• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-QURAN TENTANG PERANG DAN DAMAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AL-QURAN TENTANG PERANG DAN DAMAI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

AL-QURAN TENTANG

PERANG DAN DAMAI

Artikel ini merupakan ekstraksi dari buku Pengantar Untuk Mempelajari Al-Quran yang dikarang oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad.

Penterjemah : A.Q. Khalid

Ajaran Islam berbeda dari agama Yahudi dan Nasrani. Ajaran Islam berada di antara keduanya. Islam tidak mengajarkan agresi seperti halnya ajaran Nabi Musaas. Islam tidak pula seperti agama Kristen dewasa ini (yang mungkin telah rusak) yang mengajarkan hal-hal yang saling bertentangan satu sama lain. Islam tidak mengajarkan agar menyerahkan pipi sebelah lagi dan bersamaan dengan itu menyuruh menjual pakaian kita untuk membeli pedang. Ajaran Islam selaras dengan fitrat manusia dan memelihara perdamaian dengan cara terbaik.

Islam melarang agresi, tetapi mengajarkan kepada kita untuk berperang seandainya tanpa ber-perang hanya akan membahayakan keamanan dan menggalakkan pepe-rangan. Jika mengabaikan perang berarti lenyapnya kebebasan dalam beragama dan usaha mencari kebenaran maka menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk berperang. Itulah ajaran yang di atas landasannya pada akhirnya perdamaian dapat dibina. Inilah ajaran dimana

Rasulullahsaw meletakkan dasar siasat dan amal beliau. Rasulullahsaw terus menerus menderita selama di Mekah tetapi tidak melawan agresi yang ditujukan kepada diri beliau, padahal beliau tidak bersalah. Ketika beliau kemudian hijrah ke Medinah, dan musuh bertekad memusnahkan agama Islam maka beliau terpaksa menghadapi musuh dalam rangka membela kebenaran dan kebebasan beragama.

Di bawah ini dikutipkan ayat-ayat Al-Quran yang mengandung masalah menyangkut perang.

(1) Dalam surah Al-Hajj dinyatakan:

‘Telah diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Orang-orang yang telah diusir dari rumah mereka tanpa sebab yang benar, hanya karena mereka berkata “Tuhan kami ialah Allah.” dan sekiranya Allah tidak menangkis sebagian orang

(2)

dengan perantaraan sebagian yang lain, niscayalah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta mesjid-mesjid yang di dalamnya nama Allah banyak disebut telah dibinasakan. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong Dia. Sesung-guhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. Mereka yang jika Kami teguhkan mereka di bumi ini, akan mendirikan sembahyang dan membayar zakat dan mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kejahatan. Dan kepada Allah-lah terserah akibat dari segala urusan.’ (S.22

Al-Hajj:40-42)

Ayat-ayat itu bermaksud mengatakan bahwa izin berperang telah diberikan kepada pihak yang menjadi korban agresi. Tuhan berkuasa menolong para korban - mereka yang telah diusir dari rumah-rumah mereka karena kepercayaan yang dianut mereka. Izin itu bijaksana sebab jika Tuhan tidak mencegah si kejam dengan memberi pertolongan kepada orang-orang yang bertakwa maka tak akan ada kebebasan menganut agama dan ibadah di dunia. Tuhan harus menolong mereka menegakkan kemerdekaan dan ibadah. Oleh karena itu perang diizinkan jika suatu kaum telah lama menderita agresi yang buas dimana si agresor tidak mempunyai alasan untuk melakukan agresi dan berusaha merintangi agama yang dianut oleh si korban. Kewajiban si korban ialah jika dan bilamana ia meraih kekuasaan, maka ia harus menegakkan kebebasan beragama dan melindungi semua agama dan semua tempat beribadah.

Kekuasaannya harus digunakan bukan untuk kebesarannya sendiri melainkan untuk mengurus si miskin, kemajuan negara dan meningkatkan keamanan khalayak umum. Ajaran itu jelas, sempurna dan tegas. Ajaran itu mengumumkan kenyataan bahwa kaum Muslimin di masa awal itu telah mengadakan peperangan karena mereka terpaksa. Peperangan yang bersifat agresi dilarang oleh Islam. Kepada kaum Muslimin telah dijanji-kan kekuasaan politik, tetapi diingat-kan bahwa kekuasaan itu tidak boleh digunakan untuk kebesaran dan keagungan diri sendiri, tetapi untuk memperbaiki nasib si miskin dan memelihara keamanan dan kemajuan. (2) Dalam surah Al-Baqarah kita jumpai:

‘Dan perangilah di jalan Allah, orang-orang yang memerangimu, namun jangan kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka yaitu pelampau-pelam-pau batas ini di mana pun mereka kamu dapati dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusirmu, dan fitnah itu lebih buruk daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu memerangi mereka di dekat Masjidil Haram sebelum mereka memerangimu di sana. Tetapi jika mereka meme-rangimu maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Tetapi jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan perangilah mereka sehingga tak ada gang-guan lagi dan agama itu dianut hanya untuk Allah. Tetapi jika

(3)

mereka berhenti maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya.’ (S.2

Al-Baqarah:191-194)

Perang harus karena Allah, bukan demi kepentingan sendiri atau akibat dari keberangan atau demi kebesaran diri, bahkan harus bebas dari segala bentuk pelanggaran, sebab pelang-garan tidak diridhai Tuhan. Perang hanya pada pihak yang saling bermusuhan saja. Serangan atas perorangan dilarang. Agresi terhadap agama harus dihadapi dengan perlawanan aktif sebab agresi semacam itu lebih buruk dari pertumpahan darah. Kaum Muslim dilarang berperang di dekat Masjidil Haram kecuali jika serangan itu dimulai oleh musuh. Perang dekat Masjidil Haram akan mengganggu hak umum untuk melaksanakan ibadah haji. Tetapi jika musuh menyerang, umat Muslim bebas membalas dan hal itu dianggap tepat sebagai pembalasan terhadap agresi. Namun jika musuh berhenti maka umat Muslim juga harus berhenti, memaafkan dan melupakan hal-hal yang lampau. Perang terpaksa diteruskan selama ada serangan dan aniaya karena agama dan selama kebebasan beragama belum terjamin. Agama itu untuk Tuhan. Penggunaan kekerasan atau tekanan dalam urusan agama adalah suatu hal yang salah. Jika orang-orang kafir berhenti dan menjamin kebebasan beragama, umat Muslim harus berhenti memerangi kaum kufar. Senjata hanya ditujukan kepada mereka yang melanggar. Jika pelanggaran berhenti maka perang pun harus dihentikan pula.

Jadi kita dapat mengatakan bahwa secara kategoris ayat-ayat itu mengajarkan peraturan berikut:

(i) Perang boleh ditempuh hanya semata-mata untuk Tuhan dan bukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kebesaran diri atau untuk memajukan kepentingan lainnya. (ii) Kita berperang hanya melawan siapa yang menyerang kita terlebih dahulu.

(iii) Kita hanya memerangi mereka yang memerangi kita. Kita tidak boleh berperang dengan mereka yang tidak terlibat dalam peperangan.

(iv) Bahkan jika musuh menyerang terlebih dahulu, tetap menjadi kewajiban kita untuk berperang dalam batas-batas norma. Mem-perluas peperangan, baik secara teritorial atau mengenai bentuk senjata yang dipakai adalah tidak benar.

(v) Kita hanya boleh memerangi angkatan perang yang digerakkan oleh musuh untuk berperang di pihak mereka. Kita tidak boleh memerangi orang-orang lainnya di pihak musuh tersebut.

(vi) Dalam peperangan harus diberi-kan kekebalan kepada segala upacara dan ibadah keagamaan. Jika musuh membiarkan aman tempat-tempat keagamaan maka umat Muslim juga harus berhenti di tempat seperti itu. (vii) Jika musuh menggunakan tempat ibadah sebagai pangkalan untuk melakukan penyerangan maka umat Muslim diperkenankan mem-balas serangan itu. Bila umat Muslim melakukan hal itu dalam keadaan demikian maka mereka tidak akan

(4)

dipersalahkan. Tidak diizinkan berperang di dekat tempat-tempat keagamaan. Serangan terhadap tempat keagamaan dan mem-binasakannya atau memudaratkannya dalam bentuk apa pun sama sekali dilarang. Suatu tempat keagamaan yang digunakan sebagai pangkalan operasi boleh mendapat balasan. Pertanggungjawaban terhadap kerusakan yang ditimbulkan terhadap

tempat itu kemudian dilimpahkan kepada musuh, bukan kepada umat Muslim.

(viii) Jika musuh mengetahui

bahaya dan kekeliruan penyalah-gunaan tempat keagamaan sebagai pangkalannya lalu memindahkan medan pertempuran, maka umat Muslim harus mengadakan penye-suaian terhadap perubahan itu. Kenyataan bahwa musuh memulai serangan dari suatu tempat keagamaan tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk menyerang tempat itu. Sebagai penghormatan, umat Muslim harus mengalihkan medan pertempuran segera sesudah musuh berbuat serupa.

(ix) Peperangan dilangsungkan hanya selama gangguan terhadap agama dan kemerdekaan beragama masih berjalan. Jika agama telah bebas dan gangguan kepada agama tidak ada lagi dan musuh telah menyatakan dan mulai bertindak sesuai dengan hal itu, maka tidak boleh ada peperangan lagi walau pun musuh yang tadinya memulai peperangan.

(3) Dalam Al-Anfal dikemukakan:

‘Katakanlah kepada orang yang kafir “Jika mereka berhenti dari

kekafiran mereka, maka apa-apa yang telah lampau berkenaan dengan kesalahan mereka akan diampuni, dan jika mereka kembali lagi kepada perbuatan salah mereka maka sesung-guhnya telah berlaku contoh orang-orang terdahulu sebelum mereka.” Dan perangilah mereka yakni orang-orang kafir itu sehingga tak ada lagi gangguan-gangguan dan agama itu seutuhnya bagi Allah. Tetapi jika mereka berhenti maka sesung-guhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwa Allah adalah Pelindung kamu sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.’ (S.8 Al-Anfal:39-41)

Berarti dalam hal ini peperangan telah dipaksakan terhadap umat Muslim. Tetapi jika musuh berhenti maka menjadi kewajiban kaum Muslimin untuk juga berhenti dan memaafkan apa yang sudah. Namun jika musuh tidak mau berhenti dan terus menyerang umat Muslim, maka hendaknya mereka ingat akan nasib musuh para nabi sebelumnya. Umat Muslim harus berperang selama penindasan yang bersifat agamawi masih terus berlanjut dan selama gangguan dalam urusan agama belum lenyap. Kalau agresor kemudian berhenti beraksi maka umat Muslim juga harus berhenti. Mereka tidak boleh meneruskan peperangan hanya karena musuh dianggap menganut agama yang palsu. Nilai keimanan dan semua amal manusia diketahui oleh Tuhan dan Dia sajalah yang memberikan ganjaran kepada mereka menurut kehendak-Nya. Kaum

(5)

Muslimin tidak berhak mencampuri urusan agama kaum lain, walau agama itu nampak palsu kepada mereka. Bila sesudah ajakan berdamai ternyata musuh tetap meneruskan perang maka hendaknya umat Muslim yakin akan kemenangan walau jumlah mereka kecil, sebab Tuhan akan membantu mereka dan siapakah yang lebih baik dalam memberi bantuan kecuali Tuhan?

Ayat-ayat ini diwahyukan bertalian dengan perang Badar. Perang ini merupakan salah satu di antara kaum kufar dengan umat Muslim. Dalam perang tersebut umat Muslim menjadi sasaran agresi yang tidak beralasan. Musuh telah berniat mengganggu keamanan Medinah dan daerah sekitarnya. Walau pun begitu nyatanya kemenangan berada di pihak umat Muslim dan para pemuka musuh telah terbunuh. Pembalasan terhadap agresi tak beralasan itu jadinya wajar, adil dan memang perlu. Namun demikian umat Muslim diharuskan menghentikan perang segera setelah musuh menghenti-kannya. Apa yang dituntut dari musuh untuk menyetujuinya tak lain hanya-lah kebebasan beragama dan beribadah.

(4) Dalam Al-Anfal dinyatakan:

‘Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian maka hai Rasul, cenderung pulalah engkau kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Dan jika mereka hendak menipu engkau, maka sesungguhnya cukuplah Allah bagi engkau; Dia-lah yang telah menguatkan engkau dengan

pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin.’ (S.8

Al-Anfal:62-63)

Berarti jika kaum kufar dalam pertempuran kemudian cenderung kepada perdamaian, umat Muslim harus segera menerima dan mengadakan perdamaian. Kaum Muslimin harus berbuat demikian juga meski menghadapi risiko kena tipu. Mereka hendaknya bertawakal kepada Tuhan. Penipuan tidak akan berhasil terhadap umat Muslim yang benar-benar mengandalkan pada pertolongan dari Tuhan. Kemenangan yang mereka peroleh bukanlah berkat diri mereka sendiri, tetapi adalah berkat Tuhan. Dalam saat-saat paling suram dan sukar, Tuhan akan beserta Rasulullahsaw dan para sahabat beliau. Demikian pula Dia akan tetap beserta mereka jika musuh kemudian menipu. Tawaran damai harus diterima. Ajakan demikian tidak boleh ditolak atas alasan bahwa hal itu mungkin hanya tipu muslihat belaka bagi musuh yang mencari kesempatan untuk mengadakan serangan baru. Tekanan yang diletakkan pada perdamaian dalam ayat-ayat tersebut bukannya tanpa makna. Hal itu menjadi pengantar menuju per-damaian yang ditanda-tangani

Rasulullahsaw di Hudaibiya.

Rasulullahsaw sudah mendapat isyarat bahwa akan datang suatu saat musuh akan mengusulkan damai. Tawaran demikian tidak boleh ditolak dengan pertimbangan bahwa musuh adalah pihak agresor yang telah melakukan berbagai pelanggaran atau bahwa ia tidak bisa dipercaya. Jalan lurus yang ditanamkan Islam menuntut agar mereka menerima tawaran damai.

(6)

(5) Dalam surah An-Nisa dikatakan:

‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi berjihad di jalan Allah, maka selidikilah dahulu, dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepadamu “Engkau bukan mukmin.” ’ (S.4

An-Nisa:95)

Berarti, jika kaum Muslimin berangkat untuk berperang, mereka harus yakin bahwa kepada musuh telah diterangkan kalau perang yang dilancarkan mereka itu tidak beralasan tetapi musuh tetap menghendakinya juga. Meski begitu jika usul perdamaian diterima dari perorangan atau sebuah kelompok, kaum Muslimin hendaknya tidak menolak dengan alasan bahwa hal itu tidak didasarkan pada kejujuran. Jika umat Muslim menolak tawaran damai maka jadinya mereka tidak berperang untuk Tuhan melainkan demi keme-gahan diri dan keuntungan duniawi. Sebagaimana halnya agama itu datang dari Tuhan, demikian juga sebenarnya kemegahan dan keun-tungan duniawi juga datang dari Dia. Pembunuhan jangan sampai menjadi tujuan. Orang yang akan dibunuh, mungkin esok lusa akan mendapat petunjuk. Dapatkah umat Muslim menjadi Muslim jika mereka tidak diselamat-kan? Umat Muslim harus menjauhkan diri dari laku pembunuhan sebab jiwa-jiwa yang terlepas dari hukuman adakalanya berubah menjadi jiwa yang mendapat petunjuk. Tuhan mengetahui sepenuhnya apa yang diperbuat orang dan untuk tujuan apa dan dengan niat apa.

Ayat di atas mengajarkan bahwa meski peperangan telah dimulai, tetap

menjadi kewajiban umat Muslim guna meyakinkan bahwa musuh memang benar-benar cenderung kepada agresi. Bisa jadi bukan agresi yang dimaksudkan, namun musuh menga-dakan persiapan perang karena perasaan gelisah dan takut. Kecuali telah mendapat keyakinan bahwa serangan agresi memang telah diren-canakan oleh musuh, umat Muslim tidak boleh berperang. Jika kemudian ternyata atau musuh menyatakan bahwa persiapannya adalah untuk bela diri, umat Muslim wajib menerima pernyataan tersebut dan menjauhkan diri dari perang. Mereka tidak boleh membuktikan bahwa persiapan musuh menun-jukkan tidak lain rencana agresi atau mungkin tujuannya memang agresi namun niatnya kemudian berubah. Bukankah niat dan motif itu selalu berubah? Tidakkah orang-orang yang tadinya musuh Islam kemudian berubah menjadi sahabat-sahabat?

(6) Tentang kekeramatan perjanjian-perjanjian, kitab suci Al-Quran dengan jelas menyatakan:

‘Kecuali orang-orang musyrik yang dengan mereka kamu telah mengadakan perjanjian, kemu-dian mereka tidak melanggar perjanjian mereka dengan kamu sedikit pun dan tidak pula membantu seseorang melawan kamu, maka penuhilah perjanjian dengan mereka sampai habis batas waktu mereka dan jangan-lah mereka diusir dari negeri. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.’ (S.9

At-Taubah:4)

Orang-orang musyrik yang masuk ke dalam ikatan perjanjian dengan umat

(7)

Muslim dan berpegang pada perjanjian itu serta tidak membantu musuh melawan umat Muslim maka mereka harus mendapat perlakuan setimpal dari umat Muslim. Sifat ketakwaan menuntut agar umat Muslim menyempurnakan peran mereka dalam perjanjian itu menurut makna yang tersirat di dalamnya. (7) Mengenai musuh yang berperang dengan umat Muslim tetapi kemudian ingin mempelajari ajaran Islam, Al-Quran memerintahkan:

‘Dan jika salah seorang di antara orang-orang musyrik meminta perlindungan kepada engkau, berilah ia perlindungan sehingga ia dapat mendengar firman Allah; kemudian sampai-kanlah ia ke tempat keamanannya. Hal itu adalah karena mereka itu suatu kaum yang tidak berilmu.’

(S.9 At-Taubah:6)

Berarti, jika ada dari antara mereka yang berperang dengan umat Muslim kemudian meminta perlindungan untuk mempelajari Islam dan mere-nungi ajarannya, mereka harus diberikan perlindungan selama waktu yang diperlukan untuk itu.

(8) Tentang tawanan perang, Al-Quran mengajarkan:

‘Tidak layak bagi seorang nabi mempunyai tawanan perang sebelum ia sungguh-sungguh ber-perang di muka bumi. Jika kamu mengambil tawanan selain dalam peperangan yang sungguh-sungguh maka berarti kamu menginginkan harta benda duniawi, padahal Allah meng-hendaki akhirat bagimu dan Allah

Maha Perkasa, Maha Bijaksana.’

(S.8 Al-Anfal:68)

Berarti tidak layak bagi seorang nabi membuat musuhnya menjadi tawanan kecuali sebagai akibat dari suatu perang yang menumpahkan darah. Cara kebiasaan menawan (men-yandra) suku-suku musuh tanpa perang yang berlaku sampai dan bahkan setelah kedatangan Islam, jadinya diharamkan dalam ayat ini. Yang boleh ditawan hanya prajurit musuh setelah perang usai.

(9) Peraturan membebaskan tawanan juga diatur. Kita jumpai:

‘. . . kemudian sesudah itu lepaskanlah mereka sebagai tindak belas kasihan atau dengan mengambil tebusan - hingga perang melepaskan bebannya...’

(S.47 Muhammad:5)

Amal terbaik menurut Islam ialah membebaskan tawanan tanpa meminta uang tebusan. Karena hal itu tidak selamanya mungkin maka pembebasan dengan uang tebusan pun dibolehkan.

(10) Ada ikhtiar bagi tawanan perang yang tidak mampu membayar bagi diri mereka sendiri atau yang tidak mempunyai siapa pun yang dapat atau mau membayar penebus kemer-dekaan mereka. Seringkali ada sanak saudara yang mampu tetapi tidak mau membayar karena mereka mungkin lebih menyukai keluarga mereka itu tetap tertawan, mungkin dengan tujuan menguasai hartanya jika yang bersangkutan sudah tidak ada. Ikhtiar itu tercantum dalam ayat:

‘. . . dan orang-orang dari antara mereka yang dimiliki oleh tangan kananmu yang menghendaki

(8)

suatu akta pembebasan budak, maka tuliskanlah bagi mereka jika kamu mengetahui sesuatu kebaikan dalam diri mereka dan berikanlah kepada mereka dari harta Allah yang Dia berikan kepadamu.’ (S.24 An-Nur:34)

Artinya mereka yang tidak layak dibebaskan tanpa uang tebusan tetapi mereka tidak punya siapa pun yang dapat memperolehnya dengan menandatangani suatu ikrar bahwa jika ia diperkenankan bekerja dan mendapat penghasilan, mereka akan membayar uang tebusan mereka. Tetapi mereka diperkenankan berbuat demikian jika kesanggupan mereka bekerja dan berpenghasilan itu cukup meyakinkan. Jika kesanggupan mereka itu telah terbukti, mereka harus mendapat bantuan keuangan dari kaum Muslimin. Orang-orang Muslim yang mampu dan mau berbuat amal, hendaklah membayar atau patungan dengan yang lain agar orang-orang yang malang itu berdiri di atas kaki sendiri.

Ayat-ayat Al-Quran yang dikutipkan di atas mengandung ajaran-ajaran Islam mengenai masalah perang dan damai. Ayat-ayat itu mengatakan kepada kita menurut Islam, dalam keadaan bagaimana ada hak untuk berperang dan apa saja batas-batas yang harus diperhatikan umat Muslim ketika berperang.

Namun ajaran Islam tidak hanya terbatas pada hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran saja. Ajaran Islam mencakup juga pera-turan dan teladan yang diberikan Rasulullahsaw atau apa yang diajarkan beliau dalam keadaan yang pasti merupakan bagian penting dalam

ajaran Islam. Disini ada beberapa hadith mengenai masalah perang dan damai.

i. Kaum Muslimin sama sekali dilarang mencacati mayat (Muslim). ii. Kaum Muslimin dilarang tipu menipu (Muslim).

iii. Tidak boleh membunuh anak-anak mau pun wanita (Muslim).

iv. Pendeta, pejabat dan petinggi keagamaan tidak boleh dicampur-tangani (Tahawi).

v. Orang tua dan lemah serta wanita dan anak-anak tidak boleh dibunuh. Kemungkinan damai harus selalu diperhatikan (Abu Daud).

vi. Jika kaum Muslimin masuk ke daerah musuh, mereka tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap penduduk setempat. Mereka tidak boleh mengizinkan perlakuan tidak baik terhadap rakyat jelata (Muslim). vii. Balatentara Muslim tidak diperkenankan berkemah di suatu tempat yang bisa menyebabkan timbul rasa gelisah pada khalayak umum. Apabila tentara itu bergerak, hendaknya berhati-hati agar jangan membendung jalan atau menye-babkan keresahan pada pemakai jalan lainnya.

viii. Mencacati muka orang tidak diperkenankan (Bukhari dan Muslim).

ix. Kerusakan dan kerugian yang ditimpakan kepada musuh harus ditekan sampai sekecil-kecilnya (Abu Daud).

x. Jika tawanan perang ada dalam penjagaan, keluarga dekatnya harus

(9)

Abu Bakarra, Khalifah pertama dalam Islam, menambahkan pada peraturan Rasulullahsaw tersebut dengan bebe-rapa peraturan beliau sendiri. Salah satunya dari peraturan itu yang juga merupakan bagian dari ajaran Islam ialah:

ditempatkan bersama-sama (Abu Daud).

xi. Tawanan hendaknya hidup nyaman. Umat Muslim harus lebih memperhatikan kenyamanan tawanan mereka daripada kenyamanan diri mereka sendiri (Tirmidhi).

xv. Bangunan umum dan pohon-pohon buah (dan tanaman pangan) tidak boleh dibinasakan (Mu’atta) xii. Duta atau delegasi dari negeri lain

harus dihormati. Kesalahan atau kekurangan tatakrama mereka harus

ditenggang (Abu Daud). Dari hadith Rasulullahsaw dan

perin-tah Khalifah pertama itu jelas bahwa Islam telah menetapkan langkah-langkah yang bertujuan mencegah atau menghentikan perang atau mengurangi dampak buruk daripada perang. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, prinsip-prinsip yang diajarkan Islam bukan saja meru-pakan peraturan-peraturan yang suci, prinsip-prinsip itu juga telah dilukis-kan dalam sunah Rasulullahsaw sendiri dan para Khalifah Islam dari zaman permulaan. Seperti diketahui seluruh dunia, Rasulullahsaw bukan hanya mengajarkan prinsip-prinsip ini saja karena beliau sendiri mengamal-kannya dan menganjurkan yang lainnya untuk mentaati prinsip-prinsip tersebut.

xiii. Jika orang Muslim bersalah memperlakukan tawanan perang secara buruk, penebusannya adalah dengan cara membebaskan tawanan itu tanpa memungut uang tebusan. xiv. Jika seorang Muslim menjamin hidup seorang tawanan perang maka tawanan itu harus diberi makan dan pakaian yang sama seperti orang Muslim itu sendiri (Bukhari).

Rasulullahsaw begitu mementingkan peraturan-peraturan itu untuk ditaati oleh angkatan perang yang sedang bertempur sehingga beliau menya-takan bahwa siapa yang tidak mengindahkan peraturan itu, ia bukan berperang untuk Tuhan, melainkan untuk kepentingan diri sendiri (Abu Daud).

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai masukan untuk melakukan pemanfaatan serat tanaman Bambu dan ekstrak Tanaman Kunyit Putih sebagai bahan pembuatan kain celana dalam herbal pencegah penyakit kanker serviks

me ncari citra y ang ditanyakan, setiap parameter Zernike dari citra yang ditanyakan terse b ut akan di b an din gkan kesamaann y a dengan parameter Zernike yang

Adapun Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk meneliti Pengaruh Perbedaan Kecepatan Pembebanan & Perbedaan Kadar Air pada Perilaku Tanah Residual Depok Yang Dipadatkan

Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, yang artinya variabel

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, tujuan dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar dalam penelitian ini adalah untuk memperkaya dan mengembangkan

Untuk mengetahui pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang.

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.. (3)

Berkat usaha mereka yang gigih dan berkualiti serta pelaksanaan kerja yang berperaturan telah dapat membantu pihak sekolah mencapai dan mengekalkan kejayaan yang baik