sebagaimana dikatakan oleh Simuh
(2003 : 46) dalam masyarakat Indonesia asli (khususnya masyarakat Jawa)
yang masih bersahaja, nilai agama menjadi nilai utama yang bersifat
mengikat dan mempengaruhi nilai-nilai yang lain. Nilai agama yang
menggejala dalam kepercayaan serba mistik, yang kemudian mempengaruhi
adat dengan berbagai tatacara dan rangkaian upacaranya yang kompleks.
Berkaitan dengan masyarakat yang masih bersahaja, nilai solidaritas
yang dalam ungkapan Jawa disebut semangat gotong-royong dan rukun
cukup tinggi. Kemudian berkaitan dengan upacara religi, mantra, atau
kidung-kidung untuk memohon bantuan ruh nenek-moyang dan menolak
segala penyakit, juga berkembang.
D.Tinjauan tentang Boyongan Rumah
Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan
turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Sedangkan dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, tradisi adalah adat kebiasaan
dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara (Rizalatul Umami,
Semua perilaku orang Jawa selalu bertumpu pada keyakinan yang
bersifat religius. Rasa religius itu dapat dilihat dalam tradisi Jawa yang
berhubungan dengan kelahiran, kematian atau dalam kehidupan keseharian
seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan rumah, memulai suatu kerja
penting dan sebagainya (Munafiah, 2011:19).
Secara luwes Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara itu
dengan sebutan kenduren atau slametan. Di dalam upacara slametan ini yang
pokok adalah pembacaan doa (donga) yang dipimpin oleh orang yang
dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam, apakah seorang modin,
kaum, lebe, atau kiai. Selain itu, terdapat seperangkat makanan yang
dihidangkan bagi para peserta selamatan, serta makanan yang dibawa pulang
ke rumah masing-masing peserta slametan yang disebut dengan berkat
(Munafiah, 2011:27).
Kaitannya dengan tradisi boyongan rumah atau pindah rumah orang
jawa melakukan suatu tradisi atau kegiatan saat akan menempati rumah baru.
Upacara atau tradisi boyongan rumah ini dimaksud untuk mengantarkan doa
selamat kepada penghuni rumah baru, yang dimulai dengan proses pindah
serentak bersama keluarga dalam bahasa Jawa disebut “boyongan”.
Secara rasional, masyarakat jawa mempunyai sopan santun untuk
memasuki tempat, daerah, wilayah, atau kawasan lain dengan memohon ijin
pada pemiliknya yaitu Yang Maha Pencipta, pemilik semesta alam beserta
seluruh isinya. Yang dilakukan adalah bahwa seakan-akan di tempat itu
sebenarnya tidak terlihat, namun disadari, perlu diyakini oleh semua orang
tentang keberadaannya. Perbuatan itu seperti kalau ingin mengetuk pintu
masuk rumah, dengan segala tata cara yang lebih sedikit daripada kalau
mengetuk rumah yang sebenarnya. Timbul anggapan di kalangan masyarakat
Jawa, bahwa hidup di dunia hanyalah sekedar „mampir ngombe‟( singgah
untuk minum). Tinggal di bagian manapun di dunia adalah di tempat yang
bukan miliknya sendiri, jadi harus selalu minta ijin pada pemilik yang lebih
berhak.Dalam peristiwa pemindahan rumah, hampir sama dengan pembuatan
rumah, hanya berbeda karena nilai lebih, yaitu bahwa dari rumah yang semula
padanya telah mempunyai suatu perbendaharaan atau modal, yang sebagian
akan dipindahkan pada tempat yang baru. Ijinnya ditambahkan niat untuk
membawa bekal yang telah dimiliki sebelumnya, yang diakuinya sebagai
telah sesuai dengan tata kehidupannya. Permohonan ijin itu seakan-akan
memerlukan jawaban, sebagaimana seseorang minta ijin masuk dengan telah
membawa bekal sendiri, dengan teman cukup banyak, dan dengan tujuan
tinggal yang lebih mantap (Arya Ronald, 1997:399).
Bagi orang Jawa yang masih menjunjung tinggi unsur kejawaan sesuatu
hal tidak diputuskan begitu saja, namun dicari rujukan atau tradisi yang ada.
Seperti halnya orang yang akan melakukan pindahan rumah, menempati
rumah baru atau membuka usaha kebanyakan mencari Sri-nya atau hari
baiknya . Ini semua mengacu pada leluhur orang jawa yang tidak secara
ngawur melakukan sesuatu hal yang baik. Prinsip mereka sesuatu yang baik
ada pedoman yaitu buku ”Primbon” yang ditulis orang jaman dahulu. Buku
primbon ini sudah berumur ratusan tahun sebagai pedoman atau acuan untuk
menapaki kehidupan ini.
Seperti halnya pindahan rumah di buku ”Kitab Primbon Betal Jemur
Adammakna” dituliskan : “Neptune dina lan pasaran anggone mangkat
boyongan kagunggung, banjur kapetung : Pitutur, Demangkandhuwur,
Satriyapinayungan, Mantrisinaroja, Macanketawang, Nujupati.”
1. Yen tiba Pitutur, akeh prakara.
2. Yen tiba Demangkandhuwuran, lelaranen
3. Yen tiba Satriya pinayungan, kajen keringan, slamet sinuyudan ing akeh.
4. Yen tiba Mantrisinaroja, didhemeni ing akeh.
5. Yen tiba Macanketawang, kerep padu lan prakaran.
6. Yen tiba Nujupati, tansah duka cipta, sangsara.
Dene neptune dina : Neptune pasaran :
Jumuah 1 Kliwon 1
Saptu 2 Legi 2
Akad 3 Paing 3
Senen 4 Pon 4
Slasa 5 Wage 5