• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

(2)

b. Norma dan Nilai yang Ada di Masyarakat

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

(3)

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari Stuktur Perawatan dan Proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosial psikologis terdiri dari persepsi, sikap dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.

(4)

4. Faktor yang Berhubungan dengan Produsen

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Model Donabedian dalam Dever (1984), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Donabedian (1973) dalam Dever (1984)

2.1.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka

Socicultural factors Organizational factors

Consumer – Provider Interaction

Consumer Factors - Sociodemographic - Social psyhological - Epidemiological Perceive d Evaluat d Provider Factors Utilization Need

(5)

peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter dan Olson, 2000).

2.1.2. Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan a. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Model Green

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

(6)

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. b. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Model Andersen

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Andersen (1974) dalam Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

(7)

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan

kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristik)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

(8)

Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Cumming dkk (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2005), yaitu model kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku

Predisposing - Family Composition - Social Structure - Health Beliefs Enabling - Family Resources - Community Resources Need Illnes Response Use

(9)

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan

(10)

kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang

Perilaku pembeli atau pengguna dapat dijadikan kiat dasar untuk menghubungkan kualitas pelayanan dan minat. Perilaku konsumen untuk menggunakan pelayanan yang sama apabila mereka merasa terpenuhi keinginannya dengan pelayanan yang mereka terima. Pembeli atau pengguna yang merasa terpenuhi keinginannya akan kualitas jasa yang mereka terima akan membeli atau mengguna ulang produk atau jasa itu kembali. Minat perilaku konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa dari pemberi jasa yang sama sangat dipengaruhi oleh pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan sebelumnya.

Pengguna yang sudah terbiasa akan suatu produk atau jasa yang khusus tidaklah selalu sama, dikarenakan faktor pemilihan alternatif yang unik. Faktor lain

(11)

lagi yang berhubungan dalam hal suka atau tidak suka, menolak tetapi sebenarnya menyukai dan beberapa fanatik yang tidak pernah mempertimbangkan pilihan lain.

Kotler (2000), beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan barang atau jasa, yaitu ;

1. Faktor pertama adalah marketing stimuli, faktor ini terdiri dari product, price, place dan promotion.

2. Faktor kedua adalah stimuli lain yang terdiri dari technological, political dan cultural.

Faktor ini akan masuk dalam buyer box yang terdiri dari dua (2) faktor, yaitu buyer characteristic yang memiliki variabel cultural, personal dan psychological, serta buyer decision process merupakan proses yang terjadi saat seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Tahapan proses keputusan pembelian yang merupakan bagian dari perilaku konsumen meliputi proses pengenalan kebutuhan, proses pencarian informasi dan proses evaluasi alternatif. Proses pemanfaatan di mulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan.

Mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering membangkitkan minat atau suatu kategori produk. Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak yang dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Konsumen akan membentuk preferensi tahap evaluasi atas merek dalam kumpulan

(12)

pilihan konsumen, juga mungkin membentuk niat untuk membeli atau menggunakan produk yang disukai atau memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan yang disukai.

2.2. Anatomi Mata 2.2.1. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea ratarata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan endotel (Vaughan, 2008).

2.2.2. Sklera

Menurut Vaughan (2008) dan Ilyas (2006), sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.

(13)

2.2.3. Uvea

Menurut Vaughan (2008), uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a. Iris, mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.

b. Badan siliar, terdiri dari dua bagian, yaitu : korona siliar yang berkerut-kerut dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm. c. Koroid, berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.

2.2.4. Lensa

Menurut Vaughan (2008), lensa terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.

2.2.5. Badan Kaca

Menurut Vaughan (2008) dan Ilyas (2006), badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu: kolagen dan asam hialuron.

(14)

Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

2.3. Retina

Menurut Vaughan (2008), retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu : lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral dan menurut Misbach (1999), sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap (Ilyas, 1991).

Berikut adalah gambaran anatomi mata dan peninggian tekanan di dalam bola mata.

(15)

Gambar 2.4. Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata 2.3.1. Pengertian Retina

Retina adalah lapisan sel-sel saraf di dalam mata yang berfungsi seperti film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata yang kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut menjadi signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui saraf penglihatan. Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah retina dan memberikan penglihatan yang paling tajam dan jelas. Vitreous adalah media seperti agar-agar bening yang mengisi bagian dalam bola mata mulai dari belakang lensa mata sampai ke retina.

(16)

Menurut Paley (2005), lapisan retina peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar.

Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata (Paley, 2005)

2.3.2. Masalah pada Retina

Beberapa masalah Retina yang sering ditemui antara lain: 1. Retinal Detachment

Terpisahnya/terlepasnya lapisan retina dari lapisan di bawahnya sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan permanen dan bahkan kebutaan.

(17)

2. Retinopati Diabetik

Gangguan pada retina yang disebabkan oleh komplikasi penyakit Diabetes. 3. Degenerasi Makula

Gangguan/kerusakan pada makula (bagian tengah retina). 4. Oklusi Vena/Arteri Retina

Gangguan pada pembuluh darah vena/arteri di retina. 2.3.3. Diagnostik Retina

a. OCT (Optical Coherence Tomography)

OCT dapat menggambarkan posisi dan kondisi lapisan-lapisan halus di dalam mata.

b.Foto Fundus

Foto Fundus yang baik dapat membantu dokter melihat hal-hal detil di retina dan sekaligus mendokumentasikan perubahan di retina dari waktu ke waktu.

c. Indocyanine Green (ICG) Angiography

ICG Angiography adalah proses pengambilan foto retina dengan injeksi zat pewarna Indocyanine Green. Hasil foto dapat menggambarkan sumber pendarahan pada makula yang tidak bisa ditangkap oleh Fluorescein Angiography.

d. Ultrasonography (USG)

USG dapat memberikan gambaran kondisi mata bagian dalam. e. RetCam II

RetCam adalah alat untuk membuat foto dari retina bayi prematur. Alat ini sangat bermanfaat dalam penanganan retinopati prematuritas.

(18)

f. Pelayanan Medis Retina

Pelayanan Medis Retina adalah penanganan kondisi retina tanpa bedah, seperti:

(a) Fotokoagulasi laser yaitu penggunaan laser untuk menutup kebocoran pembuluh darah retina, mengamankan robekan retina dll.

(b) Photodynamic Therapy (PDT) yaitu penggunaan kombinasi laser dan zat peka cahaya Visudyne (R) (Verteporfin) untuk terapi kebocoran pembuluh darah makula.

(c) Injeksi Anti-VEGF yaitu injeksi obat Lucentis(R) (ranibizumab) atau Avastin (R) (bevacizumab) untukmemblokir kebocoran dan pertumbuhan pembuluh darah yang abnormal di retina. Anti VEGF disuntikkan kedalam mata dengan jarum yang sangat kecil. Anti VEGF adalah penemuan terkini yang memungkinkan terapi pada kasus yang sebelumnya tidak tertolong. g. Pelayanan Bedah Retina

Pelayanan Surgical/Bedah Retina adalah penanganan kondisi retina melalui pembedahan, seperti:

(a) Vitrectomy, prosedur untuk membersihkan vitreous di dalam mata, yang dilakukan pada kasus-kasus seriuspendarahan vitreous, retinal detachment, infeksi dalam mata, masuknya benda asing, dll.

(b) Scleral Buckle, prosedur pemasangan bahan silikon yang dijahit pada sclera (bagian putih pada mata) untukmelekatkan kembali retina pada lapisan di bawahnya.

(19)

(c) Bedah Makula, seperti Epi-retinal Membrane Peeling yaitu prosedur pelepasan selaput di atas retina untuk memperbaiki penglihatan dan Macular Hole surgery yaitu prosedur untuk menutup lubang pada makula.

2.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Mukti, 2007).

Menurut Azwar (1996) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik, antara lain yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat

(20)

e. Bermutu

Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.5. Rumah Sakit

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.

(21)

2.6. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen dapat juga disebut sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Peter, 2000).

Beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain (1) perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan, (2) perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat (Dharmmesta, 2000).

Perilaku seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotori diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan (Dharmmesta, 2000). Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu meliputi

(22)

lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Pritchard (1986), menyatakan untuk mendorong pelanggan agar mau merubah sikapnya yang semula tidak berminat memanfaatkan pelayanan kesehatan menjadi mau memanfaatkan, dapat dilakukan strategi :

a. Mengubah komponen afektif

Merupakan hal biasa bagi perusahaan untuk memengaruhi rasa suka konsumen terhadap merek tertentu secara tidak langsung. Jika upaya ini berhasil, maka rasa suka yang meningkat tersebut cenderung meningkatkan kepercayaan positif yang dapat mengarah ke perilaku pembelian atau pemanfaatan sementara itu, cara umum untuk memengaruhi komponen afektif secara langsung adalah melalui classical conditioning. Berdasarkan pendekatan ini, perangsang yang digemari oleh kebanyakan orang secara konsisten dapat dihubungkan dengan merek.

b. Mengubah komponen perilaku

Perilaku pembelian mungkin mendahului perkembangan kognisi dan afektif. Contohnya, seorang konsumen tidak menyukai deterjen merek tertentu karena yakin bahwa deterjen tersebut tak dapat membersihkan kotoran secara sempurna. Tetapi karena terbujuk oleh temannya, akhirnya ia ingin mencoba dan percobaan itu mengubah persepsinya. Hal ini kemudian menuntunnya pada peningkatan pengetahuan yang dapat mengubah komponen kognitif.

Faktor-faktor pembentukan sikap untuk mencoba-coba produk tertentu harus tetap dapat dipertahankan. Personel pemasaran perlu mengetahui faktor-faktor

(23)

tersebut, misalnya dengan membujuk atau memberikan sampel produk sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya.

c. Mengubah komponen kognitif

Pendekatan yang paling umum untuk mengubah sikap adalah berfokus pada komponen kognitif. Dengan berubahnya kepercayaan, perasaan dan perilaku, sikap juga akan berubah. Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku.

2.6.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Model kepercayaan terhadap suatu produk atau pelayanan diperkuat dengan pengaruh yang mendasari pada perilaku konsumen seperti yang dikemukakan oleh Engel et.al (2000), pengaruh tersebut terdiri dari 3 faktor, yaitu :

a. Pengaruh lingkungan, meliputi : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.

b. Perbedaan dan pengaruh individu, meliputi : sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.

(24)

c. Proses psikologis, meliputi : pengolahan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku.

Sedangkan faktor yang memengaruhi diterima atau tidaknya suatu produk tertentu dapat dijelaskan dengan model kepercayaan Irwin M. Rosentok dalam Kotler dan Roberto (2000), yaitu :

a. Faktor demografi, meliputi umur, jenis kelamin, ras, dan etnik.

b. Faktor sosio psikologis meliputi personality, kelas sosial, dan kelompok rujukan. c. Faktor struktural, meliputi pengetahuan dan sikap

d. Faktor keberadaan dan keseriusan masalah kesehatan yang diderita.

e. Faktor kepercayaan penerimaan dan penolakan terhadap untung ruginya tindakan medis tertentu, pengaruh berita dan informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain. f. Berita-berita yang diterima dari majalah, koran, pelayanan keluarga, teman dan

lain-lain.

2.7. Landasan Teori

Penanganan pasien mata retina yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun dari petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan. Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian (1973) dalam Dever dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:

(25)

Gambar 2.6. Landasan Teori

Sumber: Donabedian (1973) dalam Dever (1984), Green (1980) dan Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003)

Organizational factors

a. Ketersediaan Sumber Daya b.Akses Geografis

c.Akses Sosial

d.Karakteristik Struktur Perawatan dan Proses

Consumer factors

Tingkat kesakitan dan Kebutuhan yang dirasakan (Perceived need) a. Faktor sosiodemografis

b. Faktor sosial psikologis

c. Diagnosa klinis (evaluated need)

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Socicioltural factors

a. Teknologi

b. Norma dan nilai Keyakinan

Provider factors

a. Sikap petugas

b. Keahlian petugas, serta c. Fasilitas yang dimiliki

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Persepsi e. Nila-nilai Karakteristik Predisposisi a. Jenis kelamin b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Suku/ ras f. Manfaat-manfaat kesehatan Faktor Pendorong a. Lingkungan fisik b.Fasilitas/ sarana pelayanan kesehatan Faktor Penguat

a. Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain b. Dukungan keluarga

Karakteristik Pendukung

a.Sumber daya keluarga b.Sumber daya masyarakat

Karakteristik Kebutuhan

Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

(26)

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata

Sumatera Faktor Penyedia

Pelayanan Kesehatan a. Sikap Petugas Medis

a. Dokter Mata b. Perawat Mata c. Fasilitas

b. Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis

Faktor Konsumen a. Persepsi tentang Penyakit b. Persepsi tentang

Pelayanan Kesehatan c. Diagnosa Klinis

Gambar

Gambar 2.1  Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Donabedian (1973)  dalam Dever (1984)
Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.3 Anatomi Mata Manusia
Gambar 2.4. Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata  2.3.1.  Pengertian Retina
+3

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa kutipan lain tentang perilaku kesehatan diungkapkan oleh: 1) Solita, perilaku kesehatan merupakan segala untuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,

Perilaku dalam bentuk praktik atau tindakan ( practice ) adalah suatu sikap yang belum terwujud dalam suatu tindakan ( over behavior ) untuk terwujudnya sikap agar menjadi

menekankan pada peranan pengalaman dalam proses pembelajaran, pentingnya keterlibatan siswa, dan kecerdasan sebagai kesan interaksi antara siswa dengan

Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.. 2.3.1

Tema pertama pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan

Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan

Tema pertama pada interaksi simbol berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari

Arus Perjalanan manusia merupakan hasil dari interaksi antara tiga variable, yaitu sistem transportasi, sistem aktivitas yang merupakan bentuk dari aktivitas sosial dan