• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI MTs. ROUDLOTUL MUBTADIIN BALEKAMBANG KECAMATAN NALUMSARI KABUPATEN JEPARA - UNISNU Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI MTs. ROUDLOTUL MUBTADIIN BALEKAMBANG KECAMATAN NALUMSARI KABUPATEN JEPARA - UNISNU Repository"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Akhlak, Etika dan Karakter

1. Pengertian Akhlak

Menurut etimologi arab, akhlak adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as-sajiyah); kelakuan, tabiat atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau kelaziman (al-‘adat); peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (ad-din).1

Selanjutnya Mahmud merujuk pendapat Ghozali, mengatakan dari sisi bahasa kataal-Khalaq (fisik) danal-Khuluq (akhlak) adalah dua kata yang sering dipakai secara bersamaan. Karena manusia terdiri dari dua unsur fisik dan non-fisik. Unsur fisik dapat dilihat oleh mata kepala, sedangkan unsur non fisik dapat dilihat oleh mata batin.2

Menurut Shihab walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan, agama tetapi tidak ditemukan dalam al-Qur’an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal dari kata itu yaitu

khuluq.3 Hanya saja kata akhlak banyak ditemukan dalam al-Hadist, seperti dalam salah satu hadist nabi yang berbunyi:

1

Ulil Amri Syarif. 2012.Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an.Jakarta: Raja Grafindo Press. Hlm: 72.

2

Ali Abdul Halim Mahmud. 2004.Akhlak Mulia,Terj. Abdul Hayyi al-Kattienie dengan judul asli al-Tarbiyah al-Khuluqiyah.Jakarta: Gema Insani Press. Hlm: 28

3

M. Quraish Shihab. 2004. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan

Ummat,Bandung: Mizan. Hlm:253

(2)

لﺎﻗ ةﺮﻳﺮﻫ ﰊأ ﻦﻋ

:

ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ

ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠ

:

ﻢﲤ ﻷ ﺖﺜﻌﺑ ﺎﳕا

ﱀﺎﺻ

قﻼﺧﻻا

).

ﺪﲪا ﻩاور

(

4

Artinya: “Dari Abi Hurairoh berkata, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”(H.R. Ahmad)

Adapun perkataan akhlak bersumber dari kalimat yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4:











Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Selanjutnya kata akhlak tersebut menurut Ya’qub mengandung

segi-segi persesuaian dengan katakholqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya dengan kholiq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan ada hubungan baik antarakholiqdanmakhluq.5

Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat pengertian tentang akhlak, diantaranya :

a. Ibnu Maskawih mengatakan akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih lama).6

4

Al Imam Ahmad bin Hambal,Musnad Juz II,(Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), hlm. 504 5

Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Hlm: 5.

6

(3)

b. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan-perbuatan yang gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (perenungan) terlebih dahulu.7

c. Amin sebagaimana yang dikutip oleh Ya’kub mengatakan bahwa akhlak

adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. d. Menurut Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi sebagaimana

dikutip oleh Mahmud akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat, alami, agama dan harga diri.8

e. Menurut Sa’duddin, akhlak mengandung beberapa arti, antara lain :

1) Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan.

2) Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan keinginanannya.

3) Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang terjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga dapat berarti kesopanan dan agama.9

7

Ibid.hlm: 4 8

Ali Abdul Halim Mahmud.Akhlak Mulia. Op.Cit.hlm. 34 9

(4)

Selanjutnya, akhlak dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat dengan ajaran dan sumber Islam tersebut yaitu wahyu. Sikap dan penilaian akhlak selalu dihubungkan dengan ketentuan syari’ah dan aturannya.

Dalam Islam, ada beberapa keistimewaan akhlak yang menjadi karekteristik, salah satunya menurut Jauhari, guru besar Akidah Filsafat di Universitas Al-Azhar, Kairo menjelaskan beberapa karakteristik akhlak, di antaranya:10

a. Bersifat universal.

b. Logis, menyentuh perasaan hati nurani.

c. Memiliki demensi tanggung jawab, baik pada sektor pribadi ataupun masyarakat.

d. Tolak ukur tidak saja ditentukan dengan realita perbuatan tapi juga di lihat dari segi motif perbuatan.

e. Dalam pengawasan pelaksanaan akhlak islami ditumbuhkan kesadaran bahwa yang mengawasi adalah Allah SWT.

f. Akhlak islami selalu memandang manusia sebagai insan yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang harus dibangun secara seimbang.

g. Kebaikan yang ditawarkan akhlak islam adalah untuk kebaikan manusia, mencakup tiap ruang dan waktu.

h. Akhlak Islam selalu memberikan penghargaan di dunia maupun di akhirat bagi setiap kebaikan, demikian pula setiap keburukan diberi sanksi atau hukuman.

10

(5)

Dengan konsep akhlak ini, manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik dan mencegah perbuatan yang tidak baik dalam hubungannya dengan Tuhannya, manusia dan makhluk lainnya. Konsep ini berhubungan dengan sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di dunia. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai sumber utama. Akhlak terbagi menjadi dua bagian. Pertama, akhlak baik yang dinamakanakhlak mahmudah (akhlak terpuji), akhlak al-karimah (akhlak mulia) adalah akhlak yang baik dan benar menurut syari’at islam. Kedua, akhlak mamdudahadalah akhlak tercela dan tidak benar menurut syari’at islam.11 Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

Berdasarkan penjelasan dan definisi akhlak di atas menurut filusuf dan ajaran Islam, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala sesuatu yang telah tertanam kuat atau terparti dalam diri seseorang, yang akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang tanpa melalui pemikiran atau perenungan terlebih dahulu. Artinya bahwa perbuatan itu dilakukan dengan reflek dan spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu. Jika sifat yang

11

(6)

tertanam itu darinya muncul perbuatan- perbuatan terpuji -menurut rasio dan syari’at- maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika terlahir perbuatan-perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak buruk.

Pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlaq merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap ke dalam jiwa dan menjadi kepribadian seseorang. Kemudian timbul berbagai macam kegiatan secara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat, tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.

Hal ini sesuai dengan al-Qur’an surat asy-Syams ayat 8-10 yang mengungkapkan kecenderungan potensi baik dan buruk yang dimiliki manusia.

   Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.

(7)

jangan-jangan kebanyakan manusia lebih cenderung kepada keburukan. Diri ini harus dibersihkan dari penyakit hati; sombong, dengki, iri, ujub, berprasangka buruk dan sebagainya. Dibersihkan rumah tangganya dari barang-barang haram, makanan haram, alat-alat musik yang menjadikan diri lupa kepada Allah, dari gambar yang haram, patung dan sebagainya, agar diri kita selalu condong kepada kebaikan. Disucikanlah diri kita ditempat mana saja kita berada, baik di kantor, mall, jalan, perpustakaan, dan tempat-tempat lainnya. Sebaliknya merugilah orang yang mengotori jiwanya. Jika yang menyatakan rugi adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka rugi tersebut pasti benar dan kerugian itu pasti besar. Rugilah orang yang mengotori jiwanya dengan syirik, bid’ah, kesombongan, ujub, dendam, barang yang haram, ghibah, zina, narkoba, maka mereka adalah orang rugi serugi-ruginya. Makanya diantara proses penyucian jiwa adalah dengan mendatangi kajian-kajian ilmu.12

2. Etika

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethosdan ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan santun

12

(8)

dan lain sebagainya dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik sesama manusia.13

Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.14Dalam bahasa Gerik etika diartikan: Ethicos is a body of moral principles or value. Ethics arti sebenarnya adalah kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika berubah, seperti sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran.15

Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan dalam kamus istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi.16

3. Karakter

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup

13

Abd Haris. 2007. Pengantar Etika Islam.Sidoarjo: Al-Afkar. Hlm: 3. 14

Ibid. hlm. 3 15

IstighfaroturRahmaniyah. 2010. Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika Prespektif Ibnu Maskawaih.Malang: Aditya Media. Hlm: 58

16

(9)

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Lickona mengemukakan karakter merupakan “campuran kompatibel dari seluruh

kebaikan yang didefinisikan oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana dan kumpulan orang yang berakal sehat yang ada dalam sejarah”.17 Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat dan estetika.

Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Fathurrohman, dkk mengemukakan bahwa karakter adalah kualitas atau sifat baik berdasarkan norma yang dapat dijadikan identitas individu sebagai hasil pengalaman belajar.18 Dengan demikian individu yang berperilaku baik dapat disebut sebagai individu yang berkarakter. Karakter di sini dimaknai sifat yang positif. Hal ini sejalan firman Allah SWT dalam Surat al-Qalam ayat 4 yang berbunyi:











Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”

17

Lickona, Thomas. 1991. Educating For Character. Terjemahan Dari Juma Abdu Wamaungo,-. Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 81.

18

(10)

Sebenarnya dalam kurikulum KTSP berbasis kompetensi jelas dituntut muatan soft skill. Namun penerapannya tidaklah mudah sebab banyak tenaga pendidik tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana penerapannya. Soft skill merupakan bagian keterampilan dari seseorang yang lebih bersifat pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang terhadap lingkungan disekitarnya.19 Mengingat soft skill lebih mengarah kepada keterampilan psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih tidak kasat mata namun tetap bias dirasakan. Akibat yang biasa dirasakan adalah perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang lain dan lainnya. Keabstrakan kondisi tersebut mengakibatkan soft skill tidak mampu dievaluasi secara tekstual karena indicator-indikator soft skill leih mengarah pada proses eksistensi seseorang dalam kehidupannya. Pengembangansoft skillyang dimiliki oleh setiap orang tidak sama sehingga mengakibatkan tingkatan soft skill yang dimiliki masing-masing individu juga berbeda.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter merupakan kombinasi ciri khusus orang atau tempat tertentu yang membuatnya berbeda dari yang lain.20 Dengan demikian karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti, nilai-nilai yang unik dan baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nilai-nilai yang unik, baik itu kemudian

19

Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. -Refika Aditama.

20

(11)

dalam desain induk pembangunan karakter bangsa 2010-2025 dimaknai sebagai tahun nilai kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata kehidupan baik. Scerenko dalam Samani dan Hariyanto mendifinasikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.21

Marine dalam Samani dan Hariyanto mengambil pendekatan yang berbeda terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi seseorang.22 Dumadi dalam Adisusilo mengemukakan bahwa karakter atau watak adalah sebuah stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang.23 Dapat dimaknai bahwa dari karakter seseorang akan lebih mudah diketahui dan dikenal.

Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut di atas, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

21

Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,-hlm, 42.

22

Ibid, hlm, 43. 23

(12)

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Aqib mengemukakan bahwa karakter dikategorikan karakter sehat dan karakter tidak sehat. Yang termasuk karakter sehat adalah afiliasi tinggi, power tinggi, achiever, asserter, dan adventurer. Sedangkan yang termasuk kategori karakter tidak sehat adalah nakal, pembangkang, penguasa, provokator, tidak teratur dan nakal.24 Dengan sederhana karakter yang sehat adalah karakter yang bermanfaat baik bagi pribadi maupun yang lain. Sedang karakter yang tidak sehat adalah karakter dapat merusak baik diri sendiri atau pihak lain.

Berdasarkan telaah teoritis para ahli di atas bisa diketahui persamaan dan perbedaan antara akhlak, etika dan karakter.

Perbedaannya, konsep akhlak berhubungan dengan sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di dunia yang bersumber dari ajaran Islam yang berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai sumber utama. Kalau etika membahas mengenai baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia berdasarkan norma yang ada di masyarakat yang mencakup tata krama, budaya dan adat

24

(13)

istiadat. Sedangkan karakter lebih bersifat universal yang mencakup nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional.

B. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.25

Menurut Elkind dan Sweet yang dikutip Faturrohman, dkk pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:

“Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to beable to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.(Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita berfikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin menilai apa yang benar, peduli secara mendalam apa yang benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari dalam dan godaan dari luar).26

Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Pendidikan

25

Samani, Muchlas; Haryanto. 2013.Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, hlm: 46

26

(14)

karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan social, pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter menurut semata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik .27

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktekkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan Tuhannya. Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut: “Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan

berbuat yang dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat dan bangsa”. Menjelaskan pengertian tersebut dalam brosur Pendidikan Karakter (Character Education Brochure) dinyatakan bahwa: “Pendidikan karakter adalah suatu proses yang memberdayakan siswa dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk memahami. peduli tentang, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebijakan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan

27

(15)

(citizenship) dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain”.28

Sementara sumber lain mendefinisikan pendidikan karakter sebagai istilah paying (umbrella term) yang acap kali digunakan dalam mendiskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu cara yang dapat membantu mereka mengembangkan berbagai hal kebaikan, sopan santun dan etika, perilaku sehat, kritis, keberhasilan, menjunjung nilai tradisional, serta menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial dan dapat diterima secara sosial .29

Samani dan Hariyanto mengutip dari pendapat Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membangun seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis secara sederhana,30 Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa. Samani dan Hariyanto mengutip Noll menyatakan bahwa pada hakikatnya “pendidikan karakter dapat didefinisikan

secara luas atau secara sempit.31 Menurut Scerenko dalam Samani dan Hariyanto pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian(sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi(usaha yang maksimal untuk

28

Ibid.Pendidikan Karakter. hlm, 44. 29

Ibid, hlm: 44. 30

Ibid, hlm: 45. 31

(16)

mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).32 Faturrohman, dkk mengemukakan pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilaksanakan guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.33 Pendapat di atas dapat dipahami adanya dua hal, pertama pendidikan karakter menurut upaya yang sungguh-sungguh dari guru untuk menggunakan berbagai pendekatan dan metode serta strategi dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Kedua adanya tujuan agar peserta didik terpengaruh dan mengikuti apa yang menjadi harapan dan keinginan guru yaitu melaksanakan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pendidikan karakter yang dirancang di sekolah, dapat membentuk perilaku peserta didik dengan mempengaruhi agar dilakukan secara langsung menerapkan nilai-nilai tersebut.

Selanjutnya juga ditulis oleh Athur bahwa Lockwood memerinci ada tiga proposisi sentral dalam pendidikan karakter. “Pertama, bahwa tujuan pendidikan moral dapat dikejar/dicapai, tidak semata-mata membiarkannya sekedar sebagai kurikulum tersembunyi yang tidak terkontrol, dan bahwa tujuan pendidikan karakter telah menjadi konsensus bersama. Kedua, bahwa tujuan-tujuan behavioral tersebut adalah bagian dari pendidikan karakter, Ketiga, perilaku antisosial sebagai bagian kehidupan anak-anak adalah sebagai hasil dari ketidakhadiran nilai-nilai dalam pendidikan”.34 Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepeda peserta didik

32 Ibid 33

Fathurrohman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama. hlm: 16.

34

(17)

untuk menjadi manusia sutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.

Menurut Tafsir, karakter itu merupakan penanda bahwa seorang itu layak atau tidak layak disebut manusia.35 Pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai agama, karena moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam dalam membangun kesejahteraan dan organisasi sosial.36

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenak, peduli, menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.

Megawangi mengemukakan ada 9 pilar karakter yang mestinya diajarkan pada peserta didik, yaitu (1) cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya (2) kemandirian dan tanggung jawab (3) kejujuran/Amanah (4) bijaksana, hormat dan santun (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong (6). percaya diri, kreatif, dan pekerja keras (7) kepemimpinan dan keadilan (8)

35Ahmad Tafsir. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011. Hlm: iv

36 Majid merujuk kepada jurnal internasional: The Journal of Moral Education,

(18)

baik dan rendah hati (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan.37 pendidikan karakter juga dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru dan efektif jika tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non pendidik di sekolah semua harus terlibat dalam pendidikan karakter.

C. Pendidikan Karakter yang dikembangkan

1. Karakter Berdasarkan Pancasila

Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter dapat mendorong untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam hidup.Bagi bangsa Indonesia setiap pilihan dalam menentukan pilihan berperilaku harus dilandasi oleh Pancasila.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh kemajemukan dengan multi suku, multi ras, multi bahasa, multi adat, dan tradisi.Untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kesadaran untuk menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika merupakan suatucondition sine quanon, syarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, karenapilihan lainnya adalah runtuhnya Negara ini.

37

(19)

Samani dan Hariyanto mengungkapkan bahwa karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila maknanya adalah setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif.38 Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila maknanya dalam setiap aspek karakter adalah sebagai berikut:

a. Karakter yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku iman dan taqwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia.39 Dalam kaitan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia Indonesia adalah manusia yang taat menjalankan kewajiban agamanya masing-masing, berlaku sabar atas segala ketentuan-Nya, ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa bersyukur atas apa pun yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam hubungan antar manusia, karakter ini dicerminkan antara lain dengan saling hormat-menghormati, bekerja sama, dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamnya, tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak melecehkan kepercayaan agama seseorang.

38

Samani, Muchlas; Haryanto. 2013.Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, -hlm, 22-24.

39

(20)

b. Karakter yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar warga dalam masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan (civic) yang saling bertanggung jawab, juga adanya saling hormat menghormati antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan perilaku sebagai warga Negara yang baik, adil dan beradab pada gilirannya karakter citizenship (perilaku sebagai warga Negara yang baik) ini akan memunculkan perasaan hormat dari bangsa lain.40 Karakter kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh warga bangsa dan umat manusia.

c. Karakter yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Memiliki komitmen dan perilaku yang sangat mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.41 Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan, suka

40

Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT . -Refika Aditama, hlm, 45.

41

(21)

bergotong royong dengan siapa saja saudara sebangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, cinta tanah air dan bansa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. d. Karakter yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan

Hak Asasi Manusia

Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari sikap dan perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat orang lain.42 Hikmat kebijaksanaan mengadung arti tidak hanya tirani mayoritas (majority tyranny) atau sebaliknya juga tidak ada tinari minoritas (minority tyranni).43 Tidak ada yang memaksakan kehendak atas nama mayoritas, atau selalu berharap adanya toleransi (walau salah dan merugikan sebagian besar warga bangsa) atas nama minoritas.44 Karakter kerakyatan tercerminkan dari sikap ugahari dan bersahaja, karena sikap tenggang rasanya terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan Negara, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil

42

Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. -Refika Aditama.

43

Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP / MTS Kelas 1x .Jakarta:-PT .Perca, hlm, 42.

44

(22)

keputusan untuk kepentingan bersama, beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama, menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah, berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta selalu dilandasi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

e. Karakter yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan

Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan seluruh bangsa Indonesia.45 Karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan, menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain, suka menolong orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak boros, tidak bergaya hidup mewah, suka bekerja keras, menghargai karya orang lain.

2. Beberapa Indikator Pendidikan Karakter Bangsa

Seringnya tawuran antar pelajar dan menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi maka dicetuskan pendidikan karakter bangsa sebagai wujud pendidikan karakter kebangsaan kepada peserta didik.Pelaksanaan pendidikan karakter bangsa di Indonesia tidak berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajaran-pelajaran yang ada dengan

45

(23)

memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia.46 Pendidikan karakter bangsa bias dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan.

Samani dan Hariyanto, mengemukakan bahwa dalam publikasi Pusat Kurikulum telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Berikut Indikator nilai karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa:47

a. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

46

Muslich :Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional-Jakarta: Bumi Aksara, hal, 91.

47

(24)

e. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri: Sikap da perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelsaikan tugas-tugas.

h. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajibannya dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

j. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

(25)

m. Bersahabat/Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya baik terhadap dirinya senidir, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

(26)

D. Manajemen Pendidikan Karakter

Nurdin mengutip pendapat Hersey dan Blanchard mengemukakan bahwa manajemen sebagai proses kerja sama melalui orang-orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi yang diterapkan pada semua bentuk dan jenis organisasi.48 Ali merujuk pendapat Suradinata manajemen adalah kemampuan yang berhubungan dengan untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan manusia dan berbagai sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara seefesien mungkin.49 Hidayat dan Machali mengutip pendapat Handoko mengemukakan bahwa manajemen adalah sebegai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk mencapai tujuan.50 Pendapat yang lain adalah menyatakan bahwa manajemen adalah sebagai seni untuk mendapat segala sesuatu dilakukan melalui orang lain .51 Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa manajemen adalah proses menggunakan sumber daya organisasi dengan menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan oraganisasi.

Stoner dan Freeman dalam Wibowo mengemukakan bahwa manajemen merupakan proses menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi melalui fungsi planning dan decision making, organizing, leading, dan controlling. Sehingga manajemen juga dapat

48

Nurdin, Diding. 2009. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian ii: Ilmu Pendidikan Praktis -. Bandung : PT Imperial Bhakti Utama, hlm, 225.

49

Ali, Eko, Maulana 2012, Kepemimpinan Transformasional Dalam Birokrasi-Pemerintahan.Bandung : PT .Multicerdas Publising, hlm, 183.

50

Hidayat, Ara: Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba, hlm, 70. 51

(27)

dikatakan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengawasi.52 Mutohar mengutip pendapat Stooner mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan pengguna sumber-sumber daya organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.53

Hidayat dan Machali terdapat titik temu dari para tokoh dalam menyebutkan fungsi manajemen.54 Fungsi manajemen menurut para pakar adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan mengikuti tahapan tertentu dalam pelaksanaannya dan bila dicermati terdapat 4 fungsi utama dalam manajemen meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerak (actuating), pengawasan (controlling). Dengan demikian manajemen dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi melalui orang lain dan sumber daya organisasi yang lain dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi penggerak, dan fungsi pengawasan.

1. Fungsi Perencanaan

Perencanaan adalah proses yang dilakukan untuk mewujudkan kondisi di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.. Hidayat dan Machali mengemukakan bahwa perencanaan memiliki dua pengertian

52

Ibid, hlm, 33. 53

Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm, 33.

54

(28)

yaitu perencanaan sebagai proses dan perencanaan sebagai penetapan tujuan.55Kegiatan dalam fungsi perencanaan meliputi: menetapkan tujuan dan target organisasi, merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target organisasi tersebut, menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan, menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target organisasi.

2. Fungsi Pengorganisasian

Kegiatan dalam fungsi pengorganisasian meliputi: (1). Mengalokasikan sumber daya, (2). Merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan, (3). Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung jawab. (4). Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja. (5). Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat.56 Pengorganisasian proses dalam mendesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, system dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien gunan pencapaian tujuan organisasi.

3. Fungsi Penggerak

Menggerak atau actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai

55

Hidayat, Ara: Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba, hlm, 41. 56

(29)

sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi.57Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendiri atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif.

4. Fungsi Pengawasan

Pengawasan adalah proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan.58 Kegiatan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian meliputi: mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target organisasi sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpanan yang mungkin ditemukan dan melakukan berbagai alternative solusi atas berbagai maslah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.59

Manajemen pendidikan adalah gabungan dua kata yang mempunyai satu makna yaitu “manajemen” dan “pendidikan”, secara

sederhana manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam dunia pendidikan. Manajemen Pendidikan pada dasarnya adalah alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan.60 Mutohar mengemukakan bahwa manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses penataan kelembagaan pendidikan yang melibatkan

57

Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 45. 58

Rohiat.2010.Manajemen Sekolah TeoriIDasar dan Praktik. Bandung: Aditama, hlm, 63. 59

Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm, 88.

60

(30)

sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan.61

Dengan demikian manajemen pendidikan karakter adalah proses yang melibatkan sumber daya organisasi dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan pendidikan karaketr di suatu lembaga pendidikan. Fungsi manajemen yang diteliti dalam penelitian ini adalah fungsi perencanaan dan fungsi penggerakkan pendidikan karakter di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Nalumsari Kab. Jepara.

E. Desain Pendidikan Karakter

Secara teoretis ada dua desain (model) yang ditawarkan banyak pihak dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah.62

a. Pendidikan karakter diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri

b. Pendidikan karakter diposisikan sebagai misi setiap mata pelajaran atau diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran.

Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan pendidikan. Oleh karena itu pendidik dan satuan pendidikan perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Kurikulum, silabus yang sudah ada. Prinsip

61

Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm, 34.

62

(31)

pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.63

Agaknya banyak sekolah yang menerapkan model pendidikan karakter diposisikan sebagai misi setiap mata pelajaran atau diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter yang di dorong oleh pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak akan membebani guru dan siswa, sebab hal-hal yang terkandung dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara tersurat. Jadi pendidikan karakter tidak diajarkan dalam mata pelajaran khusus, namun dilaksanakan melalui keseharian pembelajaran yang sudah berjalan di sekolah. Hal ini juga yang dilaksanakan di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Nalumsari Kab. Jepara.

63

(32)

F. Implementasi Pendidikan Karakter

Penerapan strategi pendidikan karakter akan nampak dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.Pendidikan karakter menekan pada keteladan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Implementasi pendidikan karakter terbentuk dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh peserta didik. Penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondisif juga turut membentuk karakter peserta didik. Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui: penugasan, pembiasaan, pelatihan, pembelajaran, pengarahan dan keteladan.

Mulyasa mengemukakan bahwa implementasi pendidikan karakter terbentuk penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif yang turut menbentuk karakter peserta didik.64 Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui: penugasan, pembiasaan, pelatihan, pembelajaran, pengarahan dan keteladan. Pemberian tugas yang disertai pemahaman akan manfaat dan tujuannya yang membuat peserta didik akan mengerjakannya dengan penuh kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi. Setiap kegiatan yang dimaksud harus mengandung unsur-unsur pendidikan.

Dari uraian di atas peneliti membagi implementasi pendidikan karakter di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Nalumsari Kab. Jepara:

64

(33)

1. Kebijakan

Pendapat Knezevich yang dikemukakan Jones dan Walters mengemukakan bahwa sebuah kebijakan adalah merupakan pernyataan umum yang berorientasi pada tujuan tentang sebuah keharusan untuk bertindak, atau berperilaku melalui sebuah cara khusus dalam menghadapi situasi tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu diantara kemungkinan yang ada.65 Sehingga dapat dipahami sebagai sebuah cara dalam menghadapi sebuah situasi atau dalam mencapai sebuah tujuan melalui sebuah perencanaan yang jelas dan konsisten. Secara sederhana kebijakan adalah sebagai panduan untuk sebuah tindakan.

Komalasari mengemukakan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan yang mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Kebijakan itu berguna sebagai pedoman atau pegangan bersama dalam masyarakat.66 Dari pengertian di atas yang dimaksud kebijakan dalam suatu sekolah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan kepala sekolah sebagai pedoman dalam perilaku bagi warga sekolah. Dalam pendidikan, kebijakan yang dimaksud adalah sebagai panduan untuk sebuah tindakan dalam implentasi pendidikan karakter yang ditetapkan di sekolah dalam rangka melaksanakan strategi pendidikan karakter yang telah dirumuskan.

65

Jones, James, J.: Walters, Donald, l. 2008. Human Resource Manajement In Education-. Yogyakarta: Q-Media, hlm, 443.

66

(34)

2. Tindakan

a. Tindakan Kepala Sekolah

Tindakan kepala sekolah dalam implementasi pendidikan karakter adalah dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen terutama fungsi achtuating artinya dalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan diri sendiri atau penuh kesadaran secara bersama-samauntuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif.67 Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan(leadership). Di samping itu juga fungsi pengawasan atau sering juga disebut pengendalian adalah satu diantara beberapa fungsi manajemen berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan tujuan yang telah digariskan semula. Pengawasan merupakan tindakan seseorang manajer untuk menilai dan mengendalikan jalan suatu kegiatan yang mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

b. Dewan Guru

Tindakan guru dalam bentuk keteladanan, arahan dan bimbingan terhadap peserta didik di sekolah.68 Tindakan guru dikembangkan dalam kegiatan baik intrakurikuler (proses pembelajaran), maupun ekstrakulikuler, dalam jam pelajaran ataupun di luar jam pelajaran.

67

Sa’ud, Udin, Syaefudin; Makmun, Abin, Syamsudin. 2006.Perencanaan Pendidikan.

Bandung:-: PT Remaja Rosda Karya, hal 70. 68

(35)

c. Peserta Didik

Peserta didik sebagai obyek dan sebagai subyek dalam pendidikan adalah kondisi yang amat penting dalam keberhasilan sebuah proses pendidikan. Tindakan peserta didik dalam mewujudkan nilai-nilai karakter adalah sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.69 Tindakan peserta didik dimaksud adalah penerapan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam kehidupan di sekolah dan diharapkan akan dilakukan juga dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Penerapan nilai-nilai karakter di sekolah akan tercermin dalam tindakan dalam hubungan, baik kepada Tuhan, kepala sekolah dan guru juga antar sesama peserta didik.

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan dan Hasil Pendidikan

Karakter

Penerapan strategi dapat diperlukan pula adanya upaya untuk memaksimalkan pendidikan karakter sehingga mencapai hasil yang optimal. Mulyasa mengemukakan bahwa untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan usaha sungguh-sungguh.70 Usaha yang dimaksud adalah dengan menekankan dengan high standard, antara lain mencakup kerja sama, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, serta memegang teguh disiplin dan harus dijadikan pedoman dalam pendidikan di sekolah. Dalam upaya memaksimalkan pendidikan karakter dilakukan tidak hanya terbatas pada jam-jam pelajaran 69

Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian-Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 108.

70

(36)

saja tetapi di luar jam pelajaran baik dalam kegiatan ekstrakurikuler atau pembiasaan yang lain. Dalam kegiatan tersebut disamping diterapkan nilai-nilai karakter melalui kedisiplinan juga kegiatan yang lain misalnya melalui pembinaan dan keteladanan Pembina ekstrakulikuler atau guru yang ditugasi dalam ekstrakulikuler.

Mulyasa mengemukakan bahwa Iztihady atau Kaizen merupakan konsep usaha sungguh-sungguh untuk menncapai hasil yang optimal.71Usaha sungguh dimaksudkan dengan menekankan pada high standard, antara lain mencakup kerja sama, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, serta memegang teguh disiplin dan harus dijadikan pedoman dalam pendidikan di sekolah. Mulyasa mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat 8 (delapan) faktor yang perlu diperhatikan dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah. Kedelapan faktor tersebut adalah:

1. Memahami Hakikat Pendidikan Karakter

Memahami hakikat pendidikan karakter di sekolah adalah penting karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen, dan selanjutnya tindakan.72 Sehingga keberhasilan pendidikan karakter di sekolah sangat bergantung pada kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen seluruh warga sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan karakter tersebut.

71

Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal,43. 72

(37)

2. Sosialisasi dengan Tepat

Dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah sosialisasi turut menentukan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.73 Sosialisasi ini penting karena agar seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah serta pendidikan karakter yang akan dilaksanakan di sekolah tersebut. Bagi yang sudah memahaminya sosialisasi dapat dilaksanakan secara langsung oleh kepala sekolah. Namun bagi yang belum memahami dapat mengundang ahlinya. Sosialisasi sebaiknya mengundang komite sekolah dan orang tua peserta didik untuk mendapatkan pertimbangan, masukan dan saran serta dukungan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.

3. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan kondusif di sekolah turut menentukan dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah baik lingkungan fisik maupun nonfisik.74 Lingkungan yang aman, nyaman dan tertib di tunjang dengan optimis dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, serta kegiatan yang berpusat pada peserta didik (student centered activities) merupakan iklim yang dapat membangkitkan gairah dan semangat belajar sehingga pelaksanaan pendidikna karakter mencapai hasil yang diharapkan.

73

Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm, 17.

74

(38)

4. Dukungan dengan Fasilitas dan Sumber Belajar Yang Memadai

Kesuksesan pendidikan karakter juga tidak lepas dari adanya dukungan fasilitas dan sumber belajar yang memadai, agar kurikulum yang sudah dirancang dapat dilaksanakan secara optimal.75 Fasilitas yang ada perlu dikembangkan dan didayagunakan dalam memaksimalkan dan menyukseskan implementasi pendidikan karakter. Fasilitas tersebut antara lain laboratorium, pusat sumber belajar, perpustakaan dan tenaga pengelola yang professional.

5. Menumbuhkan Disiplin Peserta Didik

Mulyasa mengutip pendapat Reisman dan Payne mengemukakan bahwa terdapat 9 (Sembilan) strategi untuk mendisiplinkan peserta didik yaitu konsep diri, ketrampilan berkomunikasi, konsekuensi logis dan alami, klarifikasi nilai, analisi transaksional, terapi realitas, disiplin yang terintegrasi, modifikasi prilaku dan tantangan bagi disiplin.76 Disiplin diri peserta didik bertujuan membantu menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya permasalahan disiplin serta berusaha menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan menyenangkan dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik mentaati segala peraturan dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

75

Nurdin, Diding. 2009. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian ii: Ilmu Pendidikan Praktis,-Bandung : PT Imperial Bhakti Utama, hlm, 20.

76

(39)

6. Kepala Sekolah yang Amanah

Kepala sekolah yang amanah dan profesional harus berusaha menanamkan dan memajukan serta meningkatkan sedikitnya 4 hal, yakni: pembinaan mental, moral, fisik dan arsitik.77Kepala sekolah yang amanah merupakan salah satu faktor pendorong dalam mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Kepala sekolah yang amanah diperlukan terutama untuk menggerakkan sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, sarana dan sumber belajar, pelayanan peserta didik, hubungan masyarakat, penciptaan iklim sekolah dan manajemen keuangan.

7. Mewujudkan Guru yang Dapat Digugu dan Tiru

Dalam mensukseskan pendidikan karakter guru sebagai pengganti peran orang tua di sekolah perlu memiliki kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk membimbing peserta didik manusia yang sholeh, berakhlak mulia dan bertaqwa, maka diperlukan sosok guru yang dapat digugu dan ditiru.78 Mengingat pendidikan karakter menekankan pada aspek sikap, nilai dan watak peserta didik sehingga dalam pembentukannya harus dimulai dari gurunya. Hal ini sejalahn dengan firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat: 21:

77

Muslich :Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 53.

78

(40)























Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

8. Libatkan Seluruh Warga Sekolah

Upaya melibatkan seluruh warga sekolah dapat dilakukan dalam 3 langkah, yaitu: tanggungjawab dan keteladanan, penerapan nilai-nilai dan norma-norma di sekolah, melakukan refleksi moral bagi para staf karena hal ini berarti membantu untuk memastikan bahwa sekolah berjalan sebagai satu kesatuan.79 Keberhasilan pendidikan karakter di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam melibatkan seluruh warga sekolah.

H. Kerangka Pikir

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa merupakan pendidikan yang membentuk peserta didik memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap satuan pendidikan, termasuk sekolah dasar wajib menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah. Peran dari setiap warga di lingkungan sekolah sangat dibutuhkan dalam penyelanggaraan pendidikan karakter. Peran-peran tersebut mencakup pengambilan kebijakan serta implementasinya di setiap sekolah.

79

(41)

Berdasarkan paparan di atas, kerangka pikir dalam penelitian digambarkan sebagai berikut:

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Kebijakan pendidikan Karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang

Perencanaan Pendidikan Karakter

Pelaksanaan Pendidikan Karakter Penentuan

Karakter

Penyiapan dokumen dan

fasilitas

Perancangan Program

Sosialisasi Program

Lapisan Nilai dan Keyakinan Lapisan artifak

Religius Disiplin

Menghargai prestasi

Semangat Kebangsaan

Peduli Lingkungan

Program sekolah Fasilitas dan

Dokumen

Upacara

keagamaan, Doa

bersama, Upacara bendera,

menyanyikan lagu nasional

Musholla, Ruang kelas,

Perpustaka-an, Lapangan

upacara, kurikulum sekolah, tata tertib

(42)

Berdasarkan bagan di atas, dapat dipahami bahwa implementasi pendidikan karakter dalam kultur sekolah dimulai dari tahap perencanaan. Perencanaan pendidikan karakter tersebut mencakup penentuan nilai-nilai karakter yang akan diimplementasikan, perancangan nilai-nilai karakter tersebut dalam program-program sekolah, penyiapan dokumen dan fasilitas pendukung program, serta dilakukan sosialisasi program pendidikan karakter baik kepada warga sekolah maupun orang tua siswa. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam kultur sekolah yaitu berupa penanaman nilai karakter pada siswa melalui pelaksanaan program-program pendidikan karakter di sekolah. Penanaman nilai-nilai karakter pada siswa dapat dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan untuk siswa secara terus menerus. Pembiasaan tersebut diciptakan dalam suatu kondisi yang dirancang secara sengaja dalam program sekolah mengenai pendidikan karakter. Evaluasi pendidikan karakter mencakup monitoring dan evaluasi akhir program terhadap perencanaan program, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, proses implementasi, ketercapaian target implementasi, serta perbandingan kondisi awal dan kondisi akhir implementasi pendidikan karakter.

I. Hasil Pendidikan Karakter

(43)

yang dapat menghambat keberhasilan akademik.80 Kedua, para remaja yang berkarakter terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas dan sebagainya. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter dapat memiliki dampak terhadap peningkatan prestasi hasil belajar.

Megawangi menyatakan bahwa pendidikan karakter berdampak positif terhadap sumber daya manusia adalah berubahnya paradigma untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia, keberhasilan akademik, kesehatan fisik, perilaku pro sosial, dan input penting bagi pembangunan seutuhnya.81 Di sisi lain dari hasil pendidikan karakter menunjukkan adanya kemampuan pengendalian diri sehingga dapat terhindari dari perilaku negatif, kenakalan remaja dan penyakit masyarakat yang lain. Hal ini terjadi karena dalam diri siswa telah tertanam nilai-nilai yang baik sehingga akan berpengaruh pada perilaku yang baik kaitan dengan Tuhan, diri sendiri dan masyarakat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter berpengaruh terhadap penurunan perilaku negatif dan menghindari kenakalan remaja dan penyakit masyarakat yang lain.

80

Muslich : Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 82.

81

(44)

J. Kajian Pustaka

Kajian tentang manajemen pendidikan karakter bukanlah sebuah penelitian yang baru, tetapi kajian ini merupakan sebuah pendalaman atau kajian yang serupa dengan kajian model pendidikan akhlak, pendidikan moral, dan pendidikan budi pekerti. Berdasarkan hal ini maka ada beberapa karya dan penelitian yang memiliki tema sama atau mirip dengan kajian yang akan penulis teliti, diantaranya:

(45)

b. Teknik penyampaian aspek pendidikan karakter dalam lima puluh classic fairy tales terdiri dari dua bentuk yaitu teknik langsung dan teknik tidak langsung. Teknik penyampaian secara langsung lebih dominan disampaikan dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan indonesia, c. Persamaan dan perbedaan yang di temukan pada lima puluh classic fairy versi bahasa Inggris dan Indonesia dapat digolongkan kedalam tiga tipe. Ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut: 1) Aspek pendidikan karakter dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan indonesia tidak memiliki perbedaan, 2) Aspek pendidikan karakter dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan indonesia memiliki persamaan substansi pendidikan karakter, namun masih memiliki perbedaan farian karakter, 3) Aspek pendidikan karakter dalam clssic fairy tales versi bahasa Inggris dan Indonesia memiliki perbedaan substansi pendidikan karakter namun masih memiliki beberapa persamaan. Dari ketiga tipe tersebut, tipe yang sering muncul adalah tipe pertama, yaitu Aspek pendidikan karakter dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan indonesia tidak memiliki perbedaan.82

2. Prihartoyo Rimawan Yustinus: “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA De Britto Yogyakarta“, di dalam tesis ini dijelaskan bahwa tujuan penelitian ini yaitu: mendeskripsikan: a. Manajemen pendidikan karakter di SMA De Britto Yogyakarta, b. Faktor-faktor yang mendukung maupun yang menghambat manajemen pendidikan karakter di SMA De Britto

82

(46)

Yogyakarta. Penelitian ini menggunaka pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pendidikan karakter telah berjalan sebagaimana yaitu: a. Dalam perencanaan pendidikan karakter De Britto berpedoman pada pedoman kolese yang ditetapkan oleh pemilik yayasan De Britto dengan memegang Prinsip dasar pendidikan De Britto, b. Dalam pengorganisasian pendidikan karakter, De Britto menetapkan tiga tahap pedoman pengembangan pendidikan karakter yang langsung dikelola oleh pamong siswa yaitu pendidikan ekskursi, live in, dan retret/gladi rohani. c. Pelaksanaan pendidikan karakter antara lain melalui keteladanan, perwalian, ekstra kulikuler, pembinaan rohani, pendidikan nilai. d. Dalam kontrol pendidikan karakter De Britto menunjuk pamong siswa yang secara langsung melakukan kontrol dan pengawasan. e. Evaluasi pendidikan karakter tidak melalui ujian tertulis, tetapi melalui retret atau gladi rohani dan kristalisasi pada siswa tentang profil siswa. Faktor penghambat datang dari orang tua siswa yang meragukan kesiapan lembaga dan keselamatan anak dengan adanya kegiatan terjun ke masyarakat. Sementara faktor pendukung yang kuat antara lain lokasi strategis, pendanaan organisasi alumni yang kokoh profil SDM yang unggul menjadikan SMA De Britto unggul dan eksis mengarungi perubahan zaman.83

83

Prihartoyo Rimawan Yustinus: “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA De Britto

(47)

3. Hery Nugroho: “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 3 Semarang“, di dalam tesis ini dijelaskan bahwa kebijakan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang melalui tiga cara, yakni mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Perencanaan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang dilakukan saat penyusunan perencanaan pembelajaran. Penyusunan rencana pembelajaran dalam bentuk pembuatan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.84

4. Atang Ghofar Mualim. 2015. Manajemen Pembentukan Karakter Melalui Kegiatan Intra dan Ekstrakulikuler di MTs Negeri Jatinom Kabupaten Kelaten . Tesis. Pascasarjana Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tujuan penelitian: a. Untuk mengetahui pengelolaan pembentukan karakter peserta didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembentukan karakter peserta didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan pembentukan karakter peserta didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. Penelitian ini merupaka penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Hasil Penelitian bahwa manajemen pembentukan karakter dilakukan sesuai dengan fungsi yang ada serta strategi-strategi pembentukan karakter. Pertama, dalam

84

(48)

perencanaan madrasah membuat renstra dan renop yaitu perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Menentukan visi,misi dan tujuan madrasah untuk menciptakan sebuah program-program dalam pengembangan karakter peserta didik. Kedua, pengorganisasian dalam sebuah lembaga dengan membentuk kepengurusan sekolah. Ketiga, pelaksanaan program-program yang direncanakan baik dalam kegiatan intra maupun ekstra. Dalam pelaksanaan program intra maupun ekstrakulikuler strategi-strategi pembentukan karakter telah dilaksanakan yaitu dengan cara pembiasaan, memberikan pengetahuan-pengetahuan dan motivasi terhadap peserta didik, memberikan keteladanan dan menciptakan lingkungan yang baik. Keempat, evaluasi kegiatan intrakulikuler dilakukan dengan cara penilaian kelas yang berupa sejumlah pertanyaan sikap tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala dan penilaian kelas yang dilakukan oleh guru atau siswa dengan cara mengamati prilaku siswa. Dan indikator tingkat keberhasilannya adalah seorang siswa yang mampu untuk menanamkan nilai karakter dan mampu untuk melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Faktor penghambat dari kegiatan adalah keterbatasan biaya, waktu, pengajar dan lingkungan yang kurang kondusif. Moltivasi yang sangat semangat dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang efektif.85

5. Istiningtyas Rahayu: “Penanaman Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Seni Budaya di SMP Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten 85

(49)

Karanganyar“, di dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa tujuan penelitian sebagai berikut: mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, sistem evaluasi penanaman pendidikan karakter dalam pembelajaran seni budaya di SMP Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut: perencanaan (penyusunan silabus dan RPP). Pelaksanaan (kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan kegiatan penutup. Sistem evaluasi menggunakan (evaluasi program pembeajaran, evaluasi proses pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran).86

Adapun penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian terdahulu, dikarenakan penelitian di atas masih membahas tentang pola Pendidikan Karakter dan konsep pola Pendidikan Aqidah Akhlak secara umum. Berbeda dengan penelitian ini, yang secara khusus membahas tentang manajemen pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Kalinyamatan Kab. Jepara.

86

Istiningtyas Rahayu: “Penanaman Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Seni Budaya di

Referensi

Dokumen terkait

Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa maksud dari penelitian ini merupakan sesuatu yang belum di ketahui sehingga menggerakkan penulis untuk mencari pemecahannya

Karena pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah pembelajaran budaya, maka guru perlu memahami budaya peserta didik, dengan tidak melupakan tujuan pengajaran, yang salah

Dalam perkembangannya, banyak debitor yang berusaha menghindari berlakunya Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan

harga dan tanah yang menjadi objek jual-beli meskipun jual-beli dilakukan dibawah tangan, terutama hal ini dulu berlaku atas tanah yang berstatus hukum adat. Sekarang timbul

Kurangnya perhartian terhadap kehadiran kerja disebabkan oleh tidak adanya performance appraisal yang baik, PT Tunggal Inti Kahuripan memiliki sistem penilaian kinerja yang

Adanya asimetri informasi antara manager dan pemegang saham akan menimbulkan masalah yang bisa merugikan para pemegang saham, tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana tata

 perumusan kebijakan teknis dibidang perencanaan Prasarana Wilayah dan Tata Ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Kepala Badan;..  pelaksanaan

[r]