• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - BAB II RESTUTI MAULIDA PGSD'12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - BAB II RESTUTI MAULIDA PGSD'12"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Model Pembelajaran Problem Posing

Menurut Silver, et.al dalam Siswono (2000:8) Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. Sedangkan menurut Siswono (2000: 2) pembelajaran problem posing (pengajuan masalah) memberikan keluasan siswa atau peserta didik untuk belajar secara mandiri dengan merumuskan masalahnya (lebih khusus soal) sendiri dan menyelesaikan masalah yang diajukannya.

Menurut English dalam Siswono (2000: 8) menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika siswa.

Menurut Suryanto dalam Siswono (2000:3-4) pengajuan soal (problem posing) mempunyai beberapa arti:

(2)

perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal. Sebagai contoh, misalkan siswa diberikan soal “Sebuah papan kayu berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang sisi-sisi yang saling tegak lurus adalah 13 m dan 40 m. Berapa luas papan kayu tersebut?”. Untuk mengetahui bagaimana siswa menyelesaikan soal itu, apakah mereka menguasai soal tersebut dan bagaimana mereka merencanakan penyelesaian soal itu, maka diberikan tugas: “Buatlah soal lain atau pertanyaan berdasarkan soal di atas yang mengarah pada penyelesaian soal itu.” Kemungkinan soal-soal yang dibuat siswa adalah:

1) Apakah syarat mencari luas segitiga? 2) Bagaimana rumus luas segitiga?

(3)

sama, tetapi dengan syarat yang berbeda. Beberapa soal yang mungkin dibuat siswa adalah

1) Sebuah papan kayu berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang sisi-sisi yang saling tegak lurus adalah 20 m dan 60 m. Berapa luas papan kayu tersebut?

2) Kakek Marbun mempunyai ikat kepala yang berbentuk segitiga sama kaki. Di sisi ikat kepala tersebut dihias dengan renda. Berapa panjang renda penghias ikat kepala kakek Marbun?”,

dan sebagainya.

c. Pengajuan soal ialah perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah pemecahan suatu soal/masalah. Sebagai contoh, misalkan diberikan informasi :” kakek Marbun mempunyai ikat kepala yang berbentuk segitiga sama kaki. Di sisi ikat kepala tersebut dihias dengan renda.

(4)

tersebut. Bila kamu dapat menyelesaikan soal yang kamu buat, buatlah soal lain yang berkaitan dengan segitiga.” Kemungkinan soal yang dibuat siswa sebelum pemecahan adalah “Berapa panjang renda penghias ikat kepala kakek Marbun?. Ketika menyelesaikan soal tersebut, bila siswa mengalami kesulitan dalam pemecahan, maka kemungkinan soal yang diajukan adalah:

1) Apakah syarat mencari keliling segitiga?”

2) Bagaimana rumus keliling segitiga apabila diketahui sisinya?. Kemudian setelah pemecahan soal yang pertama berhasil dibuat, kemungkinan soal yang diajukan siswa adalah “Dani mempunyai layang-layang berbentuk segitiga, sisi-sisinya akan dihias dengan kertas emas. Berapa panjang kertas emas penghias laying-layang Dani?

dan sebagainya.

Dari pengertian pakar di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem posing adalah model pembelajaran yang dapat mengembangkan ide-ide matematika siswa dengan cara merumuskan masalah (soal) sendiri dan dapat menyelesaikannya sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri.

50 cm

(5)

Menurut Menon dalam Siswono (2000:5-6) pembelajaran dengan pengajuan soal dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :

a. Berikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan, tetapi semua informasi yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada. Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi tadi. b. Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa untuk membagi

kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita sekaligus penyelesaiannya. Nanti soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok-kelompok lain. Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk diedit tentang kebaikan dan kesiapannya. Soal-soal tersebut nanti digunakan sebagai latihan. Nama pembuat soal tersebut ditunjukkan, tetapi solusinya tidak. Soal-soal tersebut didiskusikan dalam masing-masing kelompok dan kelas. Hal ini akan memberi nilai komunikasi dan pengalaman belajar. Diskusi tersebut seputar apakah soal tersebut ambigu atau tidak cukup kelebihan informasi. Soal yang dibuat siswa tergantung interes siswa masing-masing. Sebagai perluasan, siswa dapat menanyakan soal cerita yang dibuat secara individu.

(6)

berhubungan dengan masalah tersebut akan membantu siswa "memahami masalah", sebagai salah satu aspek pemecahan masalah.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembelajaran problem posing dengan langkah pertama, yaitu siswa diberikan soal cerita tanpa

pertanyaan, tetapi semua informasi yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada penjelasannya. Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi tersebut.

2. Model Pembelajaran Langsung

Menurut Arends dalam Trianto (2009:41) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2010:23) pembelajaran langsung (Direct Instruction) digunakan oleh para peneliti untuk merujuk pada pola-pola pembelajaran di mana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok peserta didik dan menguji keterampilan peserta didik melalui latihan-latihan di bawah bimbingan dan arahan guru.

(7)

murid secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas.

Menurut Muhammad Nur dalam Widdiharto (2004:33) menyebutkan bahwa pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan procedural dan pengetahuan deklaratif, yang dapat diartikan dengan pola selangkah demi selangkah. Lebih lanjut disebutkan pula, pengetahuan deklaratif (yang dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.

Dari pengertian pakar di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan belajar siswa dengan guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan melalui latihan-latihan dengan berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas.

Menurut Arends (2008: 300-301) model pengajaran langsung dapat diterapkan pada mata pelajaran apapun, tetapi paling tepat untuk mata pelajaran yang berorientasi kinerja, seperti membaca, menulis, matematika, musik, dan pendidikan jasmani.

(8)

a. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.

b. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.

c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

Menurut Widdiharto (2004:33) sintak model pengajaran langsung adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Sintak Model Pengajaran Langsung

No. Fase Peran Guru

1. Mempersiapkan siswa dan menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan tujuan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap.

(9)

No. Fase Peran Guru 4. Mengecek pemahaman dan

umpan balik

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.

5. Memberikan kesempatan untuk umpan lanjutan dan penerapan.

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Widdiharto (2004:34) model pembelajaran langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

a. Relatif lebih banyak materi yang disampaikan

b. Untuk hal-hal yang sifatnya procedural, model ini akan relatif mudah untuk diikuti.

Adapun kekurangan atau kelemahannya adalah sebagai berikut: a. Jika terlalu dominan pada ceramah siswa akan cepat bosan.

3. Prestasi Belajar

(10)

Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:138-139) prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Faktor internal tergolong menjadi tiga jenis yaitu :

a. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Contoh faktor ini adalah: penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

b. Faktor psikologi baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:

1) Faktor intelektif yang meliputi:

a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat

b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. 2) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu.

Seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis

Faktor eksternal tergolong menjadi empat jenis yaitu: a. Faktor sosial yang terdiri atas:

(11)

3) Lingkungan masyarakat 4) Lingkungan kelompok

b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan siswa melalui suatu mata pelajaran yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal).

4. Kepercayaan diri

Menurut Elly Risman (dalam Syaifullah, 2010: 11) percaya diri adalah sikap yang merasa pantas, nyaman dengan diri sendiri dari penilaian orang lain, serta memiliki keyakinan yang kuat. Sedangkan menurut Syaifullah (2009: 9) percaya diri merupakan sikap positif yang dimiliki seorang individu yang membiasakan dan memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, lingkungan, serta situasi yang dihadapinya untuk meraih apa yang diinginkannya.

(12)

bimbingan dari orang dewasa, antara lain guru, orang tua, kakak, orang sekitarnya yang dapat bergaul dengan baik serta memberikan bimbingan secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut Syaifullah (2009: 11) kepercayaan diri akan memastikan seseorang bahagia, mampu mencintai dan berkomunikasi dengan baik dengan orang lain, dan dengan percaya diri pula seseorang bisa meraih segala yang diinginkan. Ciri-ciri orang yang memiliki sikap percaya diri, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Tidak terlalu tergantung dengan orang lain

Sosok percaya diri sangat erat kaitannya dengan sikap tidak terlalu bergantung dengan orang lain. Orang yang bergantung dengan orang lain merupakan orang yang tidak mampu mengambil inisiatif untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

b. Tidak mempunyai rasa takut dan khawatir

Sikap khawatir dan takut adalah pikiran negatif yang timbul karena kita tidak yakin pada kemampuan diri. Sikap khawatir dan takut muncul akibat kebiasaan-kebiasaan mengembangkan sikap dan asumsi-asumsi negatif terhadap diri sendiri.

c. Selalu berinteraksi dengan baik

(13)

untuk orang lain. Orang lain dianggap sebagai bagian dari dirinya, sehingga keduanya bisa menjalin relasi dan komunikasi yang baik. d. Selalu bersikap tegas

Sifat ketegasan berawal dari pembentukan mental yang kuat. Seseorang yang mempunyai mental yang kuat cenderung memegang prinsip hidupnya. Orang yang percaya diri akan menganggap bahwa ketegasan adalah bukti bahwa dirinya memiliki satu pegangan dan landasan yang kuat, serta dengan ketegasan, ia mampu menunjukkan kemampuannya, bahwa dirinya bisa menentukan pilihan dan mampu memutuskan suatu persoalan.

e. Dapat mengendalikan diri

Sosok percaya diri sangat erat kaitanya dengan konsep mengendalikan diri. Seseorang akan selalu berpegang teguh pada prinsip dan kondisi emosional yang stabil, karena rasa percaya diri tanpa adanya pengendalian diri akan berubah kepada kepercayaan diri yang berlebihan.

f. Memiliki kreatifitas

(14)

g. Memiliki sifat yang dewasa

Sosok orang dewasa adalah selalu ingin hidup yang terbaik bagi dirinya yaitu selalu berbuat baik dan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Pribadi yang percaya diri dari uraian di atas akan dijadikan sebagai kisi-kisi dalam membuat angket kepercayaan diri. Seseorang yang menjadi pribadi yang percaya diri, berarti ia telah memposisikan dirinya sebagai orang yang mampu mengendalikan diri sepenuhnya.

Berdasarkan pengertian percaya diri di atas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang merasa pantas, nyaman dengan diri sendiri dari penilaian orang lain, serta memiliki keyakinan yang kuat untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri orang lain, lingkungan, untuk meraih apa yang diinginkannya.

5. Matematika

a. Pengertian Matematika

(15)

Sedangkan menurut James dan James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4) matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya. Matematika terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris, dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.

Berdasarkan kurikulum dalam Pujianti dan Sigit (2009: 1) matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

Berdasarkan beberapa pengertian matematika dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui proses penalaran deduktif.

b. Materi Pelajaran Matematika

(16)

dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar Menentukan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. Materi segitiga dan jajargenjang termasuk dalam materi pengukuran.

Menurut standar isi mata pelajaran matematika dalam Pujianti dan Sigit (2009: 2) materi pengukuran terdiri dari 12 standar kompetensi (SK) dan 36 kompetensi dasar (KD), meliputi: pengukuran waktu, panjang, berat, sudut, dan kuantitas menghitung keliling, luas, dan volum, satuan ukuran dan hubungan antar satuan ukuran, serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan

Menurut laporan TNA dalam Pujianti dan Sigit (2009: 2) berdasarkan identifikasi masalah pada saat kegiatan diklat di PPPPTK Matematika banyak guru yang merasa kesulitan dalam membelajarkan luas daerah bangun datar dan volum bangun ruang. Hal itu sesuai dengan hasil Training Need Assesment (TNA) yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika bagi guru sekolah dasar pada tahun 2007 dengan jumlah responden sebanyak 120 orang dari 15 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 95,4% responden masih memerlukan materi pengukuran volum dan 94,1% responden masih memerlukan materi luas daerah bangun datar.

(17)

jajargenjang yang akan diteliti oleh peneliti. Bayangkan jika kita tidak tahu tentang ukuran tinggi, lebar, panjang, luas dan lain sebagainya maka kita tidak akan dapat membandingkan satu hal/objek dengan hal/objek yang lainnya. Oleh karena pentingnya pengukuran, maka sangat diperlukan untuk dipelajari.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang penulis teliti, namun ada yang dilakukan oleh:

1. Heri Prayitno (2009) mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto dengan judul skripsi “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa SMP Muhammadiyah Sumbang” dengan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara model pembelajaran problem posing dengan model pembelajaran langsung terhadap pemahaman konsep matematika. Dengan kata lain model pembelajaran problem posing dan model pembelajaran langsung memberikan efek yang berbeda terhadap pemahaman konsep matematika ditunjukkan dengan hasil pengujian Fhit > Ftab yaitu sebasar 345,4642 > 3,976.

(18)

Model Pembelajaran Problem Posing di MTs Guppi Karang Jambu Purbalingga” dengan kesimpulan bahwa model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian siklus I diperoleh skor kreativitas 2,32 dengan kriteria baik, dan rata-rata prestasi belajar siswa 58,40 dengan ketuntasan belajar 48,84%. Pada siklus II diperoleh skor kreativitas 2,66 dengan kriteria baik, dan rata-rata prestasi belajar siswa 74,42 dengan ketuntasan belajar 86,05%.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut :

1. Pengaruh pembelajaran problem posing terhadap prestasi belajar.

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan di atas, salah satu aspek yang diharapkan dalam pembelajaran matematika adalah prestasi belajar siswa. Dalam pembelajaran matematika, terdapat berbagai model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam mengoptimalkanya, salah satunya adalah model pembelajaran problem posing dan pembelajaran langsung.

(19)

pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang menyebabkan siswa bersifat pasif karena cenderung mendengarkan uraian guru dan menghafalnya tanpa pengertian. Oleh karena itu, siswa kurang memahami konsep materi yang sedang dipelajari dan menyebabkan prestasi belajar rendah.

Dari uraian tersebut, maka dapat diduga bahwa ada perbedaan pengaruh pembelajaran langsung dan pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar matematika.

2. Pengaruh kepercayaan diri terhadap prestasi belajar.

Kepercayaan diri siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran. Kepercayaan diri merupakan sikap positif yang harus dimiliki oleh seseorang untuk meraih apa yang diinginkannya. Kepercayaan diri berhubungan sekali dengan prestasi belajar siswa karena dengan memiliki kepercayaan diri siswa akan lebih mudah untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Interaksi pengaruh pembelajaran problem posing, pembelajaran langsung, dan kepercayaan diri terhadap prestasi belajar.

(20)

Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran langsung (direct instruction) menempatkan siswa cenderung sebagai pendengar

dan pencatat. Karena dalam pembelajaran ini bersifat berpusat pada guru. Siswa kurang aktif berpartisipasi sehingga pengetahuan lebih banyak diperoleh lewat informasi guru secara bertahap.

Berdasarkan uraian di atas bahwa pembelajaran problem posing dan kepercayaan diri berperan penting dalam meningkatkan prestasi siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori, hasil penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Ada pengaruh pembelajaran problem posing terhadap prestasi belajar matematika.

2. Ada pengaruh kepercayaan diri terhadap prestasi belajar matematika. 3. Ada interaksi pengaruh pembelajaran problem posing, pembelajaran

Gambar

Tabel 2.1 Sintak Model Pengajaran Langsung

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, alasan mengapa dilakukan penelitian in dilatarbelakangi oleh adanya persaingan yang ketat dengan produk tabungan yang ada pada bank

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supitcha Rungrodnimitchai dengan 2 orang temannya di Thailand juga menggunakan bantuan microwave dalam pembuatan gel

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

人々の道徳心を維持して安寧を保つの点に至ては人なる差違あることなし一とご吊ぶ引 Iす %るよ 9うなことを述べて

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada

Untuk adonan dengan penambahan -amilase dan glukoamilase 25 U/g tepung masih dihasilkan adonan yang agak kasar sama dengan roti yang terbuat dari pasta ubi jalar ungu

(2000) menyatakan bahwa ekuitas merek selain dibentuk oleh dimensi ekuitas seperti kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek juga

pada saat fase matang (mature) di Selat Makassar menjelang masuk ke pesisir timur Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa kasus MCC yang terjadi di Selat Makassar