• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02/M/BM/2013. Kesesuaian dan ketetapan dalam menentukan parameter pendukung dan metode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02/M/BM/2013. Kesesuaian dan ketetapan dalam menentukan parameter pendukung dan metode"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02/M/BM/2013

II.1. Umum

Perencanaan tebal suatu struktur perkerasan jalan merupakan salah satu bagian dari rekayasa jalan yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap arus lalulintas sehingga memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pengguna jalan. Kesesuaian dan ketetapan dalam menentukan parameter pendukung dan metode perencanaan tebal perkerasan yang digunakan, sangat mempengaruhi efektifitas dan efesiensi penggunaan biaya konstruksi dan pemeliharaann jalan.[5].

Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, perkerasan kaku ( rigid pavement ) yaitu perkerasan yang menggunakan semen portlannd, dan perkerasan komposit ( composite pavement ) yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Perbedaan antara tipe perkerasan jalan tersebut adalah dalam hal pendistribusian beban yang dilimpahkan. Pada perkerasan kaku beban secara keseluruhan dilimpahkan kepada pelat beton dengan bidang yag luas, sedangkan pada perkerasan lentur yang memiliki kekakuan yang lebih rendah sehingga beban yang dilimpahkan akan didisribusikan kesetiap lapisan yang menyusun perkerasan. Maka lapisan perkerasan lentur dibuat berlapi-lapis, dengan lapisan paling atas memiliki sifat

(2)

yang lebih baik dari lapisan dibawahnya. Perbedaan pendistribusian pembebanan antara kedua perkerasan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Distribusi Baban Perkerasan

Sumber: Silvia Sukirman 2010

Struktur perkerasan lentur merupakann suatu kesatuan system yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa lapisan (layer) dimana setiap lapisan memiliki sifat bahan (properties) yang berbeda.[15]. Pertama kali perkerasan lentur dicobakan di United States pada tahun 1870 di Newark, New Jersey, dan dengan sekala besar dihampar untuk pertamakalinya pada tahun1896 di kota Pennsylvania Avenue, Washington D.C. dengan aspal yang berasal dari Trinidad Lake[1]

.

Perkerasan lentur pada umumnya baik digunakan untuk melayani lalulintas ringan sampai dengan lalulintas sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan system utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia adalah pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Pos Weg) yang dilakukan melalui kerja paksa pada jaman pemerintahan H.W Daendles. Jalan raya tersebut mulai dibangun Mei 1808 sampai Juni 1809, terbentang dari Anyer di ujung Barat

[Perkerasan Kaku]

(3)

sampai dengan Panurukan di ujung Timur Pulau Jawa, sepanjang lebih kurang 1000 km. Tujuan pembangunan jalan saat diutamakan untuk kepentingan strategi pertahanan daripada transportasi masyarakat[5].

Desain jalan di Indonesia telah berkembang dari tahun ketahun. Dimulai dari Metode Analisa Komponen pada tahun 1987, kemuadian berkembang menjadi desain perkerasan lentur Pt T-01-2002-B yang diadopsi dari metode AASHTO pada penelitiannya pada tahun 1958-1960 di Ottawa, Illinois menggunakan kendaraan dengan sumbu tunggal roda ganda dengan muatan sumbu terberat 8.16 ton/18000 pon.

Dalam meningkatkan kinerja aset jalan Indonesia agar dapat menghadapi empat tantangan yaitu beban berlebih, temperatur perkerasan yang tinggi, curah hujan yang tinggi, dan tanah lunak serta tantangan ke lima yaitu mutu konstruksi harus di tingkatkan dengan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi jalan, Pemerintahan Indonesia melalui Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga pada tahun 2012 mengeluarkan draft manual desain perkerasan jalan, yang kemudian di sahkan pada tahun 2013 menjadi Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 digunakan untuk menghasilkan desain awal (berdasarkan bagan desain), kemudian hasil tersebut diperiksa terhadap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B, dan software desain Perencanaan Jalan Perkerasan Lentur (SDPJL) untuk desain perkerasan lentur. Manual ini akan membantu dalam meyakinkan kecukupan struktural dan kepraktisan konstruksi untuk kondisi beban dan iklim Indonesia. Sangat penting untuk menguasai element kunci tertentu dalam manual desain perkerasan 2013 ini,

(4)

seperti umur rencana, beban, iklim, tanah dasar lunak dan batas konstruksi yang diuraikan dalam manual ini. Perubahan yang dilakukan dalam desain awal menggunakan manual 2013 ini harus dilakukan dengan benar serta memberikan biaya siklus umur (life cycle cost) terendah.

Desain jalan yang baik harus mempunyai kriteria–kriteria sebagai berikut: I. Menjamin tercapainya tingkat layan jalan sepanjang umur rencana

Suatu struktur perkerasan jalan didisain agar mampu melayani repetisi lalulintas selama umur rencana atau masa layan berikutnya. Selama masa pelayanan struktur perkerasan mengalami penurunan kinerja dari kinerja awal (IP0) yang diharapkan sampai dengan kinerja akhir (IPt). Maka dari rentang waktu IP0hingga tercapainya IPt , struktur perkerasan tidak mengalami kegagalan (failure) yaitu retak (fatigue cracking) dan alur (rutting). Pada bagian kedua undang-undang no.22 tahun 2009, yaitu bagian ruang lalu lintas, paragaraf 1 tentang kelas jalan, pasal 19 nomer 1-5 menjelaskan bahwa jalan dikelompokkan menjadi, yaitu pertama fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan pengguna jalan dan kelancaran lalulintas dan angkutan jalan, yang kedua yaitu berdasarkan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.

II. Merupakan life cycle cost yang mínimum

Melaksanakan suatu pembangunan infrastruktur diperlukan adanya biaya. Oleh karena itu pelaksana perlu melakukan analisa ekonomi teknik dalam merencanakan suatu anggaran biaya. Pemilihan bahan

(5)

serta pelaksanaan yang menjadi kunci pokok dalam merencanakan suatu anggaran. Dalam konstruksi jalan umum diketahui bahwa perkerasan lapis aspal (lentur) lebih murah dari pada perkerasan dengan lapis beton (kaku). Paradigma ini harus dihilangkan dalam benak perencana karena aspek umur jalan serta lalulintas rencana yang akan melewati jalan tersebut dapat mempengaruhi daya tahan struktur perkerasan yang kemudian akan berpengaruh terhadap pemeliharaan dan umur dari perkerasan. Oleh karena itu pemilihan jenis perkerasan harus di análisis dengan discounted whole life cost terendah,

III. Mempertimbangkan kemudahan saat pelaksanaan

Dengan pelaksanaan yang mudah pekerjaan akan cepat selesai dengan jumlah pekerja dan alat berat yang optimum, sehingga dapat menekan biaya serta menghindarkan denda (penalti) akibat keterlambatan.

IV. Menggunakan material yang efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimum mungkin

Material yang baik dan dengan pelaksanaan yang baik pula akan menghasilkan perkerasan yang baik. Material suatu perkerasan jalan akan sangat mempengaruhi tebal perkerasan tersebut. Dengan memanfaatkann material lokal, akan dapat menekan biaya angkut/distribusi material tersebut. Pemilihan material juga harus melihat kemampuan pelaksana yang tersedia, atau dibutuhkan tidaknya alat berat dalam mengolah materila tersebut. Syarat dan

(6)

ketentuan mengolah material terdapat dalam Spesifikasi Teknis Umum Bina Marga tahun 2010

V. Mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan

Keselamatan pengguna jalan diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 pada bab xx pasal 273 ayat 1-4. Pada perundangan ini tertulis bahwa penyelenggara jalan apabila menyebabkan kecelakaan terhadap pengguna jalan akan dikenakan denda tertentu dan hukuman pidana. Oleh karena itu suatu jalan haruslah aman, nyaman terhadap penggunannya hingga mencapai umur rencana yang ditentukan

VI. Mempertimbangkan kelestarian lingkungan

Setiap pelaku konstruksi harus mempertimbangkan aspek lingkungan dalam menjalankan kegiatan pembangunannya. Anasila Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Pelaku konstruksi tidak dapat lagi menghindar dari pertimbangan aspek lingkungan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sejak diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982, sebagai tindak lanjut pelaksanaan UUPLH pada Tahun 1982 dibentuk PP No. 29 Tahun 1986 yang mengatur bahwa setiap usaha/kegiatan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Penyempurnaan peraturan mengenai

(7)

AMDAL dilakukan dalam PP No. 51 Tahun 1993 yang direvisi lagi melalui PP No. 27 Tahun 1999 untuk mengakomodir wacana otonomi daerah, sehingga dimungkinkan pembahasan dan penilaian AMDAL oleh Pemerintah Daerah

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 juga mengatur dan memberi pertimbangan kepada pihak desainer dalam hal kemampuan mendesain suatu struktur perkerasan. Ketentuan pertimbangan dalam kemampuasn serta pemilihan jenis perkerasan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan

II.2 Umur Rencana

Menurut Kementrian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan jumlah komulatif lintas kendaraan standard (CESA, cumulative equivalent standard axle ).

Catatan: Tingkat kesulitan

1. Kontraktor kecil-medium 2. Kontraktor besar dengan

sumberdaya memadai 3. Membutuhkan keahlian dan

tenaga ahli khusus-kontraktor spesialis burda

(8)

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 umur rencana digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah. Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013:

Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) JENIS PERKERASAN ELEMEN PERKERASAN UMUR RENCANA (TAHUN) Perkerasan Lentur

Lapisan perkerasan aspal dan lapisan berbutir CTB 20 Pondasi jalan

40 Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak

diijinkan untuk ditinggikan akibat pelapisan ulang, missal : jalan perkotaan, undespass, jembatan, terowongan

Cement Treated Base

Perkerasan Kaku

Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.

Jalan Tanpa Penutup

Semua elemen Minimum 10

Dapat dilihat pada table hubungan antara umur rencana, jenis perkerasan dan elemen perkerasan. Untuk perkerasan yang direncanakan dengan umur 10 tahun, perkerasan tanpa penutup dapat di aplikasikan sedangkan untuk perkerasan umur 20 tahun, perkerasan lentur menjadi pilihan yang utaman. Untuk perkerasan

(9)

dengan umur rencana 40 tahun lebih dianjurkan untuk menggunakan perkerasan kaku. Ketentuan dalam table diatas tidaklah mutlak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi desain perkerasan seperti ketersediannya material lokal, beban lalulintas serta, kondisi lingkungan serta nilai bunga sangat penting untuk di pertimbangkan. Nilai bunga rata-rata dari bank Indonesia dapat diperoleh dari website Bank Indonesia.

Sebagai ilustrasi, untuk desain perkerasan lentur 10 tahun, terutama kasus overload, maka dalam kondisi kritis saat harus di-overlay akan membutuhkan overlay yang sangat tebal. Namun jika Desain perkerasan lentur dibuat 20 tahun, umumnya pada waktu yang sama hanya membutuhkan overlay non struktural yang ditempatkan sebelum aspal eksisting mencapai kondisi kritis. Selain itu,penutupan untuk kegiatan pemeliharaan yang terlalu sering juga meningkatkan biaya delay pengguna jalan. Karenanya umur desain 20 tahun memberikan biaya siklus hidup lebih rendah[21].

Dari sisi penghematan nilai sekarang biaya siklus hidup, peningkatan umur rencana juga akan memberikan penghematan yang cukup signifikan sebagaimana dicontohkan berikut :

Tabel 2.3 Contoh Penghematan Peningkatan Umur Rencana

Sumber: Makalah Seminar Nasional Teknik Jalan -13

Dapat dilihat bahwa peningkatan umur rencana menghemat discounted whole of life costs antara 8% dan 13% untuk peningkatan biaya initial antara 2,4%

(10)

dan 13%. Terdapat pula penambahan manfaat dari pengguna dari berkurangnya penutupan jalan untuk pelaksanaan.

II.3 Lalulintas

Lalulintas sangat diperlukan dalam perencanaan teknik jalan, karena kapasitas dan konstruksi struktur perkerasan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi lalulintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.

Dalam pendahuluan Manual Pd T-19-2004-B survey lalulintas dapat dilakukan dengan cara manual, semi manual (dengan bantuan kamera video), ataupun (otomatis menggunakan tube maupun loop).

Analisi lalulintas pada ruas jalan yang didesain harus juga memperhatikan faktor pengalihan arus lalulintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau pembangunan ruas jalan yang baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalulintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain[21].

II.3.1 Volume Lalulintas

Volume lalulintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur pada suatu jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang berpengaruh pada perencanaan konstruksi struktur perkerasan. Volume lalulintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam,atau menit)[5]. Volume lalulintas dapat berupa Volume Lalulintas

(11)

Harian Rata-Rata (LHR) yaitu volume lalulintas yang didapat dari nilai rata-rata kendaraan selama beberapa hari pengamatan dan Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) yaitu volume lalulintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama setahun penuh.

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 analisis volume lalulintas harus didasarkan pada survey faktual yakni dengan melakukan survey lalulintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam, dengan berpedoman pada Manual Pd T-19-2004-B dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Hal yang ditekankan dalam análisis volume lalulintas pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini adalah hasil survey lalulintas sebelumnya dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam survey lalulintas aktual dan LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor. II.3.2 Faktor Pertumbuhan Lalulintas

Kebijakan dalam penentuan factor pertumbuhan lalulintas harus didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid. Bila data histori pertumbuhan lalulintas tidak lengkap atau tidak tersedia Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyediakan tabel faktor pertumbuhan lalulintas mínimum sebagai berikut:

(12)

Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Lalulintas (i) Minimum KELAS JALAN

FAKTOR PERTUMBUHAN LALULINTAS (%)

2011-2020 >2021-2030

Arteri perkotaan 5 4

Kolektor rural 3.5 2.5

Jalan desa 1 1

Penentuan faktor lalulintas tidak diterangkan dengan jelas pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B, oleh karena itu table 2.3 diatas merupakan hal baru yang harus diperhatikan penyedia jasa konstruksi dalam proses pendesainan.

Untuk menghitung pertumbuhan laulintas selama umur rencana Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus sebagai berikut :

= (1 + 0.01 ) − 10.01 Dimana :

 R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas

 i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan

 UR = Umur Rencana (tahun) II.3.3 Faktor Lajur

Lalulintas kendaraan terdistribusi pada lajur-lajurnya dan distribusi arus pada lajur-lajur jalan umumnya dipengaruhi oleh komposisi/jenis kendaraan (Leksmono Suryo;2012). Di Indonesia ada 2 kondisi perilaku umum berlalulintas. Pada jalan bebas hambatan, kendaraan berat berada

(13)

pada jalur kiri dan kendaraan ringan yang berkecepatan tinggi berada pada jalur kanan, sedangkan pada jalan umum kendaraan berat berada pada jalur kanan dikarenakan pada jalur kiri terdapat kendaraan yang lebih lambat seperti becak, sepedamotor dan angkot. Perilaku berlalulintas secara komprehensif telah dimasukkan kedalam perencanaan struktur perkerasan sebagai factor distribusi lajur. Terdapat perubahan dalam menentukan faktor distribusi lajur pada perencanaan desain 2013 dengan 2002 yang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.5 Faktor Pertumbuhan Lalulintas JUMLAH LAJUR FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS JUMLAH LAJUR FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS

per ARAH (%) per ARAH (%)

1 100 1 100

2 80 2 80-100

3 60 3 60-80

4 50 4 50-75

Bina Marga 2013 Bina Marga 2002

Dapat dilihat pada table faktor distribusi lajur pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B memberikan sengkang batas atas dan batas bawah sedangkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 langsung memberikan persen (%) besar faktor distribusi lalulintas dengan mengambil persen (%) mínimum yang awalnya disajikan pada manual desain sebelumnya.

II.3.4 Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Vactor) Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang disebut dalam faktor perusak jalan (Vehicle Damage Vactor). Untuk menghitung faktor kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang

(14)

ada. Perhitungan beban lalulintas yang akurat sangatlah penting dalam tahap perhitungan dalam perencanaan kebutuhan konstruksi jalan.

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 perhitungan beban lalulintas dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :

I. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang di disain

II. Studi jembatan timbang dan standard yang telah pernah dikeluarkan dan dilakuakan sebelumnya juga telah di publikasikan serta dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain, seperti: Bina Marga MST-10; NAASRA MST-10; PUSTRANS 2002; CIPULARANG 2002; PANTURA 2003 MST-10; Semarang-Demak 2004; Yogyakarta-Tempek 2004

III. Tabel Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standard Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 pada tabel 2.7 halaman berikutnya

IV. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik

Direktorat Bina Teknik telah melakukan beberapa survey beban menggunakan WIM (Weight in Motion) sejak tahun 2007. Hasil survei ini lalu di komplikasi menjadi data WIM regional dan dapat dimanfaatkan desainer untuk análisis beban sumbu. Lokasi yang telah pernah dilakukan survey WIM adalah jalan lintas Pantura dan jalan Lintas Timur Sumatera.

(15)

Hal yang harus dicatat dari penggunaan data WIM adalah bahwa data yang diperoleh dari system Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang. Pendekatan serupa WIM yang dipandang lebih akurat adalah dengan pengambilan sampel untuk uji statis.Survey beban dengan metode ini telah mulai dilakukan sejak tahun 2012 pada jalan Lintas Sulawesi dan Kalimantan[21].

Dari keempat ketentuan sumber pengumpulan data beban lalulintas berbeda terhadap prasarana jalan yang akan dibangun. Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalulintas dapat dilihat pada table berikut: Tabel 2.6 Pengumpulan Data Beban Lalulintas

SPESIFIKASI PENYEDIA SUMBER DATA

PRASARANA JALAN BEBAN LALULINTAS

Jalan bebas hambatan 1 atau 2 Jalan Raya 1 atau 2 atau 4 Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4 Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4

(16)
(17)

II.4 Beban Lalulintas

Beban lalulintas merupakan beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak antara ban dan lapis permukaan atas jalan secara dinamis dan berulang-ulang selama masa pelayanan jalan[21].

Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi berulang kali selama masa pelayanan jalan sebagai akibat repeetisi kendaraan yang melintasi jalan tersebut[5]. Pemahaman tentang beban kendaraan yang merupakan beban dinamis pada perkerasan jalan sangat mempengaruhi hasil dari perenencanaan konstruksi struktur perkerasan jalan dan kekokohan struktur pelayanan jalan selama masa pelayanan

II.4.1 Beban Sumbu Standard

Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan kelas I. Namun nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standard 80 kN.

II.4.2 Pengendalian Beban Sumbu

Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN.

II.4.3 Beban Sumbu Standard Komulatif

Sedikit berbeda dalam perhitungan komulatif beban sumbu standard dengan manual desain perkerasan lentur tahun 2002, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 membagi ESA menjadi 2 yaitu ESA4 dan ESA5. ESA4 merupakan jumlah pengulangan sumbu

(18)

standard pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan berbutir) sedangkan untuk perkerasan lentur (asphal) ESA4 harus di ubah menjadi ESA5 dengan mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau disebut juga kelelahan lapisan aspal.

II.5 Desain Pondasi Jalan

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 secara khusus membahas detail desain subgrade jalan dengan menerapkann perinsip strong base approach yaitu umur rencana pondasi jalan yang lebih besar dari umur rencana lapis permukaan.

Umur rencana pondasi jalan utuk semua perkerasan baru maupun pelebaran digunakan minum 40 tahun, dengan alasan

I. Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanan kecuali dengan rekonstruksi total

II. Keretakkan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak yang pondasinya didesain lemah (under design)

III. Perkerasan lentur dengan desain pondasi lemah (under desain), mumunya selama umur rencana akan membutuhkan perkuatan dengan lapisan aspal struktural, yang berarti biayanya menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan yang didesain dengan umur rencana lebih panjang

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikkan tanah dasar dan lapis penompang (capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain) atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan

(19)

landasan pendukung struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalulintas konstruksi pada musim hujan.

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 memberikan empat kondisi lapangan yang harus dipertimbangkan dalam prosedur desain pondasi jalan yaitu:

I. Kondisi tanah dasar normal dengan ciri-ciri nilai CBR ≥ 2,5 dan dapat dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi perkerasan diatas timbunan, galian atau tanah asli (kondisi normal ini lah yang sering diasumsikan oleh desainer). Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode A.

II. Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari 3 m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR tidak dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak mungkin dilakukan dilapangan. Lebih lanjutnya, tanah asli akan menunjukkan kepadatan rendah dan daya dukung yang rendah sampai kedalaman yang signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi khusus. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode B.

III. Kasus yang sama dengan kondisi b namun tanah lunak aluvial dalam kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR memiliki validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan rendah dapat muncul pada kedalaman pada batas yang tidak dapat dipadatkan dengan peralatan konvensional. Kondisi ini

(20)

membutuhkan prosedur stabilisasi khusus. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode C.

IV. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode D. Metode pengerjaan setiap kondisi dari tanah dasar lebih jelas dijabarkarkan pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 bahagian 1; bab 9; sub bab 3 dan untuk tebal perbaikan tanah dasar dapat dilihat pada tabe 2.7 halaman berikut.

II.6 Prosedur Desain

Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini akan menghasilkan desain awal (berdasarkan bagan desain) yang kemudian hasil tersebut akan terhadap manual desain sebelumnya ( Pd T-01-2002-B ) atau diperiksa dengan menggunakan desain mekanistik. Desain mekanistik dapat menggunakan program-program yang ada seperti Austroads 2008 (circly), KENPAVE, Ever Series, BiSar dan mePad.

Prosedur dalam menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 untuk desain perkerasan lentur adalah sebagai berikut :

I. Menentukan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah dari tabel 2.2

II. Menentukan nilai CESA4 sesuai dengan umur dan lalulintas rencana

(21)

III. Tentukan nilai Traffic Multiplier (TM) IV. Hitung CESA5(CESA4xTM)

V. Tentukan jenis perkerasan berdasarkan kemampuan pihak penyedia jasa dan solusi yang lebih diutamakan serta kondisi lingkungan dari tabel 2.1

VI. Tentukan dan kelompokan kondisi tanah dasar sepanjang ruas jalan yang akan didesain

VII. Tentukan struktur pondasi jalan berdasarkan kondisi tanah dasar dari tabel 2.7

VIII. Tentukan struktur perkerasan jalan yang memenuhi syarat-syarat dari tabel 2.8;2.9;2.10

IX. Tentukan struktur perkerasan yang paling ideal dan sesuai dengan kondisi yang ada dari ketiga alternatif yang disajikan dari bagan yang tersedia

X. Periksa kekuatan struktural perkerasan yang telah dipilih dengan metode desain mekanistik.

(22)

Tabel 2.8 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum

(23)

II.7 Contoh Desain

Contoh Perencanaan Perkerasan Lentur Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013

 Diketahui data-data penunjang perncanaan perkerasan lentur sebagai berikut:

o Data lalulintas

Kendaaraan Konfigurasi Sumbu LHRT

Mobil Penumpang 1.1 11000

Bus 1.2 800

Truck Ringan 1,2 1000

Truck Berat 1.2 500

Trailer 1.22 150

o Klasifikasi jalan 4 lajur 2 arah arteri kota

o Komposisi muatan kendaraan niaga yaitu 80% umum dan 20 % khusus

o Umur rencana 20 tahun

o CBR tanah dasar 5%

 Langkah-langkah perencanaan I. Menentukan nilai CESA

ESA =(∑ )

CESA = ESA x 365 x R x DAx DL Dimana:

ESA : Lintas sumbu standard ekivalen untuk 1 hari

LHRT : Lintas harian rata-rata tahunan jenis kendaraan tertentu VDF : Faktor perusak ( vehicle damage vactors) BM 2013 CESA : Kumulatif beban sumbu standard ekivalen umur rencana

(24)

R : Faktor pengali pertumbuhan lalulintas

a. Menentukan nilai VDF komposisi kendaraan berdasarkan table yang disajikan manual desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013

Maka nilai VDF tiap komposisi kendaraan yaitu

Kendaaraan VDF4 VDF5

Mobil Penumpang -

-Bus 0.3 0.2

Truck Ringan (U) 0.3 0.2

Truck Ringan (K) 0.8 0.8

Truck Berat (U) 0.9 0.8

Truck Berat (K) 7.3 11.2

Trailer (U) 7.6 11.2

Trailer (K) 28.1 64.4

b. Menentukan Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas

(25)

Dimana :

 R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas

 i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan = 5% Berdasarkan table yang disajikan BM 2013 sebagai berikut

KELAS JALAN FAKTOR PERTUMBUHAN LALULINTAS (%) 2011-2020 >2021-2030 Arteri perkotaan 5 4 Kolektor rural 3.5 2.5 Jalan desa 1 1

 UR = Umur Rencana (tahun) = 20 tahun Maka :

= [1 + 0.01(5)] − 10.01(5) = .

c. Menentukan faktor distribusi lajur berdasarkan table yang disajikan BM 2013, dan faktor distribusi arah sebesar 0.5

JUMLAH LAJUR FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS per ARAH (%) 1 100 2 80 3 60 4 50

(26)

Kendaraan K Sumbu LHRT R DA DL Jlh Hari VDF4 VDF5 ESAL4 ESAL5 Mobil Penumpang 1.1 11000 33.066 0.5 0.8 365 0 0 0 0 Bus 1.2 800 33.066 0.5 0.8 365 0.3 0.2 1,158,633 772,422 Truck L (U) 1.2 800 33.066 0.5 0.8 365 0.3 0.2 1,158,633 772,422 Truck L (K) 1.2 200 33.066 0.5 0.8 365 0.8 0.8 772,422 772,422 Truck H (U) 1.2 400 33.066 0.5 0.8 365 0.9 0.8 1,737,949 1,544,844 Truck H (K) 1.2 100 33.066 0.5 0.8 365 7.3 11.2 3,524,174 5,406,952 Trailer (U) 1.22 120 33.066 0.5 0.8 365 7.6 11.2 4,402,804 6,488,343 Trailer (K) 1.22 30 33.066 0.5 0.8 365 28.1 64.4 4,069,697 9,326,993 CESA 16,824,311 25,084,397

Tabel 2.10 Contoh Rekapitulasi Penentuan Nilai CESA

Maka dari perhitungan seperti yang tampak pada table rekpitulasi didapat nilai CESA :

 CESA4= 16,824,311 ESAL

CESA4digunakan untuk menentukan pemilihan jenis perkerasan

 CESA5= 25,084,397 ESAL

(27)

II. Penentuan & Pemilihan Jenis Perkerasan

Pemilihan perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalulintas, umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Manual Desain Perkerasan No. 02/M/BM/2013 menyajikan solusi alternative menggunakan table berikut

III. Menentukan Desain Pondasi

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Bina Marga 2013 sangat ditekankan dalam hal perbikan tanah dasar, dengan melihat kondisi CBR tanah dasar dan CESA5 yang akan di terima perkerasan. Maka bila CBR perkerasan sebesar 5% dan CESA5 sebesar 25 Juta maka diperlukan perbaikan ditunjukkan pada table berikut

Catatan: Tingkat kesulitan

4. Kontraktor kecil-medium 5. Kontraktor besar dengan

sumberdaya memadai 6. Membutuhkan keahlian

dan tenaga ahli khusus-kontraktor spesialis burda

(28)

IV. Menentukan Desain Tebal Perkeasan

Tebal yang akan dihasilkan oleh Manual Desain Perkerasan 2013 disapat melalui bagan desain yang telah disediakan berdasarkan CESA5yang telah didapat.

 Maka ada 2 alternatif dalam desain perkerasan yaitu

4 6 16 14.5 10 AC WC AC Binder AC Base LPA kls A SUBGRADE CBR=5% TIMBUNAN PILIHAN 4 13.5 15 15 10 AC WC AC BC CTB LPA kls A SUBGRADE CBR=5% TIMBUNAN PILIHAN OR

Gambar

Gambar 2.1 Distribusi Baban Perkerasan
Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) JENIS PERKERASAN ELEMEN PERKERASAN UMUR RENCANA (TAHUN) Perkerasan Lentur
Tabel 2.3 Contoh Penghematan Peningkatan Umur Rencana
Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Lalulintas (i) Minimum KELAS JALAN
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berlandaskan isu yang dikemukakan, objektif kajian ini ialah menganalisis secara deskriptif kedudukan keterangan dalam ayat dan mengemukakan contoh ayat daripada data korpus

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kepulauan terbanyak didunia. Salah satu permasalahan yang menjadi sorotan akan keberadaan negara kepulauan adalah adanya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan audit terkait audit delay pada perusahaan dimana bukti empiris tersebut dapat

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa komite audit, kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak sedangkan agresivitas

Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan price limit di Bursa Efek Indonesia dapat mengurangi volatilitas return saham, baik untuk kelompoksaham

Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri

Agar penjaminan mutu di lingkungan perguruan tinggi berhasil dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dikemukakan di atas, maka dipandang perlu dilakukan inventarisasi praktik

Setelah diketahui bahwa terdapat hubungan antara wawasan siswa tentang penggunaan perpustakaan berdasarkan layanan informasi dengan minat baca siswa adalah positif