BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Sejarah Tanaman Caisim
Tanaman Caisim diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur.
Konon di daerah Cina, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang
lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Masuknya caisim masuk
ke wilayah Indonesia diduga pada abad ke- 1 9 , bersamaan dengan lintas
perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya; terutama kelompok
kubis-kubisan (Cruciferae). Caisim berkembang pesat di dataran rendah maupun di
dataran tinggi yang telah dikenal daerah pertaniannya (Susila A D, 2006).
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman
sawi termasuk kedalam :
1. Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji).
2. Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah).
3. Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua atau biji
belah).
4. Ordo : Rhoeadales (Brassicales).
5. Famili : Cruciferae (Brassicaceae).
6. Genus : Brassica.
7. Spesies : Brassica juncea L.
Caisim merupakan tumbuhan dikotil, memiliki akar Berupa akar tunggang.
Batang Berkambium dan bercabang, Daun Bertulang daun sejajar atau
melengkung, menyirip atau menjari. Umumnya bagian bunga berjumlah 2, 4 dan
tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
Caisim berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya
pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop
(Triharso, 2010)
2.3 Syarat Tumbuh
Meskipun tidak memerlukan syarat tumbuh tertentu akan tetapi ada batasan
supaya tanaman caisim ini bisa tumbuh maksimal. caisim bukan tanaman asli
Indonesia, menurut asalnya di Asia (Rahmat, 2007). Karena Indonesia
mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga
dikembangkan di Indonesia . Tanaman caisim dapat tumbuh baik di tempat yang
berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran
rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang
diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah
mulai dari ketinggian 5 m sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut.
Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100
meter sampai 500 meter dpl (Sunarjono, 2004).
Tanaman caisim tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang
tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara
teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang
sejuk, lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab (Ahmad,2010).
Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan
demikian, tanaman ini cocok bila ditanam pada akhir musim penghujan. Tanah
humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang
optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Dora, 2010).
2.4 Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang
diurai (dirombak) oleh mikroba, yang hasil akhirnya dapat menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas
lahan (Rohcmah dan Sugiyanta, 2010). Pupuk organik terdapat dalam bentuk
padat dan cair.Pemberian pupuk organik cair juga harus memperhatikan dosis
yang diaplikasikan terhadap tanaman. Mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan
pada tanaman (Rahmi dan Jumiati, 2007). Umumnya bahan organik yang segar
mempunyai rasio C/N tinggi, seperti jerami padi sebesar 50-70 %. Prinsip
pembuatan pupuk adalah menurunkan rasio C/N bahan organik, sehingga sama
dengan rasio C/N tanah (< 20). Semakin tinggi rasio C/N bahan maka proses
pembuatan pupuk akan semakin lama karena rasio C/N harus diturunkan. Rasio
C/N merupakan perbandingan dari pasokan energi mikroba yang digunakan
terhadap nitrogen untuk sintesis protein. Standar kualitas pupuk di Indonesia yaitu
memiliki rasio C/N berkisar 10 – 20 % (Sundari dkk., 2012.)
1. Pupuk Organik Cair ( POC )
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di
sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P,
K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik), (Artanti, 2007). Pupuk
organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya
a. dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga
meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen
dari udara.
b. dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan
kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman
cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan
cabang produksi,serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah,
serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah (Sulaeman, 2006)
2. Pupuk Organik Hayati ( POH )
Pupuk organik hayati merupakan suatu bahan rendemen yang mengandung
mikroorganisme bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil
tanaman, melalui peningkatan aktivitas biologi yang akhirnya dapat berinteraksi
dengan sifat-sifat fisik dan kimia media tumbuh (tanah). Mikroorganisme yang
umum digunakan sebagai bahan aktif pupuk organik adalah hayati mikroba
penambat nitrogen, pelarut fosfat dan pemantap agregat (Rao, 2006). Pupuk
organik hayati (biofertilizer) juga didefinisikan sebagai substans yang
mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rhizosfir atau bagian
dalam tanaman dan memacu pertumbuhan tanaman dengan jalan meningkatkan
pasokan ketersediaan hara primer dan atau stimulus pertumbuhan tanaman target,
Pemanfaatan pupuk organik hayati dilakukan berdasarkan respon positif
terhadap peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat
menghemat biaya pupuk dan penggunaan tenaga kerja. Teknologi yang dapat
digunakan adalah penerapan pupuk mikroba (Bhatnagar dan Bhatnagar, 2005).
Dalam hal ini suplai sebagian unsur hara yang dibutuhkan tanaman dapat
dilakukan oleh bakteri rhizosfer yang mempunyai kemampuan menambat N dari
udara dan mikroba pelarut fosfat yang dapat menambang P di dalam tanah
menjadi P yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman, sehingga dapat menghemat
penggunaan pupuk kimia. Dari hasil penelitian Isgitani (2005), didapatkan
bahwa pemberian bakteri pelarut Fosfat dapat meningkatkan jumlah dan berat
biji serta secara nyata meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung.
Pada pupuk organik hayati yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk
organik berbasis dari mikroba yang dikumpulkan dari seluruh Indonesia untuk
membantu penyerapan dari NPK, dan berdasarkan hasil analisis pupuk organik
hayati yang telah dilakukan bahwa pupuk organik hayati tersebut memiliki
kandungan unsur hara yang berperan untuk pertumbuhan tanaman khususnya
adalah unsur hara makro yaitu dengan sesuai parameter yang di ujikan yaitu
menghasilkan karbon organik sebesar 3,018 , nilai N total sebesar 0,277 % , C/N
ratio sebesar 10,9, bahan organik sebesar 5,203 %, PH H20 sebesar 3,47, P2O5
sebesar 0,455 % dan K2O total sebesar 0,181.
3. Pupuk Kandang
Pupuk kandang mengandung unsur hara mikro dan makro. Pupuk kandang
makro mengandung fosfor, nitrogen dan kalium. Unsur hara mikro yang
memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal pupuk
kandang yang baik/ yang telah baik memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya
tidak tampak dan baunya tidak berkurang. Jika tidak memenuhi cciri tersebut,
pupuk kandang belum siap digunakan. Pengunaan pupuk kandang yang baik
dicampur dengan media tanam secara merata.
Pupuk kandang mengandung 3 golongan komponen, yaitu litter
(kotoran/sampah), ekstreta padat (bahan keluaran padat) dari binatang, dan
ekscreta cair (urin). Sifat/keadaan dan konsentrasi relatif dari
komponen-komponen ini dalam macam-macam pupuk kandang adalah sangat berbeda,
tergantung dari jenis binatangnya, cara pemberian makanannya dan pemeliharaan