• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfatan Pelayanan Kesehatan

Menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2005) mengemukakan konsep bahwa perilaku sesorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu : 1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki

kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan karena adanya perbedaan–perbedaan karakteristik demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit. Karakteristik predisposing menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda– beda yang digolongkan atas :

a. Ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic).Karateristik ini mengambarkan bagaimana individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan perlu didukung oleh faktor lain seperti : faktor pendapatan, ketercapaian atau kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada.

(2)

Karakteristik pendukung ini menjelaskan bahwa meskipun individu mepunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan bertindak menggunakannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Yang termasuk karakteristik ini adalah :

a. Sumber keluarga (family resources), yang meliputi pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak – pihak yang membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan kesehatan

b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan dan sumber – sumber yang ada didalam masyarakat

3. Karakteristik kebutuhan (need). Faktor predisposisi dan faktor pendukung dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan, apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan

b. Evaluate / clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen pada tahun 1984, sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan

(3)

(life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

2.2 Kebutuhan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat mendasar yang sesuai dengan keadaan riil masyarakat. Secara umum kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dinyatakan dalam dua kategori yaitu kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan yang tidak dirasakan (Gani, 1993).

Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan langkah memenuhi kebutuhannya, misalnya masyarakat menempatkan pengobatan anak waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan, tetapi mutu gizi, sanitasi lingkungan dan imunisasi yang justru dapat menjamin kesehatan anak tidak dianggap sebagai felt needs utama. Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Dengan kata lain pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka (Gani, 1993).

Sifat penyakit yang tidak terduga (uncertainly) kapan datangnya, dimana, seberapa parah dan pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkan. Menjadikan konsumen pelayanan kesehatan berada dalam posisi yang sangat lemah dan konsekuensi dari keadaan ini adalah bahwa demand terhadap pelayanan kesehatan sebagian besar bukan keputusan individu yang bersangkutan. Memang orang memutuskan dimana

(4)

berobat, akan tetapi selanjutnya untuk memutuskan jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan, pihak penyedia pelayananlah yang menentukan (Tjiptono, 2000).

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposing dan faktor enabling mendukung. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa need characteristic merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Menurut Evans dalam Tjiptono (2000), dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang unik. Ketiga ciri utama tersebut adalah :

a. Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa dipastikan, baik waktunya, tempatnya, maupun besarnya biaya yang dibutuhkan.

b. Asymetry of information. menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi jauh yang lebih lemah sedangkan provider (seperti dokter) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayanan yang diberikannya.

c. Externality. Externality berarti bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi "pembeli/pengguna/konsumen" tetapi juga bukan konsumen. Demikian juga resiko kebutuhan pelayanan kesehatan tidak saja mengenai diri pembeli.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi dari sisi permintaan/demand

(5)

yang dirasakan, faktor demografi dan harapan) dan sisi ketersedian/supply pelayanan kesehatan (kapasitas, fasilitas, sumber daya dan tata kelola). Menurut teori Grossman dalam Adisasmito (2008), demand untuk layanan kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain, yaitu: 1. Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan bukan pelayanan

kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Kebutuhan penduduk meningkat, penyakit semakin kompleks, dan teknologi kedokteran serta perawatan yang semakin tinggi menuntut tersedianya dana untuk investasi, operaional, dan pemeliharaan.

2. Masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif, masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan.

3. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak terdeprisiasi dengan segera.

4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.

2.3 Perilaku Kesehatan

Pelayanan jasa berusaha untuk mempengaruhi perilaku konsumen dengan melakukan pertukaran yang saling menguntungkan. Unit pelayanan kesehatan sebagai pemberi jasa menawarkan keuntungan kepada konsumen sedangkan konsumen akan memperoleh keuntungan darinya. Demikian pula penyedia pelayanan kesehatan

(6)

dalam memberi layanannya akan mengeluarkan biaya atau sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan (Engel et al, 1995).

Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen dapat juga disebut sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Feldstein, 1992).

Ada beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain (1) perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan, (2) perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat (Fosu, 1998).

Perilaku seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotori diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah

(7)

rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Untuk mendorong pelanggan agar mau merubah sikapnya yang semula tidak berminat memanfaatkan pelayanan kesehatan menjadi mau memanfaatkan, dapat dilakukan strategi : (Luthan, 1995)

a. Mengubah komponen afektif. Merupakan hal biasa bagi perusahaan untuk mempengaruhi rasa suka konsumen terhadap merek tertentu secara tidak langsung. Jika upaya ini berhasil, maka rasa suka yang meningkat tersebut cenderung meningkatkan kepercayaan positif yang dapat mengarah ke perilaku pembelian, sementara itu, cara umum untuk mempengaruhi komponen afektif secara langsung adalah melalui classical conditioning. Berdasarkan pendekatan ini, perangsang yang digemari oleh kebanyakan orang secara konsisten dapat dihubungkan dengan merek.

b. Mengubah komponen perilaku. Perilaku pembelian mungkin mendahului perkembangan kognisi dan afektif. Contohnya, seorang pasien tidak menyukai obat merek tertentu karena yakin bahwa obat tersebut tak dapat menyembuhkan penyakitnya secara sempurna. Tetapi karena terbujuk oleh temannya, akhirnya ia ingin mencoba dan percobaan itu mengubah persepsinya. Hal ini kemudian menuntunnya pada peningkatan pengetahuan yang dapat mengubah komponen kognitif. Faktor – faktor pembentukan sikap untuk mencoba – coba produk tertentu harus tetap dapat dipertahankan. Personel pemasaran perlu mengetahui faktor –

(8)

faktor tersebut, misalnya dengan membujuk atau memberikan sampel produk sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya.

c. Mengubah komponen kognitif Pendekatan yang paling umum untuk mengubah sikap adalah berfokus pada komponen kognitif. Dengan berubahnya kepercayaan, perasaan dan perilaku, sikap juga akan berubah. Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku.

2.4 Sistem Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan bukanlah komoditi yang dapat diperjual belikan, akan tetapi pelayanan kesehatan merupakan komoditi jasa sehingga konsumen perlu informasi tentang jenis atau macam pelayanan kesehatan yang tersedia serta efektifitas pelayanan tersebut (Mills dan Gilson, 1990). Dari sudut pandang supply, produksi terpenting adalah hasil pelayanan kesehatan dan keluaran lainnya, sedangkan dari sudut pandang demand masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya sehingga mereka memerlukan pelayanan kesehatan sebagai salah satu

(9)

cara mencapai status kesehatan yang tinggi. Hubungan tersebut merupakan hubungan antara supply dan demand dalam pelayanan kesehatan yaitu hubungan antara keinginan sehat dan permintaan terhadap pelayanan kesehatan dengan penyediaan pelayanan kesehatan. Hubungan ini kelihatannya sederhana tapi sebenarnya merupakan hubungan yang sangat kompleks terbukti sering terjadi ketidak sesuaian antara demand dan supply atau sebaliknya. Hal ini penyebab utamanya adalah adanya kesenjangan informasi yaitu menterjemahkan adanya keinginan dan kebutuhan sehat menadi konsumsi perawatan kesehatan yang melibatkan berbagai informasi tentang macam perawatan yang tersedia, tentang efektifitas pelayanan (Mills dan Gilson, 1990).

Padahal permintaan terhadap pelayanan kesehatan merupakan permintaan yang tidak pasti dan ketidak tahuan pasien tentang status kesehatan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan lain–lain. Dengan demikian pengambilan keputusannya pun sering sulit dilakukan oleh konsumen (Mills dan Gilson, 1990).

2.5 Kepercayaan atau Keyakinan Kesehatan

Fishbein dan Azjen (1975), menyebutkan pengertian kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief”, yang memiliki pengertian sebagai inti dari setiap

perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap sesuatu objek.

Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat dan kajian bidang kesehatan, penggunaan kata “belief” merupakan hal yang lazim untuk menggambarkan keyakinan masyarakat

(10)

terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan, seperti teori model kepercayaan kesehatan (health belief model) menurut Rosenstock dalam Notoatmodjo (2005) dan kepercayaan kesehatan (health belief) dalam teori pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2005).

Keyakinan atau kepercayaan merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang menciptakan kehidupan. Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan budaya hidup. perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber daya didalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Keyakinan individu dihubungkan dengan semua aspek kehidupan individu termasuk kesehatan dan penyakit (Potter & Perry dalam Kadir, 2004). Ketika tubuh mengalami sakit dan emosi berada diluar kontrol, maka keyakinan seseorang menjadi faktor pendukung dalam mencari pelayanan pengobatan untuk mencapai kesembuhan.

Deutsch dalam Bruhen (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Mayer, Davis dan Schoorman dalam Bruhen (2003) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya. Sementara Barney dan Hansen dalam Bruhen (2003) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan keyakinan

(11)

mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain. Costabile dalam Bruhen (2003) kepercayaan atau trust

didefinisikan sebagai persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.

Definisi di atas memberikan beberapa elemen penting yaitu kesedian dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya, keyakinan bersama bahwa diantara mereka tidak akan saling memanfaatkan kelemahan mitranya, serta adanya harapan bahwa pihak lain dapat memberikan kepuasan atas kebutuhannya.

Secara umum bagi industri jasa, dasar dari hubungan jangka panjang dengan konsumen ada pada kepercayaan konsumen terhadap organisasi. Kepercayaan merupakan inti dari kompleksitas hubungan antar manusia. Konsep ini mewakili komponen hubungan kualitas yang berpusat pada masa depan. Kepercayaan dapat dikatakan eksis ketika ada kerelaan konsumen untuk bersandar sepenuhnya pada perilaku perusahaan dimasa depan (Bruhen, 2003).

Dalam upaya pembentukan kepercayaan ini dibutuhkan salah satu pihak yang lemah atau tidak berdaya (vulnerable) dimana terdapat ketidakpastian sebagai hasil dari keputusan yang diambil. Unsur ketidakpastian ini banyak terjadi dalam bidang jasa karena keunikan jasa seperti telah disebutkan diatas.

Kepercayaan merupakan konsep yang memfokuskan diri pada masa depan, yang memberikan suatu jaminan bahwa patner termotivasi untuk tidak beralih dalam konteks pertukaran dengan pihak lain (Gurviez dan Korchia, 2003). Secara psikologi

(12)

kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Delgado-Ballester et al., 2003), sehingga faktor kepercayaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara suatu organisasi dengan mitra kerjanya.

Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah (Doney & Canon dalam Bruhen, 2003) adalah :

a. Proses yang terkalkulasi. Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki konsekuensi biaya yang lebih rendah.

b. Proses prediktif. Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya.

c. Proses kemampuan. Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan pihak lain dalam memenuhi kewajibannya.

d. Proses intensi. Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan intensi pihak lain serta ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses.

Mengacu pada pada beberapa jenis proses di atas terdapat persamaan penting didalamnya yakni bahwa proses penumbuhan kepercayaan membutuhkan kemampuan mengantisipasi perilaku pihak lain dalam hubungan konsumen-produsen. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kesuksesan karyawan lini depan dalam menghantarkan jasa yang ditawarkan sangat ditentukan oleh hubungan pertukaran internal antar bagian dalam organisasi.

(13)

Djati dan Ferrinadewi (2004), menyatakan bahwa terdapat dimensi pada manusia dalam jasa merupakan variabel kunci dalam penciptaan kepercayaan konsumen pada bidang jasa. Proposisi ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan usaha jasa untuk mengantisipasi keinginan konsumen merupakan fokus dari keseluruhan aktivitas jasa yang ditujukan untuk mendorong komitmen konsumen, terutama pada usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi antara konsumen dan penyedia jasa. Usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan konsumen membuat satu-satunya sumber pengalaman konsumen dengan kinerja jasa adalah pada proses interaksi yang mereka jalani. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kepercayaan merupakan persepsi konsumen akan kehandalan kinerja produk maka sumber stimulus bagi persepsi konsumen ada pada proses interaksi tersebut (Djati dan Ferrinadewi, 2004).

2.6 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta

(14)

kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

Pengetahuan dapat diperoleh dari proses belajar yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga, seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan menyerap, menerima dan mengadopsi informasi yang di dapat (Notoatmodjo, 2003).

Sementara Soekamto (1997) berpendapat, pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman sendiri maupun orang lain, media masa maupun lingkungan sekitarnya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behavior). Adanya perubahan perilaku baru pada seseorang merupakan suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu relatif lama di mana tahapan yang pertama adalah pengetahuan, sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru maka harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya maupun terhadap keluarga atau orang lain (Soekamto, 1997).

Kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun

(15)

pendidikan, dan ketrampilan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis pendidikan, kurikulum, pengalaman praktek dan latihan (Gibson. et al, 2001).

Pengetahuan terdiri dari fakta, konsep generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah.

Menurut Gibson. et al. (2001) ada empat cara memperoleh pengetahuan yaitu: 1) melalui pengalaman pribadi secara langsung atau berbagai unsur sekunder yang

memberi berbagai informasi yang sering kali berlawanan satu dengan yang lain; 2) mencari dan menerima penjelasan - penjelasan dari orang tertentu yang

mempunyai penguasaan atau yang dipandang berwenang; 3) penalaran deduktif; 4) pencarian pengetahuan yang dimulai dengan melakukan observasi terhadap hal - hal khusus atau fakta yang nyata (induktif).

Sedangkan menurut Purwanto (1994) berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan, atau berpikir dianggap sebagai suatu proses kognitif yaitu aktivitas internal untuk memperoleh pengetahuan. Disebutkan bahwa perilaku seseorang terdiri tiga bagian penting yaitu : 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap, sedangkan psikomotor dari tindakan yang dilakukan. Perilaku seseorang yang terukur dari pengetahuan, sikap dan praktek dapat dijelaskan yaitu bahwa pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya: media masa, media elektronik, buku petunjuk petugas kesehatan, media cetak, kerabat terdekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai

(16)

keyakinan tersebut. Tingkat pengetahuan manusia adalah suatu keadaan yang merupakan hasil dari pusat sistem pendidikan yang akan mendapatkan pengalaman dimana kelak akan memberikan tingkat pengetahuan dan kemampuan tertentu.

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu sikap seseorang. Pengetahuan tersebut mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :

a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.7 Sikap

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya bisa ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Sikap merupakan respon evaluatif berdasarkan pada proses evaluasi diri

(17)

disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek.

Menurut Gibson. et al, (2001) sikap adalah determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang diberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek-obyek, dan keadaan. Definisi sikap mempunyai implikasi tetentu pada seseorang yaitu: (1) sikap dapat dipelajari, (2) sikap mendefinisikan predisposisi terhadap aspek-aspek yang diberikan, (3) sikap memberikan dasar perasaan bagi hubungan antar pribadi dan identifikasi dengan yang lain, (4) sikap diatur dan dekat dengan inti kepribadian.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung sesuatu penilaian emosional / afektif, kognitif dan perilaku. Sedangkan Rogers dalam Notoatmodjo (2003) membagi sikap dalam 4 tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving) diartikan sebagai manusia (subyek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)

2. Merespon (responding) artinya memberikan suatu tanggapan apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan bahwa menunjukkan suatu sikap terhadap ide yang diterima. Karena dengan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan program yang diberikan. terlepas dari benar dan salah, berati manusia menerima ide tersebut.

(18)

3. Menghargai (valuing) mengandung arti mengajak orang lain untuk ikut

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan mengukur kemampuan. 4. Bertanggung jawab (responsible) bersedia bertanggung jawab atas sesuatu yang

sudah dipilih dengan segala resikonya.

Sikap (attitude) adalah suatu pernyataan evaluatif positif ataupun negatif terhadap suatu obyek, orang atau peristiwa (Robbins, 1996). Sementara Azwar (1998) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu : a) keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek, b) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan c) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Di dalam penentuan sikap yang utuh pengetahuan, berpikir, berkeyakinan dan emosi memegang peranan sangat penting.

Faktor yang memengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah: pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu seseorang (Azwar, 1998). Menurut Gibson et al (2001) bahwa sikap dapat menentukan afeksi, kognisi dan perilaku sebagai berikut : (1) Afeksi, emosi atau perasaan adalah segmen emosional dari sebuah sikap , komponen dari sikap dipelajari dari orang tua, guru, anggota kelompok sebaya. Komponen afektif dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang digunakan untuk mensurvey sikap, melalui pita rekaman, ketika pita rekaman dimainkan, respon emosi dapat diukur dengan reaksi setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung dari pernyataan yang ada

(19)

di pita rekaman, reaksi emosional akan nampak dengan melihat perbedaan pernyataan yang bertentangan, (2) Kognisi, komponen kognisi dari sebuah sikap terdiri dari persepsi, pendapat dan kepercayaan seseorang. Ini mengacu kepada proses berpikir, dengan penekanan khusus pada rasionalitas dan logika.

2.8 Persepsi

Persepsi (perception) merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006, secara etimologis,

persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan

langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau

(20)

rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan rumah sakit atau informasi yang tidak benar mengenai rumah sakit akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Menurut Zastrow et al, (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak, Persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyatakan persepsi “ sebagai satu proses dimana seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat memengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan Eveline, 2004).

(21)

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi

2.9 Masyarakat

Pengertian masyarakat dalam konteks pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit dapat ditelaah dari pengertian menurut Soekanto (2006), bahwa masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mempunyai kebudayaan yang sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur (Soekanto, 2006).

(22)

Secara umum masyarakat digambarkan sebagai bentuk integrasi fungsional, dimana dalam masyarakat tersebut kestabilan sosial di topang oleh kesepakatan dasar atas nilai-nilai. Adapun ketertiban sosial terjadi dalam masyarakat karena setiap individu yang ada dalam masyarakat tersebut memiliki pemikiran bahwa dengan kerjasamalah segala keinginan masing-masing individu dapat tercapai. Dalam pandangan ini ditekankan, bahwa tarik-menarik, solidaritas, integrasi, kerjasama, dan stabilitas dalam masyarakat dipersatukan karena kesamaan budaya, dan kesepakatan atas norma dan nilai yang sama (Soekanto, 2006).

Sebagai mana telah dijelaskan dalam pengertian masyarakat, maka ciri-ciri masyarakat itu sendiri adalah: kesatuan antar individu (gabungan dari beberapa individu), menempati suatu wilayah tertentu, terdapat sistem yang berlaku dan telah disepakati bersama, terdapat interaksi antar sesamanya.

Adanya kecenderungan perbedaan pemanfaatan pemanfaatan pelayanan kesehatan pada suatu kelompok masyarakat dapat ditelaah sebagai akibat perbedaan tingkatan (strata) pada masyarakat. Stratifikasi dalam masyarakat mengacu kepada definisi stratifikasi sosial menurut beberapa pendapat pakar sosiologi. Menurut Hewitt dan Mitchell dalam Bahrein (1997) menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah tingkat perbedaan individu dalam masyarakat yang mana dalam sistem sosial tertentu sebagai superior maupum inferior. Sedangkan menurut Marx dan Weber dalam Bahrein (1997) mengatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pencerminan dari organisasi sosial suatu masyarakat. Soekanto (2006) menyatakan stratifikasi sosial merupakan suatu jenis diferensiasi sosial yang terkait dengan pengertian akan

(23)

adanya jenjang secara bertingkat. Jenjang secara bertingkat tersebut akan menghasilkan strata tertentu, dan kedalam strata itulah masyarakat dimasukkan.

Dari ketiga pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa strtatifikasi sosial adalah cara pembedaan masyarakat berdasarkan jenjang atau strata tertentu yang bertingkat-tingkat, dari mulai strata terendah sampai dengan tertinggi.

2.10 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit No.44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah rumah sakit milik pemerintah Kabupaten/Kota yang diperuntukkan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya (PP No 41 thn 2007).

Rumah Sakit Daerah adalah Rumah Sakit milik pemerintah propinsi, kabupaten/kota yang berlokasi di daerah propinsi, kabupaten, dan kota.

(24)

Pemerintah daerah adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lain sebagai badan eksekutif daerah dan sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dibidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam pengelolaannya rumah sakit publik berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan (PP No 41 thn 2007).

Rumah sakit daerah berkedudukan sebagai lembaga teknis daerah yang dipimpin oleh kepala dengan sebutan direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah, melalui sekretaris daerah.

Tugas dan fungsi rumah sakit daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2002 adalah:

1.Tugas rumah sakit daerah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif), upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan terjadinya penyakit (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan rumah sakit

2.Fungsi rumah sakit sebagai penyelenggara: pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan,

(25)

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, pengelolaan administrasi dan keuangan.

Jumlah personel pada rumah sakit daerah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Rumah Sakit Daerah berdasarkan beban kerja, azas manfaat, efisiensi dan efektivitas serta bersifat hemat struktur dan kaya fungsi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, rumah sakit daerah mempunyai hubungan koordinatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan dalam pelayanan kesehatan mempunyai hubungan jaringan pelayanan terkait dengan institusi pelayanan kesehatan lainnya.

2.11 Landasan Teori

RSUD Parapat sebagai sarana kesehatan milik pemerintah di wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ditujukan untuk melayani masyarakat atau penduduk di wilayahnya. Dengan demikian. seyogianya penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengacu teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005), sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:

(26)

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson, mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit. Kebutuhan (need) terhadap pelayanan kesehatan meliputi: kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan serta evaluate / clinical

diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh diagnosa petugas kesehatan. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada faktor kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi) serta faktor kebutuhan yang terkait dengan pemanfaatan rumah sakit.

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resourch (Income, Health Assurance) Community Resourch (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Clinical diagnose) Health Services

(27)

2.12 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan RSUD Parapat Kepercayaan Masyarakat

a. Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan

b. Sikap terhadap pelayanan kesehatan

c. Persepsi tentang pelayanan kesehatan

Kebutuhan Masyarakat a. Perceived need

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

〔商法 四九六〕 監査法人が架空取引を看過した場合に、善管注意義務違反による債務不履行が否定された事例 加藤, 修Katō, Osamu

Viabilitas Inokulan Azospirillum dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit steril Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf yang disimpan pada Suhu

8 Network Diagram Perhitungan Maju, Perhitungan Mundur, dan Penentuan Lintasan Jalur Kritis pada Kegiatan P24 Kereta B dan P .... 9 Context Diagram Sistem Informasi Perawatan

Ketiga sinyal tersebut akan diolah menggunakan metode perhitungan MCT, sehingga didapatkan dasar dari ciri seseorang kelelahan dengan nilai yang didapat dari

(1) kemampuan bina diri makan pada: Subjek Pertama SG mampu mempraktekkan bina diri makan menempati tempat duduk dengan kriteria baik, berdoa sebelum makan dimulai dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin tidak berpengaruh terhadap fenotipe pertumbuhan awal, namun terdapat tanaman sirsak yang mempunyai sifat

Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) merupakan metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati ada tidaknya kelainan seperti

Bandung: Program Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan Industri PPS-ITB, 2005. Tesis (Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan