• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limfadenektomi pada Karsinoma Endometrium Stadium I Perlu atau Tidak?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Limfadenektomi pada Karsinoma Endometrium Stadium I Perlu atau Tidak?"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Limfadenektomi pada Karsinoma Endometrium Stadium I

Perlu atau Tidak?

M. Fauzie Sahil

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan

Abstrak: Dalam tahun-tahun terakhir ini terlihat adanya peningkatan dari kejadian karsinoma

endometrium yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah pemakaian estrogen sebagai terapi sulih hormon, meningkatnya usia harapan hidup wanita sehingga mempunyai risiko untuk mendapat karsinoma endometrium, meningkatnya kepedulian dari dokter maupun pasien sehingga dapat menemukan penyakit ini dalam keadaan dini. Oleh karena itu hampir 75% dari pasien karsinoma endometrium ditemukan pada stadium I. Berdasarkan stadium karsinoma endometrium yang dibuat oleh FIGO 1988 (Stadium pembedahan), adanya metasatasis tumor pada kelenjar getah bening retroperitoneal, menempatkan pasien jatuh pada stadium IIIc, sehingga kita harus melakukan biopsi kelenjar getah bening retroperitoneal untuk evaluasi pada saat melakukan tindakan pembedahan. Namun melakukan limfadenektomi secara rutin pada semua karsinoma endometrium masih diperdebatkan.

Untuk hal di atas kami melakukan peninjauan dari beberapa kepustakaan dan hasil penelitian untuk menjelaskan perbedaan pendapat atas pelaksanaan limfadenektomi secara rutin pada saat pembedahan karsinoma endometrium stadium I.

Kata kunci: Karsinoma endometrium, limfadenektomi, stadium pembedahan.

Abstract: In recent year, the increased incidence of endometrial cancer has been apparent, because of

several factors, as follow : using estrogen as hormonal replacement therapy, increase in life expectancy which women can have risk to develop endometrial cancer, increasing alertness from clinicians and patients, so they can detect it in early stage with accurancy. Because all that approximately 75% of patients with endometrial cancer present with stage I disease. According to FIGO 1988 endometrial cancer staging (surgical staging), the involevement of metastases tumour on retroperitoneal lymphnode which will fall the patient into stage IIIC, so we should biopsy the retroperitonial lymphnode for evaluation during surgery. But to do routine lymphadenectomy for all endometrium cancer during surgery seems controversial.For that point, we review several literature and study to explain, the controversial of routine lymphadenectomy during surgery in stage I endometrial cancer.

Key words: Endometrial cancer, lympadenectomy, surgical staging.

Pendahuluan

Karsinoma endometrium (KE) merupakan neoplasma ganas genitalia yang terbanyak di Amerika Serikat, walaupun demikian sebagai penyebab kematian karena keganasan dari organ pelvis, rankingnya berada dibawah karsinoma ovarium dan karsinoma serviks. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar karsinoma endometrium berada dalam stadium awal sehingga dapat disembuhkan secara sempurna.1,2,3

Angka kejadian KE di Indonesia yang dilaporkan oleh beberapa pusat pendidikan seperti di RSCM Jakarta pada tahun 1970-1980, didapatkan sebanyak 3,6% dari seluruh

karsinoma ginekologik,4 di RS Kariadi Semarang pada tahun 1980-1984 didapatkan 0,9%, di RS DR Sutomo Surabaya dijumpai 4,3%,5 sedangkan di RSPM Medan (1981-1990) didapatkan sebesar 1,69%.6

Akhir-akhir ini kejadian KE cenderung meningkat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain dengan meningkatnya usia harapan hidup wanita mengakibatkan semakin banyaknya wanita yang melewati usia yang mempunyai risiko untuk menderita KE, meningkatnya kewaspadaan dokter maupun pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara dini dan akurat, dan semakin meningkatnya pemakaian estrogen sebagai

(2)

terapi pengganti hormonal.7,8,9 Hampir 75% kasus adenokarsinoma endometrium ditemukan pada stadium I.10 Dengan diperkenalkannya stadium KE berdasarkan FIGO 1988, bahwa dengan metastasis tumor pada kelenjar getah bening (KGB) retroperitoneal menempatkan penderita ke dalam stadium IIIC. Akibatnya mengharuskan kita untuk mengevaluasi adanya penyebaran tumor pada KGB retroperitoneal. Oleh karena kebanyakan penderita KE obesitas dengan kondisi kesehatan yang tidak optimal, hal ini menjadi alasan untuk tidak dilakukannya limfadenektomi (LA) secara rutin.11

Khusus tindakan LA pelvis dan paraaorta secara rutin yang dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis pada KGB retroperitoneal, sampai saat ini masih kontroversi. Dalam makalah ini penulis ingin memaparkan tentang kontroversi dari tindakan LA tersebut.

Pengobatan Stadium I

Berbeda dengan karsinoma ginekologi lainnya, pada KE stadium awal ini belum ada suatu konsensus tentang tindakan pengobatan yang paling memuaskan. Beberapa cara pengobatan telah dianjurkan untuk menangani KE ini seperti pembedahan saja, pembedahan dengan preoperatif brachytherapy,

pembe-dahan dengan preoperatif brachytherapy dan whole pelvic radiotherapy, pembedahan dengan

post operatif brachytherapy, pembedahan

dengan post operatif whole pelvic dan

pembedahan diikuti dengan post operatif whole pelvic radiotherapy dan brachytherayi.

Bermacam-macamnya cara pendekatan pengobatan tersebut timbul sebagai akibat dari kenyataan bahwa hampir semua jenis pengobatan tersebut menghasilkan kelangsungan hidup yang cukup memuaskan.12

Dalam penatalaksanaan KE stadium I, kecuali tindakan pembedahan tidak satupun metode pengobatan yang nyata lebih ungul dari pada yang lainnya dalam memperbaiki ketahanan hidup penderita.12 Dalam melakukan tindakan pembedahan primer pada KE stadium I masih terdapat perbedaan dari beberapa peneliti seperti:

Thomas Cullen dalam bukunya “Cancer of the Uterus” tahun 1900 menetapkan bahwa pengobatan KE adalah Total Abdominal Histerektomi (TAH) dan Bisalfingo Ooforektomi (BSO).13 Ackerman juga melakukan hal yang sama yaitu histerektomi simpel dan salfingo-ooforektomi bilateral.14

Walaupun pada awal abad keduapuluh telah ditemukan radium namun tindakan bedah masih

terus menjadi pilihan utama dalam mengobati KE.13

Brown (dikutip dari 13) melakukan pengobatan kombinasi antara pembedahan dan radioterapi, ternyata hasilnya tidak berbeda bermakna dalam meningkatkan kelangsungan hidup penderita dibandingkan dengan pengobatan pembedahan saja. Juga Jones dari hasil reviewnya sejak tahun 1950-an sampai 1970-an juga menyimpulkan bahwa pengobatan pembedahan saja dibandingkan dengan pembedahan + radioterapi menghasilkan angka kelangsungan hidup yang tidak berbeda.13 Pada tahun 1940-an Javert dan Douglas mulai melakukan histerektomi radikal dan LA pelvis untuk mengobati KE. Dari laporan-laporan hasil pengobatan dengan histerektomi radikal dan LA pelvis ternyata angka kelangsungan hidup penderita tidak lebih baik dari metode pengobatan yang lain.13 Dengan dipublikasikannya stadium surgikal KE oleh FIGO 1988, mengharuskan operator melakukan penilaian status KGB retroperitoneal pada saat pembedahan. Namun yang kurang menguntungkan dalam penentuan stadium ini tidak diterangkannya bagaimana teknik pendekatan untuk memperoleh sampel KGB yang diinginkan oleh FIGO tersebut. Hal inilah yang menyebabkan sangat bervariasinya pendekatan untuk mendapatkan contoh KGB yang dilakukan oleh masing-masing peneliti. Beberapa peneliti menganjurkan melakukan biopsi pada KGB yang abnormal/teraba, dan sebagian lagi melakukan LA secara komplet/ sistematis, dan juga yang lainnya masih menganggap bahwa dengan melakukan LA selektif sudah cukup adekuat untuk menilai faktor risiko dari KGB.15

Di Amerika Serikat sejak dikeluarkannya stadium KE oleh FIGO 1988, tindakan LA pelvis telah dilakukan secara luas, sedangkan di Eropa hanya 20 dari 82 pusat ginekologi onkologi yang melakukan LA secara rutin.16 Creasman, merekomendasikan pengobatan KE stadium I, dengan cara melakukan TAH + BSO + sitologi peritoneal, dan untuk histologi G2 dan G3 dilakukan selektif LA pelvik dan paraaorta.13 Jika didapati faktor prognostik yang jelek seperti invasi ke miometrium, metastasis pada adneksa, dan adanya metastasis KGB selanjutnya diberikan tambahan radioterapi.

Berdasarkan protokol GOG tahun 1999 tindakan pembedahan untuk KE stadium I berupa TAH + BSO + peritoneal sitologi + biopsi KGB pelvis dan paraaorta, sedangkan

(3)

beberapa peneliti lain melakukan tindakan LA KGB pelvik dan paraaortik secara selektif.12

Keterlibatan KGB pada Stadium I

Sebelum kita membahas kontroversial tindakan rutin LA pelvis dan para aorta dalam rangka pembedahan primer KE stadium I, terlebih dahulu penulis ingin melihat seberapa besar keterlibatan KGB pada KE stadium I.

Liu and Meigs pada tahun 1955 menemukan adanya keterlibatan KGB pada KE stadium I sebesar 12%, Roberts pada tahun 1961 melaporkan 23%, Rickford pada tahun 1968 melaporkan sebanyak 5,6%.13 Lees, pada tahun 1969 mendapatkan keterlibatan KGB pelvis sebesar 5,4%,17 sedangkan Borronow 1984 mendapatkan 10% dan GOG 1986 melaporkan sebesar 9%.

Morrow pada tahun 1973 melakukan review dari literatur terbaru saat itu mendapatkan keterlibatan KGB pelvis pada kasus KE stadium I sebesar 10,6% sedangkan pada stadium II sebesar 36,5%.18

Rutledge, dari hasil reviewnya yang

sempurna mendapatkan metastasis KGB pelvis pada KE stadium I sebesar 10%.19 Laporan yang lebih baru dari GOG mendapatkan penyebaran ke KGB pelvis sebanyak hampir 11% dan 7-10% dengan metastasis di KGB para aorta. Metastasis ini secara langsung berhubungan dengan besarnya uterus, diferensiasi sel tumor, kedalaman invasi ke miometrium, dan juga lokasi tumor di dalam kavum uterus.13 Gorchev, melaporkan insiden metastasis ke KGB retroperitoneal pada KE stadium I sebanyak 11,33%.16 Lewandowsky dalam penelitian prospektif terhadap kasus-kasus KE stadium I, yang dilakukan stadium pembedahan ( extended-surgical staging) sebanyak 22% (116 dari 528

kasus), telah dijumpai metastasis tumor di luar uterus.20

Tabel 1.

Frekuensi metastasis kgb pada KE stadium I.

PENULIS TAHUN JUMLAH KASUS %

Liu and Meigs 1955 4/33 12

Roberts 1961 5/22 23 Rickford 1968 2/36 5,6 Lees 1969 3/56 5,4 Lewis 1970 12/107 11,2 Morrow 1973 39/369 10,6 Rutledge 1974 - 10 Boronow 1984 23/222 10 GOG 1986 58/621 9 GOG 1987 - 11 Gorchev 1998 17/150 11,33

Kamura, melakukan penelitian untuk mencari hubungan keterlibatan KGB retroperitoneal dengan

faktor-faktor risiko lainnya seperti stadium klinik, usia penderita, derajat histologi, invasi miometrium, invasi ke serviks, metastasis adneksa dan diameter tumor.21 Dari penelitian ini didapatkan bahwa kedalaman invasi miometrium dan diameter tumor merupakan faktor yang sangat akurat untuk meramalkan keterlibatan KGB retroperitoneal.

Tabel 2.

Frekuensi keterlibatan KGB dihubungkan dengan faktor resiko lainnya

Faktor Resiko Kasus Jml. PELVIS (%) KGB. P.AORTA (%) KGB.

Histologi: Endometrioid Adeno Ca Lain-lain 599 22 56 (9%) 2 (9%) 30 4 (18%) (5%) Derajat (Grade): 1 Well 2 Moderate 3 Poor 180 288 153 4 (3%) 25 (9%) 28 (18%) 3 (2%) 14 (5%) 17 (11%) Invasi miometrium: Endometrial Superfisial Pertengahan (sp.50%) Dalam (.50%) 87 279 116 139 1 (1%) 15 (5%) 7 (6%) 35 (25%) 1 (1%) 8 (3%) 1 (1%) 24 (17%) Lokasi tumor: Fundus uterus Istmus-serviks 524 97 42 (8%) 16 (16%) 20 14 (4%) (14%) Invasi pemb. darah:

Negatif Positif 528 93 37 (7%) 21 (23%) 19 15 (4%) (16%) Metastasis ekstra-uterin lain: Negatif Positif 586 35 40 (7%) 18 (51%) 26 8 (23%) (4%) Sitologi peritoneal: Negatif Positif 537 75 38 (7%) 19 (25%) 20 14 (4%) (19%)

Pada tabel 2 dapat kita lihat frekuensi keterlibatan KGB pelvis yang dihubungkan dengan faktor-faktor risiko lainnya, berdasarkan hasil studi dari GOG.22

Kontroversial Limfadenektomi

Dalam melakukan tindakan LA secara sistematis dan rutin pada saat pembedahan KE stadium I, sampai saat ini masih diperdebatkan. Banyak peneliti melaporkan dan memberikan kesimpulan tentang keuntungan dan kerugian maupun perlu atau tidaknya dilakukan LA secara rutin dalam mengobati KE stadium I ini.

Lewandowski, melaporkan hasil penelitian retrospektifnya terhadap semua kasus KE stadium I yang mendapat pengobatan tambahan dengan radioterapi setelah dilakukan pembedahan.20 Sebagian kasus dilakukan LA

(4)

pelvis dan para-aorta dan sebagian lagi tidak dilakukan LA. Dari 32 kasus yang dilakukan

surgical staging dengan limfadenektomi pelvis

dan paraaorta, ternyata 4 kasus (12,5%) mengalami komplikasi berat berupa obstruksi usus, sedangkan 20 kasus lain yang tanpa dilakukan LA tidak satupun dijumpai komplikasi.

Chuang, melaporkan hasil penelitiannya terhadap KE stadium I/G2,3 dengan melakukan tiga jenis pendekatan pembedahan yaitu kelompok satu tanpa mengambil contoh KGB, kelompok dua dilakukan biopsi KGB dan kelompok tiga dengan melakukan selektif LA dengan mengambil minimal sebuah KGB paraaorta dan KGB pelvis kiri dan kanan.15 Ternyata dari kasus dengan KGB negatif pada kelompok dua dijumpai residif retroperitoneal sebanyak 5% sedangkan pada kelompok tiga tidak dijumpai residif (0%). Dari penelitian ini disimpulkannya bahwa kegagalan melakukan LA secara sistematis meningkatkan risiko penyeba-ran ekstra uterin yang tidak terdeteksi, dengan kata lain dengan melakukan LA secara sistematis akan lebih akurat dalam memastikan bahwa KGB tersebut benar-benar belum terlibat.

Candiani, dari penelitiannya menyimpul-kan bahwa tindamenyimpul-kan LA pada KE stadium I, sangat berguna untuk kepentingan prognosa namun tidak bermanfaat dalam hal pengobatan penderita.23

Kilgore, melaporkan hasil penelitiannya terhadap 649 kasus KE stadium awal yang dilakukan TAH + BSO + peritoneal washing.24

Sebagian kasus dilakukan pengambilan contoh KGB dibanyak tempat (rata-rata 11 buah), sebagian kasus lagi diambil contoh KGB terbatas, dan kelompok lainnya tidak diambil contoh KGBnya. Dari penelitian ini didapati ketahanan hidup kasus yang dilakukan banyak contoh KGB lebih baik secara bermakna dari kasus yang tidak diambil contoh KGBnya, atau dengan perkataan lain bahwa dengan pengambilan KGB yang banyak memperbaiki angka ketahanan hidup dari penderita.

Puente, melakukan LA pelvis dan paraaorta secara sistematis pada seluruh penderita KE stadium awal tanpa tergantung pada faktor resiko lain yang ditemukan pada pemeriksaan klinis sebelum pembedahan dan hasil frozen

section saat pembedahan.25 Didapatkan

metastasis pada KGB pelvis sebanyak 12,1%, KGB paraaorta sebanyak 15,1% (metastasis pada KGB paraaorta saja sebanyak 3%). Juga didapati 25% dari kasus KGB positif ternyata tidak ada indikasi untuk dilakukan LA. Dari

penelitian ini disimpulkan bahwa penegakan stadium secara pembedahan dengan tidak melakukan LA atau hanya melakukannya secara selektif berdasarkan adanya faktor risiko yang didapat dari klinis dan frozen section, tidak

berguna untuk menegakkan diagnosa KE stadium awal.

Amiran, melakukan penelitian terhadap 245 kasus KE stadium I dengan membandingkan kasus-kasus yang dilakukan LA pelvis dan paraaorta secara rutin dengan yang tidak dilakukan pengambilan contoh KGB.26 Dari penelitian ini dilaporkan angka kekambuhan dan angka harapan hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, namun dijumpai 6 kasus yang kambuh dari kasus resiko rendah, dan hal inilah yang memerlukan informasi tambahan dari stadium penyakit yang diperoleh dari pengambilan contoh KGB. Peneliti menyimpulkan bahwa tindakan LA rutin pada KE stadium awal merupakan pilihan yang baik.

Tang dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah KGB retroperitoneal yang positif menentukan harapan hidup, serta tindakan biopsi KGB tidak cukup dalam pengobatan KE.27

Disamping banyaknya penelitian yang mengemukakan pentingnya melakukan LA secara rutin pada KE stadium awal, ternyata Satin dalam tulisannya menyatakan keberatannya atas perlakuan tindakan LA terhadap karsinoma stadium awal oleh karena tindakan tersebut tidak memperbaiki kelangsungan hidup bahkan dengan melakukan bedah radikal tersebut akan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.28

Satin juga berpendapat bahwa selain merupakan tempat metastasis tumor, KGB juga memiliki fungsi biologi yang turut berperan dalam membangun kekebalan tubuh guna menghambat perkembangan kanker itu sendiri.28

Ringkasan

1. Sebagai konsekuensi dari stadium surgikal yang dikeluarkan oleh FIGO 1988, kita harus melakukan LA secara rutin dan sistematis agar dapat menggambarkan status KGB secara keseluruhan.11

2. Amiran menyimpulkan bahwa tindakan LA secara rutin pada KE stadium awal merupakan pilihan yang baik.26

3. Candiani, menyimpulkan bahwa tindakan LA pada KE stadium I sangat berguna untuk kepentingan prognosa, namun tidak bermanfaat dalam hal pengobatan penderita.23

(5)

4. Kilgore, dari penelitiannya menemukan hubungan kelangsungan hidup penderita KE stadium I lebih baik dengan semakin banyak jumlah KGB yang diangkat.24

5. Puente, menyimpulkan bahwa menegakkan stadium secara pembedahan dengan tidak melakukan LA atau hanya melakukannya secara selektif tidak berguna untuk menegakkan diagnosa KE stadium awal.25 6. Dengan melihat beberapa hasil penelitian

bahwa pada KE stadium I telah dijumpai adanya metastasis pada KGB regional sebanyak 5,4% sampai 22%, keadaan ini menambah keyakinan bahwa LA secara rutin perlu dilakukan.

7. Chuang, mengemukakan bahwa kejadian residif tumor retroperitoneal lebih banyak terjadi pada kasus yang tidak dilakukan LA secara sistematis. Juga disimpulkannya bahwa kegagalan dalam melakukan LA secara sistematis meningkatkan resiko adanya penyebaran ekstra uterin yang tidak terdeteksi.17

8. Lewandowsky, melaporkan komplikasi tindakan adjuvant radioterapi yang berat berupa obstruksi usus dijumpai pada kasus yang dilakukan LA, sedangkan pada kasus yang tidak dilakukan LA tidak satupun penderita yang mengalami komplikasi radioterapi yang berat.20

9. Dengan melakukan LA secara rutin tidak memperbaiki angka bebas penyakit dan angka kelangsungan hidup penderita KE stadium awal.26

10. Pengangkatan KGB yang secara klinis membesar, dapat memperbaiki prognosis, sehingga tindakan untuk mengangkat KGB yang membesar pada saat pembedahan KE stadium I tidak diperdebatkan lagi.28

Kepustakaan

1. Podczaski, E., et al. : Detection and Patterns of Treatment Failure in 300 Consecutive Cases of “Early” Endometrial Cancer after Primary Surgery. Gynecol. Oncol.. 47, 323-327 (1992).

2. Huang, S. J., Berek, J. S., Fu, Y. S. : Pathology of Endometrial Carcinoma. In: Coppleson, M. ed. Gynecol. Oncol., 2rd Ed., Churchill Livingstone, Edinburg London, 1992 : 753-774.

3. Gusberg, S.B. : EDITORIAL The Rise and Fall of Endometrial Cancer. Gynecol. Oncol. 35, 124 (1989).

4. Azis, M.F., Beberapa Aspek Preventif Keganasan Ginekologi. Makalah Temu Ilmiah IDI, Jakarta, 1988.

5. Wedrayana, I.W., Abdullah, M.N., Soekamto, S. : Karakteristik dan Survival Rate Karsinoma Endometrium di Lab. Obstetri Ginekologi FK. UNAIR/RSUD Dr. Sutomo Surabaya Tahun 1986-1991. Kongres Obstetri dan Ginekologi Jakarta, Desember 1993. 6. Noviardi : Karakteristik dan Kelangsungan

Hidup Penderita Karsinoma Korpus Uteri yang Dirawat di RS. Dr. Pirngadi Medan Tahun 1981-1990. Tesis pada Bagian Obstetri dan Ginekologi FK.USU/RS. Dr.Pirngadi Medan, Juni 1994.

7. Disaia, P.J., Creasman, W.T., : Clinical Gynecology, CV. Mosby Company, St Luis, Toronto, London, 1981 : 136-148.

8. Jones III, H.W. : Endometrial Carcinoma. In: Novaks Text Book of Gynecology. Eleventh Edition, Williams & Wilkins Baltimore, Hongkong, London, Sidney, 1988 : 728-757. 9. Kampono, N.: Perjalanan Penyakit dan

Penatalaksanaan Karsinoma Endometrium. Pada Seminar Sehari Keganasan Rahim n Urodinamika Wanita. FK. UKI, Jakarta 1989. 10.Fanning, J., et al. : Endometrial

Adenocarcinoma Histologic Subtypes: Clinical and Pathologic Profile.

Gynecol. Oncol., 32, 288-291 (1989). 11.Heintz, A.P.M. : The Surgical Principles of

Cervical and Uterine Cancer Treatment. In: Practical Procedures for the Gynecological Oncologist, Elsevier, Amsterdam, Lausane, New York, Oxford, Shannon, Singapore, Tokyo 1998.

12.Harrison, G.B. : EDITORIAL Do We Know the Best Therapy for Early Endometrial Cancer? Gynecol. Oncol. 60, 173-175 (1996).

13.Crreasman, W.T., and Weed, J.C. : Carcinoma of Endometrium (FIGO Stages I and II): Clinical Features and Management. In : Coppleson, M. ed. Gynecol. Oncol., 2rd Ed., Churchill Livingstone, Edinburg London, 1992 : 775-789.

14.Ackerman, I. Et al, : Endometrial Carcinoma – Relative Effectiveness of Adjuvant Irradiation vs Therapy Reserved for Relapse. Gynecol. Oncol. 60, 177-183 ( 1996).

15.Chuang, L. et al, : Staging Laparatomy for Endometrial Carcinoma: Assessement of Retroperitoneal Lymph Node. Gynecol. Oncol. 58, 189-193 (1995).

(6)

16. Gorchev, G. : Pelvic Limphadenectomy in Surgical Treatment for Endometrial Carcinoma. In : Pecorelli, S. et al, Ed. 7th Biennial Meeting of the International Gynecologic Cancer Society, International Proceedings Devision, Rome, Italy, September 26-30, 1999 : 69-72.

17. Lees, D.H. 1969. An Evaluation of Treatment in Carcinoma of the Body of Uterus. In : Coppleson, M. ed. Gynecol. Oncol., 2rd Ed., Churchill Livingstone, Edinburg London, 1992 : 782.

18. Morrow, C.P., DiSaia, P.J., Townsend, D.E. : Current Management of Endometrial Carcinoma. Obstet. Gynecol. 42, 399 (1973).

19. Rutledge, F.N. : The Role Of Radical Hysterectomy in Adeno Carcinoma of Endometrium. Gynecol. Oncol 2, 331 (1974).

20. Lewandowski, G. et al : Hysterectomy with Extended Surgical Staging and Radiotherapy versus Hysterectomy Alone and Radiotherapy in Stage I Endometrial Cancer: A Comparison of Compliocation Rates. Gynecol. Oncol. 36, 401-404 (1990). 21. Kamura, T. et al : Predicting Pelvic Limph

Node Metastasis in Endometrial Carcinoma. Gynecol. Oncol. 72:3, 387-391 (1999). 22. Richard, R. et al. : Corpus: Epithelial

Tumors. In : Hoskins, W.J., Perez, C.A. and Young, R.C., Principles an Practice of Gynecologic Oncology, 2rd Ed.Lippin-cott-Raven Publishers, Philadelphia, New York, 1997 : 859-896.

23. Candiani, G.B., et al :Evaluation of Different Surgical Approaches in the Treatment of Endometrial Cancer at FIGO Stage I. Gynecol. Oncol 37, 6-8 (1990). 24. Kilgore, L.C., et al. : Adeno Carcinoma of the

Endometrium: Survival Comparisons of Patients with and without Pelvic Node Sampling. Gynecol. Oncol. 56, 29-33 (1995). 25. Puente, R., Guzman, S., Israel, E., and Del

Pozo, M. : The Inevitable Necessity of Systematic Pelvic and Aortic Limphadenectomy in Endometrial Cancer. In : Pecorelli, S. et al, Ed. 7th Biennial Meeting of the International Gynecologic Cancer Society, International Proceedings Devision, Rome, Italy, September 26-30, 1999 : 131-139. 26. Bar-Am, A. et al. : The Role of Routine

Pelvic Limph Node Sampling in Patients with Stage I Endometrial carcinoma: Second Thoughts. Acta Obstet. Gynecol. Scand, 77, 347-350 (1998).

27. Tang, X. et al. : Clinicopathological Factors Predicting Retroperitoneal Limph Node Metastais and Survival in Endometrial Cancer. Jpn, J. Clin Oncol, 28:11, 673-678 (1998). 28. Santin, A.D., and Parham, G.P. : Routine

Limph Node Dessection in the Treatment of Early Stage Cancer: Are We Doing the Right Thing?, Gynecol. Oncol. 68, 1-3 (1998).

Referensi

Dokumen terkait

All conceive of themselves as hooped within the great king, Ongentheow, and even though he does not personally wheel of necessity, in thrall to a code of loyalty and bravery,

Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam

Dengan demikian, judul yang diambil dalam Laporan Hasil Magang ini adalah “Prosedur Pengajuan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada

Tahapan mobile-D yaitu seperti pada gambar 1, yang terdiri dari explore, initialize, productinize, stabilize, system test and fix. Berdasarkan hasil dari perencanaan, perancangan,

Di dalam lingkup persekolahan, sikap kepedulian siswa dapat ditunjukkan melalui peduli terhadap siswa lain, guru, dan lingkungan yang berada di sekitar

Adapun ketersediaan jagung secara parsial dipengaruhi oleh semua variabel yaitu variabel pendapatan, luas panen jagung dan harga domestik jagung di Kabupaten Karo.. Kata Kunci

Lokus penelitian ini di Kota Serang Provinsi Banten dengan menggunakan teknis survei literatur akademis di bidang keilmuan pelayanan publik untuk memperoleh

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KOMPTENSI DASAR PERAWATAN KOPLING1. Universitas Pendidikan Indonesia |