• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran - EVA SUSANDRA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran - EVA SUSANDRA BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Hasil penelitiannya berupa bentuk, fungsi, dan makna afiks meN- yang ada dalam pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti tidak memuat bentuk, fungsi, makna afiks meN- tetapi bentuk dan makna verba berprefiks ber- yang digunakan dalam kalimat-kalimat yang ada pada wacana cerpen karya siswa. Metode penyediaan data yang digunakan oleh Rois (2001) adalah metode simak yang disejajarkan dengan metode observasi dan dilanjutkan dengan menggunakan metode studi dokumentasi, sedangkan metode yang digunaka oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dan kemudian dilanjutkan dengan mengklasifikasi data dengan menggunakan teknik catat.

2. Penelitian yang berjudul Tinjauan Bentuk dan Makna Kata Berafiks yang Berkategori Verba dalam Majalah Tempo dan Forum yang disusun oleh Diah Budiana (2011) mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia.

(2)

8

B. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Achmad,dkk., 2012:3). Bahasa itu meliputi dua bidang yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap dan arti (makna) yang tersirat dalam arus bunyi (Keraf, 1984: 15). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi yang arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap dan memiliki arti (makna) tersirat yang dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

2. Bentuk dan Makna

(3)

9

Makna adalah isi yang terkandung dalam sebuah bentuk yang dapat menimbulkan reaksi tertentu (Keraf, 1984:16). Istilah makna dapat dibedakan menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal (Soegijo, 1989:5). Chaer (2007:289) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna yang apa adanya. Soegijo (1989:5) menyatakan bahwa makna leksikal ialah makna perkamusan. Artinya kamus- kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna leksikal merupakan makna yang sebenarnya atau makna yang apa adanya. Oleh karena itu, makna leksikal biasa juga disebut dengan makna perkamusan karena biasanya dalam kamus dasar hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskan.

(4)

masing-10

masing telah memiliki makna leksikal. Jika baju dan ibu digabungkan menjadi baju ibu, timbullah makna yang menimbulkan hubungan antar kata yaitu „milik‟. Makna itulah yang disebut makna sintaktis.

C. Morfologi

1. Pengertian Morfologi

Morfologi ialah ilmu cabang tata bahasa yang membicarakan hubungan gramatikal bagian-bagaian intern kata (Soegijo, 1989:4). Menurut Ramlan morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata (2012:20). Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Keraf (1984:51) berpendapat bahwa morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu tatabahasa yang membicarakan hubungan gramatikal bagian-bagian intern kata serta pengaruh perubahan bentuk kataterhadap golongan dan arti kata.

2. Morfem dan Alomorf

(5)

11

adalah bahwa bentuk kebahasaan tersebut tidak dapat dianalisis menjadi bagian atau unsur yang lebih kecil lagi tanpa harus merusak maknanya. Dengan kata lain, pembagian bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil lagi akan merusak makna bentuk itu. Misalkan berbaju dapat dipisahkan menjadi ber- dan baju. Kedua bentuk tersebut masing-masing memiliki makna. Prefiks ber- bermakna menggunakan, baju memiliki makna pakaian, dengan demikian berbaju terdiri atas dua morfem.

Dalam bahasa Indonesia morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang berpotensi mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain (Soegijo, 1989:6-7). Sedangkan menurut Chaer (2008:151), morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Achmad, dkk. (2012:57) berpendapat bahwa morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem bebas adalah morfem yang berpotensi mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain sehingga tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran atau petuturan.

(6)

12

digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam ujaran. Dalam bahasa Indonesia semua bentuk afiks merupakan morfem terikat. Contohnya terdapat pada kata kata berambut. Kata rambut merupakan morfem bebas karena kata rambut dapat berdiri sendiri, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti prefiks ber- disebut dengan morfem terikat. Kata berambut terbentuk dari prefiks ber- + rambut. Prefiks ber- yang bertemu dengan fonem /r/ pada kata rambut mengakibatkan fonem /r/ lesap

sehingga pengucapannya tidak panjang. Perubahan bentuk ber- menjadi ber, be- atau bel- disebut dengan alomorf ber-. Alomorf adalah anggota suatu morfem yang

wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama (Alwi, dkk., 2003: 29).

3. Kata

(7)

13

kata dan tujuh fonem / b, ə, l, a, j, a, r /. Sebagai satuan gramatik kata mempunyai satu atau beberapa morfem. Misalnya, belajar terdiri dari dua morfem ber- + ajar = belajar.

D. Proses Morfologis

1. Pengertian Proses Morfologis

Muslich (2009:32) berpendapat bahwa proses morfologis adalah proses perubahan morfem menjadi sebuah kata yang baru. Sedangkan menurut Soegijo (1989:18) proses morfologis adalah proses perubahan bentuk dasar dalam rangka pembentukan kata-kata baru. Dari pendapat yang telah dipaparkan oleh para ahli peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan mengenai proses morfologis. Proses morfologis adalah proses perubahan pada bentuk dasar dari morfem dalam rangka pembentukan kata-kata baru. Dalam bahasa Indonesia proses morfologis meliputi: afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

2. Afiksasi

(8)

14

a. Pengertian Afiks

Menurut Ramlan (1997: 55) afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam satu kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh Muslich (2009: 41) yang berpendapat bahwa afiks merupakan bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh Chaer (2007:177), yaitu afiks merupakan sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa afiks adalah suatuan gramatik terikat dalam satu kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru dalam proses pembentukan kata.

b. Jenis Afiks

Mempelajari mengenai afiks tentu harus mempelajari berbagai macan jenisnya. Berdasarkan posisi melekatnya pada bentuk dasar, ada empat macam afiks, yaitu menjadi prefiks atau awalan (ber-, meng-, peng-, dan per-), infiks atau sisipan (-er- dan –el-), dan sufik atau akhiran (-an, -kan, -i). Disebutkan juga bahwa, Gabungan

(9)

15

Tabel 1.1 Jenis Afiks Berdasarkan Tempat Melekatnya

Prefiks Infiks Sufiks Konfiks

meN- -el- -an ber – an

(Putrayasa, 2010: 10 dan Alwi,dkk., 2003: 31-32) Dalam penelitian ini penulis membatasi teori jenis afiks yang akan digunakan yaitu prefiks ber- dalam cerpen karya siswa di SMP Negeri 2 Purwokerto.

E. Prefiks ber-

Prefiks ber- merupakan sebuah imbuhan yang diletakkan di awal bentuk dasar. Dilihat dari bentuknya, prefiks ber- dapat mengalami perubahan bentuk. Terdapat tiga bentuk prefiks ber- jika diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah ber-, be-, bel-. Prefiks ber- mempunyai fungsi dan memiliki arti setelah bersentuhan

dengan bentuk dasar.

1. Kaidah Morfofonemik Prefiks ber-

(10)

16

Menurut Ramlan (1997:101) terdapat tiga kaidah morfofonemik untuk perfiks ber- yang dapat dipelajari, yaitu:

ber - → be-

Apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/, dan beberapa bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/. Contoh :

Apabila diikuti bentuk dasar selain yang tertera diatas, ialah bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/, bentuk dasar yang suku pertamanya tidak berakhir dengan /ər/, dan bentuk dasar yang bukan morfem ajar.

Misalkan :

ber- + kata → berkata ber- + tugas → bertugas ber- + sejarah → bersejarah

Pendapat mengenai proses morfofonemik pada prefiks ber- di atas hampir sama dengan yang dipaparkan oleh Keraf (1984: 93-94). Menurutnya proses morfofonemik dibagi menjadi tiga, yaitu :

(11)

17

c) Fonem /r/ dapat berubah menjadi /l/ karena proses disimilasi yaitu pada kata belajar yang terbentuk dari ber- + ajar = belajar.

2. Fungsi Prefiks ber-

Menurut Keraf (1984:95-96) fungsi prefiks ber- adalah membentuk kata kerja. misalnya bersiul, bergerak, berjalan, dan sebagainya. Tetapi hal ini perlu diperhatikan karena berdasarkan fraseologi suatu kata dapat disebut kata kerja bila dapat diperluas dengan „dengan + kata sifat‟.

Contoh: bersiul dengan riang

bergerak dengan cepat, dan sebagainya.

Ternyata kata-kata semacam itu dapat diperluas dengan cara tersebut. Tetapi disamping itu ada sejumlah kata yang tidak dapat menggunakan prosedur itu. Kita tidak bisa mengatakan:

Contoh: beribu dengan baik berlayar dengan putih

bila ber- itu diartikan mempunyai atau memiliki. Dengan pengertian mempunyai, kata-kata itu akan diperluas dengan „yang + kata sifat‟:

Contoh: beribu yang baik berlayar yang putih

Jadi kelompok kata itu memiliki ciri seperti kata benda. Kesimpulannya adalah ber- mempunyai dua fungsi yaitu: a. Membentuk kata kerja

Ciri-ciri kata kerja

(12)

18

atau kualitas, (3) verbal, khususnya yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti „paling’, (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan, oleh karena itu tidak ada bentuk agak belajar, sangat pergi(Alwi, dkk., 2003: 87).

Sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase, yakni dalam hal kemungkinan satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak. Selain itu, verba juga dapat

dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus V + dengan kata sifat. Keraf (dalam Muslich, 2009:113) menjelaskan kata kerja adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”.

b. Merupakan transformasi dari kata mempunyai atau memiliki. Dengan demikian kita dapat memperoleh kata-kata yang memiliki macam arti, dengan akibat cara perluasannya juga bebeda.

Contoh: *berniat dengan tulus

*berniat yang tulus: mempunyai niat (yang tulus)

Alwi (2003:138) menambahkan sebuah pendapat mengenai penggunaan verba pada adjektiva. Karena verba dan adjektiva kodrat sintaksisnya sangat dekat, ber- pada verba yang diturunkan dari adjektiva ini sebenarnya bersifat manasuka pula tetapi kadang-kadang muncul sedikit perbedaan makna dan pemakaiannya.

Contoh:

(13)

19

3. Makna Prefiks ber-

Makna secara gramatikal akan muncul dari sebuah afiks. Prefiks ber- yang diikuti sebuah kata akan memunculkan makna tambahan, yaitu makna-makna yang muncul akibat bergabungnya perfiks ber- dengan bentuk dasar yang dilekatinya.

Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam perfiks ber-, berikut ini beberapa pendapat dari para ahli . Menurut Muslich (2009:69) bentuk dasar yang dapat bergabung dengan imbuhan ber- dapat dikelompokkan atas empat kelas, yaitu bentuk dasar yang berkelas verba (kata kerja), nomina (benda), ajektiva (kata sifat) , dan numeralia (bilangan). Berikut ini disajikan secara berkelompok arti imbuhan ber- pada setiap kata tersebut.

Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ber- mempunyai makna seperti berikut :

a. „dalam keadaan seperti bentuk dasar‟ berada „dalam keadaan ada‟

berkembang „dalam keadaan (meng) kembang‟ b. „menjadi seperti bentuk dasar‟

berubah „menjadi berubah‟ c. „melakukan seperti bentuk dasar‟

bekerja „melakukan kegiatan kerja‟ berlari „melakukan kegiatan lari‟

Apabila bentuk dasarnya berkelas kata benda, imbuhan ber- memiliki beberapa kemungkinan makna sebagai berikut :

a. „memakai‟ atau „mengenakan‟, misalnya :

bersepatu „memakai atau mengenakan sepatu‟ berdasi „memakai atau mengenakan dasi‟

b. „mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya‟, misalnya: bersuami „mempunyai suami‟

berkumis „mempunyai kumis‟

c. „mengeluarkan‟. Misalnya:

berdarah „mengeluarkan darah‟ d. „mengerjakan‟, misalnya :

(14)

20

e. „Mengendarai‟ atau mengpergunakan‟, misalnya :

berkuda „mengendarai kuda/mempergunakan kuda‟ f. „bermain seperti bentuk dasar‟

bertinju „bermain tinju‟ bercatur „bermain catur‟

Apabila bentuk dasarnya berkelas kata sifat, imbuhan ber- mempunyai makna „dalam keadaan‟, misalnya berduka, bersedih, bergembira, dan masih banyak

lagi.Apabila bentuk dasarnya berkelas kata bilangan, imbuhan ber- mempunyai makna „menjadi‟ atau kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasar‟,

misalnya bersatu „kumpulan yang terdiri atas satu, berdua, berlima, dan sebagainya‟.

Bila ada proses pengulangan pada kelas numeralia ini, maka morfem ber- menuju makna „dalam jumlah kelipatan seperti tersebut bentuk dasar‟. Misalnya berpuluh -puluh „dalam jumlah kelipatan se-puluh‟, berjuta-juta, dan sebagainya.

Menurut Putrayasa (2010: 18), makna yang dapat didukung oleh prefiks ber- setelah bersentuhan dengandengan bentuk dasar dapat dikelompokkan seperti berikut: a. Prefiks ber- mengandung makna memiliki atau mempunyai. Contohnya: beribu,

berkaki, berlayar;

b. Mempergunakan atau memakai sesuatu yang disebut dalam kata dasar. Contohnya: berkereta, berkacamata, berkalung;

c. Mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu. Contohnya: berkedai, berkuli, bertukang, bernafas;

d. Memperoleh atau menghasilkan sesuatu. Contohnya: berhujan, berpanas, bersiul, beranak;

e. Berada pada keadaan sebagai yang disebut dalam kata dasar. Contohnya: beramai-ramai, bergegas, bermalas;

f. Jika kata dasarnya adalah bilangan atau kata benda yang menyatakan ukuran, ber- mengandung arti himpunan. Contohnya: berempat, bertahun-tahun, berkilogram; g. Menyatakan perbuatan yang tidak transitif. Contohnya: berkata, berjalan, berdiri,

berubah;

h. Menyatakan perbuatan mengenai diri sendiri atau refleksif. Contohnya: berlindung, berhias, bercukur;

i. Menyatakan perbuatan berbalas atau resiprok. Contohnya: berkelahi, bertinju, bergulat;

(15)

21

Dari penelitian kedua pakar dapat disimpulkan bahwa makna pada prefiks ber- adalah sebagai berikut:

a. mempunyai makna memiliki atau mempunyai. b. mempergunakan atau memakai sesuatu.

c. mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu. d. memperoleh atau menghasilkan sesuatu.

e. berada pada keadaan yang disebut dalam kata dasar.

f. jika kata dasarnya adalah bilangan atau kata benda yang menyatakan ukuran maka prefiks ber- mengandung arti himpunan.

g. menyatakan perbuatan mengenai diri sendiri atau refleksif. h. menyatakan perbuatan berbalas atau respirok.

i. menjadi seperti bentuk dasar. j. melakukan seperti bentuk dasar.

k. mengeluarkan seperti pada bentuk dasar. l. mengendarai seperti pada bentuk dasar m. bermain seperti pada bentuk dasar

4. Wacana

a. Pengertian dan Jenis Wacana

(16)

22

utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan).

Jenis wacana dapat dibagikan sesuai dengan sudut pandang darimana wacana itu dilihat. Berdasarkan media penyampaian wacana dibagi atas wacana lisan dan wacana tulis. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Sedangkan wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan dan langsung dengan menggunakan bahasa verbal (Mulyana, 2005:51). Jenis wacana berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu fiksi dan non fiksi. Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Wacana fiksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu: wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana non fiksi disebut juga sebagai wacana ilmiah. Jenis wacana ini disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya (Mulyana, 54-55). Contoh dari wacana non fiksi yaitu opini, essay, artikel, dan laporan penelitian. Jenis wacana non fiksi berdasarkan isinya yaitu wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana hukum dan kriminalitas, dan olahraga dan kesehatan.

b. Pengertian Cerpen

(17)

23

(2007:11) karena bentuk cerpen yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas.

Gambar

Tabel 1.1 Jenis Afiks

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengenalan karakter plat nomor kendaraan bermotor dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu akuisisi citra, pra proses yang meliputi grayscale, binerisasi, segmentasi,

Hasil penelitian sikap sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel 5.5. Berdasarkan tabel tersebut didapatkan bahwa jumlah responden dengan sikap kurang baik

"ibawah ini yang bukan termasuk komponen dari sistem pendinginan !airan pada sepeda motor adalah : ab. Komponen yang

Premi tahunan asuransi jiwa dwiguna yang harus dibayar oleh peserta asuransi yang berusia ( + ) tahun yang mengikuti proses seleksi saat berusia tahun dengan jangka

Rangkaian dekoder digunakan untuk pengkodean (sandi) untuk menentukan jumlah pulsa yang digunakan Dalam hal ini jumlah kodenya adalah tiga sinyal jika bukan maka akan

In order to produce steamed buns with desirable physical qualities and antioxidant activity, appropriate mixing time, mixing speed, and angkak concentration are

In this novel, Christina and Valhalla have revealed the ideas of liberal feminism which are freedom of choice and

Analisis kinerja ruas jalan perkotaan, dengan indikator kinerja yaitu arus lalu lintas (Q), kapasitas (C), derajat kejenuhan/ Degree of Saturation (DS), kecepatan arus bebas yang